BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Pelaksanaan Pengumpulan Data di Lapangan
Pada saat melaksanakan penelitian, peneliti melakukan beberapa tahapan dalam proses pengumpulan data. Adapun tahap-tahapnya adalah sebagai berikut:
a. Tahap Awal
Penelitian diawali dengan meminta surat izin penelitian dari bagian pendidikan FISIP USU yang ditujukan kepada Kepala Sekolah SLB – B Karya Murni untuk melakukan
penelitian di sekolah tersebut. b.
Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan penleiti melalui teknik observasi langsung serta
komunikasi tatap muka face to face communication melalui wawancara mendalam antara penulis dengan informan, dengan berpedoman kepada daftar pedoman
wawancara. Disamping itu, penulis juga mempersiapkan buku-buku catatan untuk mengantisipasi
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi ketika proses pengumpulan data dilakukan. Kemudian peneliti juga mengumpulkan data pendukung mengenai SLB – B Karya
Murni, yang peneliti peroleh melalui kepala sekolah. Penelitian dilakukan dengan mewawancarai secara mendalam indepth interview.
Para responden dalam penelitian ini merupakan siswasiswi tunarungu di SLB –B Karya Murni dan juga yang sudah pernah melakukan konseling individual.
Universitas Sumatera Utara
IV.2. Teknik Pengolahan Data
Setelah peneliti berhasil mengumpulkan data dari responden, maka peneliti melakukan proses pengolahan data dari hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan peneliti
dengan informan. Pada tahap ini, penulis menguraikan observasi dan juga hasil wawancara terhadap responden penelitian. Kemudian peneliti menguraikan jawaban-jawaban informan
berdasarkan penuturan informan yang sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, serta literatur yang berkompeten dengan masalah penelitian.
IV.3. Hasil Wawancara
Di sini peneliti mendapatkan 4 orang informan sebagai subjek penelitian. Peneliti menggunakan teknik snawball untuk mengumpulkan informan. Snowball sampling adalah
teknik penentuan sampel yang awalnya jumlahnya kecil, kemudian membesar. Ibarat bola salju yang menggelinding yang lama kelamaan menjadi besar. Dalam penentuan sampel,
pertama-tama dipilih satu atau dua orang, tetapi karena dengan dua orang ini belum merasa lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti mencari lagi orang lain yang dapat
melengkapi data yang diberikan oleh orang sebelumnya. Daftar para informan dapat dilihat dari tabel dibawah ini:
Tabel 6 Karakteristik Informan
No Nama Informan
Jenis Kelamin Usia
Status 1.
Roma Soyfia Situmorang Perempuan
14 Tahun Siswa
2. Yonathan Purba
Laki-laki 18 Tahun
Siswa 3.
Johannes Ginting Laki-laki
15 Tahun Siswa
4. F. Sitohang
Perempuan 26 Tahun
Konselor
Universitas Sumatera Utara
IV.3.1 Analisis Data Kualitatif IV.3.1.1 Informan I
Nama : Romaida Soyfia Situmorang
Nama panggilan : Roma
Usia : 14 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
TempatTanggal Lahir : Aceh 26 Juni 1997
Agama : Kristen Protestan
Anak ke : 1 dari 1 bersaudara
A. Interpretasi Data
Remaja berparas cantik dengan kulit hitam manis ini menderita cacat rungu pada usia 5 tahun. Pada waktu itu, Roma anak tunggal dari pasangan Syahril Situmorang dan Asaria
Samosir ini sakit dan terinfeksi yang menyebabkan kerusakan alat pendengaran nya. Jenis kecacatan Roma adalah hilangnya pendengaran ringan. Dimana ia masih bisa berkomunikasi
dengan orang lain dalam jarak dekat. Sejak awal memasuki dunia pendidikan, Roma sudah mengikuti pendidikan di SLB – B
Medan ini. Awalnya ia tidak menghadapai banyak kendala karena di sekolah ini, Roma juga bergaul dengan sesamanya yang memiliki kondisi fisik seperti dirinya. Namun, memasuki
masa remaja, Roma sedikit merasa malu dan minder akan kekurangan yang ia miliki. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu dan seringnya ia konseling dengan konselor dan juga
dengan para biarawati yang ada di sekolahnya, ia pun sudah mau membuka diri. Bahkan sekarang ia termasuk siswa yang berprestasi di kelas nya.
Universitas Sumatera Utara
Bagi Roma, ia mendapat banyak sekali manfaat dari layanan konseling. Dia juga memiliki minat yang tinggi untuk selalu melibatkan diri dalam kegiatan itu. Bila sedang ingin
konseling, ia datang pada konselor, selanjutnya konselor yang akan mencari waktu yang tepat untuk berkonseling. Menurutnya, ia sangat nyaman bercerita dengan konselor karena
konselor di sekolah ini baik, pengertian, ramah serta dapat menyimpan rahasia pribadi Roma.
B. Analisis Komponen Pembentukan Konsep Diri 1. Terbuka pada pengalaman
Roma mengungkapkan setiap kali bila selesai mengikuti proses konseling kecemasan akan masalah-masalah yang sedang dihadapinya sedikit hilang dan lama kelamaan
sudah dapat diatasinya. Menurutnya hal itu terjadi karena ia sangat senang untuk berkonseling. Ia juga sudah bersikap realistis akan masa depannya. Mengenai masa
depannya ia berkata: “... bagi kami anak tunarungu, kalo di tanya tentang masa depan, yah.. paling kami
bekerja sebagai tukang kusuk massage, bernyanyi, bermusik, salon atau bertukang, karena itu yang kami pelajari di sini SLB – B Karya Murni. Mana bisa kami kerja di
perusahaan...”
2. Tidak bersikap defensif
Setelah mengikuti program konseling, Roma merasa dirinya sudah tidak lagi menutup diri dan minder seperti dulu. Berikut ungkapan nya:
“... aku memang memiliki kekurangan. Tapi aku gak malu, karena Tuhan sayang aku. Buktinya kata teman-teman ku, aku cantik. Makanya aku gak pernah sedih, walaupun
kadang ada yang mengejek karena kekurangan ku.”
Universitas Sumatera Utara
3. Kesadaran yang cermat
Roma mengatakan kalau ia sudah dapat menerima dirinya apa adanya, seperti yang diungkapkannya berikut ini:
“... mungkin inilah jalan Tuhan”. Ia juga menyadari bahwa sebagai seorang penyandang cacat, ruang geraknya sangatlah terbatas, berbeda dengan anak normal
disekelilingnya. Selain itu juga ia menyadari ada banyak tantangan di depan yang mau tidak mau harus dihadapi untuk bisa bertahan hidup.
4. Penghargaan diri tanpa syarat
Mengenai keinginan untuk berkarya dan berprestasi, menurut Roma ia selalu ingin melakukan yang terbaik sesuai dengan bakatnya. Ia juga percaya selama ia mau
berusaha dan tetap tekun, dia pasti berhasil mewujudkan impiannya. Hal tersebut dapat kita ketahui lewat ungkapannya berikut ini:
“... aku rajin belajar salon, karena aku mau jadi pesalon terkenal. Biar jadi seperti artis, bisa terkenal dimana-mana. Selain itu, nilai ku juga bagus semua kok. Kalo gak
percaya, tanya aja sama guru kelas. hehehe”
5. Menjalin hubungan yang harmonis dengan orang lain
Roma merasa senang dengan semua sahabat nya di sekolah begitu juga dengan orang disekitar tempatnya tinggal. Setiap hari dia selalu menjalin hubungan yang baik
dengan mereka. Karena ia menganggap bahwa semua manusia itu sama dihadapan Tuhan. Selain itu, ia juga tak pernah merasa diperlakukan dengan tidak baik. Malah
sebaliknya dalam setiap kesempatan, dia selalu disetarakan dengan anak normal lainnya. Dengan semangat Roma menjawab ketika penulis bertanya tentang perlakuan
orang disekitarnya: “Aku gak malu dan gak menyalahkan siapa pun dengan kondisi ku ini. Teman-teman
ku baik sama ku. Guru dan konselor disekolah ini juga sangat membantu ku dalam
Universitas Sumatera Utara
membimbing aku untuk menjadi sosok yang lebih baik. Begitu juga dengan lingkungan sekitar ku. Mereka memperlakukan ku layaknya anak normal lainnya. Aku
percaya, Tuhan punya rencana indah buat masa depan ku. Kayak lagu rohani itu, demikian cerita Roma sembari tersenyum.”
Pembahasan
Dalam proses konseling antara Roma dengan konselor di SLB – B Karya Murni, tercipta rasa kekeluargaan, berjalan santai disertai adanya hubungan empati yang dirasakan
oleh nya. Roma merasa nyaman untuk bercerita apa adanya dengan konselor. Selain itu juga ada keterbukaan dari konselor sehingga Roma bebas dan tanpa malu-malu membicarakan
masalah lain diluar masalah sekolah seperti masalah pribadi yang sifatnya rahasia. Adapun masalah yang paling sering menjadi fokus layanan konseling menurut Roma
adalah tentang kehidupannya yang berkaitan dengan masa depannya. Bukan hanya itu saja, ada beberapa masalah lain yang ikut juga dibicarakan, diantaranya: masalah pertemanan,
prestasi belajar, cita-cita, bahkan masalah keluarga yang sedang dialaminya. Mengenai sosok konselor Roma berkata: “... ibu itu sangat ramah dan mengerti keadaan
ku, jadi aku senang bisa konseling dengannya”. Mengenai keaktifan dalam proses konseling, Roma menuturkan bahwa awalnya konselor yang lebih aktif. Selanjutnya setelah beberapa
kali konseling, Roma yang mendatangi konselor jika ingin berbagi mengenai apa yang dia rasakan. Menurut Roma, konselor itu sangat memperhatikannya dan membantunya untuk
membangkitkan semangatnya. Jika mengalami masalah, bentuk solusi yang diberikan oleh konselor adalah dengan
menasehatinya dengan kata-kata bijak yang diambil dari ayat-ayat Alkitab. Selain itu, konselor juga memberikan contoh dari kejadian nyata yang mereka alami sehari-hari. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
juga sangat membantu Roma dalam mengerti apa yang dimaksudkan oleh konselornya tersebut.
Roma mengatakan kalau ia sangat suka untuk berkonseling karena ia sangat mendapatkan banyak manfaat dari layanan ini. Menurutnya, banyak sikapnya yang berubah
menjadi lebih baik dari sebelumnya dimana sebelumnya ia sangat tertutup, minder dan sangat sulit untuk bergaul.
Remaja periang ini merasa sangat mandiri dan lebih percaya diri untuk mengaktualisasikan dirinya. Hal ini ditunjukkan dengan semangatnya yang sangat gigih
untuk mengikuti kursus salon. Karena ia berharap, kelak bisa menjadi seorang penata rias terkenal, sehingga dapat membahagiakan ibunya dan membanggakan almarhum ayahnya
yang sudah tiada. Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pelaksanaan konseling antara
konselor dan Roma memiliki peran yang sangat besar dalam proses membentuk konsep diri Roma.
Universitas Sumatera Utara
IV.3.1.2 Informan II
Nama : Raja Yobas Yonathan Purba
Nama panggilan : Yonathan
Usia : 18 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
TempatTanggal Lahir : Palembang 05 Desember 1993
Agama : Kristen Protestan
Anak ke : 3 dari 3 bersaudara
A. Interpretasi Data
Pemuda tampan berkulit putih ini menderita cacat rungu sejak usia 3 tahun. Pada waktu itu, bungsu dari 3 bersaudara pasangan Firman Purba dan Immanuella ini mengalami sakit
dan menyebabkan rusaknya alat pendengaran nya. Jenis kecacatan Yonathan adalah hilangnya pendengaran marginal. Dimana ia masih bisa berkomunikasi dan menggunakan
telinganya, namun harus terus dilatih. Sejak mengenyam pendidikan, Yonathan mengikuti pendidikan di salah satu SLB – B
di palembang. Berhubung karena orang tua nya pindah tugas, maka Yonathan ikut bersama orang tua nya. Awalnya ia tidak menghadapai banyak kendala dalam bergaul. Hal ini
dikatakannya karena ia merasa parasnya yang lumayan ganteng membuatnya menjadi primadona bagi rekan satu sekolahnya, khususnya bagi kaum wanita. Namun terkadang
timbul rasa kecewa dihatinya, karena kondisi fisiknya yang memiliki kekurangan. Namun proses konseling yang selama ini diikutinya mampu mengubah pola pikirnya tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Konselor selalu membimbingnya untuk tidak meratapi diri, namun harus terpacu untuk membangun konsep diri positif bagi dirinya.
Menurut Yonathan, ada begitu banyak manfaat yang diperolehnya dari layanan konseling. Dia juga memiliki minat yang tinggi untuk selalu melibatkan diri dalam kegiatan
itu. Menurutnya, ia sangat nyaman bercerita dengan konselor karena konselor di sekolah ini enak diajak berkomunikasi. Selain itu, konselor juga mampu menempatkan dirinya
selayaknya remaja yang dalam tahap perkembangan. Sehingga pola konseling yang dilakukan juga lebih mengena dihati Yonathan.
B. Analisis Komponen Pembentukan Konsep Diri 1. Terbuka pada pengalaman
Menurut pengakuan Yonathan, bila selesai mengikuti proses konseling dia semakin semangat dalam menjalani kehidupan. Sekalipun tidak setiap masalah dapat dibahas
pada saat yang bersamaan, namun ia senang bahwa setidaknya ada beberapa hal ataupun masalah yang tersimpan dihatinya selama ini mendapatkan jawaban dan
bahkan mendapatkan jalan keluar. Ia juga sudah bersikap realistis atas apa yang dialaminya dan akan masa depannya. Mengenai hal ini, ia berkata:
“... aku menganggap diri ku sangat berharga dan dapat menerima keberadaan ku selama ini. Meskipun aku memiliki kekurangan sebagai seorang anak tunarungu, aku
juga memiliki kelebihan yang bisa menjadi modal untuk masa depan ku. Aku juga mampu bersaing dengan teman-teman ku yang memiliki kondisi fisik yang normal.
Demikian jawabnya dengan penuh semangat.”
Universitas Sumatera Utara
2. Tidak bersikap defensif
Setelah beberapa kali mengikuti konseling, Yonathan tidak lagi menutup diri, menyalahkan dirinya sendiri atau bahkan menyalahkan orang tua. Berikut ungkapan
nya: “aku pernah menyalahkan diri ku dan merasa tidak puas karena dilahirkan sebagai
anak tunarungu. Tapi kalo dilihat lagi teman-teman ku yang normal, ternyata aku harus bersyukur karena mereka kadang gak menghargai diri mereka. Saat lagi ada
masalah kadang aku lemah tapi orang tua, guru, teman-teman dan konselor membantu ku untuk bisa menyelesaikan masalah tersebut. Dengan semangat dari
mereka, aku jadi semangat dan merasa mampu menyelesaikan masalah tersebut. Saat konseling, aku sering bercerita sama ibu itu. Jadi selalu dibantu juga untuk menjadi
sosok yang lebih baik. Kata Yonathan sambil memicingkan matanya.”
3. Kesadaran yang cermat
Saat ini, Yonathan sudah dapat menerima dirinya apa adanya, seperti yang diungkapkannya berikut ini:
“...Sekalipun aku tunarungu, teman-teman gak pernah memandang rendah aku. Bahkan kedua saudara ku juga gak pernah mengejek ku. Mereka sangat baik sama
ku. Aku menerima keadaan ku saat ini. meskipun aku tunarungu, aku tau Tuhan sayang sama ku. Buktinya aku ganteng loh. Hehehehe....”
4. Penghargaan diri tanpa syarat
Mengenai keinginan untuk berkarya dan berprestasi, Yonathan ingin melakukan yang terbaik sesuai dengan bakatnya. Ia juga percaya selama ia mau berusaha dan tetap
tekun, dia pasti berhasil mewujudkan impiannya. Hal tersebut dapat kita ketahui lewat ungkapannya berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
“.... aku pengen jadi atlet renang atau atlet bulu tangkis. Biar bisa terkenal kayak artis-artis itu. Jadi aku bisa membuat orang tua ku bangga, meskipun aku
tunarungu...”
5. Menjalin hubungan yang harmonis dengan orang lain
Yonathan dalam setiap hari nya selalu berusaha untuk menjalin hubungan yang baik dengan semua orang. Baik di sekolah, dilingkungan rumah bahkan dilingkungan
keluarganya. Perlakuan dari orang tuanya tidak pernah membuatnya merasa tersisih, hal ini karena Yonathan dan kedua saudaranya mendapatkan perlakuan yang sama.
Tidak ada perbedaan, sekalipun Yonathan memiliki kekurangan. Begitu juga saat bermain dengan teman-teman dilingkungan tempat tinggalnya. Dengan sangat
antusias, Yonathan menjawab: “... aku berteman baik dengan semua orang, termasuk orang tua, teman di sekolah, di
rumah, bahkan dengan guru dan konselor di sekolah ini. Sekalipun aku tunarungu, teman-teman gak pernah memandang rendah aku. Bahkan mereka memperlakukan
aku setara dengan anak normal lainnya. Begitu juga dengan orang tua yang memperlakukan kami dengan cara yang sama, sekalipun aku memiliki kekurangan.
Karena itu, aku gak pernah merasa malu dengan kondisi yang ku alami saat ini. hehehhee.... Demikian sahut Yonathan dengan senyum tersimpul di bibirnya. ”
Pembahasan
Yonathan adalah sosok pemuda periang dan suka bercanda. Bahkan ketika konseling, tercipta suasana akrab dan kekeluargaan, sehingga hal ini memudahkan konselor untuk lebih
banyak menggali tentang nya. “Ibu itu tidak pernah memaksa kami untuk melakukan apa yang ada dipikirannya. Kami dibiarkan menjadi apa yang kami mau, tapi tetap dipantau dan
diawasinya. Sehingga kalau ingin bertemu ataupun konseling dengannya, kami dapat
Universitas Sumatera Utara
menjumpainya. Yonathan merasa nyaman untuk bercerita tentang apa yang sedang dialaminya dengan konselor. Selain itu konselor juga sering memotivasi kami untuk menjadi
yang terbaik. Motivasi itu sangat berarti dan menjadi semangat bagi Yonathan untuk lebih tekun lagi mengasah kemampuannya. Sehingga impiannya untuk menjadi atlit di masa depan,
bisa tercapai. Adapun masalah yang paling sering menjadi fokus layanan konseling Yonathan adalah
tentang pendidkannya. Bukan hanya itu saja, tapi juga masalah pertemanan, bahkan masalah keluarga.
Mengenai konselor Yonathan berkata: “... ibu itu ramah, baik dan pengertian, jadi waktu konseling rasanya seperti bicara dengan orang tua sendiri”. Mengenai keaktifan dalam
proses konseling, Yonathan menuturkan bahwa seperti biasa diawali oleh konselor. Selanjutnya sebagaimana teman yang lain Yonathan yang mendatangi konselor jika ingin
berbagi mengenai apa yang dia rasakan. Jika mengalami masalah, bentuk solusi yang
diberikan oleh konselor adalah dengan menasehatinya. Selain itu konselor juga merupakan sosok yang juga mengerti trend pergaulan anak muda, sehingga saat berkonseling tidak
menjadi bosan. Yonathan mengatakan kalau ia senang untuk berkonseling karena ia
mendapatkan banyak manfaat dari layanan ini. Menurutnya, banyak sikapnya yang dulunya menyalahkan diri dan orang tua, akhirnya berubah. Sekarang dia mampu untuk menerima
keadaannya. Pemuda periang ini merasa sangat mandiri dan lebih percaya diri untuk
mengaktualisasikan dirinya. Hal ini semakin dibuktikan dengan semangatnya yang sangat gigih berlatih bulu tangkis dan renang. Yonathan berharap apa yang ia lakukan sekarang
benar-benar bermanfaat untuk masa depannya nanti.
Universitas Sumatera Utara
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pelaksanaan konseling antara Yonathan dan konselor memiliki peran yang sangat besar dalam proses membentuk konsep
diri Yonathan.
IV.3.1.3 Informan III
Nama : Johannes Adventus Ginting
Nama panggilan : Johannes
Usia : 15 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
TempatTanggal Lahir : Bandung 03 Desember 1995
Agama : Katolik
Anak ke : 2 dari 4 bersaudara
A. Interpretasi Data
Pemuda berperawakan tinggi ini menderita cacat rungu pada usia 5 tahun. Pada waktu itu, anak ke 2 dari 4 bersaudara pasangan Eduskan Ginting dan Evelin Silalahi ini terjatuh
saat bermain dengan teman-temannya. Jenis kecacatan Johannes adalah hilangnya pendengaran marginal. Dimana ia masih bisa berkomunikasi dan mendengar orang lain
dengan telinganya, tapi harus sering berlatih. Sejak awal memasuki dunia pendidikan, Johannes yang adalah kelahiran Bandung ini
mengikuti pendidikan di sebuah SLB – B di kota Bandung. Kemudian, berhubung orang tuanya pindah tugas, maka Johannes pun ikut pindah bersama orang tua nya dan melanjutkan
pendidikannya di sekolah ini. Ada sedikit kendala yang dialami Johannes ketika pertama kali bergabung disekolah ini. Hal ini disebabkan karena Johannes adalah sosok pendiam dan
pemalu. Namun, berkat kesigapan para guru dan konselor juga kerjasama yang baik dengan
Universitas Sumatera Utara
teman-teman di sekolah ini, maka segala kendala itu mulai teratasi. Dia mulai bisa beradaptasi dan bergaul dengan teman-temannya.
Bagi Johannes, banyak sekali manfaat yang dia dapatkan dari layanan konseling. Dia juga memiliki keinginan yang tinggi untuk terlibat dalam kegiatan itu. Tak hanya saat
konseling, saat sedang memiliki waktu luang, Johannes juga sering bertemu dengan konselor. Saat itu dia pergunakan untuk menyampaikan segala keluhan yang ada dihati dan pikiran nya.
Bukan hanya itu saja, saat itu juga dipergunakannya untuk mendapatkan bimbingan dan pengarahan yang sebanyak-banyaknya. Menurutnya, ia nyaman bercerita dengan konselor
karena konselor di sekolah ini selain ramah dan baik juga dapat menyimpan rahasia pribadi dan segala hal yang disampaikan nya pada saat konseling.
B. Analisis Komponen Pembentukan Konsep Diri 1. Terbuka pada pengalaman
Setiap kali selesai mengikuti proses konseling mengenai masalah yang sedang dihadapinya sedikit demi sedikit mulai dapat diatasi oleh nya. Menurutnya hal itu
terjadi karena ia sangat senang untuk berkonseling, selain itu konselor juga membimbing mereka untuk mampu menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Ia
juga mulai mampu untuk bersikap realistis akan masa depannya. Ketika berbicara tentang masa depannya Johannes berkata:
“... meskipun aku tunarungu, kalo di tanya tentang masa depan, pengennya punya masa depan yang cerah.. aku pengen jadi dokter. Jadi bisa bantu banyak orang.. jadi
biar ada contoh bahwa orang yang tunarungu juga bisa berhasil dan membantu banyak orang.”
Universitas Sumatera Utara
2. Tidak bersikap defensif
Setelah beberapa kali mengikuti program konseling, Johannes merasa dirinya sudah tidak lagi menutup diri dan pemalu seperti dulu. Berikut ungkapan nya:
“... aku memang memiliki kekurangan sebagai anak tunarungu. Tapi aku gak malu, aku menerima kekurangan ku ini. Karena Tuhan sangat mengasihi aku, sekalipun aku
lahir dengan keadaan seperti ini.”
3. Kesadaran yang cermat
Saat penulis bertanya mengenai keadaan dirinya, Johannes mengatakan bahwa ia dapat menerima segala apa yang ada pada dirinya baik itu kekurangan atau pun
kelebihannya, seperti yang diungkapkannya berikut ini: “... saya menerima keadaan diri saya, sekali pun saya memiliki kekurangan, tapi saya
punya kelebihan yang orang lain gak punya... Seperti selama ini yang diajarkan oleh pastor, bahwa hidup ku berharga bagi Allah. Oleh karena itu, aku harus mampu
berjuang untuk hidup yang lebih baik.”
4. Penghargaan diri tanpa syarat
Mengenai keinginan untuk berprestasi, menurut Johannes ia selalu ingin melakukan yang terbaik sesuai dengan bakat yang dimilikinya yaitu, tenis meja, basket dan
renang. Ia juga yakin selama ia mau berusaha dan tetap rajin berlatih dia pasti berhasil mewujudkan impiannya. Hal tersebut dapat kita ketahui lewat ungkapannya berikut
ini: “... aku senang olah raga renang, basket dan tenis meja. Kalau di rumah, aku sering
bermain bersama ayah, ibu dan saudara yang lain. Tapi kalau disekolah, aku bermain dengan teman atau pun guru ku. Aku yakin kalau aku rajin berlatih, aku
pasti bisa jadi olahragawan terkenal. Hehehe... sahutnya dengan tertawa.”
Universitas Sumatera Utara
5. Menjalin hubungan yang harmonis dengan orang lain
Setiap harinya, Johannes selalu menjalin hubungan yang baik dengan siapa pun. Baik dengan keluarga rumah, dengan teman disekolah maupun dengan tetangga. Karena ia
menganggap bahwa semua manusia itu sama dihadapan Tuhan. Selain itu, ia juga merasa diperlakukan dengan tidak membeda-bedakan kondisi fisiknya dengan anak
normal lainnya. Dengan penuh semangat Johannes menjawab ketika penulis bertanya tentang perlakuan orang disekitarnya:
“Aku gak malu dengan keadaan ku dan gak mau menyalahkan siapa pun dengan kondisi ku ini. Aku bersyukur, dengan kekurangan yang ku miliki, aku bisa belajar
mandiri. orang tua dan saudara-saudara ku baik sama ku. Teman-teman ku disekolah dan dirumah baik sama ku. Guru dan konselor disekolah pun gitu juga.”
Pembahasan
Dalam proses konseling antara Johannes dengan konselor di SLB – B Karya Murni, tercipta rasa kekeluargaan meskipun awalnya Johannes sangat susah diajak berkomunikasi
karena dia termasuk sosok pemalu, konseling berjalan santai disertai adanya canda tawa dan empati yang dirasakan oleh nya. Johannes merasa nyaman untuk bercerita tentang berbagai
hal dengan konselor. Selain itu juga ada keterbukaan dari diri konselor yang juga sering memberikan saran dan nasehat untuk mereka saat konseling berlangsung.
Adapun masalah yang paling sering menjadi fokus layanan konseling menurut Roma adalah tentang pendidikannya dan masa depannya. Karena Johannes berharap bisa memiliki
masa depan yang cerah. Bukan hanya itu saja, ada beberapa masalah lain yang ikut juga dibicarakan, diantaranya: masalah percintaan layaknya apa yang dialami oleh remaja lain
yang seusia dengannya, bahkan masalah keluarga yang sedang dialaminya.
Universitas Sumatera Utara
Mengenai sosok konselor Roma berkata: “... ibu itu baik dan enak diajak tukar pikiran. Jadi aku senang bisa konseling dengannya”. Mengenai keaktifan dalam proses konseling,
Johannes menuturkan bahwa sama seperti teman-temannya yang lain, awalnya konselor yang selalu lebih dulu aktif. Selanjutnya Johannes yang mendatangi konselor jika ingin
menceritakan apa yang sedang dirasakannya. Menurut Johannes, konselor itu sangat baik padanya dan membantunya untuk membangkitkan kepercayaan dirinya.
Jika mengalami masalah, bentuk solusi yang diberikan oleh konselor adalah dengan memberinya nasehat melalui ayat-ayat Alkitab. Selain itu, konselor juga memberikan contoh
dari kejadian yang mereka alami sehari-hari baik sewaktu disekolah ataupun dirumah. Hal ini juga sangat membantu Johannes dalam mengerti apa yang dimaksudkan oleh konselornya
tersebut. Johannes mengatakan bahwa ia menyukai kegiatan konseling karena ia sangat
mendapatkan banyak manfaat dari layanan ini. Menurutnya, banyak perubahn baik dalam dirinya. Dimana sebelumnya ia sangat tertutup, minder dan sangat sulit untuk bergaul.
Remaja pemalu ini merasa sangat mandiri dan lebih percaya diri untuk mengaktualisasikan dirinya. Hal ini ditunjukkan dengan semangatnya yang sangat gigih
untuk berlatih olah raga. Karena ia berharap, kelak bisa menjadi seorang atlet tenis meja, renang dan futsal.
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pelaksanaan konseling antara konselor dan Johannes memiliki peran yang sangat besar dalam proses membentuk konsep
diri Johannes.
Universitas Sumatera Utara
IV.3.1.4 Informan IV
Nama : F. Sitohang
Usia : 35 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
TempatTanggal Lahir : Medan 12 Februari 1976
Agama : Katolik
Status : Konselor
A. Interpretasi Data
Sejak menjadi seorang konselor disekolah ini, Ibu. F. Sitohang sangat tertarik untuk membimbing anak-anak tunarungu disekolah ini sehingga mereka memiliki konsep diri yang
positif. Kehadirannya ternyata sangat dirindukan oleh semua siswa nya. Setiap kali konseling, anak-anak disekolah ini sangat antusias untuk mengikutinya. Hal
ini yang menjadikannya sangat bersemangat untuk melayani anak-anak berkebutuhan khusus tersebut. Untuk memudahkannya dalam proses konseling, dia memposisikan dirinya sebagai
sahabat bagi anak-anak tersebut. Dengan demikian, mereka akan bisa lebih akrab satu dengan yang lain.
Awalnya ada sedikit kendala yang dialami oleh Ibu F. Sitohang dalam melaksanakan proses konseling. Kendala bahasa ternyata sangat berpengaruh untuk memudahkan proses
konseling dapat berjalan dengan lancar. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, setip kendala yang mereka rasakan perlahan mulai dapat teratasi. Selain dengan belajar untuk
menguasai bahasa isyarat, ternyata siswasiswi disekolah ini diwajibkan untuk lebih banyak berbicara saat jam-jam formal pendidikan ataupun saat konseling dibandingkan dengan
menggunakan bahasa isyarat.
Universitas Sumatera Utara
Bagi nya, banyak sekali manfaat yang dia dapatkan dari proses konseling ini. Sebagai seorang konselor, di memiliki keinginan yang tinggi untuk membantu siswa-siswi di sekolah
ini dalam membentuk konsep diri mereka. Bukan hanya disekolah atau pada saat konseling sedang berlangsung, beliau juga bersedia berkomunikasi dengan siswasiswi nya disaat jam
istirahat atau pun di luar jam sekolah saat semua siswasiswi nya sudah pulang. Bahkan ada kalanya, antara konselor dan siswa sering terlibat kegiatan komunikasi melalui pesan singkat
lewat telepon seluler. Hal ini dilakukannya agar siswasiswi nya merasa bahwa mereka benar- benar diperhatikan. Bukan hanya diperhatikan, tepatnya mendapat dukungan dari
konselornya.
B. Analisis Komponen Komunikasi Antarpribadi Konselor 1. Keterbukaan
Setiap kali melaksanakan proses konseling Ibu. F. Sitohang selalu berusaha untuk mengajak siswasiswinya menceritakan mengenai masalah yang sedang dihadapi oleh
mereka. Dengan demikian, beliau berusaha untuk membantu mencarikan jalan keluar yang terbaik. Bukan hanya itu saja, ternyata beliau juga sering berbagi pengalaman
hidupnya dengan siswasiswi nya. Dikatakannya, hal ini ternyata sangat memudahkannya untuk memberikan penjelasan dan contoh yang baik bagi mereka.
Berikut penuturannya: “... ketika proses konseling berlangsung ataupun saat berbicara dengan mereka, cara
paling mudah untuk memberikan contoh adalah dengan mengungkapkan pengalaman kita pada mereka. Dengan demikian, mereka lebih cepat mengerti tentang apa yang
ingin kita sampaikan. Sehingga anak-anak lebih mudah untuk mencerna pesan yang ingin kita sampaikan ke mereka. Katanya sambil tersenyum...”
Universitas Sumatera Utara
2. Empati
Dengan berjalannya waktu, seorang konselor akan semakin mengenali keberadaan siswasiswi yang akan dibimbing. Setiap perangai dan tingkah pola mereka seolah-
olah sudah dikuasai oleh nya. Kadang kala, tanpa harus melakukan konseling, beliau dapat mengetahui apa yang sedang terjadi pada siswasiswi nya.
“... Sering kali saya yang harus menghampiri mereka, karena ketika melihat perangai mereka yang berubah hati saya berkata bahwa mereka sedang mengalami sesuatu hal
yang membebani mereka. Disaat-saat seperti ini, kehadiran kita sangat dibutuhkan oleh mereka. Kadang kala, saya sedih juga melihat mereka dalam kondisi seperti itu.
Karena bagi saya, mereka itu sudah saya anggap sebagai anak-anak saya. Jawabnya dengan mata berkaca-kaca..”
3. Sikap Mendukung
Saat melakukan proses konseling sebagai seorang konselor bagi mereka, beliau sangat mengharapkan agar siswasiswi nya mendapatkan penyelesaian dan jalan keluar yang
tepat. Sehingga ketika akan melaksanakan konseling berikutnya mereka mengikutinya dengan antusias. Salah satu bentuk dukungannya yaitu, dengan
memberikan semangat dan membantu mereka untuk menemukan jalan keluar atas apa yang sedang mereka alami. Seperti yang diungkapkannya berikut ini:
“... saya selalu mendukung anak-anak dengan cara berusaha untuk membantu menemukan jalan keluar yang terbaik atas permasalahan yang sedang mereka alami.
Bahkan tanpa sepengetahuan mereka, setiap selesai konseling saya selalu berdoa buat mereka. Sehingga mereka bisa menjadi pribadi yang tangguh dalam menjalani
kehidupan ini.”
Universitas Sumatera Utara
4. Sikap Positif
Rasa positif dari konselor mampu membantu siswasiswi tunarungu untuk menjadi sosok yang lebih tangguh dalam menjalani kehidupan yang sangat keras. Dengan
menjadikan mereka sebagai sahabat dan menganggap mereka sama seperti kita, akan sangat membantu siswasiswi dalam menemukan jati dirinya.
“Selama saya menjadi konselor ditempat ini, saya tidak pernah memandang mereka sebagai sosok yang malang sehingga perlu dikasihani. Saya menganggap mereka
adalah anak-anak yang dahsyat. Kenapa saya berkata seperti itu? Karena ada kalanya mereka bercerita kepada saya bahwa mereka sering dijadikan bahan olok-
olok oleh orang-orang yang memiliki kondisi fisik sempurna. Namun, mereka selalu berusaha tetap tersenyum sekalipun dipermalukan. Mendengar itu, hati saya pun
sedih. Karena itu saya menganggap mereka anak-anak yang dahsyat.”
5. Kesetaraan
Saat melaksanakan proses konseling, Ibu F. Sitohang selalu berupaya untuk menerima keberadaan siswasiswi nya dan selalu menanamkan dihatinya bahwa baik dirinya
maupun anak-anak tunarungu yang dibimbingnya sama-sama bernilai dan berharga. Beliau menganggap bahwa semua manusia itu sama dihadapan Tuhan.
“.. Saya percaya, tiap kita ini adalah berharga di hadapan Tuhan. Baik kaya maupun miskin, terlahir sebagai manusia normal atau memiliki kekurangan fisik semuanya
sama dihadapan Tuhan. Jadi jangan pernah membeda-bedakan manusia hanya karena kondisi fisiknya. Jadilah manusia yang berguna bagi semua orang. Karena
Tuhan memandang hati, bukan rupa. Demikian dikatakannya..”
Universitas Sumatera Utara
Pembahasan
Dalam proses konseling antara Konselor dengan siswasiswi SLB – B Karya Murni, adanya keterbukaan dari konselor terhadap anak-anak penyandang cacat ini. keterbukaan
disini maksudnya adalah bahwa konselor bersedia untuk membagikan pengalaman hidupnya pada siswa tunarungu. Sehingga mereka bisa menjadikan pengalaman konselor tersebut
sebagai bekal dalam kehidupan mereka. Dengan empati, konselor semakin mudah untuk memahami mereka, sehingga ada
kalanya bukan siswasiswi yang menghampiri konselor untuk konseling, tapi konselor yang menghampiri siswa. Sehingga mereka merasa bahwa mereka sungguh-sungguh diperhatikan.
Sikap mendukung merupakan pelengkap dari tahapan sebelumnya. Dengan mendukung mereka, maka secara tidak langsung konsep diri mereka terbentuk. Sehingga ketika suatu
waktu mereka dihadapkan pada masalah yang sama, maka mereka sudah mampu untuk menemukan jalan keluar atas permasalahan tersebut.
Selalu menganggap mereka sebagai sahabat, menjadikan anak-anak yang memerlukan perlakuan khusus ini akan merasa sangat dihargai. Dengan rasa dihargai ini, mereka akan
lebih bersemangat untuk melakukan segala kegiatan mereka juga untuk menggapai setiap impian dan cita-cita mereka. Inilah rasa positif yang ditimbulkan dalam proses konseling.
Kemampuan kita untuk menerima orang lain yang memiliki kekurangan dan menganggap mereka juga bagian dari hidup kita merupakan kesetaraan dalam hidup.
Seharusnya kita menanamkan dalam diri kita masing-masing bahwa setiap kita adalah sama- sama berharga di hadapan Tuhan.
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa, kegiatan komunikasi antarpribadi antara konselor dengan siswasiswi tunarungu di SLB – B Karya Murni Medan memiliki
peran yang sangat besar dalam membentuk konsep diri siswasiswi tunarungu di sekolah ini.
Universitas Sumatera Utara
IV.4. Pembahasan Hasil Penelitian
Dari hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan dapat diketahui bahwasanya informan peneliti sudah paham dengan yang dinamakan dengan konsep diri. Proses konseling
yang selama ini diadakan di SLB – B Karya Murni Medan, ternyata sangat membantu dalam pembentukan konsep diri siswasiswi tunarungu di sekolah ini. hal ini dapat dilihat dari hasil
penelitian berikut: 1.
Keterbukaan pada pengalaman Informan I, informan II dan informan III menyatakan bahwa mereka bersedia berbagi
dengan konselor pada saat konseling, bahkan saat dimana ada kesempatan untuk berbagi dengan konselor, mereka sangat antusias untuk mengikutinya. Hal ini
memudahkan konselor dalam melaksanakan tugasnya dan juga membantu siswasiswi tunarungu disekolah ini untuk membentuk konsep diri mereka.
2. Tidak bersikap defensif
Dalam melaksanakan program konseling, informan I, II dan III tidak bersikap defensif. Ketiga informan ini cenderung mau berbagi dan bercerita dengan konselor
terhadap masalah yang mereka alami. Baik mengenai masalah yang berhubungan dengan pendidikan, persahabatan, keluarga maupun mengenai masalah asmara yang
mereka alami. Kekurangan yang mereka miliki tak membuat mereka semakin menutup diri, malah sebaliknya mereka semakin terbuka. Hal ini memudahkan
mereka dalam melakukan segala aktivitasnya maupun dalam bersosialisasi dengan berbagai pihak.
3. Kesadaran yang cermat
Sebagai anak penyandang tunarungu, informan I, II dan III tidak merasa rendah diri. Mereka memiliki semangat yang tinggi dan mampu memotivasi diri mereka untuk
Universitas Sumatera Utara
menjadi sosok yang lebih baik dimasa yang akan datang. Kekurangan yang mereka miliki, mereka jadikan sebagai cambuk pemicu untuk masa depan yang lebih baik.
Kondisi menunjukkan betapa mereka sudah memiliki konsep diri yang positif. Mereka tidak mau berdiam karena memiliki kekurangan, tapi sebaliknya berusaha
menunjukkan kemampuan yang mereka miliki untuk kehidupan yang lebih baik. 4.
Penghargaan diri tanpa syarat Selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik, itulah yang dilakukan oleh informan I, II
dan III. Dengan semangat untuk selalu menjadi yang terbaik, menjadikan ketiga informan ini harus membentuk diri mereka untuk menjadi sosok yang lebih baik lagi.
Sekalipun kondisi fisik tidak sempurna layaknya manusia normal lainnya, mereka tetap optimis bahwa mereka mampu bersaing dengan orang lain. Konsep diri mereka
sangat terlihat jelas dalam hal ini. 5.
Menjalin hubungan yang harmonis dengan orang lain Perlakuan yang baik dari orang disekitar mereka juga dapat membantu proses
pembentukan konsep diri anaka-anak tunarungu di sekolah ini. Dengan tidak memperlakukan mereka berbeda dengan anak yang memiliki kondisi fisik normal,
menjadikan ketiga informan ini dapat menjalin hubungan yang harmonis dengan orang lain. Baik dengan orang tua, saudara, guru, konselor, teman disekolah, teman
dilingkungan rumah bahkan orang lain disekitar mereka. Sementara itu, informan ke IV yang adalah konselor bagi anak-anak tunarungu
disekolah ini, juga sangat berperan aktif dalam membentuk konsep diri siswasiswi tunarungu di SLB – B Karya Murni Medan ini. Hal ini dapat dilihat dalam hasil penelitian berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
1. Keterbukaan
Dalam setiap proses konseling, konselor selalu berupaya untuk mengajak siswasiswi tunarungu untuk lebih aktif dalam menyampaikan berbagai hal yang mereka alami.
Bukan hanya itu saja, konselor juga terbuka terhadap pengalaman yang dimilikinya dan mau berbagi dengan mereka saat konseling sedang berlangsung. Sehingga anak-
anak lebih mudah untuk mengerti dan lebih membantu mereka dalam membentuk konsep diri mereka.
2. Empati
Komunikasi antarpribadi yang terjadi antara konselor dengan siswasiswi tunarungu dapat memunculkan empati bahkan meningkat pada tahap saling pengertian. Sehingga
dalam kondisi ini, baik konselor maupun siswasiswi tunarungu mempunyai hubungan timbal balik yang dapat membuat konselor untuk lebih memamhami dan mengerti
keadaan apa yang sedang dialami oleh siswasiswi tunarungu. 3.
Sikap Mendukung Dalam setiap kesempatan konseling, konselor selalu berusaha untuk mendukung
anak-anak tunarungu disekolah ini untuk terus menggapai impian mereka. Bahkan mendukung para siswa untuk mampu menyelesaikan masalah yang sedang mereka
alami. Dengan cara ini, para siswa juga merasa diperhatikan dan dihargai. Hal ini akan sangat membantu terbentuknya konsep diri yang positif pada siswasiswi
tunarungu. 4.
Rasa Positif Konselor juga sangat membentu siswasiswi dalam menyelesaikan permasalahan yang
sedang mereka alami. Dengan menempatkan dirinya sebagai sahabat bagi mereka, maka konselor akan sangat mudah dalam membimbing dan mengarahkan mereka. Hal
Universitas Sumatera Utara
ini juga memudahkan siswasiswi tunarungu dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapinya maupun dalam membentuk konsep diri yang positif.
5. Kesetaraan
Bagi konselor, dalam melaksanakan program konseling prinsip utama yang selalu diterapkannya adalah bahwa setiap manusia adalah sama dihadapan Tuhan. Baik
manusia dengan kondisi fisik normal maupun mereka yang memiliki kekurangan adalah sama dihadapan Tuhan. Prinsip ini yang sangat menguatkan siswasiswi
tunarungu di sekolah ini semakin memantapkan dirinya bahwa mereka berharga sehingga tidak menjadi minder dan rendah diri ketika berhubungan dengan orang lain
yang memiliki kondisi fisik normal.
Universitas Sumatera Utara
BAB V PENUTUP
V.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian tentang komunikasi antarpribadi dalam membentuk konsep diri siswasiswi SLB – B Karya Murni Jl. H.M. Jhoni No. 66 Medan, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut: 1.
Temuan menunjukkan bahwa komunikasi antarpribadi antara konselor dengan siswasiswi tunarungu di SLB – B Karya Murni berperan besar dalam membentuk
konsep diri positif siswasiswi tunarungu. Hal ini karena adanya situasi yang dekat dan akrab dalam berkomunikasi. Anak tunarungu pada dasarnya terkesan tertutup dan
pasif, oleh karena itu perlu keakraban dari pihak luar dalam melakukan pendekatan dengan mereka. Dengan empati dan menciptakan suasana yang akrab, ramah serta
penuh kasih sayang, maka siswasiswi tunarungu dapat lebih terbuka dalam berkomunikasi dengan konselor. Temuan juga menunjukkan bahwa konseling yang
selama ini diberikan kepada siswasiswi tunarungu sudah cukup baik. Terlihat bahwa sebagian besar dari mereka telah menunjukkan konsep diri yang wajar. Mereka
menyadari kecacatannya, namun keadaan cacat tersebut tidak membatasi mereka untuk berkarya dan berprestasi.
2. Temuan menemukan bahwa setiap kasus menunjukkan jawaban positif terhadap
metode konseling yang dilakukan konselor terhadap siswasiswi tunarungu, yaitu dengan sugesti dan tidak ada unsur pemaksaan atau perintah. Yakni tidak langsung
pada pokok permasalahan melainkan diajak terlebih dahulu untuk bercerita hal-hal yang ringan tentang pengalaman pribadi masing-masing siswa.
Universitas Sumatera Utara