The model of farmer empowerment in managing rice farming in Karawang and Cianjur District, West Java Province

i

MODEL PEMBERDAYAAN PETANI
DALAM PENGELOLAAN USAHATANI PADI
DI KABUPATEN KARAWANG DAN CIANJUR,
PROVINSI JAWA BARAT

DWI SADONO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

i

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul Model
Pemberdayaan Petani dalam Pengelolaan Usahatani Padi di Kabupaten Karawang

dan Cianjur, Provinsi Jawa Barat) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh
Penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Agustus 2012

DWI SADONO
NIM. I 361070111

ii

ABSTRACT
DWI SADONO. 2012. The Model of Farmer Empowerment in Managing
Rice Farming in Karawang and Cianjur District, West Java Province.
SUMARDJO (as Promotor), DARWIS S. GANI and SITI AMANAH (as coPromotors)
In Indonesia, rice is one of basic needs. The sustainability of rice
production will determine food security guarantee, and the efforts to integrated
food security and farmer empowerment have become an important issue today.

Accordingly, the objective of this study was to analyze the level of participation of
farmers in their group and the empowerment of farmers in the management of
rice farming and the factors associated with it, and analyze the impact of farmer
empowerment to sustainability efforts. Fieldwork was conducted from May to
June 2012 in two districts in West Java, namely Karawang and Cianjur Districts
by taking the 239 members of the farmer who had attended the farmer field
school. The quantitative data were analyzed statistically based the descriptive
technique and Structural Equations Modeling (SEM). Qualitative data were
collected through in-depth interview and observation to support the quantitative
data. The results showed that: (1) the level of the farmer participation in the
farmer group and the farmer empowerment were classified as low. The variables
that significantly affect the levels of the farmer participation in the farmer group
are: intensity of empowerment and personality traits. The variables that
significantly affect the levels of the farmer empowerment are: the farmer
participation in the farmer group, intensity of empowerment, physical and socioeconomic environment, personality traits, and the available of agricultural
information; (2) The prospects for sustainability efforts were classified as low.
The level of the farmer empowerment significantly affect to the sustainability of
farming; and (3) The increasing level of the farmer empowerment can be obtained
by better management of empowerment process, with the increasing the farmer
participation in the farmer s group, strengthen the availability of the agricultural

information, and the physical and socio economic environment.The model of the
farmer empowerment in managing rice farming are enhanching the farmer
participation in the farmer group s with strengthen the availability of the
agricultural information, the physic and socio economic environment, and the
farmer personality.
Key words: empowerment, participation, capacity of farmers, business continuity

iii
RINGKASAN
DWI SADONO. 2012. Model Pemberdayaan Petani dalam Pengelolaan
Usahatani Padi di Kabupaten Karawang dan Cianjur, Provinsi Jawa Barat).
Dibimbing oleh SUMARDJO, DARWIS S. GANI, dan SITI AMANAH.

Program revolusi hijau pada masa Orde Baru yang menekankan pada
alih tehnologi, target produksi dan produktivitas telah mampu mengantarkan
Indonesia mencapai swasembada beras pada tahun 1984, ternyata menimbulkan
masalah lain. Pendekatan yang tidak mengutamakan manusianya (petani) ini
ternyata menghasilkan kebergantungan yang tinggi daerah kepada pusat dan pusat
kepada negara donor, terkotak-kotak antara subsektor dalam agribisnis, tidak
sinergis, menyebabkan kurang berfungsi/matinya kelembagaan lokal, lemahnya

kemandirian petani, menumbuhkan sikap ketergantungan pada bantuan
pemerintah, serta keberlanjutan pembangunan pertanian bisa terancam atau
mengalami kegagalan.
Terbitnya Undang-undang (UU) No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem
Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (SP3K) dan Rencana
Pembangunan Pertanian 2010-2014 menjadi payung untuk melaksanakan
program-program peningkatan kualitas (pemberdayaan) SDM dalam bidang
pertanian, perikanan, dan kehutanan. Program-program penyuluhan pertanian
yang dilakukan selama dua dekade terakhir telah mulai mengadopsi pendekatan
yang mengutamakan petani. Hal ini diharapkan mampu memberdayakan petani
sehingga petani dapat mengambil keputusan terbaik dan menguntungkan bagi
usahataninya. Dalam kegiatan-kegiatan pemberdayaan petani dengan pendekatan
ini juga ditumbuhkan kegiatan kelompok tani difungsikan sebagai media
kerjasama dan belajar sesama anggota kelompok. Sehubungan
dengan
hal
tersebut, dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: (1) Sejauhmana terdapat
faktor-faktor penentu tingkat partisipasi petani dalam kelompoknya, (2)
Sejauhmana terdapat faktor-faktor penentu tingkat keberdayaan petani dalam
pengelolaan usahatani padi? (3) Sejauhmana pengaruh keberdayaan petani dalam

pengelolaan usahatani padi terhadap keberlanjutan usahatani, dan (4) Bagaimana
model pengembangan keberdayaan petani yang sesuai agar keberdayaan petani
dalam pengelolaan usahatani yang berkelanjutan dapat dicapai. Tujuan penelitian
ini adalah untuk menjawab permasalahan-permasalahan tersebut.
Penelitian dilakukan di dua kabupaten di Jawa Barat, yaitu Kabupaten
Karawang dan Kabupaten Cianjur, sebagaisentra produksi beras dan mewakili
agroekosistem di wilayah utara dan selatan Jawa Barat. Dari setiap kabupaten
dipilih dua kecamatan, dari setiap kecamatan dipilih dua desa. Pengumpulan data
di lapangan dilakukan pada bulan Mei-Juni 2012. Di setiap desa diambil dua
kelompok tani, dan masing-masing diambil 15 orang responden, minimal tiga
orang pengurus dan 12 orang anggota yang telah mengikuti minimal satu atau
beberapa kali sekolah lapangan (terutama SLPTT) dan dipilih secara acak. Total
responden yang diambil 240 orang dan yang memenuhi syarat sebanyak 239
orang. Penelitian ini menggunakan metode survei melalui pengisian kuesioner
yang telah diuji validitas (nilai uji 0,462-0,977) dan reliabilitasnya (nilai uji 0,4330,955) dan didukung wawancara mendalam (indepth interview). Pengumpulan

iv
data primer juga dilakukan dengan mewawancarai informan kunci seperti
penyuluh, tokoh masyarakat, dan pejabat terkait di instansi pertanian di daerah
penelitian. Pengolahan data menggunakan analisis kuantitatif dan untuk

mendukung analisis kuantitatif dilengkapi dengan informasi berdasarkan data
kualitatif. Analisis kuantitatif menggunakan statistik yang meliputi: 1) analisis
deskriptif, 2) analisis uji beda (uji t), dan 3) analisis Structural Equation Models
(SEM).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Tingkat partisipasi petani dalam
kegiatan kelompok tani tergolong rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok
kurang melibatkan anggota dalam kegiatan kelompok tani atau kurang partisipatif.
Rendahnya tingkat partisipasi petani dalam kegiatan kelompok dipengaruhi oleh
kurang tepatnya pola pemberdayaan dan lemahnya ciri kepribadian petani; (2)
Petani termasuk kategori kurang berdaya, yang menunjukkan petani kurang
mampu menghadapi tantangan-tantangan pada masa kini yang ada di sekitarnya
dalam mengelola usahataninya. Rendahnya tingkat keberdayaan petani dalam
pengelolaan usahatani dipengaruhi oleh: rendahnya tingkat partisipasi petani
dalam kelompok, kurang tepatnya pola pemberdayaan, rendahnya dukungan
lingkungan fisik dan sosial ekonomi, lemahnya ciri kepribadian petani, dan
kurang tersedianya informasi pertanian; dan (3) Kurang berdayanya petani
berdampak pada lemahnya prospek keberlanjutan usahanya. Perkembangan aspek
bisnis dan aspek sosial meskipun berada pada kategori rendah, masih mempunyai
prospek peningkatan. Pada aspek ekologis, menunjukkan adanya kecenderungan
petani kurang memperhatikan aspek ekologis, di mana petani melakukan aplikasi

pestisida lebih sering, bahkan mengarah sebagai tindakan pencegahan dengan
melakukan aplikasi secara rutin/terjadwal. Hal ini disebabkan frekuensi serangan
hama yang cenderung meningkat, bahkan di Karawang pernah mengalami
puso/gagal panen akibat serangan hama wereng dan penggerek batang pada tahun
2009/2010.
Pola pemberdayaan petani yang sesuai untuk meningkatkan keberdayaan
petani dilakukan melalui peningkatan partisipasi petani dalam kelompok dan
didukung oleh ketersediaan informasi pertanian, lingkungan fisik dan sosial
ekonomi, dan ciri kepribadian petani yang memadai.
Kata kunci: pemberdayaan, partisipasi petani, kemampuan petani, keberlanjutan
usaha

v

@ Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
(1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan
hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritis, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan yang wajar IPB.
(2) Dilarang megumumkan dan memperbanyak sebagian atau
seluruh Karya Tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

vi

MODEL PEMBERDAYAAN PETANI
DALAM PENGELOLAAN USAHATANI PADI
DI KABUPATEN KARAWANG DAN CIANJUR,
PROVINSI JAWA BARAT

Oleh:
DWI SADONO
I 361070111

DISERTASI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi/Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

vii
Penguji Luar Komisi

:

Penguji Ujian Tertutup

: 1. Prof. Dr. Pang S. Asngari
(Guru Besar Emeritus Fakultas Ekologi Manusia
IPB)
2. Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, M.Si.
(Staf Pengajar Fakultas Ekologi Manusia IPB)


Penguji Ujian Terbuka

: 1. Dr. Ir. Ranny Mutiara Chaidirsyah
(Kasubid Pemberdayaan Kelembagaan Usahatani,
Pusat Penyuluhan Pertanian, Badan Penyuluhan dan
Pengembangan SDM Pertanian, Kementerian

Pertanian)
2. Dr. Ir. Pudji Muljono, M.Si.
(Staf Pengajar Fakultas Ekologi Manusia IPB dan
Kepala Pusat Pengembangan Sumberdaya
Manusia - LPPM IPB)

Judul Disertasi

: Model Pemberdayaan Petani dalam Pengelolaan
Usahatani Padi di Kabupaten Karawang dan Cianjur,
Provinsi Jawa Barat)

Nama


: Dwi Sadono

NRP

: I 361070111

Disetujui:
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Sumardjo, M.S.
Ketua

viii

Prof. Dr. Ir. Darwis S. Gani, M.A.
Anggota

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc.
Anggota

Diketahui:
Ketua PS/Mayor Ilmu Penyuluhan
Pembangunan
,

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Ujian: 24 Agustus 2012

Tanggal Lulus: 30 Agustus 2012

ix
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt atas segala karunia
Nya sehingga disertasi yang berjudul:

Model Pemberdayaan Petani dalam

Pengelolaan Usahatani Padi di Kabupaten Karawang dan Cianjur, Provinsi Jawa
Barat

ini berhasil diselesaikan. Penyusunan disertasi dengan topik ini

dilatarbelakangi dengan fakta bahwa penduduk Indonesia makanan pokoknya
bersumber dari padi. Upaya keras pemerintah untuk meningkatkan produksi dan
produktivitas padi memang telah menunjukkan hasil cukup menggembirakan
dimana dalam beberapa tahun Indonesia telah berhasil mencapai swasembada
beras. Namun di sisi lain keberdayaan dan kesejahteraan petani masih cukup
memprihatinkan. Upaya memadukan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani
menjadi faktor penting tercapainya pembangunan pertanian yang berkelanjutan.
Oleh karena itu tema ini dipilih untuk penyusunan disertasi.
Banyak pihak yang telah membantu hingga tersusunnya disertasi ini. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS, Prof. Dr. Ir. Darwis S. Gani, MA, serta Dr.Ir.
Siti Amanah, M.Sc. selaku komisi pembimbing yang dengan ikhlas dan
sabar telah meluangkan waktu memberikan arahan, bimbingan, dan
masukan sehingga penulis dapat menyusun disertasi ini.
2. Dekan Sekolah Pascasarjana dan jajarannya yang telah memberikan
kesempatan penulis untuk melanjutkan pendidikan di program doktor.
3. Dekan Fakultas Ekologi Manusia dan Ketua Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat yang telah memberikan ijin
melanjutkan kuliah untuk penulis.
4. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan yang telah memberikan beasiswa BPPS dan Dana Hibah
Penelitian Disertasi Doktor kepada penulis.
5. Ketua Program Sudi/Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan, staf dosen,
dan staf kependidikan yang telah memberikan berbagai kontribusi dalam
bentuk fasilitasi dan pelayanan kuliah selama penulis menjalani proses
belajar.

x
6. Prof. Dr. Pang S. Asngari dan Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, M.Si. selaku
penguji luar komisi pada ujian tertutup, serta Dr. Ir. Ranny Mutiara
Chaidirsyah dan Dr. Ir. Pudji Muljono, M.Si selaku penguji luar komisi
pada ujian terbuka.
7. Para responden dan informan yang telah berbagi informasi dan
pengalaman dengan penulis untuk penyusunan disertasi ini.
8. Yogaprasta Adinugraha, M.Si. dan tim enumerator yang telah membantu
pengumpulan data lapangan dan pengolahan data deskriptif.
9. Rekan-rekan seperjuangan angkatan 2007, dan angkatan 2006 serta 2008
yang telah banyak berdiskusi dan berbagi pengalaman dengan penulis
selama kuliah. Secara khusus ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr.
Adi R. Suprayitno yang telah membantu analisis statistik dengan SEM.
10. Bapak dan ibu tercinta yang dengan tulus dan ikhlas memelihara, menjaga,
membesarkan dan mendidik penulis, serta tiada henti berdoa untuk
keberhasilan anakmu.
11. Istri tercinta dan anak-anak tersayang yang selalu menemani, mendoakan
dan memberikan dorongan moril selama penulis megikuti pendidikan.
12. Bapak dan ibu mertua, saudara-saudara,dan saudara-saudara ipar yang
telah mendoakan dan memberikan dorongan moril bagi penulis.
Semoga amal baik mereka mendapat pahala dari Allah s.w.t. Akhirul kata
semoga disertasi ini memberi manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan
informasinya. Amien.

Bogor, Agustus 2012
Penulis,

Dwi Sadono
I 361070111

xi
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kebumen Jawa Tengah pada tanggal 2 November
1964 dari Bapak Talmin (pensiunan guru) dan Ibu Painah, sebagai anak kedua
dari enam bersaudara.
Jenjang pendidikan penulis dimulai dari TK Pertiwi tahun 1970-1971 dan
SDN Puring 1 tahun 1972-1977 di Puring Kebumen. Penulis melanjutkan
pendidikan di SMPN 2 Kebumen pada tahun 1978-1981. Selanjutnya penulis
melanjutkan sekolah di SMAN 2 Sleman Yogyakarta pada tahun 1981-1984. Pada
tahun 1984 penulis diterima di IPB Bogor melalui jalur PMDK (Penelusuran
Minat dan Kemampuan). Pada tahun 1985 penulis masuk Jurusan Sosial Ekonomi
Pertanian Fakultas Pertanian IPB dan lulus pada tahun 1989. Pada tahun 1994
penulis mendapat kesempatan melanjutkan ke jenjang S2 di Program Studi Ilmu
Penyuluhan Pembangunan (PPN) Program Pascasarjana IPB dengan beasiswa
BPPS Dikti dan lulus pada tahu 1999. Kemudian pada tahun 2007 penulis
melanjutkan ke jenjang S3 pada program studi yang sama dengan beasiswa juga
dari BPPS Dikti. Pada tahun 2010 penulis terpilih sebagai salah satu penerima
Dana Hibah Penelitian Disertasi Doktor dari Dikti, Kemendiknas.
Setamat kuliah S1 (1989) hingga tahun 1992 penulis bekerja sebagai
Asisten Peneliti pada Pusat Studi Pembangunan (PSP) - Lembaga Penelitian IPB.
Pada tahun 1992 penulis diangkat menjadi staf pengajar di Jurusan Ilmu-ilmu
Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB. Pada tahun 2005 dibentuk
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM) di bawah
naungan fakultas baru yaitu Fakultas Ekologi Manusia. Sejak saat itu sampai
sekarang penulis menjadi staf pengajar di Departemen SKPM, Fakultas Ekologi
Manusia IPB, dengan jabatan fungsional saat ini Lektor Kepala dalam mata kuliah
Ilmu Penyuluhan.
Pada tahun 1992 penulis menikah dengan Rohati, SKM dan dikaruniai dua
orang anak bernama Muthia Rahmadani Sadono dan Mughit Khairy Sadono.

xii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..................................................................................
xxi
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
xxiv
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
xxvii
PENDAHULUAN ................................................................................
Latar Belakang ............................................................................
Permasalahan Penelitian .... ........................................................
Tujuan Penelitian
....................................................................
Manfaat Penelitian ....................................................................
Definisi Istilah .............................................................................

1
1
6
8
8
9

TINJAUAN PUSTAKA
....................................................................
Penyuluhan Pertanian ....................................................................
Sentralisasi: Membuat Petani Tidak Berdaya ................................
Pemberdayaan ................................................................................
Penyuluhan Sebagai Proses Pemberdayaan ................................
Keberdayaan Petani .................................................................
Kelompok Tani ............................................................................
Partisipasi Petani ..........................................................................
Pertanian sebagai Suatu Sistem Pembangunan Berkelanjutan ....
Model dan Strategi Pemberdayaan Petani ................................
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Partisipasi dalam
Kelompok, Keberdayaan Petani, dan Keberlanjutan Usaha .........

11
11
13
14
20
30
36
37
43
45

KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS ...........................................
Kerangka Berfikir
....................................................................
Hipotesis Penelitian ....................................................................

51
51
57

METODE PENELITIAN
....................................................................
Rancangan Penelitian ....................................................................
Lokasi Penelitian
....................................................................
Populasi dan Sampel ....................................................................
Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ................................
Kesahihan dan Keterandalan ........................................................
Pengolahan dan Analisis Data .....................................................
Konseptualisasi dan Definisi Operasional ...................................

61
61
61
62
64
65
67
70

DESKRISI UMUM DAERAH DAN PEUBAH PENELITIAN
........
Gambaran Umum Daerah Penelitian ............................................
Kabupaten Cianjur .............................................................
Kabupaten Karawang .......................................................
Karakteristik Sosial Ekonomi Responden ....................................
Karakteristik Umum responden .......................................
Umur Petani ....................................................................
Pengalaman Berusahatani
............................................

79
79
79
82
85
85
86
87

46

xiii
Tingkat Pendidikan Formal ............................................
Skala Usahatani ...............................................................
Tingkat kekosmopolitan ..................................................
Pendidikan Non Formal ...................................................
Intensitas Pemberdayaan .............................................................
Lingkungan Fisik dan Sosial Ekonomi .......................................
Ciri Kepribadian Petani ................................................................
Ketersediaan Informasi Pertanian ................................................
Tingkat Partisipasi Petani dalam Kelompok ................................
Tingkat Keberdayaan Petani ........................................................
Tingkat Keberlanjutan Usaha .......................................................
FAKTOR-FAKTOR PENENTU TINGKAT PARTISIPASI, KEBERDAYAAN PETANI DAN KEBERLANJUTAN USAHA ...................
Faktor-faktor Penentu Tingkat Partisipasi Petani
dalam Kelompok ..........................................................................
Ciri Kepribadian Petani ...................................................
Intensitas Pemberdayaan .................................................
Faktor-faktor Penentu Tingkat Keberdayaan Petani dalam
Pengelolaan Usahatani .................................................................
Lingkungan Fisik dan Sosial Ekonomi ............................
Ketersediaan Informasi Pertanian .....................................
Tingkat Partisipasi Petani dalam Kelompok ......................
Ciri Kepribadian Petani .....................................................
Intensitas Pemberdayaan ..................................................
Pengaruh Tingkat Keberdayaan Petani dalam Pengelolaan
Usahatani Terhadap Tingkat Keberlanjutan Usaha .......................
Model dan Strategi Pemberdayaan Petani dalam Pengelolaan
Usahatani ......................................................................................
Model Pemberdayaan Petani dalam Pengelolaan Usahatani
Strategi Pemberdayaan Petani dalam Pengelolaan
Usahatani ...........................................................................

88
89
90
91
92
95
99
101
103
105
111

117
120
122
123
125
127
130
135
138
139
141
144
144
147

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................
Kesimpulan ...................................................................................
Saran .............................................................................................

161
161
162

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

165

LAMPIRAN ..............................................................................................

173

xiv
DAFTAR TABEL
Nomor
Tabel 1.

Halaman
Perbandingan antara pendekatan Transfer of Technology
(TOT) dengan Farmer First (FE) .........................................

23

Tabel 2.

Pemikiran-pemikiran tentang tingkat partisipasi petani ...........

53

Tabel 3.

Paradigma petani yang tidak berdaya dan berdaya ...................

55

Tabel 4.

Pemikiran-pemikiran tentang tingkat keberlanjutan usaha ......

57

Tabel 5.

Nama kabupaten, kecamatan, desa dan nama kelompok tani
yang terpilih sebagai lokasi penelitian (tahun 2012) .............

70

Indikator, definisi operasional, parameter, dan kategori
pengukuran karakteristik individu petani ..................................

71

Indikator, definisi operasional, parameter, dan kategori
pengukuran pola pemberdayaan ................................................

72

Indikator, definisi operasional, parameter, dan kategori
pengukuran lingkungan sosial budaya........................................

73

Indikator, definisi operasional, parameter, dan kategori
pengukuran ciri kepribadian petani ............................................

74

Indikator, definisi operasional, parameter, dan kategori
pengukuran ketersediaan informasi/inovasi ...............................

75

Indikator, definisi operasional, parameter, dan kategori
pengukuran tingkat partisipasi petani dalam kelompok .............

76

Indikator, definisi operasional, parameter, dan kategori
pengukuran tingkat keberdayaan petani beragribisnis .............

77

Indikator, definisi operasional, parameter, dan kategori
pengukuran tingkat keberlanjutan usaha .................... .............

78

Jenis penggunaan lahan, luas dan persentasenya di
Kabupaten Cianjur (tahun 2012) ...............................................

80

Sebaran, rataan dan uji beda responden di Jawa Barat
berdasarkan peubah umur petani (tahun 2012) ........................

86

Tabel 6.

Tabel 7.

Tabel 8.

Tabel 9.

Tabel 10

Tabel 11

Tabel 12.

Tabel 13.

Tabel 14.

Tabel 15.

xv
Tabel 16.

Tabel 17.

Tabel 18.

Tabel 19.

Tabel 20.

Tabel 21.

Tabel 22.

Tabel 23.

Tabel 24.

Tabel 25.

Sebaran, rataan dan uji beda responden di Jawa Barat
berdasarkan karakteristik pengalaman berusahatani (tahun
2012) .........................................................................................

87

Sebaran, rataan dan uji beda responden di Jawa Barat
berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan formal (tahun
2012) .......................................................................................

88

Sebaran, rataan dan uji beda responden di Jawa Barat
berdasarkan karakteristik skala usahatani (tahun 2012) ..........

89

Sebaran, rataan dan uji beda responden di Jawa Barat
berdasarkan karakteristik tingkat kekosmopolitan (tahun
2012) .......................................................................................

90

Sebaran, rataan dan uji beda responden di Jawa Barat
berdasarkan karakteristik intensitas pendidikan non formal
(tahun 2012) ............................................................................

91

Sebaran responden petani di Jawa Barat berdasarkan
peubah pola pemberdayaan (tahun 2012) ...............................

92

Sebaran, rataan dan uji beda responden petani di Jawa Barat
berdasarkan indikator pola pemberdayaan (tahun 2012) ........

93

Sebaran dan rataan responden petani di Jawa Barat berdasarkan peubah lingkungan fisik dan sosial ekonomi (tahun
2012) .......................................................................................

96

Sebaran, rataan dan uji beda responden petani di Jawa Barat
berdasarkan indikator lingkungan fisik dan sosial ekonomi
(tahun 2012) ..............................................................................

97

Sebaran dan rataan responden petani di Jawa Barat berdasarkan peubah ciri kepribadian petani (tahun 2012) .....................

99

Tabel 26.

Sebaran, rataan dan uji beda responden petani di Jawa Barat
berdasarkan indikator ciri kepribadian petani (tahun 2012) .... 100

Tabel 27.

Sebaran dan rataan responden petani di Jawa Barat berdasarkan peubah ketersediaan informasi pertanian (tahun 2012) ...

101

Sebaran, rataan dan uji beda responden petani di Jawa Barat
berdasarkan indikator ketersediaan informasi pertanian
(tahun 2012) ...........................................................................

102

Tabel 28.

xvi
Tabel 29.

Tabel 30.

Tabel 31.

Tabel 32.

Sebaran, rataan dan uji beda responden petani di Jawa Barat
berdasarkan indikator tingkat partisipasi petani dalam
kelompok (tahun 2012) ...........................................................

104

Sebaran, rataan dan uji beda responden petani di Jawa Barat
berdasarkan indikator tingkat keberdayaan petani (tahun
2012) .......................................................................................

107

Sebaran, rataan dan uji beda responden petani di Jawa Barat
berdasarkan indikator tingkat keberlanjutan usaha (tahun
2012) ......................................................................................

113

Pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung antar
variabel penelitian ...............................................................

120

xvii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Gambar 1.

Halaman
Kerangka pemikiran pemberdayaan petani dalam
berusahatani berbasis agribisnis ........................................

58

Gambar 2.

Diagram jalur model hipotetik persamaan struktural
peningkatan keberdayaan petani dalam pengelolaan
usahatani ............................................................................
69
Gambar 3.

Gambar 4.

Gambar 5.

Gambar 6.

Gambar 7.

Gambar 8.

Diagram sebaran persentase tingkat partisipasi petani
dalam kelompok tani di Jawa Barat (tahun 2012) ..............

103

Diagram sebaran persentase tingkat keberdayaan petani
dalam pengelolaan usahatani di Jawa Barat (tahun 2012) .

106

Diagram sebaran persentase tingkat keberlanjutan
usahatani di Jawa Barat (tahun 2012) ..............................

112

Pendugaan parameter model struktural/hybrid model
(standardized) ...................................................................

118

Model pemberdayaan petani dalam pengelolaan
usahatani di Jawa Barat ....................................................

145

Strategi pemberdayaan petani dalam pengelolaan
usahatani di Jawa Barat ....................................................

149

xviii
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor
Lampiran 1.

Lampiran 2.

Halaman
Pendugaan akhir parameter model struktural/hybrid
model (t-value) ..........................................................

175

Analisis SEM menggunakan LISREL 8.70 ..............

176

1
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sektor pertanian peranannya dalam perekonomian nasional meskipun
sudah semakin menurun, namun masih tetap penting. Hal ini terutama karena
sektor pertanian masih memberikan lapangan pekerjaan bagi sebagian besar
penduduk yang ada di pedesaan dan menyediakan bahan pangan bagi penduduk.
Peranan lain dari sektor pertanian adalah menyediakan bahan mentah bagi industri
dan menghasilkan devisa negara melalui ekspor non migas. Bahkan sektor
pertanian mampu menjadi katup pengaman perekonomian nasional

dalam

menghadapi krisis ekonomi yang melanda Indonesia dalam satu dasawarsa
terakhir ini.
Kontribusi

penting

penyuluhan

pertanian

untuk

meningkatkan

pembangunan pertanian dan peningkatan produksi pangan telah menyebabkan
cepatnya perkembangan minat orang dalam penyuluhan selama beberapa dekade
terakhir (van den Ban dan Hawkins 1999). Beberapa negara telah berhasil
memajukan pertaniannya yang memungkinkan kebutuhan pangan penduduknya
terpenuhi dan pendapatan petani meningkat.
Masalah pertanian, khususnya pangan, telah lama mendapat perhatian para
ahli. Perhatian tersebut tampak sangat menonjol ketika muncul karya R.T.
Malthus pada akhir abad ke 18 (Rusli 1989, Rusli dan Andriani 2008). Malthus
melihat pangan sebagai pengekang hakiki dari perkembangan penduduk
disamping pengekang-pengekang lainnya yang berbentuk pengekang segera.
Menurutnya, apabila tidak ada pengekang maka perkembangan penduduk akan
berlangsung jauh lebih cepat daripada perkembangan produksi pangan (subsisten).
Hal ini karena perkembangan penduduk mengikuti deret ukur, sedangkan
perkembangan pangan mengikuti deret hitung.
Desakan untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduknya yang terus
berkembang telah menyadarkan berbagai negara berusaha untuk meningkatkan
produksi pangannya. Oleh karena itu, teknologi pertanian yang lebih baik terus
dikembangkan dan diintroduksikan kepada petani melalui pendidikan di luar
sekolah agar petani mau menerapkan teknologi tersebut sehingga produksi pangan

2
meningkat dan akhirnya tercapai kesejahteraan petani. Kegiatan mendidik petani
agar mereka responsif terhadap informasi/teknologi pertanian pada waktu itu,
kemudian dikenal dengan penyuluhan pertanian (agricultural extension).
Setelah kemerdekaan, usaha penyuluhan pertanian terus dikembangkan
oleh pemerintah. Berbagai sarana dan prasarana pertanian disediakan, jumlah
penyuluh ditambah dan ditingkatkan kemampuannya, demikian juga segala
kemudahan bagi petani, termasuk berbagai subsidi, dan sebagainya. Namun
demikian, sejalan dengan perjalanan politik pemerintahan Indonesia terutama
pada masa Orde Baru, paradigma penyuluhan pertanian tidak terlepas dari
perkembangan tersebut.
Upaya tersebut dipacu oleh kebutuhan nasional untuk meningkatkan
produksi, yaitu padi agar dapat berswasembada beras. Ketika itu kebutuhan
peningkatan produksi padi besar sekali. Peningkatan ini selain dipicu oleh pertumbuhan jumlah penduduk yang cepat, juga disebabkan karena meningkatnya
kesejahteraan masyarakat yang menyebabkan kebutuhan beras per kapita per
tahun juga meningkat. Keadaan ini lebih mendesak lagi dengan berubahnya pola
makanan pokok penduduk di berbagai daerah, yang asalnya bukan beras menjadi
beras seiring dengan meningkatnya kesejahteraan mereka (Tjitropranoto 2003).
Seiring dengan kondisi di atas, penyuluhan pertanian juga ikut berubah.
Jika semula penyuluhan menekankan pada bimbingan kepada petani dalam
berusahatani yang baik, berubah menjadi tekanan pada alih teknologi, yakni
mengusahakan agar petani mampu meningkatkan produktivitas dan produksinya
dan menekankan pada tercapainya target produksi padi, baik target nasional,
daerah maupun lokal (Tjitropranoto 2003). Program tersebut dikenal dengan
revolusi hijau dan telah mampu menghantarkan Indonesia mencapai swasembada beras pada tahun 1984. Hal ini merupakan prestasi besar karena Indonesia
sebelumnya dikenal sebagai negara pengimpor beras terbesar di dunia yang pada
tahun 1974 mengimpor lebih dari satu juta ton (Rusli 1989).
Pencapaian prestasi yang besar tersebut ternyata juga menimbulkan
masalah lain. Roadhes et al. (Pasandaran dan Adnyana 1995) menyatakan bahwa
selain lebih berfokus pada peningkatan produksi, paradigma pembangunan
pertanian yang dominan pada waktu itu menekankan pada pendekatan yang sangat

3
sentralistik, dengan dukungan dana dari pusat yang bersumber dari negara donor,
statis dan mekanis, masing-masing pihak berperan secara spesifik sehingga
kurang luwes, dan linear pola komunikasinya, bahkan cenderung bersifat
instruksional dengan sistem target yang kaku. Senada dengan hal tersebut,
Chambers (1993) berpendapat bahwa paradigma yang dominan digunakan lebih
berbasis pada transfer teknologi, dan bukan pada orangnya maupun proses
belajarnya.
Pendekatan

yang

tidak

mengutamakan

manusianya

ini

ternyata

menghasilkan kebergantungan yang tinggi daerah kepada pusat dan pusat kepada
negara donor, terkotak-kotak antara subsektor dalam agribisnis dan tidak sinergis
(Pasandaran dan Adnyana 1995). Mengacu pada pendapat Chambers (1993),
Kottak (1988) dan Uphoff (1988), dampak yang ditimbulkan dari paradigma
konvensional tersebut diantaranya adalah menyebabkan kurang berfungsi atau
matinya kelembagaan lokal, lemahnya kemandirian petani, menumbuhkan sikap
ketergantungan pada bantuan pemerintah, serta keberlanjutan pembangunan
pertanian bisa terancam atau mengalami kegagalan.
Disamping itu, seiring dengan perkembangan perekonomian regional dan
internasional, Indonesia telah dihadapkan pada era globalisasi ekonomi ASEAN,
Asia Pasifik maupun dunia, seperti AFTA/NAFTA, APEC dan WTO yang
semakin mendesak dan semakin dekat (Baharsyah 1997 dikutip Purnama dkk.
2004, Sumardjo 1999a). Hal ini berimplikasi pada penghapusan berbagai
kemudahan yang selama ini telah menjadi implementasi dalam pembangunan
pertanian, seperti: subsidi, proteksi dan sejenisnya. Oleh karena itu, berbagai
sumber pertumbuhan untuk meningkatkan daya saing pertanian perlu dikembangkan. Arah yang jelas dalam upaya menghadirkan sosok pertanian modern dan
petani modern dalam rangka memanfaatkan peluang dan menghadapi tantangan
yang muncul dari dampak lingkungan strategis adalah dengan meningkatkan daya
saing sektor ini.
Perubahan-perubahan politik dan ekonomi yang terjadi pada tataran
global, nasional, dan lokal serta pada masyarakat dan pada diri petani telah
menyadarkan bahwa penyuluhan dengan pendekatan konvensional tersebut dinilai
tidak sesuai karena tidak mengedepankan aspek manusia (petani) dan proses

4
belajarnya. Tujuan penyuluhan adalah agar petani tahu, mau, mampu dan
berswadaya mengatasi masalahnya secara baik dan memuaskan atau dengan kata
lain menghasilkan petani yang mandiri hanya mungkin jika dilakukan dengan
pendekatan yang mengutamakan manusianya dan proses belajarnya. Pendapat ini
didukung oleh pandangan bahwa petani sebagai orang dewasa telah mempunyai
konsep diri, pengalaman belajar dan kesiapan belajar (Apps 1973) sehingga sisi
manusianya dan proses belajarnya perlu dikedepankan. Oleh karena itu, perlu
dilakukan perubahan pendekatan penyuluhan dari paradigma lama ke paradigma
yang baru.
Salah satu pendekatan penyuluhan yang menekankan pada sumberdaya
manusianya adalah Sekolah Lapangan (SL) atau Farmer Field School (FFS).
Sekolah Lapangan mulai dikenal di Indonesia dalam rangka Program Nasional
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yaitu dikenal dengan SLPHT yang dimulai
pada tahun 1990 (Dilts 1992). Sekarang istilah SL telah diterapkan untuk program
pertanian yang lain, seperti SLUBA (Sekolah Lapangan Usahatani Berbasis
Agribisnis) (BPLP 1993), SLPTT (Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman
Terpadu) dan lainnya. Penyuluhan dengan basis kelompok dan mengutamakan
partisipasi, pengalaman langsung, dan analisis hasil dari pengamatan lapangan
dalam SL ini berbeda dengan penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan sebelumnya
yang lebih banyak dilakukan melalui ceramah dan demonstrasi (Dilts 1992). Van
de Fliert (1993) mencatat fakta bahwa revolusi hijau dan SLPHT sebagai dua
model pembangunan pertanian yang kontras, baik dalam muatan teknologinya
maupun dalam pendekatan penyuluhannya. Program lain yang menekankan
peningkatan sumberdaya manusia pertanian adalah program Decentralized
Agricultural and Forestry Extension Program (DAFEP).
Sebelumnya, penyuluhan dengan pendekatan kelompok telah diterapkan
dalam sistem Latihan dan Kunjungan (LAKU) pada dekade 70-80 an. Pendekatan
kelompok juga dilakukan dalam pendekatan Forum Media yang menggabungkan
pemanfaatan media massa dengan komunikasi kelompok, yang dikenal dengan
Kelompok Pembaca, Kelompok Pendengar, dan Kelompok Pirsawan. Kemudian
ketiga kelompok tersebut digabungkan namanya menjadi Kelompok Pendengar,
Pembaca, dan Pirsawan, yang dikenal dengan nama akronim Kelompencapir

5
(Mugniesyah 2006). Pendekatan kelompok ini melengkapi pendekatan individu
dan massa, dan cukup efektif untuk menyampaikan informasi pertanian/
pembangunan kepada subyek penyuluhan, sehingga pertanian mengalami
perkembangan pesat pada waktu itu.
Pada tahun 2006 dihasilkan Undang-undang (UU) No. 16 Tahun 2006
tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (SP3K).
Undang-undang ini menjadi payung untuk melaksanakan program-program
peningkatan kualitas (pemberdayaan) SDM dalam bidang pertanian, perikanan,
dan kehutanan.
Dalam bidang pertanian, pemberdayaan petani menjadi faktor kunci yang
sangat diperlukan agar mereka mampu memerankan sebagai pelaku utama dalam
pengelolaan sumberdaya pertanian. Sebagai pelaku utama, petani harus mampu
mengendalikan pembuatan keputusan tentang pengelolaan sumberdaya pertanian
yang efektif, menguntungkan, dan lestari. Menurut Padmowihardjo (2005),
pemberdayaan akan mendayagunakan semua potensi yang dimiliki seseorang
untuk dapat memperbaiki nasibnya. Pemberdayaan sangat diperlukan sehingga
mereka mampu menampilkan dirinya sebagai subyek pembangunan, bukan
sebagai obyek pembangunan.
Pada aras kebijakan pemerintah, pentingnya peningkatan kemampuan
petani tercantum dalam Rencana Pembangunan Pertanian 2010-2014. Dalam
rencana tersebut, dirumuskan visi yaitu pertanian industri unggul berkelanjutan
yang berbasis sumberdaya lokal untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai
tambah, ekspor dan kesejahteraan petani. Dari visi tersebut dirumuskan misi-misi,
tiga diantaranya yang lebih terkait dengan petaninya adalah: (1) mewujudkan
usaha pertanian yang terintegrasi secara vertikal dan horisontal guna
menumbuhkan usaha ekonomi produktif dan menciptakan lapangan pekerjaan di
pedesaan; (2) mendorong terwujudnya sistem kemitraan usaha dan perdagangan
komoditas pertanian yang sehat, jujur dan berkeadilan; dan (3) menjadikan petani
yang kreatif, inovatif dan mandiri, serta mampu memanfaatkan iptek dan
sumberdaya lokal untuk menghasilkan produk pertanian yang berdaya saing
tinggi. Hal itu dalam rangka mencapai tujuan swasembada berkelanjutan dan

6
peningkatan produksi, diversifikasi pangan, nilai tambah, daya saing dan ekspor,
dan peningkatan kesejahteraan petani.
Dalam strategi umum Kementerian Pertanian (2009-2014) juga disebutkan
bahwa untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan pertanian, upaya
peningkatan kapasitas sumberdaya manusia (SDM) pertanian adalah salah satu
cara untuk meningkatkan kesejahteraan petani kecil. Sumberdaya pertanian yang
dimaksud di atas adalah petani dan aparatur pertanian, termasuk di dalamnya
penyuluh pertanian.

Masalah Penelitian

Dari tahun 2004 hingga 2008, sektor pertanian berhasil meningkatkan
produksi padi dari 54,1 juta ton GKG (Gabah Kering Giling) pada tahun 2004
menjadi 60,3 juta ton pada tahun 2008 atau meningkat rata-rata 2,8 persen per
tahun (Apryantono et al. 2009). Angka Ramalan (ARAM) I, produksi beras
nasional tahun 2012 diperkirakan sebesar 68,59 juta ton GKG atau naik sebesar
2,84 juta ton (4,31 persen) dibandingkan produksi tahun 2011. Namun,
peningkatan kesejahteraan petani yang terjadi selama ini belum sejalan dengan
pencapaian peningkatan produksi pertanian. Nasib sebagian besar petani masih
memprihatinkan dan kurang berdaya (Nugroho 1998, Sadono 2004, Siregar dan
Kolopaking 2003). Ada banyak hal yang menyebabkan kondisi ini terus
berlangsung. Namun yang paling utama adalah masalah yang berkaitan dengan
kualitas SDM petani itu sendiri. Hal ini juga terjadi pada petani di Jawa Barat,
sebagai salah satu lumbung padi utama yang menghasilkan 17-18 persen produksi
padi di Indonesia (Sastraatmadja 2007).
Tujuan pembangunan pada intinya adalah untuk mengubah taraf hidup
suatu bangsa. Oleh karena itu konsentrasi pembangunan untuk memerangi
kemiskinan harus terjadi di pedesaan, yang jumlah terbanyak penduduk miskinnya
ada di pedesaan dan sebagian besarnya adalah petani (Soedijanto 2003).
Dalam menghadapi tantangan lingkungan yang berubah (kemajuan di
bidang lain dan pengurangan/penghilangan hambatan tarif akibat globalisasi),
juga menuntut perubahan pola pikir petani dari pola pikir yang hanya berorientasi

7
untuk kebutuhan sendiri (subsisten) menjadi pola pikir yang responsif terhadap
perubahan dan beorientasi agribisnis. Petani dituntut untuk dapat mengambil
keputusan yang terbaik dan menguntungkan bagi usahataninya. Untuk itu upaya
pemberdayaan petani sehingga petani menjadi berdaya sebagaimana diamanahkan
UU No. 16 Tahun 2006 tentang SP3K, menjadi keharusan. Pendekatan
penyuluhan yang bersesuaian untuk memberdayakan petani adalah pendekatan
yang mengutamakan petani (farmer first).
Program-program penyuluhan pertanian yang telah dilakukan selama dua
dekade terakhir mulai mengadopsi pendekatan pengembangan SDM petani
(mengutamakan petani), diharapkan mampu memberdayakan petani sehingga
petani dapat mengambil keputusan terbaik dan menguntungkan bagi usahataninya
(better business). Dalam kegiatan-kegiatan pemberdayaan petani dengan
pendekatan ini juga ditumbuhkan kegiatan dalam kelompok tani dan kelompok
tani difungsikan sebagai media belajar sesama anggota kelompok sehingga
diharapkan keberdayaan petani akan meningkat.
Penelitian-penelitian sebelumnya (Anantanyu et al. 2009, Hakim et al.
2009, Marliati 2008, Subagio et al. 2008, Suprayitno 2011, Utama et al. 2010,
Yunita 2011) belum melihat proses pemberdayaan melalui kelompok (meningkatkan partisipasi anggota/petani dalam kelompok) sebagai media untuk meningkatkan keberdayaan subyek penyuluhan. Penelitian tentang keberdayaan petani yang
dilakukan sebelumnya dari beberapa peneliti di atas juga belum sepenuhnya
mengacu kepada tujuan penyuluhan seperti yang tercantum pada pengertian
penyuluhan menurut UU No. 16/2006 tentang SP3K. Oleh karena itu penelitian
ini berusaha mengisi kesenjangan tersebut.
Sehubungan dengan hal tersebut, masalah penelitian yang dirumuskan
dalam penelitian ini adalah: (1) Sejauhmana terdapat faktor-faktor

penentu

tingkat partisipasi petani dalam kelompoknya?, (2) Sejauhmana terdapat faktorfaktor penentu tingkat keberdayaan petani dalam pengelolaan usahatani?, (3)
Sejauhmana pengaruh tingkat keberdayaan petani dalam pengelolaan usahatani
padi terhadap keberlanjutan usahataninya, dan (4) Bagaimana model dan strategi
pemberdayaan petani yang sesuai agar keberdayaan petani dan keberlanjutan
usahatani padi dapat dicapai?

8
Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah penelitian tersebut, dirumuskan tujuan penelitian
sebagai berikut: (1) Menganalisis faktor-faktor penentu tingkat partisipasi petani
dalam kelompoknya, (2) Menganalisis faktor-faktor penentu tingkat keberdayaan
petani dalam pengelolaan usahatani padi, (3) Menganalisis pengaruh tingkat
keberdayaan petani dalam pengelolaan usahatani padi terhadap keberlanjutan
usahatani, dan (4) Merumuskan model dan strategi pemberdayaan petani yang
sesuai agar keberdayaan petani dalam pengelolaan usahatani padi yang
berkelanjutan dapat dicapai.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi berbagai pihak baik dalam
lingkup akademis (keilmuan) maupun lingkup praktis.
Kegunaan dalam lingkungan akademis/keilmuan:
(1) Memperkaya khasanah keilmuan tentang pemahaman proses pemberdayaan masyarakat dalam kaitannya dengan pengelolaan usahatani padi.
(2) Memperkaya khasanah keilmuan tentang pemahaman proses pemberdayaan, SDM pemberdayaan, aspek lingkungan dan pengaruhnya terhadap
keberdayaan petani berusahatani.
(3) Memberikan informasi bagi penenlitian yang serupa agar dapat melakukan
penyempurnaan demi kemajuan ilmu pengetahuan tentang proses
pemberdayaan, SDM pemberdayaan, aspek lingkungan dan pengaruhnya
terhadap keberdayaan petani berusahatani dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan petani.
Kegunaan dalam lingkungan praktis:
(1) Hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai tambahan informasi sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan
pembangunan pertanian yang berorientasi kepada pemberdayaan petani
untuk mewujudkan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani.
(2) Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi tambahan informasi bagi semua
pihak berkepentingan untuk bahan masukan dalam menyusun strategi dan
program penyuluhan pertanian yang mengutamakan petani.

9
Definisi Istilah

Penyuluhan Pertanian
Definisi penyuluhan menurut UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem
Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (Pusluhtan 2011) adalah:
proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar
mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya
dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan
sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan
produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya,
serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan
hidup .
Kelompok
Konsep kelompok mengacu pada suatu organisasi sosial yang berupa
kumpulan individu dan memiliki karakteristik: adanya hubungan atau interaksi
sosial satu sama lain, adanya saling ketergantungan, adanya identitas dan perasaan
bersatu, saling berbagi tujuan tertentu dan harapan terhadap perilaku satu sama
lain. Kelompok sebagai sistem sosial memiliki struktur sebagai aspek statis dan
mempunyai proses sebagai aspek dinamisnya.
Definisi kelompok tani adalah sebagai kumpulan orang-orang tani atau
petani, yang terdiri atas petani dewasa (pria/wanita) maupun petani taruna
(pemuda/pemudi), yang bergabung secara informal dalam suatu wilayah
kelompok atas dasar hamparan sawah atau domisili, keserasian dan kebutuhan
bersama serta berada di lingkungan pengaruh dan pimpinan seorang kontak tani.
Pengertian kelompok tani ini termasuk pula gabungan kelompok-kelompok tani
(gapoktan) yang dibentuk atas dasar permufakatan di antara para petani yang
bersangkutan.

Partisipasi
Partisipasi didefinisikan sebagai ikut sertanya masyarakat dalam
pembangunan, yakni seluruh pihak dapat membentuk dan terlibat dalam seluruh
inisiatif pembangunan, ikut dalam kegiatan-kegiatan pembangunan, dan ikut serta
memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pembangunan. Pembangunan yang
partisipatif adalah proses pembangunan yang melibatkan masyarakat secara aktif

10
dalam seluruh keputusan substansial yang berkenaan dengan kehidupan mereka.
Dalam kaitannya dengan partisipasi petani dalam kelompok dikatakan partisipatif
jika anggota kelompok tani ikut berpartisipasi pada keseluruhan tahapan,
yaitu:perencanaan, pelaksanaan, evaluasi/monitoring, dan menikmati hasil.

Keberdayaan Petani
Keberdayaan didefinisikan sebagai kekuatan atau kemampuan individu/
kelompok/masyarakat mengontrol atau melakukan kendali atas kehidupannya
sendiri dengan mengadakan kerja sama dan kesaling-tergantungan dengan pihak
lain secara setara, saling menguntungkan dan berkelanjutan, serta mampu
bertindak tepat terhadap isu-isu yang penting menurut mereka sehingga kualitas
kehidupannya meningkat.
Dalam kaitannya dengan bidang pertanian, maka keberdayaan petani
dalam berusahatani adalah perwujudan kemampuan petani secara utuh mampu
untuk memilih dan memanfaatkan secara optimal kapasitas/ kemampuan dirinya
dan sumberdaya yang tersedia dalam berusahatani, sesuai dengan kesadaran
dirinya mampu berbuat tanpa tersubordinasi oleh pihak lain, yang diyakini paling
tinggi manfaatnya dengan senantiasa memanfaatkan perkembangan ilmu dan
teknologi serta bekerjasama dengan pihak lain secara setara/kolegial dan saling
menguntungkan sehingga meningkat kualitas hidupnya.

Keberlanjutan Usaha
Pembangunan pertanian yang berkelanjutan pada intinya mengarah pada
dua titik fokus, yaitu secara sosial ekonomi menguntungkan dan secara
pertimbangan ekologis layak diterima dan berkelanjutan. Dengan demikian,
keberlanjutan usaha dalam tulisan ini merujuk pada usaha yang terjamin
keberlangsungannya baik pada aspek ekonomi, ekologis, maupun sosial.
Keberlanjutan usaha pada aspek ekonomi adalah usaha yang berkembang yang
diindikasikan dari peningkatan produktivitas, keuntungan, dan skala usaha. Pada
aspek ekologis, keberlanjutan usaha adalah usahatani yang mempraktekkan
pertanian yang ramah lingkungan. Pada aspek sosial, keberlanjutan usaha
diindikasikan dari adanya peningkatan kesejahteraan petani dan keluarganya.

11

TINJAUAN PUSTAKA
Penyuluh