Penanggulangan Rasa Sakit Dengan Analgetika Dalam Bentuk

PENANGGULANGAN RASA SAKIT DENGAN ANALGETIKA DALAM BENTUK
OBAT BEBAS
ROSIAN ARBIE
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
Pendahuluan
Hampir seluruh anggota masyarakat pernah mengobati diri sendiri sebelum
mengunjugi puskesmas atau dokter [1]. Hal ini berkat tersedianya obat bebas yang
dapat diperoleh diberbagai toko obat atau apotik tanpa resep dokter, bahkan juga
bisa didapatkan dikedai–kedai sampah atau kios–kios rokok. Dengan gencarnya iklan
obat bebas melalui media cetak dan dengan pandang diperkirakan bahwa akhir–akhir
ini penggunaan obat bebas di masyarakat semakin meningkat. Kejadian sudah tentu
akan memberikan dampak yang kurang baik.
Umumnya penderita yang datang berobat kepraktek dokter disertai dengan
rasa sakt atau ngilu pada otot dan sendi [2]. Dengan demikian diperkirakan
pengguna obat bebas untuk tujuan menghilangkan rasa sakit cukup banyak. Oleh
karena keluhan nyeri atau encok jelas menjadi kendala dalam peningkatan kualitas
sumber daya manusia.
Lelo dan kawan–kawan sebelumnya mendapatkan bahwa cukup banyak
masyarakat pemakai (21/391) obat penghilang rasa sakit yang nyata–nyata tidak
mengandung bahan berkasiat analgetika demikian pula yang dijual oleh toko obat

dan apotik (6/460) [3]. Perbedaan ini mungkin dikarenakan oleh adanya perbedaan
jenis pekerjaan dan tingkat pendidikan, seperti diantara penarik becak dan guru [4].
Akan tetapi perbedaan ini mungkin pula sebagai akibat perbedaan obat yang tersedia
disuatu daerah, misalnya antara daerah kota dan desa.
Nyeri/rasa sakit
Keluhan sakit atau (pain; seperti sakit gigi) merupakan simtom dari berbagai
kelainan tubuh, termasuk diantaranya nyeri muskuloskeletal, misal: rematik,
spondilitis dan ischialgia. Beberapa daripada keluhan sakit ini ada yang disertai
dengan proses inflammasi.
Rasa sakit merupakan suatu fenomena yang kompleks melibatkan komponen
neurofisiologis dan psikologis [5]. Selama proses yamg kompleks tersebut
berlangsung dilepaskan berbagai mediator, seperti serotonin, histamin, bradikinin,
lekotrin, dan prostaglandin [6].
Sebagaimanapun,
inflammasi
menjadi
penyebab
dari
menurunnya
kemampuan tubuh atau (disability) yang dapat menyertai berbagai kelainan tubuh.

Misalnya pada penyakit rematik, reaksi inflammasi dapat menyebabkan terbatasnya
fungsi persendian [5,7,8]. Rusaknya sel–sel dari daerah yang terkena inflammasi
menyebabkan bebasnya enjim lysosom dari sel–sel darh putih, diikuti dengan
bebasnya asam arakidonat. Oleh enjim sigklook sigenase asam arakidonat dirubah
menjadi endoperoksida yang selanjutnya berubah menjadi prostaglandin dan
tromboksan. Sementara enjim lipooksiganase mengubah arakidonat menjadi lekotrin
[5,7,9].
Analgetika
Dalam pengobatan rasa sakit, tindakan non farmakologi dan farmakologis,
harus dipertimbangkan dengan seksama. Sediaan perorang selalu merupakan obat
yang disenangi penderita, terlebih lagi sediaan dengan efek samping sedikit dan

©2003 Digitized by USU digital library

1

kemungkinan kejadian addiksinya rendah yang mampu menekan gejala dan keluhan
nyeri proses inflammasi disebut analgetika OAINS (obat anti-inflamsi non-steroid)
[8,9]. Secara farmakologis praktis OAINS dibedakan atas kelompok salisilat
(asetosal, diflunisal) dan non salisilat. Sebagian besar sediaan–sediaan golongan

OAINS non salisilat ternmasuk derivat as. Arylalkanoat [8-10].
Mekanisme kerja utamanya ialah dalam menghambat enzim sikloogsigenase
dalam pembentukan prostaglandin yang dikaitkan dengan kerja analgetikanya dan
efek sampingnya. Kebanyakan analgetika OAINS diduga bekerja diperifer [6,8-10].
Efek analgitiknya telah kelihatan dalam waktu satu jam setelah pemberian per-oral.
Sementara efek antiinflamasi OAINS telah tampak dalam waktu satu-dua minggu
pemberian, sedangkan efek maksimalnya timbul berpariasi dari 1-4 minggu [6].
Setelah pemberiannya peroral, kadar puncaknya NSAID didlam darah dicapai
dalam waktu 1-3 jam setelah pemberian, penyerapannya umumnya tidak
dipengaruhi oleh adanya makanan. Volume distribusinya relatip kecil (< 0.2 L/kg)
dan mempunyai ikatan dengan protein flasma yang tinggi biasanya (>95%).
Umumnya eliminasinya secara konjugasi di hati dengan glukoronida untuk sediaan
derivat asam propionat, dan proses oksidasi dalam biotransformasi dari derivat asam
lainnya. Waktu paruh eliminasinya untuk golongan derivat arylalkanot sekitar 2-5
jam, sementara waktu paruh indometasin sangat berpariasi diantara individu yang
menggunakannya, sedangkan piroksikam mempunyai waktu paruh paling panjang
(45 jam). Penampilan farmakokinetik golongan asam anthranilat (fenamat dan
glafenin) umumnya mirip dengan derivat asma arylasetat [8-10].
Perlu diketahui bahwa 1/3 dari seluruh kejadian efek samping obat yang
dilaporkan FDA terjadi sebagai akibat dari pada pemakaian analgetika [11]. Efek

samping umum OAINS [8] ialah;
! Gangguan saluran cerna,
Oleh karena itu umumnya OAINS diberikan pada saat sedang makan atau
sesudah makan agar dapat ditolerir
!

!

Nefrotoksisitas, acute interstitial nephritis dengan atau tanpa nephrotic
syndrome, functional renal fairule, acute renal fairule, analgesic nephropathy,
chronic interstitial disease
Perubahan kesetimbangan air dan elektrolit, yaitu retensi air dan natrium
disertai dengan hiperkalemia.

Obat Bebas
Obat–obat yang dapat diperoleh dengan mudah ditoko obat atau apotik tanpa
resep dokter, dikenal sebagai obat bebas ataua disebut juga golongan obat OTC
(over the cuonter drug) [12].
Produk obat bebas yang beredar disuatu negara dapat sedemikan besar
jumlanya, seperti dinegara A.S diperkirakan jumlah obat yang beredar mencapai

350.0000 macam dari sekitar 700 jenis bahan aktif [13]. Sedangkan di Indonesia
sampai sekarang telah beredar lebih dari 200 merek dagang analgetik dari sekitar 28
nama generik [14]. Jumlah macam obat yang besar ini dapat menyebabkan
masyarakat sukar memilih obat dan akibatnya cenderung “asal pilih“ tanpa
kesesuaian antara khasiat dan mutu obat dengan penyakit penderita [13,15]. Akan
tetapi pada kenyataannya akhir–akhir ini pengguna obat–obat bebas dimasyarakat
semakn meningkat, mungkin disebabkan gencarnya advertensi obat pada media
massa [1].
Umumnya obat–obat ini hanya dapat melenyapkan keluhan–keluhan
penderita dan bersifat sementara saja. Obat bebas umumnya aman digunakan oleh
masyarakat selam mereka menggunakan sesuia dengan petunjuk yamg disediakan,
serta sadar akan efek samping yang merugikan biasanya yang tertera dalam brosus

©2003 Digitized by USU digital library

2

atau pada bungkus obatnya [15]. Sayangnya tidak anggota masyarakat yang melek
baca dapat memehami secara baik petunjuk yang diberikan itu, seperti dengan
istilah medic yang ada, apalagi bagi mereka yang buta huruf atau tidak dapat

membaca. Informasi melalui TV, radio dan media cetak belum tentu memberikan
keterangan secara lengkap dan akurat. Bahkan banyak informasi melalui iklan
tersebut dapat menyesatkan, seperti yang diungkapkan oleh Menkes RI bapak Dr.
Adyatma MPH tahun 1992 [12]. Dengan demikan masyarakat tidak dapat
memastikan kapan ia dibolehkan memilih Neosep, Antalgin, atau Resochin untuk
mengatasi keluhan sakit kepalanya.
Terlebih lagi kelihatanya promosi obat hampir tidak terkendali [16]. Iklan
obat seharusnya menyampaikan informasi yang netral termasuk didalamnya
kandungan aktif, indikasi, cara pakai, bahaya pengguna dan lainnya [17].
Alasan utama membenarkan obat–obat bebas dipasaran, ditoko obat maupun
diapotik adalah demi membantu masyarakat dalam mengatasi penyakit–penyakitnya
yang ringan [13,15]. Menteri Kesehatan Sujudi kelihatannya memberikan perijinan
pada masyarakat untuk menjadi dokter sendiri terhadap penyakitnya, yaitu dengan
penggunaan obat bebas [18]. Terlebih lagi tidak semua anggota masyarakat dapat
berhubungan dengan dokter atau puskesmas untuk segera menanggulangi penyakit
yang dideritanya misalnya karena jarak tempat tinggal, waktu, faktor ekonomi,
faktor pengangkutan dan sebagainya.
Permasalahan Pengguanaan Analgetika Obat Bebas
Pada umumnya masyarakat menyakini sepenuhnya bahwa analgetika yang di
advertensikan itu adalah benar–benar aman dan efektif [12]. Anggapan lain adalah

bahwa produk–produk akibatnya masyarakat tidak begitu awas dengan petunjuk dan
peringatan yang diberikan pada label produk obat tersebut. Tambahan lain cerita
atau pengalaman teman dekat mengenai keunggulan suatu obat akan lebih besar
pengaruhnya pada ingatan seseorang.
Tidak heran apabila pain killer (analgetika) ini selalu dikantongi
pemakaiannya kemanapun dia pergi. Malahan banyak pula mengguanakan
analgetika ini secara berlebiahan seperti memakan kacang goreng. Hasil pengkajian
jamal menunjukkan bahwa di atanah air kita Indonesia analgetika apakah yang
tersedia sebagai obat modren (52.1%) atau tradisional (7.4%) merupakan obat yang
paling banyak disediakan dirumah tangga dan untuk pengobatan sendiri.
Akibat perilaku diatas, maka resiko efek toksik akan mudah timbul seperti
yang terjadi pada mereka yang menggunakan preparat salisilat baik sebagai
penghilang rasa nyeri atau penurun suhu tubuh. Menelan obat yang beraksi kimia
asma ini akan berakibat buruk pada mereka dengan riwayat tukak lambung.
Analgetika golongan salisilat dapat menimbulkan nyeri epigastrium yang berat, mual,
muntah–muntah, pusing, keringat dingin dan bahkan dapat menimbulkan
pendarahan lambung. Penggunaan analgetika parasetamol dapat menimbulkan
kelaian hati analgetika OAINS lain dapat menimbulkan kelainan ginjal [8].
Komplikasi–komplikasi medik lain sebagai akibat penggunaan analgetika
dalam bentuk obat bebas dapat terjadi sebagai penggabunagannya dengan sedia–

sediaan lain dalam satu reparat misalnya anti-flu. Sebagai contoh penggunaan
fenilpropanolamin yang dapat dipakai dalam obat iflu, penggunaan obat ini dalam
dosisi 2 atau 3 kali dosis terapi akan dapat menyebabkan hipertensi, serangan
kejang–kejang dan pendarahan Dalam otak [13,15].
Selain dari itu bahan aktif dari produk bebas ini dapat berintraksi dengan
obat–obatan lain yang digunakan secara bersamaan [13,15].
Seperti dikemukakan sebelumnya dengan keberhasilan pembangunan
nasional, kelompok masyarakat denga lanjut usia maka meningkat. Respon suatu
obat erat kaitannya dengan usia penderita mereka dengan lanjut usia akan

©2003 Digitized by USU digital library

3

memberikan nilai yang berbeda dalam hal absorsi, distribusi, eliminasi dan efek
suatu obat [19]. Hal ini dikarenakan pada kelompok geriatri tersebut terjadi proses
degenaratip dibanyak organ tubuh, diantaranya jantung dan ginjal.
Kesimpulan
Penanggulanagn rasa sakit dengan analgetika dalam bentuk obat bebas
bukanlah suatu hal yang mudah dan aman. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan,

terutama terhadap kemungkinan efek samping yang mungkin terjadi. Oleh karena
itu kepedulian pemakai dan juga pemerintah dalam pengedaran obat bebas perlu
ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiharjda SS.: Persediaan obat di rumah tangga dan pengobatan diri sendiri.
Majalah Farmakologi dan Terapi Indonesia. 2-3: 65-69, 1990.
2. Kalim H.: Masalah penyakit rematik di Indonesia dan dampaknya terhadap
pembangunan jangka panjang tahap II (PJPT II). Konker Nasional ke V IRA,
Palembang 25-26 Juni 1994.
3. Lelo A, Harahap M, Hadisyahputro S, Hidayat DS, Arifin H.: pola penggunaan
analgetika dalam bentuk obat bebas di masyarakat kota Medan. Laporan
penelitian. Universitas Sumatera Utara. 1995
4. Rangkuty Z, Arbie R, Arifin H, Lelo A.: Penggunaan analgetika bebas oleh penarik
becak dan guru. Laporan penilitian USU, 1995.
5. Lasagna L.: The management of pain. Drug 32 (Supp1.4): 1-7,1986.
6. Flower RJ, Moncada S, Vane JR.: Analgesic-antipyretics and anti-inflammatory
agents; Drugs empeloyed in the treatment of gout. In, Gilman AG Goodman LS,
Rall TW, Murad F (eds.) the pharmacology basis of therapeutics. 7th ed.The
MacMillan Publ. Co., New York, pp:674-708, 1985.
7. Moll JMH.: NSAIDs in clinical practica: dosage regimens and formulations. Med.

Digest: 2-11, 1989.
8. Speight TM.: Avery’ S Drug Treatment. Principle and practice of cilinical
pharmacology and therapeutics. 3rd ed. Adis Press, Auckland, 1989.
9. Brogden RN.: Non-Steroidal anti-inflammatory analgesics matory analgesics. In,
Drugs (Supp.4) : 27-45, 19986.
10. Hart FD, Huskisson EC, Ansell BM.: Nonsteroid antiinflammatory analgesics. In,
Drug Treatment of the Rheumatic Diseases (Hart FD ed.)PG Publishing Pte Ltd,
Singapore, pp:7-60,1984
11. American Medical Assaciation Division of Drugs : Antiarthritic drugs, Drug
evalutioan, 6th ed. AMA,Chicago, illinois.pp:1049-1075,1985
12. --------.: Sekitar sesatnya iklan obat. Editor.VI(9):19,1992

©2003 Digitized by USU digital library

4

13. Koda-Kimble MA.: Therapeutic and toxic potential of over the counter agents. In,
basic & clinical pharmacology (ed. Katzung BG), 5th ed., A Lange Med. Book., pp:
908-914, 1992
14. Index of Indonesia Medical Specialites, 22 (3), 1993

15. Spratto GR, Popovich Ng.: Over the counter drugs. In, pharmakology in medicine
(eds. Pradhan SN, Maitckel RP, Dutta SN). SP Press Int. Inc., Bethesda Maryland
20817, pp.: 1047-1951, 1986
16. Harahap U, Hadisahputra S, Muchtar R, Bahri S, Suwarso R, Reveney J,
Nazliniwaty. Promosi obat hampir tak terkendalai. Seminar sehari jurusan FMIPA
Dalam Rangka Lustrum USU ke-7,5 Desember 1993
17. …………… .: Efek buruk obat dan masalah yang perlu diperhatikan dalam
penggunaannya : Pengobatan sendiri perlu informasi obat non komersial. Mimbar
Umum, 30 Mei 1993
18. Jamal S.: Persediaan obat dirumah tangga dan pengobatan diri sendiri. Medica
13 (2) : 152-156, 1987
19. Wimana PF.: Pengaruh usia terhadap respon obat. Medica 8 (2): 133-135, 1982

©2003 Digitized by USU digital library

5