Kajian perubahan penutupan lahan dan arahan pengelolaan ruang daerah tangkapan air (dta) waduk batutegi Kabupaten Tanggamus Provinsi lampung

#( # &

! " # !$ !% & &' #(
#
$ ' )
!) &! # $* $ $
"

+

,--.

#

!
"#
%

$
$


$

"

&

'

())*

#+, - . / /
+-'" 012)3)(04

!
#$$%&%''(

"
)
+


)
*

+

+

+

)

)
*

*

)

,


)

)

+"

#$$%&%''(

.
/
+

*

"
"
%''1

2


0%''(1
)

,

+)

/

+

)

5
+
)

0#$341

6


* )

+

,
+
,,6%''3
)

0#$$%

/

2
8

7

+

. 9%

)

+

>' $? )

2

#$$'

8
0;1

<
#$$%&%''(

.


96

: &

=

)
,

2
+
+ *
0#1 5
*
0#9 (%' $;
9% 9> ?1 0%1
5
! /
* 03 4;% 39
%' #4?1

5
* 0#3 ';# 9%
;% 44?1 )
+
2
) 0#1 5
* 0#4 '(9 #9
94 44?1 0%1
5
! /
* 0; $9( 3>
## >4 ?1
5
* 0%' %$9 44
; ;$?1
+ *
+
,
2
)

;(( ##> $%
6
)
4 %3; 96
+ *
) ; 9'4 96
) 493 ;'> >3
6
<
)
+
)
* )
*
)
)
*
/

7


)

.

"

6
<

"
+

2

!

"
!


"
#

"

"

"

$

#

$

!%
"
"

&
&''()(**+
,

$

!
(
$
!

.

/

"

&
/
&''()(**+ (
3
!2(4

0
)554(**&

0
1,+4

$

&'12

,
6

4. 4&&4&'1*

3 !
"
3
7
(**+ -

"
3

7 ,(

!,46 % )554(**1
0 8 "

&''*
90 6

!
%

$
"

#

"

"
"

# "
!
&:!'2- *,

!

)
:* ';
"

"
&''()(**+
5
< ( -, :,;
#

#
1)&2; !

"

#
7 1,+4
4. 4&&4&'1*
"
&,!+(* ',(!,: ;
1!2-(!1,
(*!&2 ;
#
&1!*-&!,(
-(!22 ; !

,)1;

$
"

#
%

$
&2!*+, &,
;
- '- ; !
"

,2 22 ;
#

#
"

-!',+ 1:
%

"
"
2 (1-

$
-++!&&: '(

4

&& :2
(*!(', 22

,4
"

- ,*2 6,4
2,1!-*: :1

4 4 !
3

7 1,+4

4. 4554&'1*

"
"
%

!
0 8
$

"

#
#

"
"$

$
7
0 8

0

6

!

$

/

!
"
"%(

#"$ % & %
)*+,-,.)/

0%0 1

' '

0

2 (0#3

#

#
%

3

0%04

$

3

5

2 (0

.+ 7

2 4

.,,8

60

0%0

0"

2 (0#

$

0

(

2 (0#3

!

"

#

$ %

%
&

#

#

#

!

! " !
#

'

#

$

! &

(

&
#
) #
-

&

%

%

! $

&

%

#

"

#

#

"

$
# *

+

,

#

$
(

.

!

!
1
%

&
# *
/$# ! 0
/$#+1!0 # *
+

!

+

$
$

$

#
#

$
$

2
3

!
#

4

"

/5

#
"
#

"

#

#

$

1 0
#

1
7

"

6

1

*
1
0

8

/1

+

&
+

2
"

6

6

"

#

2 6

"

9
$
"

$
"

0

#
#

#
#

&

/1

0

#
'883

"

!

/1

!
6

'

#
:
2

$

%

'887

!
$% '

#$ %& !
% %

"
%

(

0" *
.1
3

+
2

(

#
%

& !
"
1

%
!
%

) " * % + %"
%
% ,'( $ . / +
1
%
%
!
%.
(%
2
%
%
%

/

!

4

.

1
)

5

#!

% )

"

"
2

%
) 7

% )

6 +
$ + $+

.")

)5&

# 4.&

!
#

$

%

'

(
!

!

"
&
)

*

(

*

$

!

+

, !

!

-

!
/ 1%

, !

!

/

! $ .

, !

, $

!

/

0
2

$ $
$
$

%

' !$
, !

(

%/

/

% $

"

!

) 3

4

5

*

)

*

/

$
!

6

+

$

+

! .

+
.

/ !
/ !

7
, !

$

' !
.

!

$ $

! $ .

, !

.

!
8

/

$

) .
/

$

/

%

$

/
/ / 9 -4+:). :

)

)

/

$

/

%

6 $

.

: : 0-2

!

6 $
)/

, !

.

"+
!

! $ .

,

"+
"-

$

/

!

"0

(

,

$

/

(3/
)5
/./

42
42

(

6

/

6 $

;

4*

%

4*

%

4*
4*

//

4*

/ / %/ /

4<

!

4<

$//

4+

.
(/

!

40

/ /

40

(

(
.

, !

&

!

&
.

!

6 $

&*

$ $
.

$

! 8

! $ .

, !

*"

!
*0

6 $
$

) .
$
%
%
)
)
$
%
%

/
/
/
$
/
/
/
,

/ / 9 -4+:). :
,
$$ 8 =
.
!
,
$$ 8 =
6 $
7 !
#

: : 0-2

)

8

>

)

8

>
, !

,

*0
<
2.000 dari permukaan laut.
Sempadan pantai sejauh 100 m .
Jalur sempadan sungai, 100 m di kiri2kanan sungai besar dan 50 m kiri
kanan anak sungai.
Kawasan sekitar waduk/danau, 500 m dari titik pasang tertinggi.
Kawasan sekitar mata air, sekurang2kurangnya dengan jari2jari 200 m.
Kawasan suaka alam terdiri dari cagar alam, suaka margasatwa, hutan
wisata, daerah perlindungan plasma nutfah dan daerah pengungsian satwa.
Kriteria kawasan pantai berhutan bakau adalah minimal 130 kali nilai rata2
rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis
air surut terendah ke arah darat.
Kriteria kawasan rawan bencana alam adalah kawasan yang diidetifikasi
sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana alam seperti letusan
gunung berapi, gempa bumi, dan tanah longsor.
Blok Pemanfaatan ditetapkan berdasarkan kriteria skor bobot 45 – 174. Blok ini

terbagi menjadi dua yaitu:
Blok pemanfaatan terbatas dengan skor bobot 125 – 174 serta
Blok pemanfaatan budidaya (Hutan Kemasyarakatan) dengan skor bobot ≤
124.
Blok pemanfaatan budidaya (hutan kemasyarakatan) diperuntukan untuk

kepentingan aktivitas dan sarana penunjang kelompok masyarakat tertentu yang
sudah ada di dalam kawasan serta untuk memulihkan atau memperbaiki kondisi
ekosistem kawasan yang mengalami kerusakan, dengan kriteria:
Telah terdapat kelompok masyarakat dan sarana penunjang kehidupan
lainnya.
Berbatasan langsung dengan kawasan penyangga atau kawasan budidaya.
Adanya perubahan fisik dan hayati yang pemulihannya diperlukan campur
tangan manusia.

26

Sistem klasifikasi kemampuan lahan yang digunakan mengacu pada
Departemen Pertanian Amerika Serikat (United Stated Departement of
Agriculture). Menurut sistem ini lahan dikelompokkan ke dalam tiga kategori

utama yaitu Kelas, Subkelas dan Satuan Kemampuan (capability units) atau
Satuan Pengelolaan (management unit). Pengelompokan ke dalam kelas

didasarkan atas intensitas faktor pembatas/penghambat. Jadi kelas kemampuan
lahan adalah kelompok unit lahan yang memiliki tingkat pembatas atau
penghambat (degree of limitation) yang sama jika digunakan untuk pertanian yang
umum (Sys et al. 1991 dalam Arsyad 2006). Dalam sistem ini sifat kimia tanah
tidak digunakan sebagai pembeda karena sifat kimia sangat mudah berubah,
sehingga kurang relevan untuk digunakan. Sifat2sifat tanah lahan yang digunakan
sebagai pembeda hanyalah sifat2sifat fisik/morfologi tanah yang dapat diamati di
lapangan (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007).
Tanah dikelompokkan ke dalam kelas I sampai dengan kelas VIII, dimana
semakin tinggi kelas maka kualitas lahanya semakin jelek serta pilihan
penggunaan lahannya semakin terbatas. Lahan kelas I sampai dengan kelas IV
merupakan lahan yang sesuai untuk pertanian sedangkan lahan kelas V sampai
dengan kelas VIII tidak sesuai untuk usaha pertanian. Skema hubungan antara
kelas kemampuan lahan dengan intensitas penggunaan lahan lebih lengkap
disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5

Skema hubungan antara Kelas Kemampuan Lahan dengan intensitas
penggunaan lahan
Intensitas dan macam penggunaan lahan meningkat

Kelas Kemampuan
Lahan
Hambatan
meningkat
dan
pilihan
penggunaan
lahan
berkutang

I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII

Hutan

Pengembalaan

Cagar
alam

Hutan

Ter2
batas

Sedang

Intensif

XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX

XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX

XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX

XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX

XXX
XXX
XXX
XXX
XXX

Sumber : Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007

Pertanian
Ter2
batas

XXX
XXX
XXX
XXX

Sedang

Intensif

Sangat
intensif

XXX
XXX
XXX

XXX
XXX

XXX

27

Berdasarkan kelas kemampuan lahan DTA Waduk Batutegi dibagi ke
dalam 2 (dua) blok pengelolaan utama yaitu : Blok Perlindungan dan Blok
Pemanfaatan. Selanjutnya Blok Pemanfaatan dapat dibagi menjadi 2, yaitu Blok
Pemanfaatan Terbatas dan Blok Pemanfaatan Budidaya (Hutan Kemayarakatan).
Blok perlindungan ditetapkan dengan kriteria kelas kemampuan lahan kelas V

sampai dengan kelas VIII, kelas kemampuan lahan kelas I – IV yang berada pada
puncak bukit serta kriteria lain yang didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor
32 Tahun 1990, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.3/MenHut2II/2008 serta
Land Cover/Tutupan Hutan Tahun 2007. Blok pemanfaatan terbatas merupakan

lahan dengan kelas kemampuan lahan kelas IV sedangkan Blok pemanfaatan
budidaya (hutan kemasyarakatan) adalah lahan dengan kelas kemampuan lahan

kelas I2III.
.

$

Evaluasi penataan DTA Waduk Batutegi ke dalam blok2blok pengelolaan
dilakukan terhadap prediksi debit minimum dan prediksi erosi. Prediksi debit
minimum dilakukan dengan analisis korelasi dan regresi debit minimum dengan
perubahan penutupan lahan DTA Waduk Batutegi periode tahun 1992 sampai
dengan 2007. Sedangkan prediksi erosi menggunakan metode USLE dengan
menggunakan data sekunder R (erosivitas hujan), K (erodibilitas tanah), dan LS
(faktor kelerengan) yang diperoleh dari hasil penelitian (Banuwa 2008) Lampiran
20, sedangkan nilai C (tutupan lahan) diperoleh berdasarkan hasil analisis Citra
Aster Tahun 2007.
!

!

Untuk mengetahui hubungan antara perubahan penutupan lahan dengan
fluktuasi debit yang terjadi dilakukan dengan analisis korelasi. Analisis korelasi
digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan dua peubah sebagai salah satu
pertimbangan dalam melihat ada atau tidak adanya hubungan sebab akibat antar
peubah tersebut. Dalam korelasi sederhana, keeratan sifat antara peubah akan
ditunjukkan dalam bentuk berkorelasi positif, negatif atau tidak berkorelasi. Dua
peubah dikatakan berkorelasi positif bila memiliki kecenderungan yang searah,

28

artinya kenaikan sejumlah nilai pada peubah x akan diikuti oleh kenaikan nilai
pada peubah y yang bergantung pada besaran nilai koefisien korelasinya. Di lain
pihak, bila memiliki kecenderungan yang berlawanan arah dinyatakan berkorelasi
negatif, artinya peningkatan sejumlah nilai pada peubah x diikuti penurunan
peubah y atau sebaliknya. Dua peubah disebut tidak berkorelasi atau tidak
memiliki hubungan sama sekali jika nilai koefisien mendekati nol. Analisis
korelasi yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis korelasi Pearson’s
product Moment. Koefisien korelasi dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai

berikut :
r =
r =

Σ ( X − X )( Y − Y )
( n − 1) s x s y
n ( Σ XY ) − ( Σ X )( Σ Y )

[n ( Σ X

2

][ (

)

) − ( Σ X ) 2 n Σ Y 2 − (Σ Y )

2

]

Dimana :
r

= koefisien korelasi

n

= ukuran populasi (Jumlah titik tahun : 3)

x

= nilai peubah x (Penutupan lahan tahun 1992, 2000, dan 2007)

y

= nilai peubah y (Debit minimum tahun 1992, 2000, dan 2007)

Analisis Regresi
Untuk melihat hubungan antara dua atau lebih variabel yang saling
berkorelasi dilakukan analisis regresi. Analisis regresi dibedakan menjadi dua
yaitu analisis regresi sederhana (simple linier regresion) dan analisis regresi
berganda (multiple regresion). Analisis regresi linier menunjukkan hubungan
antara variabel tidak bebas y dan satu variabel bebas x.
Model umum regresi linier sederhana yang mengambarkan respons variabel y oleh
adanya perubahan variabel bebas x adalah :

29

Y = β0 + β1X + ε
Dimana :
Y

= Variabel tak bebas (Penutupan lahan tahun 1992,2000, dan 2007)

X

= Variabel bebas (Debit minimum tahun 1992,2000, dan 2007)

β0, β1 = Koefisien regresi
ε

= error

Prediksi Erosi
Prediksi erosi dari sebidang tanah adalah metoda untuk memperkirakan
laju erosi yang akan terjadi dari tanah yang memiliki penggunaan lahan dan
pengelolaan tertentu. Jika laju erosi yang akan terjadi telah dapat diperkirakan
dan laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan (permissible atau
tolerable erotion) sudah dapat ditetapkan, maka dapat ditentukan kebijaksanaan
penggunaan lahan dan tidakan konservasi tanah yang diperlukan agar tidak terjadi
kerusakan lahan dan tanah dapat dipergunakan secara produktif dan lestari.
Tindakan konservasi tanah dan penggunaan lahan yang diterapkan adalah yang
dapat menekan laju erosi agar sama atau lebih kecil dari pada laju erosi yang
dapat dibiarkan (Arsyad 2006).
Suatu model parametrik untuk memprediksi erosi dari suatu bidang tanah
telah dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith yang disebut the Universal Soil
Loss Equation (USLE). Persamaan USLE adalah sebagai berikut:

A = R.K.L.S.C.P (Arsyad 2006).
Dimana:
A = Banyaknya tanah tererosi dalam ton perhektar pertahun
R = Faktor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satuan indeks erosi
hujan, yang merupakan

perkalian antara energi hujan total (E) dengan

intensitas hujan maksimum 30 menit (I30), tahunan.
K = faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan (R) untuk
tanah yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu petak percobaan yang
panjangnya 22 meter terletak pada lereng 9% tanpa tanaman.

30

L = Faktor panjang lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah dengan
suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan panjang
lereng 22 meter di bawah keadaan yang identik.
S = Faktor kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi dari
suatu tanah dengan kecuraman tertentu, terhadap besarnya erosi dari tanah
dengan lereng 9% di bawah keadaan yang identik.
C = Faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman, yaitu nisbah antara
besarnya erosi dari suatu arel dengan vegetasi penutup dan pengelolaan
tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang identik tanpa
tanaman.
P = Faktor tindakan2tindakan khusus konservasi tanah, yaitu nisbah antara besar2
nya erosi dari tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi khusus
seperti pengolahan menurut kontur, penanaman dalam strip atau teras
terhadap besarnya erosi tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan
identik.
Simulasi prediksi erosi dilakukan pada kondisi eksisting tahun 2007 serta
bila kondisi DTA Waduk Batutegi telah sesuai dengan perencanaan yaitu DTA
Waduk Batutegi dibagi kedalam blok2blok pengelolaan berdasarkan Kepmentan
Nomor.837/Kpts/Um/II/1980 dan Kelas Kemampuan Lahan. Prediksi erosi pada
kondisi DTA Waduk Batutegi yang telah sesuai dengan perencanaan diperkirakan
akan lebih baik bila dibandingkan dengan kondisi eksisting tahun 2007 dimana
faktor C (tutupan lahan) dan faktor P (tindakan konservasi) telah diubah.

!

$

Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi pengembangan suatu usaha. Analisis ini didasarkan pada
logika

yang

dapat

memaksimalkan

Kekuatan

(Strength),

dan

Peluang

(Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan Kelemahan
(Weakness) dan Ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategi selalu
berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan dan strategi, serta kebijakan yang

31

dilakukan. Dalam upaya pengelolaan DTA Waduk Batutegi perlu dilakukan
analisis lingkungan eksternal dan internal, sehingga upaya yang akan dilakukan
tersebut dapat menjadi efektif dalam pencapaian sasaran karena dapat diketahui
dampak penting yang ditimbulkannya. Dengan demikian dapat ditetapkan
rencana2rencana strategis yang mungkin perlu dilakukan sebagai antisipasinya.
Tujuan dari analisis SWOT adalah mengkombinasikan isi masing2masing
kuadran untuk meningkatkan kekuatan dan peluang serta mengurangi kelemahan
dan ancaman.
Menurut (Iskandarini 2002), proses penyusunan strategi dengan metode
SWOT dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap masukan, tahap analisis, dan
tahap keputusan. Tahap akhir analisis kasus adalah memformulasikan keputusan
yang akan diambil. Keputusannya didasarkan atas justifikasi yang dibuat secara
kualitatif maupun kuantitatif. Proses penyusunan perencanaan strategis dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Kerangka Analisis SWOT
1. Tahap Masukan
Matrik Evaluasi
Matrik Evaluasi
Faktor Eksternal
Faktor Internal
2. Tahap Analisis/Pencocokan
Matrik
Matrik internal
TOWS
Faktor eksternal
3. Tahap Pengambilan Keputusan
Matrik perencanaan strategis kuantitatif
(Quantitative Strategic Planning Matrik (QSPM)
Sumber : Rangkuti 2001

Menurut (Umar 1999 dalam Utami 2008), tahap masukan atau tahap
pengumpulan data, merupakan tahap klasifikasi dan pra analisis. Pada tahap ini
data dibedakan menjadi 2, yaitu data sebagai faktor eksternal dan data sebagai
faktor internal yang mempengaruhi kebijakan DTA Waduk Batutegi. Hasil
analisis faktor ekternal dan internal ini selanjutnya dibuat sebagai suatu matrik,
yaitu matrik faktor strategi eksternal (EFAS = External Factor Analysis Strategic)
dan matrik faktor strategi internal (IFAS = Internal Factor Analysis Strategic).

32

Langkah menentukan faktor strategi eksternal adalah sebagai berikut :
1. Menyusun 5 sampai dengan 10 hasil inventarisasi faktor peluang dan ancaman
dalam kolom 1, (apabila hasil inventarisasi lebih dari 10, dilakukan skoring
dan dipilih yang memiliki nilai 10 terbesar).
2. Memberikan bobot masing2masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0
(sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Pembobotan dilakukan
berdasarkan

hasil

kesepakatan/wawancara

dari

responden.

Jumlah

pembobotan adalah 1,0.
3. Menghitung rating untuk masing2msing faktor pada kolom 3, dengan
memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor)
berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi pengelolaan DTA
Waduk Batutegi. Pemberian rating untuk faktor peluang bersifat positif
(peluang yang semakin besar diberi rating 4, tetapi jika peluangnya kecil
diberikan rating 1). Pemberian rating ancaman adalah kebalikannya. Ancaman
yang sangat besar diberikan rating 1 dan bila nilai ancamannya kecil, maka
rating yang diberikan adalah 4.
4. Menghitung skor, yaitu dengan mengalikan bobot pada kolom 2

dengan

rating pada kolom 3, untuk memperoleh skor untuk semua critical succes
factors.
5. Menjumlahkan skor pembobotan untuk memperoleh total skor pembobotan
bagi pengembangan kebijakan pengelolaan DTA Waduk Batutegi. Selanjutnya
melakukan analisis faktor internal (IFAS) dengan cara yang sama, yaitu dari
faktor kekuatan dan kelemahan DTA Waduk Batutegi
Setelah matrik strategi faktor internal dan eksternal dibuat, langkah
berikutnya adalah tahap pencocokan dengan matrik TOWS atau SWOT. Tabel 7
adalah matrik TOWS (SWOT) yang disusun berdasarkan hasil analisis faktor
internal dan eksternal.

33

Tabel 7 Matrik TOWS (SWOT)
WEAKNESSES (W)
IFAS STRENGTHS (S)
* Tentukan 5210 faktor * Tentukan 5210 faktor
kekuatan internal
kelemahan internal
EFAS
OPPORTUNITIES (O)
*Tentukan 5210 faktor
peluang eksternal

THREATS(T)
* Tentukan 5210 faktor
ancaman eksternal
STRATEGI ST Ciptakan
strategi yang
menggunakan kekuatan
untuk mengatasi ancaman
Sumber: Rangkuti 2001

STRATEGI SO
Ciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan
peluang
STRATEGI ST
Ciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan
untuk mengatasi ancaman

STRATEGI WO
Ciptakan strategi yang
meminimalkan kelemahan
untuk memanfaatkan
peluang
STRATEGI WT
Ciptakan strategi yang
meminimalkan elemahan
dan menghindari ancaman

Dari hasil analisis faktor internal dan faktor eksternal, diperoleh 4 tipe strategi,
yaitu Strategi SO, Strategi WO, Strategi ST dan Strategi WT.
1. SO

strategies,

menggunakan

kekuatan

internal

untuk

meraih

dan

memanfaatkan peluang2peluang ang ada
2. WO strategies, strategi ini bertujuan untuk memperkecil kelemahan dengan
memanfaatkan peluang yang ada.
3. ST strategies, adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki
untuk mengatasi ancaman.
4. WT strategies, merupakan taktik untuk bertahan yang diarahkan untuk
mengurangi kelemahan2kelemahan internal serta menghindar dari ancaman2
ancaman lingkungan.
Tahap berikutnya adalah tahap pengambilan keputusan (decisions stage).
Langkah ini adalah tahap terakhir dalam menentukan alternatif strategi terpilih
yang mungkin dapat diimplementasikan. Teknik analisis yang dipakai adalah
Quantitatif Strategic Planning Matrix (QSPM), yaitu teknik untuk menunjukkan
strategi alternatif mana yang paling baik untuk dipilih. QSPM menggunakan input
dari hasil analisis faktor internal dan eksternal serta hasil analisis tahap
pencocokan

dengan

SWOT.

Teknik

analisis

QSPM

digunakan

untuk

34

mengevaluasi pilihan strategi alternatif secara obyektif, berdasarkan faktor
internal dan eksternal yang telah diidentifikasi sebelumnya.
Adapun tahap pelaksanaan teknik analisis QSPM adalah sebagai berikut:
1. Membuat daftar external opportunities/threats dan internal strenghts/
weakness di kolom sebelah kiri QSPM. Informasi ini diambil langsung dari
EFAS dan IFAS matrik (analisis strategi faktor internal dan eksternal) dengan
masing2masing minimal 10 faktor, diletakkan pada kolom 1.
2. Memberikan nilai rating masing2masing faktor (nilai sama dengan EFAS dan
IFAS matrik) yang diletakkan pada kolom 2.
3. Meneliti strategi yang telah dipilih dalam tahap pencocokan dengan SWOT
dan identifikasi strategi yang dipertimbangkan pelaksanaannya. Letakkan
strategi di bagian atas tabel QSPM.
4. Menetapkan

Attractiveness

Score

(AS),

yaitu

sebuah

angka

yang

menunjukkan relative attractiveness untuk masing2masing strategi yang
terpilih. Dari masing2masing faktor ditentukan nilainya berdasarkan bagaiman
perannya dalam proses pemilihan strategi. Setiap faktor memiliki AS yang
menunjukkan relative attractiveness dari satu strategi dengan strategi lainnya.
Batasan nilai AS adalah 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = secara
logis menarik, 4 = sangat menarik. Jika peran dari suatu faktor kecil,maka hal
ini menunjukkan bahwa respective factor tersebut tidak memiliki peran pada
pilihan spesifik yang sedang dibuat. AS diletakkan pada kolom 1 masing2
masing strategi.
5. Menghitung

Total Attractiveness Score (TAS). yang diperoleh dari hasil

perkalian rating dengan AS masing2masing strategi dari dan diletakkan pada
kolom 2 masing2masing strategi. Angka TAS menunjukkan relative
attractiveness dari masing2masing strategi.
6. Menjumlahkan semua nilai Total Attractiveness Score (TAS) pada masing2
masing kolom strategi tabel QSPM. Dari beberapa nilai TAS yang didapat,
nilai TAS dari alternatif strategi terbesar bahwa alternatif strategi ini menjadi
pilihan utama dan nilai TAS terkecil menjadi alternatif pilihan strategi yang
akan dilaksanakan .

!
) (#* +#& ' (#* *,&
-

" -

)

)

) !

)

1 "

! .

!

1

)

)

.

! -1 ) . )

1

0

-

1 )3

%

. " ) !

! -1 1 )
-C.

0

!

)

!- - )

.0 = -

!
. )

) 8

5($9+#;60
-)

-

"" ) 5(>$(6

) . 8 )

) . < %# --0

A )
1 ! ) 1

)

-" )

) = ! -

"

! - )

. 5$(6

) - -" )3

) 1 ! )

)-

)

!

0

:+02(;0

) ! - " )3 )

9

! - "

)

1

- )8

)=

!- - )

! - " @2

! )

1

!

/

?5

9

)) )

- -)3 4 ! 3 .

) )!
"

!
*2/*## . 0

-1

)"

(/,,$

2## ' (/,$# -

! -1 ) 5:9($;60 1 1

.-

)

! 1

) ) !

) )

4! 3 .

!-

(:0:>;60

) . ,:6

!

1 1

.

- 0

"

- 5

)

.

5%02*;6

!

- -!
! 1.

1 4 .1

- ) ! - " ! "
- -)3
) .

" )
-

"

)
-

.

)

)

) ) 0
-"

"

-

- )
)

-0 -

)3

"

)1 . )

) ) )

) ) F) ) )
!
!! !0

)

"

)
)

) . )

! .

1 . ) )
) )

3 )
)

) 0! "

)

!

3 )

!- 1

./

! . - ) ! -

)

.

0

)1 4 .

/

3

!

)
)"

*/

0

) .
)

- 3

3

3

3 ) - ) !

) .

3 ) - ) !

"

) ) )

"
) )

. "

!

)

)

.3 )

3

.3 ) ! 1.

3F!
"

)G"

)

-1

)

+
1 ! .

3 ) 1
)

.! )

"

!

! - ) -9 !

-

! - )

/

3 ) - ) !

" "

B +$; "
/

-) )

- -!

/

.

5((0*(;6 3 ) - -" )3

)!
3

5#0:*;6/

) .

)

8

1 . ) 3 )

9

+$$0%*

8 ) . )1

.

) ! )8

(%/#$$0%2
%/$*(0($

)

*/:+%0#$

)

(2$ -

!

) ) 8 )
!

! -

52:022;60

) .

) - ) -"

-

! .

((/>%,0(%

5($0*+;6

" ) !

)

) .3 )

!
-/

) ) )
.

-

)

!

)

) " 1
)

!

!

)

)

!

)
)

-" )

1 ! .

1
1 1 )

! "

- ) !
) 3 )

)3 )

)

.
- ) 8

. )3 8

)

+:

+:

-1

*

!

)

)

!

)

+>

)

" ) ! . )

) - )1

3 5

) ) )0
60

-

- )/

-

%/:$2

(/2+#

" 60

5(%0(%;60 " -

6

- ) (>#

! ) !

5

.

+*/+:$

2*/%>* "
-

-

)0

)

1 )3

-

5#0*$;60

- )

!

)

)

0

4

)

2+/2::
1 !

) ) )

!

! )8 )3 1
)

) 5

)

)

6

"

1

!

)

)

$/>(>

"

-

.

-) ) )

! 8 "
) )

)

)3

6/

) )

2##,6/
"

1

$#0+#;

)

! 8 "

-

3 ) 1
!

. )

-

($9$%

. 8 -! . " )

-1 . ) " )

"

-1 . ) " )

)

:$0*+ 8 4 C -2

1

9

! . +0%%;C . )0 ) - ) )

)

9!

5* 8 4 C

) )

1

) )/

! - $ 5! - 6 . )
! 1.- )

)5

" )

. ) 1 8 -! . ((/((+ 8 4
3 )

C"

-20 - - !

%2+0$%

2:/$,> !

9

! - 2, 4 ! 3 .
-"

1

! - (+/2+$

)" )

1

)

$+/2,+ 8 4 3 )

-" )

3 )

!

)

)3
! .

! 1. )

)
)

)
.)

1 ) )

)

. ! ))3 /
)

" )

)

- ) (#/,$$ 8 4
-"
-

5(0$+;6

! )

- -!
)

) )
1 )3
)

!

/

1 )3

8 .
!

)

!

)

." )
)

8 .

)

-

1 !

- 3 )

2(/,#2 8 4 5>:02+;60

"

!

-

*:0$>;

"

)8

-

52$0$%;60

- )8

!

1 !

-" ) 2##%6/

8 -! . " )

1

!

. ) 2##,6/

)

4! 3 .

)

1 ) )

" )

1

!

-

! .

!

) (#/:+:

! . )0
5

)0

!

! ..

-)

! ..

3 3 ) 1 1

)

520>#;6 5.

)

)

) - )1

5$$0>+;60
!

-

) " -

5*2/*##

)

1 !
)

!

) .
)

! .

" )
1 )3

3 )
++> 8 4

$+ 8 4 5#02*;6
8 .

)

3 )

1

1 )3

!

0
3

2/:$,

1 )3

)
%/,%$

52(0$>;60

!

)

)

5$(0((;6
)3

! .

*#

!

8 .

0

5($0,%;60 (/$(>
"
.

)

!

5((0*:;6

"

) - )

1

.

"

) )

)

)0

1

8 4 5(,0#:;60

)

"

) )

5

) )

"
"
" ) .

)3

)

1

1

"
)

)

!

"/

)

- /

)

2/#:%

)
-

! )

) . " 1!

F 6

1 "

) - )
) )
) " )

(0#
)

"

- ! ! ))3 /

" !0

9
1 ) )

)

)C. /
)

1

-

) )

-)
(*0*:;0

)

- -)3

+/+:* 8 4 5$#0$*;60 1
4 )

"

)0

. )

) 8

! .

) - )

+/$:>0%$

1

)

) ) - -!

1

3 3

) !1

- ) 8 -! . "

) 0" )

"

$$0,#;0

1 )3

) - )

! . ) )

) - )

! )/

) )0

)3
1 "

D

)

-

) )"

) "

)3
"

-) )

! . >/#>>
C. /

) 9-

5#0#%;6/

1 ) )0 .

)

-

):

" " !) !

*$#

) )"

"!

) ) 3 )

) - )"

. )

)

F0

.

) (/#*>

3 4 ) 4

0

Persebaran penutupan lahan di DTA Waduk Batutegi dari hasil klasifikasi
Citra Landsat Tahun 1992, 2000 dan Citra Aster Tahun 2007 disajikan pada
Gambar 5, 6, dan 7. Berdasarkan hasil klasifikasi tersebut DTA Waduk Batutegi
memiliki luas total 42.400 Ha dengan 5 (lima) tipe penutupan lahan, yaitu hutan,
tanaman budidaya, semak belukar, permukiman, dan genangan waduk.
Perhitungan luas penutupan lahan di DTA Waduk Batutegi tahun 1992, 2000 dan
2007 di sajikan pada Tabel 8.
Tabel 8

Luas Penutupan Lahan DTA Waduk Batutegi Tahun 1992, 2000 dan
2007.

Penggunaan Lahan

Tahun 1992

Tahun 2000

Tahun 2007

Ha

%*

Ha

Ha

27.728,93

65,40

18.614,31

43,90 10.838,25

25,56

Tanaman Budidaya 12.664,31

29,88

20.633,85

48,66

23.288,4

55,93

1.976,93

4,66

2.912,97

6,87

6.852,34

16,16

Permukiman

19,63

0,05

56,67

0,13

190,55

0,45

Tubuh Air

10,21

0,02

182,20

0,43

1.230,45

2,90

42.400

100

42.400

100

42.400

100

Hutan
Semak Belukar

Jumlah

%*

%*

Sumber: Hasil analisis Citra Landsat Tahun 1992, 2000, dan Aster 2007.
*) Persentase terhadap luas total DTA Waduk Batutegi

Tabel 8 menunjukkan bahwa tutupan lahan di DTA Waduk Batutegi pada
tahun 1992 didominasi oleh hutan, namun pada tahun 2000 dan 2007 luas hutan
terlihat menurun, sebaliknya tanaman budidaya (yang didominasi tanaman kopi),
semak belukar, permukiman meningkat dan juga terjadi genangan air waduk
dimulai tahun 2001. Berdasarkan tabel tersebut di atas terlihat bahwa dalam kurun
waktu 199242007) telah terjadi penurunan penutupan lahan hutan secara cepat
yang diikuti dengan peningkatan tanaman budidaya dan semak belukar.

42

Gambar 5 Peta Tutupan Lahan DTA Waduk Batutegi Tahun 1992

43

43

Gambar 6 Peta Tutupan Lahan DTA Waduk Batutegi Tahun 2000

44

44

Gambar 7 Peta Tutupan Lahan DTA Waduk Batutegi Tahun 2007

45

Pada tahun 1992 tanaman bududaya dan semak belukar memiliki luas
yang cukup besar, berturut4turut seluas 12.664,31 Ha (29,88%) dan 1.976,93 Ha
(4,66%), sedangkan pada tahun 2000 seluas 20.633,85 Ha (48,66%) dan 2.912,97
Ha (6,87%), selanjutnya menjadi 23.288,40 Ha (55,93%) dan 6.852,34 Ha
(16,16%) pada tahun 2007. Dari angka tersebut terlihat bahwa deforestasi DTA
Waduk Batutegi menjadi tanaman budidaya, semak belukar dan pemukiman
berlangsung relatif cepat, hal ini akan berpengaruh terhadap fungsi waduk karena
debit minimum yang masuk ke dalam waduk mengalami penurunan pada tahun
1992 dari 8,3 M3/det berturut4turut berkurang menjadi 2,33 M3/det tahun 2000
dan 1,06 M3/det tahun 2007.

Perubahan luas penutupan lahan DTA Waduk Batutegi periode tahun 1992
sampai dengan tahun 2007 disajikan pada Tabel 9 sedangkan sebarannya disajikan
pada Gambar 8, 9, dan 10.
Tabel 9

Perubahan Luas Penutupan Lahan di DTA Waduk Batutegi Periode
Tahun 199242000, 200042007 dan 199242007.
Penutupan
Tahun 199242000
Tahun 200042007
Tahun 199242007
Lahan
Ha

Hutan

%*

49.114,62 421,50

Tanaman
Budidaya

Ha

%*

Ha

%*

47.776,06

418.34

416.890,68

439,84

7.969,54

18,80

2.654,55

6,26

10.624,09

25,06

936,04

2,21

3.939,37

9,29

4.875,41

11,50

Pemukiman

37,04

0,09

133,88

0,32

170,92

0,40

Tubuh Air

171,99

0,41

1.048,25

2,47

1.220,24

2,88

Semak Belukar

Sumber: Hasil perhitungan perubahan penggunaan lahan tahun 1992, 2000 dan 2007
*Persentase terhadap luas DTA Waduk Batutegi

Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa perubahan yang mencolok
pada periode 199242000 adalah terjadinya pengurangan luas hutan yang diikuti
dengan penambahan luas lahan tanaman budidaya dan semak belukar. Pada
periode ini luas hutan berkurang 9.114,62 Ha (21.50%) dan luas tanaman
budidaya bertambah 7.969,54 Ha (18,80%), semak belukar bertambah 936,04 Ha
(2,21%), permukiman bertambah 37,04 Ha (0,09%) dan tubuh air bertambah

46

171,99 Ha (0,41%) yaitu mulai terjadi genangan waduk. Berdasarkan hasil
analisis

tumpangtindih (

) terlihat bahwa penambahan luas tanaman

budidaya (7.969,54 Ha) merupakan hasil konversi lahan hutan (7.808,47 Ha) serta
semak belukar sebesar (1.231,65 Ha). Sementara penambahan semak belukar
seluas (936,04 Ha) merupakan hasil konversi lahan hutan (1.271,24 Ha) serta
tanaman budidaya (912.76 Ha) (Lampiran 2).
Untuk periode 2000 – 2007,

perubahan luas didominasi oleh

bertambahnya luas tanaman budidaya 2.654,55 Ha (6,26%), semak belukar
3.939,37 Ha (9,29%), permukiman 133,88 Ha (0,32%) dan tubuh air 1.048,25 ha
(2,47%), sebaliknya terjadi pengurangan luas hutan sebesar 7.776,06 Ha
(18,34%). Pola perubahan penutupan lahan DTA Waduk Batutegi periode tahun
199242000, 200042007, dan 199242007 selengkapnya disajikan pada Lampiran 2.
Pola perubahan penutupan lahan DTA Waduk Batutegi dapat bersifat
searah dan bolak balik, yang sifatnya searah (

) adalah hutan menjadi

tanaman budidaya, semak belukar, pemukiman, dan tubuh air, sedangkan
perubahan yang sifatnya bolak4balik (

) terjadi pada tanaman budidaya

dan semak belukar. Tanaman budidaya berasal dari konversi hutan dan semak
belukar selanjutnya tanaman budidaya dapat berubah menjadi semak belukar,
permukiman dan tubuh air. Begitu juga dengan semak belukar, berasal dari
konversi hutan dan tanaman budidaya sedangkan perubahan semak belukar dapat
berubah menjadi tanaman budidaya, permukiman dan tubuh air. Secara ringkas
pola perubahan yang terjadi di DTA Waduk Batutegi pada periode 199242000,
200042007, dan 199242007 disajikan dalam Tabel 10.
Hasil analisis korelasi berganda untuk perubahan penutupan lahan,
menunjukkan bahwa antara hutan dan tanaman budidaya, semak belukar,
pemukiman, da