Formulasi Surfaktan Metil Ester Sulfonat sebagai Oil Well Cleaning

FORMULASI SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT
SEBAGAI OIL WELL CLEANING

VINI VIRDIANA MULIDEAS

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi Surfaktan
SMES sebagai Oil Well Cleaning adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing akademik serta belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor,


Oktober 2013

Vini Virdiana Mulideas
NIM F34090126

ABSTRAK
VINI VIRDIANA MULIDEAS. Formulasi Surfaktan Metil Ester Sulfonat
sebagai Oil Well Cleaning. Dibimbing oleh ERLIZA HAMBALI dan PUDJI
PERMADI.

Penurunan produktivitas minyak bumi dapat disebabkan karena adanya
penyumbatan pada batuan formasi lapangan minyak bumi. Penyumbatan tersebut
dapat disebabkan oleh adanya endapan paraffin, asphaltene, dan scale. Masalah
yang ditimbulkan karena keberadaan endapan tersebut adalah batuan formasi dapat
bersifat oil wet sehingga permeabilitas minyak menurun. Masalah tersebut dapat
diatasi dengan teknik well cleaning menggunakan formula surfaktan. Surfaktan
MES adalah anionik surfaktan yang memiliki kemampuan dalam menurunkan
tegangan antarmuka, tegangan permukaan, dan mampu mengubah sifat batuan dari
oil wet menjadi water wet. Formula surfaktan MES untuk well cleaning
membutuhkan media pembawa. Pada penelitian ini media pembawa yang

digunakan adalah solar dan metil ester. Pelarut aromatik juga dibutuhkan dalam
formula. Xylene dan toluen memiliki kemampuan melarutkan asphaltene yang
mengendap dalam batuan formasi. Formulasi surfaktan untuk well cleaning
dilakukan dengan beberapa tahap yaitu menentukan konsentrasi SMES optimal
dalam menurunkan tegangan antarmuka, menentukan konsentrasi pelarut aromatik
optimal dan pengujian kinerja formula surfaktan sebagai oil well cleaning.
Pengujian kinerja yang dilakukan adalah uji thermal stability, phase behavior, dan
wettability. Formula surfaktan yang memberikan kinerja terbaik adalah formula
surfaktan SMES 3% dalam media pembawa metil ester dengan penambahan xylene
15%.

Kata kunci: Asphaltene, oil well cleaning, metil ester sulfonat

ABSTRACT
VINI VIRDIANA MULIDEAS. Formulation of Surfactant MES as Oil Well
Cleaning. Be mentored by ERLIZA HAMBALI and PUDJI PERMADI.

Oil productivity reduction may be due to plugging in the oil rock formations.
The plugging may be caused by the deposition of paraffin, asphaltene, and scale.
Problem caused by the presence of the precipitate is the rock formation can be oil

wet so that oil permeability decreases. The problem can be solved by well cleaning
technique with surfactant formula. Surfactant MES is a type of anionic surfactant
which has ability to lower the interfcial tension, surface tension, and able to change
the properties of rock from oil wet to become water wet. Surfactant MES formula
for well cleaning requires carrier agent. In this study, diesel oil and metil ester were
used as carrying agent. Aromatic solvents were also needed. Xylene and toluene
has ability to dissolve asphaltene that deposites in formation. Surfaktan formulation
for well cleaning was done with several stages, those are determine the SMES
concentration and aromatic solvents concentration. Surfactant performance tests
for oil well cleaning were thermal stability, phase behavior, and wettability. The
surfactant formula which gave the best performance was SMES 3% in metil ester
carrying agent with xylene 15% as additive.

Keywords : Asphaltene, oil well cleaning, methyl sulfonic esters

FORMULASI SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT
SEBAGAI OIL WELL CLEANING

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknologi Pertanian
Pada
Departemen Teknologi Industri PertanianDepartemen Ilmu

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
VINI VIRDIANA
2013 MULIDEAS

Judul Skripsi : Formulasi Surfaktan Metil Ester Sulfonat sebagai Oil Well Cleaning
Nama
: Vini Virdiana Mulideas
NIM
: F34090126

Disetujui oleh

Prof. Dr. Erliza Hambali

Pembimbing I

Prof. Dr. Pudji Permadi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof. Dr. Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas segala
karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul Formulasi Surfaktan Metil Ester
Sulfonat sebagai Oil Well Cleaning ini dapat diselesaikan. Skripsi ini ditulis
berdasarkan penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 sampai
September 2013 di Laboratorium EOR Surfactant and Bioenergy Research Center.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapan terimakasih yang tulus dan
mendalam kepada Prof. Dr. Erliza Hambali dan Prof. Dr. Pudji Permadi selaku

pembimbing, yang telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasinya kepada
penulis. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Mira
Rivai, Bapak Ari Iman S, S.Tp, M.Si dan seluruh staff laboratorium Surfactant and
Bioenergy Research Center (SBRC) LPPM-IPB yang telah banyak membantu
selama penelitian dan dalam pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga
disampaikan kepada mama dan papa serta seluruh keluarga, atas doa, dukungan dan
kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis selama ini.
Semoga karya tulis ini bermanfaat.

Bogor,

Oktober 2013

Vini Virdiana Mulideas

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2


Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE PENELITIAN

3

Bahan

3

Alat

3

Metode

3


HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Hasil Analisis Fluida Lapangan OK

5

Oil Well Cleaning

6

Hasil Analisis Surfaktan SMES

7

Formulasi Surfaktan untuk Oil Well Cleaning

8


Hasil Uji Kinerja Formulasi Surfaktan untuk Oil Well Cleaning
SIMPULAN DAN SARAN

11
19

Simpulan

19

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN


21

RIWAYAT HIDUP

44

DAFTAR TABEL
1 Hasil analisis air formasi dan air injeksi Lapangan OK
2 Hasil Analisis Minyak Lapangan OK
3 Hasil Analisis Surfaktan MES

5
6
7

DAFTAR GAMBAR
1 Grafik pengaruh konsentrasi SMES terhadap nilai IFT
9
2 Grafik pengaruh berbagai pelarut aromatik terhadap nilai IFT pada
media pembawa solar
10
3 Grafik pengaruh berbagai pelarut aromatik terhadap nilai IFT pada media
pembawa metil ester
10
4 Grafik pengaruh formula surfaktan setelah pengujian thermal stability
pada media pembawa solar
11
5 Grafik pengaruh formula surfaktan setelah pengujian thermal stability
pada media pembawa metil ester
12
6 Hasil analisis pengaruh larutan surfaktan pada media pembawa solar
terhadap sudut kontak batuan
14
7 Hasil analisis pengaruh larutan surfaktan pada media pembawa metil
ester terhadap sudut kontak batuan
15
8 Hasil analisis sudut kontak pada media pembawa solar tanpa surfaktan 16
9 Hasil analisis sudut kontak pada media pembawa solar tanpa surfaktan 17
10 Hasil analisis kelakuan fasa
18
11 Hasil uji IFT formula setelah dipanaskan selama satu malam
19

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Prosedur analisis fluida Lapangan OK
Prosedur analisis kinerja formula surfaktan
Data formulasi larutan surfaktan SMES
Data hasil analisis kinerja formula surfaktan SMES

22
24
29
31
37

Peralatan Formulasi dan Kinerja Oil Well Cleaning

41

Prosedur analisis surfaktan Sodium Metil Ester Sulfonat (SMES)

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Minyak bumi hingga saat ini masih menjadi sumber energi utama di dunia.
Diperkirakan permintaan minyak bumi di dunia akan meningkat dari 84 juta barrel
per hari menjadi 99 juta barrel per hari pada tahun 2015. Namun, produksi minyak
jauh lebih lambat daripada kebutuhan minyak. Produksi minyak bumi di Indonesia
mengalami kemunduran sejak tahun 2003. Indonesia mengalami defisit minyak
bumi dimana tingkat konsumsi lebih tinggi daripada tingkat produksi. Dari data
statistik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia pada
tahun 2004, produksi minyak bumi dan kondensat Indonesia tercatat sebesar
400.486 juta barel dan produksi terus berfluktuatif dan cenderung menurun, sampai
pada tahun 2010 produksi minyak bumi dan kondensat Indonesia tercatat sebesar
344.836 juta barel. Defisit kebutuhan minyak bumi tersebut membuat Indonesia
mengimpor minyak bumi dari berbagai negara, yang mengindikasikan krisis
minyak bumi telah terjadi di Indonesia.
Penurunan produktivitas sumur minyak bumi Indonesia dapat disebabkan
karena adanya penyumbatan pada sumur minyak. Penyumbatan pada sumur minyak
dapat disebabkan karena adanya endapan yang disebabkan oleh asphaltene dan
paraffin. Penyumbatan juga dapat terjadi karena adanya water coning pada reservoir.
Penyumbatan ini dapat menurunkan permeabilitas minyak bumi pada sumur.
Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah
tersebut adalah dengan teknik oil well cleaning. Oil well cleaning merupakan salah
satu metode untuk membersihkan sumur minyak bumi dari endapan asphaltene
atau paraffin. Dengan teknik oil well cleaning ini, endapan yang terdapat pada
sumur minyak dapat dibersihkan dan meningkatkan permeabilitas formasi sehingga
produktivitas sumur dapat meningkat.
Teknik oil well cleaning membutuhkan formula surfaktan. Surfaktan yang
untuk oil well cleaning digunakan untuk menurunkan tegangan permukaan dan
antar muka, mencegah pembentukan emulsi dan mampu memecah emulsi yang
telah terbentuk sebelumnya, menjadikan batuan reservoir bersifat water wet tidak
menggembungkan dan menyusutkan atau mengganggu batuan formasi dan menjaga
aktivitas permukaan pada kondisi reservoir.
Selama ini surfaktan yang digunakan adalah surfaktan yang berasal dari
produk petrokimia (petroleum sulfonat), sehingga harganya juga tergantung pada
harga minyak bumi. Di samping itu petroleum sulfonat memiliki beberapa
kelemahan yaitu kurang ramah lingkungan dan bersifat tidak terbarukan (Watkins,
2001).
Surfaktan MES berbasis minyak sawit adalah kelompok surfaktan anionic
yang dapat menggantikan surfaktan petroleum sulfonat. Kelebihan surfaktan MES
dibandingkan surfaktan petroleum sulfonat yang berbasis petrokimia adalah
bersifat terbarukan, mudah didegradasi (good biodegradability), karakteristik
dispersi yang baik, sifat detergensi yang baik terutama pada air dengan tingkat
kesadahan yang tinggi (hard water), dapat mempertahankan aktivitas enzim yang
lebih baik, dan toleransi yang lebih baik terhadap keberadaan kalsium (Matheson,
1996). Kemampuan surfaktan dalam menurunkan tegangan antar muka pada proses

2
oil well cleaning sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan reservoir, diantaranya
adalah salinitas, suhu, sifat batuan dan fluida formasi, kompatibilitas surfaktan
dengan fluida formasi, dan tekanan reservoir. Pengembangan teknologi produksi
dan aplikasi surfaktan MES untuk IOR di Indonesia memiliki prospek yang sangat
baik karena melimpahnya ketersediaan bahan baku metil ester yang dapat disintesis
menjadi surfaktan MES.

Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan formula surfaktan berbasis MES olein sawit untuk well cleaning

sesuai kondisi reservoir.
2. Mendapatkan informasi uji kinerja formula surfaktan SMES yang dihasilkan

untuk oil well cleaning.

Ruang Lingkup Penelitian
1. Basis surfaktan yang digunakan adalah surfaktan MES dari Metil Ester Olein
Sawit.
2. Fluida berasal dari lapangan minyak bumi.
3. Pelarut surfaktan yang digunakan dalam penelitian ini adalah solar dan metil
ester olein sawit.
4. Bahan aditif yang digunakan adalah yang larut minyak.
5. Formulasi surfaktan berbasis SMES olein sawit untuk oil well cleaning.
6. Uji kinerja formula surfaktan SMES yang dihasilkan untuk oil well cleaning.

3
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan April 2013 sampai dengan
Agustus 2013 di Laboratorium Surfaktan dan Polimer - Pusat Penelitian Surfaktan
dan Bioenergi (Surfactant and Bioenergy Research Center LPPM-IPB), Bogor.
Bahan dan Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik,
peralatan gelas, pipet mohr, pipet serologis, gelas piala, gelas ukur, oven, pH meter,
spinning drop tensiometer, densitymeter, viskosimeter, phase behavior apparatus,
spektrofotometer, mikroskop, magnetic stirrer, hot plate, tabung injeksi, filter
holder, stopwatch, kamera, erlenmeyer, ampul, sentrifuge, buret, labu takar,
refraktometer, serta alat-alat lain yang dibutuhkan untuk analisis.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah surfaktan metil ester
sulfonat yang terbuat dari minyak olein sawit dan fluida dari lapangan minyak.
Bahan kimia yang digunakan untuk proses formulasi surfaktan MES untuk aplikasi
oil well cleaning adalah minyak solar, metil ester, toluen, xylene, indicator
Bromocresol Green, indicator Methylen Blue, hyamine, chloroform, gas nitrogen,
dan bahan-bahan lain untuk analisa.

Metode

Penelitian “Formulasi Surfaktan Metil Ester Sulfonat sebagai Oil well
cleaning” dilakukan dengan beberapa tahap sebagai berikut.
1. Analisis sifat fisiko-kimia surfaktan MES dari metil ester olein sawit

Analisis ini dilaksanakan untuk mengetahui sifat fisiko-kimia surfaktan MES
dari olein sawit. Pengujian yang dilakukan terhadap surfaktan MES adalah
pengukuran pH (BSI 1996), pengukuran densitas dengan menggunakan density
meter DMA 4500M, penentuan viskositas (SNI 06-4558-1998), penentuan bilangan
iod (AOAC 1995), dan penentuan bilangan asam dan bahan aktif surfaktan anionik
(Epthon 1948). Prosedur analisis surfaktan MES dapat dilihat pada Lampiran 1.
Analisis sifat fisiko-kimia fluida Lapangan Minyak OK
Fluida yang terdapat di reservoir adalah air formasi, air injeksi, dan minyak.
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisika-kimia fluida tersebut. Analisis
ini terbagi menjadi dua tahap yaitu analisis air formasi / injeksi dan analisis minyak
2.

a. Analisis air formasi/injeksi
Analisis untuk air injeksi/formasi terdiri dari pengukuran pH (SMEWW 21th
(2005): 4500-H*.B), turbidity (SMEWW 21th (2005): 2120-Color.C), total
suspended solid (SMEWW 21th (2005): 2540D), total dissolved solid (SMEWW
21th (2005): 2540C), conductivity (SMEWW 21th (2005): 2510B), hardness
(SMEWW 21th (2005): 2340-Hardness.C), chloride(Cl-) (SMEWW 21th
(2005): 4500-Cl.C), free chlorine(Cl2-) (SMEWW 21th (2005): 4500Cl.Chlorine.B), iron (Fe2+) (SMEWW 21th (2005): 3111 B), calcium (Ca2+)
(SMEWW 21th (2005): 3111 B), ammonia (NH3-) (SMEWW 21th (2005): 3111
B), sulphate (SO42-) (SMEWW 21th (2005): 3111 B), sulfide (H2S-) (SMEWW

4
21th (2005): 3111 B), phenol (SMEWW 21th (2005): 3111 B), oil & grease
(SMEWW 21th (2005): 3111 B), BOD5 (SMEWW 21th (2005): 3111 B), COD
(SMEWW 21th (2005): 3111 B), barium (Ba2+) (SMEWW 21th (2005): 3111
B), sodium (Na+) (SMEWW 21th (2005): 3111 B), magnesium (Mg2+)
(SMEWW 21th (2005): 3111 B), TPC (SMEWW 21th (2005): 3111 B), CO3
(SMEWW 21th (2005): 3111 B), SO2 (SMEWW 21th (2005): 3111 B), CO2
(SMEWW 21th (2005): 3111 B) dan TPH (SMEWW 21th (2005): 3111 B).
b. Analisis minyak
Analisis untuk minyak yang akan dilakukan terdiri dari pengukuran
viskositas (SNI 06-4558-1998), pengukuran densitas dan API Gravity
menggunakan density meter DMA 4500M, free fatty acid (SNI 01-2891-1992)
dan uji asphaltene (IP 1965).
3. Formulasi oil well cleaning berbasis MES olein sawit

Tahapan ini dilakukan untuk memperoleh formulasi surfaktan yang
dapat diaplikasikan membersihkan sumur produksi. Formulasi dilakukan
melalui beberapa tahap yaitu pemilihan konsentrasi surfaktan MES dengan
metode critical micelle concentration (CMC) dan pemilihan konsentrasi
pelarut asphaltene. Parameter uji pada tahapan ini adalah pengukuran IFT
menggunakan spinning drop tensiometer, pH (BSI 1996) dan densitas dengan
menggunakan density meter DMA 4500M.
4. Melakukan pengujian kinerja formulasi oil well cleaning agent

Uji kinerja formulasi ini dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai
hasil kinerja dari formulasi terbaik yang diperoleh sebagai oil well cleaning. Uji
laboratorium pada tahapan ini adalah IFT menggunakan spinning drop tensiometer,
phase behavior (SBRC, 2012) dan wettability (Adim, 1991).
- Uji IFT formula oil well cleaning dilakukan untuk mengetahui
kemampuan surfaktan dalam menurunkan tegangan antarmuka antara
formula surfaktan dan air formasi lapangan.
- Uji phase behavior dilakukan pada suhu reservoir yaitu 121°C.
Pengamatan dilakukan secara periodik dalam satu hari. Pengujian ini
bertujuan untuk mengetahui jenis emulsi yang terbentuk antara formulasi
surfaktan dan air formasi.
- Uji wettability dilakukan untuk mengetahui sudut kontak yang terbentuk
antara batuan yang telah diberi perlakuan dan minyak bumi. Hasil yang
diharapkan pada pengujian ini adalah sifat batuan dapat berubah dari oil
wet menjadi water wet setelah batuan direndam dalam formulasi surfaktan.
- Uji thermal stability dilakukan untuk mengetahui pengaruh panas
terhadap kinerja surfaktan. Pengujian ketahanan panas dilakukan
simultan dengan pengujian tegangan antarmuka.

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL ANALISIS FLUIDA LAPANGAN OK
Fluida formasi OK terdiri dari air formasi dan minyak bumi, sedangkan air
injeksi diinjeksikan untuk membantu meningkatkan produktivitas minyak. Air
formasi adalah air yang ikut terproduksi bersama-sama dengan minyak dan gas. Air
formasi hampir selalu ditemukan didalam reservoir hidrokarbon karena memang
dengan adanya air ini ikut menentukan terakumulasinya hidrokarbon didalam suatu
akumulasi minyak. Air selalu menempati sebagian dari suatu reservoir, minimal 10
% dan maksimal 100 % dari keseluruhan pori. Air formasi pada umumnya
mengandung berbagai kation dan anion. Kandungan kation yang terdapat dalam air
formasi adalah natrium (Na+), kalsium (Ca2+), magnesium (Mg2+), barium (Br2+),
dan besi (Fe2+). Sedangkan untuk kandungan anion pada umumnya adalah klorida
(Cl-), sulfat (SO42-), karbonat (CO32-), dan bikarbonat (HCO32-).
Sedangkan air injeksi adalah air yang telah diolah untuk diinjeksikan ke
dalam sumur minyak untuk meningkatkan produktivitas minyak. Air injeksi dapat
berupa air laut, air formasi yang telah diolah kembali, dan air sekitar sumur. Hasil
analisis air formasi dan air injeksi OK disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil analisis air formasi dan air injeksi Lapangan OK
Parameter
Air
Air
Formasi OK
Injeksi OK
pH
7.2
8.0
Turbidity
5.95
3.68
TSS
48
28
TDS
21190
19990
Conductifity
24.95
21.95
Salinitas
23.0
22.6
Hardness, CaCO3
832.67
860.69
Chloride, Cl
19421.46
19005.03
Ammonia, NH3
25.80
24.11
Sulphate, SO4
72.79
108.01
Free Clorin, Cl2
90°), yang

13
berarti batuan bersifat water wet. Wettability ini penting peranannya dalam
produktivitas reservoir, sebab akan menimbulkan tekanan kapiler yang akan
memberikan dorongan sehingga minyak atau gas dapat bergerak.
Wettabilitas terbagi menjadi dua kategori berdasarkan pada jenis komponen
yang mempengaruhi, yaitu :
1. Oil wet
Oil wet terjadi jika suatu batuan mempunyai sudut kontak fluida
(minyak) terhadap batuan itu sendiri lebih kecil dari 90°(θ < 90°). Kejadian
ini terjadi sebagai akibat dari gaya adhesi yang lebih besar pada sudut lancip
yang dibentuk antara minyak dengan batuan. Karakter oil wet pada kondisi
batuan reservoir tidak diharapkan terjadi sebab akan menyebabkan jumlah
minyak yang tertinggal pada batuan reservoir saat diproduksi lebih besar
daripada water wet.
2. Water wet
Water wet terjadi jika suatu batuan mempunyai sudut kontak antara
fluida (minyak) terhadap batuan itu sendiri dengan sudut lebih besar dari
90° (θ > 90°).
Menurut Ellen (1984) endapan asphaltene pada formasi dapat menyebabkan
batuan bersifat oil wet namun batuan yang diharpkan adalah memiliki sifat water
wet agar permeabilitas minyak meningkat. Sehingga pengujian wettability sangat
penting dalam mengukur kinerja formula suatu surfaktan.
Pengujian formula surfaktan SMES dalam media pembawa metil ester dan
solar dilakukan dengan tiga tahap. Tahap pertama adalah merendam batuan formasi
yang telah dicuci dengan core extraction di dalam air formasi pada suhu reservoir
selama enam jam. Perlakuan ini bertujuan untuk mengondisikan kembali batuan
saat di reservoir. Kemudian batuan diukur wettability dengan meneteskan minyak
bumi di atasnya. Hal ini bertujuan untuk mengetahui derajat sudut kontak awal
batuan. Tahap kedua adalah batuan direndam dalam minyak lapangan OK selama
enam jam kemudian dicuci dalam air formasi dan direndam dalam formula
surfaktan selama enam jam pada suhu reservoir. Perendaman batuan dalam formula
surfaktan selama enam jam dikarenakan proses well cleaning di lapangan hanya
berlangsung selama enam jam. Setelah perendaman batuan dalam formula
surfaktan, batuan diukur sudut kontaknya. Tahap ketiga adalah perendaman batuan
tersebut dengan air formasi lapangan pada suhu reservoir selama enam jam dan
diukur kembali sudut kontaknya. Hal ini juga bertujuan untuk mengondisikan
kembali batuan pada kondisi reservoir setelah dilakukan proses well cleaning. Hasil
pengukuran sudut kontak batuan reservoir dengan minyak Lapangan OK pada
media pembawa solar dan metil ester dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7.
Hasil pengujian sudut kontak formula surfaktan dalam media pembawa
solar menunjukkan bahwa batuan mengalami perubahan sudut kontak pada setiap
tahap perlakuan. Pada tahap pertama sudut kontak batuan menunjukkan bahwa
batuan memiliki sifat oil wet karena sudut kontak yang dihasilkan kurang dari 90°.
Pada tahap kedua, sudut kontak yang dihasilkan mengalami peningkatan pada
ketiga formula. Pada tahap ketiga, sudut kontak yang dihasilkan mengalami
peningkatan yang tinggi pada ketiga formula namun sudut kontak yang dihasilkan
belum melebihi 90° sehingga batuan masih bersifat oil wet. Batuan yang memiliki
sudut kontak tertinggi adalah batuan yang direndam dalam formula surfaktan

14
dengan penambahan pelarut campuran xylene toluen. Sudut kontak terbaik yang
dihasilkan adalah 72,2°.

Keterangan :
A = Solar + SMES 3% + Xylene 10%
B = Solar + SMES 3% + Toluene 15%
C = Solar + SMES 3% + Xylene Toluene (50:50) 15%
Tahap 1 = Batuan yang sudah dicuci direndam dalam air formasi selama 6 jam
Tahap 2 = Batuan yang sama (batuan tahap pertama) direndam dalam larutan
surfaktan selama 6 jam
Tahap 3 = Batuan yang sama (batuan tahap kedua)direndam kembali dalam
air formasi selama 6 jam
Gambar 6. Hasil analisis pengaruh larutan surfaktan pada media pembawa solar
terhadap sudut kontak batuan
Pada formula surfaktan dengan media pembawa metil ester, pengujian
wettability memiliki hasil yang tidak jauh berbeda dengan solar. Batuan formasi
memiliki sifat oil wet, hal ini diindikasikan dengan sudut kontak batuan yang
kurang dari 90° pada tahap pertama. Pada ketiga formula surfaktan sudut kontak
mengalami peningkatan pada tahap kedua dan mengalami peningkatan yang cukup
tingg pada tahap ketiga. Formula surfaktan yang memiliki sudut kontak tertinggi
adalah formula surfaktan SMES dengan penambahan pelarut xylene. Sudut kontak
yang dihasilkan formula tersebut adalah 84,6°. Sudut kontak yang dihasilkan batuan
setelah perendaman formula surfaktan menunjukkan bahwa formula surfaktan
memengaruhi perubahan sudut kontak batuan menjadi tinggi namun sifat batuan
belum menjadi water wet.

15

Keterangan :
D = Metil Ester + SMES 3% + Xylene 15%
E = Metil Ester + SMES 3% + Toluene 15%
F = Metil Ester + SMES 3% + Xylene Toluene (50:50) 10%
Tahap 1 = Batuan yang sudah dicuci direndam dalam air formasi selama 6 jam
Tahap 2 = Batuan yang sama (batuan tahap pertama) direndam dalam larutan
surfaktan selama 6 jam
Tahap 3 = Batuan yang sama (batuan tahap kedua)direndam kembali dalam
air formasi selama 6 jam
Gambar 7. Hasil analisis pengaruh larutan surfaktan pada media pembawa
metil ester terhadap sudut kontak batuan
Pada pengukuran sudut kontak batuan, formula media pembawa (solar dan
metil ester) dengan penambahan pelarut aromatik tanpa surfaktan digunakan
sebagai pembanding untuk melihat efektivitas kinerja surfaktan dalam mengubah
wettability batuan. Tahapan pengujian sama namun formula yang digunakan untuk
merendam batuan merupakan formula tanpa surfaktan. Hasil pengujian dapat
dilihat pada Gambar 8 dan 9.
Pada formula media pembawa solar dengan penambahan xylene 10%,
toluene 15%, dan xylene toluene 15% tanpa penambahan surfaktan diperoleh
bahwa sudut kontak batuan meningkat setelah perendaman namun peningkatan
yang diperoleh berkisar sekitar 9-10° dari tahap pertama hingga tahap ketiga. Hasil
yang sama juga terjadi pada sudut kontak batuan yang terbentuk setelah
perendaman dengan media pembawa metil ester dengan xylene 15%, toluene 15%,
dan xylene toluene 10% tanpa surfaktan. Peningktan sudut kontak dari tahap
pertama hingga tahap ketiga adalah sekitar 10-14°. Sudut kontak yang dibentuk
antara batuan dan minyak setelah perendaman dalam formula tanpa surfaktan
menunjukkan hasil yang tidak sebaik dari formula dengan surfaktan. Hal ini
menunjukkan bahwa surfaktan efektif dalam mengubah wettability batuan.

16

Keterangan :
A = Solar + SMES 3% + Xylene 10%
B = Solar + SMES 3% + Toluene 15%
C = Solar + SMES 3% + Xylene Toluene (50:50) 15%
Tahap 1 = Batuan yang sudah dicuci direndam dalam air formasi selama 6 jam
Tahap 2 = Batuan yang sama (batuan tahap pertama) direndam dalam larutan
surfaktan selama 6 jam
Tahap 3 = Batuan yang sama (batuan tahap kedua)direndam kembali dalam
air formasi selama 6 jam
Gambar 8. Hasil analisis sudut kontak pada media pembawa solar tanpa
surfaktan

17
Keterangan :
D = Metil Ester + SMES 3% + Xylene 15%
E = Metil Ester + SMES 3% + Toluene 15%
F = Metil Ester + SMES 3% + Xylene Toluene (50:50) 10%
Tahap 1 = Batuan yang sudah dicuci direndam dalam air formasi selama 6 jam
Tahap 2 = Batuan yang sama (batuan tahap pertama) direndam dalam larutan
surfaktan selama 6 jam
Tahap 3 = Batuan yang sama (batuan tahap kedua)direndam kembali dalam
air formasi selama 6 jam
Gambar 9. Hasil analisis sudut kontak pada media pembawa solar tanpa
surfaktan
Kelakuan Fasa (Phase behavior)
Pengujian kelakuan fasa dilakukan dengan mencampurkan larutan formula
dengan air formasi kemudian dipanaskan pada suhu reservoir 121°C dalam oven.
Kemudian diamati pembentukan emulsinya selama beberapa periode dalam satu
hari. Jenis emulsi yang paling diharapkan dalam metode IOR adalah emulsi fasa tengah
atau mikroemulsi atau paling tidak emulsi fasa bawah (Tim lemigas, 2002).
Pengamatan yang dilakukan adalah perubahan warna air formasi yang diamati
pada menit ke-10 serta jam ke-2 dan ke-4 setelah pemanasan larutan selama satu jam
pada suhu 121°C dan pembentukan emulsi antara formula surfaktan dan air formasi.
Perubahan warna air formasi yang diamati selama pemanasan adalah warna air yang
menjadi keruh, keputihan atau tetap jernih sedangkan pembentukan emulsi yang
diamati adalah adanya lapisan putih di antara kedua cairan, gumpalan putih yang
berbentuk cincin antara kedua cairan atau tidak ada keduanya. Selain itu, pengukuran
IFT formula juga dilakukan setelah pemanasan selama satu hari. Hasil analisis
kelakuan fasa formula disajikan pada Lampiran 5.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada ketiga formula surfaktan
dengan media pembawa metil ester tidak terjadi emulsi namun air formasi
mengalami perubahan warna menjadi keruh. Air formasi ketiga larutan surfaktan
dengan media pembawa metil ester mengalami perubahan warna dari jam ke-0, ke2, dan ke-4 namun air formasi kembali jernih setelah mengalami pemanasan selama
satu malam. Sedangkan pada ketiga formula surfaktan dengan media pembawa
solar tidak memiliki emulsi dan air formasi tidak mengalami perubahan warna.
Kekeruhan pada air formasi di larutan formula surfaktan dengan media pembawa
metil ester menunjukkan bahwa mikroemulsi cenderung berbaur dengan air
formasi. Hal ini menunjukkan bahwa fase yang terbentuk adalah fase bawah atau
disebut dengan type II-. Kekeruhan air formasi lebih terlihat pada formula surfaktan
pada media pembawa metil ester dengan penambahan pelarut xylene 15%. Hal ini
berbanding lurus dengan IFT yang dihasilkan. Hasil uji IFT formula surfaktan
dengan air formasi tersebut setelah dipanaskan selama satu malam menunjukkan
bahwa formula surfaktan pada media pembawa metil ester dengan penambahan
pelarut xylene 15% memiliki nilai IFT terendah di antar kelima formula lainnya.
Hasil analisis IFT formula surfaktan setelah dipanaskan selama satu malam
ditunjukkan pada Gambar 10.

18

Keterangan :
A = Solar + SMES 3% + Xylene 10%
B = Solar + SMES 3% + Toluene 15%
C = Solar + SMES 3% + Xylene Toluene (50:50) 15%
D = Metil Ester + SMES 3% + Xylene 15%
E = Metil Ester + SMES 3% + Toluene 15%
F = Metil Ester + SMES 3% + Xylene Toluene (50:50) 10%
Gambar 10. Hasil uji IFT formula setelah dipanaskan selama satu malam

19

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil analisis uji kinerja formula surfaktan dengan media pembawa metil
ester dan solar dan penambahan berbagai pelarut aromatik, dapat disimpulkan
bahwa formula surfaktan yang menghasilkan kinerja terbaik adalah formula
surfaktan SMES 3% dengan penambahan xylen 15% pada media metil ester. Hal
ini ditunjukkan dengan uji kinerja thermal stability, wettability, dan phase behavior
yang baik pada formula tersebut.
Pada uji kinerja thermal stability, formula surfaktan SMES dengan
penambahan xylene 15% dalam media metil ester memiliki kestabilan yang baik
terhadap suhu 121°C bahkan uji IFT menunjukkan bahwa nilai tegangan antarmuka
mengalami penurunan sampai hari ketiga. Begitu juga dengan uji wettability yang
menunjukkan bahwa formula tersebut dapat mengubah sudut kontak batuan dari
45,4° menjadi 89,4°. Sudut kontak yang dihasilkan adalah sudut kontak terbaik di
antara kelima formula lainnya. Pada uji phase behavior, fase yang terbentuk antara
kedua larutan adalah II- atau fase bawah dan nilai tegangan antarmuka yang
dihasilkan sangat kecil yaitu 1,84E-02 dyne/cm.
Saran
Pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan uji lanjutan untuk melihat
kinerja surfaktan MES pada media pembawa toluen dan xylene sebagai
pembanding terhadap kinerja formula surfaktan yang dihasilkan.

20

DAFTAR PUSTAKA
Allen TO dan Roberts AP. 1984. Production Operation 2 : Well Completions,
Workover and Stimulation. Oil & Gas Consultants International (OGCI)
Inc., Tulsa, Oklohoma, USA.
[AOCS] Official Method Cd 1d-92. 1998. Iodine Value of Fats and Oils,
Cyclohexane-Acetic Acid Method. In : D. Firestone (Ed.). Official
Methods and Recommended Practices of the American Oil Chemists’
Society. 5th Edition, AOCS, Champaign.
[ESDM] Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Indonesia. 2010. Statistik
Minyak Bumi. http://prokum.esdm.go.id/. [20-08-2013].
Matheson KL. 1996. Formulation of Household and Industrial Detergents dalam
Spitz, L. (ed.), Soap and Detergents: A Theoretical and Practical Review.
Illinois: AOCS Press.
Pratomo A. 2005. Pemanfaatan Surfaktan Berbasis Minyak Sawit Pada Industri
Perminyakan. Prosiding Seminar Nasional Pemanfaatan Oleokimia
Berbasis Minyak sawit pada Berbagai lndustri. Bogor, 24 November 2005.
Poetker RH, Chronister WC, Miller GE. 1961. Production Stimulation by
Surfactant. SPE Reservoir Engineering Paper, SPE 215.
Tim Lemigas. 2002. Studi Awal Implementasi Injeksi Kimia di Formasi Talang
akar, Struktur Talang Akar Pendopo Lapangan Prabumulih: Penentuan
Parameter Batuan, Fluida reservoir dan rancangan Fluida Injeksi.
Lemigas.
Watkins C. 2001. Surfactant and Detergent : All Eyes are On Texas. Inform 12 :
1152 – 1159.

21

Lampiran 1. Prosedur Analisis Surfaktan Sodium Metil Ester
Sulfonat (SMES)
1. Penentuan Bilangan Asam dan Bahan Aktif Surfaktan Anionik Melalui
Titrasi Kationik (Epthon, 1948)
Surfaktan yang akan diuji ditimbang sebanyak 1 ± 0,001 g dengan
menggunakan neraca analitik dalam gelas piala 100 ml. Sebanyak 30 ml aquades
ditambahkan lalu larutan dipanaskan selama ± 10 menit dalam penangas sampai
larut semua. Larutan kemudian didinginkan dan ditambahkan indikator
phenofthalein 1 %, kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N dengan factor
1,0603 hingga berwarna merah muda. Volume titrasi dicatat untuk menghitung
bilangan asam. Larutan sampel kemudian diencerkan ke dalam labu ukur 1000 ml.
Sementara itu, methylen blue dipipet sebanyak 3 ml dan dimasukkan ke dalam gelas
ukur asah bertutup gelas 100 ml dan kemudian ditambahkan 5 ml sampel SMES
hasil pengenceran. Sebanyak 10 ml kloroform ditambahkan sampai terlihat dua fasa.
Campuran tersebut kemudian dititrasi dengan n-cetylpyridium chloride hingga
terbentuk warna yang sama biru diantara dua fasa tersebut. Volume titrasi dicatat
sebagai volume kationik.
Bilangan Asam =
Bahan Aktif (%) =



��



� �





� ��

� ,9

� ,

2. Pengukuran pH (BSI, 1996)
Nilai pH dari larutan contoh ditentukan dengan pengukuran potensiometrik
menggunakan elektroda gelas dan pH-meter komersial.Alat pH-meter disiapkan
dan dikalibrasi terlebih dahulu. Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan larutan
buffer pH 4,0 dan 9,0. Elektroda kemudian dibilas dengan air bebas CO2 yang
memiliki pH antara 6,5 sampai 7,0. Selanjutnya elektroda dicelupkan ke dalam
larutan MES yang telah disiapkan.Nilai pH dibaca pada pH-meter setelah angka
stabil.Elektroda kemudian dibilas kembali dengan air bebas CO2.Pengukuran
dilakukan dua kali. Apabila dari dua kali pengukuran nilai yang terbaca mempunyai
selisih lebih dari 0,2 maka harus dilakukan pengulangan pengukuran termasuk
kalibrasi.
3. Penentuan Viskositas Menggunakan Rheometer Brookfield DV-III Ultra
Pertama spindle yang tersedia dipasang ke viscometer dan kemudian
diturunkan perlahan sehingga spindle masuk ke dalam sampel. Volume sampel
yang digunakan jangan terlalu banyak atau berlebihan karena sangat menentukan
system kalibrasi. Untuk memperoleh sampel yang mewakili, ketinggian cairan
diatur segaris dengan batang spindle pada garis kira-kira 3,2 mm di atas bagian atas
spindle yang meruncing dan kabel pengukur suhu pada alat dipasangkan.
Rhometer kemudian dijalankan dengan kecepatan 6 rpm dan kemudian baca
nilai viskositas setiap 2 detik selama 1 menit. Nilai viskositas akan terbaca secara

22
otomatis oleh alat. Data hasil pembacaan di-export ke dalam format .xlsx dan
beberapa data pertama dari hasil pembacaan dibuang karena dianggap kondisi
putaran spindle belum stabil. Pengambilan data dimulai dari nilai yang mulai
terbaca stabil. Ubah data viskositas, torque, shear rate, dan shear stress menjadi
dua angka desimal dan temperatur menjadi satu angka desimal. Setelah itu rataratakan data dari semua nilai pengukuran.
4. Pengukuran Densitas Menggunakan Density Meter DMA 4500M Anton
Paar
Densitymeter DMA 4500M Anton Paar dinyalakan.Sebelum dipakai,
densitymeter dilakukan warming up selama