FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN BERAGAMA PADA ANAK

c. Faktor Moral dalam Perkembangan Beragama Pada Anak

Menurut Alex Sobur, moral artinya tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, kebiasaan. Adapun tingkah laku bermoral artinya tingkah laku yang

sesuai dengan nilai-nilai moral yang ada dalam suatu kelompok. 31 Nilai-nilai moral mungkin berbeda antara satu kelompok dengan kelompok lain. Nilai

moral ini merupakan nilai-nilai yang diakui baik dan bermanfaat pada masyarakat tersebut. Dalam suatu masyarakat, terutama masyarakat religius tentu saja nilai-nilai moral yang dianut adalah yang selaras dengan ajaran agama, sehingga nilai-nilai moral ini akan sangat berpengaruh dalam pembentukan kesadaran beragama pada anak.

Perkembangan moral ditandai dengan ukuran baik-buruk, benar-salah, boleh atau tidaknya suatu perbuatan itu dilakukan. Hal ini dikarenakan belum matangnya penalaran anak untuk memahami latar belakang mengapa suatu itu dikatakan baik atau buruk, benar-salah, boleh atau tidak untuk dilakukan, semua itu berkaitan dengan perkembangan kognitif mereka yang

masih belum waktunya. 32 Karena itu pembinaan moral (mental agama) bukan suatu proses yang terjadi dengan cepat dan dipaksakan tetapi haruslah

berangsur-angsur, wajar, sehat dan sesuai dengan pertumbuhan, kemampuan dan keistimewaan umur yang sedang dilaluinya.

31 Alex Sobur, Anak Masa Depan, (Bandung: Angkasa, 1991), hlm. 26. 32 Imam Bawani, Pengantar Ilmu Jiwa Perkembangan, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1990),

hlm. 104.

d. Faktor (Perasaan) Sosial Dalam Perkembangan Pada Anak

Reaksi sosial pertama bayi adalah terhadap orang dewasa yaitu ibunya. Pada usia tiga bulan, mulai memperhatikan kehadiran orang dewasa dan mulai bereaksi, hal ini dapat dilihat apabila mendengar suara, anak akan menangis atau tersenyum bila ada seorang yang datang menghampirinya. Usia enam bulan anak ini lebih mengenal ibunya melalui suaranya, wajah

atau belaian. 33 Pada fase perkembangan sosial tersebut, sangat tepat bagi orang tua untuk menumbuhkan dorongan beragama pada anak dengan

memberi contoh dalam tingkah laku serta ucapan-ucapan yang mengandung unsur agama seperti bacaan sholawat nabi maupun mendekatkan anak-anak ketika mereka sedang sholat.

Faktor internal baik kecerdasan, emosi, moral maupun perasaan sosial dalam memotivasi beragama pada anak bukan berarti masing-masng aspek berjalan sendiri-sendiri, dengan kata lain saling berkaitan. Keempat aspek tersebut tidak akan mencapai kematangan dan mampu membantu terealisasinya potensi agama yang ada pada anak sehingga menjadi kesadaran beragama tanpa adanya bantuan dari lingkungan yang mendukung.

2. Faktor Eksternal

Manusia sering disebut dengan homo religious (makhluk beragama). Pernyataan ini menggambarkan bahwa manusia memiliki potensi dasar yang dapat dikembangkan sebagai makhluk beragama. Jadi manusia dilengkapi

33 Bambang Sujiono, Yuliani Nurani Sujiono, Mencerdaskan Perilaku Anak Usia Dini, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2005), hlm. 82.

potensi berupa kesiapan untuk menerima pengaruh luar sehingga dirinya dapat dibentuk menjadi makhluk yang memiliki rasa perilaku keagamaan.

Faktor eksternal yang dinilai berpengaruh dalam perkembangan jiwa beragama dapat dilihat dari lingkungan di mana seseorang itu hidup. Umumnya lingkungan tersebut di bagi menjadi tiga, yaitu: a. Keluarga, b. Sekolah, dan c. Masyarakat.

a. Faktor Keluarga Terhadap Perkembangan Beragama Pada Anak

Anak dilahirkan dalam keadaan suci. Ia membuka kedua matanya pada kehidupan dunia ini untuk melihat ibu dan ayahnya yang menjaganya dalam segala urusannya. Pada waktu lahir anak belum beragama. Isi, warna dan corak perkembangan kesadaran beragama pada anak sangat dipengaruhi

oleh keimanan, sikap dan tingkah laku keagamaan orang tuanya. 34 Sehingga seorang anak yang dilahirkan dalam keluarga yang religius, maka ia akan

cenderung tumbuh menjadi pribadi yang taat beragama dana sebaliknya, seorang anak yang dilahirkan dalam keluarga yang acuh tak acuh atau bahkan tidak mengenal agama, maka ia akan tumbuh pula menjadi pribadi yang tidak mengenal agama, sering melanggar aturan agama tanpa merasa bersalah karena potensi untuk mengenal Tuhan dan mengikuti ajaran-Nya dikalahkan oleh potensi buruknya serta tertutup oleh kebiasaan- kebiasaannya melanggar aturan agama.

34 Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila, (Bandung: Sinar Baru, 1991), hlm. 40.

Karena pembinaan dan pendidikan anak dalam keluarga ini adalah merupakan awal dari suatu usaha untuk mendidik anak agar menjadi manusia yang bertaqwa, cerdas dan terampil. Maka hal ini menempati posisi kunci yang sangat penting dan mendasar yang akan menjadi fondasi

penyangga bagi pendidikan anak berikutnya. 35 Dalam ajaran Islam, masalah keluarga mendapat banyak perhatian

dengan berbagai macam peraturan untuk menuju kebaikan dan kebahagiaan. Dari soal memilih jodoh, kriteria, dan idealnya, prosedur pemilihan, kewajiban dan hak suami istri dan anak, kewajiban yang harus dipenuhi dan larangan-larangan yang harus dijauhi. Bahkan hubungan antara yang satu dengan lainnya, baik hubungan yang paling suci dan asasi maupun hubungan yang tampak sederhana dan ringan dalam kehidupan sehari-hari, diberikan petunjuknya dengan berbagai macam peraturan yang harus ditaati.

Keluarga yang ideal adalah keluarga yang mampu mengembangkan fungsi-fungsi dalam mencapai tujuan keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Adapun fungsi keluarga menurut Hasbullah adalah sebagai berikut:

1) Pengalaman pertama masa anak-anak

Dalam keluarga anak memperoleh pengalaman pertama yang merupakan faktor penting dalam perkembangan pribadi anak. Suasana ini sangat penting diperhatikan, sebab dari sinilah keseimbangan jiwa di dalam perkembangan individu selanjutnya ditentukan.

35 Bakir Yusuf Barmawi, Pembinaaan Kehidupan Beragama Islam Pada Anak, (Semarang: Dimas, 1993), hlm. 7.

2) Menjamin kehidupan emosional anak

Melalui pendidikan keluarga kehidupan emosional atau kebutuhan akan rasa kasih sayang dapat dipenuhi dan berkembangan dengan baik.

3) Menanamkan dasar pendidikan moral

Pendidikan moral dalam keluarga biasanya tercermin dalam sikap dan perilaku orang tua sebagai teladan yang dapat di contoh oleh anak- anak. Sikap keteladanan ini melahirkan identifikasi positif dan sangat penting dalam rangka pembentukan kepribadian.

4) Memberikan dasar pendidikan sosial

Kehidupan keluaraga merupakan basis yang sangat penting dalam peletakan-peletakan dasar-dasar pedidikan sosial anak yang ditumbuhkan melalui kehidupan yang penuh roda gotong royong.

5) Peletak dasar-dasar keagamaan

Keluarga sebagai pendidikan pertama dan utama berperan besar dalam proses internalisasi dan transformasi nilai-nilai keagamaaan dalam

pribadi anak. 36

36 Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 43.

Sedangkan menurut Abdurahhman An-Nahlawi menjelaskan bahwa berdasarkan Al- Qur’an dan As-Sunnah, kita dapat mengatakan bahwa tujuan terpenting dari pembentukan keluarga; 37

a) Mendirikan Syariat Allah dalam segala permasalahan rumah tangga. Artinya, tujuan keluarga adalah mendirikan rumah tangga muslim yang mendasarkan kehidupannya pada perwujudan penghambaan kepada Allah. Demikianlah, anak-anak akan tumbuh dan dibesarkan di dalam rumah yang di bangun dengan dasar ketakwaan kepada Allah, ketaatan pada syariat Allah dan keinginan menegakkan syariat Allah. Dengan sangat mudah anak-anak akan meniru kebiasaan orang tua dan akhirnya terbiasa untuk hidup Islami. Dan ketika di sudah dewasa pun, di akan merasakan kepuasan pada akidah yang dianut dirinya dan orang tuanya.

b) Mewujudkan ketentraman dan ketenangan psikologis. Jika suami istri bersatu di atas landasan kasih sayang dan ketentraman psikologis yang interaktif, anak-anak akan tumbuh dalam suasana bahagia, percaya diri, tentram, kasih sayang, serta jauh dari kekacauan, kesulitan dan penyakit batin yang melemahkan kepribadian anak. Disamping itu pangkal ketentraman dan kedamaian hidup terletak dalam keluarga. Karena keselamatan masyarakat para hakikatnya bertumpu pada keselamatan keluarga. Sebagaimana firman Allah dalam Al- Qur’an:

37 Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm. 139-144.

Artinya: “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (QS. Asy-Syuara: 214) 38

c) Memenuhi kebutuhan cinta kasih anak-anak. Keluarga, terutama orang tua, bertanggungjawab untuk memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya karena kasih sayang merupakan landasan terpenting dalam pertumbuhan dan perkembangan psikologis dan sosial anak. Jika seseorang anak mengalami ketidakseimbangan rasa cinta, kehidupan bermasyarakat akan dicemari penyimpangan- penyimpangan. Dia akan sulit berteman atau bekerja sama, apabila jika harus melayani atau mengorbankan miliknya demi orang loin. Dalam perkembangannya, terutama dalam perkembangan kepribadiannya, anak-anak membutuhkan curahan kasih sayang. Curahan kasih sayang itu lebih utama jika disalurkan melalui kehidupan keluarga sehingga jika dewasa nanti, anak-anak akan membiasakan kasih sayang yang dia peroleh kepada masyarakat sekitarnya, sehingga terbentuk rasa saling mengasihi antar umat Islam.

d) Menjaga fitrah anak agar anak tidak melakukan penyimpangan- penyimpangan. Dalam konsepsi Islam, keluarga adalah penanggungjawab utama terpeliharanya fitrah anak. Dengan

38 Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Alwaah, 1995), hlm. 589.

demikian, penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan anak-anak lebih disebabkan ketidakwaspadaan orang tua atau pendidik terhadap perkembangan anak.

b. Faktor Sekolah Terhadap Perkembangan Beragama Pada Anak

Sekolah merupakan tempat kedua di mana anak mendapatkan pendidikan agama yang membantu proses penyadaran seorang anak berarti suatu agama (Islam) sebagai pedoman hidup manusia. Berdasarkan pertimbangan heterogenitas sosiokultural peserta didik, maka pelaksananan pendidikan agama diletakkan sebagai usaha untuk menumbuhkembangkan kesadaran moral etika sebagai bentuk kesadaran iman dan Islam melalui proses belajar mengajar dan pengendalian lingkungan sebagai pendukungnya. Kesadaran demikian merupakan daya penggerak bagi seseorang sehingga ia selalu merindukan melakukan ibadah dalam arti yang luas dan ia selalu berhasrat memperkaya pengetahuan dan pengalaman dalam beribadah tersebut.

Menurut Athiyah Al-Abrosyi yang dikutip Kamrani Busseri menyatakan bahwa sekolah menjadi penting untuk memenuhi kekurangmampuan keluarga mendidik anak. Disaat kehidupan semakin kompleks yang menuntut anak untuk mengetahui berbagai macam hal dan temuan ilmiah, agama, kesenian, ilmu alam dan kenegaraan, amal wajib saling tolong-menolong antar keluarga dan sekolah serta masyarakat untuk Menurut Athiyah Al-Abrosyi yang dikutip Kamrani Busseri menyatakan bahwa sekolah menjadi penting untuk memenuhi kekurangmampuan keluarga mendidik anak. Disaat kehidupan semakin kompleks yang menuntut anak untuk mengetahui berbagai macam hal dan temuan ilmiah, agama, kesenian, ilmu alam dan kenegaraan, amal wajib saling tolong-menolong antar keluarga dan sekolah serta masyarakat untuk

Oleh sebab itu jika lembaga sekolah dijadikan media untuk mendidik anak (generasi muda), kita dituntut unutk memahami pertumbuhan, fungsi dan metode yang dapat meninggikan kualitas dan manfaat media pendidikan tersebut, melalui konsep-konsep pendidikan Islam.

Dalam konsepsi Islam fungsi utama sekolah adalah sebagai media relasi pendidikan berdasarkan tujuan pemikiran, akidah dan syariat demi terwujudnya penghambaan diri kepada Allah, serta sikap meng-Esakan Allah dan mengembangkan segala bakti dan potensi manusia sesuai

fitrahnya sehingga manusia terhindar dari berbagai penyimpangan, 40 yang menjurus pada suatu kerusakan akidah, moral dan pergaulan sosialnya,

tetapi justru mampu meningkatakan kualitas kemanusiaannya yang mengantarkannya pada kebahagiaan hidup.

Usaha-usaha pendidikan yang banyak berpengaruh dalam menanamkan keimanan dalam rangka membentuk kesadaran beragama pada anak antara lain: memberikan contoh atau teladan, membiasakan, menegakkan disiplin, memberikan hadiah terutama psikologis, menghukum bila perlu serta menciptakan suasana yang berpengaruh bagi pertumbuhan positif. Disamping itu yang lebih penting adalah seorang pendidik yang secara tidak langsung terlihat oleh anak didik dari segi kepribadiannya, sikap perilaku dan tata cara hidup akan mampu mendorong timbulnya sikap

39 Kamrani Busseri, Pendidikan Keluarga Dalam Islam, (Yokyakarta: Bina Usaha, 1990), hlm. 49.

40 Abdurrahman An-Nahlawi, op. cit., hlm. 152.

beragama pada anak, karena salah satu sifat beragama pada anak adalah imitatif (meniru).

Jadi yang tanggung jawab pendidik dalam hal ini tidak kurang dari tanggungjawab orang tua. anak didik adalah amanat bagi mereka. Orang tua dan juga masyarakat telah memberikan mereka posisi kunci dalam mendidik generasi muda (anak-anak) untuk melatih mereka, mengarahkan, mengajar serta membimbing mereka kepada kebaikan dan kemuliaan.

c. Faktor Masyarakat Terhadap Perkembangan Beragama Pada Anak

Masyarakat merupakan salah satu dari tri pusat pendidikan sesudah keluarga dan sekolah. Ketiganya mempunyai hubungan kemitraan yang tidak dapat terpisahkan dalam hal pembentukan kepribadian anak. Sebagai pendukung dalam kelurga dan sekolah, peranan masyarakat sangatlah penting dalam tanggungjawab pendidikan.

Masyarakat juga mempunyai tanggungjawab membina anak dalam masalah beragama, karena dalam masyarakat terhadap berbagai lembaga sosial dan keagamaan yang mampu menumbuhkan semangat beragama pada diri anak. Masjid misalnya sebagai lembaga agama yang utama, mempunyai perananan yang sangat banyak manfaatanya untuk membina kehidupan beragama pada anak. Karena dari masjidlah anak-anak bisa memperoleh pengalaman beragama yang sangat mengesankan dalam hidupnya. Oleh karena itu, memakmurkan masjid dan mengikutsertakan anak dalam kegiatan-kegiatan yang dapat memakmurkan suatu masjid, adalah Masyarakat juga mempunyai tanggungjawab membina anak dalam masalah beragama, karena dalam masyarakat terhadap berbagai lembaga sosial dan keagamaan yang mampu menumbuhkan semangat beragama pada diri anak. Masjid misalnya sebagai lembaga agama yang utama, mempunyai perananan yang sangat banyak manfaatanya untuk membina kehidupan beragama pada anak. Karena dari masjidlah anak-anak bisa memperoleh pengalaman beragama yang sangat mengesankan dalam hidupnya. Oleh karena itu, memakmurkan masjid dan mengikutsertakan anak dalam kegiatan-kegiatan yang dapat memakmurkan suatu masjid, adalah

Artinya: “Hanyalah yang memakmurkan mesjid-mesjid Allah ialah orang-

orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan salat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat

petunjuk.” (QS. At-Taubah: 18) 42

Dari ayat tersebut menunjukkan bahwa dalam proses sosialisasi anak, lembaga yang ada di masyarakat ikut langsung melaksanakan pola- pola pembinaan yang membantu pendidikan dalam usaha membentuk sikap, kesusilaan solidaritas sosial dan menambah ilmu pengethauan di luar sekolah dan keluraga, juga dapat menumbuhkan dorongan beragama serta ,menghindarkan anak dari pergaulan yang salah dan kerusakan moral.

Dalam hal ini kita tidak cukup mengandalkan kondisi masyarakat mukmin untuk mendidik anak-anak kita, bagaimana mengingatkan untuk memilih teman yang baik bagi permainan dan pergaulan sehari-hari, sehingga mereka waspada terhadap hal-hal yang dapat mengotori rohaninya atau menjerumuskan mereka pada penyia-nyiaan waktu.

41 Bakir Yusuf Barmawi, op. cit., hlm. 30. 42 Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 280.

Usaha mendidik anak untuk menumbuhkan motivasi beragama pada anak yang teraktualisasi dalam perilaku keseharian anak menjelma dalam cara dan perkara yang dipandang merupakan metode pendidikan masyarakat

yang utama. Cara yang terpenting adalah: 43 Pertama , Allah menjadikan masyarakat sebagai penyuruh kebaikan dan

pelarang kemunkaran sebagaimana diisyaratkan oleh Allah dalam firman- Nya ini:

Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.(QS. Ali Imron:

104) 44

Kedua , Dalam masyarakat Islam, seluruh anak-anak dianggap anak-anak sendiri atau anak saudaranya. Dari sinilah muncul tanggungjawab bersama seluruh anggota masyarakat untuk mendidik anak-anak menjadi anak yang sadar beragama. Ketiga , Untuk menghadapi orang-orang yang membiasakan dirinya berbuat buruk, Islam membina melalui kekerasan atau kemarahan. Namun dalam hal ini dilakukan hanya untuk kondisi tertentu yang sangat darurat.

43 Abdurrahman An-Nahlawi, op. cit., hlm. 176-185. 44 Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 93.

Keempat , Masyarakat dapat melakukan pembinaaan melalui pengisolasian, pemboikotan atau pemutusan hubungan kemasyarakatan, hal ini dilakukan agar anak kembali kepada keimanan, bertobat dan menyesali perbuatannya. Kelima , pendidikan kemasyarakatan dapat juga dilakukan melalui kerjasama yang utuh karena bagaimanapun, masyarkat muslim adalah masyarakat yang padu. Keenam , Pendidikan kemasyarakatan bertumpu pada landasan afeksi masyarakat, khususnya rasa saling mencintai. Dalam diri anak-anak rasa cinta tumbuh seiring dengan kasih sayang yang diberikan kepada mereka sehingga mereka memiliki kesiapan untuk mencintai orang lain. Ketujuh , Pendidikan masyarakat harus mampu mengajak generasi muda (anak-anak) untuk memiliki teman dengan baik dan berdasarkan ketaqwaan kepada Allah. Akhirnya dalam mendidik anak, masyarakat mempunyai pengaruh yang

besar, menyangkut hal-hal sebagai konsekuensi interaksi sebagai berikut: 45

1) Anak akan mendapatkan pangalaman langsung setelah memperhatikan (mengamati) apa yang terjadi di masyarakat.

2) Membina anak-anak itu berasal dari masyarakat dan akan kembali kepada masyarakat (setelah dididik oleh masyarkat)

3) Masyarakat (dapat menjadi sumber) pengetahuan.

4) Masyarakat membutuhkan orang-orang terdidik dan anak pun juga membutuhkan masyarakat (untuk mengembangkan dirinya).

45 Bakir Yusuf Barmawi, op. cit., hlm. 34.

Dari berbagai faktor eksternal di atas, satu sama lain saling berhubungan. Karena anak tidak hidup dalam satu lingkungan saja, melainkan anak berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya untuk membentuk kepribadian dirinya.

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25