Klasifikasi Sidik Jari Menggunakan Support Vector Machine Dengan Feature Berbasis Minutiae Menggunakan Metode Region

ABSTRACT
WINDU PURNOMO. Fingerprint Classification Using Support Vector Machine with Minutiae-Based
Features and Region Method. Under the direction of AHMAD RIDHA and DWI HANDOKO.
Manual fingerprint classification proceeds by carefully inspecting the geometric characteristics of
major ridge curves in a fingerprint image. This research proposed an automatic approach of
identifying the geometric characteristics of ridges based on minutiae position and angle. Position and
angle of minutiae are analyzed using region method. Region was used to discretize the number of
minutiae. Positions of minutiae in a region give information about its relation to another region.
Angles of minutiae indicate the ridge flow direction. Support vector machine, a binary classifier, is
used to classify the fingerprint based on those characteristics. In this research, the classes are left loop,
right loop, whorl, arch and tented arch. This research used 2695 fingerprint images from NIST.
Classification performance is measured using 3-fold cross validation method. This research achieved
79.7 % accuracy. As we only used local features in this research, further research needs to be
conducted especially to investigate global features.
Keyword: fingerprint, classification, minutiae, region, support vector machine

iii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setiap manusia memiliki sesuatu yang

unik/khas dan hanya dimiliki oleh dirinya
sendiri. Hal ini menimbulkan gagasan untuk
menjadikan keunikan tersebut sebagai identitas
diri. Gagasan tersebut kemudian didukung oleh
teknologi yang secara otomatis dapat
mengidentifikasi atau mengenali seseorang,
yang disebut biometrik. Teknik identifikasi
biometrik didasarkan pada karakteristik alami
manusia, yaitu karakteristik fisiologis atau
karakteristik perilaku seperti wajah, sidik jari,
suara, telapak tangan, iris, retina mata, DNA,
dan tanda tangan.
Identifikasi biometrik memiliki keunggulan
dibanding dengan metode konvensional. Pada
teknik konvensional, identifikasi dilakukan
dengan menggunakan password atau kartu,
namun ini tidak cukup handal, karena sistem
keamanan dapat ditembus ketika password dan
kartu tersebut digunakan oleh pengguna yang
tidak berwenang. Oleh karena itu, teknik

identifikasi biometrik dalam hal ini sidik jari
lebih sering digunakan dan telah terbukti unik,
akurat, aman, mudah, dan nyaman untuk
dipakai sebagai identifikasi jika dibandingkan
dengan metode konvensional.
Proses identifikasi dilakukan dengan cara
membandingkan antara citra sidik jari masukan
dengan citra sidik jari yang terdapat dalam
database. Pemanfaatan citra sidik jari untuk
identifikasi dalam cakupan yang luas seperti
kartu identitas nasional akan menghasilkan
database yang berukuran sangat besar. Dalam
kasus seperti ini, proses identifikasi akan
berlangsung lama, karena banyaknya proses
pembandingan antara citra input dengan citra
dalam database. Peningkatan kinerja dapat
dilakukan dengan cara mengurangi jumlah
perbandingan antara citra sidik jari masukan
dengan citra sidik jari dalam database. Salah
satu tekniknya adalah citra sidik jari

diklasifikasikan ke kelas-kelas tertentu.
Kemudian, sidik jari masukan akan dianalisis
menggunakan model klasifikasi yang sudah
dibuat dan hanya dicocokkan dengan sidik jari
database pada kelas yang sesuai dengannya.
Penelitian ini menggunakan data yang telah
diklasifikasikan oleh National Institute of
Standards and Technology (NIST) dengan hasil
akurasi 100%. Akan tetapi, sistem yang
digunakan oleh NIST bersifat tertutup,
sehingga penelitian ini bertujuan melakukan

eksplorasi klasifikasi citra sidik jari dengan
menggunakan support vector machine (SVM).
Jain dan Pankanti (2000) melakukan
penelitian tentang klasifikasi citra sidik jari
menggunakan metode rule-based. Feature
yang digunakan adalah singular point, yaitu
titik delta dan titik core.
Penelitian yang serupa dilakukan oleh Dass

dan Jain (2004) dengan menggunakan metode
dan feature yang berbeda. Mereka melakukan
klasifikasi dengan menggunakan metode
hybrid, yang menggabungkan antara tiga
metode dasar, yaitu metode struktur, sintaksis,
dan matematis. Feature yang digunakan adalah
Orientation Field Flow Curves. Lu et al.
(2009) menggunakan data yang sama dan
klasifikasi feature Gabor, dengan SVM.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan,
feature yang sering digunakan adalah
orientation image, singularities, ridge flow dan
gabor filter. Metode klasifikasinya dapat
digolongkan menjadi enam classifier sebagai
berikut: rule-based, syntactic, structural,
statistical, neural network, dan multiple
classifier. Dalam penelitian ini dibuat sebuah
model klasifikasi menggunakan metode
klasifikasi SVM, dengan feature singular
point. Pemilihan metode SVM berdasarkan

kelebihan yang dimilikinya yaitu robustness,
theoritical analysis, dan feasibility (Nugroho et
al. 2005).
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan
eksplorasi untuk:
1. Pemilihan feature sidik jari
2. Pembuatan model klasifikasi dari citra sidik
jari dengan menggunakan SVM
3. Penentuan parameter dari SVM
4. Analisis kinerja SVM dalam melakukan
proses klasifikasi
Ruang Lingkup
Batasan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Citra sidik jari yang akan digunakan adalah
citra sidik jari yang terdapat dalam
database NIST, yang terdiri atas 2695 citra
2. Citra sidik jari dalam format wsq
Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat
membantu dalam penelitian selanjutnya dalam
klasifikasi citra sidik jari. Jika klasifikasi dapat
dilakukan dengan kecepatan tinggi, kecepatan

1

pencocokan sidik jari juga akan meningkat
sehingga memungkinkan pemanfaatan sidik
jari dalam cakupan yag luas.

TINJAUAN PUSTAKA
Representasi Citra Digital
Citra digital merupakan fungsi identitas
cahaya f(x,y), dengan x dan y merupakan
koordinat spasial. Harga fungsi tersebut pada
setiap
titik
(x,y)
merupakan

tingkat
kecemerlangan citra pada titik tersebut. Citra
digital adalah citra f(x,y) yang telah dilakukan
diskretisasi koordinat spasial (sampling) dan
diskretisasi tingkat kecemerlangannya/keabuan
(kuantisasi). Citra digital merupakan suatu
matriks yang indeks baris dan kolomnya
menyatakan suatu titik pada citra tersebut.
Elemen matriks (yang disebut sebagai elemen
gambar/piksel) menyatakan tingkat keabuan
pada titik tersebut.
Fungsi f(x,y) direpresentasikan dalam suatu
fungsi koordinat berukuran
. Variabel M
adalah baris dan variabel N adalah kolom
sebagaimana ditunjukkan pada matriks berikut.
[

]


Citra dengan skala keabuan berformat 8-bit
memiliki 256 intensitas warna yang berkisar
pada nilai 0 sampai 255. Nilai 0 menunjukkan
tingkat paling gelap (hitam) dan 255
menunjukkan
nilai
paling
cerah/putih
(Gonzales & Woods 2002).
Representasi Sidik Jari
Sebuah sidik jari dihasilkan dari tampilan
eksterior epidermis. Struktur dari sidik jari
adalah pola dari ridge (bukit) dan valley
(lembah). Citra sidik jari memiliki ridge
berwarna gelap dan valley berwarna terang.
Detail dari ridge umumnya dijelaskan
dalam urutan berhierarki yang terdiri dari tiga
level (Gambar 1):
1. Level 1, pola aliran ridge secara global
2. Level 2, titik-titik minutiae

3. Level 3, pori-pori, bentuk lokal dari garisgaris ridge
Klasifikasi
Klasifikasi adalah fungsi pembelajaran f
yang memetakan setiap atribut himpunan x ke
salah satu label kelas yang sudah ditetapkan y

(Tan et al. 2006). Fungsi pembelajaran f juga
sering disebut sebagai model klasifikasi
(classification model). Model klasifikasi
digunakan dalam descriptive modeling dan
predictive modeling.
Descriptive Modelling: Model klasifikasi dapat
menjelaskan perbedaan objek-objek yang
terdapat dalam kelas berbeda. Contohnya
adalah klasifikasi dalam bidang biologi. Hasil
klasifikasi dapat menjelaskan feature-feature
yang
mengakibatkan
sebuah
binatang

digolongkan ke dalam kelas mamalia, reptil,
burung, ikan dan amfibi.

Gambar 1 Ridge (bukit) dan valley (lembah)
pada citra sidik jari.
Predictive Modelling: Model klasifikasi
juga dapat digunakan untuk memprediksi objek
yang belum diketahui kelasnya. Model
klasifikasi seperti kotak hitam yang akan
memberikan label kelas kepada objek
berdasarkan atribut-atribut yang dimilikinya.
Klasifikasi terdiri dari dua tahap, yaitu
pelatihan dan prediksi. Pada tahap pelatihan,
dibentuk sebuah model domain permasalahan
dari setiap instance yang ada. Penentuan model
tersebut berdasarkan analisis pada sekumpulan
data pelatihan, yaitu data yang label kelasnya
sudah diketahui. Pada tahap klasifikasi,
dilakukan prediksi kelas dari instance baru
dengan menggunakan model yang telah dibuat

pada tahap pelatihan (Guvenir et al. 1998).
Pattern Recognition
Pattern recognition merupakan salah satu
bidang dalam ilmu komputer yang memetakan
suatu data ke dalam konsep tertentu yang telah
didefinisikan sebelumnya. Konsep tertentu ini
disebut class atau category. Berbagai metode
dikenal dalam pattern recognition, seperti
linear discriminant analysis, hidden markov
model, hingga metode kecerdasan buatan
seperti artificial neural network. Salah satu
metode yang banyak mendapat perhatian
sebagai state of the art dalam pattern

2

recognition adalah Support Vector Machine
(SVM) (Nugroho et al. 2005).
Kelas Target Sidik Jari
Aturan klasifikasi sidik jari pertama kali
diperkenalkan oleh Purkinje pada tahun 1823
yang mengklasifikasikan sidik jari ke dalam
sembilan kategori (transverse curve, central
longitudinal stria, oblique stripe, oblique loop,
almond whorl, spiral whorl, ellipse, circle, dan
double whorl) berdasarkan konfigurasi ridge.
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Francis
Galton pada tahun 1892 yang membagi sidik
jari ke dalam tiga kelas utama (arch, loop dan
whorl). Selanjutnya setiap kelas utama tersebut
dibagi menjadi subkelas. Sepuluh tahun
kemudian Edward Henry memperbaiki sistem
klasifikasi
Francis
Galton
dengan
menambahkan jumlah kelas. Klasifikasi
Galton-Henry ini membagi sidik jari ke dalam
lima kelas yaitu: arch, tented arch, left loop,
right loop, dan whorl (Gambar 2). Klasifikasi
Galton-Henry inilah yang banyak digunakan di
beberapa negara (Maltoni & Maio 2009).

Gambar 2 Kelas target sidik jari.
Teknik Klasifikasi (Classifier)
Teknik klasifikasi atau classifier adalah
pendekatan sistematik untuk membangun
model klasifikasi dari input data set (Tan et al.
2006). Beberapa Classifier yang sering
digunakan dalam proses klasifikasi sidik jari
adalah sebagai berikut (Maltoni & Maio 2009):
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Rule Based Approach
Syntactic Approaches
Structural Approaches
Statistical
Neural Network
Multiple Classifier
Support Vector Machine (SVM)

Support Vector Machine (SVM)
Support Vector Machine (SVM) bertujuan
untuk menemukan fungsi pemisah (classifier/
hyperplane) terbaik untuk memisahkan dua
buah class pada input space. Hyperplane
terbaik antara kedua class dapat ditemukan
dengan mengukur margin hyperplane tersebut
dan mencari titik maksimalnya. Hyperplane
dalam ruang berdimensi d adalah affine

subspace berdimensi d-1 yang membagi ruang
vector tersebut ke dalam dua bagian yang
masing-masing berkorespondensi pada class
yang berbeda (Cristianini dan Taylor, 2000).
Margin adalah jarak antara hyperplane dengan
pattern terdekat dari masing-masing class.
Pattern yang paling dekat disebut sebagai
support vector.
Dua kondisi yang dapat diselesaikan oleh
SVM yaitu kondisi yang dapat dipisahkan
secara linear (linearly separable data) dan
kondisi yang tidak dapat dipisahkan secara
linear.
Linearly Separable Data

Gambar

3

SVM berusaha menemukan
hyperplane
terbaik
yang
memisahkan kedua class -1 dan
+1.

Linearly separable data merupakan data
yang dapat dipisahkan secara linear. Misalkan
{x1,…,xn} adalah dataset dan
adalah label kelas dari data xi. Pada Gambar 3
garis tebal menunjukkan hyperplane yang
terbaik, yaitu yang terletak tepat pada tengahtengah kedua class. Titik yang berada dalam
lingkaran adalah support vector. Usaha untuk
mencari lokasi hyperplane ini merupakan inti
dari proses pembelajaran (training) pada SVM.
Penentuan bidang pembatas terbaik dapat
dirumuskan seperti persamaan 1 (Osuna et al.
1997):
| |

(1)

w adalah vektor tegak lurus terhadap
hyperplane dan b adalah jarak antar tidik pusat
dengan hyperplane. Penyelesaian persamaan 1
dapat
dipermudah
dengan
mengubah
persamaan ke dalam bentuk dual problem
menggunakan teknik pengali Lagrange menjadi
seperti persamaan 2 (Osuna et al. 1997).

‖ ‖



[

]
3

adalah vektor non-negatif dari
α =
koesifien Lagrange. Dengan meminimumkan L
terhadap w dan b, maka diperoleh persamaan 3
dan 4.

pemisah terbaik dengan penambahan variabel
sering juga disebut soft margin hyperplane.
Dengan demikian, formula pencarian bidang
pemisah terbaik pada persamaan 1 berubah
menjadi seperti persamaan 7.



atau

| |

(∑

)

s.t




Persamaan 3 dan 4 disubstitusikan ke
persamaan 2 sehingga diperoleh persamaan 5.

C adalah parameter yang menentukan besar
penalti akibat kesalahan dalam klasifikasi data
dan nilainya ditentukan oleh pengguna. Pada
kasus soft margin hyperplane tidak hanya
meminimalkan w tetapi meminimalkan juga
parameter penalti C.
Kernel Trick






Dengan demikian, dapat diperoleh nilai αi
yang nantinya digunakan untuk menemukan w.
Terdapat αi untuk setiap data pelatihan. Data
pelatihan yang memiliki nilai αi ≥ 0 adalah
support vector sedangkan sisanya memiliki
nilai αi = 0. Dengan demikian, fungsi
keputusan yang dihasilkan hanya dipengaruhi
oleh support vector.
Formula pencarian bidang terbaik ini adalah
permasalahan
quadratic
programming
sehingga nilai maksimum global dari αi selalu
dapat ditemukan. Setelah solusi permasalahan
quadratic programming ditemukan (αi), maka
kelas dari data pengujian x dapat ditentukan
berdasarkan nilai dari fungsi keputusan pada
persamaan 6:
(∑

)

xi adalah support vector, ns = jumlah support
vector dan xd adalah data yang akan
diklasifikasikan (Osuna et al. 1997).

Soft Margin Hyperplane
Formulasi SVM harus dimodifikasi untuk
mengklasifikasikan data yang tidak dapat
dipisahkan secara sempurna karena tidak akan
ada solusi yang ditemukan. Pencarian bidang

Pada kenyataannya tidak semua data
bersifat linearly separable, sehingga sulit dicari
bidang pemisah secara linear. Permasalahan ini
dapat diselesaikan dengan mentransformasikan
data ke dalam dimensi ruang fitur (feature
space) yang lebih tinggi sehingga dapat
dipisahkan secara linear pada feature space
yang baru. Pemisahan feature space dilakukan
dengan cara memetakan data menggunakan
fungsi pemetaan (transformasi)
dalam feature space sehingga terdapat bidang
pemisah yang dapat memisahkan data sesuai
dengan kelasnya. Dengan menggunakan fungsi
tranformasi
, fungsi hasil
pembelajaran yang dihasilkan seperti pada
persamaan 5 (Osuna et al. 1997).
(∑

)

Pada umumnya transformasi
tidak
diketahui dan sulit untuk difahami. Masalah ini
dapat diatasi dengan menggunakan “kernel
trick.” Pada persamaan 8 terdapat dot product
. Jika terdapat sebuah fungsi kernel
maka
K sehingga
tidak perlu diketahui
fungsi transformasi
secara persis. Dengan demikian, fungsi yang
dihasilkan seperti persamaan 9 (Osuna et al.
1997).
(∑

)

4

Fungsi kernel yang umum digunakan adalah
sebagai berikut:
1. Linear kernel
2. Polynomial kernel
3. Radial basis function (RBF)
|
|
4. Sigmoid kernel

tidak digunakan karena jumlah tipe ini lebih
sedikit dibandingkan dengan tipe sidik jari
yang lain. Sehingga dalam penelitian ini hanya
digunakan 2695 citra. Citra diperoleh dari
proses scanning sidik jari pada kertas (laten).
Gambar 5 adalah contoh data sidik jari yang
digunakan dalam penelitian. Data tersebut
sudah diklasifikasikan ke dalam lima kelas
yaitu whorl (W), left loop (L), right loop (R),
arch (A), dan tented arch (T).

parameter C, γ, r, dan d adalah parameterparameter pada kernel.
Image Processing
Pengolahan citra merupakan proses
pengolahan dan analisis citra yang banyak
melibatkan persepsi visual. Proses ini
mempunyai ciri data masukan dan informasi
keluaran yang berbentuk citra. Istilah
pengolahan citra digital secara umum
didefinisikan sebagai pemrosesan citra dua
dimensi dengan komputer. Pengolahan citra
digital juga mencakup semua data dua dimensi
dalam definisi yang lebih luas. Citra digital
adalah barisan bilangan nyata maupun
kompleks yang diwakili oleh bit-bit tertentu
(Gonzales & Woods 2002).

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut: studi pustaka, pengenalan data,
pra proses data, pengujian data, dan evaluasi
dan analisis hasil. Gambar 4 memperlihatkan
alur penelitian yang dilakukan.

Gambar 4 Alur penelitian.

Studi Pustaka
Pada tahapan ini, proses yang dilakukan
adalah mengumpulkan informasi atau literatur
yang terkait dengan penelitian. Informasi
didapatkan dari jurnal, buku dan artikel yang
membahas tentang metode klasifikasi, SVM,
proses pengenalan citra, dan manual NIST serta
weka.
Perumusan Masalah
Proses utama dari penelitian ini ada tiga
tahapan yaitu: praproses data, ekstraksi feature,
proses klasifikasi, dan analisis hasil.

Gambar 5 Contoh data citra sidik jari.

Pembentukan Data

Praproses

Data citra sidik jari yang digunakan berasal
dari NIST yang berjumlah 2700 citra berformat
wsq. Dari jumlah tersebut, 5 citra (tipe scar)

Data dikelompokkan ke dalam tiga
kelompok (fold). Masing-masing fold terdiri
dari Left Loop, Right Loop, Whorl, Arch, dan

5

Fungsi kernel yang umum digunakan adalah
sebagai berikut:
1. Linear kernel
2. Polynomial kernel
3. Radial basis function (RBF)
|
|
4. Sigmoid kernel

tidak digunakan karena jumlah tipe ini lebih
sedikit dibandingkan dengan tipe sidik jari
yang lain. Sehingga dalam penelitian ini hanya
digunakan 2695 citra. Citra diperoleh dari
proses scanning sidik jari pada kertas (laten).
Gambar 5 adalah contoh data sidik jari yang
digunakan dalam penelitian. Data tersebut
sudah diklasifikasikan ke dalam lima kelas
yaitu whorl (W), left loop (L), right loop (R),
arch (A), dan tented arch (T).

parameter C, γ, r, dan d adalah parameterparameter pada kernel.
Image Processing
Pengolahan citra merupakan proses
pengolahan dan analisis citra yang banyak
melibatkan persepsi visual. Proses ini
mempunyai ciri data masukan dan informasi
keluaran yang berbentuk citra. Istilah
pengolahan citra digital secara umum
didefinisikan sebagai pemrosesan citra dua
dimensi dengan komputer. Pengolahan citra
digital juga mencakup semua data dua dimensi
dalam definisi yang lebih luas. Citra digital
adalah barisan bilangan nyata maupun
kompleks yang diwakili oleh bit-bit tertentu
(Gonzales & Woods 2002).

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut: studi pustaka, pengenalan data,
pra proses data, pengujian data, dan evaluasi
dan analisis hasil. Gambar 4 memperlihatkan
alur penelitian yang dilakukan.

Gambar 4 Alur penelitian.

Studi Pustaka
Pada tahapan ini, proses yang dilakukan
adalah mengumpulkan informasi atau literatur
yang terkait dengan penelitian. Informasi
didapatkan dari jurnal, buku dan artikel yang
membahas tentang metode klasifikasi, SVM,
proses pengenalan citra, dan manual NIST serta
weka.
Perumusan Masalah
Proses utama dari penelitian ini ada tiga
tahapan yaitu: praproses data, ekstraksi feature,
proses klasifikasi, dan analisis hasil.

Gambar 5 Contoh data citra sidik jari.

Pembentukan Data

Praproses

Data citra sidik jari yang digunakan berasal
dari NIST yang berjumlah 2700 citra berformat
wsq. Dari jumlah tersebut, 5 citra (tipe scar)

Data dikelompokkan ke dalam tiga
kelompok (fold). Masing-masing fold terdiri
dari Left Loop, Right Loop, Whorl, Arch, dan

5

Tented Arch dalam jumlah yang proporsional.
Tabel 1 memberikan informasi jumlah data
dalam setiap fold.
Tabel 1 Jumlah data setiap fold
Kelas
L
R
W
A
T

F1
268
245
341
16
28

F2
268
245
341
16
28

F3
268
245
341
17
28

Jumlah
804
735
1023
49
84

Keterangan:
F1 : Fold 1
F2 : Fold 2
F3 : Fold 3
Ekstraksi Feature
Feature yang akan diekstrak dari citra sidik
jari berasal dari level ke dua, yaitu titik-titik
minutiae. Minutiae terdiri dari dua jenis yaitu
Ridge ending (RIG) dan Bifurcation (BIF).
Ridge ending adalah lokasi pada citra, di mana
ridge berakhir. Sedangkan, bifurcation adalah
lokasi pada citra di mana ridge bercabang.
Gambar 6 menampilkan ridge ending dan
bifurcation pada citra sidik jari. Sudut minutiae
dihitung berdasarkan garis horizontal (axis).
Sudut minutiae diharapkan akan memberikan
informasi arah pergerakan ridge. Gambar 7
memberikan ilustrasi untuk menentukan theta.

yang telah dilakukan dengan menggunakan
region yang berbeda-beda, seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 2. Hasil dari percobaan
tersebut menunjukkan region 5x5 memberikan
akurasi yang terbaik.
Tabel 2 Penelitian jumlah region dalam
pemilihan feature
Region
Akurasi(%)
3x3
41.0
4x4
41.0
5x5
42.8
6x6
42.7
Masing-masing region kemudian dihitung
feature-feature sebagai berikut:
1. Jumlah jenis BIF/RIG
2. Jumlah jenis theta
3. Kelas target

Gambar 8 Citra sidik jari yang sudah dibagi ke
dalam region berukuran 5x5.
BIF dan RIG dikelompokkan ke dalam
sepuluh jenis. Pengelompokan ditentukan pada
sumber dan arah penampakan BIF dan RIG.
Gambar 9 mengilustrasikan pengelompokan
BIF dan RIG. Dalam Gambar 9, titik-titik yang
berwarna hitam mewakili ridge dan tanda
bintang merupakan titik pengamatan.

Gambar 6 Ridge ending dan bifurcation.

Gambar 7 Penentuan theta pada ridge ending
dan bifurcation.
Feature diperoleh dengan membagi citra ke
dalam beberapa region. Gambar 8 memberikan
ilustrasi pembagian citra sidik jari ke dalam
region berukuran 5x5. Region yang digunakan
dalam penelitian ini berukuran 5x5. Hal ini
ditentukan berdasarkan beberapa percobaan

Gambar 9 Sepuluh jenis bifurcation dan ridge
ending.
Sudut minutiae (theta) dikategorikan
menjadi 32 kelompok. Theta dalam feature
hasil ekstraksi dikodekan dengan nilai antara 0

6

sampai 31. Nilai 0 artinya minutiae memiliki
sudut antara 0o sampai 11.25o. Nilai 1 artinya
minutiae memiliki sudut antara 11.25o sampai
22.50o, dan seterusnya sampai nilai 31.
Masing-masing jenis memiliki rentang yang
selisihnya 11.25o.
Klasifikasi
Klasifikasi dilakukan dengan menggunakan
classifier SVM dengan menggunakan kernel
RBF. Sebagai perbandingan akan dilakukan
juga klasifikasi menggunakan classifier KNearest Neighbour (KNN) dan Naïve Bayes.
Pengujian
Data diuji menggunakan metode pengujian
3-fold cross validation. Total data set akan
dibagi ke dalam 3 kelompok (fold). Kemudian
dilakukan proses training secara berulang.
Pada setiap pengulangan, 2 fold akan menjadi
data training, dan 1 lainnya menjadi data
testing. Proses ini dilakukan sebanyak 3 kali
sehingga semua fold pernah berperan sebagai
data training atau pun data testing. Dalam
setiap pengulangan akan dihitung nilai akurasi
sehingga akurasi akhir adalah rata-rata nilai
akurasi dari tiga kali pengulangan yang
dilakukan.

Keterangan:
t : Jumlah data (dalam data testing) yang
diklasifikasikan secara benar
n : Jumlah data testing
Evaluasi dan Analisis Hasil
Evaluasi dilakukan dengan melakukan
penghitungan nilai akurasi. Nilai akurasi
diperoleh dengan melakukan prediksi terhadap
data menggunakan model klasifikasi. Dari hasil
prediksi ini kemudian dihitung jumlah data
yang diklasifikasikan secara benar dan salah.
Evaluasi juga dilakukan dengan melihat kinerja
SVM dalam mengklasifikasikan citra sidik jari,
ketika dibandingkan dengan classifier yang
lain, seperti Naïve Bayes dan KNN.

feature-feature yang dicobakan dengan hasil
yang ditampilkan pada Tabel 3.
1. Feature 1, Jumlah BIF dan RIG setiap
region
Feature 1 mengambil karakterisitik dari
citra sidik jari, yaitu lokasi bifurcation dan
ridge ending. Untuk setiap region, dihitung
jumlah bifurcation dan ridge ending. Sehingga
feature 1 memiliki format:
b1,b2,…,b25,r1,r2,…,r25, C
Keterangan:
bk : Jumlah BIF pada region k
rk : Jumlah RIG pada region k
k : Region,
C : Kelas target citra sidik jari
2. Feature 2, jumlah jenis BIF/RIG setiap
region + jumlah jenis theta setiap region
Jenis BIF/RIG dikodekan dengan angka 0
sampai dengan 9. Jenis theta dikodekan dengan
angka 0 sampai dengan 31. Contoh
pengambilan data untuk feature ke 2
ditampilkan pada Gambar 10. Format penulisan
feature adalah sebagai berikut:
br01,br02,…,br025,br11,br12,…br125,
…br91,br92,…br925,
θ01, θ02,…, θ025, θ11, θ12,…,
θ125,…, θ311, θ 312,…, θ3125,C
Keterangan:
k
: Region,
brgk : Jumlah jenis BIF/RIG pada region
k,
θjk : Jumlah jenis theta h pada region k,
C

: Kelas target citra sidik jari

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemilihan Feature
Eksperimen pertama yaitu pemilihan
feature, menggunakan classifier SVM dengan
menggunakan kernel polynomial (poly kernel),
dan C = 1. Dalam eksperimen ini dilakukan
beberapa percobaan dengan menggunakan
feature yang berbeda. Berikut ini adalah

Gambar 10 Contoh pengambilan feature
jumlah jenis BIF/RIG setiap
region dan jumlah jenis theta
setiap region pada region 21.

7

sampai 31. Nilai 0 artinya minutiae memiliki
sudut antara 0o sampai 11.25o. Nilai 1 artinya
minutiae memiliki sudut antara 11.25o sampai
22.50o, dan seterusnya sampai nilai 31.
Masing-masing jenis memiliki rentang yang
selisihnya 11.25o.
Klasifikasi
Klasifikasi dilakukan dengan menggunakan
classifier SVM dengan menggunakan kernel
RBF. Sebagai perbandingan akan dilakukan
juga klasifikasi menggunakan classifier KNearest Neighbour (KNN) dan Naïve Bayes.
Pengujian
Data diuji menggunakan metode pengujian
3-fold cross validation. Total data set akan
dibagi ke dalam 3 kelompok (fold). Kemudian
dilakukan proses training secara berulang.
Pada setiap pengulangan, 2 fold akan menjadi
data training, dan 1 lainnya menjadi data
testing. Proses ini dilakukan sebanyak 3 kali
sehingga semua fold pernah berperan sebagai
data training atau pun data testing. Dalam
setiap pengulangan akan dihitung nilai akurasi
sehingga akurasi akhir adalah rata-rata nilai
akurasi dari tiga kali pengulangan yang
dilakukan.

Keterangan:
t : Jumlah data (dalam data testing) yang
diklasifikasikan secara benar
n : Jumlah data testing
Evaluasi dan Analisis Hasil
Evaluasi dilakukan dengan melakukan
penghitungan nilai akurasi. Nilai akurasi
diperoleh dengan melakukan prediksi terhadap
data menggunakan model klasifikasi. Dari hasil
prediksi ini kemudian dihitung jumlah data
yang diklasifikasikan secara benar dan salah.
Evaluasi juga dilakukan dengan melihat kinerja
SVM dalam mengklasifikasikan citra sidik jari,
ketika dibandingkan dengan classifier yang
lain, seperti Naïve Bayes dan KNN.

feature-feature yang dicobakan dengan hasil
yang ditampilkan pada Tabel 3.
1. Feature 1, Jumlah BIF dan RIG setiap
region
Feature 1 mengambil karakterisitik dari
citra sidik jari, yaitu lokasi bifurcation dan
ridge ending. Untuk setiap region, dihitung
jumlah bifurcation dan ridge ending. Sehingga
feature 1 memiliki format:
b1,b2,…,b25,r1,r2,…,r25, C
Keterangan:
bk : Jumlah BIF pada region k
rk : Jumlah RIG pada region k
k : Region,
C : Kelas target citra sidik jari
2. Feature 2, jumlah jenis BIF/RIG setiap
region + jumlah jenis theta setiap region
Jenis BIF/RIG dikodekan dengan angka 0
sampai dengan 9. Jenis theta dikodekan dengan
angka 0 sampai dengan 31. Contoh
pengambilan data untuk feature ke 2
ditampilkan pada Gambar 10. Format penulisan
feature adalah sebagai berikut:
br01,br02,…,br025,br11,br12,…br125,
…br91,br92,…br925,
θ01, θ02,…, θ025, θ11, θ12,…,
θ125,…, θ311, θ 312,…, θ3125,C
Keterangan:
k
: Region,
brgk : Jumlah jenis BIF/RIG pada region
k,
θjk : Jumlah jenis theta h pada region k,
C

: Kelas target citra sidik jari

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemilihan Feature
Eksperimen pertama yaitu pemilihan
feature, menggunakan classifier SVM dengan
menggunakan kernel polynomial (poly kernel),
dan C = 1. Dalam eksperimen ini dilakukan
beberapa percobaan dengan menggunakan
feature yang berbeda. Berikut ini adalah

Gambar 10 Contoh pengambilan feature
jumlah jenis BIF/RIG setiap
region dan jumlah jenis theta
setiap region pada region 21.

7

Tabel 3 Hasil eksperimen pemilihan feature
Feature
Feature 1
Feature 2

Akurasi (%)
40.7
74.0

Keterangan:
Feature 1 : Jumlah BIF dan RIG setiap region
Feature 2 : Jumlah jenis BIF/RIG + Jumlah
jenis theta setiap region

Program yang Digunakan
Penelitian ini menggunakan
program sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

program-

Mindtct (eksternal)
Wsq2Min
Min2Arff
Weka 3.6.2 (eksternal)

Program-program tersebut digunakan dalam
proses yang berbeda dalam klasifikasi. Gambar
11 mengilustrasikan tentang proses klasifikasi
dan program yang digunakan.

jenis minutiae, kemiringan minutiae, dan
ketetanggaan antara minutiae satu dengan yang
lain.
Wsq2Min
adalah
program
yang
dikembangkan dalam penelitian ini dengan
bahasa Java. Program ini digunakan bersama
dengan program mindtct. Pada siklus hidupnya,
mindtct hanya dapat memroses satu file,
sehingga untuk memroses file wsq yang
jumlahnya lebih dari satu harus dilakukan
pemanggilan ulang terhadap program mindtct.
Agar proses ekstraksi dapat berjalan lebih cepat
dan cukup satu pemanggilan, mindtct perlu
dikombinasikan dengan Wsq2Min. Masukan
dari program Wsq2Min adalah directory
tempat file wsq berada, dan keluarannya adalah
file min.
Program Min2Arff adalah program yang
dikembangkan dalam penelitian ini juga
menggunakan bahasa Java. Program ini
berperan dalam proses pemilihan feature
untuk proses klasifikasi. Masukan untuk
program Min2Arff adalah file min, dan
keluarannya adalah file arff. File arff adalah
standar file yang digunakan oleh program
weka. File arff berisi informasi hasil ekstraksi
feature.
Weka adalah program dalam bahasa Java,
yang dibuat oleh Universitas Waikato. Weka
adalah program machine learning, yang
digunakan untuk melakukan teknik-teknik data
mining seperti klasifikasi dan clustering.
Masukan untuk program Weka adalah file arff,
dan keluarannya adalah model klasifikasi.
Model klasifikasi yang diperoleh akan
digunakan untuk memprediksi data ke dalam
kelas yang sudah ditentukan.
Pemilihan Classifier dan Konfigurasi
Parameter

Gambar 11 Proses klasifikasi dan program
yang digunakan.
Mindtct adalah program yang dibuat dalam
bahasa C oleh NBIS. Mindtct berperan dalam
proses ekstraksi citra sidik jari. Masukan dari
program mindtct adalah file citra berformat
wsq. Sedangkan keluarannya berupa file plain
text berekstensi min. File min memberikan
informasi jumlah minutiae, lokasi minutiae,

Dalam penelitian ini classifier yang
digunakan adalah SVM, KNN, dan Naïve
Bayes. Feature yang digunakan adalah feature
yang memberikan akurasi terbaik pada
eksperimen pertama yaitu feature yang
menggunakan jenis BIF/RIG setiap region dan
jumlah jenis theta setiap region. Hasil
perbandingan
nilai
akurasi
dengan
menggunakan beberapa classifier ditampilkan
pada Tabel 4.

8

Tabel 4

Hasil klasifikasi
classifier

Classifier
Naïve Bayes
KNN (K=15)
SVM

dari beberapa
Akurasi
56.1%
66.6%
77.5%

Dari eksperimen pemilihan classifier,
diperoleh kesimpulan bahwa classifier SVM
memberikan akurasi yang lebih baik
dibandingkan dengan classifier Naïve Bayes
dan KNN. Selanjutnya akan dilakukan
beberapa eksperimen dengan menggunakan
parameter pada SVM yang berbeda. Hasil
eksperimen konfigurasi parameter SVM
ditampilkan pada Tabel 5. Nilai akurasi terbaik
yaitu 79.7% diperoleh dengan menggunakan
kernel RBF (Gamma = 0.1) dan C = 10.
Tabel 5 Hasil eksperimen pemilihan parameter
pada SVM
A

B

C

D

E

F

1

RBF

1

0.01

-

76.8

2

RBF

10

0.01

-

77.8
77.5

3

RBF

20

0.01

-

4

RBF

30

0.01

-

76.7
75.9

5

RBF

50

0.01

-

6

RBF

100

0.01

-

75.4

7

RBF

10

0.05

-

78.7

8

RBF

10

0.1

-

79.7

9

Polynomial

10

-

1

73.2

10

Polynomial

10

-

2

79.4

11

Polynomial

10

-

3

79.5

Keterangan:
A : Nomor
B : Kernel
C : Constraint
D : Gamma
E : Eksponen
F : Akurasi (%)

memberikan informasi pergerakan lengkungan
sudut minutiae.
Feature jenis BIF/RIG dan theta akan
diekstrak dalam bentuk region. Dari percobaan
yang telah dilakukan region berukuran 5x5
memberikah akurasi yang lebih baik. Tabel 2,
menampilkan
hasil
percobaan
dengan
menggunakan variasi beberapa ukuran region.
Pemilihan ukuran region yang terlalu kecil
(sedikit), memberikan variasi yang kecil
sehingga arah pergerakan ridge tidak dapat
diidentifikasi lebih detail, sebaliknya region
yang lebih besar (banyak), akan menghasilkan
atribut pada instance menjadi banyak,
sehingga komputasi menjadi lebih berat.
Classifier yang digunakan adalah SVM
dengan menggunakan kernel RBF (gamma =
1.0) dan C = 10. Berdasarkan literatur yang
dipelajari, pada banyak kasus SVM
memberikan
hasil
yang
lebih
baik
dibandingkan dengan classifier yang lain
(Nugroho et al. 2005). Dalam penelitian ini
terbukti bahwa untuk seluruh data yang
dicobakan, SVM mampu mengklasifikasikan
secara benar lebih banyak jika dibandingkan
dengan Naïve Bayes
dan KNN. Hasil
klasifikasi dan sebaran citra sidik jari setiap
kelas dapat dilihat dengan memperhatikan
confusion matrix dalam Tabel 6.
Tabel 6 Confusion matrix dari klasifikasi citra
sidik jari dengan menggunakan
feature jumlah jenis BIF/RIG +
jumlah jenis theta dan classifier
SVM (gamma = 0.1) dan C=10

L
R
W
A
T

l
689
40
95
20
49

Kelas hasil klasifikasi
r
w
a
46
68
0
615
78
0
84
844
0
25
2
0
28
6
0

Keterangan:
L : Left loop
R : Right loop
W : Whorl

t
1
2
0
2
1

A : Arch
T : Tented Arch

Analisis
Feature untuk merepresentasikan citra
sidik jari diambil dari level ke dua sidik jari,
yaitu jumlah jenis BIF/RIG setiap region dan
jumlah jenis theta setiap region. Jumlah jenis
BIF/RIG mampu memberikan model atau pola
lokasi jenis minutiae dan hubungan minutiae
satu dengan yang lain. Jumlah jenis theta akan

Bagian baris (menggunakan huruf kapital)
adalah kelas yang sebenarnya. Sedangkan
bagian kolom (mengunakan huruf kecil)
adalah kelas hasil prediksi yang dilakukan
oleh model. Contoh pembacaan dari 804
instance Left loop, 689 instance yang
diidentifikasi sebagai Left loop, sedangkan 46
diidentifikasikan sebagai Right loop, 68

9

sebagai Whorl, 0 sebagai Arch, dan 1 yang
diidentifikasi sebagai Tented arch.
Dari confusion matrix pada Tabel 6 kita
mendapatkan
informasi
sebaran
hasil
klasifikasi untuk setiap kelas. Tabel 7
menunjukkan jumlah instance dan akurasi
untuk setiap kelas.
Tabel 7 Jumlah instance dan akurasi setiap
kelas
Kelas
L
R
W
A
T

Jumlah instance
804
735
1023
49
84

Akurasi (%)
85.7
83.7
82.5
0.0
1.2

Tabel 7 menunjukkan bahwa akurasi untuk
kelas Arch dan Tented Arch lebih kecil
dibanding dengan tiga kelas lainnya. Hal ini
berbanding lurus dengan jumlah instance kelas
tersebut yang jumlahnya relatif sedikit
dibanding kelas yang lain. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa jumlah data training
berpengaruh terhadap tingkat akurasi.

Klasifikasi citra sidik jari menggunakan
SVM dengan feature berbasis minutiae,
memberikan akurasi 79.7%. Dalam penelitian
ini SVM memberikan model klasifikasi yang
lebih baik daripada classifier yang lain (KNN
dan Naïve Bayes).
Saran
Penelitian ini menghasilkan akurasi 79.7% .
Nilai tersebut masih dapat ditingkatkan dengan
mengevaluasi hal-hal berikut:
1. Model klasifikasi yang lebih baik dapat
diperoleh
dengan
mengoptimalkan
praproses pada citra.
2. Feature yang digunakan dapat dipilih dari
feature global pada citra sidik jari dengan
menggunakan gabor filter (Munir & Javed
2004).
3. Untuk mendapatkan model yang robust
pada setiap kelas, jumlah data training
setiap kelas harus sama.
4. Optimasi
parameter
SVM
dengan
mengevaluasi fungsi algoritme genetika
atau particle swam optimization.
DAFTAR PUSTAKA

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Feature yang digunakan berasal dari
feature lokal sidik jari, yaitu feature berbasis
minutiae. Pada penelitian ini, feature yang
dapat memberikan representasi sidik jari paling
baik adalah dengan menggunakan jumlah jenis
BIF/RIG setiap region dan jumlah jenis theta
setiap region. Jumlah jenis BIF/RIG akan
memberikan
model
sebaran
minutiae,
sedangkan theta akan memberikan model arah
pergerakan minutiae.
Dari literatur yang dipelajari, pada banyak
kasus SVM mampu memberikan model
klasifikasi yang lebih baik dibandingkan
dengan classifier yang lain (Nugroho et al.
2005). Berhubungan dengan hal ini, SVM
digunakan untuk inisialisasi classifier pada
proses pemilihan feature. Setelah dilakukan
perbandingan dengan Naïve Bayes dan KNN,
SVM dapat mengklasifikasikan lebih baik di
antara yang lain. Beberapa parameter dipilih
dan ditentukan untuk mendapatkan model yang
lebih baik. Ada dua parameter yang harus
ditentukan, yaitu nilai C dan kernel. Dengan
menggunakan metode coba-coba, model
terbaik diperoleh dengan menggunakan nilai C
= 10 dan kernel RBF, dengan gamma = 0.1.

Cristianini N, Taylor JS. 2000. An Introduction
to Support Vector Machines and Other
Kernel
Based
Learning
Methods.
Cambridge University Press.
Dass SC, Jain AK. 2004. Fingerprint
Classification Using Orientation Field Flow
Curves. Michigan State University: Proc.
Indian Conference on Computer Vision,
Graphics and Image Processing; Kolkata
16-18 Desember 2004. Kolkata: Allied
Publishers. hlm 650-655.
Gonzales RC, RE Woods. 2002. Digital Image
Processing. Ed. ke-2. New Jersey: Prentice
Hall.
Guvenir HA, Demiroz G, Ilter N. 1998.
Learning
Differential
Diagnosis
of
Erythemato-squamous Diseases Using
Voting Feature Intervals. [tesis]. Ankara:
Departemen of Computer Engeneering and
Information Science, Bilkent University.
Jain AK, Pankanti, S 2000. Fingerprint
Classification and Matching. Di dalam:
Bovik AC, editor. Handbook of Image and
Video Processing. Austin: Academic Press.
Lee HC, Gaensslen RE. 2001. Advances in
Fingerprint Technology. Ed. ke-2. New
York: CRC Press.

10

sebagai Whorl, 0 sebagai Arch, dan 1 yang
diidentifikasi sebagai Tented arch.
Dari confusion matrix pada Tabel 6 kita
mendapatkan
informasi
sebaran
hasil
klasifikasi untuk setiap kelas. Tabel 7
menunjukkan jumlah instance dan akurasi
untuk setiap kelas.
Tabel 7 Jumlah instance dan akurasi setiap
kelas
Kelas
L
R
W
A
T

Jumlah instance
804
735
1023
49
84

Akurasi (%)
85.7
83.7
82.5
0.0
1.2

Tabel 7 menunjukkan bahwa akurasi untuk
kelas Arch dan Tented Arch lebih kecil
dibanding dengan tiga kelas lainnya. Hal ini
berbanding lurus dengan jumlah instance kelas
tersebut yang jumlahnya relatif sedikit
dibanding kelas yang lain. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa jumlah data training
berpengaruh terhadap tingkat akurasi.

Klasifikasi citra sidik jari menggunakan
SVM dengan feature berbasis minutiae,
memberikan akurasi 79.7%. Dalam penelitian
ini SVM memberikan model klasifikasi yang
lebih baik daripada classifier yang lain (KNN
dan Naïve Bayes).
Saran
Penelitian ini menghasilkan akurasi 79.7% .
Nilai tersebut masih dapat ditingkatkan dengan
mengevaluasi hal-hal berikut:
1. Model klasifikasi yang lebih baik dapat
diperoleh
dengan
mengoptimalkan
praproses pada citra.
2. Feature yang digunakan dapat dipilih dari
feature global pada citra sidik jari dengan
menggunakan gabor filter (Munir & Javed
2004).
3. Untuk mendapatkan model yang robust
pada setiap kelas, jumlah data training
setiap kelas harus sama.
4. Optimasi
parameter
SVM
dengan
mengevaluasi fungsi algoritme genetika
atau particle swam optimization.
DAFTAR PUSTAKA

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Feature yang digunakan berasal dari
feature lokal sidik jari, yaitu feature berbasis
minutiae. Pada penelitian ini, feature yang
dapat memberikan representasi sidik jari paling
baik adalah dengan menggunakan jumlah jenis
BIF/RIG setiap region dan jumlah jenis theta
setiap region. Jumlah jenis BIF/RIG akan
memberikan
model
sebaran
minutiae,
sedangkan theta akan memberikan model arah
pergerakan minutiae.
Dari literatur yang dipelajari, pada banyak
kasus SVM mampu memberikan model
klasifikasi yang lebih baik dibandingkan
dengan classifier yang lain (Nugroho et al.
2005). Berhubungan dengan hal ini, SVM
digunakan untuk inisialisasi classifier pada
proses pemilihan feature. Setelah dilakukan
perbandingan dengan Naïve Bayes dan KNN,
SVM dapat mengklasifikasikan lebih baik di
antara yang lain. Beberapa parameter dipilih
dan ditentukan untuk mendapatkan model yang
lebih baik. Ada dua parameter yang harus
ditentukan, yaitu nilai C dan kernel. Dengan
menggunakan metode coba-coba, model
terbaik diperoleh dengan menggunakan nilai C
= 10 dan kernel RBF, dengan gamma = 0.1.

Cristianini N, Taylor JS. 2000. An Introduction
to Support Vector Machines and Other
Kernel
Based
Learning
Methods.
Cambridge University Press.
Dass SC, Jain AK. 2004. Fingerprint
Classification Using Orientation Field Flow
Curves. Michigan State University: Proc.
Indian Conference on Computer Vision,
Graphics and Image Processing; Kolkata
16-18 Desember 2004. Kolkata: Allied
Publishers. hlm 650-655.
Gonzales RC, RE Woods. 2002. Digital Image
Processing. Ed. ke-2. New Jersey: Prentice
Hall.
Guvenir HA, Demiroz G, Ilter N. 1998.
Learning
Differential
Diagnosis
of
Erythemato-squamous Diseases Using
Voting Feature Intervals. [tesis]. Ankara:
Departemen of Computer Engeneering and
Information Science, Bilkent University.
Jain AK, Pankanti, S 2000. Fingerprint
Classification and Matching. Di dalam:
Bovik AC, editor. Handbook of Image and
Video Processing. Austin: Academic Press.
Lee HC, Gaensslen RE. 2001. Advances in
Fingerprint Technology. Ed. ke-2. New
York: CRC Press.

10

KLASIFIKASI SIDIK JARI MENGGUNAKAN SUPPORT VECTOR
MACHINE DENGAN FEATURE BERBASIS MINUTIAE
MENGGUNAKAN METODE REGION

WINDU PURNOMO

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
i

sebagai Whorl, 0 sebagai Arch, dan 1 yang
diidentifikasi sebagai Tented arch.
Dari confusion matrix pada Tabel 6 kita
mendapatkan
informasi
sebaran
hasil
klasifikasi untuk setiap kelas. Tabel 7
menunjukkan jumlah instance dan akurasi
untuk setiap kelas.
Tabel 7 Jumlah instance dan akurasi setiap
kelas
Kelas
L
R
W
A
T

Jumlah instance
804
735
1023
49
84

Akurasi (%)
85.7
83.7
82.5
0.0
1.2

Tabel 7 menunjukkan bahwa akurasi untuk
kelas Arch dan Tented Arch lebih kecil
dibanding dengan tiga kelas lainnya. Hal ini
berbanding lurus dengan jumlah instance kelas
tersebut yang jumlahnya relatif sedikit
dibanding kelas yang lain. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa jumlah data training
berpengaruh terhadap tingkat akurasi.

Klasifikasi citra sidik jari menggunakan
SVM dengan feature berbasis minutiae,
memberikan akurasi 79.7%. Dalam penelitian
ini SVM memberikan model klasifikasi yang
lebih baik daripada classifier yang lain (KNN
dan Naïve Bayes).
Saran
Penelitian ini menghasilkan akurasi 79.7% .
Nilai tersebut masih dapat ditingkatkan dengan
mengevaluasi hal-hal berikut:
1. Model klasifikasi yang lebih baik dapat
diperoleh
dengan
mengoptimalkan
praproses pada citra.
2. Feature yang digunakan dapat dipilih dari
feature global pada citra sidik jari dengan
menggunakan gabor filter (Munir & Javed
2004).
3. Untuk mendapatkan model yang robust
pada setiap kelas, jumlah data training
setiap kelas harus sama.
4. Optimasi
parameter
SVM
dengan
mengevaluasi fungsi algoritme genetika
atau particle swam optimization.
DAFTAR PUSTAKA

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Feature yang digunakan berasal dari
feature lokal sidik jari, yaitu feature berbasis
minutiae. Pada penelitian ini, feature yang
dapat memberikan representasi sidik jari paling
baik adalah dengan menggunakan jumlah jenis
BIF/RIG setiap region dan jumlah jenis theta
setiap region. Jumlah jenis BIF/RIG akan
memberikan
model
sebaran
minutiae,
sedangkan theta akan memberikan model arah
pergerakan minutiae.
Dari literatur yang dipelajari, pada banyak
kasus SVM mampu memberikan model
klasifikasi yang lebih baik dibandingkan
dengan classifier yang lain (Nugroho et al.
2005). Berhubungan dengan hal ini, SVM
digunakan untuk inisialisasi classifier pada
proses pemilihan feature. Setelah dilakukan
perbandingan dengan Naïve Bayes dan KNN,
SVM dapat mengklasifikasikan lebih baik di
antara yang lain. Beberapa parameter dipilih
dan ditentukan untuk mendapatkan model yang
lebih baik. Ada dua parameter yang harus
ditentukan, yaitu nilai C dan kernel. Dengan
menggunakan metode coba-coba, model
terbaik diperoleh dengan menggunakan nilai C
= 10 dan kernel RBF, dengan gamma = 0.1.

Cristianini N, Taylor JS. 2000. An Introduction
to Support Vector Machines and Other
Kernel
Based
Learning
Methods.
Cambridge University Press.
Dass SC, Jain AK. 2004. Fingerprint
Classification Using Orientation Field Flow
Curves. Michigan State University: Proc.
Indian Conference on Computer Vision,
Graphics and Image Processing; Kolkata
16-18 Desember 2004. Kolkata: Allied
Publishers. hlm 650-655.
Gonzales RC, RE Woods. 2002. Digital Image
Processing. Ed. ke-2. New Jersey: Prentice
Hall.
Guvenir HA, Demiroz G, Ilter N. 1998.
Learning
Differential
Diagnosis
of
Erythemato-squamous Diseases Using
Voting Feature Intervals. [tesis]. Ankara:
Departemen of Computer Engeneering and
Information Science, Bilkent University.
Jain AK, Pankanti, S 2000. Fingerprint
Classification and Matching. Di dalam:
Bovik AC, editor. Handbook of Image and
Video Processing. Austin: Academic Press.
Lee HC, Gaensslen RE. 2001. Advances in
Fingerprint Technology. Ed. ke-2. New
York: CRC Press.

10

Lu C, Wang H, Liu Y. 2009. Fingerprint
Classification Based on Support Vector
Machine. International Joint Conference on
Computational Science and Optimization;
Hainan, 24-26 April 2009. Hainan: IEEE
Computer Society. Vol. 1:859-862.
Maltoni D, Maio D. 2009. Handbook of
Fingerprint Recognition. New York:
Springer.
Munir MU, Javed MY. 2004. Fingerprint
Matching using Gabor Filters. National
Conference on Emerging Technologies;
Karachi, 18-19 Desember 2004. Karachi:
IEEE Computer Society. hlm 147-151.
NIST. 2010. NIST Biometric Open Source
Server.
http://www.nist.gov/itl/iad/ig/
nigos.cfm. [5 Maret 2010].

Nugroho AS, Witarto AB, Handoko D. 2005.
Analisa Informasi Dimensi Tinggi pada
Bioinformatika Memakai Support Vector
Machine. Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi: Proc. of National Conference
on Information and Communication
Technology (ICT) for Indonesia / eIndonesia Initiatives-II; Bandung, 19-20
April 2005. Bandung: ITB. hlm. 427-435.
Osuna E, Freund R, Girosi F. 1997. An
Improved Training Algorithm for Support
Vector Machines. Proc. of the 1997 IEEE
Workshop Neural Networks for Signal
Processing VII ; Amelia Island, 24-26
September 1997. Amelia Island: IEEE
Computer Society. hlm 276-285.
Tan PN, Steinbach M, Kumar V. 2006.
Introduction to Data Mining. New York:
Addison-Wesley.

11

KLASIFIKASI SIDIK JARI MENGGUNAKAN SUPPORT VECTOR
MACHINE DENGAN FEATURE BERBASIS MINUTIAE
MENGGUNAKAN METODE REGION

WINDU PURNOMO

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
i

ABSTRACT
WINDU PURNOMO. Fingerprint Classification Using Support Vector Machine with Minutiae-Based
Features and Region Method. Under the direction of AHMAD RIDHA and DWI HANDOKO.
Manual fingerprint classification proceeds by carefully inspecting the geometric characteristics of
major ridge curves in a fingerprint image. This research proposed an automatic approach of
identifying the geometric characteristics of ridges based on minutiae position and angle. Position and
angle of minutiae are analyzed using region method. Region was used to discretize the number of
minutiae. Positions of minutiae in a region give information about its relation to another region.
Angles of minutiae indicate the ridge flow direction. Support vector machine, a binary classifier, is
used to classify the fingerprint based on those characteristics. In this research, the classes are left loop,
right loop, whorl, arch and tented arch. This research used 2695 fingerprint images from NIST.
Classification performance is measured using 3-fold cross validation method. This research achieved
79.7 % accuracy. As we only used local features in this research, further research needs to be
conducted especially to investigate global features.
Keyword: fingerprint, classification, minutiae, region, support vector machine

iii

KLASIFIKASI SIDIK JARI MENGGUNAKAN SUPPORT VECTOR
MACHINE DENGAN FEATURE BERBASIS MINUTIAE
MENGGUNAKAN METODE REGION

WINDU PURNOMO

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana komputer pada
Departemen Ilmu Komputer

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DANILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ii

Judul

: Klasifikasi Sidik Jari Menggunakan Support Vector Machine dengan Feature Berbasis
Minutiae Menggunakan Metode Region

Nama

: Windu Purnomo

NIM

: G64061132

Menyetujui:
Pembimbing I,

Pembimbing II,

Ahmad Ridha, S.Kom, MS
NIP 19800507 200501 1 001

Dr. Dwi Handoko
NIP 19700425 198812 1 001

Mengetahui:
Ketua Departemen Ilmu Komputer,
Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Sri Nurdiati, M.Sc.
NIP 19601126 198601 2 001

Tanggal Lulus:

i

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang telah memberi kekuatan dan rahmat-Nya
sehingga penulisan skripsi berjudul “Klasifikasi Sidik Jari Menggunakan Support Vector Machine
dengan Feature Berbasis Minutiae Menggunakan Metode Region” dapat diselesaikan dengan baik.
Penulisan skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di
Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini merupakan salah satu rangkaian penelitian yang dilakukan oleh Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan solusi dalam
peningkatan kecepatan dalam proses pengenalan citra sidik jari.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ahmad Ridha S.Kom, MS selaku pembimbing I, yang telah mencurahkan waktu dan tenaga untuk
membimbing selama melaksanakan skripsi.
2. Dr. Dwi Handoko selaku pembimbing II, yang telah memberikan kesempatan untuk bergabung
dalam penelitian di BPPT dan memberikan bimbingan dalam penyelesaian skripsi.
3. Dr. Anto Satriyo Nugroho selaku supervisor dan dosen selama penelitian di BPPT, yang telah
mengajarkan penulis untuk menjadi seorang engineer.
4. Mamah, Mimih, Teteh dan Ade Ito untuk semua cinta, motivasi, dan kasih sayang yang tulus
diberikan.
5. Siti Hapshoh istriku, atas c