The study of α glucosidase inhibitor of endophytic actinomycetes isolated from brotowali

KAJIAN INHIBITOR α-GLUKOSIDASE AKTINOMISET
ENDOFIT ASAL BROTOWALI
(Tinospora crispa)

SRI PUJIYANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi ” Kajian Inhibitor αGlukosidase Aktinomiset Endofit Asal Brotowali (Tinospora crispa)” adalah

karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.


Bogor, Agustus 2012

Sri Pujiyanto
NRP: G361070031

ABSTRACT
SRI PUJIYANTO. The Study of α-Glucosidase Inhibitor of
Endophytic
Actinomycetes Isolated from Brotowali (Tinospora crispa). Under direction of
YULIN LESTARI, ANTONIUS SUWANTO, SRI BUDIARTI and LATIFAH K.
DARUSMAN.
An α-glucosidase inhibitor is one of the compounds for the treatment of
diabetes. This inhibitor can retard the liberation of glucose from dietary complex
carbohydrates and delay glucose absorption, resulting in reduced postprandial
plasma glucose levels and suppress postprandial hyperglycaemia. Diabetic
medicinal plants are potencial sources of α-glucosidase inhibitor-producing
endophytic microorganisms. Actinomycetes has been known as a source of
various bioactive compounds that have been used in human health. The purpose
of this study were to isolate and to select α-glucosidase inhibitor-producing
endophytic actinomycetes from Tinospora crispa and to characterize the selected

isolated and their α-glucosidase inhibitor. Endophytic actinomycetes were
isolated from the roots, leaves and stems of T. crispa. Sterilized plant samples
were inoculated on the HV Agar medium containing 50 ppm cycloheximide and
30 ppm nalidixic acid and were incubated for 2-3 weeks at room temperature. All
actinomycetes isolates were tested for their ability to inhibit the α-glucosidase.
Identification for the selected isolates was based on 16S rDNA sequences. The
inhibitor activity to α-glucosidase was determined spectrophotometrically at 400
nm using p-nitrophenyl-α-D-glucopyranoside as a substrate, and acarbose as a
positive control. Characterization and identification of inhibitor component was
based on thin layer chromatography, column chromatography, phytochemicals,
UV-Vis spectrophotometer and FTIR analyses.The results showed that
endophytic actinomycetes isolated from T. crispa produced various inhibition
activities. The highest inhibition activity to α-glucosidase was shown by BWA65
found from T. crispa. Production of α-glucosidase inhibitor compounds in this
plant largely related with the contribution of its actinomycetes endophytes. The
identification based on 16S rDNA sequence revealed that the isolate has 98%
similarity to Streptomyces diastaticus. Separation of bioactive components by
column chromatography obtained active fraction (F6), which has a low IC50 and
high inhibitory activity. Based on phytochemicals, UV-Vis spectrophotometer and
FTIR analyses, the active compound F6 is an auron group of flavonoid.

Key words: α-glucosidase inhibitor, endophytic actinomycetes, diabetes mellitus,
Tinospora crispa.

RINGKASAN
SRI PUJIYANTO. Kajian Inhibitor α-Glukosidase Aktinomiset Endofit Asal
Brotowali (Tinospora crispa). Dibimbing oleh YULIN LESTARI, ANTONIUS
SUWANTO, SRI BUDIARTI dan LATIFAH K. DARUSMAN
Pengobatan diabetes secara tradisional pada umumnya adalah dengan
memanfaatkan berbagai jenis tanaman yang memiliki kandungan bahan aktif
yang dapat menurunkan kadar gula dalam darah, diantaranya adalah senyawa
yang dapat menghambat enzim α-glukosidase. Eksplorasi mikrob endofit
diharapkan dapat menghasilkan metabolit sekunder penting yang memiliki
khasiat sama dengan metabolit yang dihasilkan tanaman inangnya. Tanaman
obat diabetes merupakan sumber mikrob potensial penghasil inhibitor αglukosidase. Isolat potensial dari tanaman obat tersebut diharapkan dapat
digunakan untuk memproduksi senyawa inhibitor α-glukosidase secara
mikrobiologis.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan isolat aktinomiset
endofit dari tanaman obat diabetes, khususnya Tinospora crispa (brotowali) yang
berpotensi
sebagai

penghasil
senyawa
inhibitor
α-glukosidase,
mengkarakterisasi dan mengidentifikasi isolat aktinomiset endofit penghasil
inhibitor α-glukosidase terpilih, serta mengkarakterisasi dan mengidentifikasi
senyawa inhibitor α-glukosidase yang dihasilkan oleh isolat aktinomiset endofit
terpilih.
Berdasar kerangka pemikiran bahwa: a) inhibitor α-glukosidase dapat
dihasilkan oleh berbagai organisme, yaitu tanaman tingkat tinggi, alga, cendawan,
bakteri (non aktinomiset) dan aktinomiset, b) terdapat beberapa temuan
penelitian yang menyatakan bahwa beberapa mikrob endofit dapat menghasilkan
senyawa yang serupa dengan tanaman inangnya, dan c) tanaman T. crispa
secara empiris diketahui memiliki aktivitas antidiabetes serta menghasilkan
senyawa inhibitor α-glukosidase, maka dapat dirumuskan suatu hipotesis:
aktinomiset endofit penghasil senyawa inhibitor α-glukosidase dapat diisolasi dari
tanaman T. crispa. Isolat aktinomiset yang diperoleh mampu menghasilkan
senyawa inhibitor α-glukosidase secara in vitro.
Isolasi aktinomiset endofit dilakukan dari T. crispa menggunakan media
Humic Acid Vitamin B (HV) agar dengan penambahan 50 ppm cycloheximide dan

30 ppm nalidixic acid. Sebelum dilakukan isolasi, sampel tanaman disterilisasi
permukaan menggunakan natrium biklorit dan alkhohol 70% secara bertahap.
Aktivitas inhibitor α-glukosidase diuji berdasarkan pada penghambatan
pemecahan substrat p-Nitrophenyl-α-D-glucopyranoside oleh enzim αglukosidase selama periode tertentu. Senyawa acarbose (Sigma) digunakan
sebagai pembanding.
Untuk mengetahui peran aktinomiset endofit dalam menghasilkan inhibitor
α-glukosidase, dilakukan pengujian aktivitas inhibitor α-glukosidase terhadap
tanaman T. crispa bebas endofit yang diperoleh dari kultur jaringan tanaman,
tanaman asli yang diperoleh dari alam dan isolat aktinomiset endofit terpilih,
kemudian hasilnya dibandingkan.
Identifikasi isolat terpilih dilakukan berdasarkan sekuen 16S rDNA.
Pengamatan morfologi isolat dilakukan menggunakan mikroskop cahaya pada
perbesaran 100 dan 400x dan SEM pada perbesaran 10.000x.
Deteksi keberadaan gen yang terlibat dalam biosintesis inhibitor αglukosidase dilakukan dengan amplifikasi gen penyandi sedoheptulosa-7-fosfat
siklase menggunakan primer VOG-F 5'GGSGGSGGSGTSCTSATGGACGT-

SGCSGG-3', dan primer VOG-R 5'GCCATGTCSACGCASACSGCSGCCTCSCCGAG-3'. Hasil amplifikasi DNA dengan PCR selanjutnya disekuen dan
dibandingkan dengan sekuen yang ada di database GenBank.
Produksi senyawa inhibitor menggunakan media produksi cair berisi 0.1%
soluble starch, 0.5% pepton, dan 0.1% yeast extract . Ekstraksi senyawa inhibitor

dilakukan dengan menggunakan pelarut etil asetat. Fraksinasi senyawa aktif
dilakukan dengan kromatografi kolom silika gel dengan eluen heksan:etil asetat
1:4. Analisis fraksi dilakukan dengan bantuan KLT analitik. Fraksi yang diperoleh
diuji aktivitas inhibitor α-glukosidasenya. Fraksi terbaik dikarakterisasi lebih lanjut
meliputi: nilai IC50, pengaruh konsentrasi substrat, pemeriksaan fitokimia,
scanning serapan maksimum dengan spektrofotometer UV-Vis dan pemeriksaan
dengan spektrofotometer FTIR.
Tiga puluh dua isolat aktinomiset endofit telah berhasil diisolasi dari
tanaman T. crispa. Isolat BWA65 dari tanaman T. crispa merupakan isolat paling
berpotensi untuk dikaji lebih lanjut. Penemuan isolat aktinomiset endofit dari T.
crispa yang menghasilkan inhibitor α-glukosidase dalam penelitian ini,
memperkuat pendapat bahwa tanaman dapat mengandung mikrob endofit yang
dapat menghasilkan beberapa senyawa biologis atau metabolit sekunder yang
diduga sebagai hasil transfer genetik (rekombinasi genetik) dari tanaman inang
ke mikrob endofit.
Tanaman T. crispa bebas endofit yang diperoleh dari kultur jaringan
tanaman hanya memiliki kemampuan yang sangat rendah untuk menghasilkan
senyawa inhibitor α-glukosidase. Tanaman T. crispa yang diperoleh dari alam
mampu memproduksi senyawa inhibitor jauh lebih besar dibandingkan tanaman
bebas endofit yang diperoleh dari kultur jaringan. Namun demikian, kemampuan

inhibitor α-glukosidase yang dihasilkan oleh aktinomiset endofit BWA65 lebih dari
dua kali daripada aktivitas inhibitor α-glukosidase tanaman inang. Hasil ini
mengindikasikan bahwa aktinomiset endofit dalam tanaman T. crispa tersebut
memberikan kontribusi besar terhadap produksi senyawa inhibitor α-glukosidase.
Hasil identifikasi berdasarkan sekuen 16S rDNA sepanjang 1343 pasang
basa menunjukkan bahwa isolat BWA65 memiliki kesamaan 98% dengan
Streptomyces diastaticus. Kajian tentang inhibitor α-glukosidase yang dihasilkan
oleh S. diastaticus hingga saat ini belum pernah dilaporkan. Berdasarkan hal
tersebut, kemungkinan besar isolat BWA65 merupakan jenis baru penghasil
inhibitor α-glukosidase.
Analisis menggunakan program BLASTX terhadap sekuen basa hasil
amplifikasi gen sedoheptulosa-7-fosfat siklase dari isolat BWA65 menunjukkan
kemiripan paling tinggi 92% dengan GAF sensor hybrid histidine kinase pada
Streptomyces violaceusniger Tu4113 (no akses YP-004812094.1). Amplifikasi
ulang gen sedoheptulosa-7-fosfat siklase pada isolat aktinomiset BWA65 ini
dengan primer Forward: 5’-CCTACGAGGTGCGCTTCCGGGACGACGT-3’ dan
Reverse: 5’-GGCGGCCTGCAGCTCGGCGGCCGTCACGT-3’, berhasil mengamplifikasi gen tersebut secara spesifik sepanjang 300 bp. Analisis hasil
sekuensing menggunakan program BLASTX menunjukkan kemiripan 100%
dengan gen sedoheptulosa-7-fosfat siklase dari Actinoplanes sp. SE50/110 (no
akses Y18523.4) (Velina 2012, unpublished).

Fraksinasi senyawa aktif dari ekstrak etil asetat kultur BWA65 diperoleh
fraksi aktif (Fraksi F6) sebagai fraksi paling potensial. Fraksi ini memiliki aktivitas
penghambatan sebesar 80.9% pada konsentrasi 200 ppm atau setara dengan
96.2% dari aktivitas acarbose (aktivitas penghambatan 84.1%). Pada pengujian
nilai IC50, Fraksi F6 memiliki nilai IC50 10.9 ppm, lebih kecil dibanding nilai IC50
acarbose sebesar 36.65 ppm. Keunggulan senyawa pada fraksi F6 ini pada
konsentrasi yang rendah (dibawah 100 ppm) aktivitasnya lebih tinggi dibanding

dengan acarbose. Pada konsentrasi 12.5; 25 dan 50 ppm fraksi F6 memiliki
aktivitas penghambatan sebesar 143.1%; 152.4% dan 150.1% dibanding
acarbose pada konsentrasi yang sama. Hasil pengujian aktivitas inhibitor dengan
berbagai konsentrasi substrat p-Nitrophenyl-α-D-glucopyranoside menunjukkan
bahwa senyawa inhibitor α-glukosidase yang dihasilkan isolat BWA65 diduga
memiliki tipe penghambatan kompetitif.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dengan spektrofotometer FTIR dan
penelusuran literatur mengindikasikan senyawa Fraksi F6 ini memiliki gugus
fungsi: karbonil C=O, ikatan O-H, ikatan C-O, ikatan rangkap dan C=C cincin
aromatik, serta memiliki serapan panjang gelombang maksimum 423 nm saat
diuji dengan spektrofotometer UV-Vis. Berdasarkan hasil pemeriksaan
menggunakan uji fitokimia, spektrofotometer UV-Vis maupun FTIR

mengindikasikan bahwa senyawa aktif inhibitor α-glukosidase yang dihasilkan
oleh isolat BWA65 merupakan senyawa flavonoid kelompok auron.

Kata kunci: aktinomiset endofit, inhibitor α-glukosidase, diabetes melitus,
tanaman obat

© Hak cipta milik IPB, tahun 2012
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

KAJIAN INHIBITOR α-GLUKOSIDASE AKTINOMISET
ENDOFIT ASAL BROTOWALI
(Tinospora crispa)


SRI PUJIYANTO

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Mikrobiologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Penguji Luar pada Ujian Tertutup :

1. Prof. drh. Dondin Sajuthi, PhD
2. Dr. Yanti, MSi

Penguji Luar pada Ujian Terbuka :

1. Dr. Raymond R. Tjandrawinata

2. Dr. Aris Tri Wahyudi

HALAMAN PENGESAHAN
Judul Disertasi

:

Kajian Inhibitor α-Glukosidase Aktinomiset Endofit Asal
Brotowali (Tinospora crispa)

Nama

:

Sri Pujiyanto

NRP

:

G361070031

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yulin Lestari
Ketua

Prof. Dr. Ir. Antonius Suwanto, MSc.
Anggota

Dr. dr. Sri Budiarti
Anggota

Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS.
Anggota

Diketahui
Ketua Program Studi Mikrobiologi

Dekan Sekolah Pascasarjana,

Dr. Ir. Gayuh Rahayu

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr.

Tanggal Ujian:……………………….

Tanggal Lulus:…………………

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi dengan
judul “Kajian Inhibitor α-Glukosidase Aktinomiset Endofit Asal Brotowali
(Tinospora crispa)”.
mengikuti

Program

Disertasi ini merupakan karya ilmiah penulis selama
Doktor

pada

Program

Studi

Mikrobiologi,

Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa karya disertasi ini tidak mungkin tercipta tanpa
bimbingan

dari

komisi

pembimbing,

untuk

itu

penulis

menyampaikan

penghargaan yang setinggi-tingginya serta ucapan terimakasih kepada: Dr. Ir.
Yulin Lestari selaku ketua komisi pembimbing serta Prof. Dr. Ir. Antonius
Suwanto, MSc, Dr. dr. Sri Budiarti dan Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS
selaku anggota komisi pembimbing atas segala bimbingan, arahan, perhatian,
nasehat, motivasi serta keteladanan yang telah diberikan kepada penulis mulai
dari awal pemilihan tema penelitian, selama pelaksanaan penelitian hingga
penulisan disertasi.
Penelitian ini didanai oleh Hibah Penelitian Pascasarjana a.n. Dr. Ir. Yulin
Lestari, serta sebagian dari Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS), untuk
itu penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Prof. drh. Dondin Sajuthi,
PhD dari PS Satwa Primata, IPB dan Dr. Yanti, MSi dari Fakultas Teknobiologi
Universitas Atmajaya (selaku penguji luar pada sidang tertutup), Prof. Dr. Okky
Setyawati Dharmaputra (selaku wakil PS Mikrobiologi), drh. Sulistiyani, MSc,
PhD (selaku wakil Dekan FMIPA) serta Dr. Ir. Aris Tri Wahyudi, MSi dari PS
Mikrobiologi, IPB dan Dr. Raymond R. Tjandrawinata dari PT. DEXA MEDICA
(selaku penguji luar pada sidang terbuka), Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena
(selaku wakil PS Mikrobiologi/Dept. Biologi) dan Dr. Ir. Sri Nurdiati (Dekan FMIPA
IPB) atas saran-saran yang diberikan untuk kesempurnaan penulisan disertasi ini.
Penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada Dr. Ir. Gayuh Rahayu
selaku ketua PS Mikrobiologi serta seluruh staf pengajar PS Mikrobiologi atas
curahan ilmu selama menempuh studi di PS Mikrobiologi SPs IPB. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada Kepala Bagian Mikrobiologi

Departemen

Biologi dan Kepala Bagian Kimia Analitik Departemen Kimia, Fakultas MIPA IPB
yang telah memberi ijin penulis untuk melaksanakan penelitian ini. Kepada
seluruh tehnisi Lab. Mikrobiologi, Dept. Biologi dan Lab. Kimia Analitik, Dept.

Kimia dan PS Biofarmaka, penulis menyampaikan

terimakasih atas segala

bantuannya dalam penyelesaian penelitian ini. Kepada seluruh mahasiswa S3,
S2 dan S1 sesama peneliti di Lab Mikrobiologi, penulis sampaikan terimakasih
atas kerjasama yang baik dan saling pengertiannya.
Kepada teman seperjuangan Dr. Ratih Dewi Hastuti dan Dr. Desniar serta
teman-teman dari Undip Semarang, Dr. Sunarno, Dr. Jumari, Dr. Sri Widodo
Agung Suedy dan Dr. Fuad Muhammad, penulis sampaikan terimakasih atas
diskusi-diskusi, kebersamaan dan bantuannya dalam penyelesaian studi ini.
Semoga kebersamaan ini tetap terjaga selamanya.
Kepada kedua orang tua penulis, Bapak Dwijosumarto dan Ibu Suresmi,
juga adik Sri Ristini dan keluarga, terimakasih atas doa yang tulus tiada henti
yang selalu mengiringi setiap langkah untuk penyelesaian studi S3 ini. Kepada
almarhum Bapak/Ibu mertua, penulis sampaikan terimakasih atas doa dan
curahan waktu untuk merawat anak-anak sebelum meninggalkan kami
selamanya. Kepada keluarga tercinta, istriku Nining Indrawati, SKom, MAB dan
anak-anakku Annisa Ismatul Jannah, Nadia Rizka Izzati dan Royan Rasyid
Habibie terima kasih atas kesabaran, pengorbanan, pengertian, dorongan dan
doa yang senantiasa menemani perjalanan S3 ini. Karya ini saya persembahkan
kepada keluarga tercinta.
Penulis menyadari bahwa tiada karya yang sempurna, untuk itu segala
masukan dan saran perbaikan senantiasa penulis harapkan. Semoga karya
ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2012

Sri Pujiyanto

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 13 Januari 1973, sebagai anak
pertama dari Bapak Dwijo Sumarto dan Ibu Suresmi. Pendidikan Sarjana Biologi
dalam bidang Mikrobiologi diselesaikan di Universitas Diponegoro pada tahun
1998. Pendidikan Magister Sains dalam bidang Mikrobiologi diselesaikan di
Institut Pertanian Bogor pada tahun 2001. Selanjutnya, penulis mendapatkan
kesempatan melanjutkan sekolah S3 di Program Studi Mikrobiologi, Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui program
Beasiswa Pendidikan Pasca Sarjana (BPPS) Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi. Penulis adalah staf pengajar di Jurusan Biologi, FMIPA Universitas
Diponegoro, Semarang. Hingga kini, penulis tercatat sebagai anggota himpunan
profesi

Perhimpunan

Mikrobiologi

Indonesia

(PERMI).

Selama

menjadi

mahasiswa S3, penulis telah mempresentasikan sebagian dari penelitian
disertasi pada International Seminar of Indonesian Society for Microbiology,
tahun 2010 di Bogor, dengan judul “The Activity of α-Glucosidase Inhibitor of
Endophytic Actinomycetes Isolated from Indonesian Diabetic Medicinal Plants”.
Pada tahun 2012, sebagian hasil penelitian ini telah dipublikasikan di
International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science, Vol 4, tahun
2012, dengan judul “Αlpha Glucosidase Inhibitor Activity and Characterization of
Endophytic Actinomycetes Isolated from some Indonesian Diabetic Medicinal
Plants”.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………….

xiii

DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………….

xv

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………………..

xvi

PENDAHULUAN
Latar Belakang………………………………………………………………

1

Perumusan Masalah………………………………………………………..

6

Tujuan Penelitian……………………………………………………………

6

Manfaat Penelitian………………………………………………………….

6

Novelty……………………………………………………………………….

7

Hipotesis……………………………………………………………………..

7

TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Diabetes Melitus…………………………………………………

9

Inhibitor α-Glukosidase dalam Pengobatan Diabetes………………….

9

Tanaman Obat Diabetes…………………………………………………...

13

Tanaman Brotowali ………………………………………………….……..

16

Mikrob Endofit……………………………………………………………….

18

Aktinomiset Endofit dan Potensinya………………………………………

19

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian……………………………………………..

23

Isolasi Aktinomiset Endofit…………………………………………………

23

Seleksi dan Uji Penghambatan Enzim α-Glukosidase………………….

24

Peran Aktinomiset Endofit dalam Menghasilkan inhibitor
α-Glukosidase ………………………………………………………………

24

Penentuan Waktu Produksi Optimum…………………………………….

25

Identifikasi Isolat Terpilih…………………………………………………..

25

Karakterisasi Morfologi Isolat……………………………………………...

26

Deteksi Gen Sedoheptulosa-7-Fosfat Siklase…………………………..

26

Isolasi dan Identifikasi Senyawa Inhibitor α-Glukosidase………….......

27

HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi Aktinomiset Endofit…………………………………………………

33

Penapisan Aktinomiset Endofit Penghasil Inhibitor α-Glukosidase.......

35

Karakterisasi Morfologi Isolat BWA65……………………………………

40

Identifikasi Isolat Aktinomiset……………………………………………...

41

Deteksi Gen Sedoheptulosa-7-Fosfat Siklase…………………………..

43

Ekstraksi Senyawa Inhibitor ………………………………………………

45

Uji Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase Ekstrak………………………..

46

Anaisis Fitokimia Ekstrak Etil Asetat…………………………………

48

Fraksinasi dengan Kromatografi Kolom………………………………….

49

Pencarian Eluen Terbaik………………………………………………

50

Uji Inhibisi α-Glukosidase Fraksi……………………………………..

52

Karakterisasi dan Identifikasi Senyawa Inhibitor α-Glukosidase ……..

55

Pemeriksaan dengan KLT Analitik……………………………………

55

Pengaruh Konsentrasi Substrat………………………………………

57

Identifikasi dengan Uji Fitokimia……………………………………...

59

Analisis dengan Spektrofotometer UV-Vis…………………………..

60

Identifikasi Gugus Fungsi dengan FTIR ……………………………

64

Temuan Penting dan Implikasinya……………………………………

66

KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………………….

69

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………...

71

LAMPIRAN………………………………………………………………………......

79

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Beberapa organisme penghasil senyawa inhibitor α-glukosidase…...

13

2

Kajian tanaman obat diabetes di berbagai negara……………………..

14

3

Kajian aktinomiset endofit pada beberapa tanaman dan potensinya...

21

4

Komposisi reaksi PCR:amplifikasi gen 16S rRNA……………………...

25

5

Komposisi reaksi PCR amplifikasi gen Sedoheptulosa-7-fosfat
siklase……………………………………………………………………….

27

Isolat aktinomiset endofit dari berbagai tanaman obat diabetes dan
aktivitas inhibitor α-glukosidase yang dihasilkannya…………………..

35

7

Karakteristik kultur isolat BWA65 pada berbagai media……………….

40

8

Hasil analisis sekuen DNA hasil amplifikasi gen penyandi
sedoheptulosa-7-fosfat siklase isolat BWA65 menggunakan program
BLASTX……………………………………………………………………..

45

6

9

Hasil ekstraksi senyawa inhibitor dengan berbagai pelarut…………… 46

10

Aktivitas inhibitor α-glukosidase berbagai ekstrak kultur aktinomiset
BWA65 ……………………………………………………………………..

47

11

Kandungan fitokimia ekstrak etil asetat kultur BWA65…………………

49

12

Hasil percobaan KLT untuk menentukan pelarut terbaik…………….... 50

13

Hasil fraksinasi senyawa menggunakan kromatografi kolom gel
silika…………………………………………………………………………

52

14

Aktivitas inhibitor α-glukosidase hasil fraksinasi kolom………………... 52

15

Aktivitas inhibitor α-glukosidase beberapa senyawa dibanding
acarbose ……………………………………………………………………

54

16

Hasil KLT analitik Fraksi F6 dengan beberapa eluen………………….. 57

17

Pengaruh konsentrasi substrat terhadap kemampuan inhibitor
α-glukosidase hasil fraksinasi…………………………………………….. 57

18

Rentangan serapan spektrum UV-Vis flavonoid ……………..………...

62

19

Ciri spektrum golongan flavonoid utama ………………………………..

62

20

Identifikasi gugus fungsi fraksi F6 dengan FTIR……………………….

65

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Diagram alur kerangka pemikiran penelitian …………………………......

5

2

Struktur senyawa acarbose …………………………………………………

10

3

Jumlah isolat aktinomiset endofit isolat dari tanaman obat………........... 33

4

Jumlah isolat aktinomiset endofit berdasarkan asal bagian tanaman.....

34

5

Aktivitas inhibitor α-glukosidase oleh aktinomiset endofit tanaman T.
crispa………………………………………………………………………….

38

Aktivitas inhibitor α-glukosidase yang dihasilkan oleh tanaman hasil
kultur jaringan tanaman, tanaman dari alam dan isolat aktinomiset
endofit ………………………………………………………………………...

39

6

7

Morfologi isolat aktinomiset endofit BWA65 yang diamati pada media
Oatmeal Agar, mikroskop cahaya dan SEM ……………………………… 41

8

Pohon filogenetik isolat BWA65 berdasarkan sekuen 16S rDNA............

9

Hasil amplifikasi PCR menggunakan primer VOG-F dan VOG-R …....... 44

10

Nilai IC50 berbagai ekstrak kultur BWA65………………………………….

48

11

Kromatografi lapis tipis dengan variasi campuran pelarut pengembang
heksan: etil asetat 1:4………………………………………………………..

51

42

12

Nilai IC50 dari fraksi aktif hasil kromatografi kolom gel silika…………….. 53

13

Aktivitas inhibitor α-glukosidase fraksi terpilih (Fraksi F3 dan Fraksi F6)
dibandingkan acarbose………………………………………………….

55

Hasil kromatografi lapis tipis Fraksi F6 menggunakan berbagai jenis
eluen …………………………………………………………………………..

56

Pengaruh konsentrasi substrat terhadap kemampuan inhibitor αglukosidase hasil fraksinasi………………………………………………….

58

16

Kurva Lineweaver-Burke aktifitas α-glukosidase …………………………

58

17

Spektrum spektrofotometer UV-Vis Fraksi F6……………….................... 61

18

Spektrum spektrofotometer UV-Vis Fraksi F3 ……………………………. 61

19

Spektrum FTIR Fraksi F6……………………………………………………

54

20

Struktur dasar senyawa auron………………………………………………

65

21

Tanaman brotowali…………………………………………………………...

87

14
15

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Uji aktivitas inhibitor dan penentuan nilai IC 50 ekstrak ……………………...

79

2 Hasil uji aktivitas hasil kromatografi kolom dan penentuan nilai IC 50..........

81

3 Hasil sekuensing gen 16S rRNA isolat BWA65……………………………...

83

4 Hasil analisis BLAST sekuen gen 16S rRNA isolat BWA65………………..

85

5 Tanaman brotowali……………………………………………………………...

87

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu masalah utama kesehatan
dunia. Menurut perkiraan, penderita diabetes di seluruh dunia pada tahun 2025
mendatang akan mencapai 300 juta orang. Sebagian besar (lebih dari 95%)
penderita diabetes merupakan penderita diabetes tipe 2 atau sering disebut noninsulin dependent diabetes (Bailey & Day 2003). DM atau kencing manis
merupakan penyebab kematian tertinggi di antara penyakit non infeksi lainnya.
Sekitar 1.08 juta kematian akibat penyakit kardiovaskular (pembuluh darah) yang
terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya, sebanyak 851 ribu di antaranya
merupakan pasien DM.
Gejala

penyakit

diabetes

adalah

adanya

keadaan

hiperglikemia

(peningkatan kadar gula darah) yang terus-menerus dan bervariasi, terutama
setelah makan. Penyakit diabetes mellitus dapat menyebabkan adanya
komplikasi pada tingkat lanjut. Hiperglikemia dapat menyebabkan dehidrasi dan
ketoasidosis. Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular,
kegagalan kronis ginjal, kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan,
serta kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan
risiko amputasi.
Penyakit DM merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, tetapi
dapat dikontrol. Pengobatan penyakit diabetes pada prinsipnya adalah suatu
usaha untuk menjaga agar kadar glukosa darah dapat dipertahankan pada
kondisi normal (80-120 mg/dl). Berbagai pilihan obat diabetes baik modern
maupun tradisional telah dikenal

di masyarakat. Saat ini terdapat berbagai

pilihan obat diabetes oral yang tersedia untuk penderita diabetes tipe 2 (Bailey &
Day 2003).
Penggunaan inhibitor enzim dalam pengobatan penyakit telah lazim
digunakan dan mengalami perkembangan yang pesat. Nilai ekonomi obat yang
tergolong inhibitor enzim diperkirakan mencapai 95.57 milyar dolar pada tahun
2006 (Copeland 2005). Demikian juga dalam pengobatan diabetes, salah satu
target obat diabetes adalah menghambat enzim α-glukosidase.

Enzim α-

glukosidase (EC 3.2.1.20) ini berperan dalam pencernaan karbohidrat komplek
(amilum) menjadi glukosa di dalam usus halus. Enzim ini menghidrolisis ikatan α1,4-D-glukosa dengan membebaskan molekul glukosa. Dengan dihambatnya

2

aktivitas enzim ini, maka asupan glukosa dari usus ke dalam darah dapat
dikurangi. Senyawa aktif yang memiliki aktivitas seperti ini adalah inhibitor αglukosidase. Beberapa senyawa kimia yang telah diketahui merupakan inhibitor
α-glukosidase antara lain: pradimicin (Yosuke et al. 1992), deoxynojirimycin
(Fischer et al. 1995), acarbose (Hemker et al. 2001), curcumin (Du et al. 2006)
dan ceptezole, suatu antibiotik beta laktam (Lee et al. 2007). Beberapa ekstrak
tanaman seperti: Pinus densiflora (Kim et al. 2003), Phalleria macrocarpa
(Sugiwati et al. 2006) dan Terminalia sp. (Anam et al. 2009) juga diketahui
memiliki aktivitas inhibitor α-glukosidase. Selain tanaman, organisme lain seperti
cendawan Ganoderma lucidum (Kim & Nho 2004) dan alga (Cannell et al. 1988)
serta aktinomiset juga diketahui memiliki aktivitas inhibitor α-glukosidase.
Beberapa aktinomiset yang diketahui menghasilkan inhibitor α-glukosidase
adalah: Actinomadura verrucosospora (Yosuke et al. 1992), Actinoplanes sp.
(Gown 2006), Streptomyces clavuligerus (Lee et al. 2007) dan Micromonospora
sp. (Suthindhiran et al. 2009).
Senyawa inhibitor α-glukosidase yang telah sukses dikomersialkan
adalah acarbose, suatu pseudooligosakarida yang memiliki struktur mirip glukosa.
Senyawa ini dihasilkan oleh Actinoplanes sp., suatu aktinomiset yang diisolasi
dari suatu daerah di Kenya dan dikomersialkan oleh perusahaan Bayer, Jerman
dengan nilai jual 379 juta US dolar pada tahun 2004 (Gown 2006).
Pengobatan diabetes secara tradisional pada umumnya dengan
memanfaatkan berbagai jenis tanaman yang memiliki kandungan bahan aktif
yang dapat menurunkan kadar gula dalam darah. Berbagai tanaman obat yang
secara empiris diketahui memiliki khasiat sebagai agen hipoglikemia antara lain
adalah: brotowali (Tinospora crispa), pinus (Pinus densiflora), lidah buaya (Alloe
vera), bawang putih (Allium sativum), bawang merah (Allium cepa),
(Stevia rebaudiana), ubi jalar (Ipomoea batatas),

stevia

sambiloto (Andrographis

paniculata), mengkudu (Morinda citrifolia), delima (Punica granatum), kelapa
(Cocos nucifera),

jambelang (Eugenia jambolana),

mahkota dewa (Phaleria

macrocarpha), ginseng (Panax sp), buah merah (Pandanus conoideus) dan pare
(Momordica charantia) (Subroto 2006; Klein et al. 2007; Bnouham et al. 2006).
Brotowali (Tinospora crispa) telah lama di kenal oleh masyarakat
tradisional Indonesia sebagai bahan pembuatan jamu yang di campur dengan
tanaman-tanaman herbal lainnya. Brotowali merupakan tanaman herba (perdu)
yang hampir semua bagian dari tubuhnya di manfaatkan sebagai obat serba

3

guna yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti: kencing
manis, hipertensi, dan demam. Kajian ilmiah terhadap tanaman brotowali sebagai
obat diabetes telah dilakukan para peneliti. Noor dan Ashcroft (1998) melaporkan
bahwa ekstrak T. crispa mampu menstimulasi peningkatan sekresi insulin,
sehingga dapat berperan sebagai antihiperglikemia. Noipa dan Ninlaaesong
(2011) melaporkan bahwa ekstrak T. crispa dapat meningkatkan laju transpor
glukosa ke dalam sel. Uji klinis oleh Sriyapai et al. (2009) menunjukkan bahwa
konsumsi serbuk T. crispa dapat menurunkan kadar gula darah setelah makan.
Chougale et al. (2009) melaporkan bahwa ekstrak tanaman T.cordifolia memiliki
aktivitas inhibitor α-glukosidase. Patela dan Mishrab (2012) menemukan tiga
senyawa dari tanaman Tinospora cordifolia yang memiliki kemampuan inhibitor
α-glukosidase, yaitu jatrorrhizine, palmatine dan magnoflorine. Senyawasenyawa tersebut memiliki nilai IC50 berturut-turut sebesar 22.05, 38.42 and 7.6
µg/mL untuk jatrorrhizine, palmatine dan magnoflorine. Hasil uji in vivo juga
menunjukkan adanya penekanan yang signifikan terhadap kenaikan kadar
glukosa plasma darah oleh ketiga senyawa tersebut pada konsentrasi 20 mg/kg
berat badan. Senyawa magnoflorine merupakan senyawa paling potensial
sebagai inhibitor α-glukosidase di antara ketiga senyawa yang ditemukan
tersebut.
Selama ribuan tahun, senyawa bioaktif yang berasal dari alam telah
memegang peran penting dalam pengobatan dan upaya mempertahankan
kesehatan manusia. Senyawa-senyawa tersebut dapat dihasilkan dari berbagai
sumber seperti tanaman, hewan maupun mikroorganisme (Chin et al. 2006).
Bahan bioaktif alami selain dapat digunakan sebagai obat secara langsung, juga
berperan sebagai bahan baku dalam pembuatan senyawa sintetik (Topliss et al.
2002). Tanaman, merupakan salah satu sumber yang sangat penting dalam
upaya pengobatan dan upaya mempertahankan kesehatan masyarakat. Sampai
saat ini menurut perkiraan badan kesehatan dunia (WHO), 80% penduduk dunia
masih

menggantungkan

dirinya

pada

pengobatan

tradisional

termasuk

penggunaan obat yang berasal dari tanaman. Sampai saat ini seperempat dari
obat-obat modern yang beredar di dunia berasal dari bahan aktif yang diisolasi
dan dikembangkan dari tanaman (Radji 2005).
Indonesia yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia
berpotensi besar untuk mengembangkan obat herbal yang berbasis pada
tanaman obat. Lebih dari 1000 spesies tumbuhan dapat dimanfaatkan sebagai

4

bahan baku obat. Tumbuhan tersebut menghasilkan metabolit sekunder dengan
struktur molekul dan aktivitas biologis yang beraneka ragam serta memiliki
potensi yang sangat baik untuk dikembangkan menjadi obat berbagai penyakit
(Radji 2005).
Permasalahan yang muncul dari pemakaian obat herbal adalah
bagaimana menjaga tingkat produksi obat herbal tersebut dengan bahan baku
yang terbatas karena sebagian besar bahan baku obat herbal diambil dari
tanaman induknya. Terdapat kekhawatiran bahwa sumberdaya hayati ini akan
musnah karena adanya kendala dalam budidayanya. Bahkan disinyalir bahwa
bahan obat herbal yang diproduksi dan diedarkan di Indonesia saat ini sebagian
besar bahan bakunya sudah mulai diimpor dari beberapa negara lain (Radji
2005).
Mikrob endofit merupakan mikrob yang hidup di dalam jaringan tanaman
pada periode tertentu dan mampu membentuk koloni dalam jaringan tanaman
tanpa membahayakan inangnya. Mikrob endofit ini dapat berupa cendawan dan
bakteri termasuk aktinomiset. Menurut

Tan dan Zou (2001) setiap tanaman

tingkat tinggi dapat mengandung sejumlah mikrob endofit yang mampu
menghasilkan senyawa biologi atau metabolit sekunder serupa dengan inangnya
yang

diduga

sebagai

akibat

koevolusi

atau

transfer

genetik

(genetic

recombination). Beberapa penelitian telah menunjukkan hasil yang mendukung
pendapat tersebut. Strobell dan Daisy (2003) melaporkan bahwa Taxomyces
andreanae endofit pada tanaman Taxus menghasilkaan paclitaxel. Paclitaxel
adalah senyawa antikanker yang dihasilkan juga oleh tanaman Taxus brevivolia.
Taechowisan et al. (2007) melaporkan Streptomyces aureofaciens, endofit pada
tanaman jahe menghasilkan senyawa arylcoumarin yang memiliki aktivitas
antitumor, dimana tanaman jahe juga memiliki senyawa anti tumor seperti
dilaporkan oleh Katiyar et al. (1996). Penelitian Castillo et al. (2002)
menunjukkan bahwa Streptomyces NRRL 30562 endofit pada tanaman Kennedia
nigriscans mampu menghasilkan antibiotik spektrum luas. Tanaman ini secara
tradisional digunakan suku aborigin untuk mencegah infeksi mikrob pada luka.
Aktinomiset telah lama diketahui sebagai sumber berbagai senyawa
bioaktif yang telah dimanfaatkan dalam berbagai bidang seperti kesehatan,
pertanian, maupun industri. Sekitar 70% senyawa bioaktif baru dihasilkan oleh
kelompok aktinomiset (Takahashi 2004). Berdasarkan fenomena tersebut, mikrob
endofit khususnya aktinomiset pada tanaman obat diharapkan dapat menjawab

5

permasalahan keterbatasan pemakaian tanaman obat sebagai sumber senyawa
bioaktif. Eksplorasi mikrob endofit diharapkan dapat menghasilkan metabolit
sekunder penting yang memiliki khasiat sama dengan metabolit yang dihasilkan
tanaman inangnya. Beberapa tanaman obat khas Indonesia seperti: brotowali,
sambiloto, mahkota dewa, ciplukan, dan lain-lain telah diketahui secara empiris
memiliki khasiat sebagai obat diabetes. Tanaman obat diabetes merupakan
sumber potensial penghasil inhibitor α-glukosidase (Benalla et al 2010).
Berdasarkan pendapat Tan dan Zou (2001) yang menyatakan bahwa endofit
dapat menghasilkan senyawa yang sama dengan senyawa yang dihasilkan
tanaman inangnya maka tanaman obat diabetes merupakan sumber potensial
isolat penghasil inhibitor α-glukosidase. Isolat potensial dari tanaman obat
tersebut, diharapkan dapat digunakan untuk memproduksi senyawa inhibitor αglukosidase secara mikrobiologis, dengan jumlah yang lebih banyak

dan

kualitas yang lebih baik. Dengan demikian, penelitian tentang potensi mikrob
endofit terutama aktinomiset dari tanaman obat diabetes khususnya brotowali
untuk menghasilkan senyawa inhibitor α-glukosidase yang berguna dalam
pengobatan penyakit diabetes perlu dilakukan. Kerangka pemikiran dari
penelitian ini secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 1.

Diabetes mellitus (DM)
merupakan masalah utama
kesehatan
(WHO 1999)

Pengobatan diabetes: menjaga
glukosa darah tetap normal.
Inhibitor alfa glukosidase
menunda digesti karbohidrat
(Bailey & Day 2003)

Aktinomiset sumber bioaktif
terbesar (70%)
(Takahashi 2004)

Beberapa Aktinomiset
menghasilkan inhibitor αglukosidase (Gown 2006; Lee
et al. 2007; Suthindhiran et al.
2009)

Brotowali secara empiris
sebagai antidiabet, inhibitor αglukosidase
(Subroto 2006; Chougale et al.
2009; Patela & Mishrab 2012)

Endofit mampu menghasilkan
bioaktif sama dengan inangnya
(Tan & Zou 2001; Strobel &
Daisy 2003; Castillo et al. 2002)

Potensi aktinomiset endofit tanaman T. crispa sebagai penghasil
senyawa inhibitor α-glukosidase

Gambar 1 Diagram alur kerangka pemikiran penelitian.

6

Perumusan Masalah
Inhibitor α-glukosidase dapat dihasilkan oleh berbagai organisme, yaitu
tanaman tingkat tinggi, alga, cendawan, bakteri non aktinomiset dan aktinomiset.
Tanaman dapat mengandung mikrob endofit yang mampu menghasilkan
senyawa biologi atau metabolit sekunder serupa dengan tanaman inangnya.
Beberapa tanaman obat, khususnya T. crispa secara empiris diketahui memiliki
aktivitas antidiabetes dan menghasilkan α-glukosidase inhibitor. Dengan
demikian, dari tanaman obat yang telah diketahui memiliki aktivitas sebagai
antidiabetes serta diketahui menghasilkan senyawa inhibitor α-glukosidase akan
dapat diperoleh isolat endofit khususnya aktinomiset yang dapat menghasilkan
senyawa inhibitor α-glukosidase pula. Berdasarkan hal tersebut, dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah dari tanaman T. crispa yang telah diketahui memiliki khasiat
sebagai obat diabetes dapat diperoleh isolat aktinomiset endofit yang
dapat menghasilkan senyawa inhibitor α-glukosidase?
2. Bagaimanakah karakteristik dan identitas isolat aktinomiset endofit
penghasil inhibitor α-glukosidase yang diperoleh dari tanaman T. crispa
tersebut?
3. Bagaimana karakteristik senyawa inhibitor α-glukosidase yang dihasilkan
oleh isolat aktinomiset endofit tersebut?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mendapatkan isolat aktinomiset endofit dari tanaman T. crispa yang telah
dikenal memiliki khasiat sebagai antidiabetes, yang berpotensi sebagai
penghasil senyawa inhibitor α-glukosidase.
2. Mengkarakterisasi

dan

mengidentifikasi

isolat

aktinomiset

endofit

penghasil senyawa inhibitor α-glukosidase terpilih.
3. Mengkarakterisasi dan mengidentifikasi senyawa inhibitor α-glukosidase
yang dihasilkan oleh isolat aktinomiset endofit terpilih.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan ilmiah untuk
memproduksi senyawa inhibitor α-glukosidase secara mikrobiologis yang dapat
digunakan sebagai agen antihiperglikemia. Inhibitor α-glukosidase memiliki nilai

7

komersial tinggi karena kebutuhan obat diabetes semakin meningkat seiring
dengan meningkatnya jumlah penderita diabetes.
Produksi senyawa inhibitor α-glukosidase secara mikrobiologis ini
diharapkan lebih murah dan lebih efisien dibandingkan dengan cara mengekstrak
dari tanaman obat secara langsung karena dibutuhkan tanaman obat dalam
jumlah yang besar serta sulitnya penyeragaman kualitas bahan baku tanaman
obat. Dengan demikian, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi terobosan
teknologi dalam penyediaan bahan obat diabetes khususnya di Indonesia.
Novelty
Berdasarkan penelusuran literatur yang telah dilakukan, hingga saat ini
belum ada laporan kajian tentang inhibitor α-glukosidase dari aktinomiset endofit,
apalagi yang diisolasi dari tanaman T. crispa yang merupakan salah satu
tanaman obat tradisional di Indonesia. Beberapa informasi yang menyebutkan
adanya aktinomiset penghasil inhibitor α-glukosidase di atas semuanya adalah
bukan aktinomiset endofit.
Dengan demikian penelitian ini memiliki unsur kebaharuan yang akan
menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang potensi aktinomiset sebagai
penghasil senyawa bioaktif, khususnya senyawa inhibitor α-glukosidase dari
aktinomiset endofit tanaman T. crispa.
Hipotesis Penelitian
Berdasar kerangka pemikiran dari uraian pada latar belakang bahwa:
a) inhibitor α-glukosidase dapat dihasilkan oleh berbagai organisme, yaitu
tanaman tingkat tinggi, alga, cendawan, bakteri non aktinomiset dan
beberapa aktinomiset,
b) terdapat beberapa temuan penelitian yang menyatakan bahwa beberapa
mikrob endofit dapat menghasilkan senyawa yang serupa dengan
tanaman inangnya, dan
c) tanaman T. crispa diketahui memiliki aktivitas inhibitor α-glukosidase,
maka dapat dirumuskan suatu hipotesis: aktinomiset endofit penghasil senyawa
inhibitor α-glukosidase dapat diisolasi dari tanaman brotowali. Isolat aktinomiset
yang diperoleh mampu menghasilkan inhibitor α-glukosidase secara in vitro.

8

9

TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) atau dikenal sebagai kencing manis adalah
penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia (peningkatan kadar gula darah)
yang terus-menerus dan bervariasi, terutama setelah makan. Sumber lain
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan diabetes melitus adalah keadaan
hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan
hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan
pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis (Bailey & Day 2003).
Semua jenis diabetes melitus memiliki gejala yang mirip dan komplikasi
pada tingkat lanjut. Hiperglikemia sendiri dapat menyebabkan dehidrasi dan
ketoasidosis. Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular,
kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang dapat
menyebabkan kebutaan, serta kerusakan saraf yang dapat menyebabkan
impotensi dan gangren dengan risiko amputasi. Komplikasi yang lebih serius
lebih umum terjadi bila kadar gula darah tidak dikendalikan dengan baik (WHO
1999).
Penyebab diabetes yang utama adalah karena kurangnya produksi insulin
(DM tipe 1, yang pertama dikenal), atau kurang sensitifnya jaringan tubuh
terhadap insulin (diabetes melitus tipe 2, bentuk yang lebih umum). Selain itu,
terdapat jenis diabetes melitus yang juga disebabkan oleh resistensi insulin yang
terjadi pada wanita hamil. Tipe 1 membutuhkan penyuntikan insulin, sedangkan
tipe 2 diatasi dengan pengobatan oral dan hanya membutuhkan insulin bila
obatnya tidak efektif. Diabetes melitus pada kehamilan umumnya sembuh
dengan sendirinya setelah persalinan (WHO 1999).
Inhibitor α-Glukosidase dalam Pengobatan Diabetes
Inhibitor α- glukosidase merupakan obat diabetes yang digunakan per
oral untuk pengobatan diabetes melitus tipe 2 yang bekerja dengan cara
mencegah digesti karbohidrat terutama amilum menjadi glukosa. Karbohidrat
secara normal akan dikonversi menjadi gula sederhana atau monosakarida yang
dapat diabsorbsi melalui instestinum. Dengan demikian inhibitor α- glukosidase
berperan dalam mengurangi pengaruh karbohidrat terhadap kandungan gula
darah.

10

Inhibitor α- glukosidase digunakan untuk mempertahankan kadar gula
agar tidak terjadi hiperglikemia di dalam diabetes melitus type 2. Obat ini dapat
digunakan sebagai monoterapi atau digunakan bersama obat diabetes lainnya.
Inhibitor α- glukosidase dapat berupa senyawa sakarida yang berperan sebagai
inhibitor kompetitif dari enzim yang diperlukan untuk mendigesti karbohidrat,
khususnya enzim α- glukosidase yang terdapat di dalam fili-fili usus kecil. Enzim
α-glukosidase yang terdapat pada membran sel-sel usus kecil menghidrolisis
oligosakarida, trisakarida dan disakarida menjadi glukosa dan monosakarida
lainnya yang terdapat di dalam usus kecil.
Salah satu contoh inhibitor α-glukosidase adalah acarbose. Acarbose
merupakan inhibitor α-glukosidase yang telah diterima di Amerika untuk
pengobatan diabetes tipe 2. Efek langsung dari antidiabetes ini adalah menunda
digesti karbohidrat komplek dan disakarida menjadi monosakarida yang mudah
diabsorbsi yaitu glukosa. Hal ini dapat tercapai oleh adanya penghambatan
reversibel terhadap enzim α-glukosidase (termasuk sukrase dan maltase) yang
terdapat di dalam duodenum. Pada pasien diabetes tipe 2, enzim ini
menghambat

penundaan

absorbsi

glukosa

sebagai

kelanjutan

proses

pencernaan karbohidrat kompleks. Acarbose tidak menimbulkan pengaruh
secara langsung terhadap resistensi insulin atau pengambilan glukosa yang
distimulasi insulin pada manusia (Clark 1998).
Acarbose merupakan pseudooligosakarida yang dihasilkan oleh genus
Actinoplanes dan telah digunakan untuk pengobatan pasien diabetes. Senyawa
ini sangat efektif untuk menghambat kerja enzim α-amilase, α-glukosidase, dan
sukrase. Struktur senyawa acarbose dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2 Struktur senyawa acarbose (Zhang et al. 2002).

11

Inhibitor enzim memiliki nilai potensi digunakan dalam pengendalian dan
pengobatan berbagai jenis penyakit.

Pengendalian kinetika pencernaan

karbohidrat dan absorbsi glukosa dapat digunakan sebagai sarana mencegah
dan terapi terhadap penyakit diabetes, obesitas, hiperlipoproteinemia dan
hiperlipidemia.

Kaitannya dengan hal ini, inhibitor α-glukosidase merupakan

enzim hidrolase amilolitik yang membebaskan glukosa dari ujung non reduksi
dari molekul polisakarida dan oligosakarida (Kim & Nho 2004).
Senyawa inhibitor α-glukosidase SKG-3 telah berhasil diisolasi dari
Ganoderma
kromatografi.

lucidum

dengan

fraksinasi

menggunakan

berbagai

teknik

Senyawa yang telah dipurifikasi dikonfirmasi menggunakan

kromatografi lapis tipis (KLT) dan High Pressure Liquid Chromatography (HPLC).
Senyawa SKG-3 murni menunjukkan spot tunggal pada

pelat TLC dan

menunjukkan satu puncak pada HPLC dengan waktu retensi 13 menit. Pengaruh
konsentrasi SKG-3 terhadap daya hambat terhadap berbagai glikosidase diuji
dan hasilnya secara jelas menunjukkan bahwa SKG-3 potensial dalam
menghambat α-glukosidase yang ditunjukkan nilai IC50 sebesar 4,6 µg/ml. SKG-3
tidak menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap

beta glukosidase, beta

galaktosidase atau α-mannosidase yang diujikan pada konsentrasi 100 µg/ml
(Kim & Nho 2004).
Daya hambat SKG-3 terhadap α-glukosidase akan meningkat dengan
melakukan preinkubasi senyawa SKG-3 dengan enzim mengindikasikan bahwa
senyawa ini bereaksi lambat dengan enzim α-glukosidase. Senyawa SKG-3
dapat dipisahkan dari α-glukosidase dengan dialisis. Ketika α-glukosidase
dicampur dengan sejumlah SKG-3 yang menghasilkan penghambatan 90%,
campuran reaksi ditempatkan pada kantong dialisis, hampir semua enzim dapat
diperoleh kembali dan memiliki aktivitas yang tinggi. Hasil ini menunjukkan
bahwa penghambatan SKG-3 terhadap α- glukosidase bersifat reversibel (Kim &
Nho 2004).
Penelitian Xiancui et al. (2005) menunjukkan bahwa beberapa spesies
makro alga juga dapat menghasilkan senyawa inhibitor α-glukosidase. Ekstrak
kasar makroalga seperti Rhodomela confervoides, Gracillaria textorii, Plocamium
telfairie, Ulva pertusa dan Enteromorpha intestinalis menunjukkan adanya
penghambatan yang kuat terhadap α-glukosidase pada konsentrasi 79,6 µg/ml.
Hasil penelitian Cannell et al. (1988) diperoleh senyawa pentagalloyl-glucose,
suatu inhibitor α-glukosidase dari alga air tawar Spirogyra varians. Aktivitas

12

inhibitor α- glukosidase juga ditunjukkan dari ekstrak air douchi (produk makanan
fermentasi kedelai dari Cina). Kultur murni Aspergillus oryzae yang digunakan
untuk fermentasi douchi di laboratorium