Identifikasi Citra Luka Abalon (Haliotis Asinina) Menggunakan Gray Level Co-Occurrence Matrix dan Klasifikasi Probabilistic Neural Network

IDENTIFIKASI CITRA LUKA ABALON (HALIOTIS ASININA)
MENGGUNAKAN GRAY LEVEL CO-OCCURRENCE MATRIX
DAN KLASIFIKASI PROBABILISTIC NEURAL NETWORK

MICHAEL CHRISTIANTO

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Citra Luka
Abalon (Haliotis asinina) Menggunakan Gray Level Co-Occurrence Matrix dan
Klasifikasi Probabilistic Neural Network adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Michael Christianto
NIM G64090126

ABSTRAK
MICHAEL CHRISTIANTO. Identifikasi Citra Luka Abalon (Haliotis asinina)
Menggunakan Gray Level Co-Occurrence Matrix dan Klasifikasi Probabilistic
Neural Network. Dibimbing oleh AZIZ KUSTIYO dan DWI ENY DJOKO
SETYONO
Luka pada abalon merupakan salah satu penyebab kematian terbesar pada
kehidupan abalon dan penyebab kerugian besar bagi para peternak. Untuk
mengurangi kerugian ini diperlukan sebuah sistem yang dapat mendeteksi adanya
luka pada otot kaki abalon dengan pendekatan citra digital menggunakan metode
Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM) dan klasifikasi Probabilistic Neural
Network (PNN). Hasil pengujian menunjukkan bahwa metode ini mampu untuk
mendeteksi adanya luka pada citra otot kaki abalon dengan keadaan citra ideal
dengan persentase kesuksesan mencapai sampai 85% dan untuk keadaan citra
tidak ideal mampu mencapai akurasi 37%.

Kata kunci: abalon, identifikasi citra, Level Co-occurrence Matrix, Probabilistic
Neural Network,

ABSTRACT
MICHAEL CHRISTIANTO. Identification of Abalone (Haliotis asinina) Wound
using Gray Level Co-occurrence Matrix and Probabilistic Neural Network.
Supervised by AZIZ KUSTIYO and DWI ENY DJOKO SETYONO
Wounded abalone causes a high mortality rate in abalone life and big loss
for breeder. Nowadays, objects can be performed by processing digital images. In
this research, Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM) is used to identify
wounded abalone. Identification is conducted using the five elements of grayscale
image: energy, homogeneity, contrast, correlation and entropy. The identification
result using Probabilistic Neural Network (PNN) produce average accuracies of
85% using good images and 37% using bad images.
Keywords: abalone, image
Probabilistic Neural Network

identification,

Level


Co-occurrence

Matrix,

IDENTIFIKASI CITRA LUKA ABALON (HALIOTIS ASININA)
MENGGUNAKAN GRAY LEVEL CO-OCCURRENCE MATRIX
DAN KLASIFIKASI PROBABILISTIC NEURAL NETWORK

MICHAEL CHRISTIANTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Komputer
pada
Departemen Ilmu Komputer

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Penguji: Karlina Khiyarin Nisa, SKom MT

Judul Skripsi : Identifikasi Citra Luka Abalon (Haliotis Asinina) Menggunakan
Gray Level Co-Occurrence Matrix dan Klasifikasi Probabilistic
Neural Network
Nama
: Michael Christianto
NIM
: G64090126

Disetujui oleh

Aziz Kustiyo, SSi MKom
Pembimbing I

Prof Dr Ir D E D Setyono, MSc
Pembimbing II


Diketahui oleh

Dr Ir Agus Buono, MSi MKom
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema skripsi ini
adalah seputar abalon (H.asinina), dengan judul Identifikasi Citra Luka Abalon
(Haliotis asinina) Menggunakan Gray Level Co-Occurrence Matrix dan
Klasifikasi Probabilistic Neural Network.
Ucapan terima kasih yang tiada tara untuk kedua orang tua penulis,
Hendra Sudiarta dan Sumijanti yang telah menjadi orang tua terbaik, yang selalu
memberikan motivasi, nasehat, cinta, perhatian, dan kasih sayang serta doa yang
tentu takkan bisa penulis balas.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Aziz Kustiyo SSi, MKom
dan Bapak Prof Dr Ir Dwi Eny Djoko Setyono MSc selaku pembimbing, Ibu

Karlina Khiyarin Nisa Skom, MT sebagai penguji dalam tugas akhir ini, serta Ibu
Dr Yeni Herdiyeni SSi,MKom yang telah banyak memberi saran. Kepada Kepala
UPT Loka Pengembangan Bio Industri Laut Mataram LIPI beserta semua staf peneliti
dan teknisi, terima kasih atas ijin penelitian, dukungan dan kerjasamanya yang baik
selama pengambilan data di laboratorium sehingga berjalan dengan lancar.
Untuk kedua kakak penulis, Christina Aprilia dan Stephen Christianto,
terima kasih atas segala perhatian, kasih sayang, dan motivasi serta doanya.
Terima kasih banyak semua motivasi dan nasehatnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian ini.
Terima kasih untuk teman-teman KeMaKI (Keluarga Mahasiswa Katolik
IPB) yaitu Bayu, Christian, Vinsen, Mona, Wiwik, Nita, Fidel untuk semangat
dan motivasinya agar cepat selesai. Terima kasih untuk teman teman Infokom
KeMaKI Ardhito, Pita, Lusi, Vico, Restu, Abel untuk semangat dan kebersamaan
selama ini. Terima kasih untuk teman-teman terbaik Mulyadi P.C dan F.X Ageng
Widodo yang memberi semangat dan dukungan untuk cepat menyelesaikan
penelitian ini.
Tidak lupa untuk teman-teman Ilmu Komputer IPB angkatan 46, yaitu Nur
Muhammad Sidik dan Gary Yuthian atas bantuan semangat dan motivasi, juga
untuk Noer Fitria Putra Setyono dan Ismaniar Febriani yang bersama-sama
penelitian di LIPI Mataram dan teman-teman Ilmu Komputer angkatan 46, yang

selalu memberi semangat dan dukungannya. Kepada semua pihak yg namanya tidak
bisa saya sebutkan satu per satu penulis ucapkan terima kasih.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014
Michael Christianto

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2


Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE

2

Studi Literatur

2

Pengumpulan Citra Otot Kaki Abalon

3

K-fold Cross Validation

4


Praproses Citra Otot Kaki Abalon

4

Pengambilan Informasi Tekstur Citra

5

Pengujian PNN

7

Implementasi Sistem

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

9


Pengumpulan Citra Otot Kaki Abalon

9

Pembentukan Data Latih dan Data Uji

10

Praproses Citra Otot Kaki Abalon

10

Pengambilan Nilai Informasi Tekstur Citra

11

Pengujian PNN

12

Perbandingan Pengujian dengan Sistem Sebelumnya

13

Implementasi Sistem

14

SIMPULAN DAN SARAN

14

Simpulan

14

Saran

14

DAFTAR PUSTAKA

14

LAMPIRAN

16

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Confusion matrix
Hasil akurasi proses training
Hasil akurasi testing
Hasil perbandingan pengujian sistem

9
12
13
13

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Metode penelitian
Contoh citra abalon yang kurang baik
Contoh proses GLCM
Struktur PNN
Contoh proses cropping
Box plot tekstur
Sudut GLCM

3
4
6
8
11
11
12

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah kelautan luas beserta
daerah kepulauan. Daerah kepulauan ini mempunyai banyak perairan pantai yang
cocok sebagai habitat siput abalon. Abalon (Haliotis asinina) merupakan
kelompok moluska laut pemakan tumbuhan (herbivora), termasuk dalam kelas
Gastropoda, subkelas Prosobranchia, ordo Archaeogastropoda, family
Haliotidae dan genus Haliotis. Abalon termasuk jenis Gastropoda laut bernilai
ekonomis penting karena nilai jual dagingnya yang tinggi untuk pasar ekspor. Di
perairan Indonesia saat ini diketahui ada 7 jenis siput abalon. Saat ini baru abalon
jenis siput mata tujuh (Haliotis asinina) yang mulai dipelajari dan dikembangkan.
Daging abalon merupakan makanan dari laut yang banyak diminati konsumen
karena kelezatan rasanya dan kandungan nutrisinya yang baik, tidak hanya
mengandung protein yang tinggi tetapi juga mengandung zat yang bisa meningkatkan
libido, menjaga stamina, menghaluskan kulit, meremajakan sel-sel tubuh dan anti
kanker (Setyono 2009).
Penjual dan pembenih bibit abalon perlu mengetahui bibit abalon yang
baik untuk budidaya terutama yang tidak mengalami luka. Luka pada abalon dapat
terjadi karena proses pelepasan abalon dari media tempel tidak hati-hati atau
terlalu kasar sehingga meninggalkan luka dan dapat mengakibatkan kematian
abalon. Abalon tidak mempunyai sistem pembekuan darah sehingga apabila
tubuhnya terluka, abalon secara perlahan akan mati. Abalon yang mati dapat
meracuni air tempat penampungan abalon tersebut dan ikut membunuh abalon
lain. Dengan dapat mengetahui lebih awal abalon yang terluka maka penjual dan
pembenih abalon dapat mencegah kerugian memiliki bibit berkualitas baik untuk
dibudidaya atau dijual.
Wen dan Guyer (2012) melakukan identifikasi serangga kebun buah berbasis
citra menggunakan global feature extraction yang di dalamnya memuat ciri tekstur
Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM) dengan akurasi 85.3%. Teknik ekstraksi
ciri GLCM juga menghasilkan akurasi yang paling baik yaitu 99% pada citra tekstur
Brodatz dibandingkan dengan teknik yang lain seperti Linear Regression Model,
Wavelet dan Gabor (Suresh dan Shunmuganathan 2012). Penelitian lain yang
dilakukan oleh Gasim (2006) untuk mengidentifikasi jenis kayu berbasis citra
menggunakan enam unsur citra grayscale yaitu entropi, kontras, energi, homogenitas,
level dan standar deviasi menghasilkan akurasi di atas 76%. Teknik ekstraksi ciri
GLCM dengan model klasifikasi Probabilistic Neural Network (PNN) menghasilkan
akurasi 78% dengan hanya menggunakan tiga ciri tekstur GLCM yaitu energi, entropi
dan kontras (Mishra 2013).
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan sistem identifikasi luka pada
abalon berbasis citra digital menggunakan teknik ekstraksi ciri GLCM dengan lima
ciri tekstur dan teknik klasifikasi PNN.

2
Perumusan Masalah
Berbekal latar belakang dan kerangka pikir, masalah yang dapat diteliti
adalah bagaimana mendeteksi luka yang ada pada otot kaki abalon menggunakan
citra otot kaki abalon dengan menggunakan Gray Level Co-ocurrence Matrix
(GLCM) untuk tekstur dan berapa akurasi yang diperoleh dari metode
Probabilistic Neural Network (PNN) sebagai pengenal pola.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengimplementasi dan menganalisis kinerja
metode Gray Level Co-ocurrence Matrix (GLCM) dalam membaca tekstur dan
Probabilistic Neural Network (PNN) untuk mendeteksi luka pada citra otot kaki
abalon (Haliotis asinina).

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat membantu mengetahui bibit abalon yang
mengalami luka untuk mengurangi resiko kematian massal dan kerugian pada
peternak abalon

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini hanya menggunakan citra abalon, citra abalon berasal dari
abalon dengan spesies Haliotis asinina yang berada di kolam budidaya UPT LIPI
Lombok Utara, Mataram dan luka akibat pencungkilan manusia .

METODE
Metode penelitian yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1. Tahapan
penelitian ini meliputi studi literatur, pengumpulan citra otot kaki abalon, k-fold
cross validation, cropping citra, ekstraksi ciri tekstur citra, model klasifikasi
Probabilistic Neural Network (PNN), pengujian dan evaluasi.
Studi Literatur
Pada tahapan ini, dilakukan serangkaian studi pada literatur yang berkaitan
dengan penelitian. Studi mencangkup teori tentang citra digital, Probabilistic
Neural Network (PNN), Gray Level Co-occurernce Matrix (GLCM) dan hasil
penelitian penelitian terkait yang berhubungan dengan penelitian ini

3

Gambar 1 Metode penelitian
.
Pengumpulan Citra Otot Kaki Abalon
Data citra otot kaki abalon yang digunakan dalam penelitian ini adalah
abalon Haliotis asinina yang diperoleh dari pengamatan di laboratorium UPT
Loka Pengembangan Bio Industri Laut (LPBIL) Mataram Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), Lombok Utara, NTB pada tanggal 29 Januari 2013
hingga 4 Februari 2013 dan pengambilan citra dengan menggunakan kamera
digital. Setiap citra otot kaki memiliki model warna RGB, berukuran 3648 × 2048
piksel dan memiliki format penyimpanan JPEG. Citra yang diambil berasal dari
benih abalon yang terbagi menjadi citra abalon sehat dan citra abalon yang
sengaja dilukai dengan satu tusukan. Pengamatan dan pengambilan citra
dilakukan selama 7 hari secara berturut turut untuk abalon sehat dan abalon yang
terluka. Abalon dengan luka dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan perbedaan luka
yaitu tusukan, tusukan berulang dengan jarak berdekatan, dan tusukan dengan
pencungkilan. Hal bertujuan untuk mendapatkan citra dengan kondisi luka dan
perubahan luka hingga hari ke 7.
Abalon difoto dengan media kaca untuk bisa mendapatkan citra otot kaki
dengan jelas dan menggunakan latar belakang karton berwarna hitam untuk

4
mendapatkan citra yang memiliki warna kontras dengan otot kaki abalon yang
berwarna cerah. Setelah citra terkumpul maka dilakukan pembersihan data citra
guna memisahkan citra dengan kualitas kurang baik untuk dipakai di proses
berikutnya. Citra yang kurang baik seperti tidak meratanya otot kaki abalon pada
media dan citra yang tidak jelas atau kabur. Contoh citra abalon yang otot kakinya
tidak merata pada media dapat dilihat di Gambar 2.
K-fold Cross Validation
K-fold cross validation digunakan untuk pembagian data latih dan uji citra
pada proses training dan mencari sudut yang memiliki akurasi tertinggi.
Mekanisme untuk membuat partisi k-fold dari seluruh data adalah mengulangi
sebanyak k kali percobaan dengan menggunakan k-1 fold untuk pelatihan dan
sisanya untuk pengujian. Akurasi didapat dari rata-rata seluruh k percobaaan
(Zhang dan Wu 2011). Pada penelitian ini digunakan k sebesar 5. Citra latih
sebanyak 4/5 dan citra uji sebanyak 1/5 dari jumlah citra.
Praproses Citra Otot Kaki Abalon
Citra yang sudah dibagi menggunakan k-fold cross validation memasuki
praproses yaitu cropping citra otot kaki abalon dilakukan dengan sistem otomatis.
Sistem cropping otomatis berdasarkan metode Setyono (2013:6) menunjukan
bahwa sistem ini akan melakukan cropping untuk semua citra yang dimasukan.
Pada tahap ini citra akan diubah menjadi citra berderajat keabuan (grayscale)
terlebih dahulu dengan perhitungan sebagai berikut (Gonzales dan Woods 2002):
X = (0.299 * R) + (0.114 * B) + (0.587 * G)
X : Warna Grayscale (Piksel)
R : Warna Merah (Piksel)
G : Warna Hijau (Piksel)
B : Warna Biru (Piksel)
Setelah citra berubah menjadi grayscale maka dilakukan proses mengubah
citra berderajat keabuan menjadi citra biner yang memiliki 2 nilai piksel yaitu
hitam dan putih (thresholding) dengan metode Otsu yang membagi histogram
citra mejadi dua daerah tanpa bantuan pengguna. Citra yang sudah menjadi citra

Gambar 2 Contoh citra abalon yang kurang baik

5
biner dapat dibedakan bagian objek dan latar belakang dengan jelas. Hasil dari
sistem thresholding sendiri masih memiliki banyak noise sehingga diperlukan
proses morfologi untuk menghilangkan noise yaitu erosi dan dilasi.
Setelah noise dibersihkan, dilakukan penentuan batas pinggir atas, batas
pinggir bawah, batas pinggir kiri, dan batas pinggir kanan dengan cara menelusuri
pinggiran objek abalon dari atas, bawah, kiri, dan kanan sehingga diperoleh batas
pinggir tiap sisi. Langkah selanjutnya adalah pengambilan batas paling ujung dari tiap
sisi untuk mendapatkan batas objek abalon sehingga diperoleh batas kiri, batas kanan,
batas atas dan batas bawah. Dari batas-batas tersebut kemudian diambil koordinat x
dan y yang terdekat dengan titik tengah objek, dan digunakan sebagai batas
pemotongan citra.
Pengambilan Informasi Tekstur Citra
Setelah melewati proses cropping, citra diubah kembali ke dalam model
grayscale untuk proses pengambilan informasi tekstur citra otot kaki abalon
dengan menggunakan Gray Level Coocurrence Matrix (GLCM). Citra yang sudah
menjadi grayscale akan difilter menggunakan operator Sobel karena operator ini
mampu mengurangi noise. Operator Sobel merupakan matriks konvolusi yang
meninjau pengaturan piksel di sekitar piksel (x,y):
[

]

Operator Sobel adalah magnitudo dari gradien yang dihitung dengan rumus:


Turunan parsial dihitung dengan rumus:

dengan:
c:2
sx : hasil filter sumbu x
sy : hasil filter sumbu y (Gasim 2006).
GLCM merupakan matriks derajat keabuan yang merepresentasikan
hubungan suatu derajat keabuan dengan derajat keabuan lain. GLCM digunakan
untuk analisis pasangan piksel yang bersebelahan tergantung dengan sudut yang
digunakan. Apabila citra yang digunakan adalah citra biner maka yang digunakan
adalah GLCM dua level. Setelah itu matriksnya dinormalisasi dengan menghitung
peluang nilai piksel berdekatan dibagi dengan jumlah semua peluang nilai piksel
berdekatan, sehingga hasil penjumlahan piksel dalam matriks tersebut 1 (Suresh
dan Shunmuganathan 2012). Ilustrasi pembentukan matriks kookurensi citra
dengan 4 tingkat keabuan (gray level) pada jarak d=1 dan arah 0o dapat dilihat
pada Gambar 3.

6

Gambar 3 Contoh proses GLCM. Citra dengan 4 tingkat keabuan
(kiri) dan hasil GLCM pada jarak 1 arah 0° (kanan)
Teknik GLCM mencakup perhitungan kontras, korelasi, energi, homogenitas,
standar deviasi, entropi, dan rata-rata sebagai ciri tekstur. Pada penelitian ini yang
dijadikan ciri tekstur pada GLCM yaitu kontras, energi, korelasi, homogenitas dan
entropi. Matriks kookurensi yang didapat ditambahkan dengan matriks transposenya
agar simetris terhadap sumbu diagonal. Setelah mendapatkan matriks kookurensi
yang simetris selanjutnya dilakukan normalisasi untuk mendapatkan tekstur GLCM.
Setiap elemen (i,j) dalam GLCM yang sudah dinormalisasi menunjukkan terjadinya
peluang gabungan pasangan piksel dengan hubungan spasial yang didefinisikan
memiliki tingkat keabuan i dan j pada citra. Misalkan p adalah GLCM yang sudah
dinormalisasi dari masukan tekstur citra (Suresh dan Shunmuganathan 2012). Entropi
digunakan untuk menunjukan ukuran ketidakteraturan distribusi intesitas suatu
citra pada matriks kookurensi citra. Cara menghitung entropi dapat dilihat sebagai
berikut


Energi menyatakan untuk mengukur konsentrasi pasangan tingkat keabuan
yang didapatkan dengan menjumlahkan nilai pangkat dari setiap elemen dalam
GLCM. mengukur tingkat keseragaman tekstur. Nilai energi ini berkisar antara 0
dan 1. Nilai 1 menunjukan bahwa citra tersebut memiliki nilai piksel yang mirip
dalam citra secara keseluruhan, apabila kumpulan piksel dalam citra heterogen
maka nilainya akan mendekati 0. Cara menghitung nilai energi dapat dilihat
seperti berikut


Kontras menyatakan sebaran terang dan gelap piksel di dalam sebuah citra
secara keseluruhan. Nilai ini berfungsi untuk mengukur perbedaan lokal dalam
citra. Kontras akan bernilai mendekati 0 jika kumpulan terang atau gelap piksel

7
mirip dengan piksel keseluruhan citra. Cara menghitung nilai kontras dapat dilihat
sebagai berikut
∑|

|

Homogenitas digunakan untuk mengukur kehomogenan variasi derajat
keabuan piksel dalam keseluruhan citra. Nilai homogenitas akan bernilai
mendekati 1 ketika nilai piksel mendekati nilai keabuan. Cara menghitung nilai
homogenitas dapat dilihat sebagai berikut


|

|

Korelasi untuk melihat hubungan antara piksel dengan piksel lainnya dalam
linear derajat keabuan pada satu citra keseluruhan. Korelasi akan bernilai -1 atau 1
tergantung hubungan tiap piksel dengan linear derajat keabuan. Cara menghitung
nilai korelasi dapat dilihat sebagai berikut:



dengan
μi : nilai rata-rata baris ke-i matriks p
μj : nilai rata-rata kolom ke-j matriks p
: standar deviasi baris ke-i matriks p
: standar deviasi kolom ke-j matriks p.
Pengujian PNN
Citra yang sudah terbagi melalui proses k-fold cross validation, mengalami
proses pemotongan dan sudah didapatkan nilai ciri teksturnya akan dilakukan
klasifikasi dengan metode PNN. PNN merupakan jaringan saraf tiruan yang
dirancang menggunakan ide dari probabilistik klasik seperti pengklasifikasi Bayes
dan penduga kepekatan Parzen. Metode PNN adalah salah satu jenis metode untuk
klasifikasi dengan empat lapisan yang dapat dilihat pada Gambar 3.
Lapisan pertama yaitu masukan yang terdiri dari matriks informasi tekstur
citra uji yang diklasifikasikan ke dalam suatu kelas. Lapisan kedua adalah lapisan
pola yang berfungsi untuk perhitungan jarak antara vektor hasil ekstraksi citra uji
dengan vektor citra latih di semua kelas kemudian dibagi dengan faktor penghalus.
Pada penelitian kali ini menggunakan faktor penghalus 0.1. Faktor penghalus
merupakan parameter yang digunakan untuk menghaluskan fungsi kernel. Kernel
yang dipakai adalah fungsi Gauss. Hasil perhitungan jarak dibagi faktor penghalus
dimasukan ke dalam fungsi Parzen yang merupakan prosedur no parametric untuk
menduga Probabilistic Density Function. Lapisan ketiga adalah lapisan
penjumlahan semua pola dari masing masing kelas, pada lapisan ini digunakan
persamaan:

8

dengan
p(

)

|


: peluang kelas A

p |

: peluang bersyarat x jika masuk ke dalam kelas A

xAi

: vektor data latih kelas A urutan ke-i

d

: dimensi vektor masukan

N

: jumlah pola pelatihan seluruh kelas

NA

: jumlah pola pelatihan pada kelas A
: faktor penghalus

Lapisan terakhir adalah lapisan keluaran yaitu memasukan data uji yang
diklasifikasikan ke dalam suatu kelas berdasarkan nilai peluang tertinggi. Kelebihan
PNN adalah pelatihan dalam PNN hanya melibatkan satu kali iterasi dibandingkan
dengan menggunakan pendekatan Bayesian yang melibatkan lebih dari satu kali
iterasi (Specht 1990). Kelas yang digunakan dibagi menjadi dua yaitu kelas citra
abalon sehat dan citra abalon sakit.
Pada tahap pengujian dalam penelitian ini menggunakan nilai penyebaran
atau spread sebagai parameter dalam pengujian PNN. Nilai yang digunakan yaitu
1 dan 2. Kedua nilai tersebut digunakan untuk mencari hasil pengujian yang
menghasilkan nilai akurasi yang lebih tinggi.

Gambar 4 Struktur PNN (Sumber: Specht 1990)

9
Citra otot kaki abalon yang dipilih untuk pengujian dibagi menjadi citra
abalon luka dan citra abalon sehat. Pengujian akan dilakukan dengan membagi
citra abalon menjadi beberapa subset melihat tingkat akurasi dan kesalahan
pendeteksian yang terjadi. Tingkat akurasi hasil pengujian dapat dilihat dalam
confusion matrix di Tabel 1.
Besarnya nilai akurasi dapat dihitung dengan cara:





Ketika akurasi yang dihasilkan sudah optimal dan mendapatkan sudut
yang menghasilkan akurasi cukup tinggi, tahapan selanjutnya yaitu pembuatan
prototype sistem yang di dalamnya sudah terdapat sistem cropping otomatis dan
sistem deteksi luka menggunakan pola luka yang dianggap paling optimal dengan
menggunakan data ideal dicampur dengan data tidak ideal untuk mendapatkan
memenuhi kriteria pendeteksian abalon sakit yang maksimal.

Tabel 1 Confusion matrix
Kelas Aktual
Kelas Positif
Kelas Negatif
Keterangan :
TP
FN
FP
TN

Kelas Hasil Prediksi
Kelas Positif
Kelas Negatif
TP
FN
FP
TN

: jumlah data kelas positif yang diprediksi benar sebagai kelas positif
: jumlah data kelas positif yang diprediksi salah sebagai kelas negatif
: jumlah data kelas negatif yang diprediksi salah sebagai kelas positif
: jumlah data kelas negatif yang diprediksi benar sebagai kelas negatif

Implementasi Sistem
Sistem dibuat menggunakan perangkat lunak Matlab R2008b. Sistem memiliki
fungsi melakukan pendeteksian luka pada citra yang dimasukan. Jika terdapat luka,
sistem akan memberi status abalon sakit. Jika tidak terdapat luka, sistem akan
memberi status abalon sehat.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengumpulan Citra Otot Kaki Abalon
Pada tahap pengumpulan citra otot kaki abalon ini, citra yang dipilih
merupakan citra dari benih abalon yang berusia 3 bulan sampai 6 bulan sejak
dipindahkan dari bak larva ke bak pemeliharaan benih. Ukuran benih abalon ini
memiliki panjang cangkang ± 3 cm. Citra benih abalon digunakan karena pada

10
fase benih ini abalon dipindahkan sehingga sering mengalami pencungkilan dan
memungkinkan terjadi luka. Pendeteksian menggunakan benih abalon ini juga
bertujuan untuk mendeteksi benih yang terluka sehingga penjual maupun pembeli
benih abalon dengan tujuan dikembangbiakan atau diteliti dapat menghindari
benih yg terluka.
Pengambilan citra dilakukan selama 6 hari secara rutin pada saat pagi hari.
Benih abalon dibagi menjadi 3 tempat berdasarkan jenis luka buatan yang
diberikan yaitu luka tusuk (I), luka beberapa tusukan berdekatan (II), dan luka
tusuk ditambah pencungkilan (III). Pada pengamatan hari ke-3 terjadi kematian
pada benih dengan luka tusuk ditambah pencungkilan sebanyak 13 abalon dan
hari ke-6 mati seekor karena ketidakmampuan abalon dengan luka dalam untuk
bertahan. Kematian massal pada hari ke-3 diakibatkan terlambatnya penanganan
abalon yang mati dan mengakibatkan abalon mencemari tempat penampungan dan
meracuni air dan membunuh abalon lain.
Abalon di tempat I dan II mampu menutup luka karena luka kecil dan
mengakibatkan tidak terdeteksi atau dianggap sembuh. Sehingga data yang
digunakan untuk penelitian ini menggunakan abalon dari tempat III. Data yang
didapat sejumlah 948 data yaitu 387 citra abalon sehat dan 561 data abalon luka
sobek akibat pencungkilan. Resolusi citra yang digunakan berukuran 3648 x 2048
piksel. Citra kualitas baik dipilih dengan memperhatikan kejelasan citra, posisi
otot kaki abalon yang jelas, dan jelasnya pencahayaan. Setelah dilakukan
pemilihan citra yang baik maka menghasilkan 547 data yang terdiri dari 187 citra
abalon sehat dan 360 data abalon sakit.
Pembentukan Data Latih dan Data Uji
Dari data hasil praproses, diambil sebanyak 60 data (30 citra abalon sehat
dan 30 citra abalon sakit) yang dianggap ideal secara visual. Pengambilan data
latih pada data ideal dilakukan secara acak dan abalon dalam bentuk yang berbeda
sehingga diharapkan dapat memenuhi kriteria secara keseluruhan.
Data uji menggunakan data yang dianggap ideal (30 citra abalon sehat dan
30 citra abalon sakit) dan data yang tidak ideal (70 citra abalon sehat dan 170 citra
abalon sakit) sehingga mendapatkan total 100 citra abalon sehat dan 200 citra
abalon sakit untuk dilakukan pengujian.
Praproses Citra Otot Kaki Abalon
Sistem cropping otomatis berdasarkan yang digunakan Setyono (2013:11)
dapat memiliki hasil optimal saat menggunakan data ideal, sedangkan pada data
tidak ideal ada beberapa yang tidak berhasil seperti latar belakang terambil dan
luka pada otot kaki tidak terambil karena posisi cropping yang tidak tepat atau
terlalu kecil. Penghilangan noise pada bagian pinggir setelah proses thresholding
dilakukan dengan cara melihat apakah pada pinggir citra ada piksel yang memiliki
nilai yang sama dengan objek abalon, jika ada, nilai piksel tersebut akan diganti
dengan nilai latar belakang.
Proses penghilangan noise akan diulang jika piksel memiliki nilai yang
sama dengan objek dan akan berhenti jika piksel tersebut telah bernilai sama
dengan latar belakang. Proses ini dilakukan karena pada data ideal tidak ada

11

Gambar 5 Contoh proses cropping. Citra abalon awal (kiri) dan
hasil proses cropping (kanan)
abalon yang berada pada ujung citra sehingga dipastikan bahwa pada bagian
pinggir bukan objek melainkan noise. Proses penghilangan noise pinggir juga
dilakukan secara terpisah pada tiap sisi untuk menghindari kesalahan dalam
pembersihan noise. Hasil penghilangan akan digabung kembali dengan
mengambil nilai yang dianggap objek dari hasil pembersihan noise pada semua
sisinya. Proses cropping dilakukan pada citra berwarna sehingga diperoleh objek
berupa otot kaki abalon, contoh citra hasil cropping dapat dilihat pada Gambar 4.

Pengambilan Nilai Informasi Tekstur Citra
Nilai informasi tekstur citra yang sudah terlebih dahulu melewati proses
cropping didapatkan dengan cara mengubah citra hasil cropping kedalam
grayscale lalu dicari nilai energi, kontras, homogenitas, korelasi, dan entropi.
Setiap citra yang menjadi data latih akan diambil nilai informasinya lalu
digabungkan kedalam satu file untuk digunakan sebagai pembanding dalam proses
PNN selanjutnya. Nilai penciri entropi dan homogenitas dapat menunjukan
perbedaan nilai piksel yang menunjukan abalon sakit dan sehat. Nilai dari
informasi tekstur dari data latih yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 6 menujukan nilai entropi dan homogenitas memiliki variasi nilai
piksel yang berbeda yang dapat membedakan citra abalon sehat dan sakit.

Gambar 6

Box plot tekstur. Box plot nilai entropi (kiri) dan
homogenitas (kanan)

12

Pengujian PNN
Pembagian citra uji dan citra latih dalam proses training menggunakan kfold cross validation dengan fold 5. Total citra sebanyak 60 buah data citra ideal.
Pada setiap percobaan terdapat 12 citra uji dan 48 citra latih. Klasifikasi
menggunakan PNN berlaku untuk semua sudut, yaitu 0 º, 45 º, 90 º, dan 135º .
Hasil klasifikasi sudut 0 o, 45 o, 90 o, dan 135º dapat terlihat Tabel 2
Tabel 2 Hasil akurasi proses training

Fold

Sudut(o)
135
90
45
0

1
66.67
83.33
91.67
75.00

2
91.67
100
91.67
75.00

3
75.00
66.67
50.00
58.33

Rata-rata(%)
4
91.67
91.67
75.00
83.33

5
100
83.33
83.33
58.33

85.00
85.00
78.33
70.00

Nilai akurasi untuk sudut 135o dan 90o tidak menunjukan perbedaan dalam
akurasi tetapi terjadi perbedaan hasil dalam setiap fold. Hal ini menunjukan bahwa
sudut memberikan pengaruh dalam mendeteksi tekstur citra dan dipengaruhi oleh
keadaan citra sendiri. Penelitian ini menggunakan sudut 135o sebagai sudut untuk
testing karena memiliki nilai akurasi rata-rata lebih tinggi dalam setiap fold
dibanding sudut 90o .
Pengujian sistem dilakukan dengan sudut 135o. Sudut 135º berarti piksel
yang dihitung jaraknya dengan piksel tetangganya berada di serong kiri atas seperti
pada Gambar 7. Pengujian dilakukan dengan menggunakan data ideal digabung
dengan data tidak ideal untuk mendapatkan akurasi sistem dengan kriteria citra
secara keseluruhan. Berdasarkan Tabel 3, sistem memiliki akurasi yang kecil
dalam mendeteksi data tidak ideal. Pada proses testing yang menggunakan data
ideal ditambah dengan data tidak ideal sejumlah 300 citra (100 citra abalon sehat
dan 200 citra abalon sakit) didapatkan rata-rata akurasi sebesar 37%. Hal ini
menunjukan sistem dipengaruhi oleh keadaan citra, dimana banyak terjadi
kesalahan
deteksi
pada
saat
menggunakan
data
tidak
ideal.

Gambar 7 Sudut GLCM

13
Sistem ini dipengaruhi oleh keadaan citra yang digunakan yaitu ukuran luka
dan kondisi warna otot kaki abalon pada saat pengambilan citra. Hal ini dapat
mempengaruhi nilai tekstur GLCM citra dan kesalahan deteksi disebabkan
kemiripan nilai tekstur citra abalon sehat dan sakit.
Tabel 3 Hasil akurasi testing

Fold

Hasil

Deteksi
Sehat
Deteksi
Sakit
Akurasi

Rata-rata

1

2

3

4

5

41

42

34

37

47

40.02

37

66

66

77

63

70.80

36.6%

38%

36.3%

36%

38%

37%

Perbandingan Pengujian dengan Sistem Sebelumnya
Uji coba sistem dilakukan dengan membandingkan hasil akurasi dengan
penelitian sebelumnya oleh sistem yang dibuat oleh Setyono (2013) yaitu sistem
deteksi luka menggunakan metode histogram dan morfologi. Data yang digunakan
pada pengujian yaitu menggunakan data ideal ditambah dengan data tidak ideal
sejumlah 300 citra (100 citra abalon sehat dan 200 citra abalon sakit). Hasil
perbandingan pengujian dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 4 Hasil perbandingan pengujian sistem

Proses
Sistem Michael
Data Sehat
Data Sakit
Sistem NF Putra Setyono
Data Sehat
Data Sakit

Prediksi Sistem
Sehat

Sakit

47
137

53
63

59
118

41
82

Berdasarkan hasil pengujian didapatkan akurasi sistem yang dibuat oleh
Setyono (2013) mendapatkan akurasi sebesar 47% (sehat 59% dan sakit 41 %).
Hasil ini lebih besar 10.33% dibandingkan dengan sistem penulis dimana
mendapatkan akurasi sebesar 36.67% (sehat 47% dan sakit 31.5%). Hal ini
menunjukan data yang digunakan dalam pengujian juga masuk kedalam kriteria
data tidak ideal menurut Setyono (2013) sehingga mengakibatkan kesalahan
sistem dalam melakukan prediksi pada data citra.

14
Implementasi Sistem
Sistem diimplementasikan menggunakan perangkat Matlab R2008b. Sistem
bekerja dengan masukan berupa citra abalon yang akan diproses, lalu menekan
tombol check dan menunggu hingga sistem menampilkan status citra abalon yang
diproses. Tampilan dan tahapan dalam penggunaan sistem ini dapat dilihat pada
Lampiran 4.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Model identifikasi luka pada citra abalon menggunakan ekstraksi ciri
GLCM dengan PNN berhasil dilakukan saat data citra menggunakan data ideal.
Akurasi tertinggi yang dihasilkan pada sudut 135° yaitu dapat mencapai 85%,
tetapi ketika menggunakan data ideal ditambah dengan data tidak ideal, akurasi
sistem hanya mencapai 37%. Dalam hasil pendeteksian parameter warna otot kaki
abalon dan ukuran luka mempengaruhi hasil pendeteksian. Parameter Sudut
mempengaruhi hasil deteksi meskipun tidak signifikan. Ciri entropi dan
homogenitas pada GLCM entropi dalam pendeteksian luka ini memberi pengaruh
banyak karena memiliki nilai yang dapat membedakan citra abalon sakit dan
abalon sehat.
Saran
Diharapkan untuk penelitian selanjutnya ditemukan cara untuk mendeteksi
luka yang lebih akurat dalam membedakan kondisi otot luka dan sehat dari
perbedaan warna sekitar luka. Sistem cropping dapat lebih baik untuk mengambil
hanya bagian otot kaki abalon sehingga nilai tekstur yang didapatkan untuk
pendeteksian dapat lebih akurat. Sistem dikembangkan agar dapat mengambil
banyak objek otot kaki abalon hanya dalam sekali pengambilan citra dan
memperkirakan jumlah persentase abalon yang sakit dalam satu citra tersebut.
Dapat dilakukan pengujian dengan mengubah jarak dalam GLCM untuk
pengujian semua sudut agar mendapatkan hasil pendeteksian secara keseluruhan.
Sistem dapat dikembangkan dalam aplikasi mobile sehingga dapat mendeteksi
langsung dari proses mendapatkan citra dan mendeteksi luka abalon. Dapat
dilakukan penggabungan sistem dengan penelitian sebelumnya sehingga
diharapkan memiliki hasil pendeteksian yang lebih optimal.

DAFTAR PUSTAKA
Gonzales RC, Woods RE. 2002. Digital Image Processing. Ed ke-2 . New Jersey
(US): Prentice-Hall.
Gasim. 2006. Jaringan syaraf tiruan untuk pengenalan jenis kayu berbasis citra
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

15
Mishra R. 2013 . Scene image analysis using GLCM and Gabor filter. IJERA.
3(2): 237-241.
Setyono, DED. 2009. Abalon :Biologi dan Reproduksi. Jakarta (ID): LIPI Press
Setyono, NFP. 2013. Sistem deteksi luka pada otot kaki abalon (Haliotis asinina)
menggunakan metode histogram dan morfologi [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Specht DF. 1990. Probabilistic Neural Networks. Neural Network. 3: 109-118.
Suresh A, Shunmuganathan KL. 2012. Image texture classification using Gray
Level Co-occurrence Matrix based statistical features. Euro J Sci Res. 75(4):
591-597.
Wen C, Guyer D. 2012. Image-based orchard insect automated identification and
classification method. Comp Elec Agr. 89: 110-115.
Zhang Y, Wu L. 2011. Crop classification by Forward Neural Network with
adaptive chaotic Particle Swarm Optimization. Sensors. 11: 4721-4743. doi:
10.3390/s11050472.

16
Lampiran 1 Langkah dan Tampilan Penggunaan Aplikasi
1. Tampilan awal aplikasi

2. Pemilihan Gambar Abalon yang akan dideteksi.

17
3. Tampilan aplikasi ketika data sudah dimasukkan.

4. Tampilan aplikasi ketika menunjukan abalon sakit

5. Tampilan aplikasi ketika menunjukan abalon sehat

18
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 8 April 1991. Penulis merupakan
anak bungsu dari 3 bersaudara dari pasangan Hendra Sudiarta dan Sumijanti. Pada
tahun 2009, penulis menamatkan pendidikan di SMA Dharma Putra Tangerang.
Penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun yang sama
melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri dan Masuk IPB di
Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Ilmu Komputer (Himalkom),
menjadi panitia IT Today 2010-2011. Bulan Juni – Agustus 2012 penulis
melaksanakan Praktik Lapangan di PT. Telekomunikasi Indonesia Jakarta. Penulis
juga menjadi Ketua Divisi Informasi dan Komunikasi Keluarga Mahasiswa
Katolik IPB (KeMaKI) pada tahun 2011-2012.