telah tertentu dan tidak mengandung takwil serta tidak ada peluang untuk memahami makna lainnya dari nash itu.
Misalnya firman Allah swt.: دلو نهل نكي مل نإ مكجاوزأ كرت ام فصن مكلو…
Artinya: “Dan bagimu suami-suami seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istri kamu jika mereka tidak
mempunyai anak.” Q.S an-Nisaa: 12 Ayat ini menjelaskan bahwa bagian suami dalam kondisi
seperti ini adalah seperdua qath’i. Sedangkan nash yang zhanni dalalahnya adalah nash yang
menunjukkan atas suatu makna, akan tetapi masih memungkinkan untuk ditakwilkan atau dipalingkan dari makna ini
dan makna lainnya dimaksudkan darinya. Seperti firman Allah swt.:
ءورق ةإثلإث نهسفنأب نصبرتي تاقلطملاو … Artinya: “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan
diri menunggu selama tiga kali quru’…” QS. al-Baqarah: 228 Kata quru’ dalam bahasa Arab disebut lafadz musytaraq
yaitu satu kata yang memiliki dua makna atau lebih. Maka kataquru’ bermakna suci dan haid[17].
E. Macam-macam Hukum al-Qur’an
Hukum yang dikandung oleh al-Qur’an itu ada tiga macam, yaitu[18];
Pertama: hukum-hukumI’tiqadiyah, yang berkaitan dengan hal-hal yang harus dipercaya oleh setiap mukallaf, yaitu
mempercayai Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul- Nya, dan hari akhir.
Kedua: hukum moralitas, yang berhubungan dengan sesuatu yang harus dijadikan perhiasan oleh setiap mukallaf,
berupa hal-hal keutamaan dan menghindarkan diri dari hal yang hina.
Ketiga: hukum amaliyyah yang bersangkut paut dengan sesuatu yang timbul dari mukallaf, baik berupa perbuatan,
perkataan, perjanjian hukum, dan pembelanjaan. Macam yang ketiga ini adalah fiqh al-Qur’an. Dan inilah yang dimaksud dengan
sampai kepadanya dengan ilmu ushul fiqh. Hukum-hukum amaliyyah di dalam al-Qur’an terdiri dari
dua macam, yaitu; -
Hukum-hukum ibadah, seperti shalat, puasa, zakat, haji, nadzar, sumpah, dan ibadah-ibadah
lainnya yang dimaksudkan untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya
habluminallah. -
Hukum muamalat, seperti akad, pembelanjaan, hukuman, pidana, dan lainnya yang bukan
ibadah dan dimaksudkan untuk mengatur hubungan antar sesama mukallaf, baik sebagai
individu, bangsa,
atau kelompok
habluminannas. Menurut istilah modern, hukum muamalat telah dibagi
menurut sesuatu yang berkaitan dengannya dan maksud yang dikehendakinya menjadi beberapa macam;
1. Hukum keluarga, yaitu hukum yang berhubungan dengan keluarga, mulai dari pembentukannya, dan ia
dimaksudkan untuk mengatur hubungan antara suami istri dan kerabat satu sama lain.
2. Hukum perdata, yaitu hukum yang bertalian dengan perhubungan hukum antara individu-individu dan
pertukaran mereka, baik berupa jual-beli, penggadaian, jaminan, persekutuan, utang piutang,
dan memenuhi janji dengan disiplin. Hukum ini dimaksudkan untuk mengatur hubungan harta
kekayaan individu dan memelihara hak masing- masing yang berhak.
3. Hukum pidana, yaitu hukum yang berkenaan dengan tindak criminal yang timbul dari seorang mukallaf
dan hukuman yang dijatuhkan atas pelakunya. Hukum ini dimaksudkan untuk memelihara kehidupan
manusia, harta mereka, kehormatan mereka, dan
hak-hak mereka, serta menentukan hubungan antara pelakunya, korban tindak kriminal, dan umat.
4. Hukum acara, yaitu hukum yang berkaitan dengan pengadilan, kesaksian, dan sumpah. Hukum ini
dimaksudkan untuk mengatur usaha-usaha untuk mewujudkan keadilan di antara manusia.
5. Hukum perundang-undangan, yaitu hukum yang berhubungan dengan pengaturan pemerintahan dan
pokok-pokoknya. Hukum ini dimaksudkan untuk menentukan hubungan penguasa dan rakyat, dan
menetapkan hak-hak individu dan masyarakat. 6. Hukum tata Negara, yaitu hukum yang bersangkutan
dengan hubungan antara Negara Islam dengan negara lainnya, hubungan dengan orang-orang non-
Islam yang berada di Negara Islam. Hukum ini dimaksudkan untuk menentukan hubungan Negara
Islam dengan Negara non-Islam, baik dalam keadaan damai maupun dalam suasana peperangan, serta
menentukan hubungan antara umat Islam dengan non-Islam di berbagai Negara Islam.
7. Hukum ekonomi dan keuangan, yaitu hukum yang berhubungan dengan orang miskin, baik yang
meminta-minta maupun yang tidak, berkenaan dengan harta orang kaya, dan pengaturan berbagai
sumber dan perbankan. Hukum ini dimaksudkan untuk mengatur hubungan kekayaan antara orang-
orang dan orang-orang kafir, dan antar Negara dan rakyat.
Menurut Muhammad Khuderi Bek dalam bukunya “Tarikh Tasyri’ al-Islami”, ada tiga prinsip yang melandasi hukum dalam
al-Qur’an [19]; a. Tidak memberatkan
جرحتلا مدع Prinsip ini mengandung arti bahwa hukum al-Qur’an itu
bersifat memudahkan. Pelaksanaannya disesuaikan dengan tingkat kemampuan manusia. Sehingga hukum itu tidak menjadi
beban. Prinsip ini didasari oleh banyak ayat al-Qur’an, diantaranya dalam surat al-Baqarah ayat 185:
…رسعلا مكب ديري لو رسيلا مكب هللا ديري …. Artinya: “… Allah menghendaki kemudahan darimu dan
tidak menghendaki kesulitan…” Contoh prinsip yang pertama ini antara lain hukum
kebolehan berbuka puasa bagi orang yang sedang dalam perjalanan, dan hukum boleh melaksanakan shalat sesuai
kemampuan. b. Menyedikitkan beban
Prinsip ini mengandung arti bahwa dalam melakukan perintah Allah swt. itu harus memperhatikan objek yang
diperintahkan dengan tidak melakukan penambahan dan
pengurangan, seperti dalam firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 102:
Artinya: “janganlah kamu bertanya tentang sesuatu yang jika dia diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu.”
Contoh dari prinsip kedua ini adalah kewajiban haji hanya satu kali seumur hidup bagi yang mampu.
c. Berangsur-angsur Salah satu keutamaan hukum Islam adalah cara
penetapannya yang tidak sekaligus, tetapi secara berangsur- angsur dan bertahap, sehingga tidak memberatkan dan lebih
memberikan kelonggaran. Karena al-Qur’an sangat memperhatikan proses perubahan sosial budaya yang
berkembang di masyarakat. Contohnya dalam tahapan pengharaman khamr[20].
PENUTUP A. KESIMPULAN
1. Al-Qur’an secara terminologi adalah mashdar yang bermakna qiro’ah bacaan dan apa yang ditulis di dalamnya.
Sedangkan makna al-Qur’an secara etimologi berarti kalam Allah swt. yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw. dalam bahasa
Arab yang dinukilkan kepada kita dengan jalan yang mutawattir,
jika membacanya dihukumi ibadah, dan diawali dengan Surat Al- Fatihah dan diakhiri Surat an-Naas.
2. Bukti kehujjahan Al-Qur’an adalah, al-Qur’an diturunkan dari Allah swt., disampaikan kepada manusia dengan
jalan yang pasti dan tidak terdapat keraguan tentang kebenarannya tanpa ada campur tangan manusia dalam
penyusunannya. Hal ini mengandung arti bahwa al-Qur’an merupakan mukjizat yang membuat manusia tidak mampu untuk
mendatangkan yang semisalnya. 3. al-Qur’an terdiri dari 30 juz, 114 surat, 6.326 ayat,
dan 324.345 huruf. Kandungan isi dalam al-Qur’an yang utama yaitu;
a. Tauhid, adalah tentang kepercayaan yang benar, yaitu pentauhidan terhadap keesaan Allah swt.
b. Ibadat, berisi amalan-amalan yang memperkokoh keimanan seseorang.
c. Janji dan ancaman, yaitu janji dengan pahalabalasan terhadap amalan yang baik yang dilakukan oleh
seorang mukallaf, dan ancaman yang berupa peringatan bagi seseorang yang berbuat maksiat,
berupa balasan dengan siksaadzab. d. Riwayat, yaitu kisah-kisah umat terdahulu yang berisi
hikmah. e. Akhlaq, adalah perilaku yang harus dijadikan
perhiasan oleh seorang mukallaf. f. Muamalah, hukum-hukum yang termasuk di
dalamnya hukum perdata, pidana, dan sebagainya.
Berdasarkan turunnya, kandungan isi al-Qur’an dibagi menjadi dua, yaitu;
a. Makiyyah, yaitu ayat-ayat atau surat-surat dalam al- Qur’an yang turun selama periode sebelum hijrahnya
Nabi ke Madinnah. Berisi tentang ketauhidan kepada pengesaan Allah swt.
b. Madaniyyah, yaitu ayat-ayat atau surat-surat dalam al-Qur’an yang turun selama periode setelah
hijrahnya Nabi ke Madinnah. Berisi tentang hukum- hukum yang berlaku sampai saat ini.
4. Nash-nash al-Qur’an seluruhnya bersifat qath’i dari segi kehadirannya dan ketetapannya, dan periwayatannya dari
Rasulullah saw. kepada kita[21]. Nash-nash al-Qur’an dari segi dalalahnya dibagi menjadi dua;
a. Nash-nash yang qath’I dalalahnya, yaitu jika suatu
ayat dalam al-Qur’an yang maknanya qath’I pasti dan tidak memerlukan penjelasan dari sumber lain
missal: as-Sunnah. b.
Nash-nash yang zhanni dalalahnya, adalah jika suatu ayat dalam al-Qur’an itu lafadznya pasti, tapi masih
memerlukan penjelasan, karena merupakan kalimat yang masih memungkinkan untuk ditakwil.
5. Hukum-hukum dalam al-Qur’an di antaranya; 1.
Hukum-hukm I’tiqadiyyah, yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan keimanan seseorang.
2. Akhlaq dan moral, yaitu sesuatu yang harus
dijadikan perhiasan mukallaf dan menghindari hal-hal yang hina.
3. Hukum-hukum amaliyyah, yaitu hukum-hukum
yang bersangkutan dengan sesuatu yang timbul dari mukallaf fiqh al-Qur’an
Tiga prinsip yang melandasi hukum al-Qur’an; a.
Tidak memberatkan: hukum-hukum dalam al-Qur’an bersifat memudahkan, pelaksanaannya disesuaikan
dengan kemampuan seseorang. b.
Menyedikitkan beban: dalam al-Qur’an, hukum- hukumnya memperhatikan objek dan tidak melakukan
penambahan dan pengurangan. c.
Berangsur-angsur: cara penetapan hukum-hukum dalam Islam tidak sekaligus, tapi berangsur-angsur
dan bertahap.
B. PENUTUP