Sintesis Paduan Ti-6Al-4Nb sebagai Matrial Implan Pengganti Komponen Tibial

SINTESIS PADUAN Ti-6Al-4Nb SEBAGAI MATERIAL
IMPLAN PENGGANTI KOMPONEN TIBIAL

ZASHLI DEOFARANA

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sintesis Paduan Ti6Al-4Nb sebagai Material Implan Pengganti Komponen Tibial adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013
Zashli Deofarana
NIM G74090009

ABSTRAK
ZASHLI DEOFARANA. Sintesis Paduan Ti-6Al-4Nb sebagai Material Implan
Pengganti Komponen Tibial. Dibimbing oleh M. NUR INDRO dan SULISTIOSO
GIAT SUKARYO.
Sintesis paduan Ti-6Al-4Nb dilakukan dengan peleburan menggunakan Tri
Arc Melting Furnace. Tiap sampel dilebur sebanyak lima kali agar paduan lebih
homogen. Penambahan alumunium dan niobium diharapkan dapat menstabilkan
fasa α dan sehingga dihasilkan paduan α -titanium. Namun dari hasil penelitian
yang sudah dilakukan, paduan titanium yang dihasilkan adalah paduan α-titanium.
Paduan α-titanium memiliki struktur kristal berupa Hexagonal Close Packed
(HCP) dengan bidang slip yang tidak searah sehingga deformasi yang terjadi pada
kristal ini dapat menyebabkan keretakan. Keberadaan oksigen dalam titanium
murni secara signifikan dapat menaikkan nilai kekerasan titanium. Penambahan
alumunium juga dapat meningkatkan kekerasan paduan titanium karena
penambahan alumunium semakin menstabilkan fasa α pada paduan α-titanium.
Ketahanan korosi titanium dapat ditingkatkan dengan penambahan pemadu

alumunium dan niobium. Pelapisan titanium dengan komposit HA/kitosan juga
terbukti dapat menurunkan laju korosi karena lapisan komposit HA.kitosan
menghalangi interaksi langsung paduan titanium dengan larutan pengkorosi.
Kata kunci: kekerasan, ketahanan korosi, paduan Ti-6Al-4Nb, peleburan, αtitanium

ABSTRACT
ZASHLI DEOFARANA. Synthesis of Ti-6Al-4Nb Alloy as Implant Materials of
Component Tibial Substitue. Supervised by M. NUR INDRO and SULISTIOSO
GIAT SUKARYO.
Synthesis of Ti-6Al-4Nb alloy was done by melting using Tri Arc Melting
Furnace. Each sample was remelted five times to ensure the homogenity.
Aluminum and niobium addition were expected to stabilize α phase and phase
until the α -titanium alloy was resulted. Yet based on the experiment, it was αtitanium alloy resulted. α-titanium alloy was a Hexagonal Close Packed (HCP)
crystalline structure which would be cracked if deformation non-uniaxial happens.
The presence of oxygen in pure titanium significantly increased the hardness of
titanium. The addition of aluminum was also able to increase the hardness of
titanium alloy because aluminum more stabilize the α phase in the α-titanium
alloy. The corrosion ressistance of titanium could be increased by adding
aluminum and niobium. Titanium coating with HA/chitosan composite was also
proved in decreasing the corrosion rate because it barried direct interaction

between titanium alloy and corrotion solution.
Keywords: corrosion ressistance, hardness, melting, Ti-6Al-4Nb alloy, α-titanium

SINTESIS PADUAN Ti-6Al-4Nb SEBAGI MATERIAL IMPLAN
PENGGANTI KOMPONEN TIBIAL

ZASHLI DEOFARANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Fisika

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Judul Skripsi : Sintesis Paduan Ti-6Al-4Nb sebagai Matrial Implan Pengganti
Komponen Tibial
Nama
: Zashli Deofarana
NIM
: G74090009

Disetujui oleh

Drs. M. Nur Indro, M.Sc
Pembimbing I

Sulistioso Giat Sukaryo, M.T
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si
Ketua Departemen Fisika


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan pada Alloh SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan
tugas akhir dengan judul “Sintesis Paduan Ti-6Al-4Nb sebagai Material Implan
Pengganti Komponen Tibial” sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana
di Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut
Pertanian Bogor.
Penulisan laporan tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak,
oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. M. Nur Indro, M.Sc dan Bapak Sulistioso Giat Sukaryo, MT
selaku dosen pembimbing skripsi atas semua saran dan masukannya.
2. Bapak Dr. Kiagus Dahlan selaku pembimbing akademik serta semua
dosen dan staff Departemen Fisika IPB.
3. Ayahanda dan Alm. Ibunda tercinta, kakak-kakakku dan semua keluarga
besar yang selalu memberikan doa, nasehat, semangat dan motivasi
kepada penulis.
4. Teman-teman fisika 46 yang selalu membawa senyum dan keceriaan bagi
penulis.

5. Teman-teman seperjuangan di Badan Tenaga Nuklir.
6. Pak Joko, Pak Mashadi, dan seluruh tenaga ahli di Badan Tenaga Nuklir
atas bantuannya terhadap penelitian ini.
7. Penghuni Berly’s House, terima kasih untuk persaudaraan kita selama 4
tahun, 4year 4ever.
8. Temen-temen Asrama TPB IPB C2 Lorong 10 yang menjadi penerang
penulis di awal perantauan.
9. Seluruh Juventini dan Juvedona yang selalu setia dengan bendera hitam
putih. Fino Alla Fine Forza Juve! Juventus Per Sempre Sara!
Selanjutnya, penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari
sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan
demi kemajuan penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2013
Zashli Deofarana

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah


2

Tujuan Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

METODE

3

Bahan

3

Alat


3

Sintesis Paduan Ti-6Al-4Nb

4

Rolling

4

Pemotongan Sampel

4

Mounting

5

Grinding


5

Pembuatan Larutan Komposit HA/kitosan

5

Pelapisan dengan Metode Sol Gel

5

Uji Komposisi

6

Karakterisasi Struktur Fasa

6

Uji Kekerasan


6

Uji Korosi

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Hasil Sintesis Paduan Ti-6Al-4Nb

7

Uji Komposisi

8

Karakterisasi Struktur Fasa

9

Uji Kekerasan

13

Uji Korosi

14

SIMPULAN DAN SARAN

15

Simpulan

15

Saran

15

DAFTAR PUSTAKA

16

LAMPIRAN

17

RIWAYAT HIDUP

27

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Komposisi sampel paduan
Penamaan sampel
Sudut 2θ, intensitas dan fasa sampel A0
Sudut βθ, intensitas dan fasa sampel A1
Sudut βθ, intensitas dan fasa sampel A2
Parameter kisi fasa α-Ti pada sampel A0, A1, dan A2
Sudut βθ, intensitas dan fasa sampel A2 berlapis komposit HA/kitosan
Nilai kekerasan sampel A0, A1, dan A2
Nilai laju korosi sampel A0, A1, A2, dan A2 berlapis komposit
HA/kitosan

4
7
11
11
11
12
12
13
14

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Endoprostetik pada sendi lutut
Struktur kristal
Ingot hasil sintesis
Komposisi sampel hasil peleburan
Pola difraksi sampel

1
2
8
9
10

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Diagram alir penelitian
Peralatan yang digunakan
Diagram fasa Ti-Al
Data uji komposisi EDS
Database JCPDS
Perhitungan uji keras
Perhitungan uji korosi
Contoh perhitungan parameter kisi pada sampel A1

17
18
18
19
22
23
25
25

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sendi lutut merupakan salah satu bagian tubuh manusia yang rentan
mengalami kerusakan. Kerusakan pada sendi lutut biasa dikenal dengan nama
osteoarthritis. Penyebab osteoarthritis, diantaranya adalah faktor usia,
pengapuran, dan cidera karena kecelakaan. Hal yang paling sering ditemui adalah
masalah keausan pada sendi lutut karena adanya gesekan berulang yang terusmenerus terjadi.1
Bila kerusakan sendi lutut sudah parah, penanganan terbaik yang bisa
dilakukan adalah dengan melakukan operasi penggantian lutut total (Total Joint
Replacement). Dalam operasi penggantian lutut total, permukaan tulang dan
tulang rawan yang telah rusak diganti dengan endoprostetik. 2 Endoprostetik
merupakan alat bantu gerak yang diimplan dalam tubuh dan terbuat dari logam
atau polimer. Endoprostetik dapat digunakan selama 15 sampai 20 tahun hingga
permukaan tulang yang berada pada endoprostetik mengalami keropos sehingga
diperlukan penanganan lanjutan.1 Contoh endoprostetik yang terbuat dari logam
dapat dilihat pada Gambar 1.
Material yang digunakan sebagai pergantian sendi lutut harus memiliki dua
persyaratan utama, yaitu biocompatible dan memiliki sifat mekanis yang baik dan
sesuai. Biocompatible artinya material harus dapat diterima dengan baik oleh
tubuh dan tidak menimbulkan efek samping yang membahayakan setelah
pemasangan. Sedangkan sifat mekanis lebih kepada kemampuan material tersebut
untuk mengerjakan tugasnya layaknya sendi lutut asli. 3 Material seperti ini lebih
sering disebut sebagai biomaterial. Titanium murni maupun paduan titanium
menjadi material yang paling sering digunakan karena memiliki sifat
biokompatibilitas yang lebih baik dari paduan cobalt ataupun stainless stell.
Diantara biomaterial tersebut, titanium secara biologis bersifat inert dan memiliki
ketahanan terhadap korosi yang sangat baik.4
Bahan implan juga harus bersifat bioaktif sehingga memungkinkan jaringan
tubuh disekitarnya dapat tumbuh kembali dengan baik. Titanium sebagai implan
tidak bersifat bioaktif sehingga perlu dilakukan pelapisan pada titanium dengan
menggunakan bahan atau lapisan yang bersifat bioaktif seperti hidroksipatitkitosan (HA/kitosan).3

Gambar 1 Endoprostetik pada sendi lutut.5,6

2
Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah karakteristik paduan Ti-6Al-4Nb bila digunakan sebagai
material implan ?
2. Bagaimanakan laju korosi paduan Ti-6Al-4Nb sebelum dan setelah dilapisi
komposit HA/kitosan serta pengaruhnya terhadap sifat biokompatibilitas ?

Tujuan Penelitian
1. Mensintesis paduan Ti-6Al-4Nb sebagai material implan pengganti
komponen tibial.
2. Menganalisis struktur fasa paduan Ti-6Al-4Nb menggunakan XRD (X-ray
diffraction), mengukur komposisi paduan Ti-6Al-4Nb dengan SEM-EDS,
mengukur kekerasaan paduan Ti-6Al-4Nb menggunakan Microhardness
Tester, melakukan uji korosi untuk mengetahui laju korosi paduan Ti-6Al4Nb sebelum dan setelah pelapisan.

TINJAUAN PUSTAKA
Titanium adalah elemen terbanyak kesembilan yang ditemukan di kerak
bumi serta merupakan logam terbanyak keempat di permukaan bumi. Alasan
utama penggunaan paduan berbasis titanium sebagai material implan karena
paduan titanium memiliki ketahanan korosi yang baik, densitas yang rendah
namun dengan kekuatan yang tinggi, dan tahan pada suhu tinggi.7 Alasan lainnya
adalah karena titanium termasuk elemen alotropik, artinya titanium memiliki lebih
dari satu bentuk kristalografi. Pada temperatur ruang, titanium memiliki struktur
kristal berupa Hexagonal Close Packed (HCP) atau biasa disebut berfasa alpha.
Struktur ini berubah menjadi struktur kristal Body Center Cubic (BCC) atau
berfasa beta pada suhu 833 oC.8 Struktur kristal HCP dan BCC dapat dilihat pada
Gambar 2. Sifat alotropik dari titanium tergantung pada jenis dan jumlah pemadu
serta bentuk pengerjaan yang dilakukan. Salah satu contoh sifat alotropik titanium
berdasarkan variasi jumlah pemadu dan temperatur yang digunakan dapat dilihat
pada Lampiran 3 (halaman 18).
Berdasarkan keberadaan penstabil dalam paduan, paduan titanium
dibedakan menjadi tiga, yaitu paduan alpha (α), paduan beta ( ), dan paduan

Gambar 2 Struktur kristal (a) HCP dan (b) BCC.9,10

3
alpha-beta (α ). Paduan α merupakan paduan titanium dengan pemadu berupa
penstabil α, seperti alumunium dan Tin. Elemen penstabil α bekerja dengan cara
menaikkan suhu transisi sehingga transformasi fasa α menjadi memerlukan suhu
yang lebih tinggi. Paduan α memiliki ketahanan korosi yang baik. Karakteristik
lain dari paduan α adalah memiliki kekuatan yang baik namun kurang ulet dan
sulit dibentuk dibanding paduan , serta tidak bisa ditingkatkan kekerasannya
dengan pengerjaan panas.11
Paduan
tersusun atas titanium dengan pemadu berupa penstabil beta
seperti vanadium, niobium, dan molybdenum. Berkebalikan dengan penstabil α,
penstabil bekerja dengan menurunkan suhu transisi. Paduan lebih mudah
dibentuk ketika tidak dikenakan perlakuan panas. Paduan memiliki kekerasan
dan kelutetan yang baik.11
Paduan α adalah paduan titanium dengan penambahan penstabil α maupun
penstabil . Penstabil α berfungsi sebagai penguat matriks paduan sedangkan
keberadaan penstabil
akan mempermudah pembentukan paduan. Paduan ini
sangat stabil karena memiliki sebagian sifat paduan α dan sebagian sifat paduan .
Paduan ini paling sering digunakan karena sifatnya yang seimbang, diantaranya
adalah mudah dibentuk serta memiliki ketahanan korosinya sangat tinggi.11
Hidroksiapatit (HA) adalah material keramik bioaktif dengan bioafinitas dan
biokompatibilitas yang tinggi serta osteokonduktivitas yang memungkinkan
terjadinya pertumbuhan kembali jaringan tulang dan gigi. HA merupakan kristal
apatit yang paling stabil sehingga paling banyak digunakan di bidang medis.12 HA
umumnya digunakan sebagai pelapis material implan karena memiliki kesamaan
struktur dan komposisi dengan komponen anorganik pada jaringan keras makhluk
hidup.13 Kitosan adalah polimer sederhana dari glusamine (CHO) yang bersifat
biodegredable dan biocompatibel untuk tubuh makhluk hidup.12 Kitosan memiliki
kemampuan untuk membentuk film tipis sehingga dapat dijadikan sebagai pelapis
anti karat pada berbagai aplikasi.

METODE
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lempengan logam
titanium, lempengan logam aluminium, lempengan logam niobium, spon titanium,
serbuk alumunium, hidroksiapatit (HA), kitosan, asam asetat, cairan resin,
pengeras (katalis), larutan SBF (Simulated Body Fluid), dan air.

Alat
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah perangkat gelas dan
kaca, sudip, amplas, neraca ohauss, furnace, perangkat poleshing dan grinding,
perangkat Tri Arc Melting Furnace, perangkat pemotong logam, perangkat SEMEDS, perangkat XRD, perangkat uji kekerasan, dan perangkat uji korosi.

4
Sintesis Paduan Ti-6Al-4Nb
Logam yang digunakan dalam percobaan ini adalah titanium, aluminium,
dan niobium. Bentuk dari masing-masing logam sebelum dilebur berupa
lempengan-lempengan kecil. Kemudian, karena keperluan karakterisasi dan bahan
dasar sudah habis, maka digunakan bahan dasar dalam bentuk lain, yaitu titanium
berbentuk spon, alumunium berbentuk serbuk, dan niobium berbentuk lempengan.
Untuk itu perlu diperlukan proses kompaksi untuk bahan dasar kedua agar serbuk
alumunium tidak terhambur dan menguap saat proses peleburan. Komposisi untuk
paduan yang dibuat adalah 90% titanium, 6% aluminium, dan 4% niobium dengan
massa total 10 gram (komposisi sampel dapat dilihat di Tabel 1). Sintesis paduan
Ti-6Al-4Nb dibuat dengan menggunakan alat Tri Arc Melting Furnice. Suhu
yang digunakan tidak tercatat pada perangkat tersebut, namun diperkirakan berada
diatas 2500 oC. Peleburan dilakukan dalam lingkungan argon. Hal ini dilakukan
agar paduan tidak terkontaminasi oleh pengotor dari luar. Setelah menjadi ingot,
paduan dilebur lagi sebanyak empat kali agar paduan menjadi lebih homogen.
Untuk keperluan perbandingan saat karakterisasi, dilebur juga titanium murni
tanpa tambahan unsur lain.

Rolling
Proses rolling dilakukan untuk memipihkan sampel. Sampel terlebih dahulu
dipanaskan agar menjadi lebih lunak. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan
Tube Furnace dalam lingkungan argon dengan suhu 1200 oC. Proses menaikkan
suhu dilakukan bertahap. Hal ini untuk menjaga agar keramik pada furnace tidak
pecah karena perubahan suhu yang terlalu drastis. Waktu penahanan yang
digunakan setelah mencapai suhu 1200 oC adalah 30 menit, setelah itu proses
rolling bisa dilakukan.

Pemotongan Sampel
Pemotongan sampel dilakukan untuk memperkecil ukuran sampel dengan
tujuan agar karakterisasi dapat dilakukan secara bersamaan. Pemotongan
menggunakan perangkat pemotong logam dengan pisau bermata intan. Kecepatan
yang digunakan adalah 180 rpm sedangkan waktu yang dibutuhkan sampai
sampel terpotong tergantung pada ketebalan sampel. Pemotongan dilakukan pada
beberapa titik pada sampel.
Tabel 1 Komposisi sampel paduan
Unsur
Titanium (Ti)
Alumunium (Al)
Niobium (Nb)
Total

Massa
(gram)
9
0.6
0.4
10

Persen massa
(%)
90
6
4
100

5
Mounting
Mounting adalah proses pembingkaian sampel dengan menggunakan resin
dan katalis (pengeras). Tujuan dari mounting adalah untuk memudahkan dalam
pengoperasian sampel pada proses grinding. Perbandingan antara resin dan katalis
agar dihasilkan mounting yang baik adalah 10 : 1 dan memakan waktu pengerasan
sekitar 2 jam. Bila katalis yang digunakan terlalu banyak proses pengerasan akan
berlangsung lebih cepat namun hasil mounting akan mudah pecah bila terjatuh.
Sebaliknya, bila katalis terlalu sedikit maka proses pengerasan akan berjalan lebih
lambat. Namun pada penelitian ini jumlah resin maupun katalis tidak
diperhitungkan karena bukan suatu hal yang sangat penting.

Grinding
Sebelum dilakukan uji kekerasan dan uji korosi sampel terlebih dahulu
digerinda menggunakan amplas. Tujuan dari proses penggerindaan ini adalah agar
didapatkan permukaan pengamatan yang halus sehingga pengamatan akan lebih
mudah dilakukan. Proses ini dilakukan dengan menggunakan perangkat Grinding
and Polishing Merk MoPao. Amplas yang digunakan adalah amplas dengan
ukuran 80 mesh, 120 mesh, 220 mesh, 400 mesh, 600 mesh, 800 mesh, 1000
mesh, 1500 mesh, dan 2000. Selama proses penggerindaan, sampel dialiri air agar
tidak timbul panas yang dapat menyebabkan perubahan struktur mikro dari
sampel serta untuk segera membersihkan sampel dari kotoran dan partikel-partikel
dari amplas.

Pembuatan Larutan Komposit HA/Kitosan
Sebanyak 50 ml asam asetat 2% dicampurkan dengan kitosan bubuk
sebanyak 1.5 gram dan diaduk dengan magnetic stirrer selama 30 menit dengan
kecepatan 300 rpm sehingga dihasilkan larutan kitosan 3% berwarna keemasan.
Kemudian larutan kitosan 3% ini diambil sebanyak 30 ml dan dicampurkan
dengan HA sebanyak 0.5 gram sedikit demi sedikit sambil tetap diaduk agar HA
tidak menggumpal. Pengadukan dilakukan selama 30 menit dengan kecepatan
tetap 300 rpm. Larutan HA/kitosan yang dihasilkan berwarna emas pucat dan
butir HA sudah tidak tampak dalam larutan.

Pelapisan dengan Metode Sol Gel
Pelapisan sampel dengan larutan HA/kitosan pada penelitian ini
menggunakan metode Sol Gel. Metode ini cukup sederhana yaitu dengan
mengoleskan larutan HA/kitosan pada permukaan sampel dan didiamkan selama
30 menit dengan tujuan agar butir HA turun ke permukaan sampel. Sampel
kemudian dipanaskan di dalam furnace selama 2 jam dengan suhu 70 oC. Tujuan
dari pemanasan ini adalah untuk memperkuat ikatan antara HA dengan
permukaan sampel sekaligus untuk menguapkan gel kitosan.

6

Uji Komposisi
Pengujian komposisi dilakukan untuk mengetahui komposisi paduan setelah
peleburan. Peleburan dengan menggunakan suhu tinggi dapat menyebabkan
penguapan logam-logam penyusun paduan. Metode SEM-EDS digunakan untuk
mendapatkan komposisi paduan dalam persen massa.

Karakterisasi Struktur Fasa
Karakterisasi ini dilakukan untuk mengetahui fasa yang terkandung di
dalam sampel hasil peleburan serta sampel hasil pelapisan. Perangkat XRD yang
digunakan adalah Shimidzu XRD 7000 dengan sumber target CuKα ( = 1.54056
Angstrom) dan sudut hamburan dimulai dari 30 derajat – 80 derajat untuk sampel
hasil peleburan dan 5 derajat - 70 derajat untuk sampel hasil pelapisan. Sampel
ditempatkan pada suatu spesimen holder kemudian diletakkan pada
difraktometer.Hasil XRD kemudian dibandingkan dengan data Joint Commite on
Powder Diffraction Standards (JCPDS).

Uji Kekerasan
Uji kekerasan menggunakan perangkat Microhardness Tester Model HV1000 dilakukan untuk mengetahui tingkat kekerasan permukaan sampel.
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan identor yang terbuat dari intan
berbentuk piramida. Beban yang digunakan sebesar 500 gf dan 1000 gf. Metode
pengujiannya adalah dengan meletakkan sampel pada posisi tegak lurus arah
beban, kemudian dilakukan pembebanan sehingga timbul jejak indentasi pada
permukaan sampel. Angka kekerasan diperoleh berdasarkan besarnya beban yang
digunakan dan kuadrat diagonal terpanjang dari jejak indentasi menggunakan
rumus berikut :
(1)
Keterangan :
F
: beban (kgf)
d
: rata-rata diagonal jejak indentasi (mm)

Uji Korosi
Uji korosi dilakukan dengan menggunakan perangkat PotensiostatGalvanostat dan larutan pengkorosi berupa larutan SBF (Simulated Body Fluid).
Sampel dimasukkan ke dalam larutan pengkorosi bersama elektroda-elektroda
yang bertindak sebagai sel elektrokimia. Setelah semua komponen terpasang,
kemudian menghubungkan langsung ke potensiostat untuk mengukur besarnya
laju korosi (mpy). Pengujian korosi ini merupakan metode elektrokimia dengan
teknik ekstrapolasi Tafel. Keluaran yang diharapkan dalam pengujian ini adalah

7
nilai rapat arus korosi dan laju korosi yang akan terbaca dalam komputer. Laju
korosi dapat ditentukan dengan menggunakan rumus :
(2)
Keterangan :
R : laju korosi (mpy)
I : arus korosi ( A/cm2)
A : luas penampang sampel (cm2)

BE: berat ekivalen logam (gram)
D : berat jenis logam (gram/cm3)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Sintesis Paduan Ti-6Al-4Nb
Hasil perparasi dan sintesis sampel adalah tiga buah ingot yaitu titanium
murni, paduan Ti-6Al-4Nb 1, dan paduan Ti-6Al-4Nb 2. Paduan Ti-6Al-4Nb 1
berbahan dasar lempengan logam sedangkan paduan Ti-6Al-4Nb 2 berbahan dasar
spon titanium, serbuk alumunium, dan lempengan niobium. Sampel titanium
murni diperlukan untuk perbandingan dengan paduan Ti-6Al-4Nb yang disintesis.
Masing-masing sampel dilebur sebanyak lima kali agar paduan lebih homogen.
Tidak ada perlakuan panas khusus pada penelitian ini. Ketiga sampel kemudian
dipreparasi lanjutan untuk dapat dikarakterisasi. Tabel 2 menunjukkan penamaan
sampel.
Ingot hasil peleburan dapat dilihat pada Gambar 3 (halaman 8). Gambar 3a
dan 3c menunjukkan sampel A0 dan sampel A2 mengalami oksidasi saat
peleburan. Hal ini ditandai dengan adanya lapisan berwarna keabu-abuan pada
permukaan sampel. Oksidasi ini terjadi karena kondisi vakum lingkungan yang
kurang optimum pada saat peleburan sehingga masih terdapat udara lain (O 2, CO2,
H2O, dan lainnya) pada ruang sampel.14
Perlakuan rolling awalnya akan dikenakan pada ketiga sampel. Tujuannya
adalah untuk memipihkan sampel sehingga lebih mudah untuk dikarakterisasi.
Namun terjadi keretakan pada sampel pertama, yaitu sampel A1 sehingga proses
rolling tidak dilanjutkan. Semua sampel diberikan karakterisasi yang sama untuk
dapat dilihat perbandingan antara titanium murni dengan paduan Ti-6Al-4Nb hasil
sintesis. Keretakan sampel A1 hasil proses rolling dapat dilihat di Gambar 3d.
Hasil pelapisan HA/kitosan dapat dilihat pada Gambar 3e dan 3f. Lapisan
yang terbentuk berwarna kekuningan. Ada dua kemungkinan yang menyebabkan
lapisan ini berwarna kuning. Pertama adalah waktu pengeringan yang terlalu lama.
Kemungkinan kedua karena warna dasar dari kitosan yang berwarna kekuningan
sehingga hasil pelapisan pun berwarna kuning.
Tabel 2 Penamaan sampel
Sampel
Titanium Murni
Ti-6Al-4Nb 1
Ti-6Al-4Nb 2

Kode Sampel
A0
A1
A2

8

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)
(f)
Gambar 3 Ingot hasil sintesis (a) Sampel A1 mengalami oksidasi, (b) Sampel
A2, (c) Sampel A3 mengalami oksidasi, (d) Sampel A2 setelah
proses rolling, (e) Sampel A3 berlapisi komposit HA/kitosan, (f)
foto permukaan sampel A3 berlapis HA/kitosan

Uji Komposisi
Hasil uji komposisi sampel A0 memperlihatkan tidak adanya pengotor
dalam komposisi sampel A0 karena memang bahan dasar dari sampel A0 hanya
titanium. Komposisi sampel A1 dan A2 setelah peleburan mengalami sedikit
perubahan. Persentasi massa titanium berkurang pada sampel A2. Hal ini bisa
dijelaskan karena bahan dasar titanium pada sampel A2 berupa spon yang
memiliki kerapatan rendah. Karena ikatan antar molekul pada spon titanium tidak
begitu kuat, pemberian panas akan melepaskan ikatan tersebut dan menguapkan
sebagian spon titanium. Berbeda halnya dengan sampel A1 yang berbahan dasar
lempengan logam dengan kerapatan tinggi. Karena ikatan antar molekul yang
lebih kuat, sampel A1 cenderung hanya menguapkan sedikit titanium. Disamping
itu, titanium memiliki titik lebur terkecil dibandingkan dengan alumunium dan
niobium. Suhu peleburan yang besarnya hampir dua kali titik lebur titanium
membuat logam titanium mengalami penguapan.
Kasus yang sama ternyata berlaku juga pada alumunium di sampel A2.
Alumunium pada sampel A2 mengalami penurunan persen massa sekitar 2%. Ini
juga berkaitan erat dengan bahan dasar alumunium pada sampel A2 berupa serbuk
yang mudah menguap. Pada sampel A2 juga ditemukan adanya pengotor karbon.
Karbon ini kemungkinan terbentuk saat proses kompaksi karena holder kompaksi

9

Gambar 4 Komposisi sampel hasil peleburan dalam % massa (a) Sampel A0,
(b) Sampel A1, (c) Sampel A2
yang kurang steril. Persen massa karbon yang terbaca pada hasil uji komposisi
terlihat cukup besar. Hal ini dikarenakan sistem pembacaan pada pengujian
menggunakan SEM-EDS, yaitu jumlah keseluruhan elemen yang terkandung
dalam sampel harus 100% sehingga elemen terakhir dalam pembacaan akan
dibulatkan hingga keseluruhan elemen menjadi 100%. Komposisi sampel hasil
peleburan dapat dilihat pada Gambar 4.

Karakterisasi Struktur Fasa
Karakterisasi struktur fasa dilakukan untuk mengetahui fasa yang terbentuk
pada sampel setelah menjadi paduan. Pola difraksi yang terbentuk pada ketiga
sampel hampir serupa. Fasa dominan yang terbentuk pada ketiga sampel adalah
fasa α –Ti. Identifikasi diambil dari nilai sudut βθ sebesar 30 derajat sampai 80
derajat. Data kemudian diidentifikasi dengan mengunakan sofware JCPDS.
Gambar 5a (halaman 10) menunjukkan pola difraksi pada sampel A0.
Dalam gambar tersebut ditemukan tujuh buah puncak dengan kesemua puncak
teridentifikasi sebagai fasa α–Ti. Fasa ini muncul karena dalam temperatur ruang,
titanium murni sudah berfasa α dengan struktur kristal berupa HCP.7 Data
intensitas dan sudut 2θ sampel A0 dapat dilihat pada Tabel 3 (halaman 11).
Pola difraksi untuk sampel A1 dapat dilihat pada Gambar 5b (halaman 10).
Sampel ini sebelumnya terkena perlakuan rolling sehingga mengalami keretakan.
Pola difraksi yang terbentuk pada sampel A1 menunjukkan dominasi dari fasa αTi. Ada delapan puncak yang ada semuanya teridentifikasi sebagai fasa α-Ti
dengan puncak tertinggi pada sudut βθ sebesar 40.β50 derajat serta intensitas 1260
counts/s. Penambahan alumunium sebagai penstabil α mengakibatkan semakin
stabilnya fasa α–Ti pada paduan yang dibuat. Keretakan yang dialami oleh sampel

10
A1 ini terjadi karena struktur kristal fasa α berupa HCP. Kristal HCP memiliki
bidang slip yang tidak searah sehingga deformasi yang terjadi pada kristal ini
dapat menyebabkan keretakan.14 Sudut βθ dan intensitas sampel A1 secara
lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.
Gambar 5c adalah pola difraksi untuk sampel A2. Pada pola tersebut
terdapat lima puncak dengan puncak tertinggi berada pada βθ sebesar γ8.500
derajat dan intensitas mencapai 4246 counts/s. Kesemua puncak juga
teridentifikasi sebagai fasa α–Ti. Tingginya intensitas pada pola difraksi sampel
A2 cukup anomali karena pada Gambar 3 (halaman 8) dapat dilihat bahwa
komposisi alumunium sebagai penstabil α pada sampel A2 lebih kecil
dibandingkan sampel A1. Perbedaan persen massa komposisi kedua sampel

Gambar 5 Pola difraksi (a) sampel A0, (b) sampel A1, (c) sampel A2, (d) sampel
A2 berlapis komposit HA/kitosan

11
terjadi karena bahan dasar alumunium pada sampel A2 lebih mudah mengalami
penguapan saat peleburan akibat bentuknya yang berupa serbuk. Intensitas dan
sudut βθ untuk sampel A1 dapat dilihat pada Tabel 5.
Secara umum paduan yang dibuat memperlihatkan hanya ada satu fasa
titanium yang terbaca oleh XRD, yaitu fasa α-Ti. Fasa α-Ti lebih dominan karena
titanium murni secara alami sudah membentuk fasa α-Ti dan ditambah dengan
keberadaan alumunium sebagai penstabil α. Hal ini dapat dilihat dengan adanya
peningkatan nilai intensitas fasa α-Ti antara sampel A0 dengan sampel A1
maupun sampel A2. Fasa -Ti tidak terlihat dalam pola difraksi sampel A1 dan
A2. Keberadaan niobium sebagai penstabil
ternyata tidak cukup untuk
menstabilkan fasa
bila perlakuan panas tidak diterapkan. Sejumlah kecil
penstabil seharusnya dapat menstabilkan fasa pada temperatur ruang. Paduan
titanium yang tersusun atas sejumlah besar penstabil α dan sejumlah kecil
Tabel 3 Sudut βθ, intensitas, dan fasa sampel A0
Sudut βθ
(derajat)
34.900
37.800
39.850
52.500
62.749
75.700
77.100

Intensitas
(count/s)
192
254
1058
112
241
149
105

Intensitas-f
(a.u)
18
24
100
11
23
14
10

Fasa
α-Ti
α-Ti
α-Ti
α-Ti
α-Ti
α-Ti
α-Ti

Tabel 4 Sudut βθ, intensitas, dan fasa sampel A1
Sudut βθ
(derajat)
35.300
38.250
38.950
40.250
53.000
70.500
76.400
76.700

Intensitas
(count/s)
170
457
152
1260
277
144
172
111

Intensitas-f
(a.u)
13
37
12
100
22
11
14
9

Fasa
α-Ti
α-Ti
α-Ti
α-Ti
α-Ti
α-Ti
α-Ti
α-Ti

Tabel 5 Sudut βθ, intensitas, dan fasa sampel A2
Sudut βθ
(derajat)
35.350
38.500
40.400
53.149
76.600

Intensitas
(count/s)
348
4246
1835
241
207

Intensitas-f
(a.u)
8
100
43
6
5

Fasa
α-Ti
α-Ti
α-Ti
α-Ti
α-Ti

12
Tabel 6 Parameter Kisi Fasa α-Ti pada sampel A0, A1, dan A2
Sampel
A0
A1
A2

Parameter Kisi
a = b = 3.02 Å
c = 4.85 Å
a = b = 2.98 Å
c = 4.71 Å
a = b = 3.07 Å
c = 4.98 Å

Ketepatan
a = b = 97.63 %
c = 96.41 %
a = b = 98.98 %
c = 99.40 %
a = b = 95.93 %
c = 93.64 %

penstabil merupakan paduan α -Ti.7 Namun data XRD yang dihasilkan dari
sampel A1 dan A2 tidak cukup untuk membuktikan bahwa telah terbentuk paduan
α -Ti karena tidak munculnya fasa -Ti sehingga dapat dikatakan bahwa paduan
yang terbentuk hasil sintesis adalah paduan α-Ti. Nilai parameter kisi yang
diperoleh untuk fasa α-Ti mendekati nilai parameter kisi literatur. Perhitungan
parameter kisi dilakukan dengan metode Cohen. Tabel 6 menunjukkan nilai
parameter kisi masing-masing sampel. Contoh perhitungan parameter kisi dapat
dilihat di Lampiran 8 (halaman 25).
Gambar 5d menunjukkan pola difraksi sampel A2 setelah dilapisi oleh
komposit HA/kitosan. Pada pola difraksi tersebut terlihat dominasi dari fasa HA.
Hal ini dikarenakan permukaan sampel A2 sudah tertutup oleh komposit
HA/kitosan. Namun pada pola difraksi masih terlihat adanya fasa α-Ti pada tiga
puncak. Kemunculan fasa α-Ti menandakan bahwa lapisan komposit HA/kitosan
yang terbentuk tidak terlalu tebal. Pada pola difraksi tersebut tidak mendeteksi
adanya puncak berfasa kitosan. ketidakberadaan puncak kitosan dikarenakan
kitosan sudah menguap pada proses pengeringan sehingga yang tersisa pada
lapisan HA/kitosan hanya sebagian kecil kitosan saja dan tidak terbaca pada pola
XRD. Berkebalikan dengan kitosan, HA justru mendominasi pola difraksi karena
pada saat proses pengeringan, butir HA tidak menguap seperti halnya kitosan.
Lapisan HA yang terbentuk memiliki struktur kristal berupa heksagonal dengan
parameter kisi a = b = 8.45 Å dan c = 6.15 Å. Sudut βθ, intensitas, dan fasa hasil
difraksi sampel A2 setelah dilapisi oleh komposit HA/kitosan dapat dilihat pada
Tabel 7.
Tabel 7 Sudut 2θ. intensitas, dan fasa sampel A2 berlapis komposit HA/Kitosan
Sudut βθ
(derajat)
25.950
28.300
29.050
31.800
32.250
34.050
38.350
40.300
46.700
49.450
53.049

Intensitas
(count/s)
284
103
103
335
337
125
100
218
126
119
109

Intensitas-f
(a.u)
74
31
31
99
100
37
30
65
37
35
32

Fasa
HA
HA
HA
HA
HA
HA
α-Ti
α-Ti
HA
HA
α-Ti

13
Uji Kekerasan
Pengukuran nilai kekerasan dilakukan untuk mengetahui pengaruh
penambahan pemadu alumunium dan niobium terhadap kekerasan paduan
titanium. Nilai kekerasan sebuah paduan berkaitan erat dengan fasa yang
terbentuk pada paduan tersebut. Tabel 8 menunjukkan perbandingan nilai
kekerasan antara sampel A0, A1, dan A2. Perhitungan nilai kekerasan
menggunakan rumus pada Persamaan 1 (halaman 6). Secara lengkap perhitungan
nilai kekerasan dapat dilihat pada Lampiran 6 (halaman 23).
Dalam Tabel 8 terlihat bahwa sampel A0 memiliki nilai kekerasan tertinggi.
Hal ini dapat dijelaskan dengan memperhatikan distribusi fasa yang terbentuk
pada ketiga sampel. Titanium murni memiliki nilai kekerasan sebesar 130-135
kgf/mm2 dan tidak lebih keras dibandingkan dengan paduannya. 15 Namun hal
yang jauh berbeda terlihat pada penelitian ini. Pada Tabel 3 terlihat bahwa pada
sampel A0 terbentuk fasa α-Ti saja. Tetapi sepertinya terbentuk juga fasa TiO2
namun karena jumlahnya yang terlalu sedikit sehingga tidak terbaca di pola
difraksi XRD. Pembentukan fasa TiO2 dapat memperbesar nilai kekerasan
titanium murni. Penambahan oksigen dalam paduan titanium secara signifikan
akan menaikkan nilai kekerasan paduan tersebut. 16 Hal ini dikarenakan oksigen
dalam titanium akan semakin menstabilkan fasa α.
Sampel A1 memiliki nilai kekerasan yang lebih besar dibanding titanium
murni. Penambahan alumunium sebagai penstabil α terbukti lebih menstabilkan
fasa α sehingga kekerasan paduan pun semakin meningkat. Sampel A2 memiliki
nilai kekerasan yang paling kecil karena jumlah alumunium yang lebih sedikit
dibandingkan sampel A1 sehingga kestabilan fasa α pada sampel A2 lebih kecil
dari A1. Penambahan niobium juga diharapkan dapat meningkatkan kekerasan
paduan TiAlNb karena sifarnya sebagai penstabil . Distribusi fasa α dan fasa
yang merata akan membuat paduan TiAlNb mempunyai kekerasan yang baik dan
mudah dibentuk.7 Namun dalam penelitian ini, fasa
yang diharapkan tidak
muncul.
Ketidakberadaan fasa
pada paduan yang dibuat terjadi karena proses
homogenisasi yang kurang sempurna. Proses homogenisasi yang dilakukan dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara melebur sampel sebanyak lima kali.
Sepertinya proses ini tidak berjalan dengan baik karena kurang memberikan
kesempatan pada atom-atom unsur pemadu unutk berdifusi bebas di dalam
matriks sehingga kelarutannya menjadi kurang homogen.14 Permasalahan ini
dapat diatasi dengan memberikan perlakuan panas secara khusus pada paduan
yang memungkinkan terjadinya transformasi dan distribusi fasa yang lebih
merata.15
Tabel 8 Nilai kekerasan sampel A0, A1, dan A2
Sampel
A0
A1
A2

Nilai Kekerasan (kgf/mm2)
479
442
390

14

Uji Korosi
Titanium dan paduannya dikenal memiliki sifat ketahanan korosi yang
sangat baik. Pada penelitian ini dilakukan pengujian terhadap ketiga sampel dan
sampel A2 setelah dilapisi komposit HA/kitosan. Ketahanan korosi sebuah
material berbanding terbalik dengan nilai laju korosinya. Artinya, semakin besar
nilai laju korosi sebuah material maka ketahan korosi material tersebut semakin
kecil. Data yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan
pemadu alumunium dan niobium pada paduan titanium dapat menurunkan laju
korosi. Laju korosi sampel secara keseluruhan ditampilkan pada Tabel 9.
Perhitungan laju korosi menggunakan Persamaan 2 (halaman 7) dan perhitungan
lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7 (halaman 25).
Ketahanan korosi pada paduan titanium salah satunya disebabkan oleh
pertumbuhan mineral rutil (lapisan TiO2). Keberadaan oksigen pada paduan
titanium dapat menyebabkan terjadinya korosi pada permukaan paduan titanium.
Namun, lapisan terkorosi ini kemudian menjadi lapisan pelindung sehingga
oksidasi tidak berlanjut ke dalam.17 Penambahan alumunium dan niobium pada
sampel terbukti meningkatkan ketahanan korosi sampel A2. Niobium pada sampel
A2 berhasil menggantikan peran oksigen dengan menekan pertumbuhan mineral
rutil.17 Tidak terlihat adanya pengaruh pengotor karbon dalam laju korosi sampel
A2. Pelapisan sampel A2 dengan komposit HA/kitosan juga berhasil menurunkan
laju korosi paduan. Hal ini disebabkan karena komposit HA/kitosan menghalangi
interaksi langsung antara larutan SBF dengan paduan. Namun, dalam proses
pengujian ini terlihat bahwa pelapisan tidak begitu baik. Lapisan HA/kitosan
mengembang dalam larutan pengkorosi meskipun tidak lepas dari permukaan
sampel. Diperlukan metode pelapisan yang lebih baik agar lapisan HA/kitosan
merekat dengan lebih baik pula.
Pada sampel A1 ditemukan keretakan pada beberapa titik. Hal ini
mempengaruhi ketahanan korosi sampel A1 karena keretakan tersebut sudah
termasuk fenomena korosi. Jadi sampel ini sudah terkorosi sebelum diuji korosi.
Keretakan pada sampel menghasilkan permukaan sampel yang tidak rata.
Akibatnya adalah distribusi ion-ion SBF dalam uji korosi juga menjadi tidak
merata karena terkonsentrasi pada daerah keretakan tersebut. 14 Hasilnya dapat
dilihat bahwa ketahanan korosi sampel A1 adalah yang paling buruk dibanding
ketiga sampel.
Tabel 9 Nilai laju korosi sampel A0, A1, A2, dan A2 berlapis komposit
HA/kitosan
Sampel
A0
A1
A2
A2 berlapis HA/kitosan

Arus Korosi ( A/cm2)
0.210
0.220
0.140
0.070

Laju Korosi (mpy)
0.143
0.150
0.095
0.048

15

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Sintesis paduan Ti-6Al-4Nb dilakukan dengan cara melebur bahan dasar
dalam lingkungan argon agar tidak terjadi kontaminasi. Peleburan diulang
sebanyak lima kali agar didapatkan paduan yang lebih homogen. Tidak dilakukan
perlakuan panas secara khusus pada penelitian ini.
Komposisi paduan setelah peleburan bergantung kepada bahan dasar yang
digunakan. Bahan dasar dengan kerapatan lebih rendah memiliki kemungkinan
penguapan yang lebih besar dibandingkan dengan bahan dasar dengan kerapatan
lebih tinggi. Hal ini dapat berakibat pada berkurangnya persen massa sampel
setelah peleburan.
Secara umum paduan titanium yang dibuat adalah paduan α-titanium.
Penambahan alumunium sebagai penstabil α terbukti semakin menstabilkan fasa α
dengan semakin meningkatkan intensitas fasa α-Ti. Keretakan yang terjadi pada
sampel A1 diakibatkan karena sampel A1 berfasa α-Ti yang memiliki struktur
kristal berupa HCP. Kristal HCP memiliki bidang slip yang tidak searah sehingga
deformasi yang terjadi pada kristal ini dapat menyebabkan keretakan. Secara
umum paduan yang dibuat belum sesuai harapan karena bukan paduan α -Ti yang
terbentuk melainkan paduan α-Ti.
Nilai kekerasan sebuah paduan logam berkaitan erat dengan fasa yang
terbentuk pada paduan tersebut. Sampel A0 menjadi sangat keras karena
kemungkinan adanya fasa TiO2. Keberadaan oksigen pada paduan titanium secara
signifikan akan menaikkan nilai kekerasan paduan titanium. Penambahan
alumunium semakin menstabilkan fasa α pada paduan α-titanium sehingga tingkat
kekerasan paduan meningkat.
Laju korosi sebuah material berbanding terbalik dengan ketahanan korosi
material tersebut. Penambahan pemadu niobium dapat menurunkan laju korosi
karena sifat alami niobium sebagai elemen tahan korosi pada suhu tinggi.
Pelapisan sampel dengan komposit HA/kitosan menghalangi interaksi langsung
antara sampel dengan larutan pengkorosi sehingga menurunkan laju korosi.
Keretakan pada sampel akan mempengaruhi laju korosi karena permukaan sampel
yang mengalami keretakan menjadi tidak rata. Akibatnya, distribusi ion-ion
larutan pengkorosi terkonsentrasi pada daerah keretakan sehingga meningkatkan
laju korosi sampel.
Saran
Proses homogenisasi mutlak diperlukan dalam sintesis paduan logam.
Proses ini tidak bisa dilakukan hanya dengan melebur sampel berulang sebanyak
lima kali. Homogenisasi dapat dilakuan melalui perlakuan panas secara khusus
dengan waktu dan temperatur yang sesuai. Perlu diadakan penelitian khusus untuk
pelapisan logam dengan komposit HA/kitosan agar diketahui metode yang lebih
tepat dengan hasil pelapisan yang lebih baik pula. Diperlukan juga penelitian
lanjutan terhadap variabel pendukung sifat biokompatibilitas paduan TiAlNb
seperti variasi komposisi, tensile strength, dan yield strength.

16

DAFTAR PUSTAKA
1. Wahyu. Jumlah Dokter Orthopedhi Indonesia Kalah dengan Thailand.
Artikel tertanggal 4 November 2011. [Internet]. [diacu 10 Agustus 2012].
Tersedia dari : http://dokterbedahtulang.com/?mn=101&id=32
2. Yip K. Anda Total Bedah Lutut [Internet]. [diacu 10 Agustus 2012].
Tersedia dari : http://indonesian.orthopaedicclinic.com.sg/?p-860
3. Subhaini. Perlakuan pada Permukaan Titanium Implan untuk
Mendapatkan Osteointegrasi. Dental Journal Volume 13 No. 1 : 28-32,
2008.
4. Sukaryo SG. Pelapisan Komposit Hidroksiapatit/chitosan pada Paduan
TiAlNb sebagai Material Komponen Tibial. Makalah. Tangerang : Pusat
Teknologi Bahan Industri Nuklir, BATAN. 2010.
5. Gambar endoprostetik [internet]. [diacu pada 30 Juni 2013]. Tersedia dari :
www.eorthopod.com/content/unicompartmental-knee-replacement
6. Gambar endoprostetik [internet]. [diacu pada 30 Juni 2013]. Tersedia dari :
www.Knee-replacement-explained.com/Knee-replacement-prothesis.html
7. Anonim. Titanium Alloy Guide. RTI International Metals, Inc. Company.
2000.
8. ASM Hand Book Vol 6. Metallography and Microstructure. The
Materials Information Society. 1985.
9. Gambar struktur kristal HCP [internet]. [diacu pada 30 Juni 2013].
Tersedia dari : www.lcst-cn.org/Solid%20State%20Physics/Ch18.html
10. Gambar struktur kristal BCC [internet]. [diacu pada 30 Juni 2013].
Tersedia dari : biochem.co/page/2/
11. ASM Hand Book Vol 2. Properties and Selection : Nonferrous Alloys and
Special-Purpose Materials. The Materials Information Society. 1985.
12. Dewi SU. Pembuatan Komposit Kalsium Fosfat-Kitosan dengan Metode
Sonikasi [Tesis]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor. 2009.
13. Javidi M et al. Electrophoretic Deposition of Natural Hydroxyapatite on
Medical Grade 316L Stainless Steel. J Mater. Sci. Eng. C (2008),
doi10.1016/j.msec.2008.04.003.
14. Wiranata H. Sintesis Paduan CoCrMo dengan Variasi Kandungan
Nitrogen. [skripsi]. Jurusan Fisika FMIPA-IPB. 2012.
15. Rokhmanto F. Pengaruh Kandungan Mo dan Nb di dalam Paduan Logam
Implan (Ti-Al-Mo dan Ti-Al-Nb) terhadap Pembentukan Fasa Beta (β).
[skripsi]. Teknik Metalurgi dan Material Universitas Indonesia. 2009.
16. Kahveci el al. Effect of Oxygen on The Hardness and Alpha/Beta Phase
Ratio of Ti-6Al-4V Alloy. Scripta Metallurgica Vol. 20, pp.1287-1290,
1986.
17. Wang WJ et al. Ishotermal Corrosion TiAl-Nb Alloy in Liquid Zinc.J
Mater.Sci. Eng. A 452-453 2007), doi:10.1016/j.msea.2006.10.152.

17
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Mulai

Studi Literatur

Preparasi dan sintesis paduan Ti-6Al-4Nb

Rolling

Pemotongan sampel
Pembuatan larutan komposit HA/kitosan

Mounting

Grinding

Uji kekerasan

Uji korosi sebelum pelapisan

Pelapisan dengan metode Sol Gel

Karakterisasi struktur fasa setelah pelapisan

Uji korosi setelah pelapisan

Penyusunan Laporan

Selesai

Karakterisasi struktur fasa

18
Lampiran 2 Peralatan yang digunakan

Tri Arc
Melting Furnace

Furnace

Tube Furnace

Perangkat rolling

Polishing and
Grinding

Perangkat
pemotong logam

Neraca ohauss

Alat kompaksi

Lampiran 3 Diagam fasa Ti-Al

19
Lampiran 4 Data uji komposisi EDS
Komposisi sampel A0

20
Komposisi sampel A1

21
Komposisi sampel A2

22
Lampiran 5 Database JCPDS

23
Lampiran 6 Perhitungan uji kekerasan
Sampel

Titik

d1
(mm)

d2
(mm)

dbar
(mm)

Kekerasan
(kgf/mm2)

Kekerasan
rata-rata
(kgf/mm2)

1
0.059
0.066
0.062
478
2
0.064
0.061
0.062
477
A0
3
0.063
0.068
0.066
428
479
4
0.060
0.059
0.060
515
5
0.059
0.062
0.061
498
1
0.047
0.044
0.046
448
2
0.045
0.043
0.44
476
A1*
442
3
0.046
0.045
0.046
447
4
0.046
0.045
0.047
421
5
0.047
0.047
0.047
417
1
0.068
0.074
0.071
373
2
0.068
0.068
0.068
400
3
0.066
0.066
0.066
442
A2
390
4
0.070
0.071
0.071
373
5
0.069
0.071
0.070
378
*) beban yang digunakan untuk sampel A1 berbeda dengan sampel A0 dan A2.
Sampel A1 menggunakan beban 0.5 kgf sedangkan sampel A0 dan A2
menggunakan beban sebesar 1 kgf. Rumus yang digunakan untuk mencari nilai
kekerasan adalah :
Sampel A0

24
Sampel A1

Sampel A2

25
Lampiran 7 Perhitungan uji korosi
Sampel
A0
A1
A2
A2 berlapis
HA/kitosan

Luas Permukaan
(cm2)
1
1
1

Berat
Ekuivalen
23.95
23.95
23.95

Arus Korosi
( A/cm2)
0.21
0.22
0.14

Laju Korosi
(mpy)
0.143
0.150
0.095

1

23.95

0.07

0.048

Sampel A0

Sampel A1

Sampel A2

Sampel A2 berlapis komposit HA/kitosan

Lampiran 8 Contoh perhitungan parameter kisi pada sampel A1
Perhitungan parameter kisi dengan menggunakan metode Cohen, menggunakan
persamaan berikut:
Σα sin2(θ) = CΣα2 + BΣα + Aαδ
Σ sin2(θ) = CΣα + BΣ

2

+ AΣ δ

Σδ sin2(θ) = CΣαδ + BΣ δ + AΣδ2

1

Sehingga:
α = h2 + hk + k2

= l2

δ = 10 sin2(βθ)
Sin
(θ)

Sin2
(θ)

Sin2
(βθ)

α2

0.31

0.30

0.09

0.33

1.00

0.00

0.62

0.33

0.33

0.11

0.38

0.00

4.12

0.70

0.35

0.34

0.12

0.41

1

4.17

0.70

0.35

0.34

0.12

1

4

6.37

0.92

0.46

0.45

3

1

9

8.88

1.23

0.61

1

2

3

4

9.44

1/33

0

1

4

1

9.47

1.34

βθ
(rad)

θ
(rad)

3.34

0.62

4

3.38

1

1

1

1

0

2

1

0

76.40

1

76.70

2

βθ

h

k

l

α

δ

35.30

1

0

0

1

0

38.25

0

0

2

0

39.95

1

0

1

40.25

1

0

53.00

1

70.50

α
Sin2(θ)

Sin2(θ)

δ
Sin2(θ)

0.00

0.09

0.00

0.31

0.00

15.32

0.00

0.43

0.41

1.00

4.12

4.12

0.12

0.12

0.48

17.40

1.00

4.17

4.17

0.12

0.12

0.49

16.00

40.62

4.00

6.37

25.49

0.20

0.80

1.27

1.00

81/00

78.89

9/00

8.88

79.94

0.33

3.00

2.96

0/94

9.00

16.00

89.19

12.00

28.33

37.78

1.15

1.53

3.61

0.95

16.00

1.00

89.64

4.00

37.78

9.47

1.54

0.38

3.64

30.00

358.50

31.00

31.00

93.09

176.28

3.54

6.37

13.61

2

δ2

α

αδ

δ

11.13

0.00

3.34

16.00

14.66

0.00

1.00

1.00

16.97

0.42

1.00

1.00

0.20

0.64

1.00

0.58

0.33

0.89

0.67

0.62

0.38

0.67

0.62

0.38

Jumlah

Dari hasil perhitungan paremeter kisi didapatkan :
a = b = 2.98 Å dengan ketepatan sebesar 98.98%
c = 4.71 Å dengan ketepatan 99.40%

1
27

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 1 Februari
1991 dari pasangan Ahmad Miftah Haitami dan (alm)
Farida Indriarini. Penulis merupakan bungsu dari tiga
bersaudara. Tahun 1997 penulis menyelesaikan sekolah
Taman Kanak-kanak di TK Islam Bukit Indah dan
melanjutkan sekolah di SD Negeri Sarua VI selama
enam tahun sebelum akhirnya lulus pada tahun
2003.Tahun 2003 sampai dengan tahun 2006 penulis
bersekolah di SMP Negeri 2 Pamulang. Penulis
kemudian bersekolah di SMA Negeri 1 Pamulang dan
masuk kelas program khusus Teknik Informatika. Selama di SMA penulis pernah
mengikuti sejumlah perlombaan diantaranya menjadi perwakilan sekolah untuk
Olimpiade Ilmu Kebumian tingkat Kabupaten Tangerang dan Pesta Sains
Nasional di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada lomba Chemistry Challange.
Tahun 2009 penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur USMI pada Jurusan
Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama perkuliahan penulis aktif dalam lembaga kemahasiswaan
diantaranya menjadi Komti Fisika 46 tahun 2010-212, Ketua Departemen
Instrumentasi dan Teknologi HIMAFI IPB tahun 2011 dan Ketua Departemen
Sosial dan Lingkungan BEM FMIPA IPB tahun 2012. Penulis juga aktif mengajar
di lembaga pendidikan Etos Study tahun 2010-2011 dan pengajar privat fisika
SMA serta menjadi asisten praktikum fisika TPB.