PERAN MRP TERHADAP KEBIJKAN PEMERINTAHAN DALAM PELINDUNGAN MASYARAKAT ADAT PAPUA (STUDI DI KOTA JAYAPUARA PROPINSI PAPUA)

PERAN MRP TERHADAP KEBIJKAN PEMERINTAHAN DALAM
PELINDUNGAN MASYARAKAT ADAT PAPUA ( STUDI DI KOTA
JAYAPUARA PROPINSI PAPUA)
Oleh: MARTHINUS MAGAL ( 0520065 )
Goverment Science
Dibuat: 2011-01-26 , dengan 6 file(s).

Keywords: PERAN MRP
ABSTRAK

Pemerintah telah menetapkan kebijakan politik dan hukum kepada beberapa daerah secara
khusus seperti Nangro Aceh darusalam dengan undang-undang No.18 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus Aceh, Papua dengan Undang-Undang 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
Papua, undang – Undang Daerah Istimewa Jakarta (DKI) No.34 Tahun 1999 dan UndangUndang daerah DKI Jakarta, Yogjakarta dan secara luas tentang pengakuan kesatuan persatuan
dan adat telah diakui dalam Undang - Undang lingkungan hidup, kehutanan No . 41 tahun 1999
dan sebagainya.Berdasarkan pengakuan dan pengaturan dalam undang-undang dasar dan aturan
pelaksananya (UU tersebut), maka pada Tahun 2001 pemerintah mengeluarkan undang - undang
otonomi khusus papua yang didalamnya mengatur kewenangan khusus pemerintah daerah dalam
mengatur berbagai kebijakan publik di papua bagi kepentingan masyarakat asli papua baik
dibidang ekonomi, politik, budaya, dan hukum terutama pengakuan hukum adat.Berdasarkan
wewenang yang ini berarti pula untuk wewenang memberdayakan potensi social-budaya dan

perekonomian masyarakat papua, termasuk ber peran yang memadai bagi orang-orang asli papua
melalui para wakil Adat, Agama, dan Kaum Perempuan. Peran yang dilakukan adalah ikut serta
merumuskan kebijakan daerah, menentukan strategi pembangunan dengan tetap menghargai
kesetaran dan keanegaraman kehidupan masyarakat papua, melestarikan budaya serta lingkungan
alam papua, yang tercermin melalui perubahan nama Irian Jaya menjadi Papua, Lambang daerah
dalam bentuk Bendera daerah dan Lagu daerah sebagai bentuk akualisasi jati diri rakyat Papua
dan pengakuan terhadap eksistensi hak ulayat, Adat, masyarakat Adat, dan Hukum adat.Sebagai
pengejawantahan dari adanya kebijakan tersebut diatas di dalam batang tubuh Undang-undang
Otonomi Khusus Papua diamanatkan pembentukan Majelis Rakyat Papua (MRP). MRP pada
hakekatnya merupakan salah satu lembaga politik formal (supra struktur politik) ditingkat
provinsi. Majelis Rakyat Papua berkedudukan sebagai lembaga representasi cultural orang asli
papua dengan berlandasankan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan
perempuan, dan pengamatan kerukunan hidup beragama. Seiring dengan perkembangan
masyarakat dan kemajuan yang dicapai melalui pelaksanaan pembangunan lebih-lebih pada era
pelaksanaan Otonomi Khusus, telah terjadi pergeseran nilai-nilai dan degradasi terhadap
kebudayaan asli daerah yang sering disertai dengan adanya pula pelanggaran dan pengabaian
terhadap hak-hak dasar orang asli papua yang merupakan hak dasar hidup manusia, termasuk
pelanggaran terhadap hak atas kebudayaan. Gejala tersebut dapat dilihat, antara lain, adanya
sentiment etnis/sukuisme atau kedaerahan yang kental diantara kalangan suku-suku asli di papua,
juga adanya kecerderungan sebagai satu kesatuan etnis papua.Disadari bahwa gejala tersebut

memang merupakan gejala sosial yang pada umumnya dialami oleh setiap masyarakat yang
sedang mengalami proses modernisasi seperti halnya yang terjadi di Indonesia dewasa ini dan

khususnya di Papua sekarang ini. Karena bagaimanapun setiap masyarakat pasti mengalami
perubahan sosial, meski berbeda dalam instensitas dan lingkungannya.Agar pemerintah dalam
mengambil kebijakan sesuai dengan tujuan undang-undang dasar dan undang - undang otonomi
khusus maka melalui undang-undang otonomi khusus juga mengamangatkan di papua dibentuk
suatu wadah cultural yang dinamakan Majelis Rakyat Papua ( MRP) yang memiliki peran
mengakomodir kepentingan - kepentingan masyarakat asli papua dan diteruskan kepada
pemerintah provinsi untuk dibahas bersama bersama DPRP menjadi perdasus. Selain itu MRP
juga berperan mengawasi pelaksanaan undang - undang otonomi khusus terutama hak - hak
masyarakat adat yang telah menjadi kebijakan pemerintah dan pemerintah provinsi papua.
Seiring dengan perkembangan masyarakat dan kemajuan yang dicapai melalui pelaksanaan
pembangunan lebih-lebih pada era pelaksanaan Otonomi Khusus, telah terjadi pergeseran nilainilai dan degradasi terhadap kebudayaan asli daerah yang sering disertai dengan adanya pula
pelanggaran dan pengabaian terhadap hak-hak dasar orang asli papua yang merupakan hak dasar
hidup manusia, termasuk pelanggaran terhadap hak atas kebudayaan. Dalam Metode Penelitian
ini yang digukan pengelolahan data analisis kualatatif diskripsi adalah Jenis penelitian
kualitatif,dimana jenis penelitian kualitatif merupakan satu lembaga kultural masyarakat adat
papua .Adapun pengumpulan data merupakan dalam bentuk interview atau
wawancara,observasi,maupun dokumentasi.Kesimpulan ,adalah Keberhasilan pelaksanaan Otsus

Papua dalam jangka pendek, menengah, dan panjang, ditentukan dengan sejauh mana tata
pemerintahan yang baik (good governance) bisa diciptakan dan ditumbuh berkembang di
Provinsi Papua. Rakyat Papua membutuhkan pemerintahan yang dicirikan oleh transparansi,
akuntabilitas, dan demokrasi. Pemerintahan di Provinsi Papua, mulai dari tingkat provinsi,
kabupaten/kota, distrik, sampai di kampung harus mampu bekerja secara profesional karena
sistem dan para pelaksananya kapada dan memiliki integritas yang tinggi.
Hanya melalui tata pemerintahan yang baik maka Otsus dapat membawa kebajikan bagi
masyarakat di seluruh Provinsi Papua jadi MRP sebagai lembbaga representatatif kultural orang
asli papua sesuai tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban, memandang perlu memberikan
rekomendasi kepada pemerintah Pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota,
termasuk DPRP, Provinsi Papua barat dan DPRD Kabupaten/Kota se Provinsi Papua Barat,
untuk melakukan berbagai upaya melalui kebijakan dan mengimplementasiannya dalam proses
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, sehingga orang asli papua dan masyarakat
adat di papua dapat berhadaptasi secara wajar dalam proses pembangunan dan dengan begitu
tidak semakin terpinggirkan, akan tetapi, sebaliknya mereka dapat diselamatkan, dan pada
gilirannya mereka sungguh-sungguh menjadi pelaku dan penikmat hasil pembangunan sesuai
jiwa, semangat dan amanat otonomi Khusus itu sendiri.

ABSTRACT


The government has set the political and legal policies to some specific regions such as Aceh
Darusalam Nangro by law No.18 of 2001 on Special Autonomy in Aceh, Papua and the Law 21
of 2001 on Special Autonomy, Law - Law of Jakarta Special Region ( DKI) No.34 Year 1999,
and Law area of Jakarta, Yogyakarta and widely about the unity of unity and recognition of

indigenous peoples has been recognized in the Constitution - Constitution of the environment,
forestry No. 41 years old in 1999 and sebagainya.Berdasarkan recognition and setting the basic
laws and rules of the executing (the Act), then in 2001 the government issued a law - Papua
special autonomy law which involves a specific set of local government authority in regulating
various public policies in Papua for papua indigenous interests both in the economic, political,
cultural and legal recognition, especially the legal authority adat.Berdasarkan this means also for
the authority to empower the potential socio-cultural and economic communities in Papua,
including her proper role for the indigenous people of Papua through Indigenous representatives,
Religion, and Women. The role performed is to participate and to formulate local policies,
determine the development strategy with diversity while respecting kesetaran and community
life papua, preserving cultural and natural environment in Papua, which is reflected through a
change of name from Irian Jaya to Papua, local symbol in the form of regional flag and regional
songs as akualisasi shape identity of the people of Papua and recognition of the existence of
customary rights, indigenous, indigenous communities, and the Law adat.Sebagai embodiments
of the above policies in the torso Act mandated the establishment of the Papua Special

Autonomy of Papua People's Assembly (MRP). MRP is essentially one of the formal political
institutions (political structures supra) the provincial level. Papuan People's Assembly as an
institution domiciled cultural representations of indigenous people in Papua with berlandasankan
to the respect of tradition and culture, women empowerment, and observation of religious
harmony. Along with the development community and the progress made through
implementation of development more on the era of the Special Autonomy, has been movement
in the values and degradation of native culture is often coupled with violations and also a waiver
of fundamental rights of native people who papua is a fundamental right of human life, including
the violation of cultural rights. Symptoms can be seen, among others, the sentiment ethnicity /
tribalism or regionalism is strong among the indigenous tribes in Papua, as well as a unity of
ethnic kecerderungan papua.Disadari that the symptoms are indeed a social phenomenon that is
generally experienced by each community which is undergoing modernization process as was the
case in Indonesia today, and especially in Papua today. Because after every society must have
experience of social change, though distinct in lingkungannya.Agar instensitas and government
in their policy objectives in accordance with the constitution and laws - the law of special
autonomy through the special autonomy law in Papua mengamangatkan also formed a cultural
container that called the Papuan People's Assembly (MRP), which has a role to accommodate the
interests - the interests of indigenous Papuans and forwarded to the provincial government to be
discussed together with the DPRP Perdasus. Besides overseeing the implementation of MRP also
plays legislation - particularly the special autonomy law rights - the rights of indigenous peoples

who have become government policy and the Papua provincial government. In line with the
development of society and the progress made through implementation of development more on
the era of the implementation of special autonomy, there has been a shift in values and
degradation of native culture which is often coupled with violations and also a waiver of
fundamental rights of indigenous people in Papua who is a fundamental right of human life,
including violations of the rights culture in this research method that digukan pengelolahan
kualatatif analysis of data description is qualitative research, where qualitative research is a
cultural institution of indigenous Papuans. The data collection is in the form of an interview or
interviews, observations, as well as dokumentasi.Kesimpulan, is the success of the Papua Special
Autonomy in the short, medium, and long, determined by the extent to which good governance
(good governance) can be created and developed ditumbuh in Papua Province. Papuan People

need a government that is characterized by transparency, accountability, and democracy.
Government in Papua province, ranging from provincial, district / municipal, district, arrived in
the village should be able to work professionally as sn system and the executive and have high
integrity.
Only through good governance can bring the special autonomy for public virtue in all of Papua
Province so the MRP sebagai lembbaga Papua natives representatatif culturally appropriate tasks
and authority, and the rights and obligations, looking to provide recommendations to the central
government, provincial government and district governments City, including the DPRP, and

DPRD Papua Province west of County / City of West Papua Province, to implement measures
through policy and mengimplementasiannya in the process of governance and development, so
the native indigenous people in Papua and Papua can berhadaptasi fairly in the process of
development and so no more marginalized, however, on the contrary they can be saved, and in
turn they actually become players and connoisseurs of development according to the soul, spirit
and mandate of the Special Autonomy itself.

Dokumen yang terkait

Pendekatan Pemberdayaan Berbasis Masyarakat Adat Di Papua

0 5 21

TESIS KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI PAPUA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT BERDASARKAN OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA.

0 4 14

PENDAHULUAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI PAPUA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT BERDASARKAN OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA.

0 2 20

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI PERAN APARAT PEMERINTAH MENYIKAPI HAK ANAK DALAM PERKAWINAN ADAT "KAWIN UKUR" DI KECAMATAN WAROPEN ATAS KABUPATEN WAROPEN PROPINSI PAPUA.

0 5 15

PENDAHULUAN PERAN APARAT PEMERINTAH MENYIKAPI HAK ANAK DALAM PERKAWINAN ADAT "KAWIN UKUR" DI KECAMATAN WAROPEN ATAS KABUPATEN WAROPEN PROPINSI PAPUA.

0 3 16

PENUTUP PERAN APARAT PEMERINTAH MENYIKAPI HAK ANAK DALAM PERKAWINAN ADAT "KAWIN UKUR" DI KECAMATAN WAROPEN ATAS KABUPATEN WAROPEN PROPINSI PAPUA.

0 2 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kedudukan Majelis Rakyat Papua (MRP) dalam Sistem Pemerintahan Daerah Provinsi Papua T1 312008603 BAB I

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kedudukan Majelis Rakyat Papua (MRP) dalam Sistem Pemerintahan Daerah Provinsi Papua T1 312008603 BAB II

0 0 46

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kedudukan Majelis Rakyat Papua (MRP) dalam Sistem Pemerintahan Daerah Provinsi Papua T1 312008603 BAB IV

0 1 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kedudukan Majelis Rakyat Papua (MRP) dalam Sistem Pemerintahan Daerah Provinsi Papua

0 0 134