Agenda Kebijakan Analisis Data Penelitian

“Kalau saya lihat ini kenapa, soalnya saya lihat karakternya ini dari dia hidupnya tuh bagus. Kan banyak-banyak orang yang stop dari korupsi, tapi mana kan? Enggak ada. Walau dia bekasnya Pak Harto, mana kan dia ada korupsi? Coba cari aja kan gak ada. Banyak kan partai-partai yang baru, Demokrat, PDI pada kena. Mana Golkar? Kena? Enggak ada kan di TV? Nah itulah itu, jadi segi korupsinya ini yang saya liat gitu, bagus gitu kayaknya itu.” Selain itu, isu yang berkembang melalui media massa, sebagai tingkat kedua pembelajaran publik dalam mengingat fakta dari isu-isu atau kualitasnya, juga menjadi faktor dukungan seseorang dalam menentukan aksinya dalam memilih atau tidak memilih. Akan tetapi, dalam penelitian ini peneliti menemukan fakta isu dapat berkembang dengan baik dari media massa televisi. Ini dapat terlihat dari hasil wawancara berikut: “Banyak kan partai-partai yang baru, Demokrat, PDI pada kena. Mana Golkar? Kena? Enggak ada kan di TV? Nah itulah itu, jadi segi korupsinya ini yang saya liat gitu, bagus gitu kayaknya itu. Saya gak pernah iniin Golkar ya enggak, tapi kenyataannya yang bicara. Wah Pak RTnya nih yang menangin? Enggak saya gak menangin, kenyataan yang bicara gitu. Dulu memang waktu SBY belum naik memang bagus, tapi pas SBY udah naik kan jadi ancur-ancuran. Fakta yang saya liat bukannya ngangkat partai”. “… Karena emang tujuannya saya liat di TV One itu bagus, ya kita ikutin yang bagus gitu. Karena kan yang condong ini kebanyakan yang si Demokrat ini. Dulu saya sangat simpatik sama Demokrat sebelum naik SBY, setelah saya liat saya pilih SBY, saya berjuang untuk Demokrat bakal bagus ini. ternyata bawah-bawahannya banyak kan. Stop korupsi tapi biangnya korupsi, ya kan. Itulah gak sukanya begitu, jangan ngomong aja tapi dikerjakan yang gak bener gitu. Golkar ya mana? Coba ada gak? Gak ada gitu”. b. Likehood of Action Dimensi ini merupakan yang merupakan kemungkinan kegiatan publik dalam melaksanakan apa yang diibaratkan dalam suatu media. Misalnya adanya keikutsertaan khalayak pada komunitas atau lembaga tertentu yang dapat memengaruhinya dalam menentukan pilihan dan pengaruh seseorang atau role-model. Temuan role-model ini terdapat pada pertanyaan penelitian yaitu, “saya memilih golkar karena calon legislatifnya berkualitas.” Keikutsertaan sebagai tim sukses yang diakui Pak Muhammad selaku tokoh masyarakat sekitar dan sebagai Ketua RT 09 terlihat dapat memengaruhi pribadinya dalam memilih. Bukan hanya untuk dirinya sendiri juga bagi masyarakat sekitar. Walaupun jumlahnya tim sukses tidak begitu banyak tetapi adanya tim tersebut memberikan kecenderungan masyarakat dalam memilih. Seperti pernyataan Pak Muhammad di bawah ini: 75 “Biasanya ada dua tokohnya gitu Ojak sama si Edi tuh. Tim sukses, he’eh he’eh. Mungkin dia dibayar gitu, lo cari masanya begini gitu. Kayaknya begitu, soalnya dia suka berikan sembako apa aja gitu barang maulid apa aja gitu. Tapi enggak banyak banget sih paling 30 lah”. “Oh enggak ada, cuman mendukung ada gitu. Dari Golkar Pak Ihsan namanya. Mendukung calon legislatif itu, Pak Ihsan namanya. Itu dari Golkar, saya sendiri yang.. tim suksesnya saya sendiri. Dari Golkar saya sendiri, Pak Ihsan namanya”. “Enggak ada sih kayaknya sih, cuma dia tim suksesnya aja sih. Ini gue bayar sekian, lo kasih orang-orang nih sembako atau apa dari Demokrat legislatif, gitu”. Selain keikutsertaan khalayak yang memungkinkan kegiatannya memilih, role model seseorangpun bisa menjadi satu bentuk dimensi likehood of action. Dengan banyaknya tim sukses yang tersebar di wilayah RT 09 tersebut, Pak Muhammad mengaku masyarakat juga menimbang pada 75 Wawancara Pribadi dengan Muhammad, Jakarta, 14 Februari 2015. tingkat kepercayaan melihat dari siapa yang menjadi tim suksesnya dan faktor kedekatan pertemanan sebagai role model-nya nanti dalam memilih, seperti pernyataan berikut ini: 76 “Gini, yang ngasih itu siapa? Misalnya RT-nya, ahh pasti Pak RT bener nih gitu. Biasanya gitu, ini aja deh ini nanti gini gini deh. Nah biasanya gitu. Pengaruh” “Khusus di 09, kalau kamu udah Golkar. Berapa Golkar, Jak Golkar dibayar? Demokrat seginian. Gini ginian, lo ikut gak? Ya ini di Demokrat cuma ambil sembakonya doang, Te. Tapi saya ikutin Pak RT aja deh. Dia ngomong langsung begitu, begitu doang”. “Iya tokohnya. Walaupun dikasih uang kalo tokohnya enggak bener mungkin enggak meyakinkan, dia gak mau gitu. Di sini banyak, hampir berapa, hampir mau lima RT itu di sini mendukug Golkar, Pak Ihsan itu legislatif ya, dari 02, 07, 06, 03, 02 ada bangsa enam RT lah menang Pak Ihsan itu gitu”. c. Freedom of Action Dimensi ini merupakan dimensi kebebasan bertindak publik dalam memberikan penilaian pribadi untuk menentukan aksinya akan memilih ataupun tidak memilih. Hal ini sepadan dengan tingkat keempat pembelajaran publik dari media dengan membandingkan kedua pilihan kandidat untuk menentukan isu atau gambaran mana yang lebih baik dan mengarahkan kepada kegiatan memilih atau tidak memiihnya. Dimensi tersebut memiliki penelitian tertentu salah satunya juga melalui pendekatan ekonomi. Penelitian ini memfokuskan kepada pendekatan ekonomi khalayak dalam menentukan pilihannya. Maksudnya, seseorang menentukan kegiatan dalam memilihnya pada suatu partai terbentuk 76 Ibid,. berdasarkan perhitungan, mengenai apa yang akan diperoleh bila seseorang memilihnya, baik terhadap calon presiden maupun anggota parlemennya. Khalayak berkesempatan menilai kandidat atau partainya selain dari adanya berita atau iklan di TV. Salah satunya ialah opsi ekonomi berupa imbalan uang, sembako, atau hal lainnya yang dapat menguntungkannya sebagai pemilih. Hanya saja dalam uji coba kuisioner, pertanyaan penelitian ini tidak valid sehingga harus dihilangkan dalam kuisioner penelitian. Akan tetapi, peneliti mengantisipasi dengan melakukan wawancara tokoh masyarakat dalam menggali variabel tersebut. Bapak RT pun mengaku memang terdapat kegiatan bagi-bagi imblan berupa uang atau sembako sebagai upaya sogokan agar masyarakat dapat memilih si pemberi imbalan dalam pemilu nanti. Hal ini terlihat, bahwa masyarakat memilih pilihan bagi yang memberi keuntungan paling besar bagi dirinya. “Tim sukses, he’eh he’eh. Mungkin dia dibayar gitu, lo cari masanya begini gitu. Kayaknya begitu, soalnya dia suka berikan sembako apa aja gitu barang maulid apa aja gitu. Ini gue bayar sekian, lo kasih orang- orang nih sembako atau apa dari Demokrat legislatif, gitu. Iya.. iya sembako. Uang enggak seberapa. Ya cuma, nih gue kasih duit buat makan udah”. Hanya saja tokoh masyarakat di RT 07 merasa hal tersebut tidak terlalu berarti dalam penilaian masyarakat untuk memilih, karena ia merasa itu akan berbalik lagi kepada pribadi masing-masing warga sebagai bentuk kebebasan bertindaknya. “Ada sih ada, kayak caleg gitu dari Demokrat pernah. Tapi kan itu, pas saat ini dia aja ada gitu sembakonya. Tapi nanti tetep aja nanti milihnya beda-beda. Soalnya kalau masalah itu, kita pastikan itu gak ada yang masuk, itu kan hati nurani kita aja gitu. Kita juga gak tau, biar kita Paksa kan gimana kan. Ada juga sih yang begitu komitmen bisa apa kan gitu”.

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah peneliti mengadakan analisis pengaruh penayangan iklan partai politik Golkar di TV One terhadap perilaku masyarakat RT 07 dan RT 09 Kelurahan Kebon Baru, Tebet, Jakarta Selatan, didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Dapat diketahui bahwa korelasi antara variabel penayangan iklan partai politik dengan varibel perilaku memilih masyarakat adalah 0,829 dan nilai signifikansinya sebesar 0,000. Alpha yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,05. Dikarenakan nilai signifikansi korelasi yang diperoleh lebih kecil dari nilai alpha, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara penayangan iklan partai politik Golkar dengan perilaku memilih masyarakat Kelurahan Kebon Baru Jakarta Selatan. 2. Selain itu, diketahui pula jika ketiga sub-variabel penyangan iklan partai politik Golkar dipisahkan. Ternyata hanya dua sub-variabel yang memiliki pengaruh signifikan secara parsial terhadap perilaku masyarakat dalam memilih. Pertama, variabel tingkat menonjol bagi khalayak personal salience yaitu, relevansi isi berita dengan kebutuhan khalayak. Kedua, valensi valence yakni, menyenangkan atau tidak menyenangkan cara pemberitaan suatu peristiwa tersebut. Sedangkan, sub-variabel visibilitas visibility yaitu, jumlah atau tingkat menonjolnya berita tidak berpengaruh 94 signifikan terhadap perilaku memilih masyarakat, karena t hitungnya sebesar 0,975 dengan nilai lebih besar dari nilai alpha 0,05.

B. Saran

Berdasarkan dari hasil penelitian dan kesimpulan di atas, saran-saran yang dapat diberikan penulis dalam skripsi ini ialah: 1. Bagi para akademisi agar dapat menjadi lebih peka dalam keadaan dan perkembangan yang ada di media massa televisi khususnya pada saat ini. 2. Bagi khalayak sebagai penonton televisi agar lebih cermat menyaring informasi dari media massa televisi. Dan tidak menerimanya tanpa sadar begitu saja sehingga, dapat tertipu dengan mudah tanpa mengetahui bahwa penonton tersebut telah dibentuk agendanya sesuai kehendak media terkait. 3. Bagi para pengiklan partai politik hendaknya tidak perlu secara berlebihan mengeluarkan biaya besar untuk menampilkan iklan setiap harinya bahkan sebelum waktu kampanye ditentukan. Karena hasil penelitian ini membuktikan bahwa ternyata jumlah iklan yang ditayangkan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku memilih masyarakat. Tetapi dapat lebih menekankan kepada konsep penyajian agar dapat langsung memikat penontonnya. Karena dalam penelitian ini terbukti bahwa suatu konsep penyajian iklan pada akhirnya akan menimbulkan kesukaan dan lebih meningkatkan tingkat menonjol pribadinyanya khalayak ketika ia melihat menyaksikan iklan politik yang berbeda dengan iklan politik biasanya. DAFTAR PUSTAKA Agung, I Gusti Ngurah. Statistik: Analisis Hubungan Kausal Berdasarkan Data Kategorik. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2002. Arifin, Anwar. Komunikasi Politik: Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011. Arsyad, Azhar. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2003. Bungin, Burhan. Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta: Kencana, 2008. _____________. Metode Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik serta Ilmu-Ilmu Sosial lainnya. Jakarta: Kencana, 2009. Burton, Graeme. Membincangkan Televisi. Yogyakarta: Jalasutra, 2011. Bryant, Jennings dan Susan Thompson. Fundamentals of Media Effects. McGraw Hill, 2002. Denis McQuail. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Salemba Humanika, 2011. Effendy, Onong Uchjana. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007. Fauzie, Ristiani. “Beberapa Faktor Psikologis yang Mempengaruhi Perilaku Tidak Memilih Non-Viting Behavior pada Pemilihan Gubernur.” Skripsi S1 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013. Heryanto, Gun Gun dan Sulhan Sumaru. Komunikasi Politik Sebuah Pengantar. Bogor: Ghalia Indonesia, 2013. _______________________________. Komunikasi Politik. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011. Hamidi. Metode Penelitian dan Teori Komunikasi. Malang: UMM Press, 2010. Hikmat, Mahi M. Metode Penelitian dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011. Jumroni dan Suhaimi. Metode – Metode Penelitian Komunikasi. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006. 94