The use of organic fertilizer and biofertilizer to increase french bean productivity (Phaseolus vulgaris) and soil quality
PEMANFAATAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI
DALAM PENINGKATAN PRODUKSI BUNCIS MINI
DAN PERBAIKAN KUALITAS TANAH
YUSRA HAYATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemanfaatan Pupuk
Organik dan Pupuk Hayati dalam Peningkatan Produksi Buncis Mini dan
Perbaikan Kualitas Tanah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Pebruari 2013
Yusra Hayati
NIM A252090121
RINGKASAN
YUSRA HAYATI. Pemanfaatan Pupuk Organik dan Pupuk Hayati dalam
Peningkatan Produksi Buncis Mini (Phaseolus vulgaris) dan Perbaikan Kualitas
Tanah. Dibimbing oleh ANAS DINURROHMAN SUSILA dan ISWANDI
ANAS.
Petani sayuran konvensional hanya menggunakan pupuk anorganik.
Penggunaan pupuk anorganik dalam jangka waktu yang panjang berpengaruh
negatif terhadap sifat tanah sehingga degradasi lahan tidak dapat dihindari. Sejak
beberapa tahun lalu permintaan akan sayuran sehat yang bebas dari bahan kimia
dan pestisida meningkat secara nyata.
Penelitian bertujuan untuk (i) membandingkan pengaruh 3 jenis pupuk
organik dan 2 jenis pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan produksi buncis mini,
(ii) membandingkan pengaruh interaksi pupuk organik dan pupuk hayati pada
beberapa dosis pupuk anorganik terhadap pertumbuhan dan produksi buncis mini
serta perbaikan kualitas tanah.
Penelitian ini terdiri dari 2 percobaan, percobaan I disusun dengan
menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 2 faktor. Faktor I adalah pupuk
organik yang terdiri atas 3 taraf yaitu: pupuk kandang ayam, pupuk kandang
kambing dan pupuk kandang sapi. Faktor II adalah pupuk hayati yang terdiri atas
3 taraf yaitu: kontrol, Biost dan Azozo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
produksi tertinggi dari tanaman buncis mini diperoleh pada aplikasi pupuk
kandang ayam yang menghasilkan bobot polong per bedeng lebih tinggi 14.93%
dari pupuk kandang kambing dan 23.66% lebih tinggi dari pupuk kandang sapi.
Percobaan II menggunakan Rancangan Petak Terpisah yang disusun
dengan Rancangan Acak Kelompok yang terdiri atas 4 ulangan. Dua aplikasi
pupuk organik dan pupuk hayati sebagai petak utama dan 4 dosis pupuk
anorganik: 0%, 50%, 100% dan 150% sebagai anak petak. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa aplikasi pupuk kandang ayam dan Azozo menghasilkan
bobot polong 58.9% lebih tinggi dari perlakuan tanpa aplikasi pupuk kandang
ayam dan Azozo. Bobot polong per bedeng dari perlakuan dosis 50% pupuk
anorganik menghasilkan lebih tinggi 20.5% dari dosis 100% pupuk anorganik.
Pupuk anorganik dapat digantikan dengan pupuk organik dan pupuk hayati untuk
kualitas tanah yang lebih baik dan produktivitas tanaman berkelanjutan.
Kata kunci: pupuk organik, pupuk hayati, pupuk anorganik, produksi,
kualitas tanah
SUMMARY
YUSRA HAYATI. The use of Organic Fertilizer and Biofertilizer to Increase
French Bean Productivity (Phaseolus vulgaris) and Soil Quality. Under direction
of ANAS DINURROHMAN SUSILA and ISWANDI ANAS.
Conventional vegetable growers use only anorganic fertilizers. Using
anorganic fertilizers only for long period of time, has negative impact on soil
properties, hence soil degradation can not be avoided. Since the last few years,
demand for healthy vegetable which is free from agrochemicals such as pesticide
is increasing significantly.
The objectives of the experiments were (i) to evaluate the effect of 3
kinds of organic fertilizers and 2 kinds of biofertilizers on vegetative growth and
yield of french bean, (ii) to evaluate the effect of combination between organic
fertilizer and biofertilizer at different rates of anorganic fertilizers on vegetative
growth, yield of french bean and soil quality.
This study consisted of two experiments. The first experiment was
arranged on Randomized Complete Block Design with 2 factors, the first factor
was organic fertilizer consisted of; chicken, goat, and cow manure. The second
factor was biofertilizer consisted of: Control, Biost, Azozo. The result showed that
the highest yield of french bean was achieved at chicken manure application
produced greater in pod weight per plot 14.93% higher than goat manure and
23.66% than cow manure. The second experiment used Split Plot experiment that
was arranged in Randomized Complete Block Design with 4 replications. Two
applications the combination between organic fertilizer and biofertilizer as the
main plot and 4 anorganic fertilizer rates 0%, 50%, 100% and 150% as sub plot.
The result showed that the application between chicken manure and Azozo
produced more pod weight per plot 58.9% higher than the application without the
combination chicken manure and Azozo. Pod weight per plot from 50% rates of
anorganic fertilizer produced 20.5% higher than 100% rates of anorganic
fertilizer. Anorganic fertilizers can be substituted by organic fertilizers and
biofertilizers for greater soil quality and sustainability of the crop productivity.
Keywords : organic fertilizer, biofertilizer, anorganic fertilizer, productivity,
soil quality
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PEMANFAATAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI
DALAM PENINGKATAN PRODUKSI BUNCIS MINI
DAN PERBAIKAN KUALITAS TANAH
YUSRA HAYATI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Sandra Arifin Aziz, MS
Judul Tesis : Pemanfaatan Pupuk Organik dan Pupuk Hayati dalam
Peningkatan Produksi Buncis Mini dan Perbaikan Kualitas Tanah
Nama
: Yusra Hayati
NIM
: A252090121
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr Ir Anas Dinurrohman Susila, MSi
Prof Dr Ir Iswandi Anas, MSc
Ketua
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Agronomi dan Hortikultura
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 17 Desember 2012
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Segala puji dan syukur pada ALLAH atas segala rahmat dan hidayahNYA
penulisan karya ilmiah yang berjudul “Pemanfaatan Pupuk Organik dan Pupuk Hayati
dalam Peningkatan Produksi Buncis Mini dan Perbaikan Kualitas Tanah” dapat
diselesaikan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Anas Dinurrohman Susila, MSi
sebagai ketua komisi pembimbing dan Prof Dr Ir Iswandi Anas, MSc selaku anggota
komisi pembimbing yang telah banyak memberikan motivasi, arahan kepada Penulis
selama menjalani penelitian dan perbaikan tesis ini. Terimakasih kepada semua pihak
yang berjasa dan membantu Penulis sehingga penelitian dan tesis ini dapat
diselesaikan.
Kepada kedua orang tua, suami, anak-anak dan seluruh keluarga atas segala
perhatian, kasih sayang, do’a dan ridhonya. Semoga ALLAH membalas kebaikan
dengan yang lebih baik. Semoga tesis ini bermanfaat bagi Penulis dan semua pihak
yang tertarik untuk meningkatkan produktivitas sayuran organik.
Bogor, Pebruari 2013
Yusra Hayati
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis Penelitian
1
4
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
Budidaya dan Pemupukan Tanaman Buncis
5
Peranan Pupuk Organik dan Pupuk Hayati terhadap Pertumbuhan
Tanaman dan Perbaikan Kualitas Tanah
6
Efektifitas Pupuk Organik dan Pupuk Hayati dalam Meningkatkan
Efisiensi Pupuk Anorganik
11
3 BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Pelaksanaan Penelitian
15
15
15
17
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
25
41
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
47
47
DAFTAR PUSTAKA
49
LAMPIRAN
57
RIWAYAT HIDUP
73
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Sifat kimia pupuk organik yang digunakan dalam penelitian
Analisis biologi tanah pupuk hayati yang digunakan dalam penelitian
Kandungan hara pupuk anorganik yang digunakan dalam penelitian
Perhitungan kebutuhan pupuk anorganik yang digunakan
dalam penelitian
Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati terhadap
tinggi tanaman 14 dan 28 HST
Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati terhadap
panjang polong dan diameter polong
Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati terhadap
jumlah polong
Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati terhadap
bobot polong
Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati serta aplikasi
4 dosis pupuk anorganik terhadap tinggi tanaman 14 HST
Pengaruh interaksi pemberian pupuk organik dan pupuk hayati serta
aplikasi
4 dosis pupuk anorganik terhadap tinggi tanaman 28 HST
Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati serta aplikasi
4 dosis pupuk anorganik terhadap panjang polong dan diameter polong
Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati serta aplikasi
4 dosis pupuk anorganik terhadap jumlah polong
Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati serta aplikasi
4 dosis pupuk anorganik terhadap bobot polong
Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati serta aplikasi
4 dosis pupuk anorganik terhadap total mikrob tanah
Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati serta aplikasi
4 dosis pupuk anorganik terhadap total respirasi tanah
16
17
20
21
25
27
28
29
30
31
32
34
35
38
39
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
Hubungan antara dosis pupuk anorganik dengan panjang polong
per tanaman
Hubungan antara dosis pupuk anorganik dengan bobot polong
per tanaman
Perlakuan kombinasi pupuk kandang ayam dan Azozo + 50%
dosis pupuk anorganik dengan perlakuan tanpa pupuk kandang
ayam dan Azozo + 150% dosis pupuk anorganik
33
37
43
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Sifat Kimia dan Fisik Tanah yang digunakan dalam penelitian
Analisis Biologi tanah sebelum tanam pada percobaan II
Analisis Biologi tanah saat panen pada percobaan II
Analisis Ragam Tinggi Tanaman pada umur 14 HST
(Percobaan I)
Analisis Ragam Tinggi Tanaman pada umur 28 HST
(Percobaan I)
Analisis Ragam Panjang Polong (Percobaan I)
Analisis Ragam Diameter Polong (Percobaan I)
Analisis Ragam Jumlah Polong (Percobaan I)
Analisis Ragam Bobot Polong per Tanaman (Percobaan I)
Analisis Ragam Bobot Polong per Bedeng (Percobaan I)
Analisis Ragam Bobot Polong per Hektar (Percobaan I)
Analisis Ragam Tinggi Tanaman pada umur 14 HST
(Percobaan II)
Analisis Ragam Tinggi Tanaman pada umur 28 HST
(Percobaan II)
Analisis Ragam Panjang Polong (Percobaan II)
Analisis Ragam Diameter Polong (Percobaan II)
Analisis Ragam Jumlah Polong (Percobaan II)
Analisis Ragam Bobot Polong per Tanaman (Percobaan II)
Analisis Ragam Bobot Polong per Bedeng (Percobaan II)
Analisis Ragam Bobot Polong per Hektar (Percobaan II)
Analisis Ragam Total Mikrob Sebelum Tanam (Percobaan II)
Analisis Ragam Total Mikrob Saat Panen (Percobaan II)
Analisis Ragam Total Respirasi Tanah Sebelum Tanam (Percobaan II)
Analisis Ragam Total Respirasi Tanah Saat Panen (Percobaan II)
Bagan Petak Percobaan I
Bagan Petak Percobaan II
58
59
60
61
61
61
62
62
62
63
63
64
64
65
65
66
66
67
67
68
68
69
69
70
71
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jumlah penduduk semakin meningkat pesat sehingga permintaan terhadap
komoditas pertanian semakin tinggi. Salah satu komoditas pertanian yang
memiliki permintaan serta pasar yang semakin meningkat adalah sayuran. Di
negara yang telah menjadi swasembada pangan, tanaman sayuran merupakan
kunci utama sebagai komoditas yang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan
kesempatan pemasaran dan perdagangan, serta peningkatan pendapatan petani
(Johnson et al. 2008). Tanaman sayuran merupakan komoditas penting yang
dikonsumsi untuk menunjang kesehatan manusia. Perkembangan saat ini,
konsumsi sayuran di Indonesia masih rendah yaitu sebesar 41.90 kg/kapita/tahun.
Nilai tersebut masih dibawah standar FAO sebesar 73 kg/kapita/tahun, sedangkan
Singapura mencapai 125 kg/kapita/tahun (Bahar 2011).
Tanaman buncis (Phaseolus vulgaris) adalah tanaman kacang-kacangan
yang penting untuk gizi manusia dan memiliki kandungan protein dan kalori (Satti
et al. 2010). Pentingnya buncis sebagai makanan manusia karena kandungan
protein dan memiliki daya cerna yang baik serta sebagai sumber gizi yang penting
seperti flavanoid, vitamin A, diet serat, kalium, folat, besi, magnesium, thiamin,
riboflavin, tembaga, kalsium, fosfor, asam lemak omega-3 dan niacin (Hempel
dan Bohm 1996; Broughton et al. 2003), berpotensi menyediakan seluruh 15
mineral essensial yang dibutuhkan manusia (Welch et al. 2000), mengandung ”βsitosterol dan stigmasterol yang bisa meningkatkan produksi insulin.
Mengkonsumsi buncis akan mampu mengontrol kadar gula darah yang tinggi
sehingga penderita diabetes melitus bisa menjadikan ini sebagai alternatif baru
untuk mengobati penyakit (Andayani 2003).
Saat ini tanah yang terkontaminasi bahan kimia dari aplikasi pemupukan
anorganik yang berlebihan dan aplikasi pestisida tidak sesuai anjuran, semakin
tersebar dan meluas di seluruh wilayah Indonesia. Upaya-upaya tertentu
diperlukan untuk mencegah kerusakan tanah dan pencemaran lingkungan (polusi,
pencemaran air dan eutrofikasi) di sekitar wilayah usahatani sayuran oleh unsur
kimia yang berlebihan saat diaplikasi dalam usaha budidaya (Setyorini et al.
2003).
Pemupukan adalah penambahan hara ke dalam media tumbuh tanaman
seperti tanah dan air untuk mendukung pertumbuhan maksimum tanaman apabila
jumlah hara tersebut tidak dapat dipenuhi dari dalam media tumbuh. Salah satu
filosofi pemupukan adalah tingkat kecukupan bagi tanaman (Crop Sufficiency
Level) yang banyak diaplikasikan oleh berbagai negara dalam rangka membangun
rekomendasi pemupukan dengan keramahan lingkungan (Environmentally
friendliness) yang tinggi. Dampak negatif aplikasi pemupukan terhadap tanaman,
terhadap manusia maupun terhadap lingkungan akan timbul apabila implementasi
filosofi pemupukan tidak diterapkan secara baik dan benar (Susila 2002).
2
Peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi dan bebas
residu pestisida dari pangan memiliki konsekuensi peningkatan produktivitas
lahan demi tercapainya produktivitas tanaman yang berkelanjutan. Peningkatan
produktivitas dengan tetap menjaga kelestarian sumber daya lahan berkelanjutan
memerlukan usaha dan strategi yang tepat diantaranya pemanfaatan pupuk
organik dan pupuk hayati. BPS (2011), melaporkan nilai produksi dan
produktivitas nasional buncis tahun 2009-2011, nilai produksinya tahun 2009
sebesar 290.993 ton, tahun 2010 sebesar 336.494 ton dan tahun 2011 sebesar
337.041 ton.
Menurut Havlin et al. (2005) penggunaan pupuk anorganik secara terus
menerus akan mengakibatkan rusaknya sifat fisik, kimia dan biologi tanah
sehingga kesuburan tanah akan semakin menurun. Penggunaan pupuk anorganik
secara terus menerus pada lahan sayuran mengakibatkan menurunnya kandungan
C dan N organik juga kesuburan tanah. Untuk itu pengembalian bahan organik ke
dalam tanah perlu dilakukan untuk mempertahankan produktivitas lahan sayuran
yang berkelanjutan. Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau,
pupuk kandang dan sisa panen.
Perubahan pada sifat fisik tanah melalui pemadatan tanah dapat
menghambat mikrohabitat tanah yang berperan penting dalam membangun
mikroorganisme tanah dan aktivitasnya (Pengthamkeerati et al. 2011).
Pemeliharaan bahan organik tanah melalui pengelolaan kesuburan tanah terpadu
adalah penting untuk kualitas tanah dan produktivitas pertanian dan untuk
pertahanan keragaman organisme tanah dan bahan organik (Ayuke et al. 2011).
Pupuk hayati menjadi satu alternatif input produksi dalam budidaya
tanaman, khususnya kegiatan yang menyangkut pemupukan. Pupuk hayati
didefinisikan sebagai sebuah komponen yang mengandung mikrob untuk
meningkatkan ketersediaan kandungan unsur hara bagi tumbuhan (Simanungkalit
2001). Selain dapat meningkatkan kesuburan tanah, pupuk hayati juga dapat
memacu pertumbuhan dan meningkatkan produksi. Bahkan pupuk hayati juga
dapat membantu mengendalikan organisme patogen (Wu et al. 2005). Walaupun
demikian, suplai bahan organik maupun anorganik sebagai tambahan sumber
nutrisi sangat berperan dalam meningkatkan efektifitas pupuk hayati
(Vance 1988).
Pemanfaatan bahan organik dan pupuk hayati yang berguna perlu
dikembangkan dalam usaha menekan input bahan kimia anorganik (Pangaribuan
dan Pujisiswanto 2008). Pendekatan yang telah dilakukan antara lain
mengintroduksi potensial mikroorganisme tanah yang dikenal sebagai pupuk
hayati (Elhassan et al. 2010). Untuk mencapai hasil panen yang tinggi dan
kualitas panen yang baik dengan tetap menjaga kelestarian sumber daya pertanian
yang berkelanjutan diperlukan usaha dan strategi yang tepat, misalnya dengan
penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati. Pupuk organik merupakan substansi
penting dalam pertanian yang berperan dalam memperbaiki sifat fisik dan kimia
tanah serta menghasilkan sumber energi untuk aktivitas biologi dalam tanah
(Sabiham dan Mulyanto 2005).
3
Penelitian yang dilakukan El Ainy (2008) pada tanaman jagung
menunjukkan bahwa penggunaan sumber nutrisi 100% dosis kompos yang
dikombinasikan dengan pupuk hayati ternyata menghasilkan bobot kering jagung
pipilan tertinggi (41.6 g/pot) dan mampu meningkatkan produksi sebesar 94137% bila dibandingkan dengan menggunakan 100% dosis pupuk anorganik dan
50% dosis pupuk anorganik + 50% dosis kompos. Pada tanaman padi,
penggunaan sumber nutrisi + 50% dosis kompos + 50% dosis pupuk anorganik
yang dikombinasikan dengan pupuk hayati menghasilkan bobot total gabah isi
tertinggi (33.4 g/pot) serta mampu meningkatkan produksi sebesar 18.8-25.4%
bila dibandingkan dengan tanaman yang menggunakan sumber nutrisi + 100%
dosis pupuk anorganik dan 100% dosis kompos.
Penelitian yang dilakukan Wibowo (2007) menunjukkan bahwa
penggunaan pupuk biologi berperan dalam peningkatan serapan hara nitrogen,
fosfor dan kalium pada tanaman caisim. Pupuk biologi yang digunakan adalah
kompos yang diperkaya mikrob Pseudomonas, Bacillus, Azotobacter,
Azospirillum, Rhizobium dan pelarut P. Dosis pupuk anorganik adalah 0.5 g/pot
Urea; 0.5 g/pot SP-36; 0.375g/pot KCl untuk padi, jagung, caisim. Penambahan
pupuk biologi baik tunggal maupun dikombinasikan dengan pupuk anorganik
telah meningkatkan serapan ketiga hara tersebut. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa rata-rata serapan hara nitrogen, fosfor, kalium tertinggi terdapat pada
perlakuan 100% pupuk biologi dan perlakuan 50% pupuk biologi yang
dikombinasikan dengan 50% pupuk anorganik. Hasil penelitian juga memberikan
informasi bahwa penambahan pupuk anorganik 100% tidak mampu meningkatkan
serapan hara.
Penelitian yang dilakukan Fadiluddin (2009) pada tanaman jagung
menunjukkan bahwa aplikasi pupuk hayati cair dan padat yang dikombinasikan
dengan pupuk anorganik dan organik dapat meningkatkan serapan hara makro
total hingga 145% dan 665.3% dibandingkan dengan kontrol. Hasil terbaik dalam
penelitian ini terlihat pada penambahan pupuk hayati baik cair maupun padat
ketika dikombinasikan dengan kompos 50% + pupuk NPK 50% pada tanaman
jagung. Peningkatan terlihat pada bobot produksi jagung pipilan per tanaman
yang mencapai 274.6% untuk pupuk hayati cair dan 223.4% untuk pupuk hayati
padat. Peningkatan bobot 1000 biji jagung juga terjadi masing-masing sebesar
79.7% dan 77.8%. Pada tanaman padi gogo perlakuan kombinasi pupuk hayati
cair dan padat dengan pupuk anorganik dan organik mampu meningkatkan
serapan unsur hara makro total hingga 99.4% dan 80.6% dibandingkan kontrol.
Aplikasi pupuk hayati cair yang dikombinasikan dengan kompos 100%
memberikan hasil terbaik pada jumlah gabah isi per rumpun dan bobot gabah isi
per rumpun sebesar berturut-turut 108.2% dan 86.3%.
4
Peningkatan produktivitas dengan tetap menjaga kelestarian sumber daya
pertanian berkelanjutan memerlukan usaha dan strategi yang tepat diantaranya
pemanfaatan pupuk organik dan pupuk hayati. Penerapan pertanian cermat
melalui reduksi dosis pupuk anorganik juga merupakan teknologi yang dapat
diterapkan tanpa menurunkan produktivitas. Upaya efisiensi pemupukan dapat
tercapai dan pupuk hayati dapat ditingkatkan penggunaannya dalam mensuplai
ketersediaan unsur hara tanah. Sehingga dalam penelitian ini telah dilakukan
percobaan untuk mendapatkan informasi tentang efektifitas penggunaan dosis
pupuk anorganik. Dosis optimum pupuk anorganik untuk tanaman buncis mini di
tanah Andisol adalah 150 kg Urea ha-1, 200 kg SP-36 ha-1 dan 120 kg KCl ha-1.
Tujuan
1. Membandingkan pengaruh tiga jenis pupuk organik dan dua pupuk hayati
terhadap pertumbuhan dan produksi buncis mini.
2. Membandingkan pengaruh interaksi pupuk organik dan pupuk hayati pada
beberapa dosis pupuk anorganik terhadap pertumbuhan dan produksi
buncis mini serta kualitas tanah.
Hipotesis
1. Terdapat jenis pupuk organik dan pupuk hayati terbaik dalam
meningkatkan pertumbuhan dan produksi buncis mini.
2. Terdapat perbedaan pengaruh interaksi pupuk organik dan pupuk hayati
pada empat aplikasi dosis pupuk anorganik terhadap pertumbuhan dan
produksi buncis mini dan perbaikan kualitas tanah.
5
2 TINJAUAN PUSTAKA
Budidaya dan Pemupukan Tanaman Buncis
Buncis (Phaseolus vulgaris) termasuk sayuran polong semusim divisi
spermatophyta, sub divisi: angiospermae, kelas: dicotyledonae, sub kelas:
calyciflorae, ordo: rosales (leguminales), famili: leguminosae (papilionaceae),
sub famili: papilionoideae, genus: phaseolus dan merupakan tanaman budidaya
penting untuk pangan (Rubyogo et al. 2004).
Tanaman ini bukan tanaman asli Indonesia melainkan tempat asal
primernya adalah Meksiko Selatan dan Amerika Tengah, sedangkan daerah
sekunder adalah Peru, Equador, Bolivia dan menyebar ke negara-negara Eropa
sampai ke Indonesia dan sering disebut snap beans atau french beans. Kacang
buncis tipe tegak (kidney-bean) atau kacang jago adalah tanaman asli lembah
Tahuaacan-Meksiko (Maesen et al. 1992). Beberapa nama diberikan pada jenis
buncis ini seperti snap bean, french bean dan string bean (Satti et al. 2010).
Buncis mini (french bean) adalah tanaman yang biasa tumbuh di pegunungan
Kashmir selama musim semi untuk menghasilkan polong hijau dan biji kering.
Sekarang dibudidayakan juga sebagai tanaman musim dingin sehingga dinamai
sebagai “Rabi-Rajmash”. Polong hijau dan biji kering keduanya kaya akan
kandungan protein dan digunakan sebagai sayuran (Neeraj dan Singh 2011).
Buncis bentuknya semak atau perdu terdiri dua tipe pertumbuhan yaitu tipe
merambat (indeterminate) mencapai tinggi tanaman ± 2 m bahkan dapat mencapai
2.4 m dan lebih dari 25 buku pembungaan sehingga memerlukan turus untuk
pertumbuhannya dan tipe tegak/pendek (determinate) tinggi tanaman antara 3050 cm dengan jumlah buku sedikit dan pembungaannya terbentuk di ujung batang
utama. Daun buncis berdaun tiga dan menyirip. Bunga berukuran besar dan
mudah terlihat, berwarna putih, merah jambu atau ungu dan merupakan bunga
sempurna (Rubatzky 1997).
Buncis merupakan salah satu sumber protein nabati dan mempunyai nilai
gizi yang cukup tinggi dan lengkap. Buncis mempunyai potensi ekonomi yang
cukup baik sebab peluang pasarnya cukup luas yaitu untuk sasaran pasaran dalam
negeri maupun pasar luar negeri (ekspor). Selain dikonsumsi dalam bentuk polong
dan biji yang dimasak, di Afrika dan di Amerika Latin, tajuk dan daunnya yang
muda biasa digunakan sebagai lalapan (Rubatzky 1997).
Buncis tipe tegak berasal dari daerah tropis sehingga apabila ditanam di
daerah tropis pada dataran rendah tidak begitu jauh keadaan mikro klimatnya
(Putrasamedja 1992). Buncis tipe tegak di Indonesia merupakan tanaman sayuran
yang spesifik dataran tinggi. Buncis biasanya diusahakan di daerah-daerah dengan
ketinggian 500-1500 m dpl (Pinilih 2005).
Buncis tegak memiliki habitus tanaman yang tegak, tidak seperti buncis
rambat yang memiliki habitus merambat. Buncis tegak selain mempunyai potensi
produksi tinggi, pembudidayaannya tidak memerlukan ajir, sehingga dapat
menghemat biaya produksi sebesar 30 % dibandingkan dengan buncis tipe
merambat (Sumpena dan Hilman 2000).
6
Buncis telah secara luas dikenal masyarakat sebagai sayuran yang bernilai
gizi tinggi ditambah dengan adanya khasiat antihiperglikemik (bahan yang dapat
menurunkan kadar glukosa darah) dan didukung kecendrungan pasar global
kembali ke tanaman obat alami untuk pemeliharaan berbagai aspek kesehatan,
maka diyakini bila buncis dapat dikembangkan menjadi sediaan bahan baku obat
antihiperglikemik oral akan mempunyai nilai ekonomis yang prospektif
(Andayani 2003).
Buncis membutuhkan nitrogen dalam jumlah yang tinggi pada tahap
perkembangan pertama untuk perkecambahan dan perkembangan simbiosis
fiksasi nitrogen. Pada tahap berikutnya perkembangan kebutuhan nitrogen
dipenuhi dari bakteri. Sejumlah nitrogen yang bersimbiosis bergantung pada jenis
tanaman, efisiensi bakteri yang diinokulasi dan karakteristik tanah (Bildirici dan
Yilmaz 2005).
Permasalahan pemupukan, pengolahan lahan pertanian yang intensif,
pencucian hara, erosi yang tinggi pada budidaya tanaman sayuran menyebabkan
penurunan produktivitas, pemadatan lahan dan berkurangnya bahan organik tanah
(Russel et al. 2006; Nissen dan Wander 2003). Beberapa permasalahan tersebut
apabila berlangsung dalam jangka waktu yang lama, diprediksikan kondisi lahan
sayuran akan mengalami degradasi lahan atau tidak berkelanjutan (Addiscot
2000). Penggunaan pupuk organik dalam budidaya sayuran memiliki beberapa
keuntungan terutama untuk mempertahankan kondisi tanah dan menekan
penggunaan pupuk anorganik (Widawati et al. 2010).
Pemupukan dalam budidaya tanaman buncis adalah salah satu usaha untuk
meningkatkan produksi. Di sisi lain apabila dosis pupuk yang diberikan tidak
tepat, terlalu rendah produksi juga rendah, terlalu tinggi mencemari lingkungan
dan merupakan suatu pemborosan. Lebih dari itu fenomena bahaya penggunaan
pupuk berlebihan dan pestisida sintetik, memicu isu internasional trend gaya
hidup sehat dengan slogan ”Back to Nature” di masyarakat dunia yang
mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus mempunyai atribut; aman
dikonsumsi (food savety attributes), bernutrisi tinggi (nutritional attributes) dan
ramah lingkungan (eco-labelling attributes) (Winarno et al. 2002)
Peranan Pupuk Organik dan Pupuk Hayati terhadap Pertumbuhan
Tanaman dan Perbaikan Kualitas Tanah
Berbagai hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan
pertanian yang diusahakan secara intensif menurun produktivitasnya dan telah
mengalami degradasi lahan, terutama terkait dengan sangat rendahnya kandungan
C organik dalam tanah, yaitu2.5%. Sebagai negara tropika basah yang memiliki
sumber bahan organik sangat melimpah tetapi belum dimanfaatkan secara
optimal. Bahan organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian,
mengurangi pencemaran lingkungan dan meningkatkan kualitas lahan secara
berkelanjutan (Badan Litbang Pertanian 2006).
7
Peranan bahan organik dalam budidaya pertanian adalah sebagai penyedia
hara dan sebagai penyubur tanah. Bahan organik dapat diperoleh dari berbagai
sumber, di antaranya adalah pupuk hijau yang merupakan bagian tanaman, limbah
pertanian yang merupakan sisa panen (Rachman et al. 2011) dan kompos yang
merupakan bahan organik seperti dedaunan, jerami, alang-alang rerumputan,
kotoran hewan yang telah mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme
pengurai, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah
(Setyorini et al. 2011). Beberapa manfaat pemberian bahan organik adalah
meningkatkan kandungan humus tanah, mengurangi pencemaran lingkungan,
mengurangi pengurasan tanah yang terangkut dalam bentuk panenan dan erosi,
memperbaiki sifat-sifat tanah serta memperbaiki kesehatan tanah (Swift dan
Sanchez 1984).
Bahan organik tanah memainkan peranan penting dalam kesuburan tanah
dan merupakan sumber hara penting bagi tanaman. Humus tanah yang merupakan
komponen terbesar bahan organik tanah juga berfungsi memelihara kondisi fisik
tanah secara optimum untuk pertumbuhan tanaman, kapasitas pengikatan air dan
ketersediaan hara. Hal ini terkait dengan eksistensi mikrob yang terdapat dalam
bahan organik tersebut. Proses utama aktivitas mikrob di dalam tanah adalah
mineralisasi bahan organik tersebut. Di dalam proses dekomposisi, ion kompleks
organik dalam residu dapat dimineralisasi atau dikonversi dari bentuk organik ke
bentuk anorganik seperti N, P dan S (Havlin et al. 2005). Proses mediasi biologi
melalui dekomposisi bahan organik oleh mikrob merupakan hal penting dalam
kerangka pemeliharaan, ketersediaan hara dan siklus materi (Tremblay dan
Benner 2006).
Pupuk organik mengandung unsur hara makro dan mikro namun dalam
jumlah sedikit dan lambat tersedia. Pupuk organik juga mengandung asam-asam
organik, hormon dan zat perangsang tumbuh yang sangat dibutuhkan tanaman dan
tidak dimiliki oleh pupuk anorganik. Penggunaan pupuk organik lebih berperan
dalam memperbaiki kesuburan tanah dan kualitas tanaman dibandingkan
pensuplai unsur hara (Badan Litbang Pertanian 2010).
Pupuk kandang merupakan satu jenis bahan organik yang umumnya
digunakan dalam budidaya pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan hasil
pertanian. Penambahan bahan organik dalam suatu budidaya tanaman
dimaksudkan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Peranan
bahan organik terhadap sifat fisik tanah meliputi pembentukan struktur,
meningkatkan konsistensi, memperbaiki porositas, meningkatkan daya mengikat
air dan meningkatkan ketahanan terhadap erosi. Terhadap sifat kimia tanah,
bahan organik memiliki peranan dalam meningkatkan kapasitas tukar kation,
kapasitas tukar anion, menurunkan atau meningkatkan pH tanah, menigkatkan
daya sangga tanah dan kegaraan tanah. Terhadap sifat biologi tanah, peranan
bahan organik adalah sebagai sumber energi bagi makro dan mikro fauna tanah,
penambahan bahan organik dalam tanah akan meningkatkan aktiviats dan
populasi makro dan mikro fauna tanah sehingga proses dekomposisi dan
mineralisasi juga meningkat (Atmojo 2003).
8
Pupuk kandang memiliki sifat alami tidak merusak tanah, menyediakan
unsur hara makro (N, P, K, Ca dan S) serta unsur mikro. Selain itu, pupuk
kandang juga berfungsi untuk meningkatkan daya pegang air tanah, meningkatkan
aktivitas mikrobiologi, meningkatkan nilai kapasitas tukar kation serta
memperbaiki struktur tanah. Dibandingkan bahan organik lain, pupuk kandang
kotoran ayam memiliki kandungan unsur hara yang cukup tinggi yaitu 2.6% N,
2.9% P, dan 3.4% K (Santoso et al. 2004).
Pupuk kandang ayam mengandung unsur hara lebih tinggi dibanding pupuk
kandang lainnya. Selain dapat meningkatkan produktivitas tanaman, penggunaan
pupuk kandang ayam merupakan salah satu komponen budidaya tanaman yang
ramah lingkungan dan memiliki pengaruh yang baik terhadap tanah melalui
perbaikan fisika, biologi dan kimia tanah yang lebih baik dari pupuk kandang
lainnya. Penelitian Eliyani (1999) menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang
ayam 10 ton ha-1 dapat memperbaiki sifat kimia tanah yaitu meningkatkan kadar
C organik tanah (1.72%), meningkatkan pH tanah berkisar antara 0.08-0.17 satuan
dan meningkatkan kadar P-Bray tanah saat panen. Penelitian Susanti (2006)
menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang ayam 15 ton ha-1 merupakan
dosis terbaik yang menghasilkan produksi biomassa tertinggi yaitu 10.73 g bobot
kering daun dan 6.36 bobot kering umbi per tanaman pada tanaman kolesom.
Pupuk kandang ayam juga dapat berfungsi sebagai carrier (pembawa)
inokulan konsorsium bakteri yang dibentuk oleh strain Azospirillum, Azotobacter
dan P-Solubiliser bakteri. Pupuk kandang ayam carrier ini berfungsi sebagai
biofertilizer yang mampu meningkatkan kualitas fisik, kimia, mikrobiologi dan
biokimia tanah (Rivera-Cruz et al. 2008).
Pupuk hayati menjadi satu alternatif input produksi dalam budidaya
tanaman, khususnya kegiatan yang menyangkut pemupukan. Biofertilizer atau
pupuk hayati didefinisikan sebagai sebuah komponen yang mengandung mikrob
untuk meningkatkan ketersediaan kandungan unsur hara bagi tumbuhan. Pupuk
tersebut mengandung mikrob hidup yang diberikan ke dalam tanah sebagai
inokulan untuk membantu menyediakan unsur hara tertentu bagi tanaman.
Bioteknologi berbasis mikrob dikembangkan dengan memanfaatkan peran penting
bakteri. Upaya untuk meningkatkan peran mikrob tersebut melalui aplikasi ke
daerah perakaran diharapkan dapat memacu pertumbuhan tanaman
(Simanungkalit 2001).
Kemampuan mikrob dalam menghasilkan hormon pertumbuhan (IAA,
sitokinin dan giberelin) dapat meningkatkan pertumbuhan rambut-rambut akar
sehingga penyerapan air dan hara mineral lebih efisien (Lerner 2005). Pada hasil
penelitian Wibowo (2007) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk hayati
(Azotobacter, Azospirillum, Pseudomonas, Bacillus dan Rhizobium) mampu
meningkatkan kandungan hormon IAA rata-rata sebesar 73-159% pada tanaman
caisim, jagung dan kedelai.
9
Penggunaan pupuk hayati yang mengandung bakteri
Azospirillum,
Azotobacter, Pseudomonas dan Bacillus dapat memacu pertumbuhan vegetatif
dan reproduktif tanaman khususnya pada jagung, tomat dan kentang. Pupuk hayati
dapat meningkatkan ukuran tongkol, bobot biji jagung , jumlah serta bobot buah
tomat. Pada tanaman kentang, penambahan pupuk hayati selain meningkatkan
produksi juga dapat meningkatkan jumlah umbi berukuran besar (Hamim et al.
2007).
Aplikasi pupuk hayati menjadi pelengkap sangat baik, karena selain
meningkatkan kesuburan tanah juga memacu pertumbuhan tanaman (Vessey
2003). Manfaat lain dari penggunaan pupuk hayati adalah sebagai kontrol biologi
terhadap berbagai macam jenis penyakit tumbuhan. Pupuk hayati yang
diaplikasikan pada proses pembibitan kacang buncis (Vigna mungo) mampu
menekan munculnya penyakit busuk akar hingga 77% dan meningkatkan daya
kecambah hingga 20% (Mohammad dan Hossain 2003). Komunitas mikrob dapat
berperan dalam pertumbuhan tanaman melalui beberapa mekanisme, antara lain :
meningkatkan ketersediaan unsur-unsur hara di dalam tanah, meningkatkan
kemampuan bersaing dengan patogen akar (Weller et al. 2002)
Pupuk hayati merupakan inokulan berbahan aktif organisme hidup yang
berfungsi untuk menambat hara tertentu atau menfasilitasinya tersedianya hara
dalam tanah bagi tanaman (Suriadikarta dan Simanungkalit 2006). Salah satu
faktor yang menentukan mutu suatu pupuk hayati adalah keefektifan strainstrain/spesies-spesies mikrob yang terkandung dalam pupuk hayati tersebut.
Mikrob tersebut pada dasarnya diisolasi dari dalam tanah. kemudian diskrining
berdasarkan sifat tertentu yang diinginkan (tanah kering, masam, dan sebagainya)
selanjutnya diformulasi sebagai inokulan (Simanungkalit et al. 2006). Untuk
aplikasi inokulan perlu bahan pembawa yang mampu mendukung pertumbuhan
dan perkembangan mikroba.
Keberadaan mikrob di dalam pupuk hayati tersebut meningkatkan
pertumbuhan tanaman melalui penyediaan hara bagi tanah, misalnya melalui
fiksasi N, atau membuat hara lebih tersedia dengan pelarutan P atau meningkatkan
akses tanaman untuk mendapatkan unsur hara yang memadai. Mikrob yang
diformulasikan dalam bentuk pupuk hayati menurut Vessey (2003) dikenal
dengan plant growth promoting rhizobacteria (PGPR).
Pupuk hayati mengandung mikrob yang dapat digunakan untuk mengatasi
masalah agrolingkungan karena mikrob tersebut memiliki kemampuan untuk
meningkatkan ketersediaan hara dan serapan hara, pertumbuhan tanaman dan
meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit (Adesemoyo dan Kloepper
2009). Peningkatan serapan hara juga dapat dipengaruhi oleh aktivitas mikrob
yang terdapat dalam pupuk hayati. Peningkatan serapan hara N dipacu oleh
aktivitas mikrob yang mampu mengikat N bebas yaitu Azotobacter dan
Azospirillum tanpa harus bersimbiosis dengan tanaman (Goenadi 2004).
Simanungkalit (2001) menyatakan bahwa di daerah perakaran (rizosfer)
cukup banyak mikrob yang menguntungkan, mampu memperbaiki pertumbuhan
tanaman melalui peningkatan serapan hara dan mencegah timbulnya penyakit
yang berasal dari tanah. Kelompok mikrob yang berperan sebagai pupuk hayati
ada yang bersifat simbiotik (Rhizobium, Bradyrhizobium, mikoriza) maupun nonsimbiotik (Azotobacter, Azospirillum, Pseudomonas dan Bacillus). Berbagai
inokulum pupuk hayati telah dikomersilkan di Indonesia, ada yang berupa strain
10
tunggal (mengandung satu strain mikrob) dan ada yang multistrain (mengandung
dua atau lebih strain mikrob).
Tidak seperti senyawa agrokimia sintesis yang fungsi dan pengaruhnya
sama di berbagai kondisi dan lingkungan, mikrob memiliki tanggap yang relatif
berbeda untuk tiap rentang kondisi lingkungan yang berbeda. Beragamnya kondisi
lingkungan (jenis tanah, tingkat pengelolaan tanah, iklim dan jenis tanaman yang
diusahakan) dengan masa pengujian yang pendek dan teknik aplikasi yang belum
tepat merupakan kendala yang harus diteliti untuk keberhasilan pemanfaatan
pupuk hayati ke depan (Husen et al. 2006).
Mikrob penambat N tanpa bersimbiosis dengan legume meliputi :
Azospirillum, Azotobacter, Herbaspirillum, dan Azoarcus (Saikia dan Jain 2007).
Spesies-spesies Azotobacter yang telah diketahui/ dikenal antara lain: A.
chroococcum. A. beijerinckii. A. paspali. A. vinelandii. A. agilis. A. insignis dan
A. macrocytogenes (Wedhastri 2002). Sedangkan mikrob pelarut fosfat di dalam
tanah ada dua kelompok yaitu dari kelompok bakteri dan jamur. Pelarut P dari
kelompok bakteri antara lain adalah Pseudomonas dan Bacillus, sedangkan dari
kelompok fungi adalah Aspergillus dan Penicilium ( Ruhnayat 2007).
Pengikatan N oleh mikroba penambat dilakukan dengan mengubah nitrogen
di atmosfer menjadi ammonia melalui enzim nitrogenase (Saikia dan Jain 2007).
Azotobacter adalah bakteri penambat nitrogen aerobik yang mampu menambat
nitrogen dalam jumlah yang cukup tinggi, bervariasi ± 2 – 15 mg nitrogen/g
sumber karbon yang digunakan (Wedhastri 2002). Pada medium yang sesuai
Azotobacter mampu menambat 10 – 20 mg nitrogen/g gula. Azotobacter sangat
sensitif pada alkalinitas, asiditas dan optimum pada pH 7-8. Ion aluminium
bersifat toksik untuk Azotobacter. Hal ini merupakan hambatan utama bagi
Azotobacter yang berasal dari tanah podsolik (Isminarni et al. 2007).
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi penambatan nitrogen antara
lain suhu, kelembaban tanah, pH tanah, sumber karbon, cahaya dan penambatan
nitrogen. Disamping itu jumlah bakteri penambat nitrogen pada perakaran,
potensial redoks dan konsentrasi oksigen juga dapat mempengaruhi aktivitas
penambatan nitrogen (Wedhastri 2002).
Sistem pertanian berkelanjutan sangat erat kaitannya dengan kualitas tanah
sebagai tempat tumbuh tanaman. Kualitas tanah adalah kemampuan suatu tanah
untuk berfungsi dalam berbagai batas ekosistem untuk mendukung produktivitas
biologi, mempertahankan kualitas lingkungan dan meningkatkan kesehatan
tanaman, hewan dan manusia. Secara umum terdapat tiga makna pokok dari
definisi tersebut yaitu produksi berkelanjutan yaitu kemampuan tanah untuk
meningkatkan produksi dan tahan terhadap erosi, mutu lingkungan yaitu tanah
diharapkan mampu untuk mengurangi pencemaran air , tanah, udara, penyakit dan
kerusakan sekitarnya dan ketiga kesehatan makhluk hidup (Doran dan Parkin
1994).
Penambahan bahan organik merupakan salah satu cara peningkatan
kualitas tanah (Sanchez 1992). Bahan organik terdiri dari campuran residu
tanaman dan hewan dalam berbagai tahap dekomposisi, tubuh mikroorganisme
dan hewan kecil yang masih hidup maupun sudah mati serta sisa-sisa hasil
dekomposisi (Schnitzer 1991). Dengan pemberian bahan organik, dapat diperoleh
beberapa manfaat diantaranya dapat meningkatkan kandungan unsur hara,
mengurangi pencemaran lingkungan serta mampu memperbaiki sifat-sifat tanah.
11
Secara umum indikator kualitas tanah harus mengintegrasikan sifat kimia
fisik dan biologi tanah, mudah diperoleh oleh para pengguna dan diaplikasikan
pada berbagai kondisi lapangan, peka terhadap perubahan pengolahan tanah dan
iklim, dapat diukur atau diprediksi di lapangan dan di laboratorium dan sedapat
mungkin tersedia dalam basis data tanah. Salah satu indikator kualitas tanah
adalah kandungan bahan organik tanah, selain indikator yang lain seperti sifat
fisik, kimia dan biologi tanah. Diambilnya bahan organik sebagai salah satu
indikator yang perlu diperhatikan karena sifatnya yang sangat labil dan
kandungannya berubah sangat cepat tergantung manajemen pengelolaan tanah
(Blair et al. 1998). Walaupun kandungan bahan organik tanah sangat sedikit yaitu
1-5% dari berat total tanah mineral, namun pengaruhnya terhadap sifat fisik,
kimia dan biologi tanah sangat besar. Manfaat bahan organik sudah teruji
kehandalannya dalam memperbaiki kualitas tanah (Stevenson 1994).
Efektifitas Pupuk Organik dan Pupuk Hayati dalam Meningkatkan
Efisiensi Pupuk Anorganik
Pengembangan pupuk anorganik berdampak positif terhadap peningkatan
produksi, namun penggunaan pupuk anorganik juga berdampak negatif, seperti
pencemaran lingkungan dan inefisiensi pemupukan. Dampak negatif ini
disebabkan pemakaian pupuk anorganik tidak menurut aturan yang seharusnya
digunakan bersama dengan pupuk organik, takarannya sesuai dengan keperluan
tanaman guna mengurangi dampak negatif dari penggunaan pupuk anorganik
(Badan Litbang Pertanian 2010).
Pupuk anorganik atau disebut juga pupuk mineral adalah pupuk yang
mengandung satu atau lebih senyawa anorganik seperti N, P dan K. Pupuk N
utama adalah pupuk Urea (CO(NH2)2 yang mengandung 46% N, berbentuk
pril/tablet, warna putih dam mudah larut dalam air. Bila urea digunakan pada
lahan kering, tanaman menyerap N sebagian besar dalam bentuk NO3 - karena
ammonium yang dikandung dalam pupuk urea akan mengalami oksidasi, tanaman
menyerap NH4+ dalam jumlah kecil (Adiningsih 2004).
Selain N, tanaman juga membutuhkan P dan K. Fosfor umumnya diserap
tanaman dalam bentuk H2PO4- dan HPO42- dimana kemasaman tanah sangat
menentukan nisbah serapan H2PO4- dan HPO42-. Fosfor diserap oleh tanaman dan
didistribusikan ke setiap sel dalam tanaman. Fosfor sangat berpengaruh terhadap
perkembangan tanaman. Hal ini disebabkan P banyak terdapat dalam sel tanaman
berupa unit nukleotida. Unsur P dapat menstimulir pertumbuhan dan perakaran
tanaman, keadaan ini berhubungan dengan fungsi P dalam metabolisme sel. Dari
percobaan-percobaan pada tanah yang kekurangan P, bila dipupuk P ternyata
pertambahan bagian akar lebih besar jika dibandingkan dengan bagian atas
tanaman (Havlin et al. 2005). Unsur P berperan dalam proses fotosintesis,
respirasi, penyimpanan energi, transfer, pembelahan dan perbesaran sel serta
berperan dalam pertumbuhan akar dan pucuk tanaman (Bennet 1996).
Salah satu bentuk pupuk kalium adalah pupuk KCl yang mengandung 4061.5% K2O, berbentuk kristal atau briket, berwarna merah muda dan larut dalam
air. Kalium dalam tanah terdapat dalam bentuk tersedia (K-dapat dipertukarkan; K
dalam larutan tanah), lambat tersedia (terfiksasi dalam ilit, biotit) dan yang sukar
12
tersedia (feldspar, muskovit). Kalium dalam tanaman berperan dalam pembelahan
sel, fotosintesis, translokasi gula, reduksi nitrat dan aktivitas enzim (Leiwakabessy
1998). Unsur K memegang peranan penting dalam proses membuka dan menutup
stomata, transportasi unsur hara dari akar ke daun, serta proses kerja enzim
pertumbuhan (Masdar 2003). Unsur K juga banyak terlibat dalam sistem selular
tanaman, sistem enzimatis, ketahanan tanaman, sintesis selulosa, sintesis protein
dan pengaturan pH (Amrutha et al. 2007). Apabila unsur hara esensial tersebut
tidak cukup bagi tanaman maka akan berakibat rendahnya pertumbuhan dan
produksi tanaman (Mendoza et al. 2009).
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40/2007 merekomendasikan
pengembalian bahan organik atau pemberian pupuk organik yang dikombinasikan
dengan pupuk anorganik dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi dan
kesuburan tanah, sekaligus meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk anorganik
(Badan Litbang Pertanian 2010). Kandungan bahan organik di dalam tanah perlu
dipertahankan agar jumlahnya tidak sampai dibawah 2 %, dan hingga sekarang
pupuk organik tetap digunakan karena fungsinya belum tergantikan oleh pupuk
anorganik. Beberapa manfaat pupuk organik (kompos) antara lain: mampu
menyediakan unsur hara makro dan mikro walaupun dalam jumlah kecil,
memperbaiki granulasi tanah berpasir dan tanah padat sehingga dapat
meningkatkan kualitas aerasi, memperbaiki drainase tanah, dan meningkatkan
kemampuan tanah dalam menyimpan air. Disamping itu kompos juga
mengandung asam humik (humus) yang mampu meningkatkan kapasitas tukar
kation tanah, meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah dan membantu
meningkatkan pH pada tanah asam (Lulakis dan Petsas 1995).
Tanah yang kaya bahan organik bersifat lebih terbuka dengan aerasi yang
baik, relatif lebih sedikit hara yang terfiksasi mineral tanah sehingga yang tersedia
bagi tanaman lebih besar dan menjadi sumber energi mikrob tanah dalam
dekomposisi dan mempercepat pelepasan hara. Pupuk anorganik tidak dapat
menggantikan manfaat ganda bahan organik, namun dapat ditambahkan untuk
membuat hara lebih tersedia (Sutanto 2002). Aktivitas mikrob dan daur nutrisi
yang meliputi substansi bahan organik tanah berdampak terhadap ketersediaan
nutrisi bagi tanaman (Havlin et al. 2005).
Pendekatan terpadu dengan menggunakan kombinasi pupuk hayati, pupuk
organik dan pupuk anorganik merupakan pendekatan yang baik. Percobaaan di
rumah kaca oleh Hamim et al. (2007) dengan menggunakan kombinasi antara
pupuk hayati dan kompos 5 ton/ha menghasilkan bobot kering jagung pipilan
tertinggi yakni 41,6 g per pot jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa pupuk
hayati. Menurut Simanungkalit (2001), inokulasi kedelai dengan pupuk hayati
Bradyrhizobium japonicum pada tanah podsolik merah kuning di Tamanbogo
(Lampung Tengah) menunjukkan tanpa pupuk N (Urea) tingkat efisiensinya lebih
tinggi. Besarnya kenaikan hasil yang diperoleh dengan inokulasi tanpa pupuk N
rata-rata 20%.
Penelitian yang dilakukan El Ainy (2008) pada tanaman jagung dan padi
serapan hara makro mengalami peningkatan berturut-turut sebesar 50-97 % dan
10.9-22.5 % sebagai respon terhadap aplikasi pupuk hayati. Walaupun demikian,
penggunaan pupuk anorganik maupun organik sebagai tambahan sumber nutrisi
masih diperlukan untuk meningkatkan efektifitas pupuk hayati dalam
meningkatkan serapan hara tanaman.
13
Efisiensi pemupukan perlu ditingkatkan karena pupuk yang diberikan ke
tanaman tidak seluruhnya diserap oleh tanaman. Tanaman menggunakan sekitar
50% dari pupuk N yang diberikan (Saikia dan Jain 2007). Tanaman hanya
mengambil 10-25% P yang diberikan melalui pemupukan, sebagian besar
mengakibatkan perubahan kimia dalam tanah menjadi bentuk tidak larut dan tidak
tersedia bagi tanaman (Mikanova dan Novakova 2002). Ginting et al. (2006) juga
menyatakan bahwa pemberian pupuk P hanya 15-20% saja yang dapat diserap
oleh tanaman. Sehingga salah satu upaya untuk meningkatkan efisiensi
pemupukan adalah dengan pemanfaatan mikrob sebagai pupuk hayati.
14
15
3 BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan mulai Januari sampai Juni 2012 di unit
lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB (1200 m dpl), kecamatan Pacet,
kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Analisis fisik dan kimia tanah, pupuk anorganik
(Urea, SP-36 dan KCl) dilakukan di Balai Penelitian Tanah, analisis kimia pupuk
organik dilakukan di Laboratorium Tanah dan Sumber Daya Lahan, analisisis
biologi pupuk hayati dilakukan di Laboratorium Bioteknologi dan Lingkungan,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah benih buncis mini varietas French
Bean, pupuk kandang ayam petelur, pupuk kandang kambing, pupuk kandang
sapi, yang digunakan dianalisis unsur haranya disajikan pada Tabel 1, pupuk
Biost (Bacillus sp, Trichoderma sp, Mikroba Pelarut fosfat), pupuk Azozo
(Azospirillum, Azotobacter, Fungi Pelarut Fosfat), yang digunakan dianalisis total
mikrobnya disajikan pada Tabel 2, pupuk anorganik (Urea 45.81%N, SP-36
35.87%P2O5, KCl 60.56%K2O) , yang digunakan dianalisis kandungan haranya
disajikan pada Tabel 3 dan bahan-bahan kimia untuk analisis tanah. Peralatan
yang digunakan adalah peralatan tanam, peralatan laboratorium untuk analisis
tanah dan peralatan untuk pengamatan seperti penggaris, jangka sorong dan
timbangan.
Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua tahapan percobaan. Percobaan I yaitu
pengaruh pupuk organik dan pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan produksi
buncis mini. Pupuk organik dan pupuk hayati yang terbaik yang didapatkan dari
percobaan I digunakan pada percobaan II. Pada percobaan II yaitu efektifitas
pupuk organik dan pupuk hayati dalam meningkatkan efisiensi pupuk anorganik.
Percobaan I : Pengaruh pupuk organik dan pupuk hayati terhadap
pertumbuhan dan produksi buncis mini
Percobaan I dilaksanakan mulai Januari sampai April 2012 di unit
lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB (1200 m dpl), kecamatan Pacet,
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Bahan-bahan yang digunakan adalah benih
buncis mini varietas French Bean, tiga jenis pupuk organik yang terdiri atas
pupuk kandang ayam petelur, pupuk kandang kambing dan pupuk kandang sapi.
Dua jenis pupuk hayati yang terdiri atas Biost dan Azozo. Peralatan yang
digunakan adalah peralatan tanam dan peralatan yang digunakan untuk
pengamatan seperti penggaris, jangka sorong dan timbangan serta peralatan yang
dibutuhkan untuk analisis dan pengamatan di laboratorium.
16
Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan pupuk organik dan
pupuk hayati yang terbaik dari beberapa jenis penggunaan pupuk organik dan
pu
DALAM PENINGKATAN PRODUKSI BUNCIS MINI
DAN PERBAIKAN KUALITAS TANAH
YUSRA HAYATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemanfaatan Pupuk
Organik dan Pupuk Hayati dalam Peningkatan Produksi Buncis Mini dan
Perbaikan Kualitas Tanah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Pebruari 2013
Yusra Hayati
NIM A252090121
RINGKASAN
YUSRA HAYATI. Pemanfaatan Pupuk Organik dan Pupuk Hayati dalam
Peningkatan Produksi Buncis Mini (Phaseolus vulgaris) dan Perbaikan Kualitas
Tanah. Dibimbing oleh ANAS DINURROHMAN SUSILA dan ISWANDI
ANAS.
Petani sayuran konvensional hanya menggunakan pupuk anorganik.
Penggunaan pupuk anorganik dalam jangka waktu yang panjang berpengaruh
negatif terhadap sifat tanah sehingga degradasi lahan tidak dapat dihindari. Sejak
beberapa tahun lalu permintaan akan sayuran sehat yang bebas dari bahan kimia
dan pestisida meningkat secara nyata.
Penelitian bertujuan untuk (i) membandingkan pengaruh 3 jenis pupuk
organik dan 2 jenis pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan produksi buncis mini,
(ii) membandingkan pengaruh interaksi pupuk organik dan pupuk hayati pada
beberapa dosis pupuk anorganik terhadap pertumbuhan dan produksi buncis mini
serta perbaikan kualitas tanah.
Penelitian ini terdiri dari 2 percobaan, percobaan I disusun dengan
menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 2 faktor. Faktor I adalah pupuk
organik yang terdiri atas 3 taraf yaitu: pupuk kandang ayam, pupuk kandang
kambing dan pupuk kandang sapi. Faktor II adalah pupuk hayati yang terdiri atas
3 taraf yaitu: kontrol, Biost dan Azozo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
produksi tertinggi dari tanaman buncis mini diperoleh pada aplikasi pupuk
kandang ayam yang menghasilkan bobot polong per bedeng lebih tinggi 14.93%
dari pupuk kandang kambing dan 23.66% lebih tinggi dari pupuk kandang sapi.
Percobaan II menggunakan Rancangan Petak Terpisah yang disusun
dengan Rancangan Acak Kelompok yang terdiri atas 4 ulangan. Dua aplikasi
pupuk organik dan pupuk hayati sebagai petak utama dan 4 dosis pupuk
anorganik: 0%, 50%, 100% dan 150% sebagai anak petak. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa aplikasi pupuk kandang ayam dan Azozo menghasilkan
bobot polong 58.9% lebih tinggi dari perlakuan tanpa aplikasi pupuk kandang
ayam dan Azozo. Bobot polong per bedeng dari perlakuan dosis 50% pupuk
anorganik menghasilkan lebih tinggi 20.5% dari dosis 100% pupuk anorganik.
Pupuk anorganik dapat digantikan dengan pupuk organik dan pupuk hayati untuk
kualitas tanah yang lebih baik dan produktivitas tanaman berkelanjutan.
Kata kunci: pupuk organik, pupuk hayati, pupuk anorganik, produksi,
kualitas tanah
SUMMARY
YUSRA HAYATI. The use of Organic Fertilizer and Biofertilizer to Increase
French Bean Productivity (Phaseolus vulgaris) and Soil Quality. Under direction
of ANAS DINURROHMAN SUSILA and ISWANDI ANAS.
Conventional vegetable growers use only anorganic fertilizers. Using
anorganic fertilizers only for long period of time, has negative impact on soil
properties, hence soil degradation can not be avoided. Since the last few years,
demand for healthy vegetable which is free from agrochemicals such as pesticide
is increasing significantly.
The objectives of the experiments were (i) to evaluate the effect of 3
kinds of organic fertilizers and 2 kinds of biofertilizers on vegetative growth and
yield of french bean, (ii) to evaluate the effect of combination between organic
fertilizer and biofertilizer at different rates of anorganic fertilizers on vegetative
growth, yield of french bean and soil quality.
This study consisted of two experiments. The first experiment was
arranged on Randomized Complete Block Design with 2 factors, the first factor
was organic fertilizer consisted of; chicken, goat, and cow manure. The second
factor was biofertilizer consisted of: Control, Biost, Azozo. The result showed that
the highest yield of french bean was achieved at chicken manure application
produced greater in pod weight per plot 14.93% higher than goat manure and
23.66% than cow manure. The second experiment used Split Plot experiment that
was arranged in Randomized Complete Block Design with 4 replications. Two
applications the combination between organic fertilizer and biofertilizer as the
main plot and 4 anorganic fertilizer rates 0%, 50%, 100% and 150% as sub plot.
The result showed that the application between chicken manure and Azozo
produced more pod weight per plot 58.9% higher than the application without the
combination chicken manure and Azozo. Pod weight per plot from 50% rates of
anorganic fertilizer produced 20.5% higher than 100% rates of anorganic
fertilizer. Anorganic fertilizers can be substituted by organic fertilizers and
biofertilizers for greater soil quality and sustainability of the crop productivity.
Keywords : organic fertilizer, biofertilizer, anorganic fertilizer, productivity,
soil quality
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PEMANFAATAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI
DALAM PENINGKATAN PRODUKSI BUNCIS MINI
DAN PERBAIKAN KUALITAS TANAH
YUSRA HAYATI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Sandra Arifin Aziz, MS
Judul Tesis : Pemanfaatan Pupuk Organik dan Pupuk Hayati dalam
Peningkatan Produksi Buncis Mini dan Perbaikan Kualitas Tanah
Nama
: Yusra Hayati
NIM
: A252090121
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr Ir Anas Dinurrohman Susila, MSi
Prof Dr Ir Iswandi Anas, MSc
Ketua
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Agronomi dan Hortikultura
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 17 Desember 2012
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Segala puji dan syukur pada ALLAH atas segala rahmat dan hidayahNYA
penulisan karya ilmiah yang berjudul “Pemanfaatan Pupuk Organik dan Pupuk Hayati
dalam Peningkatan Produksi Buncis Mini dan Perbaikan Kualitas Tanah” dapat
diselesaikan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Anas Dinurrohman Susila, MSi
sebagai ketua komisi pembimbing dan Prof Dr Ir Iswandi Anas, MSc selaku anggota
komisi pembimbing yang telah banyak memberikan motivasi, arahan kepada Penulis
selama menjalani penelitian dan perbaikan tesis ini. Terimakasih kepada semua pihak
yang berjasa dan membantu Penulis sehingga penelitian dan tesis ini dapat
diselesaikan.
Kepada kedua orang tua, suami, anak-anak dan seluruh keluarga atas segala
perhatian, kasih sayang, do’a dan ridhonya. Semoga ALLAH membalas kebaikan
dengan yang lebih baik. Semoga tesis ini bermanfaat bagi Penulis dan semua pihak
yang tertarik untuk meningkatkan produktivitas sayuran organik.
Bogor, Pebruari 2013
Yusra Hayati
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis Penelitian
1
4
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
Budidaya dan Pemupukan Tanaman Buncis
5
Peranan Pupuk Organik dan Pupuk Hayati terhadap Pertumbuhan
Tanaman dan Perbaikan Kualitas Tanah
6
Efektifitas Pupuk Organik dan Pupuk Hayati dalam Meningkatkan
Efisiensi Pupuk Anorganik
11
3 BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Pelaksanaan Penelitian
15
15
15
17
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
25
41
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
47
47
DAFTAR PUSTAKA
49
LAMPIRAN
57
RIWAYAT HIDUP
73
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Sifat kimia pupuk organik yang digunakan dalam penelitian
Analisis biologi tanah pupuk hayati yang digunakan dalam penelitian
Kandungan hara pupuk anorganik yang digunakan dalam penelitian
Perhitungan kebutuhan pupuk anorganik yang digunakan
dalam penelitian
Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati terhadap
tinggi tanaman 14 dan 28 HST
Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati terhadap
panjang polong dan diameter polong
Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati terhadap
jumlah polong
Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati terhadap
bobot polong
Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati serta aplikasi
4 dosis pupuk anorganik terhadap tinggi tanaman 14 HST
Pengaruh interaksi pemberian pupuk organik dan pupuk hayati serta
aplikasi
4 dosis pupuk anorganik terhadap tinggi tanaman 28 HST
Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati serta aplikasi
4 dosis pupuk anorganik terhadap panjang polong dan diameter polong
Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati serta aplikasi
4 dosis pupuk anorganik terhadap jumlah polong
Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati serta aplikasi
4 dosis pupuk anorganik terhadap bobot polong
Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati serta aplikasi
4 dosis pupuk anorganik terhadap total mikrob tanah
Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati serta aplikasi
4 dosis pupuk anorganik terhadap total respirasi tanah
16
17
20
21
25
27
28
29
30
31
32
34
35
38
39
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
Hubungan antara dosis pupuk anorganik dengan panjang polong
per tanaman
Hubungan antara dosis pupuk anorganik dengan bobot polong
per tanaman
Perlakuan kombinasi pupuk kandang ayam dan Azozo + 50%
dosis pupuk anorganik dengan perlakuan tanpa pupuk kandang
ayam dan Azozo + 150% dosis pupuk anorganik
33
37
43
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Sifat Kimia dan Fisik Tanah yang digunakan dalam penelitian
Analisis Biologi tanah sebelum tanam pada percobaan II
Analisis Biologi tanah saat panen pada percobaan II
Analisis Ragam Tinggi Tanaman pada umur 14 HST
(Percobaan I)
Analisis Ragam Tinggi Tanaman pada umur 28 HST
(Percobaan I)
Analisis Ragam Panjang Polong (Percobaan I)
Analisis Ragam Diameter Polong (Percobaan I)
Analisis Ragam Jumlah Polong (Percobaan I)
Analisis Ragam Bobot Polong per Tanaman (Percobaan I)
Analisis Ragam Bobot Polong per Bedeng (Percobaan I)
Analisis Ragam Bobot Polong per Hektar (Percobaan I)
Analisis Ragam Tinggi Tanaman pada umur 14 HST
(Percobaan II)
Analisis Ragam Tinggi Tanaman pada umur 28 HST
(Percobaan II)
Analisis Ragam Panjang Polong (Percobaan II)
Analisis Ragam Diameter Polong (Percobaan II)
Analisis Ragam Jumlah Polong (Percobaan II)
Analisis Ragam Bobot Polong per Tanaman (Percobaan II)
Analisis Ragam Bobot Polong per Bedeng (Percobaan II)
Analisis Ragam Bobot Polong per Hektar (Percobaan II)
Analisis Ragam Total Mikrob Sebelum Tanam (Percobaan II)
Analisis Ragam Total Mikrob Saat Panen (Percobaan II)
Analisis Ragam Total Respirasi Tanah Sebelum Tanam (Percobaan II)
Analisis Ragam Total Respirasi Tanah Saat Panen (Percobaan II)
Bagan Petak Percobaan I
Bagan Petak Percobaan II
58
59
60
61
61
61
62
62
62
63
63
64
64
65
65
66
66
67
67
68
68
69
69
70
71
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jumlah penduduk semakin meningkat pesat sehingga permintaan terhadap
komoditas pertanian semakin tinggi. Salah satu komoditas pertanian yang
memiliki permintaan serta pasar yang semakin meningkat adalah sayuran. Di
negara yang telah menjadi swasembada pangan, tanaman sayuran merupakan
kunci utama sebagai komoditas yang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan
kesempatan pemasaran dan perdagangan, serta peningkatan pendapatan petani
(Johnson et al. 2008). Tanaman sayuran merupakan komoditas penting yang
dikonsumsi untuk menunjang kesehatan manusia. Perkembangan saat ini,
konsumsi sayuran di Indonesia masih rendah yaitu sebesar 41.90 kg/kapita/tahun.
Nilai tersebut masih dibawah standar FAO sebesar 73 kg/kapita/tahun, sedangkan
Singapura mencapai 125 kg/kapita/tahun (Bahar 2011).
Tanaman buncis (Phaseolus vulgaris) adalah tanaman kacang-kacangan
yang penting untuk gizi manusia dan memiliki kandungan protein dan kalori (Satti
et al. 2010). Pentingnya buncis sebagai makanan manusia karena kandungan
protein dan memiliki daya cerna yang baik serta sebagai sumber gizi yang penting
seperti flavanoid, vitamin A, diet serat, kalium, folat, besi, magnesium, thiamin,
riboflavin, tembaga, kalsium, fosfor, asam lemak omega-3 dan niacin (Hempel
dan Bohm 1996; Broughton et al. 2003), berpotensi menyediakan seluruh 15
mineral essensial yang dibutuhkan manusia (Welch et al. 2000), mengandung ”βsitosterol dan stigmasterol yang bisa meningkatkan produksi insulin.
Mengkonsumsi buncis akan mampu mengontrol kadar gula darah yang tinggi
sehingga penderita diabetes melitus bisa menjadikan ini sebagai alternatif baru
untuk mengobati penyakit (Andayani 2003).
Saat ini tanah yang terkontaminasi bahan kimia dari aplikasi pemupukan
anorganik yang berlebihan dan aplikasi pestisida tidak sesuai anjuran, semakin
tersebar dan meluas di seluruh wilayah Indonesia. Upaya-upaya tertentu
diperlukan untuk mencegah kerusakan tanah dan pencemaran lingkungan (polusi,
pencemaran air dan eutrofikasi) di sekitar wilayah usahatani sayuran oleh unsur
kimia yang berlebihan saat diaplikasi dalam usaha budidaya (Setyorini et al.
2003).
Pemupukan adalah penambahan hara ke dalam media tumbuh tanaman
seperti tanah dan air untuk mendukung pertumbuhan maksimum tanaman apabila
jumlah hara tersebut tidak dapat dipenuhi dari dalam media tumbuh. Salah satu
filosofi pemupukan adalah tingkat kecukupan bagi tanaman (Crop Sufficiency
Level) yang banyak diaplikasikan oleh berbagai negara dalam rangka membangun
rekomendasi pemupukan dengan keramahan lingkungan (Environmentally
friendliness) yang tinggi. Dampak negatif aplikasi pemupukan terhadap tanaman,
terhadap manusia maupun terhadap lingkungan akan timbul apabila implementasi
filosofi pemupukan tidak diterapkan secara baik dan benar (Susila 2002).
2
Peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi dan bebas
residu pestisida dari pangan memiliki konsekuensi peningkatan produktivitas
lahan demi tercapainya produktivitas tanaman yang berkelanjutan. Peningkatan
produktivitas dengan tetap menjaga kelestarian sumber daya lahan berkelanjutan
memerlukan usaha dan strategi yang tepat diantaranya pemanfaatan pupuk
organik dan pupuk hayati. BPS (2011), melaporkan nilai produksi dan
produktivitas nasional buncis tahun 2009-2011, nilai produksinya tahun 2009
sebesar 290.993 ton, tahun 2010 sebesar 336.494 ton dan tahun 2011 sebesar
337.041 ton.
Menurut Havlin et al. (2005) penggunaan pupuk anorganik secara terus
menerus akan mengakibatkan rusaknya sifat fisik, kimia dan biologi tanah
sehingga kesuburan tanah akan semakin menurun. Penggunaan pupuk anorganik
secara terus menerus pada lahan sayuran mengakibatkan menurunnya kandungan
C dan N organik juga kesuburan tanah. Untuk itu pengembalian bahan organik ke
dalam tanah perlu dilakukan untuk mempertahankan produktivitas lahan sayuran
yang berkelanjutan. Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau,
pupuk kandang dan sisa panen.
Perubahan pada sifat fisik tanah melalui pemadatan tanah dapat
menghambat mikrohabitat tanah yang berperan penting dalam membangun
mikroorganisme tanah dan aktivitasnya (Pengthamkeerati et al. 2011).
Pemeliharaan bahan organik tanah melalui pengelolaan kesuburan tanah terpadu
adalah penting untuk kualitas tanah dan produktivitas pertanian dan untuk
pertahanan keragaman organisme tanah dan bahan organik (Ayuke et al. 2011).
Pupuk hayati menjadi satu alternatif input produksi dalam budidaya
tanaman, khususnya kegiatan yang menyangkut pemupukan. Pupuk hayati
didefinisikan sebagai sebuah komponen yang mengandung mikrob untuk
meningkatkan ketersediaan kandungan unsur hara bagi tumbuhan (Simanungkalit
2001). Selain dapat meningkatkan kesuburan tanah, pupuk hayati juga dapat
memacu pertumbuhan dan meningkatkan produksi. Bahkan pupuk hayati juga
dapat membantu mengendalikan organisme patogen (Wu et al. 2005). Walaupun
demikian, suplai bahan organik maupun anorganik sebagai tambahan sumber
nutrisi sangat berperan dalam meningkatkan efektifitas pupuk hayati
(Vance 1988).
Pemanfaatan bahan organik dan pupuk hayati yang berguna perlu
dikembangkan dalam usaha menekan input bahan kimia anorganik (Pangaribuan
dan Pujisiswanto 2008). Pendekatan yang telah dilakukan antara lain
mengintroduksi potensial mikroorganisme tanah yang dikenal sebagai pupuk
hayati (Elhassan et al. 2010). Untuk mencapai hasil panen yang tinggi dan
kualitas panen yang baik dengan tetap menjaga kelestarian sumber daya pertanian
yang berkelanjutan diperlukan usaha dan strategi yang tepat, misalnya dengan
penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati. Pupuk organik merupakan substansi
penting dalam pertanian yang berperan dalam memperbaiki sifat fisik dan kimia
tanah serta menghasilkan sumber energi untuk aktivitas biologi dalam tanah
(Sabiham dan Mulyanto 2005).
3
Penelitian yang dilakukan El Ainy (2008) pada tanaman jagung
menunjukkan bahwa penggunaan sumber nutrisi 100% dosis kompos yang
dikombinasikan dengan pupuk hayati ternyata menghasilkan bobot kering jagung
pipilan tertinggi (41.6 g/pot) dan mampu meningkatkan produksi sebesar 94137% bila dibandingkan dengan menggunakan 100% dosis pupuk anorganik dan
50% dosis pupuk anorganik + 50% dosis kompos. Pada tanaman padi,
penggunaan sumber nutrisi + 50% dosis kompos + 50% dosis pupuk anorganik
yang dikombinasikan dengan pupuk hayati menghasilkan bobot total gabah isi
tertinggi (33.4 g/pot) serta mampu meningkatkan produksi sebesar 18.8-25.4%
bila dibandingkan dengan tanaman yang menggunakan sumber nutrisi + 100%
dosis pupuk anorganik dan 100% dosis kompos.
Penelitian yang dilakukan Wibowo (2007) menunjukkan bahwa
penggunaan pupuk biologi berperan dalam peningkatan serapan hara nitrogen,
fosfor dan kalium pada tanaman caisim. Pupuk biologi yang digunakan adalah
kompos yang diperkaya mikrob Pseudomonas, Bacillus, Azotobacter,
Azospirillum, Rhizobium dan pelarut P. Dosis pupuk anorganik adalah 0.5 g/pot
Urea; 0.5 g/pot SP-36; 0.375g/pot KCl untuk padi, jagung, caisim. Penambahan
pupuk biologi baik tunggal maupun dikombinasikan dengan pupuk anorganik
telah meningkatkan serapan ketiga hara tersebut. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa rata-rata serapan hara nitrogen, fosfor, kalium tertinggi terdapat pada
perlakuan 100% pupuk biologi dan perlakuan 50% pupuk biologi yang
dikombinasikan dengan 50% pupuk anorganik. Hasil penelitian juga memberikan
informasi bahwa penambahan pupuk anorganik 100% tidak mampu meningkatkan
serapan hara.
Penelitian yang dilakukan Fadiluddin (2009) pada tanaman jagung
menunjukkan bahwa aplikasi pupuk hayati cair dan padat yang dikombinasikan
dengan pupuk anorganik dan organik dapat meningkatkan serapan hara makro
total hingga 145% dan 665.3% dibandingkan dengan kontrol. Hasil terbaik dalam
penelitian ini terlihat pada penambahan pupuk hayati baik cair maupun padat
ketika dikombinasikan dengan kompos 50% + pupuk NPK 50% pada tanaman
jagung. Peningkatan terlihat pada bobot produksi jagung pipilan per tanaman
yang mencapai 274.6% untuk pupuk hayati cair dan 223.4% untuk pupuk hayati
padat. Peningkatan bobot 1000 biji jagung juga terjadi masing-masing sebesar
79.7% dan 77.8%. Pada tanaman padi gogo perlakuan kombinasi pupuk hayati
cair dan padat dengan pupuk anorganik dan organik mampu meningkatkan
serapan unsur hara makro total hingga 99.4% dan 80.6% dibandingkan kontrol.
Aplikasi pupuk hayati cair yang dikombinasikan dengan kompos 100%
memberikan hasil terbaik pada jumlah gabah isi per rumpun dan bobot gabah isi
per rumpun sebesar berturut-turut 108.2% dan 86.3%.
4
Peningkatan produktivitas dengan tetap menjaga kelestarian sumber daya
pertanian berkelanjutan memerlukan usaha dan strategi yang tepat diantaranya
pemanfaatan pupuk organik dan pupuk hayati. Penerapan pertanian cermat
melalui reduksi dosis pupuk anorganik juga merupakan teknologi yang dapat
diterapkan tanpa menurunkan produktivitas. Upaya efisiensi pemupukan dapat
tercapai dan pupuk hayati dapat ditingkatkan penggunaannya dalam mensuplai
ketersediaan unsur hara tanah. Sehingga dalam penelitian ini telah dilakukan
percobaan untuk mendapatkan informasi tentang efektifitas penggunaan dosis
pupuk anorganik. Dosis optimum pupuk anorganik untuk tanaman buncis mini di
tanah Andisol adalah 150 kg Urea ha-1, 200 kg SP-36 ha-1 dan 120 kg KCl ha-1.
Tujuan
1. Membandingkan pengaruh tiga jenis pupuk organik dan dua pupuk hayati
terhadap pertumbuhan dan produksi buncis mini.
2. Membandingkan pengaruh interaksi pupuk organik dan pupuk hayati pada
beberapa dosis pupuk anorganik terhadap pertumbuhan dan produksi
buncis mini serta kualitas tanah.
Hipotesis
1. Terdapat jenis pupuk organik dan pupuk hayati terbaik dalam
meningkatkan pertumbuhan dan produksi buncis mini.
2. Terdapat perbedaan pengaruh interaksi pupuk organik dan pupuk hayati
pada empat aplikasi dosis pupuk anorganik terhadap pertumbuhan dan
produksi buncis mini dan perbaikan kualitas tanah.
5
2 TINJAUAN PUSTAKA
Budidaya dan Pemupukan Tanaman Buncis
Buncis (Phaseolus vulgaris) termasuk sayuran polong semusim divisi
spermatophyta, sub divisi: angiospermae, kelas: dicotyledonae, sub kelas:
calyciflorae, ordo: rosales (leguminales), famili: leguminosae (papilionaceae),
sub famili: papilionoideae, genus: phaseolus dan merupakan tanaman budidaya
penting untuk pangan (Rubyogo et al. 2004).
Tanaman ini bukan tanaman asli Indonesia melainkan tempat asal
primernya adalah Meksiko Selatan dan Amerika Tengah, sedangkan daerah
sekunder adalah Peru, Equador, Bolivia dan menyebar ke negara-negara Eropa
sampai ke Indonesia dan sering disebut snap beans atau french beans. Kacang
buncis tipe tegak (kidney-bean) atau kacang jago adalah tanaman asli lembah
Tahuaacan-Meksiko (Maesen et al. 1992). Beberapa nama diberikan pada jenis
buncis ini seperti snap bean, french bean dan string bean (Satti et al. 2010).
Buncis mini (french bean) adalah tanaman yang biasa tumbuh di pegunungan
Kashmir selama musim semi untuk menghasilkan polong hijau dan biji kering.
Sekarang dibudidayakan juga sebagai tanaman musim dingin sehingga dinamai
sebagai “Rabi-Rajmash”. Polong hijau dan biji kering keduanya kaya akan
kandungan protein dan digunakan sebagai sayuran (Neeraj dan Singh 2011).
Buncis bentuknya semak atau perdu terdiri dua tipe pertumbuhan yaitu tipe
merambat (indeterminate) mencapai tinggi tanaman ± 2 m bahkan dapat mencapai
2.4 m dan lebih dari 25 buku pembungaan sehingga memerlukan turus untuk
pertumbuhannya dan tipe tegak/pendek (determinate) tinggi tanaman antara 3050 cm dengan jumlah buku sedikit dan pembungaannya terbentuk di ujung batang
utama. Daun buncis berdaun tiga dan menyirip. Bunga berukuran besar dan
mudah terlihat, berwarna putih, merah jambu atau ungu dan merupakan bunga
sempurna (Rubatzky 1997).
Buncis merupakan salah satu sumber protein nabati dan mempunyai nilai
gizi yang cukup tinggi dan lengkap. Buncis mempunyai potensi ekonomi yang
cukup baik sebab peluang pasarnya cukup luas yaitu untuk sasaran pasaran dalam
negeri maupun pasar luar negeri (ekspor). Selain dikonsumsi dalam bentuk polong
dan biji yang dimasak, di Afrika dan di Amerika Latin, tajuk dan daunnya yang
muda biasa digunakan sebagai lalapan (Rubatzky 1997).
Buncis tipe tegak berasal dari daerah tropis sehingga apabila ditanam di
daerah tropis pada dataran rendah tidak begitu jauh keadaan mikro klimatnya
(Putrasamedja 1992). Buncis tipe tegak di Indonesia merupakan tanaman sayuran
yang spesifik dataran tinggi. Buncis biasanya diusahakan di daerah-daerah dengan
ketinggian 500-1500 m dpl (Pinilih 2005).
Buncis tegak memiliki habitus tanaman yang tegak, tidak seperti buncis
rambat yang memiliki habitus merambat. Buncis tegak selain mempunyai potensi
produksi tinggi, pembudidayaannya tidak memerlukan ajir, sehingga dapat
menghemat biaya produksi sebesar 30 % dibandingkan dengan buncis tipe
merambat (Sumpena dan Hilman 2000).
6
Buncis telah secara luas dikenal masyarakat sebagai sayuran yang bernilai
gizi tinggi ditambah dengan adanya khasiat antihiperglikemik (bahan yang dapat
menurunkan kadar glukosa darah) dan didukung kecendrungan pasar global
kembali ke tanaman obat alami untuk pemeliharaan berbagai aspek kesehatan,
maka diyakini bila buncis dapat dikembangkan menjadi sediaan bahan baku obat
antihiperglikemik oral akan mempunyai nilai ekonomis yang prospektif
(Andayani 2003).
Buncis membutuhkan nitrogen dalam jumlah yang tinggi pada tahap
perkembangan pertama untuk perkecambahan dan perkembangan simbiosis
fiksasi nitrogen. Pada tahap berikutnya perkembangan kebutuhan nitrogen
dipenuhi dari bakteri. Sejumlah nitrogen yang bersimbiosis bergantung pada jenis
tanaman, efisiensi bakteri yang diinokulasi dan karakteristik tanah (Bildirici dan
Yilmaz 2005).
Permasalahan pemupukan, pengolahan lahan pertanian yang intensif,
pencucian hara, erosi yang tinggi pada budidaya tanaman sayuran menyebabkan
penurunan produktivitas, pemadatan lahan dan berkurangnya bahan organik tanah
(Russel et al. 2006; Nissen dan Wander 2003). Beberapa permasalahan tersebut
apabila berlangsung dalam jangka waktu yang lama, diprediksikan kondisi lahan
sayuran akan mengalami degradasi lahan atau tidak berkelanjutan (Addiscot
2000). Penggunaan pupuk organik dalam budidaya sayuran memiliki beberapa
keuntungan terutama untuk mempertahankan kondisi tanah dan menekan
penggunaan pupuk anorganik (Widawati et al. 2010).
Pemupukan dalam budidaya tanaman buncis adalah salah satu usaha untuk
meningkatkan produksi. Di sisi lain apabila dosis pupuk yang diberikan tidak
tepat, terlalu rendah produksi juga rendah, terlalu tinggi mencemari lingkungan
dan merupakan suatu pemborosan. Lebih dari itu fenomena bahaya penggunaan
pupuk berlebihan dan pestisida sintetik, memicu isu internasional trend gaya
hidup sehat dengan slogan ”Back to Nature” di masyarakat dunia yang
mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus mempunyai atribut; aman
dikonsumsi (food savety attributes), bernutrisi tinggi (nutritional attributes) dan
ramah lingkungan (eco-labelling attributes) (Winarno et al. 2002)
Peranan Pupuk Organik dan Pupuk Hayati terhadap Pertumbuhan
Tanaman dan Perbaikan Kualitas Tanah
Berbagai hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan
pertanian yang diusahakan secara intensif menurun produktivitasnya dan telah
mengalami degradasi lahan, terutama terkait dengan sangat rendahnya kandungan
C organik dalam tanah, yaitu2.5%. Sebagai negara tropika basah yang memiliki
sumber bahan organik sangat melimpah tetapi belum dimanfaatkan secara
optimal. Bahan organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian,
mengurangi pencemaran lingkungan dan meningkatkan kualitas lahan secara
berkelanjutan (Badan Litbang Pertanian 2006).
7
Peranan bahan organik dalam budidaya pertanian adalah sebagai penyedia
hara dan sebagai penyubur tanah. Bahan organik dapat diperoleh dari berbagai
sumber, di antaranya adalah pupuk hijau yang merupakan bagian tanaman, limbah
pertanian yang merupakan sisa panen (Rachman et al. 2011) dan kompos yang
merupakan bahan organik seperti dedaunan, jerami, alang-alang rerumputan,
kotoran hewan yang telah mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme
pengurai, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah
(Setyorini et al. 2011). Beberapa manfaat pemberian bahan organik adalah
meningkatkan kandungan humus tanah, mengurangi pencemaran lingkungan,
mengurangi pengurasan tanah yang terangkut dalam bentuk panenan dan erosi,
memperbaiki sifat-sifat tanah serta memperbaiki kesehatan tanah (Swift dan
Sanchez 1984).
Bahan organik tanah memainkan peranan penting dalam kesuburan tanah
dan merupakan sumber hara penting bagi tanaman. Humus tanah yang merupakan
komponen terbesar bahan organik tanah juga berfungsi memelihara kondisi fisik
tanah secara optimum untuk pertumbuhan tanaman, kapasitas pengikatan air dan
ketersediaan hara. Hal ini terkait dengan eksistensi mikrob yang terdapat dalam
bahan organik tersebut. Proses utama aktivitas mikrob di dalam tanah adalah
mineralisasi bahan organik tersebut. Di dalam proses dekomposisi, ion kompleks
organik dalam residu dapat dimineralisasi atau dikonversi dari bentuk organik ke
bentuk anorganik seperti N, P dan S (Havlin et al. 2005). Proses mediasi biologi
melalui dekomposisi bahan organik oleh mikrob merupakan hal penting dalam
kerangka pemeliharaan, ketersediaan hara dan siklus materi (Tremblay dan
Benner 2006).
Pupuk organik mengandung unsur hara makro dan mikro namun dalam
jumlah sedikit dan lambat tersedia. Pupuk organik juga mengandung asam-asam
organik, hormon dan zat perangsang tumbuh yang sangat dibutuhkan tanaman dan
tidak dimiliki oleh pupuk anorganik. Penggunaan pupuk organik lebih berperan
dalam memperbaiki kesuburan tanah dan kualitas tanaman dibandingkan
pensuplai unsur hara (Badan Litbang Pertanian 2010).
Pupuk kandang merupakan satu jenis bahan organik yang umumnya
digunakan dalam budidaya pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan hasil
pertanian. Penambahan bahan organik dalam suatu budidaya tanaman
dimaksudkan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Peranan
bahan organik terhadap sifat fisik tanah meliputi pembentukan struktur,
meningkatkan konsistensi, memperbaiki porositas, meningkatkan daya mengikat
air dan meningkatkan ketahanan terhadap erosi. Terhadap sifat kimia tanah,
bahan organik memiliki peranan dalam meningkatkan kapasitas tukar kation,
kapasitas tukar anion, menurunkan atau meningkatkan pH tanah, menigkatkan
daya sangga tanah dan kegaraan tanah. Terhadap sifat biologi tanah, peranan
bahan organik adalah sebagai sumber energi bagi makro dan mikro fauna tanah,
penambahan bahan organik dalam tanah akan meningkatkan aktiviats dan
populasi makro dan mikro fauna tanah sehingga proses dekomposisi dan
mineralisasi juga meningkat (Atmojo 2003).
8
Pupuk kandang memiliki sifat alami tidak merusak tanah, menyediakan
unsur hara makro (N, P, K, Ca dan S) serta unsur mikro. Selain itu, pupuk
kandang juga berfungsi untuk meningkatkan daya pegang air tanah, meningkatkan
aktivitas mikrobiologi, meningkatkan nilai kapasitas tukar kation serta
memperbaiki struktur tanah. Dibandingkan bahan organik lain, pupuk kandang
kotoran ayam memiliki kandungan unsur hara yang cukup tinggi yaitu 2.6% N,
2.9% P, dan 3.4% K (Santoso et al. 2004).
Pupuk kandang ayam mengandung unsur hara lebih tinggi dibanding pupuk
kandang lainnya. Selain dapat meningkatkan produktivitas tanaman, penggunaan
pupuk kandang ayam merupakan salah satu komponen budidaya tanaman yang
ramah lingkungan dan memiliki pengaruh yang baik terhadap tanah melalui
perbaikan fisika, biologi dan kimia tanah yang lebih baik dari pupuk kandang
lainnya. Penelitian Eliyani (1999) menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang
ayam 10 ton ha-1 dapat memperbaiki sifat kimia tanah yaitu meningkatkan kadar
C organik tanah (1.72%), meningkatkan pH tanah berkisar antara 0.08-0.17 satuan
dan meningkatkan kadar P-Bray tanah saat panen. Penelitian Susanti (2006)
menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang ayam 15 ton ha-1 merupakan
dosis terbaik yang menghasilkan produksi biomassa tertinggi yaitu 10.73 g bobot
kering daun dan 6.36 bobot kering umbi per tanaman pada tanaman kolesom.
Pupuk kandang ayam juga dapat berfungsi sebagai carrier (pembawa)
inokulan konsorsium bakteri yang dibentuk oleh strain Azospirillum, Azotobacter
dan P-Solubiliser bakteri. Pupuk kandang ayam carrier ini berfungsi sebagai
biofertilizer yang mampu meningkatkan kualitas fisik, kimia, mikrobiologi dan
biokimia tanah (Rivera-Cruz et al. 2008).
Pupuk hayati menjadi satu alternatif input produksi dalam budidaya
tanaman, khususnya kegiatan yang menyangkut pemupukan. Biofertilizer atau
pupuk hayati didefinisikan sebagai sebuah komponen yang mengandung mikrob
untuk meningkatkan ketersediaan kandungan unsur hara bagi tumbuhan. Pupuk
tersebut mengandung mikrob hidup yang diberikan ke dalam tanah sebagai
inokulan untuk membantu menyediakan unsur hara tertentu bagi tanaman.
Bioteknologi berbasis mikrob dikembangkan dengan memanfaatkan peran penting
bakteri. Upaya untuk meningkatkan peran mikrob tersebut melalui aplikasi ke
daerah perakaran diharapkan dapat memacu pertumbuhan tanaman
(Simanungkalit 2001).
Kemampuan mikrob dalam menghasilkan hormon pertumbuhan (IAA,
sitokinin dan giberelin) dapat meningkatkan pertumbuhan rambut-rambut akar
sehingga penyerapan air dan hara mineral lebih efisien (Lerner 2005). Pada hasil
penelitian Wibowo (2007) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk hayati
(Azotobacter, Azospirillum, Pseudomonas, Bacillus dan Rhizobium) mampu
meningkatkan kandungan hormon IAA rata-rata sebesar 73-159% pada tanaman
caisim, jagung dan kedelai.
9
Penggunaan pupuk hayati yang mengandung bakteri
Azospirillum,
Azotobacter, Pseudomonas dan Bacillus dapat memacu pertumbuhan vegetatif
dan reproduktif tanaman khususnya pada jagung, tomat dan kentang. Pupuk hayati
dapat meningkatkan ukuran tongkol, bobot biji jagung , jumlah serta bobot buah
tomat. Pada tanaman kentang, penambahan pupuk hayati selain meningkatkan
produksi juga dapat meningkatkan jumlah umbi berukuran besar (Hamim et al.
2007).
Aplikasi pupuk hayati menjadi pelengkap sangat baik, karena selain
meningkatkan kesuburan tanah juga memacu pertumbuhan tanaman (Vessey
2003). Manfaat lain dari penggunaan pupuk hayati adalah sebagai kontrol biologi
terhadap berbagai macam jenis penyakit tumbuhan. Pupuk hayati yang
diaplikasikan pada proses pembibitan kacang buncis (Vigna mungo) mampu
menekan munculnya penyakit busuk akar hingga 77% dan meningkatkan daya
kecambah hingga 20% (Mohammad dan Hossain 2003). Komunitas mikrob dapat
berperan dalam pertumbuhan tanaman melalui beberapa mekanisme, antara lain :
meningkatkan ketersediaan unsur-unsur hara di dalam tanah, meningkatkan
kemampuan bersaing dengan patogen akar (Weller et al. 2002)
Pupuk hayati merupakan inokulan berbahan aktif organisme hidup yang
berfungsi untuk menambat hara tertentu atau menfasilitasinya tersedianya hara
dalam tanah bagi tanaman (Suriadikarta dan Simanungkalit 2006). Salah satu
faktor yang menentukan mutu suatu pupuk hayati adalah keefektifan strainstrain/spesies-spesies mikrob yang terkandung dalam pupuk hayati tersebut.
Mikrob tersebut pada dasarnya diisolasi dari dalam tanah. kemudian diskrining
berdasarkan sifat tertentu yang diinginkan (tanah kering, masam, dan sebagainya)
selanjutnya diformulasi sebagai inokulan (Simanungkalit et al. 2006). Untuk
aplikasi inokulan perlu bahan pembawa yang mampu mendukung pertumbuhan
dan perkembangan mikroba.
Keberadaan mikrob di dalam pupuk hayati tersebut meningkatkan
pertumbuhan tanaman melalui penyediaan hara bagi tanah, misalnya melalui
fiksasi N, atau membuat hara lebih tersedia dengan pelarutan P atau meningkatkan
akses tanaman untuk mendapatkan unsur hara yang memadai. Mikrob yang
diformulasikan dalam bentuk pupuk hayati menurut Vessey (2003) dikenal
dengan plant growth promoting rhizobacteria (PGPR).
Pupuk hayati mengandung mikrob yang dapat digunakan untuk mengatasi
masalah agrolingkungan karena mikrob tersebut memiliki kemampuan untuk
meningkatkan ketersediaan hara dan serapan hara, pertumbuhan tanaman dan
meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit (Adesemoyo dan Kloepper
2009). Peningkatan serapan hara juga dapat dipengaruhi oleh aktivitas mikrob
yang terdapat dalam pupuk hayati. Peningkatan serapan hara N dipacu oleh
aktivitas mikrob yang mampu mengikat N bebas yaitu Azotobacter dan
Azospirillum tanpa harus bersimbiosis dengan tanaman (Goenadi 2004).
Simanungkalit (2001) menyatakan bahwa di daerah perakaran (rizosfer)
cukup banyak mikrob yang menguntungkan, mampu memperbaiki pertumbuhan
tanaman melalui peningkatan serapan hara dan mencegah timbulnya penyakit
yang berasal dari tanah. Kelompok mikrob yang berperan sebagai pupuk hayati
ada yang bersifat simbiotik (Rhizobium, Bradyrhizobium, mikoriza) maupun nonsimbiotik (Azotobacter, Azospirillum, Pseudomonas dan Bacillus). Berbagai
inokulum pupuk hayati telah dikomersilkan di Indonesia, ada yang berupa strain
10
tunggal (mengandung satu strain mikrob) dan ada yang multistrain (mengandung
dua atau lebih strain mikrob).
Tidak seperti senyawa agrokimia sintesis yang fungsi dan pengaruhnya
sama di berbagai kondisi dan lingkungan, mikrob memiliki tanggap yang relatif
berbeda untuk tiap rentang kondisi lingkungan yang berbeda. Beragamnya kondisi
lingkungan (jenis tanah, tingkat pengelolaan tanah, iklim dan jenis tanaman yang
diusahakan) dengan masa pengujian yang pendek dan teknik aplikasi yang belum
tepat merupakan kendala yang harus diteliti untuk keberhasilan pemanfaatan
pupuk hayati ke depan (Husen et al. 2006).
Mikrob penambat N tanpa bersimbiosis dengan legume meliputi :
Azospirillum, Azotobacter, Herbaspirillum, dan Azoarcus (Saikia dan Jain 2007).
Spesies-spesies Azotobacter yang telah diketahui/ dikenal antara lain: A.
chroococcum. A. beijerinckii. A. paspali. A. vinelandii. A. agilis. A. insignis dan
A. macrocytogenes (Wedhastri 2002). Sedangkan mikrob pelarut fosfat di dalam
tanah ada dua kelompok yaitu dari kelompok bakteri dan jamur. Pelarut P dari
kelompok bakteri antara lain adalah Pseudomonas dan Bacillus, sedangkan dari
kelompok fungi adalah Aspergillus dan Penicilium ( Ruhnayat 2007).
Pengikatan N oleh mikroba penambat dilakukan dengan mengubah nitrogen
di atmosfer menjadi ammonia melalui enzim nitrogenase (Saikia dan Jain 2007).
Azotobacter adalah bakteri penambat nitrogen aerobik yang mampu menambat
nitrogen dalam jumlah yang cukup tinggi, bervariasi ± 2 – 15 mg nitrogen/g
sumber karbon yang digunakan (Wedhastri 2002). Pada medium yang sesuai
Azotobacter mampu menambat 10 – 20 mg nitrogen/g gula. Azotobacter sangat
sensitif pada alkalinitas, asiditas dan optimum pada pH 7-8. Ion aluminium
bersifat toksik untuk Azotobacter. Hal ini merupakan hambatan utama bagi
Azotobacter yang berasal dari tanah podsolik (Isminarni et al. 2007).
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi penambatan nitrogen antara
lain suhu, kelembaban tanah, pH tanah, sumber karbon, cahaya dan penambatan
nitrogen. Disamping itu jumlah bakteri penambat nitrogen pada perakaran,
potensial redoks dan konsentrasi oksigen juga dapat mempengaruhi aktivitas
penambatan nitrogen (Wedhastri 2002).
Sistem pertanian berkelanjutan sangat erat kaitannya dengan kualitas tanah
sebagai tempat tumbuh tanaman. Kualitas tanah adalah kemampuan suatu tanah
untuk berfungsi dalam berbagai batas ekosistem untuk mendukung produktivitas
biologi, mempertahankan kualitas lingkungan dan meningkatkan kesehatan
tanaman, hewan dan manusia. Secara umum terdapat tiga makna pokok dari
definisi tersebut yaitu produksi berkelanjutan yaitu kemampuan tanah untuk
meningkatkan produksi dan tahan terhadap erosi, mutu lingkungan yaitu tanah
diharapkan mampu untuk mengurangi pencemaran air , tanah, udara, penyakit dan
kerusakan sekitarnya dan ketiga kesehatan makhluk hidup (Doran dan Parkin
1994).
Penambahan bahan organik merupakan salah satu cara peningkatan
kualitas tanah (Sanchez 1992). Bahan organik terdiri dari campuran residu
tanaman dan hewan dalam berbagai tahap dekomposisi, tubuh mikroorganisme
dan hewan kecil yang masih hidup maupun sudah mati serta sisa-sisa hasil
dekomposisi (Schnitzer 1991). Dengan pemberian bahan organik, dapat diperoleh
beberapa manfaat diantaranya dapat meningkatkan kandungan unsur hara,
mengurangi pencemaran lingkungan serta mampu memperbaiki sifat-sifat tanah.
11
Secara umum indikator kualitas tanah harus mengintegrasikan sifat kimia
fisik dan biologi tanah, mudah diperoleh oleh para pengguna dan diaplikasikan
pada berbagai kondisi lapangan, peka terhadap perubahan pengolahan tanah dan
iklim, dapat diukur atau diprediksi di lapangan dan di laboratorium dan sedapat
mungkin tersedia dalam basis data tanah. Salah satu indikator kualitas tanah
adalah kandungan bahan organik tanah, selain indikator yang lain seperti sifat
fisik, kimia dan biologi tanah. Diambilnya bahan organik sebagai salah satu
indikator yang perlu diperhatikan karena sifatnya yang sangat labil dan
kandungannya berubah sangat cepat tergantung manajemen pengelolaan tanah
(Blair et al. 1998). Walaupun kandungan bahan organik tanah sangat sedikit yaitu
1-5% dari berat total tanah mineral, namun pengaruhnya terhadap sifat fisik,
kimia dan biologi tanah sangat besar. Manfaat bahan organik sudah teruji
kehandalannya dalam memperbaiki kualitas tanah (Stevenson 1994).
Efektifitas Pupuk Organik dan Pupuk Hayati dalam Meningkatkan
Efisiensi Pupuk Anorganik
Pengembangan pupuk anorganik berdampak positif terhadap peningkatan
produksi, namun penggunaan pupuk anorganik juga berdampak negatif, seperti
pencemaran lingkungan dan inefisiensi pemupukan. Dampak negatif ini
disebabkan pemakaian pupuk anorganik tidak menurut aturan yang seharusnya
digunakan bersama dengan pupuk organik, takarannya sesuai dengan keperluan
tanaman guna mengurangi dampak negatif dari penggunaan pupuk anorganik
(Badan Litbang Pertanian 2010).
Pupuk anorganik atau disebut juga pupuk mineral adalah pupuk yang
mengandung satu atau lebih senyawa anorganik seperti N, P dan K. Pupuk N
utama adalah pupuk Urea (CO(NH2)2 yang mengandung 46% N, berbentuk
pril/tablet, warna putih dam mudah larut dalam air. Bila urea digunakan pada
lahan kering, tanaman menyerap N sebagian besar dalam bentuk NO3 - karena
ammonium yang dikandung dalam pupuk urea akan mengalami oksidasi, tanaman
menyerap NH4+ dalam jumlah kecil (Adiningsih 2004).
Selain N, tanaman juga membutuhkan P dan K. Fosfor umumnya diserap
tanaman dalam bentuk H2PO4- dan HPO42- dimana kemasaman tanah sangat
menentukan nisbah serapan H2PO4- dan HPO42-. Fosfor diserap oleh tanaman dan
didistribusikan ke setiap sel dalam tanaman. Fosfor sangat berpengaruh terhadap
perkembangan tanaman. Hal ini disebabkan P banyak terdapat dalam sel tanaman
berupa unit nukleotida. Unsur P dapat menstimulir pertumbuhan dan perakaran
tanaman, keadaan ini berhubungan dengan fungsi P dalam metabolisme sel. Dari
percobaan-percobaan pada tanah yang kekurangan P, bila dipupuk P ternyata
pertambahan bagian akar lebih besar jika dibandingkan dengan bagian atas
tanaman (Havlin et al. 2005). Unsur P berperan dalam proses fotosintesis,
respirasi, penyimpanan energi, transfer, pembelahan dan perbesaran sel serta
berperan dalam pertumbuhan akar dan pucuk tanaman (Bennet 1996).
Salah satu bentuk pupuk kalium adalah pupuk KCl yang mengandung 4061.5% K2O, berbentuk kristal atau briket, berwarna merah muda dan larut dalam
air. Kalium dalam tanah terdapat dalam bentuk tersedia (K-dapat dipertukarkan; K
dalam larutan tanah), lambat tersedia (terfiksasi dalam ilit, biotit) dan yang sukar
12
tersedia (feldspar, muskovit). Kalium dalam tanaman berperan dalam pembelahan
sel, fotosintesis, translokasi gula, reduksi nitrat dan aktivitas enzim (Leiwakabessy
1998). Unsur K memegang peranan penting dalam proses membuka dan menutup
stomata, transportasi unsur hara dari akar ke daun, serta proses kerja enzim
pertumbuhan (Masdar 2003). Unsur K juga banyak terlibat dalam sistem selular
tanaman, sistem enzimatis, ketahanan tanaman, sintesis selulosa, sintesis protein
dan pengaturan pH (Amrutha et al. 2007). Apabila unsur hara esensial tersebut
tidak cukup bagi tanaman maka akan berakibat rendahnya pertumbuhan dan
produksi tanaman (Mendoza et al. 2009).
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40/2007 merekomendasikan
pengembalian bahan organik atau pemberian pupuk organik yang dikombinasikan
dengan pupuk anorganik dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi dan
kesuburan tanah, sekaligus meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk anorganik
(Badan Litbang Pertanian 2010). Kandungan bahan organik di dalam tanah perlu
dipertahankan agar jumlahnya tidak sampai dibawah 2 %, dan hingga sekarang
pupuk organik tetap digunakan karena fungsinya belum tergantikan oleh pupuk
anorganik. Beberapa manfaat pupuk organik (kompos) antara lain: mampu
menyediakan unsur hara makro dan mikro walaupun dalam jumlah kecil,
memperbaiki granulasi tanah berpasir dan tanah padat sehingga dapat
meningkatkan kualitas aerasi, memperbaiki drainase tanah, dan meningkatkan
kemampuan tanah dalam menyimpan air. Disamping itu kompos juga
mengandung asam humik (humus) yang mampu meningkatkan kapasitas tukar
kation tanah, meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah dan membantu
meningkatkan pH pada tanah asam (Lulakis dan Petsas 1995).
Tanah yang kaya bahan organik bersifat lebih terbuka dengan aerasi yang
baik, relatif lebih sedikit hara yang terfiksasi mineral tanah sehingga yang tersedia
bagi tanaman lebih besar dan menjadi sumber energi mikrob tanah dalam
dekomposisi dan mempercepat pelepasan hara. Pupuk anorganik tidak dapat
menggantikan manfaat ganda bahan organik, namun dapat ditambahkan untuk
membuat hara lebih tersedia (Sutanto 2002). Aktivitas mikrob dan daur nutrisi
yang meliputi substansi bahan organik tanah berdampak terhadap ketersediaan
nutrisi bagi tanaman (Havlin et al. 2005).
Pendekatan terpadu dengan menggunakan kombinasi pupuk hayati, pupuk
organik dan pupuk anorganik merupakan pendekatan yang baik. Percobaaan di
rumah kaca oleh Hamim et al. (2007) dengan menggunakan kombinasi antara
pupuk hayati dan kompos 5 ton/ha menghasilkan bobot kering jagung pipilan
tertinggi yakni 41,6 g per pot jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa pupuk
hayati. Menurut Simanungkalit (2001), inokulasi kedelai dengan pupuk hayati
Bradyrhizobium japonicum pada tanah podsolik merah kuning di Tamanbogo
(Lampung Tengah) menunjukkan tanpa pupuk N (Urea) tingkat efisiensinya lebih
tinggi. Besarnya kenaikan hasil yang diperoleh dengan inokulasi tanpa pupuk N
rata-rata 20%.
Penelitian yang dilakukan El Ainy (2008) pada tanaman jagung dan padi
serapan hara makro mengalami peningkatan berturut-turut sebesar 50-97 % dan
10.9-22.5 % sebagai respon terhadap aplikasi pupuk hayati. Walaupun demikian,
penggunaan pupuk anorganik maupun organik sebagai tambahan sumber nutrisi
masih diperlukan untuk meningkatkan efektifitas pupuk hayati dalam
meningkatkan serapan hara tanaman.
13
Efisiensi pemupukan perlu ditingkatkan karena pupuk yang diberikan ke
tanaman tidak seluruhnya diserap oleh tanaman. Tanaman menggunakan sekitar
50% dari pupuk N yang diberikan (Saikia dan Jain 2007). Tanaman hanya
mengambil 10-25% P yang diberikan melalui pemupukan, sebagian besar
mengakibatkan perubahan kimia dalam tanah menjadi bentuk tidak larut dan tidak
tersedia bagi tanaman (Mikanova dan Novakova 2002). Ginting et al. (2006) juga
menyatakan bahwa pemberian pupuk P hanya 15-20% saja yang dapat diserap
oleh tanaman. Sehingga salah satu upaya untuk meningkatkan efisiensi
pemupukan adalah dengan pemanfaatan mikrob sebagai pupuk hayati.
14
15
3 BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan mulai Januari sampai Juni 2012 di unit
lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB (1200 m dpl), kecamatan Pacet,
kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Analisis fisik dan kimia tanah, pupuk anorganik
(Urea, SP-36 dan KCl) dilakukan di Balai Penelitian Tanah, analisis kimia pupuk
organik dilakukan di Laboratorium Tanah dan Sumber Daya Lahan, analisisis
biologi pupuk hayati dilakukan di Laboratorium Bioteknologi dan Lingkungan,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah benih buncis mini varietas French
Bean, pupuk kandang ayam petelur, pupuk kandang kambing, pupuk kandang
sapi, yang digunakan dianalisis unsur haranya disajikan pada Tabel 1, pupuk
Biost (Bacillus sp, Trichoderma sp, Mikroba Pelarut fosfat), pupuk Azozo
(Azospirillum, Azotobacter, Fungi Pelarut Fosfat), yang digunakan dianalisis total
mikrobnya disajikan pada Tabel 2, pupuk anorganik (Urea 45.81%N, SP-36
35.87%P2O5, KCl 60.56%K2O) , yang digunakan dianalisis kandungan haranya
disajikan pada Tabel 3 dan bahan-bahan kimia untuk analisis tanah. Peralatan
yang digunakan adalah peralatan tanam, peralatan laboratorium untuk analisis
tanah dan peralatan untuk pengamatan seperti penggaris, jangka sorong dan
timbangan.
Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua tahapan percobaan. Percobaan I yaitu
pengaruh pupuk organik dan pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan produksi
buncis mini. Pupuk organik dan pupuk hayati yang terbaik yang didapatkan dari
percobaan I digunakan pada percobaan II. Pada percobaan II yaitu efektifitas
pupuk organik dan pupuk hayati dalam meningkatkan efisiensi pupuk anorganik.
Percobaan I : Pengaruh pupuk organik dan pupuk hayati terhadap
pertumbuhan dan produksi buncis mini
Percobaan I dilaksanakan mulai Januari sampai April 2012 di unit
lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB (1200 m dpl), kecamatan Pacet,
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Bahan-bahan yang digunakan adalah benih
buncis mini varietas French Bean, tiga jenis pupuk organik yang terdiri atas
pupuk kandang ayam petelur, pupuk kandang kambing dan pupuk kandang sapi.
Dua jenis pupuk hayati yang terdiri atas Biost dan Azozo. Peralatan yang
digunakan adalah peralatan tanam dan peralatan yang digunakan untuk
pengamatan seperti penggaris, jangka sorong dan timbangan serta peralatan yang
dibutuhkan untuk analisis dan pengamatan di laboratorium.
16
Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan pupuk organik dan
pupuk hayati yang terbaik dari beberapa jenis penggunaan pupuk organik dan
pu