Pengertian Pendidikan Pendidikan dan Gender

42 atau kodrat. Sedangkan gender dapat diartikan sebagai suatu perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan, bukan persoalan jenis kelamin secara biologis. Selanjutnya, M. Fakih 1996:9-10 berpendapat melalui dialektika, konstruksi sosial gender yang tersosialisasikan secara evolusional dan perlahan-lahan mempengaruhi biologis masing-masing jenis kelamin. Misalnya, karena konstruksi sosial gender, kaum laki-laki harus bersifat kuat dan agresif maka kaum laki-laki kemudian terlatih dan tersosialisasi serta termotivasi untuk menjadi atau menuju ke sifat gender yang ditentukan oleh masyarakat, yakni secara fisik lebih kuat dan lebih besar. Sebaliknya, karena kaum perempuan harus lemah lembut, maka sejak bayi proses sosialisasi tersebut tidak saja berpengaruh kepada perkembangan emosi dan visi serta ideologi kaum perempuan, tetapi juga mempengaruhi perkembangan fisik dan biologis selanjutnya. Oleh karena proses sosialisasi dan rekonstruksi berlangsung secara mapan dan lama, akhirnya menjadi sulit dibedakan apakah sifat-sifat gender itu, seperti kaum perempuan lemah lembut dan kaum laki- laki kuat perkasa, dikonstruksi atau dibentuk oleh masyarakat atau kodrat biologis yang ditetapkan oleh Tuhan. Namun, dengan menggunakan pedoman bahwa setiap sifat biasanya melekat pada jenis kelamin tertentu dan sepanjang sifat-sifat tersebut bisa dipertukarkan, maka sifat tersebut adalah hasil konstruksi masyarakat, dan sama sekali bukanlah kodrat. Hal ini senada dengan Jane C. Ollenburger 1996:21 bahwa dalam tulisan-tulisan awalnya, Hebert Spencer memperjuangkan hak-hak laissez-faire bagi individu wanita, serta menyatakan bahwa sifat-sifat alamiah wanita 43 tidaklah tetap atau abadi. Seperti dilakukan Mill, Spencer menegaskan bahwa wanita memiliki hak untuk bersaing secara bebas dengan laki-laki. Tetapi dalam tulisan –tulisannya kemudian yang dpengaruhi Darwinisme Sosial- Spencer menyatakan bahwa wanita sebaliknya meniadakan hak bersaing dalam pekerjaan dengan laki-laki, serta merupakan kebodohan kalau mendidik wanita untuk bersaing dalam karier-karier bisnis dan politik. Spencer mengatakan, “jika wanita memahami semuanya, bahwa tempat mereka adalah dalam lingkungan domestik, mereka tidak akan bertanya apapun” 1894:774 Dalam menjernihkan perbedaan antara seks dan gender ini, yang menjadi masalah adalah, terjadi kerancuaan dan pemutarbalikan makna tentang apa yang disebut seks dan gender. Dewasa ini terjadi peneguhan pemahaman yang tidak pada tempatnya di masyarakat, di mana apa yang sesungguhnya gender , karena pada dasarnya konstruksi sosial justru dianggap sebagai kodrat yang berarti ketentuan biologis atau ketentuan Tuhan. Justru sebagian besar yang dewasa ini sering dianggap atau dinamakan s ebagai “kodrat wanita” adalah konstruksi sosial dan kultural atau gender. Misalnya saja sering diungkapkan bahwa mendidik anak, mengelola dan merawat kebersihan dan keindahan rumah tangga atau urusan domestik sering dianggap sebagai “kodrat wanita”. Padahal kenyataannya, bahwa kaum perempuan memiliki peran gender dalam mendidik anak, merawat dan mengelola kebersihan dan keindahan rumah tangga adalah konstruksi kultural dalam suatu masyarakat tertentu. Oleh karena itu, boleh jadi urusan mendidik anak dan merawat kebersihan rumah tangga bisa dilakukan oleh kaum laki-laki. Oleh karena jenis pekerjaan itu bisa 44 dipertukarkan dan tidak bersifat universal, apa yang sering disebut sebagai “kodrat wanita” atau “takdir Tuhan atas wanita” dalam kasus mendidik anak dan mengatur kebersihan rumah tangga, sesungguhnya, adalah gender Mansour Fakih, 1996:10-11. Sugihastuti 2010:46 berpendapat, gender tidak diturunkan langsung melalui ciri biologis atau prakecendrungan seseorang untuk menjadi manusia dengan jenis tertentu. Gender juga bukan kepemilikan individual. Gender adalah pengaturan sosial dan setiap gender individu terbangun dalam orde sosial. Sugihastuti 2010:46 mengemukakan : “Gender mengandung pola relasi yang berkembang terus menerus masih dalam fungsinya mendefinisikan laki-laki dan perempuan atau maskualinitas dan feminitas serta menstruktur dan mengatur hubungan orang-orang dengan masyarakat. Gender menancap di setiap aspek masyarakat,; institusi, wilayah publik, seni, sandang, pergerakan- pergerakan. Gender tertanam, dalam pengalaman-pengalaman yang ber- setting, mulai dari kantor pemerintahan hingga permainan. Gender terpatri dalam keluarga, lingkungan, gereja, sekolah, dan media. Gender ada pada cara berjalan, cara makan di restoran, dan cara memakai toilet ”. Seluruh latar dan situasi di atas terhubung satu sama lain dalam kebiasaan-kebiasaan yang terstruktur. Gender terorganisasi secara instrinsik dalam setiap tingkatan pengalaman sehingga seperti memunculkan kaitan tidak berlapis antara misalnya, keinginan seorang anak perempuan memakai gaun pesta dengan kontrol laki-laki atas alat produksi. Apa yang kita alami sebagai hasrat individual muncul dari dalam orde gender yang tidak terjamah; sebuah orde yang mendukung dan didukung hasrat bersangkutan. Keterkaitan tidak berlapis inilah yang menjadikan bahasa penting bagi gender dan sebaliknya.