Evaluasi Kondisi Bangunan Bersejarah Masjid Agung Demak

EVALUASI KONDISI BANGUNAN BERSEJARAH
MASJID AGUNG DEMAK

DESKA ARI KURNIYANTI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Kondisi
Bangunan Bersejarah Masjid Agung Demak adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014
Deska Ari Kurniyanti
NIM E24100046

ABSTRAK
DESKA ARI KURNIYANTI. Evaluasi Kondisi Bangunan Bersejarah Masjid
Agung Demak. Dibimbing oleh LINA KARLINA SARI dan FENGKY SATRIA
YORESTA.
Masjid Agung Demak merupakan bangunan bersejarah yang memiliki arti
penting bagi perkembangan agama islam di pulau Jawa. Sebagian besar
komponen bangunan masjid yang digunakan merupakan kayu. Tujuan penelitian
ini adalah mengevaluasi kondisi bangunan bersejarah Masjid Agung Demak
melalui identifikasi visual serta analisis struktur bangunan terhadap ketahanan
gempa.
Identifikasi bangunan dilakukan pada beberapa bagian ruang utama seperti
atap, langit-langit, rangka dinding, dinding, kusen, lantai, pondasi, drainase, dan
utilitas. Selanjutnya analisis struktur bangunan dilakukan dengan memodelkan
struktur dalam portal 2D menggunakan software berbasis elemen hingga (Finite
Element Methode). Struktur dianalisis dengan mengguanakan metode dinamik
riwayat waktu (Time History Analysis). Hasil penilaian kondisi bangunan melalui

identifikasi visual menunjukkan nilai kekokohan 82.15% yang berarti bangunan
dalam kondisi baik. Nilai kekokohan tersebut menunjukkan bahwa komponen
bangunan masih berfungsi karena ada pemeliharaan rutin. Berdasarkan hasil
identifikasi jenis kayu yang digunakan pada kolom (saka guru) merupakan kayu
jati (Tectona grandis). Hasil analisis struktur bangunan terhadap gempa yaitu
diperoleh nilai berupa gaya dalam, tegangan aktual, dan respon gempa. Tegangan
aktual dihitung menggunakan metode tegangan ijin (Allowable Stress Design)
menggunakan nilai gaya dalam. Hasil analisis menunjukkan nilai tegangan aktual
kolom kayu jati berada dibawah tegangan ijin. Sedangkan respon struktur dari dua
portal yang dianalisis menunjukkan perpindahan, kecepatan, dan percepatan
akibat gempa yang nilai nya tidak signifikan.
Kata kunci: analisis struktur, bangunan bersejarah, identifikasi visual

ABSTRACT
DESKA ARI KURNIYANTI. Evaluation of Historical Building Condition
Demak Great Mosque. Supervised by LINA KARLINA SARI and FENGKY
SATRIA YORESTA.
Demak Great Mosque is a historical building that has important role for
development of the Islam religion in Java. Most of the building components used
on that mosque are woods. The main objective of this research was to evaluate the

condition of the historical building of the Demak Great Mosque through visual
assessment and durability of building on earthquake based on seismic simulation.
Whole parts of component building i.e. roof, ceiling, frame wall, wall,
foundation, floors, drainage, and utility were assed. Structural analysis of building
were consentrated in the main room and calculated by design of portal 2D using
finite element software based (Finite Element Method). The structure was
analyzed using dynamic time history method (Time History Analysis). Based on
visual assessment the building was in good condition with the robustness value of

82.15%. The robustness value indicates that the building components are still
functioning since there has been maintenance activities. Wood identification
denoted the wood species was teak wood (Tectona grandis). Seismic analysis on
building structures which carried out were internal stress, actual tension, and
response spectrum. Actual tension was calculated based out allowable stress
method (Allowable Stress Design) using the value of internal stress. The results
showed that value of the actual tension were still in below of its allowable stress.
Response structures which calculated were displacement, velocity and
acceleration. The result showed that there were not significant between two portal
analysed for the value of displacement, velocity, and acceleration due to seismic
simulation.

Keywords: historical buildings, structural analysis, visual assessment

EVALUASI KONDISI BANGUNAN BERSEJARAH
MASJID AGUNG DEMAK

DESKA ARI KURNIYANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Evaluasi Kondisi Bangunan Bersejarah Masjid Agung Demak

Nama
: Deska Ari Kurniyanti
NIM
: E24100046

Disetujui oleh

Dr Lina Karlinasari, SHut, MSc, FTrop
Pembimbing I

Fengky Satria Yoresta, ST, MT
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah
evaluasi kondisi bagunan bersejarah, dengan judul Evaluasi Kondisi Bangunan
bersejarah Masjid Agung Demak.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Lina Karlinasari dan
Bapak Fengky Satria Yoresta ST, MT selaku pembimbing. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
(DIKTI) yang telah memberikan kesempatan penulis menempuh pendidikan S1 di
Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui program Beasiswa Bidik Misi. Terimakasih
juga penulis sampaikan kepada Bapak Suwagiyo dan seluruh pengurus takmir
Masjid Agung Demak, Bapak Darsono dari Badan Pelestarian Cagar Budaya Jawa
Tengah yang telah banyak membantu selama pengumpulan data, serta M. Ari
Kurniawan (THH 46), Andi Priyakin (SIL 46), dan Dyka Indiani yang telah
membantu selama pengolaan data penelitian. Selain itu, terima kasih juga
disampaikan kepada teman-teman tercinta Eko Budi Cahyono, Nur Islamiah Latif,
Dewi Wulandari, Faiza Nur Ilmi, Rahmazudi, Nurisna Ulia Ulfa, Nova Lestari,
Eniza Rukisti, Syaiful Bahri, dan teman-teman THH 47 atas dukungan semangat
yang diberikan selama penulisan skripsi dan keceriaannya selama perkuliahan.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga,
atas segala doa dan dukungan serta kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juni 2014
Deska Ari Kurniyanti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

iv

DAFTAR GAMBAR

iv

DAFTAR LAMPIRAN

iv


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2


Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE

2

Lokasi dan Waktu Penelitian

2

Alat

3

Bahan

3


Prosedur Analisis Data

4

Penilaian Kekokohan Bangunan

4

Identifikasi Faktor Perusak

5

Identifikasi Jenis Kayu

6

Uji Sifat Fisis Kayu

6


Analisis Struktur Bangunan terhadap Gempa

6

Evaluasi Kondisi Bangunan

9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Bangunan Masjid Agung Demak

9
9

Indeks Kondisi Bangunan

10

Faktor Perusak Bangunan

14

Identifikasi Jenis Kayu

15

Sifat Fisis Kayu Jati

16

Kadar air (KA)

16

Kerapatan dan Berat Jenis (BJ)

16

Analisis Struktur Bangunan Akibat Beban Gempa

17

Analisis Gaya Dalam

17

Respon Struktur Bangunan

19

Evaluasi Kondisi Bangunan
SIMPULAN DAN SARAN

21
22

Kesimpulan

22

Saran

22

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

25

RIWAYAT HIDUP

33

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Teknik pembobotan pada tiap komponen konstruksi
Kategori nilai kondisi bangunan dan predikat nya
Ukuran komponen balok portal A-A dan B-B
Nilai MOE dan MOR kayu jati berdasarkan konstanta Bodig dan
Jayne (1993)
Data sifat-sifat bahan material bata merah menurut Pamungkas
(2011)
Hasil pemeriksaan kondisi bangunan Masjid Agung Demak
Gaya dalam kolom 4 K1 dan 8K1 pada portal A-A dan B-B akibat
gempa
Nilai tegangan kolom 4 K1 dan 8K1 pada portal A-A dan B-B akibat
gempa
Respon struktur maksimum joint 6 portal A-A dan B-B

4
5
7
8
8
11
18
18
19

DAFTAR GAMBAR
1
10
11
12
13
14
15

16

17
18
19

20
21
22
23

Lokasi Masjid Agung Demak
Denah bangunan Masjid Agung Demak
Portal bangunan Masjid Agung Demak
Akselelogram gempa El-Centro 19 Mei 1940
Bangunan masjid Agung Demak; (a) ruang utama, (b) serambi dan
(c) pewasrehan atau tempat sholat wanita
Bentuk kerusakan komponen reng dan kaso: (a) perubahan warna
kayu (b) seragan jamur pelapuk, dan (c) tunel serangga
Bentuk kerusakan pada bubungan dan sirap: (a) karat pada seng
bubungan, (b) kemiringan sirap tidak sesuai, (c) retak, pecah,
perubahan warna sirap
Bentuk kerusakan pada rangka dinding: (a) bekas serangan rayap
pada bagian kolom penyangga kuda-kuda, (b) bekas serangan rayap
kolom saka guru, (c) retak pada kolom praktis bata merah
Faktor perusak bangunan kelompok Hymenoptera; (a) famili
Chrysididae; (b) famili Vespidae
Lumut kerak pada sirap bangunan Masjid Agung Demak
Penampang melintang kayu Jati secara makroskopis; (a) contoh uji
perbesaran 10X; (b) contoh uji perbesaran 30X; (c) pustaka Mandang
et al. 2008
Kadar air rerata komponen bangunan atap Masjid Agung Demak
Respon perpindahan struktur portal A-A dan B-B joint 6
Respon kecepatan struktur portal A-A dan B-B joint 6
Respon percepatan struktur portal A-A dan B-B joint 6

3
7
7
9
10
12

12

13
14
15

15
16
20
20
21

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Kriteria pembobotan bangunan rumah sederhana
Hasil penilaian kondisi bangunan Masjid Agung Demak
Hasil pengukuran kadar air komponen bangunan Masjid Agung
Demak
Contoh perhitungan nilai tegangan maksimum kolom akibat gaya
dalam

25
29
30
31

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki catatan sejarah cukup panjang.
Hal ini terbukti dengan ditemukan berbagai benda serta sisa bangunan bersejarah
yang tersebar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bangunan
bersejarah menjadi bagian dari cagar budaya yang perlu dilestarikan, mengingat
keberadaannya untuk mendukung pewarisan nilai-nilai budaya. Menurut undangundang No 11 tahun 2010 tentang cagar budaya, pada pasal 5 disebutkan bahwa
cagar budaya merupakan benda, bangunan, atau struktur yang berusia 50 tahun
atau lebih, mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 tahun, dianggap
memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan
memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa. Salah satu bangunan
cagar budaya yang memiliki arti penting dalam sejarah perkembangan Agama
Islam di Indonesia adalah Masjid Agung Demak.
Berdasarkan artefak arkeologi yang ditemukan, Masjid Agung Demak
dibangun dalam tiga tahap pembangunan dan fungsi pemanfaatan. Pembangunan
pertama ditandai dengan prasasti nogo mulat saliro wani yang terukir pada daun
pintu tengah masjid yang bermakna tahun 1388 S identik dengan tahun 1466 M,
pada saat itu masjid yang berfungsi sebagai masjid pesantren Gelagahwangi.
Pembangunan kedua ditandai dengan prasasti kori trus gunaning janmi yang
bermakna tahun 1399 S identik dengan tahun 1477 M, pada saat itu masjid
berfungsi sebagai Masjid Kadipaten Glagahwangi. Pembangunan ketiga ditandai
dengan prasasti bergambar bulus atau kura-kura yang terletak pada bagian dinding
mimbar yang bermakna saliro sunyi kiblating gusti, yaitu tahun jawa 1401 S
identik dengan 1479 M pada saat itu masjid berfungsi sebagai Masjid Kesultanan
Bintoro Demak (Soenanto 2004).
Komponen bangunan Masjid Agung Demak sebagian besar menggunakan
kayu. Hal ini dilihat dari empat buah kolom pada ruang utama (saka guru) dan
delapan kolom saka majapahit pada bagian serambi yang terbuat dari kayu, serta
komponen lain yaitu: kusen, daun pintu, daun jendela, sirap, langit-langit, atap,
kuda kuda, serta dinding loteng tingkat dua dan tiga. Masijd Agung Demak telah
mengalami beberapa kali usaha pelestarian akibat sebagian besar komponennya
menggunakan kayu. Menurut Anom et al. (1986) usaha pelestarian masjid telah
dimulai pada abad ke XVI. Selama tahun 1924-1974 masjid telah mengalami
sebelas usaha perbaikan yang meliputi penguatan saka guru ruang utama dan saka
majapahit pada serambi, penambahan konstruksi kuda-kuda pada atap masjid,
rehabilitasi serambi, dan perbaikan sarana pengunjung (Hatmadji et al. 2011).
Perbaikan terakhir dilaksanakan tahun 1983-1987 berupa pemugaran secara
menyeluruh dan terpadu dalam Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan
Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah.
Kerusakan komponen bangunan akibat faktor perusak merupakan hal yang
tidak dapat dihindari akibat sebagian besar komponen menggunakan kayu. Oleh
sebab itu, evaluasi kondisi bangunan bersejarah secara visual dan analisis struktur
sangat penting dilakukan guna meninjau kerusakan yang terjadi. Apabila faktor
perusak dan bentuk kerusakan diketahui, maka diharapkan kegiatan perbaikan

2
dapat dilakukan secara efektif. Penelitian ini juga mencoba menganalisis kekuatan
struktur bangunan dalam menahan beban gempa, mengingat tingginya tingkat
resiko gempa bumi di Indonesia.

Perumusan Masalah
Semakin bertambahnya umur bangunan Masjid Agung Demak maka
semakin rentan terhadap serangan faktor perusak karena sebagian besar komponen
bangunannya menggunakan kayu. Kerusakan tersebut berpengaruh terhadap
kekuatan, terutama pada komponen yang memiliki fungsi menahan beban seperti
komponen penyusun atap, kuda-kuda, serta tiang penyangga. Penelitian ini juga
mencoba menganalisis kekuatan struktur bangunan bersejarah Masjid Agung
Demak apabila memperoleh beban gempa.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kondisi bangunan bersejarah
Masjid Agung Demak melalui pengamatan visual serta menganalisis struktur
bangunan terhadap ketahanan gempa.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan menjadi informasi ilmiah bagi masyarakat
terutama pengurus masjid dan lembaga pemerintah yang berwenang dalam
kegiatan pemeliharaan kondisi bangunan bersejarah Masjid Agung Demak. Hal
ini bermanfaat untuk menjaga keaslian bentuk dan struktur bangunan bersejarah
sehinga kerusakan yang timbul dapat segera diatasi sedini mungkin.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mencakup penilaian kondisi bangunan, identifikasi kerusakan,
faktor perusak, pengambilan sampel kayu dan data struktural. Selanjutnya yaitu
identifikasi jenis kayu, uji sifat fisis kayu, penentuan keterandalan bangunan, dan
analisis struktur bangunan terhadap gempa. Tahap terakhir yaitu evaluasi kondisi
bangunan dengan mengkaji hubungan dari seluruh komponen data yang diperoleh.

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Februari hingga Maret 2014.
Lokasi Penelitian yaitu Masjid Agung Demak yang terletak disebelah barat alun-

3
alun kota Demak, Desa Kauman Kecamatan Demak Kabupaten Demak Provinsi
Jawa Tengah. Balai Pelesatrian Cagar Budaya Jawa Tengah untuk pengambilan
data struktural. Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen
Hasil Hutan untuk identifikasi dan uji sifat fisis kayu. Laboratorium Etnobiologi
Hutan Departemen Silvikultur untuk identifikasi serangga perusak bangunan.

Demak

Gambar 1 Lokasi Masjid Agung Demak
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu meteran, kaliper, gergaji,
pisau cutter, botol film, moisturemeter, hygrometer, thermometer, timbangan
elektrik, mikroskop untuk identifikasi kayu dan faktor perusak, kamera, notebook,
Microsoft Office Excel 2007, software komputer berbasis elemen hingga.

Bahan
Bahan utama penelitian ini terdiri atas dua macam yaitu untuk penilaian
kondisi bangunan secara visual dan analisis struktur. Bahan untuk penilaian
kondisi bangunan secara visual yaitu bangunan bersejarah yang umurnya lebih
dari 50 tahun yakni Masjid Agung Demak, tally sheet daftar penilaian kondisi tiap
komponen bangunan, alkohol 70% untuk menyimpan faktor perusak (serangga)
yang ditemukan, alumunium foil, dan plastik. Selanjutnya bahan untuk analisis
struktur berupa data struktural dari laporan proyek Pemugaran dan Pemeliharaan
Masjid Agung Demak Bantuan Presiden 1985-1986, gambar as built drawing
rekonstruksi Masjid Agung Demak, serta sifat-sifat bahan (material properties)
berupa data kerapatan, kekakuan, poissons’s ratio, dan modulus geser.

4
Prosedur Analisis Data
Penilaian Kekokohan Bangunan
Penilaian kekokohan bangunan Masjid Agung Demak dilakukan dengan
menggunakan metode rekayasa forensic. Metode forensic merupakan metode
investigasi rekayasa dan penentuan penyebab kegagalan bangunan (Sulaiman
2005). Akan tetapi, sebelum dilakukan penilaian perlu dilakukan pembobotan
pada tiap komponen konstruksi bangunan. Teknik pembobotan pada bagian
konstruksi disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Teknik pembobotan pada tiap komponen konstruksi

No Lingkup Pekerjaan

A

B

C

D
E

F
G
H

I

Pekerjaan Atap
Kuda-kuda
Rangka atap
Pendukung kuda kuda
Penutup atap
Langit-langit
Rangka plapon
Plapon
Rangka Dinding
Balok sloof
Kolom
Kolom praktis
Balok atas/ring beton
Dinding
Kusen/Daun
Pintu
Jendela
Lantai
Pondasi
Drainase
Alat penerimaan air
buangan
Saluran pembuangan
Tempat pembuangan
Jalan
Utilitas
Penerangan
Air
Pengatur udara
Telekomunikasi
Total
Nilai Kekokohan

Sumber: Suryadi (2005)

Hasil Pemeriksaan
Bobot
Nilai BKx
Rusak/ Kurang
Kepentingan
(Sn) Sn
Baik
Sedang
(BK)
Ringan Sedang Parah
%
5
4
3
2
1
27
9
10
1
7
10
6
4
19
5
5
4
5
9
6
3
3
4
21
3
0.75
0.75
0.75
0.75
1
0.25
0.25
0.25
0.25
100

5
Adapun cara untuk mendapatkan nilai kekokohan banguan digunakan
persamaan:
t
x
e
u
x
5
dimana BK adalah bobot kepentingan, Sn adalah skor nilai
Penentuan kategori kondisi bangunan dikelompokkan dalam lima kelas
kondisi, tergantung pada persentase akhir nilai kekokohan yang diperoleh.
Kategori nilai kekokohan bangunan dan predikatnya disajikan pada Tabel 2
berikut ini:
Tabel 2 Kategori nilai kondisi bangunan dan predikat nya
No
1.

Nilai
Kekokohan (%)
81-100

Predikat
kategori
Baik

2.

61-80

Sedang

3.

41-60

Rusak
Ringan

4.

21-40

Rusak
Sedang

5

0-20

Rusak
Berat

Uraian kondisi bangunan
Apabila kondisi pada komponen tersebut
masih berfungsi dengan baik dan ada
pemeliharaan rutin
Apabila kondisi pada komponen tersebut
masih berfungsi tidak ada pemeliharaan
rutin
Apabila kerusakan terjadi pada komponen
non struktural lebih sering terlihat sebagai
kerusakan pada pekerjaan finishing,
seperti penutup atap, pasangan plafon,
pasangan kramik, pasangan bata, plesteran
dan lain-lain
Apabila kerusakan terjadi pada sebagian
komponen non struktural maupun struktur
atap, struktur langit-langit, struktur beton,
lantai dan lain-lain. Pada fasilitas utilitas
kerusakan
yang
terjadi
sudah
mengganggu fungsional dari fasilitas
tersebut
Kerusakan yang terjadi pada sebagian
besar komponen bangunan, baik struktural
maupun non struktural yang apabila
setelah diperbaiki masih dapat berfungsi
dengan baik sebagaimana mestinya meski
dengan pembiayaan yang cukup mahal

Sumber: Sulaiman (2005).

Identifikasi Faktor Perusak
Identifikasi faktor perusak bangunan dilakukan dengan memeriksa
keseluruhan komponen di sekitar bangunan. Faktor perusak yang ditemukan
diidentifikasi dengan mengamati ciri morfologi umum dan khusus untuk
mengenali suku atau familinya. Hal tersebut berguna untuk mengetahui peranan
faktor perusak pada bangunan, sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam
usaha pelestarian bangunan.

6
Identifikasi Jenis Kayu
Identifikasi jenis kayu dilakukan dengan pengamatan menggunakan
mikroskop perbesaran 10X dan 30X pada bagian melintang potongan kayu. Hasil
pengamatan kemudian diidentifikasi jenis kayunya berdasarkan Atlas Kayu
Indonesia Jilid I Martawijaya et al. (1981) serta foto penampang melintang kayu
Jati pada Pedoman Identifikasi Kayu Ramin dan Kayu Mirip Ramin (Mandang et
al. 2008)
Uji Sifat Fisis Kayu
Pengujian sifat fisis kayu bangunan mencakup pengujian kadar air, berat
jenis dan kerapatan. Kadar air merupakan banyaknya air yang ada di dalam kayu.
Pengambilan data kadar air dilakukan dengan menggunakan moisture meter pada
beberapa bagian komponen kuda-kuda, rangka atap, langit-langit, dan dinding.
Kerapatan merupakan perbandingan antara massa kayu dalam kondisi
kering udara per volume kayu dalam kondisi kering udara menggunakan metode
gravimetri (tanpa pencelupan pada paraffin). Nilai kerapatan kayu diperoleh
dengan menggunakan rumus:
adalah kerapatan kayu dalam kg/m3, m adalah massa kering udara
dimana
dalam kg, dan V adalah volume kering udara dalam m3.
Selanjutnya berat jenis merupakan perbandingan antara berat kayu kondisi
kering tanur per volume kayu dibagi dengan berat air pada volume yang sama.
Berat kering tanur diperoleh dengan cara menimbang contoh uji yang telah di
oven pada suhu 103±2ᵒC selama dua hari. Sedangkan volume kering udara kayu
diukur menggunakan metode gravimetri (tanpa pencelupan pada paraffin). Nilai
berat jenis dihitung dengan menggunakan rumus:

dimana BJ adalah berat jenis, BKT adalah berat kering tanur dalam kg, V adalah
adalah kerapatan air dalam kg per m3.
volume kering udara dalam m3, dan
Analisis Struktur Bangunan terhadap Gempa
Struktur ruang utama Masjid Agung Demak memiliki ukuran panjang 23.10
m dan lebar 22.30 m. Bangunan terdiri atas tiga lantai dengan ketinggian lantai
dua 7.1 m dan lantai tiga 13.62 m. Pada bagian ruang utama terdapat kolom kayu
jati (K1) sebanyak 4 buah dan kolom bata merah (K2) sebanyak 12 buah seperti
pada Gambar 2. Jarak antar kolom arah utara-selatan yaitu 4.80 m, 4.80 m dan
4.17 m. Kemudian jarak kolom arah barat-timur yaitu 4.82 m, 4.90 m, dan 4.79 m.
Struktur bangunan yang dianalisis adalah portal A-A dan B-B seperti pada
Gambar 3. Portal A-A menunjukkan kolom dan balok yang terletak pada arah
utara-selatan, sedangkan portal B-B pada arah barat-timur. Struktur portal
dimodelkan dalam dua dimensi (2D) menggunakan software komputer berbasis
elemen hingga (Finite Element Method). Pemodelan struktur portal direncanakan
menggunakan kolom bata merah diameter 109 cm, kolom kayu jati diameter 65
cm, dan balok dengan ukuran seperti pada Tabel 3.

7

Gambar 2 Denah bangunan Masjid Agung Demak

Joint 6

Joint 6

Gambar 3 Portal bangunan Masjid Agung Demak

Tabel 3 Ukuran komponen balok portal A-A dan B-B
Komponen
Balok

Kode
B1
B2A
B2B
B3

Material
kayu jati
kayu jati
kayu jati
kayu jati

Dimensi (cm)
b = 25; h = 30
b1 = 24; h1= 36
b1 = 22; h1= 36
b1 = 30; h1= 45

8
Sifat-sifat bahan (material properties) yang digunakan dalam pemodelan
yaitu kerapatan, kekakuan (MOE) EL, ER, ET, poisson’s ratio (υ) υ12, υ13, d υ23,
dan modulus geser (G) GLR, GLT, GRT. Nilai sifat-sifat bahan ditentukan
berdasarkan literatur karena terbatas nya alat yang digunakan dalam penelitian.
Nilai kerapatan kayu jati dan modulus of elasticity (MOE) menurut Martawijaya et
al. (1981) masing-masing 670 kg/m3 dan 127,7 x 107 kg/m2. Menurut Mardikanto
et al. (2011) nilai MOE tersebut belum memenuhi untuk dimasukkan ke dalam
data sifat-sifat bahan karena merupakan data elastisitas hasil pengujian lentur saja
(EL). Selanjutnya untuk mendapatkan nilai EL, ER, ET dan nilai modulus geser (G)
digunakan konstanta elastisitas kayu rataan menurut Bodig dan Jayne (1993)
yaitu:
EL : ER : ET ≈ 2 : .6 :
EL : GLR ≈ 4 :
GLR : GLT : GRT ≈
: 9.4 : 1
Nilai MOE dan MOR hasil perhitungan menggunakan konstanta Bodig dan
Jayne (1993) seperti pada Tabel 4 berikut:
Tabel 4 Nilai MOE dan MOR kayu jati berdasarkan konstanta Bodig dan Jayne
(1993)
Sifat bahan
EL
ER
ET

Nilai (kg/m2)
1.28E+09
1.02E+08
6.39E+07

Sifat bahan
GLR
GLT

GRT

Nilai (kg/m2)
9.12E+07
8.57E+07
9.12E+06

Nilai poisson’s ratio yang digunakan merupakan nilai variabel orthotropis
untuk kayu daun lebar menurut Bodig dan Jayne (1993). Menurut Karlinasari
(2007) terdapat perbedaan khusus untuk nilai poisson’s ratio Bodig dan Jayne
dengan software berbasis elemen hingga, dimana varia e υ12, υ13, d υ23 pada
d d
y e ( 993) erup
v r e υ21, υ31, d υ32 pada software
berbasis elemen hingga secara berturut-turut: υ21 = 0.044, υ31= 0.027, υ32= 0.33.
Data sifat-sifat bahan untuk material bata merah yang digunakan untuk
analisis struktural berdasarkan hasil penelitian Pamungkas (2011) seperti disajikan
pada Tabel 5 berikut:
Tabel 5 Data sifat-sifat bahan material bata merah menurut Pamungkas (2011)
Sifat bahan
MOE
Poisson's ratio
Massa Jenis

Nilai
326589720 kg/m2
0.19
1700 kg/m3

Struktur portal dianalisis dengan menggunakan metode dinamik riwayat
waktu (Time History Analysis) dari record gempa El-Centro yang terjadi di
Imperrial Valley 19 Mei 1940. Adapun bentuk dari akselerogram gempa ElCentro ditunjukkan pada Gambar 4.

9

Sumber: http://peer.berkeley.edu/nga/

Gambar 4 Akselelogram gempa El-Centro 19 Mei 1940
Hasil analisis dari pemodelan struktur yaitu berupa gaya-gaya dalam dan
respon struktur. Nilai gaya dalam berupa tekan, tarik, geser, dan momen
digunakan untuk menghitung tegangan aktual elemen struktur. Tegangan aktual
elemen struktur dihitung dengan menggunakan metode Allowable Stress Design
(ASD). Metode ini membandingkan antara nilai tegangan aktual dan tegangan
ijin. Tegangan ijin dihitung menurut daftar IIa PKKI 1961 untuk kayu Jati seperti
berikut:
Tegangan ijin lentur
= 130 kg/cm2
Tegangan ijin tekan/tarik sejajar serat
= 110 kg/cm2
Tegangan ijin geser
= 15 kg/cm2
Respon struktur menurut Matani et al. (2013) merupakan riwayat waktu dari
perpindahan (displacement), percepatan (acceleration), dan kecepatan (velocity)
dari fungsi beban tertentu, untuk struktur dengan derajat kebebasan tunggal atau
banyak. Ketiga nilai dari respon struktur tersebut dihubungkan untuk mengetahui
prilaku struktur saat mengalami pembebanan gempa.
Evaluasi Kondisi Bangunan
Evaluasi kondisi bangunan dilakukan dengan membandingkan data hasil
pengamatan visual dan analisis struktural. Data hasil pengamatan visual yang
berupa penilaian kekokohan bangunan dan bentuk kerusakan bangunan
dibandingkan dengan hasil analisis struktur bangunan terhadap gempa. Sehingga
hasil yang diperoleh dapat digunakan sebagai penentu kondisi bangunan dan
ketahanananya terhadap beban gempa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Bangunan Masjid Agung Demak
Masjid Agung Demak merupakan bangunan cagar budaya yang memiliki
nilai historis bagi perkembangan Agama Islam di Pulau Jawa. Pada jaman dahulu
masjid ini memiliki fungsi sebagai masjid negara kesultanan Demak. Fungsi

10
tersebut ditunjukkan dari letaknya yang berada di pusat perkotaan yaitu disebelah
barat alun-alun dan disebelah timur alun-alun dijumpai Lembaga Pemasyarakatan
dan di utara dijumpai sungai Tuntang (Anom et al. 1986).
Bangunan Masjid Agung Demak merupakan kompleks seluas ±1.5 hektar
yang dipisahkan oleh pagar sekeliling nya (Anom et al. 1986). Kompleks Masjid
Agung Demak, terdiri atas bangunan masjid, museum, kantor pengurus,
penginapan pengunjung, paseban, kompleks makam, sekolah, perpustakaan,
tempat wudhu, dan toilet. Bagunan masjid terdiri atas tiga bagian yaitu ruang
utama, serambi dan pawestren atau tempat sholat wanita seperti ditunjukkan pada
Gambar 5.

(a)

(b)

(c)

Gambar 5 Bangunan masjid Agung Demak: (a) ruang utama; (b) serambi; (c)
pewasrehan atau tempat sholat wanita

Menurut Anom et al. (1986) ruang utama masjid berukuran 23.10 meter di
arah utara-selatan dan 22.30 meter di arah barat timur dan ukuran ruang mighrab
1.40 x 2.40 meter. Di dalam ruang utama terdapat 12 kolom bata merah dan 4
kolom kayu jati. Kolom bata merah berfungsi untuk menopang loteng tingkat II
dan atap masjid. Sedangkan kolom kayu jati atau disebut saka guru adalah kolom
yang dibuat oleh empat orang wali dan dulu nya merupakan kolom utama masjid
saat pertama kali dibangun.
Menurut Prasetyo (2003) bangunan masjid jawa memiliki hirarki seperti
ruang lantai dasar merupakan ruang sholat umum, lantai satu merupakan ruang
yang lebih privasi, dan lantai paling atas untuk adzan. Namun saat ini pada loteng
tingkat I dan III bangunan tidak memiliki fungsi khusus yaitu hanya sebagai
ventilasi udara ruang utama. Atap masjid tersusun atas tiga bagian dan yang
teratas berbentuk piramida. Fungsi atap masjid yaitu sebagai penutup loteng
tingkat I, II, dan III.

Indeks Kondisi Bangunan
Penilaian kondisi bangunan dilakukan pada bagian ruang utama serta
komponen pendukung bangunan Masjid Agung Demak. Berdasarkan metode
yang digunakan penilaian kondisi bangunan meliputi pekerjaan (1) atap, (2)

11
langit-langit, (3) rangka dinding, (4) dinding, (5) kusen atau daun, (6) pondasi, (7)
lantai, (8) drainase, dan (9) utilitas. Kegiatan penilaian meliputi identifikasi
komponen struktural dan non struktural secara visual. Menurut Brito dan Junior
(2013) teknik identifikasi secara visual telah terbukti sangat efisien untuk
mendeteksi serangan akibat faktor perusak yang menyerang pada permukaan
kayu, terutama untuk memperkirakan kerusakan yang disebabkan oleh faktor
abiotik seperti pecah, retak, deformasi, dan faktor biotik seperti kumbang, rayap
dan jamur karena sederhana serta memerlukan peralatan yang minimum.
Hasil identifikasi nilai kekokohan tiap lingkup pekerjaan dan total lingkup
pekerjaan bangunan Masjid Agung Demak disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Hasil pemeriksaan kondisi bangunan Masjid Agung Demak

Lingkup
No
Pekerjaan
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Pekerjaan atap
Langit-langit
Rangka Dinding
Dinding
Kusen/Daun
Lantai
Pondasi
Drainase
Utilitas
Total

Acuan
penilaiana
BK
(%)

BK x Sn
(max)

27
135
10
50
19
95
9
45
6
30
4
20
21
105
3
15
1
5
100
500
Rerata

Hasil pemeriksaan
lapang
Nilai
BK x
kekokohan
Sn
(%)
98.5
19.7
40
8
71
14.2
36
7.2
27
5.4
16
3.2
105
21
13
2.6
4.25
0.85
410.75
82.15

Penurunan
kekokohanb
(%)
27
20
25
20
10
20
0
13
15
17

Keterangan: a Sumber: Suryadi (2005); BK: bobot kepentingan; Sn: skor nilai; b Penurunan
kekokohan terhadap nilai max BK

Rerata penurunan kekokohan komponen bangunan berdasarkan lingkup
pekerjaan yaitu sebesar 17% apabila dibandingkan dengan nilai acuan penilaian
(BK maksimum). Di samping itu, apabila kekokohan bangunan ditinjau dari tiap
lingkup pekerjaan kemudian dibandingkan dengan acuan penilaian maka lingkup
pekerjaan yang memiliki penurunan kekokohan tertinggi yaitu pekerjaan atap
sebesar 27%. Kerusakan sebagian besar ditemukan pada bagian komponen rangka
atap seperti: reng, usuk atau kaso, bubungan, serta komponen penutup atap.
Kerusakan pada reng dan kaso berupa: perubahan warna kayu akibat rembesan air
hujan, perubahan warna akibat serangan jamur pelapuk, dan tunel serangga seperti
disajikan pada Gambar 6.

12

(a)

(b)

(c)

Gambar 6 Bentuk kerusakan komponen reng dan kaso: (a) perubahan warna
kayu; (b) seragan jamur pelapuk; (c) tunel serangga

Bentuk kerusakan lain komponen rangka atap yaitu pada bubungan dijumpai
adanya karat pada seng akibat mengalami oksidasi (Gambar 7a). Menurut
Hatmadji (2011) pada bubungan Masjid Agung Demak terdapat banyak kotoran
kelelawar dan menyebabkan seng bubungan rusak hingga berlubang. Bentuk
kerusakan penutup atap atau sirap berupa kemiringan sirap tidak sesuai (Gambar
7b) serta retak, pecah, perubahan warna akibat mengelupas nya lapisan coating
(Gambar 7c).

(a)

(b)

(c)

Gambar 7 Bentuk kerusakan pada bubungan dan sirap: (a) karat pada seng
bubungan; (b) kemiringan sirap tidak sesuai; (c) retak, pecah,
perubahan warna sirap
Selanjutnya penurunan kekokohan terbesar kedua yaitu pada lingkup
pekerjaan rangka dinding sebesar 25%. Kerusakan pada rangka dinding berupa
kerusakan pada elemen sloof dan kolom. Pada elemen sloof kerusakan terjadi
akibat terjadinya kapilarisasi air tanah pada bagian ruang utama sudut barat daya
setinggi 180 cm. Sedangkan pada elemen kolom ditemukan bekas serangan rayap
pada bagian kolom penyangga kuda-kuda loteng tingkat II (Gambar 8a), bekas

13
serangan rayap kolom saka guru (Gambar 8b), dan retak pada kolom praktis bata
merah (Gambar 8c).

(a)

(b)

(c)

Gambar 8 Bentuk kerusakan pada rangka dinding: (a) bekas serangan rayap pada
bagian kolom penyangga kuda-kuda; (b) bekas serangan rayap kolom
saka guru; (c) retak pada kolom praktis bata merah

Di samping itu lingkup pekerjaan yang memiliki penurunan kekokohan
terendah yaitu pondasi sebesar 0%. Hal tersebut disebabkan karena dalam
penelitian identifikasi pondasi bangunan tidak dapat dilakukan secara langsung
akibat pondasi tertutup oleh plesteran lantai. Oleh sebab itu penilaian kekokohan
pondasi dilakukan dengan menggunakan data laporan pemugaran Masjid Agung
Demak. Bentuk pondasi bangunan Masjid Agung Demak dapat digolongkan
dalam pondasi setempat karena dibuat di bawah kolom-kolom pendukung
bangunan. Dalam hal ini bentuk pondasi setempat dianggap yang terbaik karena
berfungsi untuk menahan kolom pada bangunan bertingkat. Ukuran pondasi yang
berada dibagian bawah kolom saka guru berukuran 1.3 x 1.3 m sedalam 1 m.
Konstruksi pondasi tersebut berupa beton bertulang tebal 20 cm dengan campuran
1 semen : 2 pasir : 3 koral.
Apabila ditinjau dari keseluruhan lingkup pekerjaan bangunan, nilai total
kekokohan Masjid Agung Demak yaitu 82.15 %. Nilai kekokohan tersebut masuk
dalam predikat kategori baik seperti pada Tabel 2. Hal tersebut disebabkan
kondisi komponen bangunan masih berfungsi baik dan ada pemeliharaan rutin.
Adapun bentuk pemeliharaan rutin berupa pembersihan komponen bangunan,
pengawetan sirap baru, perawatan komponen kayu ulang, konservasi bahan besi
dan baja. Apabila ditinjau dari kondisi lingkungan, hasil pengukuran suhu dan
kelembaban pada penelitian ini masing-masing 28-29 °C dan 62.5-67.5%.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kondisi lingkungan masjid memiliki suhu
tinggi dan kelembaban rendah. Priadi (2010) menyebutkan bahwa volume kayu
bangunan rumah yang mengalami biodeteriorasi cenderung lebih tinggi di daerah
bersuhu rendah dengan kelembaban tinggi, dibandingkan dengan daerah bersuhu
tinggi dengan kelembaban rendah.

14
Faktor Perusak Bangunan
Kerusakan bagunan sebagian besar terjadi pada bagian atas bangunan yaitu
sirap, kaso, reng, kuda-kuda, dan gording. Adapun faktor perusak yang ditemukan
yaitu jamur pelapuk, serangga, dan lumut kerak. Serangan jamur pelapuk pada
bangunan merupakan yang paling mendominasi. Hal ini diduga terjadi karena
beberapa komponen bangunan merupakan kayu lama. Selain itu sirap berbahan
dasar kayu mengalami retak, pecah, dan terbuka di beberapa bagian serta talang
yang bocor menjadi faktor utama merembes nya air hujan pada komponen
bagunan. Kondisi kayu yang basah sangat mendukung pertumbuhan jamur pada
komponen bangunan. Menurut Ridout (2004) dalam Subekti (2012) jamur
pelapuk putih banyak menyerang bagian yang lebih basah karena membutuhkan
air lebih banyak untuk mendegradasi kayu.

(a)

(b)

Gambar 9 Faktor perusak bangunan kelompok Hymenoptera: (a)
famili Chrysididae; (b) famili Vespidae

Serangga yang ditemukan di sekitar bangunan termasuk dalam kelompok
Hymenoptera. Serangga pada Gambar 9a termasuk dalam famili Chrysididae
karena memiliki ciri-ciri berwarna biru metalik atau hijau, panjang nya tidak lebih
dari 12 mm, tubuhnya kasar dan berlekuk-lekuk tidak rata seperti disebutkan
Borror et al. (1982). Menurut Houston (2013) serangga famili Chrysidisae bersifat
parasit terhadap serangga lainnya yaitu berperilaku mencuri sarang serangga lain
untuk menyimpan telur. Serangga Gambar 9b termasuk famili Vespidae. Menurut
Buck et al. (2008), Erniwati dan Kahono (2009), Erniwati (2010), disebutkan
bahwa famili Vespidae merupakan lebah sosial dan beberapa jenis merupakan
hama bagi serangga lain, predator, dan kelompok serangga penyerbuk. Secara
umum serangga kelompok Hymenoptera tidak menggunakan kayu sebagai sumber
makanan, melainkan hanya sebagai sarang.
Serangga lain yang diduga menjadi penyebab kerusakan bangunan yaitu
rayap. Dibuktikan dengan ditemukan bekas serangan berupa liang kembara pada
bagian kolom penyangga kuda-kuda. Faktor perusak lain yang ditemukan yaitu
lumut kerak atau lichen yang dijumpai bagian ujung sirap (Gambar 10).

15
Munculnya lichen pada komponen bangunan dapat mengganggu tampilan estetika
bangunan dan memicu pelapukan kayu secara perlahan.

Gambar 10 Lumut kerak pada sirap bangunan Masjid Agung Demak

Identifikasi Jenis Kayu
Pengamatan jenis kayu dilakukan dengan menggunakan sampel kayu lama
yang saat ini berada pada museum masjid. Sampel kayu tersebut dulunya
merupakan kolom (saka guru Sunan Bonang) dan terletak di sisi barat laut ruang
utama. Hasil identifikasi penampang melintang menunjukkan bahwa ciri
makroskopis yang ada pada sampel kayu, mirip dengan ciri makroskopis kayu Jati
(Tectona grandis) seperti ditunjukkan pada Gambar 11.
Ciri umum kayu jati yaitu pori soliter dan tersusun tata lingkar, diameter
pori besar hingga kecil, frekuensi pori jarang (2-5 buah per mm2), terdapat
endapan berwarna putih, jari-jari homogen dan jarang (4-5 per mm). Selain itu
ciri-ciri diatas didukung dengan pernyaataan Suranto (2012) yang menyatakan
bahwa kayu jati berwarna coklat merah keemasan karena banyak memiliki
kandungan lignin dan ekstraktif yang tinggi.

(a)

(b)

(c)

Gambar 11 Penampang melintang kayu Jati secara makroskopis: (a) contoh uji
perbesaran 10X; (b) contoh uji perbesaran 30X; (c) pustaka
Mandang et al. 2008

16
Sifat Fisis Kayu Jati
Kadar air (KA)
Pengukuran kadar air (KA) dilakukan pada beberapa bagian komponen
bangunan loteng tingkat I, II, dan III. Nilai KA rerata komponen bangunan terus
meningkat dari loteng tingkat I, II, dan III masing-masing secara berurutan 11.79
%, 14.87 %, dan 17.23 % (Gambar 12). Meningkat nya nilai KA Rerata dari
loteng tingkat I ke loteng tingkat III disebabkan karena perbedaan kondisi kayu
dan faktor lingkungan.
Nilai rerata kadar air pada bagian loteng tingkat I merupakan yang terendah
yaitu 11.79%. Hal ini disebabkan karena ruangan banyak mendapatkan sinar
matahari dari kaca penerangan. Pada loteng tingkat II nilai kadar air lebih tinggi
yaitu 14.87% akibat kondisi atap yang curam dan loteng terletak pada ketinggian
7.1-13.62 meter. Kondisi tersebut menyebabkan cahaya matahari yang masuk
kedalam ruangan lebih sedikit.
Sementara itu nilai kadar air loteng tingkat III merupakan yang tertinggi
yaitu 17.23% akibat loteng berada di bagian teratas bangunan yaitu pada
ketinggian 13.62-21.65 meter. Selain itu sebagaian besar komponen kayu loteng
tingkat III merupakan kayu lama. Komponen kayu lama bangunan lebih rentan
terhadap perubahan kondisi lingkungan. Menurut Beikircher et al. (2013) nilai
KA yang terdapat pada bangunan berkisar antara 12% hingga 35%, tergantung
pada lokasi komponen bangunan yang diperiksa (lantai dasar, lantai atas, dan
loteng).

Kadar Air (%)

20
15

17.23 (SD ± 4.86)
14.87 (SD ± 2.57)
11.79 (SD ± 0.79)

10
5
0
1

2
Loteng ke-

3

Gambar 12 Kadar air rerata komponen bangunan atap Masjid Agung Demak

Kerapatan dan Berat Jenis (BJ)
Pengujian kerapatan dan berat jenis kayu dalam penelitian ini menggunakan
2 contoh uji. Contoh uji yang digunakan merupakan kayu lama kolom (saka guru
Sunan Bonang). Hasil pengujian menunjukkan nilai kerapatan kayu sampel A dan
B masing-masing 563 kg/m3 dan 562 kg/m3. Sedangkan nilai BJ sampel A dan B
masing-masing 503 dan 502.
Nilai kerapatan dan BJ kedua sampel hasil pengujian tidak berbeda jauh.
Namun nilai kerapatan tersebut cukup rendah untuk nilai kerapatan dan BJ kayu

17
jati lama. Kayu jati lama yang digunakan sebagai komponen konstruksi biasa nya
memiliki nilai BJ dan kerapatan yang tinggi. Menurut Suranto (2012) kayu jati
lama yang dipanen pada hutan jati adalah yang berstatus miskin riab atau minimal
berumur 120 tahun. Kayu yang memiliki daur pertumbuhan yang lama akan
memiliki nilai kerapatan, berat jenis, dan kekuatan yang tinggi akibat ukuran
dinding sel yang tebal. Menurut Martawijaya et al. (1981) nilai kerapatan kayu
jati berkisar antara 670 kg/m3.
Menurun nya nilai kerapatan dan BJ kayu jati diduga karena kayu telah
berusia cukup lama yaitu sekitar 500 tahun. Dalam hal ini faktor lama
pembebanan dan pengaruh lingkungan dapat menjadi penyebab kayu mengalami
degradasi. Menurut Suranto (2010) variabilitas lingkungan pemakaian
mengakibatkan reaksi dan perubahan pada kayu yang bersifat degradatif dan hal
tersebut mempengaruhi komponen selulosa, hemiselulosa, lignin, dan zat
ekstraktif penyusun kayu. Bahtiar (2012) menyatakan beberapa faktor lingkungan
yang dapat menjadi faktor penyebab degradasi kayu yaitu sinar ultra violet (UV)
dari sinar matahari, perubahan suhu dan KA, serta abrasi oleh debu dan partikel
yang diterbangkan angin.

Analisis Struktur Bangunan Akibat Beban Gempa
Analisis struktur bangunan dilakukan dengan tujuan untuk mensimulasi
kondisi bangunan apabila mengalami beban gempa. Berdasarkan hasil analisis
menggunakan metode time history dari record gempa El-Centro 1940 diperoleh
nilai gaya dalam dan respon struktur. Nilai gaya dalam berupa gaya axial (tekan
dan tarik), geser, serta momen. Respon struktur berupa nilai perpindahan,
kecepatan, dan percepatan.
Analisis Gaya Dalam
Analisis gaya dalam meliputi dua hal yaitu membandingkan nilai gaya
maksimum serta menghitung nilai tegangan aktual elemen portal pada posisi
berbeda. Elemen portal yang dianalisis merupakan kolom 4 K1 dan 8 K1 pada
portal A-A dan B-B. Pemilihan kolom tersebut dikarenakan posisinya yang
berbeda yaitu kolom 4 K1 terletak pada struktur bagian atas dan 8 K1 terletak
pada struktur bagian bawah.
Berdasarkarkan hasil analisis kolom yang mengalami gaya aksial tertinggi
yaitu kolom 4 K1 portal B-B sebesar -3454 kg dan bernilai negatif (Tabel 7). Nilai
negatif menunjukkan bahwa kolom 4 K1 portal B-B mengalami gaya aksial tekan.
Sementara itu berdasarkan Tabel 8 nilai tegangan kolom 4 K1 portal B-B
mengalami nilai tegangan aksial tekan aktual terbesar yaitu 1.11 kg/cm2.
Nilai tegangan berbanding lurus dengan nilai gaya aksial maksimum pada
masing-masing elemen. Semakin tinggi nilai gaya aksial maksimum maka
tegangan yang terjadi pada elemen struktur akan semakin tinggi. Hal ini sesuai
dengan dengan persamaan tegangan normal Mardikanto et al. (2011) yaitu beban
per luas penampang. Karena dalam analisis ini luas penampang kolom yang
digunakan sama, maka yang sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya nilai
tegangan adalah nilai gaya aksial.

18
Tabel 7 Gaya dalam kolom 4 K1 dan 8K1 pada portal A-A dan B-B akibat gempa
Gaya Dalam
Gaya Aksial (kgf)
Gaya geser (kgf)
Moment (kg.m)

Kolom 4 K1
Kolom 8 K1
Portal A-A Portal B-B
Portal A-A Portal B-B
-3292
-3454
668
2228
-491
-446
2565
2484
6744
7387
18210
1730

Tabel 8 Nilai tegangan kolom 4 K1 dan 8K1 pada portal A-A dan B-B akibat
gempa
Nilai tegangan
Tekan/tarik (kg/cm2)
Geser (kg/cm2)
Lentur (kg/cm2)

Kolom 4 K1
Kolom 8 K1
Portal A-A Portal B-B Portal A-A Portal B-B
1.05
1.11
0.25
0.84
0.15
0.13
0.77
0.75
31.28
34.27
84.47
81.79

Nilai gaya geser tertinggi berdasarkan Tabel 7 yaitu kolom 8 K1 portal A-A
sebesar 2565 kgf. Berdasarkan Tabel 8 nilai tegangan geser kolom 8 K1 portal AA mengalami nilai tegangan geser terbesar yaitu 0.77 kg/cm2. Nilai gaya geser
dan tegangan geser yang timbul pada elemen kolom, memiliki hubungan yang
berbanding lurus. Apabila nilai gaya geser yang muncul akibat beban gempa
cukup besar maka tegangan geser yang terjadi akan besar. Menurut Mardikanto et
al. (2011) tegangan geser merupakan perbandingan antara beban sejajar
penampang dengan luas penampang geser. Akibat luas penampang geser pada
kolom sama, maka yang berpengaruh terhadap besar kecilnya nilai tegangan geser
yaitu gaya geser.
Tingginya nilai gaya dan tegangan geser yang terjadi pada kolom 8 K1
portal A-A disebabkan oleh beberapa faktor seperti jenis tumpuan, posisi kolom,
dan bentuk struktur. Tumpuan portal kolom 8 K1 dimodelkan sebagai tumpuan
jepit sendi. Menurut Prihatmaji (2007) kombinasi antara dua tumpuan yaitu sendi
untuk mengurangi getaran gempa dan jepit untuk menstabilkan bangunan ketika
menerima gaya gempa. Kombinasi tumpuan jepit sendi menyebabkan kolom 8 K1
menjadi kurang kaku dibandingkan dengan kolom 4 K1 yang menggunakan
tumpuan jepit jepit. Oleh karena itu, nilai tegangan geser kolom 8 K1 lebih tinggi
dibandingkan kolom 4 K1. Posisi kolom yang terletak dibagian bawah portal
menyebabkan kolom mendapatkan gaya geser lebih besar. Di samping itu karena
portal A-A memiliki jarak antar kolom yang lebih rapat mengakibatkan kekakuan
yang timbul pada bangunan tinggi dan nilai tegangan geser yang timbul juga
tinggi .
Kolom 8 K1 portal A-A memperoleh nilai momen dan tegangan lentur
tertinggi, masing-masing sebesar 18210 kgf (Tabel 7) dan 84.47 kg/cm2 (Tabel 8).
Nilai momen dan tegangan lentur memiliki hubungan dengan nilai perpindahan
dan tegangan geser. Menurut Mardikanto et al. (2011) tegangan geser kolom

19
menyebabkan deformasi berupa perpindahan horisontal. Perpindahan memiliki
hubungan yang berbanding lurus dengan nilai momen. Semakin jauh perpindahan
elemen akibat pembebanan menyebabkan nilai momen menjadi semakin tinggi.
Selain itu, momen juga berpengaruh terhadap nilai tegangan lentur pada kolom.
Hal ini disebabkan tegangan lentur merupakan perbandingan antara momen lentur
dengan tahanan momen penampang kolom. Semakin besar momen yang terjadi
pada kolom akan meningkatkan tegangan lentur nya.
Nilai tegangan lentur dipengaruhi oleh dimensi penampang dan tinggi
kolom. Menurut Prihatmaji (2007) semakin tinggi dan kecil penampang kolom
maka relatif semakin letur dan mampu menahan getaran agar tidak merambat pada
bagian atas namun beresiko patah. Ukuran penampang yang proporsional sangat
diperlukan untuk mengurangi nilai tegangan lentur. Berdasarkan hasil
pengukuran, nilai tegangan lentur kolom 8 K1 portal A-A tidak melebihi nilai
tegangan ijin sehingga kolom aman menahan momen yang timbul.
Respon Struktur Bangunan
Respon struktur berupa nilai perpindahan, kecepatan, dan percepatan portal
A-A dan B-B diambil pada titik joint 6. Pemilihan titik joint tersebut karena
dianggap memiliki respon struktur terbesar akibat posisinya yang berada pada
bagian puncak bangunan. Nilai respon struktur hasil analisis menunjukkan tanda
negatif (-) dan positif (+). Tanda negatif diasumsikan bahwa struktur berpindah
pada arah kanan dan positif struktur perpindah pada arah kiri.
Tabel 9 Respon struktur maksimum joint 6 portal A-A dan B-B
Respon struktur
Perpindahan (m)
Kecepatan (m/s)
Percepatan (m/s2)

Joint 6
Portal A-A
0.268
-1.22
8.39

Portal B-B
0.271
-1.28
8.23

Berdasarkan hasil analisis respon struktur perpindahan tertinggi terjadi pada
portal B-B 0.271 m (Tabel 9). Nilai perpindahan struktur sangat dipengaruhi oleh
faktor gerakan tanah. Hal ini disebabkan pada analisis dinamik riwayat waktu
pemodelan struktur diberikan catatan rekaman gempa dan respon struktur
dihutung langkah demi langkah pada interval waktu tertentu (Supranto dan
Sudarno 2009). Oleh karena itu, besarnya gaya yang timbul pada tiap komponen
struktur bangunan berbeda-beda tergantung dari gerakan tanah dasar. Perbedaan
nilai gaya inilah yang berpengaruh terhadap respon perpindahan pada tiap
sambungan.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap nilai perpindahan adalah variasi
kekakuan. Menurut Suryanita et al. (2006) semakin besar kekakuan maka
perpindahan maksimum yang dihasilkan akan semakin kecil. Supit et al. (2013)
menyatakan bahwa kekakuan memiliki formulasi yang berbanding lurus dengan
modulus elastisitas (E) dan momen inersia (I) namun berbanding terbalik dengan
panjang bentang (L). Pernyataan tersebut mendukung hasil analisis yang
diperoleh, dimana portal A-A memiliki panjang bentang yang lebih kecil atau

20

Displacement (m)

dengan kata lain memiliki kekuan struktur yang lebih tinggi dibandingkan portal
B-B. Akibat rendah nya nilai kekakuan maka nilai perpindahan sambungan portal
B-B akibat beban gempa menjadi lebih tinggi.
0,30
0,25
0,20
0,15
0,10
0,05
0,00
-0,05 0
-0,10
-0,15
-0,20

Portal A-A
10

20

30

40

Portal B-B

Time (s)

Gambar 13 Respon perpindahan struktur portal A-A dan B-B joint 6

Velocity (m/s)

Respon struktur kecepatan terbesar berdasarkan Tabel 9 adalah portal B-B
yaitu -1.28 m/s. Menurut Suryanita et al. (2006) kecepatan maksimum yang
bernilai negatif menunjukkan bahwa kecepatan terjadi pada arah yang berlawanan
dengan beban respon kecepatan struktur dipengaruhi oleh frekuensi alami
struktur, massa, dan kekakuan. Menurut Suryanita dan Safrika (2007) nilai
kecepatan cenderung bertambah besar seiring bertambahnya massa bangunan,
sedangkan cenderung mengecil seiring bertambahnya kekakuan. Kondisi tersebut
sesuai dengan hasil analisis respon kecepatan dimana respon kecepatan
maksimum dialami oleh portal B-B bangunan yang memiliki massa bangunan
lebih tinggi dan kekakuan rendah.

1,20
1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
0,00
-0,20 0
-0,40
-0,60
-0,80
-1,00
-1,20
-1,40

10

20

30

40

Portal A-A
Portal B-B

Time (s)

Gambar 14 Respon kecepatan struktur portal A-A dan B-B joint 6
Respon percepatan tertinggi yang terjadi pada portal A-A yaitu 8.39 m/s2.
Nilai percepatan yang timbul akibat gempa dipengaruhi oleh kekuatan gempa
bumi (magnitude), kedalaman gempa, jarak pusat gempa ke bangunan, dan jenis

21

Acceleration (m/s2)

tanah sebagai media perambatan gelombang bangunan yang dituju (Ismail 2012).
Percepatan struktur juga dipengaruhi oleh frekuensi alami, dan kekakuan struktur
bangunan. Menurut Prihatmaji (2007) nilai percepatan yang semakin cepat dapat
menggoyangkan keseluruhan model struktur.
Nilai percepatan portal A-A lebih tinggi dibandingkan portal B-B karena
portal memiliki massa bangunan yang rendah dan kekakuan yang lebih tinggi.
Apabila faktor tersebut dihitung melalui persamaan gerak sistem derajat
kebebasan tunggal, menyebabkan nilai respon percepatan portal A-A menjadi
lebih tinggi dibandingkan portal B-B.

10
8
6
4
2
0
-2 0
-4
-6
-8
-10

Portal A-A
10

20

30

40

Portal B-B

Time (s)

Gambar 15 Respon percepatan struktur portal A-A dan B-B joint 6
Evaluasi Kondisi Bangunan
Evaluasi kondisi bangunan dilakukan berdasarkan hasil penilaian
keterandalan bangunan dan analisis struktur. Hasil penilaian keterandalanan
menunjukkan bahwa bangunan berada pada kondisi baik meskipun ditemukan
beberapa kerusakan. Ker