FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN COMPUTER VISION SYNDROME PADA OPERATOR KOMPUTER PT.BANK LAMPUNG, PROVINSI LAMPUNG

ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
COMPUTER VISION SYNDROME PADA OPERATOR KOMPUTER PT.BANK
LAMPUNG, PROVINSI LAMPUNG

Oleh

Siti Alvina Octavia

Penggunaan komputer dapat memberikan efek terhadap kesehatan, salah satunya
yaitu gangguan mata. Kumpulan gejala kelelahan mata dinamakan computer
vision syndrome (CVS). CVS adalah kumpulan gejala mata yang timbul setelah
bekerja di depan layar komputer. CVS meliputi gejala - gejala kelelahan mata
seperti sakit kepala, penglihatan kabur, mata kering dan iritasi, sakit pada leher
dan punggung, kepekaan terhadap cahaya dan penglihatan ganda. Kami
melakukan penelitian mengenai CVS dengan tujuan untuk mengetahui faktorfaktor yang berhubungan dengan kejadian CVS.
Penelitian ini dilakukan pada bulan September-Desember 2015 di PT. Bank
Lampung, Provinsi Lampung. Desain penelitian ini adalah obsevasional-analitik
dengan pendekatan cross-sectional dan melibatkan 76 responden.
Hasil penelitian menunjukan adanya hubungan bermakna pada faktor jenis

kelamin (p = 0,010 dan OR = 4,190), istirahat mata (p = 0,004 dan OR = 0,129),
pemakaian kacamata (p = 0,013 dan OR = 0,105), dan jarak pandang mata ke
komputer (p = 0,05.
Kata kunci : computer vision syndrome, operator komputer

ABSTRACT

FACTORS RELATED TO THE INCIDENCE OF COMPUTER VISION
SYNDROME ON COMPUTER OPERATORS AT PT. BANK LAMPUNG,
LAMPUNG PROVINCE

By

Siti Alvina Octavia

Computer usage leads to various health problem including eye discomfort. The
complex of eye and vision problems related to prolonged use of Visual Display
Terminal (VDT) has been termed as Computer Vision Syndrome (CVS). CVS is
the ocular sign collection that emerge after working in front of the computer
screen. Symptoms of CVS like astenopia, hazy vision, dry eye, headache, back

pain, neck strain, eye irritation, and juicy eye.We conduct research on CVS for the
purpose of this study was to determine factors related to the incidence of CVS on
computer operators at office PT. Bank Lampung, Lampung province.
This research was on September until December 2015. The study design was
observational – analytic with cross-sectional approach and involved 76
respondents.
The results showed a significant relation to the sex factor (p = 0,010 and
OR = 4,190), rest breaks frequency (p = 0,004 and OR = 0,0129), glasses user
(p = 0,013 and OR = 0,105), and eye distance towards computer screen
(p = 0,05.

Keywords: computer vision syndrome, computer operators

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
COMPUTER VISION SYNDROME (CVS) PADA OPERATOR KOMPUTER
PT. BANK LAMPUNG, PROVINSI LAMPUNG

Oleh
SITI ALVINA OCTAVIA


Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 16 Oktober 1994, sebagai
anak pertama dari dua bersaudara, dari Bapak Yuzar Herrysontama dan Ibu
Marlina Jayasinga.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) di TK Al-Azhar 4 Bandar Lampung dan
diselesaikan pada tahun 2000, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Al-Azhar 2
Bandar Lampung pada tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama (SMP)

diselesaikan di SMP Negeri 29 Bandar Lampung pada tahun 2009, dan Sekolah
Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Negeri 9 Bandar Lampung pada
tahun 2012.

Tahun 2012, penulis terdaftar sebagai mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung melalui jalur Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN)
tertulis. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif pada organisasi FSI Ibnu Sina
FK Unila.

SANWACANA

Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah memberikan begitu banyak nikmat
sehingga penelitian ini dapat Saya selesaikan. Tiada kata yang pantas terucap
selain selalu bershalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW.
Keberadaannya membuat hati pengikutnya tenang walau belum pernah bertemu
dengannya.

Alhamdulillah atas kehendak dan karunia Allah SWT, Saya akhirnya dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Computer Vision Syndrome (CVS) Pada Operator Komputer PT Bank

Lampung, Provinsi Lampung” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Saya meyakini penelitian skripsi ini tidak akan selesai tanpa dukungan dan
bantuan dari banyak kalangan. Maka dengan ini Saya sampaikan ucapan terima
kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin,M.P., selaku Rektor Universitas
Lampung;

2. Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung;
3. dr. Anggraeni Janar Wulan, M.Sc., selaku Pembimbing Utama atas
kesediannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses
serta penyelesaian skripsi ini;
4. dr. Ahmad Fauzi, M.Epid, Sp. OT., selaku Pembimbing Kedua atas
kesediaan memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses serta
penyelesaian skripsi ini;
5. Dr. Fitria Saftarina, M.Sc., selaku Penguji Utama atas waktu, ilmu, serta
saran-saran yang telah diberikan;

6. dr. Dwita Oktaria, M.Pd.Ked., selaku Pembimbing Akademik atas nasihat
dan bimbingannya selama berada di FK Unila;
7. Yuzar Herrysontama, S.E., dan Marlina Jayasinga, S.E.,M.M, orang tua
penulis, atas do’a, dukungan, motivasi, dan masukannya. Semoga hasil
penelitian ini bisa menjadi ilmu yang bermanfaat sehingga pahala bisa
terus mengalir kepada mereka berdua;
8. Siti Balqish Meizarina, adik penulis atas pemberian do’a, motivasi dan
dukungannya;
9. Seluruh Staff dan Karyawan PT.Bank Lampung yang telah bersedia
dijadikan sampel peneliti;
10. Dr. Eng. Dikpride Despa, S.T, M.T selaku kepala laboratorium teknik
pengukuran besaran listrik atas kerjasama dan kesediaannya dalam
peminjaman alat luxmeter untuk kepentingan penelitian pada skripsi ini;

11. Seluruh Dosen FK Universitas Lampung atas ilmu yang telah diberikan
kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk
mencapai cita-cita;
12. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;
13. Dr. Tunjung Dharmalia, M.PH., sepupu penulis yang telah memberikan
masukan, saran, bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

skripsi ini;
14. Sahabat-sahabatku di FK Unila Debby Aprilia, Zygawindi Nurhidayati,
Ria Rizki Jayanti, Karina, Ria Rizki Jayanti, dan Asep Setya Rini yang
selalu memberikan banyak bantuan, dukungan dan do’a kepada penulis
untuk menyelesaikan tugas skripsi ini;
15. Sahabat-sahabatku lainnya yang tak kenal jarak dan waktu Ratu, Veby,
Ryna, Yunsi, Ida, Bayu, Ferdian, Rizky, Azis, teman-teman di LIPU,
Madagaskar, XII IPA 5 lainnya yang selalu memberikan semangat, do’a
dan bantuannya;
16. Teman-teman KKN Pulung Kencana Tulang Bawang Barat yang telah
memberikan kehidupan yang baru, berbagi suka maupun duka dan
kebersamaan selama 40 hari hingga saat ini;
17. Teman-teman angkatan 2012 yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Terimakasih telah memberikan makna atas kebersamaan yang terjalin dan
memberikan motivasi belajar satu sama lain.

Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan namun penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat dan
pengetahuan baru kepada setiap orang yang membacanya.


Bandar Lampung, Januari 2016
Penulis

Siti Alvina Octavia

i

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ..................................................................................

i

DAFTAR TABEL ...........................................................................

iv

DAFTAR GAMBAR .......................................................................


v

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................

1

1.2 Rumusan masalah ..................................................................

4

1.3 Tujuan Penelitian .................................................................

5

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Mata ......................................................................
2.1.1 Bulbus Oculi................................................................
2.1.2 Otot Ekstrinsik dan Intrinsik Mata .............................
2.1.3 Pembuluh Darah Mata ................................................
2.1.4 Lapisan Vaskuler Bola Mata ......................................
2.1.5 Kornea ........................................................................
2.1.6 Lensa ..........................................................................
2.1.7 Corpus Vitreum .........................................................
2.1.8 Kelopak Mata..............................................................
2.1.9 Apparatus Lacrimalis..................................................
2.1.10 Proses Visual Mata....................................................

7
7
8
10
10
11
11
12

12
13
13

2.2 Computer Vision Syndrome..................................................
2.2.1 Definisi........................................................................
2.2.2 Patofisiologi.................................................................
2.2.3 Gejala Klinis ...............................................................

16
16
16
17

ii

2.2.4 Obat Yang Mempengaruhi Sekresi Air Mata .............
2.2.5 Penyakit Akibat Kerja ..................................................
2.2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi ...........................
2.2.7 Pencegahan...................................................................

24
25
25
33

2.3 Kerangka Penelitian..............................................................
2.3.1 Kerangka Teori ...........................................................
2.3.2 Kerangka Konsep.........................................................

35
35
37

2.4 Hipotesis...............................................................................

38

III. METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ..................................................................

39

3.2 Tempat dan Waktu ................................................................
3.2.1 Tempat Penelitian.........................................................
3.2.2 Waktu Penelitian...........................................................

39
39
39

3.3 Populasi dan Sampel .............................................................
3.3.1 Populasi............................................................. ...........
3.3.2 Sampel..........................................................................

40
40
40

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ................................................
3.4.1 Kriteria Inklusi..............................................................
3.4.2 Kriteria Eksklusi...........................................................

41
41
41

3.5 Identifikasi Variabel ..............................................................
3.5.1 Variabel Independen.....................................................
3.5.2 Variabel Dependen........................................................

42
42
42

3.6 Definisi Operasional .............................................................

43

3.7 Alur Penelitian.......................................................................

45

3.8 Cara Kerja Penelitian.............................................................

46

3.9 Instrumen Penelitian..............................................................

46

3.10 Pengolahan dan Analisis Data ..............................................

48

3.11 Etika Penelitian ....................................................................

50

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ………………………………......................

52

iii

4.1.1 Kuesioner Mcmonnies …………………………….…
4.1.2 Analisis Univariat ……………………...……….........
4.1.3 Analisis Bivariat …………...........................................

53
53
58

4.2 Pembahasan ……………………………………………........
4.2.1 Analisis Univariat …………………………….….......
4.2.2 Analisis Bivariat ……………………...………...........

61
61
65

4.3 Keterbatasan Penelitian …………………………….............

71

V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ……………………………………………………

72

5.2 Saran ……………………………………….………………..

73

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iv

DAFTAR TABEL

Gambar

Halaman

1.

Tingkat Pencahayaan Lingkungan Kerja ................................

32

2.

Definisi Operasional Variabel .................................................

43

3.

Distribusi Frekuensi Variabel ……………………………….

54

4.

Analisis Bivariat …………………...……...............................

59

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1. Anatomi Mata ............................................................................

8

2. Otot Penggerak Bola Mata.........................................................

9

3. Luxmeter …………………………………..…….....................

33

4. Kerangka Teori …………………...……..................................

36

5. Kerangka Konsep …………………...……...............................

37

6. Alur Penelitian …………………...……. .................................

45

vi

DAFTAR SINGKATAN

CVS

= Computer Vision Syndrome

AOA

= American Optometric Association

NIOSH

= National Institute of Occupational Safety and Health

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penggunaan komputer dapat memberikan efek buruk terhadap kesehatan.
Salah satunya yaitu gangguan mata karena penggunaan mata secara terusmenerus untuk menatap monitor komputer. Kumpulan gejala kelelahan mata
tersebut oleh American Optometric Association (AOA) dinamakan Computer
Vision Syndrome (CVS) (Affandi, 2005). AOA (2006) mendefinisikan CVS
sebagai sekelompok gangguan okuler yang dikeluhkan oleh seseorang yang
menggunakan komputer dalam waktu yang cukup lama. Gejala CVS berupa
nyeri berdenyut di sekitar mata, mata kabur, mata merah, mata kering dan
iritasi, sakit kepala, peka terhadap cahaya serta penglihatan ganda.

Computer Vision Syndrome (CVS) disebabkan oleh berkurangnya aliran air
mata ke mata atau disebabkan oleh terlalu besarnya refleksi yang berasal dari
komputer. Saat menatap komputer, maka kedipan mata berkurang sebesar 2/3
kali dibandingkan kondisi normal, yang mengakibatkan mata menjadi kering,
teriritasi, tegang dan lelah. Pencahayaan dari komputer yang tidak tepat juga

2

akan mengakibatkan ketegangan dan kelelahan pada mata. Kejadian CVS
juga dinyatakan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (Faizah, 2008).

Hasil riset yang dilakukan National Institute of Occupational Safety and
Health (NIOSH) menunjukkan, hampir 88 % dari seluruh pengguna komputer
mengalami CVS, yaitu suatu kondisi yang timbul karena terlalu lama
memfokuskan mata ke layar komputer. Hasil riset lain juga menyatakan
bahwa insidensi dari CVS berkisar antara 64% - 90% dari pengguna
komputer di dunia. Setidaknya 60 juta orang di dunia telah mengalami CVS.
Survei AOA pada tahun 2004 menunjukkan lebih dari 10 juta pemeriksaan
mata pertahun di Amerika Serikat dilakukan untuk masalah CVS dan
sebanyak satu juta kasus baru dilaporkan tiap tahunnya (AOA, 2006; Hayes,
2007).

CVS dipengaruhi oleh faktor individual dan faktor komputer. Faktor-faktor
individual yang berperan dalam terjadinya CVS antara lain : usia, jenis
kelamin, penggunaan lensa kontak, penggunaan kacamata, masa kerja dengan
komputer, lama bekerja di depan komputer, dan lama istirahat setelah
penggunaan komputer. Faktor-faktor yang berasal dari komputer di
antaranya: jarak penglihatan ke komputer, posisi bagian atas monitor terhadap
ketinggian horizontal mata, polaritas monitor, dan jenis komputer
(Adzkadina, 2012).

3

Menurut Andriana (2007), CVS dipengaruhi oleh karakteristik individu,
karakteristik layar monitor, kondisi lingkungan kerja, dan waktu kerja.
Menurut Depita (2014), sindrom ini dapat dipengaruhi oleh gangguan
penglihatan, durasi penggunaan komputer, cahaya layar monitor, dan
intensitas pencahayaan.

Menurut Loh&Reddy (2008), faktor yang

mempengaruhi CVS adalah faktor personal, faktor lingkungan, dan faktor
komputer. Pada faktor personal antara lain postur duduk yang salah, usia,
kelainan refraksi, jarak pandang mata ke monitor dan jenis kelamin. Faktor
lingkungan antara lain pencahayaan ruangan, suhu dan kelembapan. Faktor
komputer antara lain resolusi dan kontras monitor komputer yang salah.

Beberapa peneliti telah melaporkan hasil penelitiannya mengenai hubungan
penggunaan komputer dengan CVS, diantaranya adalah Fadhillah (2013),
yang melaporkan bahwa prevalensi CVS pada karyawan pengguna komputer
cukup tinggi yaitu sebesar 72% dari total respondennya. Penelitian oleh
Rosenfield (2010) melaporkan sebanyak 90% petugas administrasi di
Massachusetss, Amerika Serikat yang menggunakan komputer lebih dari dua
jam perhari mengalami keluhan CVS dan angka kejadian serta durasi CVS
tersebut meningkat seiring bertambah lamanya seseorang bekerja di depan
komputer. Penelitian yang dilakukan Kurmasela (2013) terhadap 100 orang
responden menunjukkan bahwa responden mulai merasakan keluhan
penglihatan paling banyak adalah pada 2-3 jam saat menggunakan komputer.

4

Sebagian besar penggunaan komputer ditujukan untuk meningkatkan
efektifitas kerja. Salah satu perusahaan yang memanfaatkan penggunaan
komputer adalah Bank Lampung. Hampir sebagian besar karyawannya
menggunakan komputer dalam bekerja. Bank Lampung (PT. Bank
Pembangunan Daerah Lampung) merupakan suatu lembaga keuangan di
Provinsi Lampung. Saat ini, Bank Lampung telah memiliki 62 jaringan kantor
yang tersebar di Provinsi Lampung. .

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian CVS pada
operator komputer di Kantor Pusat PT. Bank Lampung.

1.2 Rumusan Masalah

Penggunaan komputer dapat memberikan efek buruk terhadap kesehatan,
salah satunya yaitu gangguan mata karena penggunaan mata secara terusmenerus untuk menatap monitor komputer. Kumpulan gejala kelelahan mata
tersebut dinamakan CVS. Gejala yang termasuk dalam CVS berupa mata
pegal dan kabur, mata kering dan iritasi, sakit kepala, sakit pada leher dan
punggung, peka terhadap cahaya serta penglihatan ganda. CVS dipengaruhi
oleh faktor individual, faktor dari komputer, dan lingkungan pekerjaan. Bank
Lampung memiliki sejumlah karyawan menggunakan komputer sebagai alat
bantu kerja, sehingga menjadikan mereka rentan untuk mengalami gangguan
kesehatan akibat penggunaan komputer, khususnya gangguan pada mata.

5

Dengan demikian maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktorfaktor apa sajakah yang berhubungan dengan kejadian CVS pada operator
komputer di PT. Bank Lampung?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian CVS pada
operator komputer di PT. Bank Lampung.

1.3.2 Tujuan khusus:

1. Mengetahui hubungan usia dengan kejadian CVS pada operator
komputer di PT. Bank Lampung.
2. Mengetahui hubungan jenis kelamin dengan kejadian CVS pada
operator komputer di PT. Bank Lampung.
3. Mengetahui hubungan lama bekerja di depan komputer dengan
kejadian CVS pada operator komputer di PT. Bank Lampung.
4. Mengetahui hubungan frekuensi istirahat mata pada komputer dengan
kejadian CVS pada operator komputer di PT. Bank Lampung.
5. Mengetahui hubungan pemakaian kacamata dengan kejadian CVS
pada operator komputer di PT. Bank Lampung.

6

6. Mengetahui hubungan tingkat pencahayaan ruangan dengan kejadian
CVS pada operator komputer di PT. Bank Lampung.
7. Mengetahui hubungan jarak pandang mata ke komputer dengan
kejadian CVS pada operator komputer di PT. Bank Lampung.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat :

1. Menambah data dan informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan
dengan keluhan CVS.
2. Dapat menjadi sumbangan informasi kepada kantor bank Lampung
khususnya kepada para pegawainya untuk melakukan pengaturan waktu
istirahat yang tepat guna dan mengontrol jam penggunaan komputer agar
tidak menganggu kesehatan mata dan produktivitas kerja.
3. Sebagai masukan bagi kantor Bank Lampung dalam menetapkan maksimal
jam kerja dan waktu istirahat untuk meningkatkan kualitas perlindungan
kepada tenaga kerja.
4. Dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Mata

Bola mata beserta otot-otot ekstrinsik mata, kelenjar air mata dan sarafnya
terletak di dalam cavum orbita. Cavum orbita terbentuk oleh pars orbitalis
dari os frontalis, os zygomaticus, os maxilla, os lacrimalis, dan lamina
papyracea ossis ethmoidalis.

2.1.1 Bulbus Oculi

Bulbus oculi berbentuk bulat dengan diameter antero-posterior sedikit
lebih kecil dari diameter lateralnya. Bagian luar bulbus oculi dibentuk
oleh sclera berwarna putih dengan bagian yang bening transparan di
bagian anterior.

Mulai dari limbus cornea, sclera bagian depan mata yang terlindung
kelopak mata dilapisi oleh tunica conjunctiva bulbi. Pada perbatasan
kelopak mata dan bola mata bagian sclera tunica conjunctiva bulbi ini
meneruskan diri ke palpebra menjadi tunica conjunctiva palpebarum.

8

Tempat peralihan antara kedua bagian ini dinamakan fornix
conjunctivae superior dan fornix conjunctivae inferior (Wibowo, 2009).
Anatomi bulbus oculi dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Anatomi Mata (Wibowo, 2009)

2.1.2 Otot Ekstrinsik dan Intrisik Mata
Otot penggerak bola mata atau otot ekstrinsik mata yang terdiri dari
musculus rectus superior, musculus rectus lateralis, musculus rectus
medialis, musculus obliquus superior, dan musculus obliquus inferior.
Otot-otot tersebut berinsertio pada sclera. Musculus rectus lateralis
mata kanan bersama musculus rectus medialis mata kiri memutar bola
mata kearah kanan. Musculus obliquus superior dan musculus obliquus
inferior mempunyai semacam katrol sebelum berinsertio. Dengan

9

demikian, kontraksi musculus obliquus superior akan memutar bola
mata ke inferior dan lateral.

Musculus rectus lateralis dipersarafi oleh nervus abducens, musculus
obliquus superior oleh nervus trochlearis dan otot-otot lain oleh
komponen motoris nervus oculomotorius. Saraf-saraf tersebut mencapai
cavitas orbitalis melalui fissura orbitalis superior. Otot intrinsik mata
terdiri dari (1) musculus ciliriaris, (2) musculus sphincter papillae dan
(3) musculus dilator papillae. Kedua otot pertama dipersarafi komponen
parasimpatis nervus oculomotorius, yang ketiga terutama oleh saraf
simpatis (Wibowo, 2009). Otot penggerak bola mata dapat dilihat pada
gambar 2.

Gambar 2. Otot Penggerak Bola Mata (Putz& Pabst, 2007)

10

2.1.3 Pembuluh Darah Mata

Pembuluh darah untuk bagian dalam bola mata, cabang arteria
ophtalmica, juga menembus sclera bersama nervus opticus. Pembuluh
darah yang berada di lapisan sebelah dalam bernama choroidea. Pada
lapisan choroidea terdapat arteria centralis retinae, dan cabang-cabang
pembuluh darah lain. Darah vena keluar dari tempat yang sama dan
selanjutnya bermuara pada sinus cavernosus. Di tempat masuk bola
mata, pembuluh darah dan saraf dapat ditemukan di bagian dalam bola
mata yang dinamakan discus nervi optic (Wibowo, 2009).

2.1.4 Lapisan Vaskuler Bola Mata
Lapisan choroidea pada tempat peralihan sekitar ora serrata
melanjutkan diri menjadi corpus ciliare. Corpus ciliare di depan
berhubungan dengan iris. Corpus ciliare dibentuk oleh musculus
ciliriaris dan processus ciliares. Musculus ciliaris terdiri dari dua
kumpulan otot polos yang masing-masing mempunyai serabut
longitudinal dan serabut yang oblique. Kontraksi otot-otot ini mengatur
ketegangan zonula ciliaris, penggantung lensa, sehingga berperan pada
proses akomodasi lensa.

Iris adalah bangunan berbentuk sirkuler yang berfungsi sebagai
diaphragm terletak di anterior lensa mata. Pinggiran bebas iris
membentuk papilla berupa lingkaran di tengah.Iris dilapisi pigmen yang

11

menyebabkan gambaran warna mata yang bervariasi. Di dalamnya
terdapat musculus sphincter papillae dan musculus dilatator papillae.

Dengan adanya iris ini, ruangan yang terdapat antara corpus ciliare
bersama lensa mata dan kornea terbagi menjadi dua bagian. Yang di
depan iris dinamakan camera anterior dan ruangan antara iris dan lensa
dinamakan camera posterior. Kedua ruangan ini berisi humor aquosus
(Wibowo, 2009).

2.1.5 Kornea
Kornea adalah jaringan transparan yang avasculer, dengan diameter
lebih kecil dari sclera sehingga lebih cembung. Ia menerima
oksigendari humor aquosus dan dari udara luar. Kornea terdiri dari
lima lapisan, yang terluar lapisan epithelium anterius, lamina limitans
anterior, substansia propria, lamina limitans posterior, dan epithelium
posterius (Wibowo, 2009).

2.1.6 Lensa
Lensa mata merupakan jaringan transparan berbentuk biconvex dengan
diameter sekitar sepuluh millimeter. Permukaan lensa sebelah dalam
lebih cembung daripada bagian depan. Kedua bidang dipisahkan pada
equator. Bagian luar lensa mata dibungkus capsula lentis yang
disekelilingi lensa berhubungan dengan zonula ciliaris. Lensa mata
dibentuk oleh sel berbentuk kuboid, di tengahnya terdapat nucleus yang

12

lunak sehingga memungkinkan terjadinya proses akomodasi lensa
(Wibowo, 2009).

2.1.7 Corpus Vitreum
Corpus vitreum merupakan massa berbentuk gel yang transparan
terletak antara lensa dan dinding dalam bola mata. Humor aquosus
adalah cairan yang mengisi camera anterior dan camera posterior.
Cairan ini dibentuk di processus ciliares, mengisi camera posterior,
mengalir melalui papilla mengisi camera anterior. Cairan ini
selanjutnya dialirkan melalui angulus iridocornealis mencapai canalis
schlemm. Gangguan aliran pada sistem tersebut diatas meninggikan
tekanan cairan di dalam camera anterior dan camera posterior pada
penyakit yang dinamakan glaucoma (Wibowo, 2009).

Pupil (papilla) adalah lubang yang terbentuk oleh pinggir bebas iris.
Diameternya disesuaikan dengan intensitas cahaya yang masuk bola
mata dan akomodasi. Pada saat melihat dekat, pupil akan mengecil
demikian pula bila menghadapi cahaya sangat terang (Wibowo, 2009).

2.1.8 Kelopak Mata
Palpebrae terbagi atas palpebrae superior dan palpebrae inferior,
keduanya bertemu pada canthus medialis dan canthus lateralis.Pinggir
bebas palpebra dinamakan rima palpebrarum. Pada pangkal cilia

13

terdapat glandula ciliares yang menghasilkan keringat dan sebum
(Wibowo, 2009).

2.1.9 Apparatus Lacrimalis
Di sudut media palpebra superior dan palpebra inferior dapat dijumpai
pangkal ductus nasolacrimalis, yaitu punctum lacrimale atas-bawah.
Setelah membasahi permukaan depan bola mata beserta conjunctiva nya
air mata dialirkan ke puncta ini. Selanjutnya, air mata dialirkan melalui
canaliculus

lacrimalis

ke

saccus

lacrimalis,

lalu

ke

ductus

nasolacrimalis dikeluarkan ke rongga hidung pada meatus nasi inferior
(Wibowo, 2009).

2.1.10 Proses Visual Mata
Proses visual dimulai saat cahaya memasuki mata secara berurutan
melewati kornea, aquesous humor, pupil dengan pengaturan iris,
ketika dilatasi maksimal, pupil dapat dilalui cahaya sebanyak lima kali
lebih banyak dibandingkan ketika sedang konstriksi maksimal.
Diameter pupil ini sendiri diatur oleh dua elemen kontraktil pada iris
yaitu papillary constrictor yang terdiri dari otot-otot sirkuler dan
papillary dilator yang terdiri dari sel-sel epitelial kontraktil yang telah
termodifikasi. Sel-sel tersebut dikenal juga sebagai myoepithelial
cells. Jika sistem saraf simpatis teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi dan
melebarkan pupil sehingga lebih banyak cahaya dapat memasuki
mata. Kontraksi dan dilatasi pupil terjadi pada kondisi dimana

14

intensitas cahaya berubah dan ketika kita memindahkan arah
pandangan kita ke benda atau objek yang dekat atau jauh. Setelah itu
cahaya melewati lensa mata, vitreus humor, fotoreseptor, dan fovea.
Pada retina dan menghasilkan sebuah bayangan nyata yang kecil dan
terbalik. (Seeley, 2006).

Pada tahap selanjutnya, setelah cahaya memasuki mata, pembentukan
bayangan

pada

retina

bergantung pada

kemampuan refraksi

mata.Beberapa media refraksi mata yaitu kornea (n=1.38), aqueous
humour (n=1.33), dan lensa (n=1.40). Kornea merefraksi cahaya lebih
banyak dibandingkan lensa. Lensa hanya berfungsi untuk menajamkan
bayangan yang ditangkap saat mata terfokus pada benda yang dekat
dan jauh. Setelah cahaya mengalami refraksi, melewati pupil dan
mencapai retina, tahap terakhir dalam proses visual adalah perubahan
energi cahaya menjadi aksi potensial yang dapat diteruskan ke korteks
serebri. Proses perubahan ini terjadi pada retina. Retina memiliki dua
komponen utama yakni pigmented retina dan sensory retina. Pada
pigmented retina, terdapat selapis sel-sel yang berisi pigmen melanin
yang bersama-sama dengan pigmen pada koroid membentuk suatu
matriks hitam yang mempertajam penglihatan dengan mengurangi
penyebaran cahaya dan mengisolasi fotoreseptor-fotoreseptor yang
ada (Seeley, 2006).

15

Pada sensory retina, terdapat tiga lapis neuron yaitu lapisan
fotoreseptor, bipolar dan ganglionic. Badan sel dari setiap neuron ini
dipisahkan oleh plexiform layer dimana neuron dari berbagai lapisan
bersatu. Lapisan pleksiform luar berada diantara lapisan sel bipolar
dan ganglionic sedangkan lapisan pleksiformis dalam terletak diantara
lapisan sel bipolar dan ganglionic. Setelah aksi potensial dibentuk
pada lapisan sensori retina, sinyal yang terbentuk akan diteruskan ke
nervus optikus, kiasma optikus, traktus optikus, geniculate lateral dari
thalamus, superior colliculi, dan korteks serebri (Seeley, 2006).

Jalannya saraf penglihatan dimulai dari ujung saraf neural epithel pada
sel batang dan sel kerucut yang ada di retina, kemudian ke sel bipolar
di lapisan reticular dalam retina yang melepaskan bahan transmitter
sehingga menyebabkan eksitasi dari sel ganglion. Keluar dari bola
mata, axon sel ganglion membentuk nervus optikus. Nervus optikus
dari kedua bola mata berkumpul di khiasma optikus, dimana serabut
yang berasal dari bagian nasal setiap retina saling menyilang, dan
bagian temporal tetap berada pada sisi yang sama. Sesudah menyilang
di kiasma optikus terbentuklah traktus optikus. Serabut-serabut dari
traktus optikus bersinaps di korpus genikulatum laterale, dan dari sisi
serabut-serabut genikulokalkarina berjalan melalui radiasi optika atau
traktus genikulokalkarina, menuju korteks primer di otak yang terletak
di area kalkarina lobus oksipitalis. Kemudian interpretasi bayangan

16

yang terbentuk menjadi nyata, tegak, dan sesuai aslinya (Seeley,
2006).

2.2 Computer Vision Syndrome

2.2.1 Definisi
Menurut Garg

(2009), Computer Vision Syndrome (CVS) adalah

sebuah kondisi yang terjadi pada orang-orang yang bekerja pada
monitor komputer. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya
CVS adalah posisi yang tidak pas seperti duduk terlalu dekat ke monitor
komputer, pencahayaan yang kurang, dan bertambahnya tatapan ke
layar dan frekuensi berkedip yang berkurang. CVS merupakan kondisi
sementara yang diakibatkan oleh mata yang bekerja terlalu fokus dan
menatap pada display komputer dalam suatu periode waktu yang tidak
mendapat interupsi.

2.2.2 Patofisiologi
CVS disebabkan oleh penurunan refleks berkedip saat bekerja dalam
waktu yang lama dan fokus pada layar komputer. Frekuensi berkedip
normal adalah 16-20 kali per menit. Studi menunjukkan frekuensi
berkedip menurun hingga 6-8 kali per menit pada pekerja yang
menggunakan komputer. Pemfokusan dalam jarak dekat untuk durasi
yang lama memaksa kerja dari otot siliaris pada mata. Hal ini memicu

17

gejala-gejala astenopia dan memberi rasa lelah pada mata setelah
bekerja dalam waktu yang lama (Garg, 2009).

Beberapa orang dengan umur sekitar 30-40 tahunan mengeluhkan
ketidakmampuan untuk memfokuskan objek-objek dekat setelah
bekerja dalam waktu yang singkat, yang berakhir pada penurunan
mekanisme fokus akomodasi dari mata dan presbiopia. Tampilan pada
monitor tidak sama dengan hasil tampilan piksel-piksel yang berupa
titik, sehingga akan menambah nilai kontras yang rendah dan kekurang
jelasan. Selain itu, huruf-huruf pada monitor komputer bervariasi dalam
intensitas cahaya, sehingga akan menambah nilai kontras yang rendah.
Hal ini menyebabkan mata harus tetap fokus secara spontan untuk
menjaga ketajaman gambar sehingga memaksa otot siliaris pada mata
untuk bekerja. Kelemahan akomodasi juga meningkatkan kerja dari otot
siliaris pada mata (Garg, 2009).

2.2.3 Gejala klinis
Gejala klinis dari CVS menurut AOA antara lain mata pegal dan kabur,
mata kering dan iritasi, sakit kepala, sakit pada leher dan punggung,
peka terhadap cahaya serta penglihatan ganda (AOA, 2006).

Gejala-gejala dibawah ini mungkin pernah dirasakan oleh penderita
CVS, antara lain :

18

1. Mata tegang
Istilah yang dipakai oleh spesialis mata untuk mata tegang adalah
asthenopia. Kamus ilmiah penglihatan mendefinisikan asthenopia sebagai
keluhan subjektif penglihatan berupa penglihatan yang tidak nyaman,
nyeri dan kepekaannya berlebihan.

Asthenopia dapat disebabkan oleh otot mata yang bekerja berlebihan
ketika

memfokus,

ada

perbedaan

penglihatan

di

kedua

mata,

astigmatisme, hipermetrop (rabun dekat), miopi (rabun jauh), cahaya
berlebihan, kesulitan koordinasi mata dan lain-lain. Di dalam lingkungan
pemakaian komputer, mata tegang dapat disebabkan oleh kondisi
lingkungan dan penglihatan yang berbeda-beda (Garg, 2009; Affandi,
2005).

2. Sakit kepala
Sakit kepala adalah keluhan tidak nyaman lainnya dan keluhan itu sering
menjadi sebab utama mengapa orang menjalani pemeriksaan mata. Sakit
kepala juga merupakan salah satu penyakit yang paling sulit didiagnosis
dan diobati secara efektif. Sakit kepala oleh faktor penglihatan sering
muncul di arah kepala bagian frontal. Keluhan terjadi paling sering
menjelang tengah dan atau akhir hari, dan jarang muncul ketika bangun
pagi hari. Keluhan itu sering muncul dalam pola yang itu berbeda pada
hari libur dibandingkan hari kerja. Lebih terasa pada satu sisi kepala

19

daripada sisi yang lain dan dapat disertai berbagai gejala yang lebih
umum (Garg, 2009; Affandi, 2005).

Para pengguna komputer lebih besar kemungkinannya mengalami sakit
kepala jenis otot tegang. Sindrom tersebut dapat dipicu oleh berbagai
bentuk, termasuk kecemasan dan depresi, dan dipicu juga oleh berbagai
kondisi mata yang termasuk astigmatisme dan hipermetropi, juga oleh
kondisi tempat kerja yang tidak layak, termasuk adanya silau, cahaya
kurang, dan penyusunan letak komputer yang tidak layak. Jika semua
faktor yang terlihat jelas telah dipertimbangkan, dibutuhkan penanganan
kesehatan yang dimulai dengan melakukan pemeriksaan mata lengkap
(Garg, 2009; Affandi, 2005).

3. Penglihatan kabur
Tajam penglihatan adalah kemampuan untuk membedakan antara dua
titik yang berbeda pada jarak tertentu. Bila pandangan diarahkan ke suatu
titik yang jaraknya kurang dari 6 meter, mekanisme pemfokusan mata
untuk menambah kekuatan fokus mata dan mendapatkan bayangan yang
jelas di retina harus diaktifkan.

Kemampuan mata untuk merubah daya fokusnya disebut akomodasi,
yang berubah tergantung usia. Suatu bayangan yang tidak tepat terfokus
di retina akan kelihatan kabur. Keluhan mata kabur disebabkan adanya
kelainan refraksi seperti hipermetropi, miopi, dan astigmatisme.

20

Penyebab lain mata kabur adalah kacamata koreksi yang tidak tepat
kekuatan dan setelannya, kelainan pemfokusan terutama yang terkait
dengan usia (presbiopi). Penyebab yang berasal dari lingkungan antara
lain sudut penglihatan yang kurang baik, ada refleksi cahaya yang
menyilaukan atau monitor yang dipakai ternyata berkualitas buruk atau
rusak. Semua faktor tersebut harus dipertimbangkan bila keluhan mata
kabur terjadi (Garg, 2009; Affandi, 2005).

4. Mata kering dan iritasi
Permukaan depan mata diliputi oleh suatu jaringan yang mengandung
kelenjar yang menghasilkan air, mukus dan minyak. Ketiga lapisan itu
disebut air mata yang membatasi permukaan mata dan mempertahankan
kelembaban yang diperlukan agar mata dapat berfungsi dengan normal.
Air mata juga membantu mempertahankan keseimbangan oksigen yang
tepat pada struktur mata bagian depan dan untuk mempertahankan sifat
optik sistem penglihatan.

Lapisan air mata dalam keadaan normal dihapus dan disegarkan kembali
oleh kelopak mata dengan cara berkedip. Refleks berkedip adalah salah
satu refleks yang paling cepat pada tubuh manusia dan sudah ada sejak
lahir. Kecepatan berkedip per menit berbeda-beda pada berbagai
aktivitas. Berkedip lebih cepat bila sedang aktif, dan lebih lambat bila
mengantuk atau sedang berkonsentrasi. Penelitian telah menunjukkan
bahwa kecepatan berkedip para pengguna komputer turun secara

21

bermakna pada saat bekerja di depan komputer dibandingkan dengan
sebelum atau sesudah bekerja.

Penjelasan mengapa kecepatan berkedip tersebut berkurang antara lain
karena konsentrasi pada menyelesaikan pekerjaan yang menggunakan
komputer. Besarnya bukaan mata terkait dengan arah pandangan. Makin
tinggi pandangan diarahkan, mata akan terbuka lebih lebar. Banyaknya
penguapan ada kaitannya dengan besarnya bukaan mata. Bila
memandang monitor yang lebih tinggi, bukaan mata lebih lebar dan
penguapan air mata lebih banyak. Sudut pandangan yang lebih tinggi
mungkin pula mengakibatkan banyak kedipan yang tidak lengkap (Garg,
2009; Affandi, 2005).

5. Sakit pada leher dan punggung
Bekerja dengan posisi yang salah akan mencederai leher dan punggung,
hal tersebut akan mempengaruhi pelaksanaan dalam bekerja. Pada kasus
yang parah akan dapat mengakibatkan ketidakmampuan bekerja. Duduk
lama dengan posisi yang salah dapat menyebabkan otot-otot punggung
bawah menjadi tegang dan dapat merusak jaringan lunak sekitarnya
(Affandi, 2005).

Pada situasi kantor, penglihatan pekerja agak terhalang dan mereka harus
menyesuaikan posisi tubuh untuk mengurangi beban pada sistem
penglihatan. Sebagai contoh bila seorang pekerja yang usianya sudah

22

lanjut memakai kacamata fokus tunggal yang dirancang untuk dipakai
pada jarak penglihatan 40 cm, tubuh harus dicondongkan ke arah monitor
yang mungkin berjarak 60 - 70 cm agar dapat melihat monitor dengan
jelas. Bila pekerja menggunakan kacamata bifokal biasa yang dirancang
untuk melihat objek yang dekat (30 cm) dengan bagian bawah kacamata,
maka harus mendongak ke atas dan sedikit condong ke depan agar
kacamata bagian bawah berada pada posisi yang tepat untuk melihat
monitor. Situasi tersebut jelas akan menimbulkan masalah fisik dan dapat
diatasi dengan memakai kacamata yang tepat (Garg, 2009; Affandi,
2005).

6. Sensitif terhadap cahaya
Mata dirancang untuk terangsang oleh cahaya dan mengontrol jumlah
cahaya yang masuk ke dalam mata. Terdapat beberapa kondisi yang
berbeda

dengan

lingkungan

pencahayaan

alami,

yang

dapat

menimbulkan reaksi yang buruk terhadap cahaya. Faktor lingkungan
kerja yang paling mengganggu adalah kesilauan. Ketidaknyamanan mata
karena kesilauan terutama disebabkan perbedaan terang cahaya pada
lapangan pandang. Sebaiknya sumber cahaya yang sangat terang
dihilangkan

dari

lapangan

pandang

dan

diusahakan

mendapat

pencahayaan yang relatif merata.

Silau yang mengganggu dapat terjadi bila sumber cahaya lebih terang
dan lebih dekat ke titik perhatian. Salah satu sebab mengapa silau yang

23

mengganggu merupakan masalah bagi para pemakai komputer adalah
bila cahaya dari lampu neon yang ada diatas plafon berada pada sudut
yang lebar sehingga cahaya langsung masuk ke dalam mata pekerja. Hal
tersebut terutama merupakan masalah pada para pekerja komputer yang
melihat monitor pada arah horisontal (karena monitor berada setinggi
mata).

Jendela terbuka dengan cahaya matahari yang sangat terang juga memberi
risiko silau yang tidak nyaman bila mereka menggunakan monitor dengan
latar belakang yang gelap sehingga ada perbedaan terang cahaya antara
tugas yang sedang dikerjakan dengan berbagai objek lain di dalam kamar.
Sebab lain dari perbedaan besar pada terang cahaya antara lain adanya
kertas putih di meja, permukaan meja yang berwarna terang, lampu meja
yang diarahkan langsung ke mata atau terlalu menerangi meja tinggi
(Garg, 2009; Affandi, 2005).

7. Penglihatan ganda
Ketika melihat sebuah objek yang jaraknya dekat, otot mata
mengkonvergensikan kedua mata ke arah hidung. Konvergensi
memungkinkan kedua mata untuk mempertahankan peletakan kedua
bayangan pada tempat yang setara di kedua retina. Bila kemampuan
untuk tetap mengunci posisi kedua mata hilang, mata akan tak searah dan
tertuju ke titik yang berbeda. Ketika kedua mata mentransmisikan

24

bayangan tersebut maka akan terjadi penglihatan ganda (Garg, 2009;
Affandi, 2005).

8.

Ketidakmampuan

memfokuskan

objek

dalam

jarak

tertentu

(pseudomyopia) (Garg, 2009; Affandi, 2005).

9.

Lemas dan lelah (Garg, 2009; Affandi, 2005).

2.2.4 Obat Yang Mempengaruhi Sekresi Air Mata
Gangguan pada jalur aferen dan atau eferen pada lengkung reflek
menurunkan sekresi lakrimal. Gangguan jalur aferen dapat disebabkan
antara lain karena pengunaan lensa kontak, akibat operasi seperti laser
insitu keratomileusis (LASIK) ataupun ekstraksi katarak ekstrakapsular
(EKEK). Gangguan jalur eferen dipengaruhi oleh konsumsi obat
antikolinergik

seperti

antihipertensi;

antiparkinson;

dekongestan

seperti

antidepresan;
efedrin

dan

antiaritmia;
pseudoefedrin;

antihistamin; antiulkus dan obat untuk spasme otot. Obat antihipertensi
yang terbukti menurunkan produksi air mata antara lain clonidine,
prazosin,

propanolol,

Antidepresan

dan

reserpine,

psikotropik

methyldopa
seperti

dan

amitriptilin,

guanethidine.
imipramide,

phenothiazine, dan diazepam menimbulkan DES. Disopyramide dan
mexiletine adalah obat untuk antiaritmia yang berpotensi menimbulkan
penurunan sekresi air mata. Antiparkinson seperti trihexyphenidyl,

25

benztropine, biperiden dan procyclidine berpotensi menurunkan produksi
air mata (American Academy of Ophthalmology, 2011).

2.2.5 Penyakit akibat kerja
Penyakit yang diderita karyawan dalam hubungan dengan kerja baik faktor
resiko karena kondisi tempat kerja, peralatan kerja, material yang dipakai,
proses produksi, cara kerja, limbah perusahaan dan hasil produksi.
Penyakit akibat kerja muncul sebagai akibat paparan dari fisikal, kimia,
biologis, ergonomik atau faktor-faktor psikososial di lingkungan kerja.
Menurut ILO (2013), penyakit akibat kerja adalah kondisi patologis yang
diinduksi oleh hal-hal yang berhubungan dengan kerja, seperti paparan
berlebihan dari faktor-faktor yang berbahaya, materi-materi kerja ataupun
lingkungan kerja. Sedangkan penyakit terkait kerja adalah penyakit yang
dipicu oleh kerja, atau memiliki insidensi tinggi terhadap suatu penyakit
akibat lingkungan kerja.

2.2.6 Faktor –Faktor yang Mempengaruhi
Menurut Mangunkusumo dalam Zubaidah (2012), kelelahan mata juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dikelompokkan atas faktor intrinsik
dan faktor ekstrinsik.

26

Faktor-faktor tersebut yaitu :
A. Faktor Intrinsik merupakan faktor yang berasal dari tubuh yang
terdiri atas :


Faktor Okular yaitu kelainan mata berupa ametropia dan
heteroforia. Ametropia adalah kelainan refraksi pada mata
kiri dan mata kanan tetapi tidak dikoreksi. Heteroforia
adalah kelainan dimana sumbu penglihatan dua mata tidak
sejajar

sehingga

kontraksi

otot

mata

untuk

mempertahankan koordinasi bayangan yang diterima dua
mata menjadi satu bayangan lebih sulit. Apabila hal ini
berlangsung lama maka akan menyebabkan kelelahan
mata.


Faktor Konstitusi yaitu faktor yang disebabkan oleh
keadaan umum seperti tidak sehat atau kurang tidur.

B. Faktor Ekstrinsik terdiri atas empat hal yaitu :


Kuantitas Iluminasi ; cahaya yang berlebihan dapat
menimbukan silau, pandangan terganggu dan menurunnya
sensitivitas retina.



Kualitas Iluminasi ; meliputi kontras, sifat cahaya
(flicker) dan warna. Kontras berlebihan atau kurang,
cahaya berkedip atau menimbukan flicker dan warnawarna terang akan menyebabkan mata cepat lelah.

27



Ukuran obyek yang dilihat ; obyek yang berukuran kecil
memerlukan penglihatan dekat sehingga membutuhkan
kemampuan akomodasi yang lebih besar. Jika hal ini
terjadi terus-menerus, mata menjadi cepat lelah.



Waktu kerja ; waktu kerja yang lama untuk melihat secara
terus menerus pada suatu obyek dapat menimbulkan
kelelahan.

Selain faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik tersebut, CVS juga
dipengaruhi oleh faktor individual, faktor komputer, dan faktor
lingkungan. Faktor-faktor individual yang berperan dalam terjadinya
CVS antara lain: usia, jenis kelamin, penggunaan kacamata, lamanya
bekerja dengan komputer, lama bekerja di depan komputer, dan lama
istirahat setelah penggunaan komputer. Faktor-faktor yang berasal dari
komputer di antaranya: jarak penglihatan, posisi bagian atas monitor
terhadap ketinggian horizontal mata, polaritas monitor, dan jenis
komputer. Faktor dari lingkungan adalah tingkat pencahayaan, suhu dan
kelembapan (Adzkadina, 2012). Berikut adalah penjelasan faktor-faktor
yang mempengaruhi CVS, antara lain :

1.

Usia
Semakin tua seseorang, lensa semakin kehilangan kekenyalan dan
kelenturannya sehingga daya akomodasi makin berkurang dan
menurun pada usia 45 hingga 50 tahun. Hal ini disebabkan setiap

28

tahun lensa semakin berkurang kelenturannya dan kehilangan
kemampuan untuk menyesuaikan diri. Sebaliknya, semakin muda
seseorang maka kebutuhan cahaya akan lebih sedikit dibandingkan
dengan usia yang lebih tua dan kecenderungan mengalami keluhan
mata lebih sedikit (Guyton,1991;Pheasant,1991).

2.

Jenis Kelamin
Menurut Paramita (2014), jenis kelamin merupakan salah satu
faktor pendukung terjadinya kejadian CVS. Banyak penelitian yang
menyebutkan bahwa kejadian CVS pada perempuan lebih banyak
dari pada laki-laki walaupun tidak berbeda secara bermakna.
Secara fisiologis, lapisan tear film pada perempuan cenderung lebih
cepat menipis seiring dengan meningkatnya usia. Penipisian tear
film menyebabkan mata terasa kering, yang juga merupakan salah
satu gejala CVS.

3.

Istirahat mata
Menurut National Institute for Occupational Safety and Health
(NIOSH), keluhan mata berkurang secara bermakna pada pekerja
yang mengambil 5 menit istirahat selama 4 kali sepanjang waktu
bekerja

mereka

tanpa

menurunkan

produktivitas

kerja.

Beristirahatlah sekitar 2-3 menit setiap 15-20 menit bekerja di
depan komputer, atau 5 menit istirahat setelah bekerja selama 30

29

menit, atau 10 menit istirahat untuk 1 jam berkutat dengan
komputer.

Ada tiga jenis istirahat bagi pengguna komputer menurut Anshel
(1996), yaitu :


Micro break, yaitu istirahat 10 detik setiap 10 menit
bekerja. Dengan cara melihat jauh (minimal 6 meter)
diikuti dengan bernafas dan mengedipkan mata dengan
relaks.



Mini break, yaitu dilakukan setiap setengah jam selama
lima menit dengan cara berdiri dan meregangkan tubuh.
Lakukan juga melihat jauh dengan objek yang berbedabeda.



Maxi break, yang termasuk adalah dengan minum kopi atau
teh, makan siang, serta bangun dan jalan-jalan.

4.

Durasi penggunaan komputer
Menurut NIOSH, kelelahan mata mempengaruhi sekitar 90% dari
orang-orang yang menghabiskan 3 jam atau lebih per hari di depan
komputer. Ketika seorang pengguna komputer memfokuskan
pandangan mereka pada layar dalam jangka waktu yang lama, otototot kecil dalam mata mereka akan terus berkontraksi dan hal

30

tersebut mengakibatkan kelelahan, kaburnya penglihatan dan juga
kesulitan untuk memfokuskan pikiran (Firdaus, 2013).

5.

Pemakaian kacamata
Kacamata digunakan untuk mengoreksi kelainan refraksi. Koreksi
yang buruk merupakan salah satu risiko terjadinya mata lelah.
Pengguna komputer yang menderita masalah binokular mungkin
tidak mengembangkan gejala mata jika mereka melakukan tugas
visual yang tidak begitu berat. Namun, kerja komputer umumnya
membutuhkan

aktivitas

menyebabkan

gejala

visual
mata

yang berat

terutama

bagi

dan

ini

dapat

mereka

yang

menggunakan kacamata (Loh, 2008).

6.

Jarak mata ke monitor
Kenyamanan penglihatan dan postur yang baik tergantung pada
jarak antara layar monitor dengan mata. Untuk bekerja
menggunakan komputer jarak antara mata dengan layar komputer
minimum 50 cm (Pheasant, 1991).

Menurut Occupational Safety and Health Association (OSHA) saat
pekerja menggunakan komputer jarak antara mata terhadap layar
monitor sekurang-kurangnya adalah 20 inch atau 50cm. Hal ini
sesuai dengan penyebab utama kelelahan mata yaitu jarak mata
yang terlalu dekat dengan monitor, sehingga mata dipaksa bekerja

31

untuk melihat dari jarak yang cukup dekat dalam jangka waktu
yang cukup lama, sedangkan fungsi mata sendiri sebenarnya tidak
dikhususkan untuk melihat dari jarak dekat (OSHA, 1997).

7.

Tingkat pencahayaan ruangan
Tingkat pencahayaan yang tidak memadai pada pengguna
komputer merupakan faktor yang menyebabkan keluhan kelelahan
mata (Fauzia, 2004). Kelelahan mata disebabkan pekerja akan lebih
mendekatkan matanya ke objek guna memperbesar ukuran benda.
Hal ini membuat proses akomodasi mata lebih dipaksa dan dapat
menyebabkan penglihatan rangkap atau kabur (Notoadmodjo,
2003).

Apabila pencahayaan yang terlampau terang dapat menghasilkan
banyak pantulan cahaya sehingga mata akan beradaptasi untuk
menyesuaikan perbedaan yang besar sehingga kondisi ini akan
menyebabkan kelelahan mata serta ketidaknyamanan penglihatan.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1405 tahun 2002,
pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja
yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif.
Standar

intensitas

pencahayaan

untuk

menggunakan komputer minimal 300 lux.

pekerjaan

dengan

32