BAHAN SEMINAR NASIONAL DI ROHIL DES 2012
PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERBASIS
KEWILAYAHAN
(SEBUAH PEMIKIRAN AWAL)
BAHAN SEMINAR NASIONAL
DI IPDN KAMPUS ROKAN HILIR PROVINSI RIAU
SABTU, 1 DESEMBER 2012
OLEH :
PROF. DR. SADU WASISTIONO, MSI (DOSEN
IPDN)
(2)
A. PENDAHULUAN
• Sistem perencanaan pembangunan suatu negara biasanya sejalan dengan bentuk negara dan sistem pemerintahannya.
• Pada negara berbentuk federalis, sistem perencanaan
pembangunannya cenderung bersifat bottom up, karena sumber kekuasaan dan sumber keuangannya berada di tangan pemerintah negara bagian.
• Pada negara unitaris, sistem perencanaannya cenderung bersifat top down, kecuali pada negara unitaris yang berdesentralisasi. Pada negara semacam itu sistem perencanaan pembangunannya bersifat eklektif yakni perpaduan antara top down dengan bottom up
dengan gradasi yang bervariasi, tergantung pada derajat desentralisasinya.
• Pada masa orde baru dengan sistem pemerintahannya yang
sentralistik dan represif, sistem perencanaan pembangunannya bersifat top down dengan dominasi perencanaan pembangunan sektoral yang berasal dari organ pemerintah pusat
(kementerian/lembaga). Perencanaan pembangunan yang datang dari pemerintahan subnasional hanya bersifat pelengkap saja.
(3)
•
Setelah reformasi tahun 1997, bandul sistem pemerintahan
Indonesia beralih ke sistem pemerintahan desentralistik
dengan otonomi seluas-luasnya (lihat UUD 1945, terutama
Pasal 18).
•
Pada masa sekarang, terjadi ketidaksinkronan antara sistem
perencanaan pembangunan dengan sistem pemerintahan.
Sistem pemerintahannya sudah sangat desentralistik, tetapi
sistem perencanaan pembangunannya masih sangat
sentralistik dengan dominasi sektor, meskipun peran daerah
sudah lebih besar dibanding masa orde baru.
•
Masing-masing daerah membuat perencanaannya sendiri
berdasarkan visi dan misi kepala daerahnya yang sudah pasti
tidak sinkron dengan perencanaan pembangunan nasional.
UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang SPPN hanya bagus di atas
kertas. ( salah satu contohnya adalah fakta paradoks antara
perkembangan besarnya DAU dengan perkembangan IPM.
DAU semakin besar tetapi peringkat IPM nasional semakin
merosot, yakni dari peringkat 113 (tahun 2011) menjadi
peringkat 124 (tahun 2012).
(4)
PERINGKAT DAYA SAING
ASEAN 2010-2012
NEGARA
2010
2011
2012
KETERANG
AN
INDONESIA
44
46
50
TURUN
SINGAPURA
3
2
2
TETAP
MALAYSIA
26
21
25
TURUN
THAILAND
38
39
38
NAIK
BRUNEI
28
28
28
TETAP
FILIPINA
85
75
65
NAIK
VIETNAM
59
65
75
TURUN
KAMBOJA
109
97
85
NAIK
SUMBER : Harian Media Indonesia, Kamis 6 September 2012,
mengutip dari The Global Competitiveness Index, World
(5)
FAKTOR PENGHAMBAT BISNIS
DI INDONESIA
NOMOR
FAKTOR-PENYEBAB
SKOR
1.
BIROKRASI BERBELIT-BELIT
15,4
2.
KORUPSI
14,2
3.
INFRASTRUKTUR
8,7
4.
ETIKA KERJA BURUH
7,2
5.
REGULASI BURUH
6,8
6.
INFLASI
5,8
7.
AKSES KE LEMBAGA KEUANGAN
5,4
LANJUTAN … KEBIJAKAN
…..
(6)
LANJUTAN …….
8.
KEBIJAKAN SELALU
BERUBAH
5,4
9.
REGULASI MATA UANG ASING
5,2
10.
REGULASI PAJAK
5,1
11.
INSTABILITAS PEMERINTAHAN
5,0
12.
KRIMINAL DAN PENCURIAN
4,3
13.
PEKERJA TERDIDIK
4,1
14.
PAJAK
3,3
15.
KAPASITAS INOVASI LEMAH
2,3
16.
LAYANAN KESEHATAN
(BURUK)
2,0
SUMBER : Harian Media Indonesia, Kamis 6 September
2012, mengutip dari The Global Competitiveness Index,
World Economy Forum.
(7)
•
Ada ketidakjumbuhan antara perencanaan pembangunan
yang disusun oleh pemerintah pusat dengan perencanaan
pembangunan yang disusun pemerintahan daerah, baik
pada perencanaan jangka panjang (RPJPN/RPJPD ) maupun
perencanaan jangka menengah (RPJMN/RPJPD).
•
Ketidakjumbuhannya menyangkut dimensi WAKTU maupun
dimensi ISI. Dari dimensi waktu, masa perencanaan
pembangunan presiden yang berdurasi lima tahun berisi
34 masa perencanaan pembangunan gubernur, didalamnya
ada 504 masa perencanaan pembangunan bupati/walikota.
•
Dari dimensi isi, masing-masing kepala daerah membawa
visi dan misinya sendiri sesuai garis partai pengusung,
yang belum tentu sinkron dengan visi dan misi partai
pengusung presiden. KECELAKAAN paling fatal adalah
karena para pejabat negara (baik presiden, menteri,
gubernur, bupati/walikota malah justru menjadi pengurus
partai). Mereka semuanya memang bukan negarawan,
tetapi politisi.
(8)
• Paradoks yang muncul antara lain Indonesia menjadi pengimpor beras padahal merupakan negara agraris dengan penduduk nomor 4 di dunia serta memiliki lahan yang luas dan subur (1.904.569 km2 atau peringkat 15 dunia). Quo Vadis?
• Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia dengan panjang pantai nomor 2 terpanjang di dunia (Lihat
The World Factbook, diunduh dari
en.wikipedia.org/wiki/list_of_countries_by_length_of_coastline
dengan panjang pantai 1.811.569 km2 atau luasnya 54.716 km2)
masih menjadi pengimpor garam dan ikan asin . Pada sisi lain, ekspor ikan hias, rumput laut, mutiara laut masih sangat kecil dibanding negara lain. Quo Vadis?
• Paradoks lainnya adalah Indonesia masih menjadi pengimpor bahan bakar fosil sebagai sumber energi, padahal banyak sekali sumber energi terbarukan lainnya yang luar biasanya besarnya seperti matahari, gelombang air laut, angin dlsb. Indonesia sama sekali tidak masuk dalam kategori negara yang mengembangkan sumber energi matahari (photovoltaic power) Quo Vadis?
(9)
PERUBAHAN PARADIGMA PERENCANAAN
PEMBANGUNAN
•
Dengan alasan bentuk negara Indonesia adalah
unitaris, maka perencanaan pembangunan nasional
selalu didominasi oleh peran pemerintah pusat,
meskipun dominasinya bergradasi dari waktu ke waktu.
•
Sesuai perintah konstitusi agar diselenggarakan
otonomi yang seluas- luasnya, maka perlu dirintis
pemikiran untuk menyelaraskan model perencanaan
pembangunan dengan sistem pemerintahan yang
desentralistik.
•
Perubahan paradigmanya adalah dari perencanaan
sektoral ke perencanaan kewilayahan. Paradigma
kewilayahan (
regionalism)
sebenarnya bukan sesuatu
yang baru di negara lain, tetapi menjadi hal baru untuk
digagas dan diterapkan di Indonesia.
(10)
• Definisi regionalisme dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Dari sudut pandang politik, regionalism diartikan sebagai : “ development of a political or social system based on one or more such areas”. (
www.merriam-webster.com/dictionary/regionalism). Dari sudut
pandang pemerintahan, regionalism diartikan sebagai : “ the principle or system of dividing a city, state, etc, into separate administrative regions”. (dictionary.reference.com/browse/regionalism).
• Seperti ditulis dalam Restructuring Local Government mengenai regionalism yaitu sebagai berikut : “ - - -. However, the political
fragmentation of the metropolitan area makes it difficult to address economic development, service provision or democratic voice of the regional level. Consolidation argue that regional government is the solution” - - -”. (
http://government.cce.edu/doc/viewpage_r.asp?ID=Intermunicipal_Coop eration
).
• AWRPC (Association of Wisconsin Regional Planning Commissions) mengemukakan bahwa : “ The need for regionalism or areawide planning and coordination in a number of related challenges in
metropolitan areas, with parallels in the more rural regions within the state”.
(11)
•
Model pembangunan kewilayahan ini sekaligus merupakan
solusi terhadap tarik menarik titik berat otonomi antara
provinsi dengan kabupaten/kota. Dengan sistem ini, isi
otonomi daerah provinsi dikurangi tetapi peran gubernur
sebagai wakil pemerintah pusat diperkuat.
•
Gubernur diberi peran sebagai “
budget optimizer
” dengan
mengkoordinasikan seluruh perencanaan pembangunan
daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam wilayahnya untuk
dibahas dengan DPR RI dan para menteri/pimpinan lembaga.
Dengan demikian tidak ada program pembangunan dari
pemerintah pusat yang langsung ke kabupaten/kota tanpa
melalui gubernur.
•
Perlu dibuat SOP agar mekanisme yang baru tidak justru
menimbulkan rantai birokrasi yang lebih panjang, yang
justru menghambat pembangunan.
•
Karena ada perubahan peran gubernur yang lebih menonjol
sebagai wakil pemerintah pusat, maka mekanisme pengisian
jabatan gubernur juga perlu diubah dengan melibatkan
presiden pada saat seleksi sebelum dipilih oleh DPRD
ataupun oleh rakyat.
(12)
MODEL PERENCANAAN PEMBANGUNAN DOMINAN
SEKTORAL
Kementeri
an
Kementeri
an
Kementeri
an
Kementeri
an
Provinsi
Provinsi
(13)
MODEL PERENCANAAN PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN
Kementeri
an
Kementeri
an
Kementeri
an
Kementeri
an
Kab/Kota
Kab/Kota
Kab/Kota
Kab/Kota
Gubernur
Sbg Wakil
Pem.Pusa
t
(14)
MODEL PERENCANAAN PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN
Kementeri
an
Kementeri
an
Kementeri
an
Kementeri
an
Provinsi
Kab/Kota
Kab/Kota
Provinsi
Gubernur
Sbg Wakil
Pem.Pusa
t
(15)
KEUNGGULAN/KELEMAHAN SISTEM
PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERBASIS
KEWILAYAHAN
•
KEUNGGULAN
Memberi peran lebih besar dan memperkuat kedudukan
gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk
memimpin dan bertanggung jawab terhadap
pembangunan dan kemajuan daerahnya.
Memperpendek jenjang pembinaan, pengawasan dan
koordinasi sehingga diharapkan penyelenggaraan
pembangunan lebih efektif dan efisien.
Pembangunan akan lebih sesuai dengan kebutuhan dan
keinginan daerah.
Mempermudah inventarisasi kekuatan dan kelemahan
masing-masing daerah untuk dapat diatasi melalui
perencanaan pembangunan.
Memperkuat solidaritas daerah dengan kerjasama saling
(16)
•
KELEMAHAN
Dapat memperbesar sikap fanatisme regional, yang
mengarah pada separatisme, apabila tidak ada pembinaan
dan pengawasan yang memadai dari pemerintah pusat.
Sulit untuk dilaksanakan karena adanya penolakan dari
kelompok sektoral yang selama ini sudah terbiasa
memegang dominasi perencanaan pembangunan nasional.
Memerlukan dukungan SDM yang berkualitas dalam
perencanaan pembangunan regional, yang belum tentu
tersedia pada masing-masing daerah provinsi.
Dapat menimbulkan kesenjangan antar regional apabila
potensi SDM dan SDA tidak berimbang, serta tidak disertai
pendampingan yang proporsional dari pemerintah pusat.
(1)
• Model pembangunan kewilayahan ini sekaligus merupakan solusi terhadap tarik menarik titik berat otonomi antara provinsi dengan kabupaten/kota. Dengan sistem ini, isi otonomi daerah provinsi dikurangi tetapi peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat diperkuat.
• Gubernur diberi peran sebagai “budget optimizer” dengan mengkoordinasikan seluruh perencanaan pembangunan
daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam wilayahnya untuk dibahas dengan DPR RI dan para menteri/pimpinan lembaga. Dengan demikian tidak ada program pembangunan dari
pemerintah pusat yang langsung ke kabupaten/kota tanpa melalui gubernur.
• Perlu dibuat SOP agar mekanisme yang baru tidak justru menimbulkan rantai birokrasi yang lebih panjang, yang justru menghambat pembangunan.
• Karena ada perubahan peran gubernur yang lebih menonjol sebagai wakil pemerintah pusat, maka mekanisme pengisian jabatan gubernur juga perlu diubah dengan melibatkan
(2)
MODEL PERENCANAAN PEMBANGUNAN DOMINAN
SEKTORAL
Kementeri
an Kementerian Kementerian Kementerian
Provinsi Provinsi
(3)
MODEL PERENCANAAN PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN
Kementeri
an Kementerian Kementerian Kementerian
Kab/Kota Kab/Kota Kab/Kota Gubernur
Sbg Wakil Pem.Pusa t
(4)
MODEL PERENCANAAN PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN
Kementeri
an Kementerian Kementerian Kementerian
Provinsi
Kab/Kota Kab/Kota
Provinsi Gubernur
Sbg Wakil Pem.Pusa t
(5)
KEUNGGULAN/KELEMAHAN SISTEM
PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERBASIS
KEWILAYAHAN
• KEUNGGULAN
Memberi peran lebih besar dan memperkuat kedudukan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk
memimpin dan bertanggung jawab terhadap pembangunan dan kemajuan daerahnya.
Memperpendek jenjang pembinaan, pengawasan dan koordinasi sehingga diharapkan penyelenggaraan
pembangunan lebih efektif dan efisien.
Pembangunan akan lebih sesuai dengan kebutuhan dan keinginan daerah.
Mempermudah inventarisasi kekuatan dan kelemahan masing-masing daerah untuk dapat diatasi melalui
perencanaan pembangunan.
Memperkuat solidaritas daerah dengan kerjasama saling menguntungkan antar daerah.
(6)
• KELEMAHAN
Dapat memperbesar sikap fanatisme regional, yang
mengarah pada separatisme, apabila tidak ada pembinaan dan pengawasan yang memadai dari pemerintah pusat.
Sulit untuk dilaksanakan karena adanya penolakan dari kelompok sektoral yang selama ini sudah terbiasa
memegang dominasi perencanaan pembangunan nasional. Memerlukan dukungan SDM yang berkualitas dalam
perencanaan pembangunan regional, yang belum tentu tersedia pada masing-masing daerah provinsi.
Dapat menimbulkan kesenjangan antar regional apabila potensi SDM dan SDA tidak berimbang, serta tidak disertai pendampingan yang proporsional dari pemerintah pusat.