32 Debt Ratio menunjukkan sejauhmana utang dapat ditutupi oleh aktiva atau
juga bisa dibaca berapa bagian utang terhadap total aktiva. Debt Ratio yang kecil menunjukkan bahwa perusahaan tersebut dalam keadaan sehat. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa seiring dengan Debt Ratio yang kecil maka Gross Profit Margin juga meningkat.
Berdasarkan latar belakang dan tinjauan teoritis yang telah diuraikan di atas, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.5. Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah diuraikan, maka hipotesis penelitian ini adalah; inventory turnover ratio, account
payable to cost of goods sold ratio, net working capital to total asset ratio dan
debt ratio berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap gross profit margin
pada perusahaan yang bergerak di sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI.
Inventory Turnover Ratio
X
1
Account Payable to Cost of Goods Sold Ratio
X
2
Net Working Capital to Total Asset Ratio
X
3
Debt Ratio
X
4
Gross Profit Margin
Y
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam mengukur seberapa sukses perusahaan tersebut, biasanya didasarkan pada seberapa banyak laba yang didapatkan perusahaan dan bagaimana
perusahaan mempertahankan laba tersebut. Menurut Samsul 2006 : 129 bahwa tujuan jangka panjang perusahaan adalah memperoleh laba yang terus menerus
dan selalu meningkat. Berdasarkan Financial Accounting Standards Board FASB, Statement of Financial Accounting Concept No.1, menyatakan bahwa
fokus utama laporan keuangan adalah laba, jadi informasi yang terdapat dalam laporan keuangan seharusnya mempuyai kemampuan untuk memprediksi laba di
masa depan. Menurut Meythi 2005 dalam Hapsari 2007 bahwa salah satu cara untuk
memprediksi laba perusahaan adalah dengan menggunakan rasio keuangan. Laba adalah “Ringkasan hasil bersih aktivitas operasi usaha dalam periode tertentu
yang dinyatakan dalam islitah keuangan” Subramanyam 2012 : 100. Banyaknya keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan dalam suatu periode operasional
dapat dilihat dari nilai laba kotor perusahaan gross profit margin. Menurut penelitian Bashar dan Islam 2014 : 63 bahwa gross profit margin
merupakan pengukuran langsung dalam profitabilitas dan gross profit margin mencerminkan kesehatan keuangan dari sebuah perusahaan. Demikian juga
Kasmir 2008 : 309 menyatakan bahwa “Analisis laba kotor merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting bagi manajemen guna mengambil keputusan
2 sekarang dan yang akan datang”. Perhitungan ini adalah nilai yang merupakan
perbandingan antara laba kotor perusahaan penjualan dikurangi dengan harga pokok penjualan dengan penjualan perusahaan.
Dalam memprediksi dan menghitung gross profit margin perusahaan terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi gross profit margin. Faktor-
faktor tersebut seperti; persediaan, hutang, net working capital, dan struktur modal perusahaan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi gross profit margin adalah net working capital. Dalam mengukur seberapa besar net working capital maka dapat
menggunakan rasio Net Working Capital to Total Asset NWCTA. Modal Kerja Net Working Capital digunakan untuk menilai bagaimana kemampuan
perusahaan dalam menghadapi liabilitas jangka pendek. NWCTA rasio yang menunjukkan hubungan antara modal kerja aset lancar – liabilitas lancar
terhadap total aktiva. Perusahaan yang memiliki modal kerja yang besar akan menyebabkan rasio NWCTA besar pula, dan juga berarti kegiatan operasional
perusahaan menjadi lancar sehingga pendapatan perusahaan meningkat dan juga akan meningkatkan laba perusahaan. Menurut Kasmir 2008 : 252 bahwa
perusahaan berusaha untuk meningkatkan likuiditasnya, kemudian dengan terpenuhi modal kerja, secara tidak langsung akan meningkatnya likuiditas
perusahaan tersebut dan juga dapat memaksimalkan perolehan labanya. Walaupun ada juga penelitian yang dilakukan Hapsari 2007 bahwa NWCTA tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan laba. Faktor lain yang berpengaruh terhadap gross profit margin adalah struktur
modal, apakah perusahaan mendanai kegiatan usahanya lebih banyak
3 menggunakan utang atau ekuitas. Rasio yang digunakan untuk menghitung
struktur modal perusahaan adalah rasio leverage. Salah satu rasio leverage yang digunakan adalah Debt Ratio. Menurut Arowoshegbe dan Idialu 2013 : 99
bahwa Debt Ratio mempengaruhi secara simultan terhadap Operating Profit Margin dan Net Profit Margin. Debt Ratio yang rendah menunjukkan bahwa
perusahaan tersebut memiliki kinerja yang bagus, dikarenakan total liabilitas yang rendah. Jika kinerja perusahaan bagus berarti laba perusahaan juga meningkat.
Dua faktor terakhir adalah persediaan dan hutang, dalam mengukur hutang dan persediaan tersebut dapat dilihat di rasio aktivitas. Rasio yang digunakan
untuk mengukur persediaan perusahaan adalah dengan meggunakan inventory turnover ratio. Perusahaan harus memiliki persediaan yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan, tetapi persediaan yang berlebihan dan tidak laku terjual maka akan menambah biaya dan beban oleh karena itu membuat laba
perusahaan semakin berkurang. Dengan inventory turnover dapat menunjukkan hubungan antara barang yang dijual dan persediaan. Sehingga penting bagi
perusahaan untuk menghitung dan memperhatikan perputaran persediaan yang dimiliki agar dapat mengambil keputusan yang tepat berkaitan dengan berapa
banyak persediaan yang harus dimilikinya. Dari hasil perhitungan rasio perputaran persediaan yang tinggi tersebut mengartikan keadaan yang baik . Perputaran
persediaan yang tinggi menunjukkan perusahaan tidak memerlukan waktu yang terlalu lama untuk menjual persediaannya dan mengubahnya menjadi penjualan
yang menguntungkan, sehingga perusahaan dapat kembali menyediakan persediaan yang baru dan perusahaan tidak menumpuk banyak persediaan yang
tidak terjual di gudangnya. Pada perusahaan manufaktur, waktu perputaran
4 persediaan merupakaan hal yang penting, terutama pada perusahaan manufaktur
yang memproduksi produk-produk yang memiliki batas waktu penggunaan atau kadaluwarsanya.
Rasio aktivitas yang lain yang digunakan untuk mengukur utang adalah Account Payable Turnover atau juga bisa disebut dengan Creditor’s Velocity.
Menurut penelitian Leahy : 2012 bahwa Account Payable to Cost of Goods Sold Ratio atau Account Payable Turnover dirancang untuk menujukkan efek pinjaman
terhadap profitabilitas perusahaan. Rasio ini juga menunjukkan seberapa cepat perusahaan dalam membayar hutangnya kepada pemasok dan dengan rasio ini
juga perusahaan dapat mengatur pengeluaran uang yang dilakukan selama satu periode. Rasio ini rendah menunjukkan bahwa perusahaan tidak menggunakan
diskon pembelian yang ada dan meningkatkan beban pokok penjualan sehingga menyebabkan laba perusahaan berkurang. Sedangkan, jika rasio tinggi
menunjukkan perusahaan tidak membayar hutangnya sehingga menyebabkan beban bunga dan hutang yang bertambah menyebabkan laba perusahaan
berkurang. Perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah merupakan salah
satu sektor dari perusahaan industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Peneliti memilih salah satu sektor dari perusahaan indutsri manufaktur dikarenakan
kenaikan indeks sebesar 9 sejak awal tahun hingga Juli 2013. Perusahaan industri manufaktur terdiri dari tiga sektor yaitu; sektor indutsri dasar dan kimia,
sektor aneka industri, dan sektor industri barang konsumsi. Penelitian ini menggunakan perusahaan yang terdapat di sektor industri barang konsumsi
dikarenakan perusahaan yang bergerak di sektor industri barang konsumsi
5 sebanyak 31 emiten memiliki bobot 44 dari pembentukan indeks manufaktur,
sementara aneka industri 40 emiten dan industri dasar 44 emiten masing- masing 27. Perusahaan di sektor industri barang konsumsi dibagi atas beberapa
sub sektor yaitu; sub sektor makanan dan minuman, sub sektor rokok, sub sektor farmasi, sub sektor kosmetik dan barang keperluan rumah tangga, dan sub sektor
peralatan rumah tangga. Penelitian yang dilakukan Bashar et.al 2014 yang berjudul “Determinants
of Profitability in the Pharmaceutical Industry of Bangladesh” yang dimuat dalam jurnal internasional dan penelitian tersebut menjadi acuan replikasi untuk
penelitian ini. Penelitian tersebut menguji hubungan antara Selling and General Administrative Expenses Net Sales Ratio, Average Inventory Cost of Goods
Sold Ratio, Average Account Receivable Net Sales Ratio, Average Account Payable Cost of Goods Sold Ratio, Depreciation Net Sales terhadap Gross
Profit Margin. Hasil ini menunjukkan hanya Inventory Cost of Goods Sold Ratio dan Account Payable Cost of Goods Sold yang determinan signifikan terhadap
profitabilitas perusahaan farmasi di Bangladesh. Penelitian lain yang dilakukan oleh Leahy 2012 yang dimuat dalam
American Journal of Health Science dengan judul “The Determinants of Profitability in the Pharmaceutical Industry”. Penelitian dilakukan untuk menguji
hubungan Selling and General Administrative Expenses Net Sales Ratio, Average Inventory Cost of Goods Sold Ratio, Average Account Receivable Net
Sales Ratio, Average Account Payable Cost of Goods Sold Ratio, Depreciation Net Sales terhadap Gross Margin, Operating Margin, Berry Ratio. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada Gross Margin tidak terdapat
6 variabel yang mempengaruhi secara determinant terhadap profitabilitas
perusahaan. Terhadap variabel dependen Operating Margin hanya Depreciation Net Sales yang mempengaruhi secara mempengaruhi secara determinant terhadap
profitabilitas perusahaan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa hanya Average Inventory Cost of Goods Sold Ratio yang mempengaruhi secara determinant
terhadap profitabilitas perusahaan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Wijaya 2014 yang berjudul “Pengaruh
Inventory Turnover Ratio dan Debtors’ Turnover Ratio terhadap Gross Profit Margin: Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa
Efek Indonesia”. Penelitian tersebut menguji apakah terdapat hubungan antara inventory turnover ratio, dan debtors’ turnover ratio terhadap gross profit margin.
Hasil penelitian ini adalah menunjukkan bahwa variabel inventory turnover ratio dan debtors’ turnover ratio secara simultan berpengaruh secara signifikan
terhadap gross profit margin pada tingkat signifikansi 95. Namun secara parsial, hanya variabel debtors’ turnover ratio yang berpengaruh terhadap gross profit
margin. Perbedaan antara penelitian yang dilakukan Bashar 2014 dan Leahy 2012 terdapat hasil yang berbeda dimana peneltian yang dilakukan oleh Leahy
2012 tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat variabel independen yang mempengaruhi secara determinant terhadap gross profit margin. Sedangkan
peneletian dilakukan oleh Bashar 2014 menunjukkan bahwa Inventory Cost of Goods Sold Ratio dan Account Payable Cost of Goods Sold yang determinan
signifikan terhadap profitabilitas perusahaan farmasi di Bangladesh. Berdasarkan perbedaan antara penelitian terdahulu dan fenomena yang ada,
maka penelitian ini dilakukan untuk menelaah kembali pengaruh rasio – rasio
7 keuangan invetory turnover ratio, account payable to cost of goods sold ratio,
net working capital to total asset ratio dan debt ratio terhadap gross profit margin pada perusahaan yang bergerak di sektor industri batang konsumsi yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
1.2. Perumusan Masalah