Sinopsis Bumi Manusia Pramoedya Ananta T

Sinopsis
“Bumi Manusia – Pramoedya Ananta Toer”
Ditulis oleh : Nisful Laila
Robert Suurhof menghentikan laju dokar miliknya di depan istana Tuan Herman
Mellema, hartawan besar berdarah Eropa. Orang-orang hanya pernah sekali atau tidak pernah
sama sekali melihatnya. Sebaliknya, orang-orang lebih banyak membicarakan gundiknya,
Nyai Ontosoroh. Pribumi Jawa yang banyak dikagumi orang, cantik, berumur sekitar tiga
puluhan, dan menjadi pengendali seluruh perusahaan pertanian besar yang didirikan oleh
Tuan Herman Mellema. Kata orang, keamanan keluarga dan perusahaan dijaga oleh seorang
Madura bernama Darsam dan pasukannya hingga tidak ada orang yang berani menginjakkan
kaki di istana bernuansa kayu milik Tuan Herman Mellema itu, meskipun mereka adalah
teman sekolah Robert Mellema atau Annelies Mellema, adik perempuan alias putri dari Tuan
Herman Mellema dan Nyai Ontosoroh. Kecuali jika mereka mendapatkan undangan untuk
datang seperti Robert Suurhof. Begitu banyak pemikiran menakutkan dalam isi kepala Minke
yang diajak oleh Robert Suurhof untuk memenuhi undangan makan malam bersama dari
Robert Mellema. Terutama saat seorang pemuda Eropa membukakan pintu untuk mereka. Ya,
dialah Robert Mellema. Berwajah Eropa seperti ayahnya namun berkulit pribumi seperti
ibunya. Jakung, tegap, dan gagah. Sekian menit Robert Mellema menatap tajam Minke yang
hanya seorang pribumi. Namun, kemudian, dia memperkenalkan diri pada Minke mengetahui
Minke adalah teman Robert Suurhof. Sedangkan, Minke sudah memikirkan kalau-kalau dia
pasti akan diusir secara tidak sopan dari istana itu. Namun, segala rasa khawatir dan takutnya

sirna ketika didepannya berdiri seorang gadis berkulit putih, berwajah Eropa, berambut dan
bermata pribumi. Dia adalah Annelies Mellema. Setelah memperkenalkan diri pada Minke,
Annelies mengajak ketiga laki-laki itu masuk ke dalam istana Mellema. Mereka duduk,
mendengarkan Robert Suurhof dan Robert Mellema mengobrol tentang sepak bola. Mungkin,
lama-lama, Annelies merasa bosan mendengarkan obrolan yang tidak terlalu dipahaminya.
Begitu juga dengan Minke yang memang sama sekali tidak tertarik dengan sepak bola. Lalu,
Annelies berpamitan pada kakak laki-lakinya untuk mengajak Minke jalan-jalan keliling
istana. Menunjukkan setiap tempat dan ruangan yang menjadi bagian dari istana Mellema itu.
Tidak hanya itu, Annelies juga memperkenalkan secara langsung Minke dengan ibunya,
nyonya Mellema, Nyai Ontosoroh. Pikir Minke, pantas saja jika perempuan pribumi Jawa ini
banyak dikagumi oleh orang-orang meskipun dia telah menjadi gundik seorang Eropa. Selain
cantik, Nyai Ontosoroh ternyata orang yang sangat ramah dan baik serta mau menerima

Minke sebagai tamunya. Setelah mengobrol sebentar, Nyai Ontosoroh pamit pergi
meninggalkan Minke dan Annelies. Namun, tidak lama, Nyai Ontosoroh kembali
menghampiri mereka karena Annelies memanggilnya. Minke merasa takut ketika Annelies
mengadu pada ibunya. Mengatakan alasan dia berteriak memanggil ibunya. Itu karena baru
saja Minke mengatakan kalau Annelies cantik. Ternyata, bukannya membuat Minke dalam
masalah, Nyai Ontosoroh malah ikut-ikutan Minke menggoda anak perempuannya. Minke
terdiam karena bingung melihat dua perempuan anggota keluarga Mellema itu. Annelies

ternyata seorang perempuan yang kekanak-kanakan dan manja. Sedangkan, Nyai Ontosoroh
sendiri tidak merasa terganggu mengobrol dan menggoda anak perempuannya di depan
Minke seakan mereka sudah mengenal satu sama lain sejak lama. Begitulah obrolan itu terus
berlangsung hingga tiba saat makan siang. Nyai Ontosoroh nampak tenang seperti seorang
Eropa menikmati makan siangnya. Annelies memilih menyibukkan diri melayani Minke
seakan Minke tamu Eropa terhormat daripada memilih menghabiskan makan siangnya
sendiri. Sedangkan, Robert Suurhof melihat Minke dengan tatapan tak suka karena dia
terlihat akrab dengan Nyai Ontosoroh dan Annelies. Beberapa saat kemudian, Robert
Mellema mengajak Robert Suurhof meninggalkan acara makan siang bersama itu tanpa pamit
pada Nyonya Mellema. Melihat Nyai Ontosoroh sudah selesai makan, Annelies kembali
mengajak Minke jalan-jalan keliling istana lagi. Annelies membawa Minke pergi ke kandang
sapi yang sangat luas. Minke merasa sedikit terkejut melihat beberapa perempuan pribumi
yang menjadi pekerja di sana dan berseragam serba putih pula. Bukan adat atau kebiasaan
bagi perempuan pribumi. Salah satunya adalah pekerja perempuan bernama Minem.
Wajahnya cantik, tubuhnya bagus, dan orangnya centil. Begitulah gambaran Minem menurut
Minke saat dia

memperhatikan Minem yang sedang mengobrol dengan Annelies. Dari

onrolan itu pula, Minke mengetahui kalau Annelies yang manja dan kekanak-kanakkan itu

merupakan mandor yang dihormati oleh pekerja-pekerjanya. Bukan hanya mengurus dan
mengawasi kandang sapi. Annelies juga melakukan pekerjaan sebagai mandor di ladang,
kandang kuda, dan kampung-kampung yang berada dibawah kekuasaan Tuan Herman
Mellema. Diperjalanan pulang, Minke sengaja melompati sebuah selokan hanya untuk
memastikan Annelies mengikuti geraknya atau tidak. Ternyata, adik perempuan Robert
Mellema itu mengikuti caranya. Annelies mengangkat ujung gaunnya lalu melompat. Minke
menangkap tangan Annelies lalu mendekap gadis cantik itu agar tidak jatuh. Ntah kenapa,
tiba-tiba Minke memberanikan diri mencium pipi Annelies. Saat Annelies masih terkejut
dengan perlakuan Minke. Saat itulah Minke mengatakan pada Annelies kalau dia menyukai
Annelies. Annelies membisu, wajahnya merah merona, dia terus berjalan membekukan

semua pertanyaan Minke di sepanjang perjalanan pulang itu. Malam harinya, saat makan
malam bersama terdengar suara pintu dibuka tanpa ketukan, tanpa izin. Nyai Ontosoroh
mengangkat kepala dan terlihat pancaran waspada di matanya. Robert Mellema melirik ke
arah ruang depan sambil tersenyum senang. Robert Suurhof menghentikan acara makannya.
Sedangkan, Minke hanya melihat ke arah Annelies yang seakan sedang menajamkan
pendengaran memastikan suara langkah sepatu menuju ruang makan itu. Makin lama suara
langkah sepatu itu semakin jelas terdengar hingga menampakkan pemiliknya. Seorang Eropa
bertubuh tinggi besar dan gendut. Pakaiannya kusut dan rambutnya kacau. Tuan Herman
Mellema. Akhirnya, terjadi pertengkaran antara Tuan Herman Mellema yang tidak suka

dengan keberadaan Minke dengan Nyai Ontosoroh yang ternyata berani melawan Tuan
Herman Mellema untuk membela Minke. Minke terkejut ketika mendapati Tuan Herman
Mellema kalah adu mulut dengan gundiknya sendiri. Dia meninggalkan ruang makan itu,
masuk ke kamarnya. Robert Mellema mengajak Robert Suurhof pergi. Sedangkan, Annelies
masih menangis. Sepertinya, Annelies takut dan terkejut dengan kedatangan ayahnya. Setelah
berhasil menenangkan anak perempuannya, Nyai Ontosoroh memanggil Darsam.
Memerintahkan orang Madura itu untuk mengantarkan Minke dan Robert Suurhof pulang.
Ketika Darsam hendak berangkat mengantarkan Minke pulang. Tiba-tiba, Nyai Ontosoroh
memanggil dan menyuruh Minke untuk turun dari dokar. Menanyakan dengan sedikit
berbisik tentang kebenaran bahwa Minke sudah berani mencium pipi Annelies siang tadi.
Nyai Ontosoroh menyuruh Minke mencium pipi Annelies dihadapannya sendiri sebagai bukti
kalau Annelies tidak berbohong tentang kebenaran itu. Tidak bisa menolak, Minke pun
mematuhi perintah Nyai Ontosoroh, mencium pipi Annelies untuk yang kedua, ah tidak-tidak,
tapi untuk yang ketiga kalinya. Pikir Minke, keluarga Mellema memang keluarga aneh. Nyai
Ontosoroh harusnya marah ketika laki-laki pribumi itu berani mencium pipi putrinya.
Bukannya malah membuktikan kebenarannya hingga membuat Minke benar-benar malu.
Belum lagi Annelies, gadis itu selalu mengadu pada ibunya. Mengadu saat Minke memujinya
cantik. Mengadu saat Minke mencium pipinya. Namun, dibalik semua sifat kekanakkanakkannya itu, Annelies adalah seorang mandor yang mengurus jalannya semua pekerjaan
di kandang sapi, ladang, kandang kuda, dan kampung-kampung itu. Sedangkan, Tuan
Herman Mellema, ternyata seorang Eropa berbadan besar yang bahkan tak bisa melawan

gundiknya sendiri. Ditambah Robert Mellema yang terlihat tak pernah mau menghormati
Nyai Ontosoroh, ibunya sendiri. Meskipun begitu, Nyai Ontosoroh dan Annelies berharap
Minke mau datang berkunjung ke istana Mellema lagi.

Kehidupan Minke berjalan seperti biasa. Dia selalu datang ke rumah sahabatnya, Jean
Marais untuk menjemput dan mengantarkan anak perempuan Jean, May Marais pergi ke
sekolahnya, E.L.S Simpang. Setelah itu, Minke akan berangkat ke sekolahnya dengan
berjalan kaki. Namun, semua peristiwa yang ia alami di istana Mellema beberapa hari lalu
masih saja memenuhi pikirannya. Saat Minke memberanikan diri mencium pipi Annelies.
Saat Annelies mengadu tentang kelakuan Minke pada Ibunya. Terutama, saat Annelies dan
Nyai Ontosoroh meminta Minke untuk datang berkunjung lagi meskipun mereka tahu Minke
hanyalah seorang pribumi tanpa nama keluarga. Bayangan Annelies ada di setiap tempat yang
Minke datangi. Begitu juga suara Nyai Ontosoroh yang memintanya untuk datang terdengar
kemana pun ia pergi. Jatuh cinta, Minke telah jatuh cinta pada Annelies namun dia tidak bisa
memahami perasaan itu sendiri. Sebagai sahabat, Jean Marais menyarankan agar Minke
datang berkunjung satu atau dua kali lagi untuk memastikan dia memang telah jatuh cinta
pada Annelies begitu pula sebaliknya dengan Annelies. Minke pun mengiyakan saran Jean
Marais. Ditambah lagi, Nyai Ontosoroh sampai mengirim surat sebagai permintaan agar
Minke mau datang ke istananya untuk melihat keadaan Annelies.
Surat yang ditulis oleh Nyai Ontosoroh memang tidak dilebih-lebihkan isinya.

Sesampainya Minke di istana Mellema, dia mendapati Annelies dengan tampilan kusut dan
wajah pucat. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Robert Mellema dan Tuan Herman Mellema.
Hanya tinggal Nyai Ontosoroh, Annelies, dan Darsam yang tadi menjemput Minke tinggal di
istana itu. Annelies sangat senang dan langsung mengantar Minke menuju kamar yang dulu
Minke pakai saat pertama kali berkunjung untuk istirahat. Terlalu senang, tanpa diminta
bantuan Annelies merapikan barang-barang Minke. Meletakkan pakaian-pakaian Minke di
lemari dan mengatur letak buku-buku Minke diatas meja. Selesai membantu Minke, dia
langsung berpamitan pergi untuk bekerja seperti biasa. Minke tidak pernah berpikir bahwa
dia bisa menjadi begitu penting untuk hidup seorang Eropa seperti Annelies. Melihat keadaan
Annelies sepertinya Minke memang harus tinggal beberapa hari di sana, di istana
menyeramkan Tuan Herman Mellema. Namun, dari sanalah, Minke semakin mengenal
kehidupan sebenarnya dari Nyai Ontosoroh dan Annelies. Nyai Ontosoroh, seorang Ibu yang
harus menghadapi putra sulungnya sendiri yang tidak pernah menghargainya hanya karena ia
seorang pribumi dan ingin menguasai seluruh kekayaan Mellema. Belum lagi, Nyai
Ontosoroh harus melawan suaminya sendiri, Tuan Herman Mellema dan mendidik Annelies
menjadi seorang administratur agar bisa mengurus perusahaan dan kekayaan Mellema.

Akhirnya, setelah beberapa hari tinggal di sana, Annelies menceritakan tentang kisah
Nyai Ontosoroh pada Minke. Awal mula, Nyai Ontosoroh bisa menjadi seorang gundik. Istri
tidak sah seorang Eropa bernama Herman Mellema. Dulu, Nyai Ontosoroh bernama Sanikem

yang sering sekali mendapat pujian dari tetangga-tetangga karena kecantikkannya. Kehidupan
Nyai Ontosoroh bisa dibilang sangat baik. Dia mempunyai seorang ayah yang pintar dan rajin
dalam bekerja. Namanya Sastrotomo. Namun, kepintaran dan keuletannya dalam bekerja tak
juga membuat ia naik jabatan dari seorang jurutulis menjadi seorang jurubayar (orang yang
mengurus keuangan perusahaan). Satrotomo bukanlah orang yang gila jabatan. Ia
menginginkan jabatan itu karena ingin mempermudah saudara-saudaranya diterima bekerja di
perusahaan. Jika jabatan yang ia pegang semakin tinggi maka akan semakin mudah pula
baginya bisa memberikan pekerjaan di perusahaan untuk saudara-saudaranya. Akhirnya,
berbagai cara pun Sastrotomo lakukan demi mendapatkan jabatan sebagai jurubayar. Mulai
dari menggunakan dukun hingga menggunakan wanita sebagai iming-iming pada Tuan Besar
Kuasa yaitu Tuan Herman Mellema. Tapi, ternyata, Tuan Herman Mellema malah menyukai
anak perempuannya sendiri, Sanikem, Nyai Ontosoroh. Desas-desus Sanikem akan dijadikan
gundik mulai terdengar. Para tetangga tak lagi membicarakan atau memuji kecantikkan
Sanikem. Apalah guna mempunyai wajah begitu cantik jika dijadikan seorang gundik Eropa?
Ayahnya, Sastrotomo yang begitu menginginkan jabatan jurubayar. Nyonya Sastrotomo yang
tidak berani melawan suaminya sendiri. Sanikem, anak perempuan yang begitu baik dan
penurut pada kedua orang tuanya. Tak ada satu pun alasan yang bisa membatalkan kehendak
Sastrotomo. Sanikem pun dibawa ke istana Mellema dengan mengenakan baju batik terbaik
dan membawa semua baju batik terbaiknya. Hasil kerja keras ayahnya selama ini. Hari itu,
dihari keberangkatannya menuju istana Mellema di Wonokromo, untuk terakhir kalinya

Sanikem bisa melihat rumahnya. Sanikem meninggalkan rumah yang menjadi tempat
tinggalnya selama empat belas tahun dan tak akan pernah kembali pulang ke rumah itu. Dia
merasa benci pada semua orang yang dulu disayanginya. Ayahnya yang tega menjualnya
demi jabatan. Ibunya yang tidak bisa membela dan mempertahankan dirinya untuk tetap
tinggal. Sejak hari itu, Sanikem yang kini dipanggil Nyai Ontosoroh memutuskan tak akan
pernah mau menemui kedua orang tuanya dan dimulailah kehidupan Sanikem sebagai gundik
seorang Eropa, Herman Mellema. Hari pertama menjadi gundik, Nyai Ontosoroh begitu takut
pada Tuan Herman Mellema yang memiliki badan tinggi besar hingga lengan tangannya saja
sebesar ukuran kaki Nyai Ontosoroh sendiri. Namun, Tuan Herman Mellema malah tak
pernah menyakiti Nyai Ontosoroh seakan dia begitu mencintai Nyai Ontosoroh. Dia begitu
baik dan mengajarkan semua yang dia bisa pada Nyai Ontosoroh. Mulai dari mengajari Nyai

Ontosoroh membaca dan menulis dalam bahasa Melayu dan Belanda hingga mengajari Nyai
Ontosoroh cara bekerja di perusahaan dan menjadi seorang administratur (pengurus dan
pemegang perusahaan). Nyai Ontosoroh bahkan diberi uang gaji atas hasil kerjanya
membantu Tuan Herman Mellema di perusahaan. Uang gaji itu dikumpulkannya setiap bulan
sebagai tabungan kalau-kalau suatu hari nanti Nyai Ontosoroh diusir dari istana Mellema.
Pikirnya, agar dia mempunyai tabungan untuk dijadikan modal bekerja. Tuan Herman
Mellema juga memerintahkan pembantu-pembantunya untuk melayani Nyai Ontosoroh
dengan baik. Ya, Nyai Ontosoroh mulai belajar untuk menyukai kehidupannya sebagai

gundik. Hingga suatu hari dia bertemu Darsam dan dijadikannya orang kepercayaan.
Beberapa tahun kemudian, Nyai Ontosoroh benar-benar memiliki kehidupannya sendiri. Tuan
Herman Mellema sebagai suaminya meskipun tidak sah. Robert Mellema sebagai putra
sulungnya. Annelies Mellema sebagai putri bungsunya. Lalu, Darsam sebagai orang
kepercayaannya. Nyai Ontosoroh sudah benar-benar tidak mau lagi bertemu dengan ayah dan
ibunya. Jangan saja bertemu, membalas surat dari kedua orang tuanya itu pun tidak.
Meskipun Tuan Herman Mellema sering meminta agar Nyai Ontosoroh sekali saja mau
menemui ayah dan ibunya. Dia hanya mau menemui kakak laki-lakinya, Paiman yang
sesekali datang ke istana Mellema walau hanya sekedar untuk meminjam uang pada adik
perempuannya yang bisa dibilang sudah sukses di kehidupannya itu. Namun, semua
kebahagiaan itu tak berlangsung lama karena datangnya Ir. Maurits Mellema di kehidupan
mereka. Tuan Herman Mellema seketika berubah sejak kedatangan putra pertama hasil
pernikahan sah dengan Ammelia Mellema – Hammers. Maurits Mellema menuntut dan
mengancam akan mengambil alih perusahaan Mellema karena merasa dia lebih berhak atas
semua itu daripada Robert Mellema dan Annelies Mellema. Sejak saat itulah, Nyai Ontosoroh
kehilangan kasih sayang Tuan Herman Mellema yang dulu sangat dia hormati sebagai suami.
Dia mengeluarkan Annelies dari sekolah karena gadis itu harus belajar membantu ibunya
bekerja di perusahaan. Semua masalah itu hanya dia hadapi bersama Annelies hingga kini
mereka bertemu dengan Minke. Jadi, seperti itulah kisah nyata Nyai Ontosoroh. Alasan untuk
tak pernah peduli pada Tuan Herman Mellema. Alasan Annelies lebih memilih menjadi

seorang pribumi daripada seorang Eropa. Sepertinya, hanya Annelies yang memahami dan
begitu sayang pada Nyai Ontosoroh. Mengenai Darsam, dia mungkin memang satu-satunya
orang yang bisa dipercaya oleh Nyai Ontosoroh untuk menjaga perusahaan dan putrinya,
Annelies Mellema. Minke mendegarkan seluruh cerita Annelies dengan baik dan
memutuskan untuk membuat tulisan tentang Nyai Ontosoroh.

Lima hari kemudian, Robert Mellema pulang ke istana dan mengundang Minke untuk
datang ke kamarnya. Robert Mellema menceritakan pada Minke tentang impiannya pergi
berlayar ke Eropa menggunakan kapal Karibou. Minke mendengarkan dengan tetap waspada
pada laki-laki bermata cokelat kelereng itu. Memikirkan kemungkinan terburuk jika saja
secara tiba-tiba undangan itu menjadi tidak menyenangkan dan Robert Mellema
menyerangnya. Serta kemungkinan terbaik yang bisa Minke lakukan jika pemikiran buruknya
terjadi yaitu melompat keluar dari jendela kamar Robert Mellema. Kakak laki-laki Annelies
Mellema itu juga mengatakan kalau dia tidak suka tinggal di Hindia yang panas. Dia ingin
pergi dari istana Mellema dan tinggal di Eropa yang bersalju. Setelah puas menceritakan
tentang impiannya, Robert Mellema mulai membahas alasan kembali dan tinggalnya Minke
di istana Mellema. Rupa-rupanya, Robert Mellema sadar kalau laki-laki pribumi Jawa ini
menyukai adik perempuannya. Bukan hanya itu, ibunya pun terlihat akrab dan menyukai
Minke juga. Lama-lama, Robert Mellema mulai kesal dengan obrolan yang dia mulai sendiri.
Lebih tepatnya kesal pada Minke yang selalu bisa membalas setiap ucapan tajamnya.

Percakapan yang berlangsung selama sepuluh menit itu terasa sudah berjam-jam bagi Minke.
Untung saja, Annelies tiba-tiba datang dan mengajaknya pergi dari kamar Robert Mellema.
Keesokkan paginya, Nyai Ontosoroh membangunkan Minke karena ada seorang
polisi yang mendapat tugas untuk membawa Minke ke gedung Bupati tanpa memberitahu
alasan penangkapannya. Setelah selesai makan, Minke pun berangkat dengan membawa
beberapa baju yang sudah disiapkan oleh Annelies. Sesampainya Minke di sana, ternyata,
sudah ada ayahnya menunggu. Surat penangkapan itu hanyalah alasan agar Minke mau
dibawa ke gedung Bupati. Ayah Minke sudah mengetahui kalau Minke telah tinggal di istana
Mellema. Ayahnya mengira bahwa Minke memiliki hubungan khusus dengan Nyai
Ontosoroh. Selesai dimarahi habis-habisan oleh sang ayah. Minke pergi menemui bundanya.
Wanita yang telah melahirkan Minke itu meminta agar Minke tinggal beberapa hari dan
membantu acara pengangkatan ayahnya sebagai Bupati. Keesokkan harinya, acara
pengangkatan itu pun berlangsung dengan lancar. Lalu, Minke mendapat undangan untuk
datang ke rumah Tuan Assisten Residen, Herbert De La Croix. Tuan Assisten Residen
memperkenalkan Minke dengan kedua putrinya, Sarah De La Croix dan Miriam De La Croix.
Mereka mengobrol cukup lama karena Sarah dan Miriam merupakan murid lulusan H.B.S
Surabaya. Tempat Minke mendapatkan pendidikan serba Eropa sekarang. Setelah puas
mengobrol, Minke pun pamit untuk pulang.

Ayah dan Ibu Minke sangat senang ketika mengetahui Minke mendapat undangan
untuk menemui kedua putri Tuan Assisten Residen. Selain itu, masih ada beberapa undangan
lagi dari pembesar-pembesar lainnya yang ingin bertemu dengan Minke. Surat dari Tuan
Assisten Residen membuat ayah Minke tak lagi marah pada Minke dan melupakan
permasalahan Minke tinggal di istana Mellema. Hingga ayahnya tidak keberatan jika Minke
ingin kembali ke istana Mellema. Hanya dengan syarat Minke kembali ke sana untuk
berpamitan keluar dari istana itu. Minke pun berangkat dengan membawa barang-barangnya :
baju, buku, uang dari Annelies yang tidak dia pakai, dan surat-surat dari keluarganya yang
tidak sempat dia baca. Sesampainya di Wonokromo, sudah ada Darsam dan Annelies
menjemputnya. Annelies begitu senang bisa melihat Minke lagi. Namun, tidak dengan
Minke. Bukan, bukan karena dia tidak suka bertemu Annelies. Hanya saja Minke sedang
sibuk memperhatikan orang berbadan gendut yang sejak tadi mengawasi mereka bertiga.
Lebih tepatnya, mengawasi Minke. Mereka pun berangkat menuju ke istana Mellema dengan
naik andong. Annelies benar-benar senang hingga dia terus menggandeng tangan Minke
selama perjalanan naik andong. Orang gendut itu juga mengikuti naik andong. Dia terus
mengikuti Minke, Annelies, dan Darsam hingga mereka berhenti di sebuah warung. Darsam
mengajak Minke untuk membeli makanan di warung itu dan meninggalkan Annelies
sendirian di andong karena Darsam ingin menyampaikan pesan pada Minke. Darsam bilang,
dia tidak bisa membawa Minke pulang ke istana Mellema karena nyawa Minke dalam
bahaya. Saat ini, Robert Mellema tengah mengincar nyawanya bahkan sampai berani
membayar Darsam untuk melakukan itu. Namun, Darsam menolaknya, dia tidak bisa
membunuh orang yang disayangi Nyai Ontosoroh dan Annelies. Darsam hanya mau patuh
pada kedua wanita berdarah Eropa-Jawa itu. Robert Mellema mengincar nyawa Minke karena
dia tidak suka ada laki-laki lain di istana Mellema. Apalagi Nyai Ontosoroh dan Annelies
begitu menyukainya. Mereka pun melanjutkan perjalanan. Annelies terkejut ketika Darsam
malah menghentikan andong di depan pemondokkan Minke. Sambil memikirkan alasan tepat
untuk membohongi Nyai Ontosoroh dan Annelies yang tidak tahu apa-apa mengenai rencana
pembunuhannya. Minke perlahan turun dari andong. Dia bilang, dia harus tinggal selama satu
Minggu di pemondokkan karena ada beberapa pelajaran yang hendak dia selesaikan dengan
guru-gurunya. Annelies menangis dan mengatakan semua alasan untuk membatalkan niat
Minke. Namun, mengingat pesan Darsam, Minke benar-benar tidak bisa ikut pulang ke istana
Mellema. Akhirnya, Annelies pun mengalah. Dia pulang dan meninggalkan Minke di
pemondokkan.

Beberapa hari sebelum Annelies dan Darsam menjemput Minke, Annelies sempat
jatuh sakit karena menunggu kepulangan Minke. Nyai Ontosoroh menyuruh Robert Mellema
untuk mencari informasi tentang Minke. Robert Mellema pun menuruti perintah Nyai
Ontosoroh karena takut pada ancaman Darsam. Saat dia sampai di depan rumah plesiran
Babah Ah Tjong, si pemilik rumah menghentikan Robert Mellema. Babah Ah Tjong
mengajak Robert Mellema mampir ke rumah plesirannya. Di sana, dia ditawari beberapa
pelacur oleh Babah Ah Tjong hingga dia bertemu dengan Maiko. Pelacur kesayangan Babah
Ah Tjong yang berasal dari Jepang. Oleh Babah Ah Tjong, wanita Jepang itu diperintah untuk
melayani Robert Mellema. Sayang sekali, Robert Mellema tidak begitu beruntung. Maiko
memang sangat cantik dan tubuhnya sangat bagus. Namun, dibalik semua itu Maiko memiliki
sebuah penyakit menular. Maiko yang tidak bisa bicara Belanda maupun Jawa tentu tidak
bisa menceritakan itu pada Robert Mellema. Sejak saat itu, mungkin penyakit Maiko sudah
menular pada Robert Mellema.
Beberapa hari kemudian, Minke datang ke rumah Jean Marais. Dia bertemu dengan si
kecil May Marais yang langsung minta diajak jalan-jalan karena sudah beberapa hari tidak
bertemu dengan Minke. Minke menolak, karena dari kejauhan dia melihat seseorang yang
sepertinya tidak asing, si gendut yang waktu itu mengawasinya. Tidak jauh dari rumah Jean
Marais, si gendut sedang makan rujak di pinggir jalan sambil sesekali melihat ke arah Minke.
Minke menyuruh May Marais memanggil ayahnya. Kemudian, datanglah Jean Marais dan
Tuan Telinga, pemilik pemondokkan Minke. Mereka bertiga menghampiri si gendut. Tuan
telinga langsung bertanya dan mengancam si gendut agar dia tidak berkeliaran lagi di daerah
pemondokkannya. Namun, si gendut menolak. Katanya, dia hanya sekedar membeli rujak
dan tidak ada larangan membeli rujak di daerah itu. Tuan Telinga marah dan terjadi
perkelahian. Si gendut menghindar dan lari. Tapi, Tuan Telinga tetap mngejarnya. Tidak mau
ikut-ikutan, Jean Marais mengajak Minke kembali ke rumahnya. Lama kemudian, Tuan
Telinga kembali. Dia tidak berhasil menangkap si gendut. Mencoba melupakan peristiwa si
gendut, Minke pulang ke rumah dan membaca surat dari Miriam De La Croix. Miriam De La
Croix menawarkan persahabatan dan meminta maaf untuk percakapan di awal mereka
bertemu yang kurang menyenangkan. Saat Minke sedang menulis surat balasan untuk
Miriam. Tiba-tiba datanglah Darsam. Dia meminta agar Minke mau ikut pulang ke istana
Mellema karena Annelies jatuh sakit. Tanpa membawa banyak barang dan dalam keadaan
yang juga kurang sehat, akhirnya, Minke dibawa kembali ke Wonokromo.

Sesampainya Minke di Wonokromo, di istana Mellema, Nyai Ontosoroh langsung
menyambut kedatangan Minke dan mengajak dia menuju kamar Annelies. Di sana, Annelies
terbaring lemah di tempat tidurnya. Nyai Ontosoroh menyuruh Minke untuk mengajak
Annelies bicara sesuai saran dokter Martinet. Tidak lama kemudian, dokter Martinet datang.
Dia menjelaskan tentang keadaan Annelies. Dokter Martinet sengaja terus-terus membius
Annelies agar tertidur sampai Minke datang. Karena jika dokter Martinet tidak melakukan
itu, kondisi Annelies akan semakin memburuk. Selain itu, dokter Martinet juga menjelaskan
tentang kondisi kejiwaan Annelies yang memang sangat membutuhkan Minke. Beberapa
menit lagi, gadis itu akan sadarkan diri dan Minke harus mengajaknya bicara yang manismanis saja. Lalu, dokter Martinet pergi dari kamar Annelies. Sesuai dengan perkataan dokter
Martinet. Annelies mulai sadar dan Minke terus mengajak bicara Annelies. Digendongnya
Annelies menuju jendela kamar untuk melihat pemandangan. Dan akhirnya, Annelies sudah
benar-benar sadarkan diri dan mau bicara dengan Minke yang sudah lama dia rindukan.
Beberapa hari kemudian, diadakan diskusi sekolah di H.B.S Surabaya mengenai karya
tulis dari Max Tollenaar, kisah tentang Annelies Mellema. Robert Suurhof membongkar
rahasai itu. Bahwa sebenarnya Max Tollenaar adalah Minke. Dia merasa cemburu karena
seharusnya dialah yang mendapatkan Annelies. Tapi, karena tantangan konyolnya, Annelies
malah jatuh cinta pada Minke. Ditambah lagi, Minke mendapat izin untuk tinggal di istana
Mellema. Sementara, Robert Suurhof, harus menunggu mendapatkan undangan apabila ingin
menginjakkan kaki di istana Mellema. Karena diskusi sekolah itu, semua orang menjauhi
Minke karena tahu kalau sekarang Minke tinggal di rumah seorang gundik Eropa, Nyai
Ontosoroh. Magda Peters, guru Minke, memutuskan untuk berkunjung ke istana Mellema
karena ingin membuktikan bahwa tempat tinggal Minke itu tidaklah buruk hanya karena
pemiliknya adalah seorang Nyai. Di istana Mellema, Minke langsung memperkenalkan
gurunya pada Annelies yang menjadi alasan dia tinggal di sana dan Nyai Ontosoroh yang
membuat Minke dipandang buruk karena berani tinggal di istananya. Nyai Ontosoroh
menunjukkan semua yang pernah dia pelajari. Buku, bahasa, kisah hidupnya, semua hal yang
akhirnya membuktikan bahwa Minke tidak pernah melakukan hal-hal yang tidak baik selama
tinggal di sana. Sementara itu, Annelies tidak banyak menemui Magda Peters. Dia masih
merasa kesal setelah membaca surat dari Sarah De La Croix dan Miriam De La Croix untuk
Minke. Sepertinya, Annelies merasa cemburu karena Minke terlihat begitu dekat dengan dua
bersaudari itu.

Perlahan, Minke mulai menyadari ada banyak masalah dalam hidupnya semenjak dia
terikat secara emosional dengan Annelies. Mulai dari Robert Mellema yang mengincar
nyawanya karena Annelies dan Nyai Ontosoroh lebih menyukai dirinya dibandingkan Robert
Mellema sendiri. Robert Suurhof yang merasa iri dan menyebarkan berita tentang tinggalnya
Minke di rumah Nyai Ontosoroh di seluruh H.B.S Surabaya. Hingga kini, masalah
terbarunya, pengakuan Annelies tentang kebenaran dirinya yang sudah tak perawan karena
kelakuan kakak laki-lakinya sendiri, Robert Mellema. Hari itu, Annelies sedang mencari
Darsam hingga dia bertemu dengan Robert Mellema di glagah. Di tempat itulah,
keperawanan annelies diambil secara paksa oleh kakaknya sendiri. Pantas saja, selama ini,
Nyai Ontosoroh selalu melarang Annelies untuk mendekati kakaknya. Ntah bisa disebut
beruntung atau sial, Annelies bisa melarikan diri sebelum Robert Mellema akan
membunuhnya setelah peristiwa mengerikan itu. Tidak, itu bukan masalah untuk Minke.
Annelies tetaplah Annelies yang Minke cinta. Masalah Suurhof, Minke pun tak terlalu ambil
pusing jika dia harus ditendang keluar dari H.B.S Surabaya karena dianggap buruk dengan
tinggal di rumah Nyai Ontosoroh. Meskipun semua orang di H.B.S Surabaya menjauh dari
Minke, namun, tidak dengan Jan Dapperste. Dia satu-satunya sahabat Minke dari H.B.S
Surabaya yang masih mau menjadi teman Minke. Tulisan-tulisan Minke juga sudah banyak
dimuat hingga dia mendapat pekerjaan di S.N.v/d dari Marteen Nijman. Lalu, Robert
Mellema, ntah berada dimana sekarang laki-laki itu. Minke belum lagi melihat dia pulang ke
istana Mellema. Namun, Minke tetap harus waspada karena Robert Mellema bisa datang
kapan saja ke istana Mellema untuk mengambil nyawanya.
Hari itu, ketika Minke, Annelies, Nyai Ontosoroh, dan dokter Martinet sedang
mengobrol, datanglah Jean Marais dan May Marais berkunjung ke istana Mellema atas
permintaan Minke. May Marais langsung akrab dengan Annelies dan tidak sungkan mengajak
Annelies bermain dengannya di dalam istana Mellema. Melihat Annelies senang dengan
kedatangan May Marais, Nyai Ontosoroh menyuruh Minke untuk membujuk Jean Marais
agar mau menginap di istana Mellema. Tentu pelukis asal Perancis itu tidak bisa menolak.
Terutama karena mengetahui kehadiran May Marais bisa berpengaruh baik untuk proses
penyembuhan Annelies. Jean Marais juga hendak melukis Nyai Ontosoroh. Karena Nyai
Ontosoroh tidak memiliki foto dirinya sendiri. Ada baiknya, jika Jean Marais tinggal sebentar
di istana Mellema. Hanya untuk sekedar mengingat wajah Nyai Ontosoroh yang akan
dilukisnya.

Malam harinya, Darsam datang ke kamar Minke hendak minta diajari baca-tulis dan
berhitung. Namun, Minke menolak itu. Minke ingin memberitahu pada Darsam tentang si
gendut yang sedang mengawasinya sejak mereka pulang ke Wonokromo. Bahkan, akhir-akhir
ini Minke juga melihat si gendut berkeliaran di sekitar daerah istana Mellema. Bukan hanya
Minke, ternyata Darsam juga pernah melihat si gendut. Keesokkan harinya, ketika Nyai
Ontosoroh, Annelies, dan Minke sedang bersantai di depan rumah, si gendut lewat lagi.
Darsam yang melihat si gendut langsung berlari mengejar si gendut. Minke pun mengejar
Darsam karena pendekar Madura itu pasti akan membunuh si gendut jika tidak ada yang
mencegah. Annelies ikut berlari untuk mengejar Minke dan Nyai Ontosoroh mau tak mau
ikutan berlari untuk mengajar anak perempuannya. Hingga mereka sampai di pelataran Babah
Ah Tjong. Si gendut menghilang di sana. Darsam dan Minke berjalan pelan dan waspada
mencari-cari si gendut di rumah plesiran Babah Ah Tjong. Disusul dengan Annelies dan Nyai
Ontosoroh yang terus melarang mereka agar tidak masuk lebih jauh ke dalam rumah plesiran
itu. Saat mereka tiba di sebuah ruang makan, Darsam yang berjalan paling depan melihat
mayat seorang Eropa. Bertubuh besar dan gendut. Mayat itu adalah mayat Tuan Herman
Mellema. Lalu, datang salah satu pelacur Babah Ah Tjong, wanita Jepang mengenakan
kimono kuning dengan motif bunga. Wanita Jepang itu langsung pergi setelah melihat mayat
Tuan Herman Mellema. Tidak lama kemudian, datanglah Robert Mellema. Ternyata benar
dugaan Nyai Ontosoroh. Tuan Herman Mellema dan Robert Mellema tinggal di rumah
plesiran Babah Ah Tjong selama mereka tak pulang ke istana Mellema. Menyadari
keberadaan Darsam, Robert Mellema segera melarikan diri karena merasa nyaawanya dalam
bahaya. Darsam mengejar, namun, Robert Mellema berhasil melarikan diri. Darsam tidak
menemukan si gendut dan juga tak bisa mendapatkan Robert Mellema. Nyai Ontosoroh
mengajak Annelies pulang. Setelah itu, datanglah empat agen polisi memeriksa mayat Tuan
Herman Mellema. Darsam dan Minke ikut dibawa untuk diminta keterangan. Berita tentang
meninggalnya Tuan Herman Mellema pun mulai menyebar di seluruh Surabaya dan hasilnya
nama Darsam serta Minke ikut terseret. Meskipun terbukti bahwa Darsam dan Minke tidak
ada hubungan dengan kematian Tuan Herman Mellema. Justru Babah Ah Tjong sebagai
pemilik rumah plesiran yang akhirnya harus menghadapi sidang atas kematian Tuan Herman
Mellema. Surat-surat berdatangan pada Minke sebagai ucapan ikut berduka atas masalah
yang tengah Minke hadapi. Mulai dari Sarah dan Miriam, Bunda dan kakak laki-laki Minke
yang mengabarkan bahwa ayahnya begitu marah dan tak mau lagi mengakui Minke sebagai
anak karena peristiwa itu.

Terseretnya nama Minke dalam kasus kematian Tuan Herman Mellema membuat
Minke dikeluarkan dari H.B.S Surabaya. Namun, itu bukanlah masalah untuk Minke.
Setidaknya, dia memiliki kemampuan menulis yang bagus dan Marteen Nijman mau
memberikan pekerjaan untuk Minke di S.N v/d walau dengan gaji yang tidak begitu banyak.
Semua surat kabar pun mulai berlomba untuk mencari informasi dan menyebarkan berita
tentang masalah yang menimpa keluarga Tuan Herman Mellema. Namun, ada juga surat
kabar yang memberikan pembelaan terhadap Minke karena tulisan tentang keluarga Tuan
Herman Mellema yang dibuat oleh Minke. Menurut surat kabar itu, H.B.S Surabaya tak
seharusnya menendang Minke keluar karena Minke merupakan murid yang berbakat dan
tidak sepenuhnya bersalah hanya karena dia tinggal di istana Mellema. Lagipula, Minke
tinggal di sana pun untuk kepentingan proses penyembuhan Annelies. Karena begitu banyak
berita miring tentang hubungan Minke dan Annelies. Mereka akan dinikahkan setelah Minke
lulus dari H.B.S Surabaya.
Hari itu tiba, hari dimana Minke akan menikah dengan Annelies. Banyak orang
terdekatnya datang ke acara pernikahannya itu. Bunda Minke, sebagai wali satu-satunya
Minke karena ayah dan kakak laki-lakinya tidak datang. Jan Daperste, sahabat Minke, terlihat
sibuk membantu segala yang dibutuhkan dalam acara pernikahan Minke. Darsam dan
pasukan bertugas menjaga keamanan pesta. Datang juga Jean Marais, May Marais, Marteen
Nijman, dan Kommer. Lalu, dokter Martinet yang bertugas menjadi pembawa acara dan
tamu-tamu lainnya. Dokter Martnet menceritakan tentang kisah cinta Minke dan Annelies
saat awal acara. Bagaimana awal pertemuan mereka? Bagaimana perjuangan cinta mereka
hingga bisa sampai di titik yang membahagiakan itu? Pernikahan yang syah. Setengah
sepuluh, saat hampir semua tamu pulang, datanglah Robert Suurhof mematahkan perkiraan
Minke bahwa laki-laki itu tidak akan berani datang ke acara pernikahannya dengan Annelies.
Robert Suurhof berjalan menuju tempat Minke dan Annelies. Dia memberikan kado
pernikahan berupa cincin berlian dan langsung memasangkan di jari Annelies. Dia juga
berkata bahwa dia benar-benar patah hati karena pernikahan itu dan memutuskan untuk
melanjutkan pendidikan di Nederland untuk melupakan perasaannya terhadap Annelies.
Robert Suurhof juga meminta maaf atas semua kesalahannya kepada Minke. Setelah itu, dia
berpamitan pergi. Annelies merasa tidak suka dengan kado pernikahan pemberian Robert
Suurhof dan meminta pada Minke untuk mengembalikan cincin berlian itu pada Robert
Suurhof.

Beberapa bulan kemudian, kehidupan Minke, Annelies, dan Nyai Ontosoroh kembali
terusik oleh datangnya surat-surat dari Ir. Maurits Mellema dan ibunya, Amelia Mellema –
Hammers. Kedua orang Eropa itu menuntut hak atas kepemilikkan perusahaan Mellema dan
kedua anak Tuan Herman Mellema, Robert Mellema dan Annelies Mellema. Menurut
mereka, Nyai Ontosoroh hanya seorang gundik dan tidak punya hak atas perusahaan
meskipun semua orang tahu bahwa Nyai Ontosoroh sudah banyak bekerja untuk menjalankan
perusahaan itu hingga menjadi perusahaan besar. Dia juga tidak punya hak atas Robert
Mellema dan Annelies Mellema dan mengharuskan keduanya tinggal di Nederland bersama
Amelia Mellema – Hammers. Akan tetapi, Robert Mellema masih belum ditemukan. Itu
berarti hanya Annelies yang akan dikirim ke Nederland. Masalah itu membuat Annelies jatuh
sakit dan tidak mau bicara hingga hari terakhirnya berada di istana Mellema. Minke dan Nyai
Ontosoroh berusaha begitu keras untuk mempertahankan Annelies. Namun, hukum Eropa
tidak menghendaki hal tersebut. Hukum Eropa bahkan tak mengizinkan Minke dan Nyai
Ontosoroh mengantarkan Annelies ke Nederland. Akhirnya, mereka mengirim Jan Daperste
yang sudah berganti nama menjadi Panji Darman untuk mngawasi Annelies selama di
perjalanan menuju Nederland.