Pengukuran Kemiripan Kontur Daun Tumbuhan Obat Menggunakan Polygonal Approximation Dan Fuzzy Histogram

PENGUKURAN KEMIRIPAN KONTUR DAUN TUMBUHAN
OBAT MENGGUNAKAN POLYGONAL APPROXIMATION
DAN FUZZY HISTOGRAM

ZAKHI FIRMANSYAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengukuran Kemiripan
Kontur Daun Tumbuhan Obat menggunakan Polygonal Approximation dan Fuzzy
Histogram adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Zakhi Firmansyah
NIM G651130381

*

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus
didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

RINGKASAN
ZAKHI FIRMANSYAH. Pengukuran Kemiripan Kontur Daun Tumbuhan Obat
menggunakan Polygonal Approximation dan Fuzzy Histogram. Dibimbing oleh
YENI HERDIYENI dan BIB PARUHUM SILALAHI.

Penelitian ini mengusulkan model baru yang dapat membedakan kontur
daun tanaman obat secara otomatis dengan menggunakan polygonal approximation
dan fuzzy histogram. Metode yang dilakukan meliputi pengumpulan data citra daun
tumbuhan obat, praproses citra, deteksi kontur dengan polygonal approximation,
ekstraksi fitur jarak dengan fuzzy histogram, klasifikasi dengan Probabilistic

Neural Network, analisis dan evaluasi hasil identifikasi.
Polygonal approximation digunakan untuk mendeteksi kontur daun
sehingga didapat titik utama atau key point yang dapat merepresentasikan objek.
Titik utama digunakan untuk menghitung jarak ke titik pusat. Fuzzy histogram
digunakan untuk merepresentasikan perubahan jarak akibat adanya variasi kontur
daun. Bentuk kontur daun yang digunakan dalam penelitian ini adalah lanceolate,
ovate, obovate, reniform, cordate, and deltoid. Penelitian ini menggunakan 180
citra daun. Setiap kelas terdiri dari 30 citra. Probabilistic Neural Network (PNN)
digunakan untuk mengklasifikasikan bentuk kontur daun. Hasil percobaan
menunjukkan akurasi rata-rata mencapai 70.55%. Berdasarkan hasil yang diperoleh
dari penelitian ini, sistem tidak sensitif terhadap perubahan skala daun.

Kata kunci: fuzzy histogram, identifikasi daun, kontur, polygonal approximation

SUMMARY
ZAKHI FIRMANSYAH. Similarity Measurement Leaf Contour of Medicine Plant
Using Polygonal Approximation and Fuzzy Histogram. Supervised by YENI
HERDIYENI and BIB PARUHUM SILALAHI.
This research proposes a new model that can distinguish the leaf contour of
medicinal plants automatically by using polygonal approximation and fuzzy

histogram. The methodology used are collect the leaf image, image preprocessing,
contour detection using polygonal approximation, feature extraction using fuzzy
histogram, Probabilistic Neural Network classification, analysis and evaluation
results of identification.
Polygonal approximation is used to detect the contour of leaf shapes to
obtain the key point which can representated the object. Fuzzy histogram used to
representated distance changed cause leaf countur variation. Leaf contour shapes
that used in this study are lanceolate, ovate, obovate, reniform, cordate, and deltoid.
We used 180 leaf images. Each class consists of 30 images. Probabilistic Neural
Network (PNN) is used to classify leaf contour shape. The experimental results
show that the average accuracy achieves 70,55%. Based on experiment that system
robust to scale variant of leaf.
Key words: contour, fuzzy histogram, leaf identification, polygonal approximation

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGUKURAN KEMIRIPAN KONTUR DAUN TUMBUHAN
OBAT MENGGUNAKAN POLYGONAL APPROXIMATION
DAN FUZZY HISTOGRAM

ZAKHI FIRMANSYAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Komputer
pada
Program Studi Ilmu Komputer

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Imas Sukaesih Sitanggang, SSi MKom

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga tesis berjudul Pengukuran Kemiripan Kontur Daun Tumbuhan
Obat menggunakan Polygonal Approximation dan Fuzzy Histogram berhasil
diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom dan
Bapak Dr Ir Bib Paruhum Silalahi, MKom atas ilmu, saran dan bimbingannya serta Ibu
Dr Imas Sukaesih Sitanggang, SSi MKom sebagai penguji tugas akhir.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ayah Sapto Raharjo, Ibu Sumaryati, dan Ibu
Solihah atas doanya. Terima kasih penulis ucapkan kepada Istri tercinta Opi Maulani,
anakku tersayang Azzahra Zaskiani Khairunnisa dan Nabila Nisa Azkiani yang telah
menjadi sumber kekuatan, motivasi dan doa. Terima kasih kepada Mas Eko, Mba Ety,
Yoyo, Putri dan Febrina. Ucapan terima kasih juga untuk teman-teman satu bimbingan
lab CI (Wisard, Mely, Fuzy, Rake, Fandy, Dicky dan Ocid) atas sharing dan telah
membantu dalam penyelesaian tugas akhir.
Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh dosen Ilmu Komputer atas ilmu dan
bimbingannya semoga menjadi ilmu yang berkah. Penulis ucapkan juga terima kasih
kepada teman-teman komputer angkatan 2013, Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI)

atas bantuan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN) untuk
penyelesain penelitian.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016
Zakhi Firmansyah

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

11

DAFTAR LAMPIRAN

12

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
1
2
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Bentuk Daun
Citra Daun
Kontur
Segmentasi
Thresholding
Polygonal Approximation
K-fold Cross Validation
Fuzzy Histogram
Probabilistic Neural Network

Confusion Matrix

3
3
5
5
6
6
7
9
9
11
12

3 METODOLOGI PENELITIAN
Data Penelitian
Praproses Citra
Deteksi Kontur dengan Polygonal Approximation
Ekstraksi Fitur Jarak dengan Fuzzy Histogram
Klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network

Analisis
Evaluasi Hasil

13
13
14
14
15
15
16
16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Praproses Citra
Hasil Deteksi Tepi
Hasil Ekstraksi Fitur Jarak
Analisis Ekstraksi Fitur Jarak
Perubahan Ukuran Daun terhadap Fuzzy Histogram
Klasifikasi dan Model PNN
Hasil Klasifikasi


17
17
17
20
22
23
23
24

5 SIMPULAN DAN SARAN

26

Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP


26
26
27

DAFTAR TABEL
1 Confusion matrix
2 Spesies tumbuhan obat yang digunakan pada penelitian
3 Pembagian Data
4 Hasil akurasi setiap fold
5 Hasil deteksi tepi
6 Hasil representasi fitur jarak
7 Hasil akurasi setiap fold
8 Hasil confusion matrix identifikasi bentuk daun
9 Akurasi identifikasi tiap bentuk daun

12
14
15
16
17
21
24
24
24

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

Bentuk-bentuk daun menurut Harlow dan Harrar (1969)
Bentuk lanceolate
Bentuk ovate
Bentuk obovate
Bentuk reniform
Bentuk cordate
Bentuk deltoid
Polygonal Approximation
Min - ε Polygonal Approximation
Min - # Polygonal Approximation
Tingkat perbedaan
Ilustrasi
pada Polygonal Approximation
Ilustrasi K-fold Cross Validation
Ilustrasi perbedaan fitur jarak pada satu spesies
Struktur PNN
Metode Penelitian
Ilustrasi pendeteksian kontur
(a) Citra berwarna, (b) Citra grayscale, dan (c) Citra biner
Landmark pada daun lanceolate
Landmark pada daun ovate
Landmark pada daun obovate
Landmark pada daun reniform
Landmark pada daun cordate
Landmark pada daun deltoid
(a) Citra dengan titik pusat (b) Citra dengan fitur jarak antara
titik pusat dan key point, dan (c) Grafik distribusi fitur jarak
26 (a) Cordate A (b) Cordate B (c) grafik fuzzy histogram
cordate A dan cordate B
27 Kesalahan klasifikasi (a) Obovate diidentifikasi sebagai ovate
(b) Grafik obovate dan ovate

3
4
4
4
4
5
5
7
7
8
8
9
9
10
11
13
14
17
18
19
19
19
20
20
20
23
25

28 Kesalahan klasifikasi (a) Deltoid diidentifikasi sebagai cordate
(b) Grafik deltoid dan cordate

DAFTAR LAMPIRAN

1 Nilai Ekstraksi Fitur Jarak

25

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati.
Laboratorium Konservasi Tumbuhan, Fakultas Kehutanan IPB telah mencatat
hingga tahun 2001 tidak kurang dari 2039 spesies tumbuhan obat berasal dari hutan
Indonesia (Zuhud 2009). Dengan beragamnya jenis tumbuhan obat membuat
identifikasi menjadi sulit sehingga kemampuan untuk mengidentifikasi tumbuhan
obat dengan tepat menjadi kebutuhan penting bagi pakar maupun orang-orang yang
berkecimpung dalam dunia tumbuhan obat.
Bentuk daun merupakan salah satu fitur terpenting untuk mendeskripsikan
tumbuhan. Manusia dapat dengan mudah mengidentifikasi berbagai jenis daun dan
mengklasifikasikannya ke dalam spesies yang berbeda berdasarkan informasi yang
ada pada daun tersebut. Berdasarkan bentuknya, daun dikelompokkan menjadi 16
kelas (Harlow dan Harrar 1969). Setiap kelas bentuk daun memiliki karakteristik
yang khas. Untuk merepresentasikan bentuk suatu objek, terdapat dua teknik
pendekatan yaitu berbasis kontur (contour-based) dan berbasis wilayah (regionbased). Pendekatan berbasis kontur hanya memanfaatkan informasi yang terdapat
pada kontur tepi atau boundary, sedangkan pendekatan berbasis wilayah
melibatkan seluruh bagian dari suatu objek yaitu informasi boundary dan piksel
didalamnya (Zhang dan Lu 2004)
Representasi bentuk daun berbasis kontur merupakan pendekatan yang
sering digunakan pada berbagai kasus identifikasi daun. Ta-Te et al. (2002)
melakukan ekstraksi fitur bentuk daun kubis berbasis kontur di daratan Cina
menggunakan Bezier curve descriptors. Neto et al. (2006) melakukan identifikasi
bentuk kontur daun kedelai, bunga matahari dan genjer menggunakan eliptic fourier
descriptors sebagai ekstraksi fitur, percobaan dilakukan selama 3 minggu pertama
setelah pengecambahan dengan akurasi sebesar 88,4 %. Prasad et al. (2012)
menggunakan polygonal approximation sebagai key point untuk merepresentasikan
kontur dari kurva digital, penelitian tersebut menghasilkan kurva yang lebih ringkas
dibandingkan dengan kurva aslinya. Gwo et al. (2013) menggunakan key point di
sepanjang boundary daun, centroid dan fuzzy histogram digunakan untuk
merepresentasikan bentuk daun, penelitian tersebut menghasilkan kinerja
klasifikasi yang lebih baik dibandingkan dengan metode zernike moments dan
curvature scale space.
Berdasarkan studi literatur di atas maka penelitian ini mengusulkan suatu
model baru untuk mengidentifikasi kontur daun tumbuhan obat dengan
menggunakan polygonal approximation dan fuzzy histogram.
Perumusan Masalah
Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini yaitu bagaimana
mengidentifikasi kontur daun menggunakan metode polygonal approximation dan
fuzzy histogram untuk pengenalan tumbuhan obat.

2

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi kontur daun tumbuhan obat
dengan menggunakan polygonal approximation dan fuzzy histogram.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan membantu pengguna dalam identifikasi tumbuhan
obat.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi :
1. Data penelitian adalah daun tumbuhan obat yang berada di kebun
Biofarmaka IPB dan di rumah kaca Konservasi Ex-Situ Tumbuhan Obat
Hutan Tropika Indonesia, Fakultas Kehutanan IPB.
2. Daun tumbuhan obat yang dipakai terdiri dari enam kelas bentuk daun,
yaitu: lanceolate, ovate, obovate, reniform, cordate, dan deltoid.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Bentuk Daun
Tumbuhan memiliki beberapa kemiripan dan perbedaan antara satu dengan
yang lainnya dalam hal sifat dan bentuk. Pada dasarnya tumbuhan dapat
diidentifikasi menurut ciri morfologinya seperti buah dan bunganya. Beberapa
morfologi yang mencirikan suatu tumbuhan satu dengan yang lainnya terkadang
hanya dapat diketahui oleh seorang pakar saja, seperti: struktur reproduksi organ,
warna, bentuk dan ukuran daun. Beberapa morfolgi penciri ini memiliki peran
penting dalam suatu identifikasi tumbuhan (Pahalawatta 2008). Morfologi tubuh
tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai pengidentifikasi disebut dengan biometrik
tumbuhan. Biometrik tumbuhan dapat diamati dari segi bentuk daun, susunan daun,
penampang tepi daun, dan venasi daun. Bentuk daun adalah salah satu ciri yang
paling penting dalam identifikasi tumbuhan (Gwo et al. 2013).
Salah satu ciri yang sering digunakan dalam identifikasi jenis tumbuhan
adalah bentuk daun. Berdasarkan bentuk daun, Harlow dan Harrar (1969)
mengklasifikasikan daun ke dalam 16 kelas berbeda. Klasifikasi bentuk daun ini
didasarkan pada keunikan perbandingan panjang dan lebar daun serta perbedaan
bentuk keliling daun. Gambar 1 adalah penggolongan jenis-jenis bentuk daun yang
terdapat di alam. Hickey et al. (1999) menjelaskan pembagian bentuk-bentuk daun
dapat dianalisis berdasarkan beberapa aspek geometri seperti perbedaan posisi axis
(lebar terbesar daun), perbedaan base (pangkal daun), dan perbedaan apex (ujung
daun).

Gambar 1 Bentuk-bentuk daun menurut Harlow dan Harrar (1969)

4

Bentuk lanceolate memiliki bentuk seperti mata tombak seperti
diperlihatkan pada Gambar 2. Lebar terbesar daun lanceolate terletak pada bagian
base (pangkal daun) dan secara bertahap menyempit pada bagian apex (ujung daun)
(Harlow dan Harrar 1969).

Gambar 2. Bentuk lanceolate
Bentuk ovate yaitu bentuk daun yang menyerupai bentuk dari telur. bagian
terluas dari daun terdapat pada bagian base 2/5 dari daun (Hickey et al. 1999),
seperti diperlihatkan pada Gambar 3

Gambar 3. Bentuk ovate
Bentuk obovate yaitu bentuk daun yang memiliki lebar terbesar pada bagian
apex 2/5 dari daun (Hickey et al. 1999), seperti diperlihatkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Bentuk obovate
Bentuk reniform merupakan bentuk daun yang menyerupai lingkaran
seperti diperlihatkan pada Gambar 5 (Harlow dan Harrar 1969).

Gambar 5. Bentuk reniform
Bentuk cordate memiliki lebar terbesar pada bagian base, karakteristik dari
daun cordate yaitu terdapat lekukan pada bagian base seperti diperlihatkan pada
Gambar 6 (Harlow dan Harrar 1969).

5

.

Gambar 6. Bentuk cordate
Bentuk deltoid memiliki lebar terbesar pada bagian base dan meruncing
pada bagian apex (Harlow dan Harrar 1969)., daun deltoid menyerupai bentuk
segitiga seperti diperlihatkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Bentuk deltoid
Citra Daun
Sebuah citra digital didefinisikan sebagai bidang diskret dua dimensi yang
berasal dari citra analog a(x,y) dalam bidang dua dimensi kontinyu melalui proses
sampling yang sering dikenal dengan proses digitisasi (Young et al. 1998).
Digitisasi sendiri merupakan sebuah proses untuk mengubah suatu nilai ke dalam
bentuk digital. Citra hasil perekaman yang memiliki nilai kontinyu diubah menjadi
citra dengan nilai digital. Jadi sebuah citra digital merupakan representasi digital
suatu objek yang telah diambil dengan beberapa teknik perekaman citra seperti
perekaman citra menggunakan sebuah kamera digital. Dengan definisi citra
menurut Young et al. (1998), dapat diketahui bahwa citra daun adalah representasi
digital suatu daun tumbuhan dengan teknik perekaman citra. Citra daun dapat
berupa citra daun tunggal (satu daun dalam satu citra) atau berupa citra daun
majemuk (beberapa daun dalam satu citra).
Kontur
Kontur adalah keliling atau tepian terluar dari suatu objek dalam citra
digital. Sejak identifikasi tepian objek citra menjadi masalah krusial dalam analisis
citra, ekstraksi kontur menjadi hal yang paling penting dilakukan dalam identifikasi
suatu citra (Tejada et al. 2009). Manusia dapat mengidentifikasi dengan mudah
berbagai macam objek hanya dengan mengamati bentuk tepiannya (Gwo et al.
2013).
Representasi kontur suatu citra dapat dilakukan dengan dua macam
pendekatan, yaitu representasi secara konvensional dan secara struktural. Dalam
perhitungannya, representasi konvensional tetap memperhitungkan bentuk

6

keseluruhan objek. Sedangkan, representasi secara struktural membagi keseluruhan
kontur ke dalam beberapa segmen untuk dianalisis (Gwo et al. 2013).
Segmentasi Citra
Segmentasi citra adalah pemisahan objek yang satu dengan objek yang lain
dalam suatu citra atau antara objek dengan latar yang terdapat dalam sebuah citra.
Dengan proses segmentasi tersebut, masing-masing objek pada citra dapat diambil
secara individu sehingga dapat digunakan sebagai input bagi proses lain.
Terdapat dua pendekatan utama dalam segmentasi citra yaitu didasarkan pada
tepi (edge based) dan didasarkan pada wilayah (region based). Segmentasi
didasarkan pada tepi membagi citra berdasarkan diskontinuitas di antara subwilayah (sub region), sedangkan segmentasi yang didasarkan pada wilayah
bekerjanya berdasarkan keseragaman yang ada pada sub-wilayah tersebut.
Tujuan dari segmentasi adalah untuk menyederhanakan dan mengubah
representasi dari suatu citra menjadi sesuatu yang lebih berarti dan lebih mudah
untuk dianalisis. Segmentasi citra biasanya digunakan untuk mencari objek, batasbatas garis dan kurva dalam gambar. Hasil segmentasi citra adalah sekumpulan
wilayah yang secara kolektif mencakup seluruh citra, atau satu set kontur yang
diekstraksi dari citra. Segmentasi didasarkan pada pengukuran yang diambil dari
citra seperti grey level, warna, tekstur, kedalaman atau gerak (Chandhok et al.
2012).
Thresholding
Salah satu metode yang sering digunakan dalam pengolahan citra digital
adalah thresholding citra. Thresholding citra adalah suatu metode yang digunakan
untuk memisahkan antara objek dan background. Thresholding merupakan teknik
yang sederhana dan efektif untuk segmentasi citra. Sebuah citra hasil proses
thresholding dapat disajikan dalam histogram citra untuk mengetahui penyebaran
nilai-nilai intensitas piksel pada suatu citra atau bagian tertentu dalam citra sehingga
untuk citra bimodal, histogram dapat dipartisi dengan baik (segmentasi objek
dengan background) dan dapat ditentukan nilai threshold-nya (Acharya et al.
2005).
Proses thresholding sering disebut dengan proses binerisasi. Pada beberapa
aplikasi pengolahan citra, terlebih dahulu dilakukan threshold terhadap citra gray
level untuk dapat menjadi citra biner. Dengan memilih nilai ambang yang memadai,
citra gray level dapat diubah menjadi citra biner. Citra biner berisi semua informasi
penting tentang posisi dan bentuk dari objek yang dipilih. Keuntungan citra biner
yaitu mengurangi kompleksitas data dan menyederhanakan proses identifikasi dan
klasifikasi (Al-amri et al. 2010)
Proses ini bekerja dengan memberikan nilai 1 untuk piksel yang lebih besar
dari nilai threshold T dan nilai 0 untuk piksel yang lebih kecil dari nilai threshold
T. Thresholding mengkonversi citra grayscale dengan nilai piksel berkisar dari 0
sampai 255 ke citra biner dengan nilai piksel 0 atau 1. Thresholding memungkinkan
untuk memilih nilai interval pixel pada citra grayscale dan berwarna untuk
memisahkan objek dari background. Nilai threshold (�) pada pendekatan
thresholding dipilih untuk memisahkan foreground objek dari background pada

7

keseluruhan citra. Citra hasil thresholding g(x,y) dapat didefinisikan sesuai dengan
Persamaan 1.
,

= {

,
,

,
,

> �
≤ �

(1)

dengan T adalah nilai threshold dan f(x,y) adalah titik piksel citra gray level
Polygonal Approximation
Polygonal approximation merupakan metode penyederhanaan bentuk
representasi kurva (Prasad et al. 2012). Sebagai contoh himpunan
{ , , , … , } seperti diperlihatkan pada Gambar 8, adalah rangkaian titik-titik
berurutan yang merepresentasikan sebuah kurva digital, kemudian diberikan
perlakuan
sehingga
himpunan
titik-titik
berkurang
menjadi
}, dengan < .
{ , , ,…,
P5

P6 = Q3

Input curve

P4 = Q2

Polygonal Approximation

P7

P3
P8
P2

P9
P10 = Q4

P1 = Q1

Gambar 8. Polygonal Approximation
Ada dua cara utama polygonal approximation untuk mengurangi titik
(Grigore O et al. 2003) :
- Min – ε : adalah pendekatan dengan menentukan jumlah titik prediksi
sehingga bisa merepresentasikan bentuk kurva dasarnya, sehingga akan
menghasilkan titik yang terbaik dari kemungkinan beberapa titik yang dapat
dipilih seperti terlihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Min - ε Polygonal Approximation
-

Min - # : adalah pendekatan yang menentukan batas kesalahan yang
merupakan batas penyimpangan dalam merepresentasikan hasil akhir
seperti terlihat pada Gambar 10.

8

Gambar 10. Min - # Polygonal Approximation
Menurut Prasad et al. (2012), kurva digital e = {P1 P2 ... PN}, dengan Pi
adalah titik tepi ke i dari pixel dalam kurva digital e. Garis melewati sepasang piksel
Pa (xa, ya) dan Pb (xb, yb) diberikan oleh Persamaan 2.
x(ya -yb )+y xa -xb +yb xa -ya xb =0

(2)

di =|xi (y1 -yN )+yi xN -x1 +yN x1 -y1 xN |

(3)

Deviasi di dari piksel Pi(xi, yi) ϵ e dari garis yang melewati pasangan {P1,
PN} diberikan oleh Persamaan 3.

Dari tingkat perbedaan dapat di lihat seberapa jauh penyimpangan yang
terjadi, seperti terlihat dalam Gambar 11.

kurva digital

Gambar 11. Tingkat perbedaan

Polygonal
Approximation

Berdasarkan gambar di atas
adalah tingkat perbedaan dari
terhadap
pasangan titik
dan , dan
memiliki tingkat perbedaan terbesar. Dengan ini
berarti bahwa semakin besar
maka tingkat kemiripan antara kurva digital dan
hasil polygonal approximation menjadi semakin berbeda.
Dengan demikian, piksel dengan deviasi maksimum dapat ditemukan,
dinotasikan dengan Pmax, kemudian mengingat pasangan {P1, Pmax} dan {Pmax, PN},
sehingga didapatkan 2 piksel baru dari kurva e menggunakan Persamaan 2 dan 3 di
atas. Proses ini diulang sampai kondisi tertentu dipenuhi oleh semua segmen garis.
Untuk setiap segmen garis, deviasi maksimum piksel yang terkandung
dalam segmen tepi yang sesuai adalah kurang dari nilai toleransi tertentu seperti
Pertidaksamaan 4 di bawah ini.
max di < dtol

(4)

Dengan � adalah ambang batas atau margin yang dipilih. Seperti
diperlihatkan pada Gambar 12.

9

Pmax

PN
dmax

P1

kurva digital
Polygonal Approximation
dtol

Gambar 12. Ilustrasi



pada Polygonal Approximation

K-fold Cross Validation
K-fold cross validation adalah teknik validasi yang membagi data ke dalam k
bagian dan kemudian masing-masing bagian akan dilakukan proses klasifikasi.
Dengan menggunakan K-fold cross validation akan dilakukan percobaan sebanyak
k. Tiap percobaan akan menggunakan satu data testing dan k-1 bagian akan menjadi
data training, kemudian data testing itu akan ditukar dengan satu buah data training
sehingga untuk tiap percobaan akan didapatkan data testing yang berbeda-beda.
Data training adalah data yang akan dipakai dalam melakukan pembelajaran
sedangkan data testing adalah data yang belum pernah dipakai sebagai
pembelajaran dan akan berfungsi sebagai data pengujian kebenaran atau
keakurasian hasil pembelajaran.
Menurut Tan et al. (2005), pada pendekatan metode ini setiap record
menggunakan jumlah yang sama untuk pelatihan dan tepat sekali untuk pengujian.
Prosedur ini diulang k kali sehingga setiap partisi yang digunakan untuk pengujian
tepat satu kali seperti diilustrasikan pada Gambar 13.
Data uji

Data latih

Gambar 13. Ilustrasi K-fold Cross Validation

Fuzzy Histogram
Fuzzy histogram merupakan metode perpanjangan dari histogram
konvensional, terutama untuk menghindari beberapa masalah yang disebabkan oleh
batas selang yang tegas (Fober et al. 2010). Dalam banyak kasus,

10

perubahan kecil pada batas selang dapat menghasilkan perubahan signifikan dari
bentuk histogram. Fuzzy histogram dimaksudkan untuk menjadi lebih tahan dalam
hal ini.
Menurut Gwo et al. (2013), fuzzy histogram merupakan metode yang dapat
digunakan untuk merepresentasikan perubahan jarak akibat adanya variasi kontur
dari daun. Tahapan yang dilakukan Gwo et al. (2013) yaitu dengan menentukan
titik pusat dari kontur daun terlebih dahulu seperti diperlihatkan pada Persamaan 5.
C=

∑p∈ξ P

(5)

|ξ|

dengan P adalah titik tepi dan |ξ| adalah jumlah dari titik tepi
Selanjutnya dilakukan pengukuran jarak euclid dari titik tepi ke titik pusat
untuk mendapatkan fitur jarak, seperti pada Persamaan 6.
leni =|Cρi |∀ρi ∈ S
dengan C adalah titik pusat dan ρi adalah titik tepi ke i

(6)

Fitur jarak dinormalisasi seperti pada Persamaan 7.
R = {ri |ri =len /len
i

max

}

dengan leni adalah fitur jarak ke i dan len

(7)
��

adalah fitur jarak paling besar.

Perbedaan fitur jarak dalam satu spesies berpengaruh terhadap kestabilan
akurasi identifikasi seperti diilustrasikan pada Gambar 14, sehingga diperlukan
optimasi dengan menggunakan logika fuzzy.

Gambar 14. Ilustrasi perbedaan fitur jarak pada satu spesies
Fitur jarak yang telah dinormalisasi ditransformasikan menjadi nilai fuzzy
yang dimasukkan ke dalam histogram, di mana frekuensi masing-masing bin dalam
histogram diganti dengan nilai fuzzy.
Karena ri ∈ [0.1], kisaran nilai normalisasi dibagi ke dalam N kelas. J
merupakan array dan ri ditugaskan untuk mendapatkan kelas berdasarkan aturan v
[•] pada Persamaan 8 berikut (Gwo et al. 2013) :

11

[ ]=

[ ]+ ,



[ − ]= [ − ]+[

[ ]= [ ]+[

[ ]= [ ]+ [

+

�−

+





[ + ] = [ + ]+[

<





�]

]

�]

[� − ] = [� − ] + ,

�−



+


]

},
},



<



+


,

∈ [ ,…,� − ]

>

+


,

∈ [ ,…,� − ]

(8)

Probabilistic Neural Network

Probabilistic Neural Network (PNN) merupakan Artificial Neural Network
(ANN) yang menggunakan teorema probabilitas klasik. PNN merupakan jaringan
syaraf tiruan yang menggunakan radial basis function (RBF). RBF adalah fungsi
yang berbentuk seperti bel yang menskalakan variabel nonlinear. Keuntungan
utama menggunakan arsitektur PNN adalah training data mudah dan cepat (Wu et
al. 2007). PNN memiliki struktur yang terdiri atas empat lapisan. Contoh struktur
PNN dapat dilihat pada Gambar 15 (Wu et al. 2007).

Gambar 15 Struktur PNN
Lapisan masukan merupakan nilai yang kelasnya akan diprediksi. Pada
lapisan pola, nilai dot product antara masukan dan bobot xit, (Zi = x.xit,) dilakukan
dan hasilnya dibagi dengan besarnya bias. Nilai ini kemudian dimasukkan dalam
2
fungsi radial basis
= −
Proses ini dapat dituliskan pada Persamaan 9, dengan xit adalah vektor kelas
latih ke-i dengan orde t:
�−�



�−�

��
��
=
� −
(9)
�2
Pada lapisan penjumlahan, setiap pola di setiap kelas dijumlahkan untuk
menghasilkan fungsi kepekatan populasi (population density function) untuk kelas
tersebut. Perhitungan yang digunakan dapat dilihat pada Persamaan 10.

12



=



� 2 �� �

∑�=

� −

�−��� � �−���
�2

(10)

keterangan :
xAi : vektor latih kelas A ke-i
k : dimensi vector
σ : parameter pemulus
Nilai σ menentukan besarnya interpolasi antara data yang ada. Semakin besar
nilai σ, semakin tinggi derajat interpolasi yang terjadi. Parameter ini adalah satusatunya parameter yang harus diatur pada PNN. Akan tetapi, Specht (1990)
memperlihatkan bahwa perbedaan nilai σ yang dipilih tidak memiliki pengaruh
yang besar terhadap akurasi yang dihasilkan. Dan pada lapisan keluaran, masukan
x akan diklasifikasikan ke dalam kelas Y jika nilai py(x) lebih besar dibanding kelas
lainnya.
Confusion Matrix
Confusion matrix merupakan sebuah tabel yang terdiri atas banyaknya baris
data uji yang diprediksi benar dan tidak benar oleh model klasifikasi, digunakan
untuk menentukan kinerja suatu model klasifikasi (Tan et al. 2005). Ada empat
istilah yang digunakan dalam confusion matrix yaitu:
• True positive (TP) : jumlah data positif yang benar diklasifikasi oleh classifier
• True negative (TN) : jumlah data negatif yang benar diklasifikasi oleh
classifier.
• False positive (FP) : jumlah data negatif yang salah diklasifikasi sebagai data
positif.
• False negative (FN) : jumlah data positif yang salah diklasifikasi sebagai data
negatif.
TP dan TN digunakan ketika classifier mendapatkan klasifikasi yang benar.
FP dan FN digunakan ketika classifier salah melakukan klasifikasi. Tabel 1
merupakan tabel confusion matrix.

Aktual

Positif
Negatif

Tabel 1 Confusion matrix
Prediksi
Positif
Negatif
A: True Positive
B: False Negative
C: False Positive
D: True Negative

Berdasarkan tabel confusion matrix di atas, dapat dihitung nilai akurasi
dengan formula pada Persamaan (11).



=∑

∑ +∑

+∑ + ∑ +∑



%

(11)

13

3 METODE PENELITIAN
Metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 16 di bawah ini. Secara garis
besar metode penelitian terdiri atas pengumpulan citra daun tumbuhan obat,
praproses, deteksi kontur menggunakan polygonal approximation , ekstraksi fitur
menggunakan centroid distance function yang direpresentasikan dengan fuzzy
histogram dan pengukuran kemiripan menggunakan Probabilistic Neural Network
(PNN).
Citra daun
tumbuhan obat

Praproses citra

Deteksi kontur dengan
Polygonal Approximation

Ekstraksi fitur jarak dengan
Fuzzy Histogram

Klasifikasi dengan
Probabilistic Neural
Network (PNN)

Analisis

Evaluasi hasil
Gambar 16. Metode Penelitian
Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data citra daun tumbuhan
obat. Objek data citra ini berupa tumbuhan obat yang diambil oleh tim riset
Computer Vision Departemen Ilmu Komputer IPB di beberapa lokasi
pembudidayaan tumbuhan obat Indonesia seperti Kebun Raya Cibodas, areal kebun
Biofarmaka Cikabayan dan rumah kaca Pusat Konservasi Ex-situ Tumbuhan Obat
Hutan Tropika Indonesia, Fakultas Kehutanan IPB. Data yang dipakai terdiri dari
enam kelas bentuk daun, yaitu: lanceolate, ovate, obovate, reniform, cordate, dan

14

deltoid. Spesies tumbuhan obat yang digunakan pada penelitian ini diperlihatkan
pada Tabel 2.
Tabel 2. Spesies tumbuhan obat yang digunakan pada penelitian
Bentuk
Bentuk
Spesies
Spesies
daun
daun
Lanceolate Averrhoa bilimbi
Reniform Polyscias scutellaria
Amomum truncatum gagn
Tinospora glabra
Alstonia scholaris
Centella asiatica
Ovate

Daedalacanthus montanus
Acalypha hispida burn
Cananga odorata

Cordate

Tinospora crispa
Haottuina cordata
Piper umbellatum

Obovate

Artocarpus heterophyllus
Alyxia Reindwardtu Bume
Annona muricata

Deltoid

Coleus scutellariodes
Ageratum conyzoides
Coleus atropurpureus
benth

Praproses Citra
Tahap praproses citra dilakukan dengan mempersiapkan citra daun sebelum
masuk dalam teknik pengolahan ekstraksi citra. Praproses dimulai dengan
melakukan pengubahan latar belakang citra daun menjadi latar belakang putih.
Selanjutnya dalam tahapan ini dilakukan restorasi citra dengan tujuan mendapatkan
kualitas citra yang baik sebelum dilakukan tahapan analisis lebih lanjut (Acharya
dan Ray 2005). Dalam tahapan ini juga dilakukan proses penyesuaian posisi citra.
Citra daun diposisikan secara vertikal yaitu setiap citra diatur dengan posisi pangkal
daun berada di sebelah bawah sementara posisi ujung daun berada di sebelah atas
citra. Citra daun setelah melalui tahap praproses citra adalah citra daun dengan
pengaturan intensitas grayscale dengan skala tertentu.
Deteksi Kontur dengan Polygonal Approximation
Hasil dari tahapan praproses citra adalah citra daun dengan kualitas yang
sesuai untuk diolah dalam tahapan berikutnya. Tahapan yang selanjutnya dilakukan
yaitu proses deteksi tepi citra. Deteksi tepi citra merupakan proses untuk
menghasilkan tepi-tepi dari objek citra sehingga dapat diketahui bagian yang
menjadi detil citra.
Citra biner hasil thresholding pada tahap praproses selanjutnya sebagai
masukan untuk deteksi kontur dengan polygonal approximation. Output dari
polygonal approximation yaitu mendapatkan titik-titik utama sepanjang tepi
(boundary) atau key point dari daun tumbuhan obat yang lebih ringkas
dibandingkan dengan citra aslinya. Illustrasi pendeteksian kontur dapat dilihat pada
Gambar 17.

15

Gambar 17. Ilustrasi pendeteksian kontur
Pada penelitian ini, digunakan algoritme Prasad et al. (2012) dengan nilai
ambang batas yang dipilih secara manual (dtol = 0,1). Model ini selanjutnya akan
digunakan pada tahap ekstraksi fitur.
Ekstraksi Fitur Jarak dengan Fuzzy Histogram
Secara garis besar tahapan ekstraksi fitur jarak dengan fuzzy histogram yaitu
dengan menentukan titik pusat dari key point hasil dari deteksi kontur menggunakan
polygonal approximation, pengukuran jarak dari key point ke titik pusat,
normalisasi jarak, dan akumulasi nilai fuzzy ke dalam histogram. Pada penelitian ini
digunakan N=10, dikarenakan dari beberapa percobaan yang telah dilakukan,
didapatkan hasil yang terbaik pada nilai parameter N=10.
Klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network
Setelah proses ekstraksi ciri, diperoleh nilai-nilai ciri yang menjadi masukan
untuk proses klasifikasi. Klasifikasi adalah prosedur untuk mengelompokkan pola
masukan ke dalam kelas yang serupa. Klasifikasi data pada penelitian ini
menggunakan classifier PNN. Sebelumnya dilakukan proses pembagian data
menggunakan metode k-fold cross validation. Data yang terdiri dari data latih dan
data uji dibagi dalam 5-fold dengan persentase 80% data latih dan 20% data uji
seperti tertera pada Tabel 3. Untuk perhitungan nilai akurasi diambil nilai rataan
dari seluruh nilai yang diperoleh dari penerapan k-fold cross validation
sebagaimana tertera pada Tabel 4.

Fold
Fold 1
Fold 2
Fold 3
Fold 4
Fold 5

Tabel 3 Pembagian Data
Data
Sub Data
Data Latih S1, S2, S3, S4
Data Uji
S5
Data Latih S1, S2, S3, S5
Data Uji
S4
Data Latih S1, S2, S4, S5
Data Uji
S3
Data Latih S1, S3, S4, S5
Data Uji
S2
Data Latih S2, S3, S4, S5
Data Uji
S1

16

Tabel 4 Hasil akurasi setiap fold
k-fold
Akurasi (%)
fold 1
A1
fold 2
A2
fold 3
A3
fold 4
A4
fold 5
A5
Berdasarkan Tabel 4, perhitungan akurasi dari 5-fold tersebut adalah
sebagaimana tertera pada persamaan 12.


=

+

+

+

+



%

(12)

Analisis

Pada tahap ini terbagi atas dua tahapan analisis yaitu analisis hasil ekstraksi
ciri dan analisis hasil identifikasi. Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui
seberapa baik hasil ekstraksi ciri suatu penciri dan hasil klasifikasi yang
mengidentifikasikan suatu jenis bentuk daun. Dan jika terjadi kesalahan atau hasil
yang kurang baik maka dapat dianalisis juga penyebab kesalahan dari hasil masingmasing tahapan.
Evaluasi Hasil
Evaluasi dilakukan dengan confusion matrix, kinerja model klasifikasi dapat
diketahui dengan banyaknya data uji yang diprediksi secara benar dan salah. Pada
penelitian ini data terbagi dalam tiga kelas. Apabila terdapat m kelas (m ≥ 2),
confusion matrix merupakan sebuah tabel berukuran m × m seperti diperlihatkan
pada Tabel 3. Baris pertama dengan kolom pertama mengindikasikan jumlah atribut
dari kelas i yang diklasifikasi oleh classifier sebagai kelas i. Baris pertama dengan
kolom kedua mengindikasikan jumlah atribut dari kelas i yang diklasifikasi oleh
classifier sebagai kelas j. Baris pertama kolom ketiga mengidentifikasikan jumlah
atribut dari kelas i yang diklasifikasikan oleh classifier sebagai kelas k. Baris kedua
kolom pertama mengindikasikan jumlah atribut dari kelas j yang diklasifikasi oleh
classifier sebagai kelas i. Baris kedua kolom kedua mengindikasikan jumlah atribut
dari kelas j yang diklasifikasi oleh classifier sebagai kelas j. Baris kedua kolom
ketiga mengindikasikan jumlah atribut dari kelas j yang diklasifikasi oleh classifier
sebagai kelas k. Baris ketiga kolom pertama mengindikasikan jumlah atribut dari
kelas k yang diklasifikasi oleh classifier sebagai kelas i. Baris ketiga kolom kedua
mengindikasikan jumlah atribut dari kelas k yang diklasifikasi oleh classifier
sebagai kelas j. Baris ketiga kolom ketiga mengindikasikan jumlah atribut dari kelas
k yang diklasifikasi oleh classifier sebagai kelas k.
Classifier dengan nilai akurasi yang baik memiliki atribut terbanyak yang
ditunjukkan melalui kolom diagonal dari tabel confusion matrix dan kolom lain
bernilai nol atau mendekati nilai nol. Dari keseluruhan tahapan metodologi yang
dilakukan dievaluasi apakah hasil yang dicapai sesuai dengan yang diharapkan.

17

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Praproses Citra
Sebelum ekstraksi fitur dilakukan, citra terlebih dulu mengalami praproses
secara manual. Pada tahap praproses manual ini objek daun dipisahkan dari latar
belakangnya dan dirotasi sehingga tegak lurus terhadap garis horizontal. Proses ini
dilakukan untuk 30 citra dari setiap bentuk daun sehingga total ada 180 citra yang
diproses.
Seperti diperlihatkan pada Gambar 18. Citra yang sudah diproses secara
manual memiliki latar belakang putih dan posisi daun berdiri tegak lurus terhadap
garis horizontal. Citra diubah menjadi biner dengan operasi threshold. Dengan nilai
threshold statis, piksel yang memiliki nilai lebih besar dari threshold akan memiliki
nilai 1 (putih), sedangkan yang lebih kecil akan memiliki nilai piksel 0 (hitam).
Objek daun menjadi berwarna hitam dan latar belakang menjadi putih. Tujuan dari
operasi threshold adalah menghilangkan urat daun agar pada saat proses deteksi
tepi tidak ada urat daun yang terdeteksi sebagai garis tepi.

(a)

(b)

(c)

Gambar 18 (a) Citra berwarna, (b) Citra grayscale, dan (c) Citra biner

Hasil Deteksi Tepi
Hasil deteksi tepi pada keenam daun ditunjukan pada Tabel 5, terlihat
bahwa metode polygonal approximation menghasilkan key point atau landmark
yang lebih sederhana dibanding citra aslinya, namun masih dapat mempertahankan
bentuk dari keenam bentuk daun.
Tabel 5 Hasil Deteksi Tepi

Bentuk Daun
Lanceolate

Citra Asli

Landmark

18

Ovate

Obovate

Reniform

Cordate

Deltoid

Daun lanceolate memiliki landmark yang merata pada seluruh kontur daun.
Pada Gambar 19 terlihat titik 1,2 merupakan bagian base (pangkal daun), titik 3,4
merupakan bagian tengah dari daun, dan titik 5,6 merupakan bagian apex (ujung
daun)
2
5
6
1
4

3

Gambar 19. Landmark pada daun lanceolate

19

Daun ovate memiliki bagian terbesar pada base (pangkal daun). Seperti
terlihat pada Gambar 20, bentuk ovate ditentukan pada titik 1,2 yang mana memiliki
lebih banyak titik utama pada bagian base (pangkal daun). Titik 3,4 merupakan
bagian tengah dari daun, dan titik 5,6 merupakan apex dari daun.
2

5

1

6

4

3

Gambar 20. Landmark pada daun ovate
Daun obovate memiliki bagian terbesar pada apex (ujung daun). Seperti
terlihat pada Gambar 21, bentuk obovate ditentukan pada titik 5,6 yang mana
memiliki lebih banyak titik utama pada bagian apex. Titik 3,4 merupakan bagian
tengah dari daun, dan titik 1,2 merupakan base dari daun.
5

2

6

4

1

3

Gambar 21. Landmark pada daun obovate
Daun reniform memiliki bentuk menyerupai lingkaran. Seperti terlihat pada
Gambar 22, bentuk reniform ditentukan pada titik 1,2 pada bagian base dan titik
5,6 pada bagian apex yang mana terdapat lebih banyak titik utama. Titik 3,4
merupakan bagian tengah dari daun.
5
6

2
4

3

1

Gambar 22. Landmark pada daun reniform
Daun cordate memiliki bagian terbesar pada base (pangkal daun). Seperti
terlihat pada Gambar 23, bentuk cordate ditentukan pada titik 1,2 yang mana
memiliki lebih banyak titik utama pada bagian base. Titik 3,4 merupakan bagian
tengah dari daun dan titik 5,6 merupakan apex dari daun.

20

2
5

6

4

1

3

Gambar 23. Landmark pada daun cordate
Daun deltoid memiliki bentuk menyerupai segitiga. Pada Gambar 24 terlihat
titik 1,2 merupakan bagian base (pangkal daun), titik 3,4 merupakan bagian tengah
dari daun, dan titik 5,6 merupakan bagian apex (ujung daun)
2
5
6

1

34

Gambar 24. Landmark pada daun deltoid

Hasil Ekstraksi Fitur Jarak
Untuk setiap objek citra ditentukan titik pusat objek, yaitu titik pusat kontur
citra seperti diperlihatkan pada Gambar 24 (a). Berdasarkan informasi titik pusat
kontur dan key point hasil dari deteksi kontur menggunakan polygonal
approximation maka didapat grafik distribusi fitur jarak yang sudah dinormalisasi
pada salah satu daun cordate yang ditunjukan pada Gambar 25 (c).

(a)
(b)
(c)
Gambar 25 (a) Citra dengan titik pusat (b) Citra dengan fitur jarak antara titik
pusat dan key point, dan (c) Grafik distribusi fitur jarak

21

Hasil representasi fitur jarak dengan menggunakan fuzzy histogram dari
keenam bentuk daun dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil representasi fitur jarak
Bentuk Daun
Fitur jarak
N=10
Akumuasi nilai
fuzzy

Lanceolate

6
4
2
0
1

2

3

4

5

6

7

8

9 10

bin
Lanceolate A

Lanceolate A

Lanceolate B

Lanceolate B
Akumuasi nilai
fuzzy

Ovate

10

5
0
1

2

3

4

5

6

7

8

9 10

bin
Ovate A

Ovate A

Ovate B

Ovate B

Obovate
Akumuasi nilai
fuzzy

10

5

0
1

2

3

4

5

6

7

8

9 10

bin
Obovate A

Obovate A

Obovate B

Obovate B
Akumuasi nilai
fuzzy

Reniform

30
20
10
0

1

2

3

4

5

6

7

8

9 10

bin
Reniform A

Reniform A

Reniform B

Reniform B

22

Akumuasi nilai
fuzzy

Cordate

20
15
10
5
0
1

2

3

4

5

6

7

8

9 10

bin
Cordate A

Cordate A

Cordate B

Cordate B
Akumuasi nilai
fuzzy

Deltoid

10

5

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9 10

bin
Deltoid A

Deltoid A

Deltoid B

Deltoid B
Analisis Ekstraksi Fitur Jarak

Dari hasil representasi fitur jarak pada Tabel 6 terlihat bahwa masingmasing bentuk daun memiliki histogram jarak key point yang berbeda.Bentuk daun
yang memiliki perbedaan fitur jarak yang signifikan adalah lanceolate dan
reniform.
Daun lanceolate memiliki fitur jarak dengan akumulasi nilai fuzzy yang
merata untuk semua selang. Hal ini merepresentasikan bentuk daun lanceolate yang
pipih memanjang sehingga jarak key point bervariasi dari yang terpendek sampai
yang terjauh.
Bentuk daun ovate dan obovate memiliki kemiripan distribusi jarak, yaitu
tidak terdapat pada selang awal. Perbedaan dari keduanya yaitu daun ovate
memiliki frekuensi yang lebih tinggi pada selang akhir dibanding dengan daun
obovate. Hal ini merepresentasikan bentuk daun ovate yang lebih lebar sehingga
jarak key point terhadap titik pusat menjadi lebih panjang.
Bentuk daun reniform memenuhi bagian selang yang besar dari selang
kuantisasi dan terdapat beberapa nilai pada selang tengah. Hal ini menunjukkan
bentuk daun reniform memiliki kontur dengan jarak sama dari titik pusat atau
mendekati bentuk lingkaran. Beberapa nilai pada selang tengah menunjukkan
adanya cekungan kontur yaitu di area pangkal daun (base).
Daun cordate dan deltoid memiliki kemiripan distribusi jarak, yaitu
memenuhi hanya pada selang akhir. Hal ini menunjukkan kedua bentuk daun ini
secara bentuk umum mirip yaitu memiliki kontur dengan perbandingan panjang dan
lebar sama. Bentuk daun cordate dan deltoid dapat dibedakan dengan nilai
frekuensi selangnya yang berbeda seperti diperlihatkan pada Gambar 8. Frekuensi
tinggi bentuk daun deltoid ada pada selang yang besar sesuai dengan bentuk daun
deltoid yang mendekati segitiga sehingga ada tiga area dengan jarak terjauh dari

23

pusat. Sedangkan cordate memiliki jarak terjauh hanya pada apex (ujung daun) dan
base (pangkal daun).
Perubahan Ukuran Daun terhadap fuzzy histogram

Akumulasi Nilai Fuzzy

Pada Gambar 26 dilakukan untuk dua daun yang sama tetapi berbeda ukuran
untuk mengetahui apakah fuzzy histogram sensitif terhadap perubahan ukuran daun.
Percobaan yang dilakukan yatu pada cordate A dengan ukuran lebih kecil dari
cordate B. Pada Gambar 26 (a) dan 26 (b), dengan menggunakan polygonal
approximation terlihat cordate B memiliki key point yang sama dengan cordate A.

10
8
6
4
2
0
1

2

3

4

5

6

7

8

9 10

bin
Cordate A

(a)

Cordate B

(b)
(c)
Gambar 26 (a) Cordate A (b) Cordate B (c) grafik fuzzy histogram
cordate A dan cordate B

Pada grafik Gambar 26 (c), terlihat fuzzy histogram tidak sensitif terhadap
perubahan ukuran. Pada daun yang sama, nilai fuzzy histogram daun akan tetap
walaupun ukurannya berubah. Hal ini menunjukkan dua daun cordate yang sama
tapi berbeda ukuran akan menghasilkan grafik fuzzy histogram yang sama. Daun
yang lebih besar yaitu Cordate B memiliki jarak titik tengah terhadap titik tepi yang
lebih panjang, namun setelah dilakukan proses normalisasi jarak sehingga
grafiknya sama dengan cordate A.
Klasifikasi dan Model PNN
Sebelum klasifikasi, dilakukan proses pembagian data menggunakan
metode k-fold cross validation. Data yang terdiri dari data latih dan data uji dibagi
dalam 5-fold dengan persentase 80% data latih dan 20% data uji seperti tertera pada
Tabel 1. Dari 180 citra bentuk daun, 144 sub citra menjadi data latih sedangkan 36
sub citra lainnya menjadi data uji.
Dalam hal ini bentuk lanceolate berada pada kelas 1, ovate berada pada
kelas 2, dan obovate berada pada kelas 3, reniform berada pada kelas 4, cordate
berada pada kelas 5, dan deltoid berada pada kelas 6.
Klasifikasi PNN dilakukan pada setiap fold. Hasil akurasi setiap fold untuk
dtol=0,1 dan N=10 dapat dilihat pada Tabel 7.

24

Tabel 7. Hasil akurasi setiap fold
k-fold
Akurasi (%)
fold 1
63,89
fold 2
58,33
fold 3
75,00
fold 4
80,55
fold 5
75,00
Dari lima percobaan tersebut, evaluasi kinerja sistem dapat dihitung dengan
mencari nilai rata-rata akurasi seluruh fold. Sistem ini bekerja dengan akurasi ratarata 70,55 % yang diperoleh dari perhitungan berikut:




=

,

=

%

3,

+

,33 +

,

+

,

+

,



%

Berdasarkan Tabel 7 diketahui akurasi terbesar diperoleh dari hasil
percobaan fold 4 yaitu sebesar 80,55%. Akan tetapi untuk menghindari terjadinya
overfitting, maka sistem akan menggunakan model klasifikasi yang dihasilkan oleh
fold ketiga atau fold kelima karena nilainya mendekati dengan nilai rata-rata yang
diperoleh.
Hasil Klasifikasi

Aktual

Dari hasil klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network (PNN) fold
kelima terdapat kesalahan klasifikasi bentuk daun. Tabel 8 menunjukkan confusion
matrix jumlah daun yang salah terklasifikasi ke kelas lain dan Tabel 9 menunjukkan
akurasi identifikasi tiap bentuk daun.
Tabel 8. Hasil confusion matrix identifikasi bentuk daun
Prediksi
Lanceolate Ovate Obovate Reniform Cordate
Lanceolate
6
0
0
0
0
Ovate
0
4
1
0
0
Obovate
0
4
2
0
0
Reniform
0
0
0
6
0
Cordate
0
0
1
0
5
Deltoid
1
0
0
1
0
Tabel 9 Akurasi identifikasi tiap bentuk daun
Kelas bentuk daun
Akurasi (%)
lanceolate
100.0
ovate
66,7
obovate
33,3
reniform
100,0
cordate
83,3
deltoid
66,7

Deltoid
0
1
0
0
0
4

25

Pada Gambar 27 diketahui kesalahan klasifikasi daun obovate berada pada
data ke-77 yang salah diklasifikasi sebagai ovate dikarenakan pada bin ke-1, 2, 3
dan 4, kedua daun tersebut memiliki kemiripan fitur jarak atau memiliki kesamaan
pada selang yang kecil. Pada bin ke- 5, 6, 7, 8, 9, dan 10, terdapat perbedaan fitur
jarak, namun perbedaan kedua daun tersebut tidak signifikan, sehingga
menyebabkan terjadinya kesalahan klasifikasi.
Berdasarkan pada Gambar 27, sistem tidak mampu menyimpan informasi
geometris yaitu informasi pada bagian base (pangkal daun) dan apex (ujung daun),
sehingga untuk dapat membedakan kedua daun tersebut diperlukan penentuan titik
awal yaitu pada bagian base atau apex.

Akumulasi nilai
fuzzy

15
10
obovate
5
ovate
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

bin ke-

(a)

(b)

Gambar 27 Kesalahan klasifikasi (a) Obovate diidentifikasi sebagai ovate
(b) Grafik obovate dan ovate

Akumulasi nilai
fuzzy

Pada Gambar 28 kesalahan klasifikasi pada kelas deltoid berada pada data
ke-166 yang salah diklasifikasi sebagai cordate. Kesalahan klasifikasi ini terjadi
karena bentuk apex daun deltoid mirip dengan daun cordate, perbedaannya hanya
pada bagian base, daun deltoid cenderung lurus sedangkan daun cordate memiliki
lekukan kedalam sehingga nilai fitur jarak deltoid berada pada sebaran nilai fitur
kelas cordate.
Bagian apex dari daun cordate dan deltoid ditunjukkan pada bin ke-1, 2, 3,
4, dan 5, pada bagian ini terdapat kemiripan fitur jarak yaitu pada selang yang kecil
dengan nilai fitur jarak yang pendek, yang menandakan kedua daun ini memiliki
persamaan pada bagian apex nya. Sedangkan bagian base dari daun cordate dan
deltoid ditunjukkan pada bin ke-6, 7, 8, 9, dan 10, yaitu terdapat pada selang yang
besar. Pada bagian ini terdapat perbedaan fitur jarak, namun perbedaan nilai fitur
jaraknya tidak terlalu signifikan.
40
30

20

deltoid

10

cordate

0
1

2

3

4

5

6

7

8

9 10

bin ke-

(a)

(b)

Gambar 28 Kesalahan klasifikasi (a) Deltoid diidentifikasi sebagai cordate
(b) Grafik deltoid dan cordate

26

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penelitian ini berhasil mengimplementasikan algoritme polygonal
approximation dan fuzzy histogram untuk merepresentasikan bentuk daun. Hasil
percobaan menunjukkan bahwa fuzzy histogram tidak sensitif terhadap perubahan
skala daun. Dengan menggunakan kedua algoritme ini didapatkan akurasi rata-rata
sebesar 70,55%. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, sistem tidak
mampu membedakan daun ovate dan obovate dengan baik, hal ini dikarenakan
sistem tidak mampu mengakomodir informasi geometris yaitu informasi posisi base
(pangkal daun) dan apex (ujung daun). Variasi paling tinggi terdapat pada kelas
lanceolate dan reniform karena daun pada kelas tersebut memiliki bentuk yang
tidak seragam.
Saran
Untuk meningkatkan akurasi hasil identifikasi dapat dilakukan dengan
menentukan posisi titik awal pada bagian daun, yaitu pada bagian base atau apex,
dan penambahan ciri lain seperti ciri venasi serta penentuan threshold secara
dinamis yang dapat digunakan pada penelitian selanjutnya.

27

DAFTAR PUSTAKA

Acharya T, Ray AK. 2005. Image Processing Principal and Aplication. John Wiley
& Sons, Inc.: USA
Al-amri SS, Kalyankar NV, Khamitkar SD. 2010. Image Segmentation by Using
Threshold Techniques. Journal of Computing, Volume 2, Issue 5, Issn 21519617.
Chandhok C, Chaturvedi S, Khurshid A. 2012. An Approach to Image
Segmentation Using K-Means Clustering Algorithm. International Journal
of Information Technology (IJIT), Volume – 1, Issue – 1, ISSN 2279 – 008X
Dilip K. Prasad, Chai Quek, Maylor K.H. Leung, and Siu-Yeung Cho. 2011. A
parameter independent line fitting method. 1st Asian Conference on Pattern
Recognition (ACPR 2011).
Dilip K. Pra