Hubungan Kecerdasan Emosi – Sosial Terhadap Gaya dan Praktik Kepemimpinan Ketua Lembaga Kemahasiswaan Institut Pertanian Bogor
HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI – SOSIAL TERHADAP
GAYA DAN PRAKTIK KEPEMIMPINAN
KETUA LEMBAGA KEMAHASISWAAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
YURIS APRILIA STIAWAN
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Hubungan
Kecerdasan Emosi – Sosial Terhadap Gaya dan Praktik Kepemimpinan Ketua
Lembaga Kemahasiswaan Institut Pertanian Bogor adalah karya saya dengan
arahan dari pembimbing skripsi dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2013
Yuris Aprilia Stiawan
NIM. I24080046
ABSTRACT
Relationships between Emotional-Social Intelligence with Leadership Styles and
Practice among Student Organization Chairmen at Bogor Agricultural University.
Supervised by DIAH KRISNATUTI.
This study was aimed to determine the correlation between emotionalsocial intelligence with leadership styles and practices. The research was
conducted at IPB during June 2012, involved 94 student’s during the period of
2011-2012 that chose using census technique (however 2 students could not joint
the research). Data was analyzed using descriptive and inference statistics such as
Pearson correlation and Chi-Square analysis. Results showed that emotionalsocial intelligence of chairmen were in high category. Styles of leadership were
relatively democratic style, while the dominant leadership practice were in high
category. Pearson correlation test result showed a positive relationship existed
significantly between emotional-social intelligence and leadership practices. In the
other hand, emotional intelligence (emotional awareness, emotion management,
and total emotional intelligence) and social intelligence (social awareness, social
facilities, and total social intelligence) was negatively correlated with laissez faire
style of leadership.
Keywords: early adulthood, emotional awareness, motivation, social facilities
ABSTRAK
YURIS APRILIA STIAWAN. Hubungan Kecerdasan Emosi – Sosial Terhadap
Gaya dan Praktik Kepemimpinan Ketua Lembaga Kemahasiswaan Institut
Pertanian Bogor. Dibimbing oleh DIAH KRISNATUTI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosisosial terhadap gaya dan praktik kepemimpinan. Lokasi penelitian dilakukan di
kampus IPB pada bulan Juni 2012. Teknik penarikan mahasiswa dari populasi
dilakukan dengan cara sensus yaitu memilih seluruh mahasiswa dengan sengaja
sebanyak 94 orang pada periode 2011-2012. Pada saat penelitian berlangsung
mahasiswa yang dapat diambil sebanyak 92 orang. Analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis deskripstif dan inferensia yaitu analisis
korelasi Chi-Square dan Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kecerdasan emosi dan sosial mahasiswa tergolong kategori tinggi. Pada gaya
kepemimpinan terdapat kecenderungan memiliki gaya demokrasi dan pada praktik
kepemimpinan termasuk kategori tinggi. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan
terdapat hubungan positif signikan antara kecerdasan emosi, kecerdasan sosial,
dan praktik kepemimpinan. Selain itu, terdapat hubungan negatif signifikan antara
kecerdasan emosi (kesadaran emosi, pengelolaan emosi, dan total kecerdasan
emosi) dan kecerdasan sosial (kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan total
kecerdasan sosial) dengan gaya kepemimpinan laissez faire.
Kata kunci : dewasa awal, fasilitas sosial, kesadaran emosi, motivasi
RINGKASAN
YURIS APRILIA STIAWAN. Hubungan Kecerdasan Emosi – Sosial Terhadap
Gaya dan Praktik Kepemimpinan Ketua Lembaga Kemahasiswaan Institut
Pertanian Bogor. Dibimbing oleh DIAH KRISNATUTI.
Mahasiswa merupakan bagian dari keberadaan dan gerakan pemuda di
Indonesia saat ini. Dari waktu ke waktu mahasiswa terkenal sebagai agent of
change yang berperan aktif dalam perubahan sejarah. Penelitian ini secara umum
bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosi-sosial terhadap gaya dan
praktik kepemimpinan. Adapun secara khusus bertujuan untuk: (1)
Mengidentifikasi kecerdasan emosi, sosial, gaya, dan praktek kepemimpinan, (2)
Menganalisis hubungan karakteristik mahasiswa dan keluarga mahasiswa dengan
kecerdasan emosi dan sosial, (3) Menganalisis hubungan karakteristik mahasiswa
dan keluarga mahasiswa dengan gaya dan praktik kepemimpinan, (4) Menganlisis
hubungan kecerdasan emosi dengan gaya dan praktik kepemimpinan, dan (5)
Menganalisis hubungan kecerdasan sosial dengan gaya dan praktik
kepemimpinan.
Lokasi penelitian dilakukan di kampus IPB pada bulan Juni 2012. Teknik
penarikan mahasiswa dari populasi dilakukan dengan cara sensus yaitu memilih
seluruh mahasiswa dengan sengaja sebanyak 94 lembaga kemahasiswaan yang
terdiri atas ketua 94 orang pada perode 2011-2012. Pada saat penelitian
berlangsung mahasiswa yang dapat diambil sebanyak 92 orang. Analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskripstif dan inferensia
yaitu analisis korelasi Chi-Square dan Pearson.
Hampir seluruh mahasiswa (95,7%) laki-laki dan sisanya perempuan. Usia
mahasiswa pada penelitian ini berkisar 19-23 tahun dengan rataan usia 20,6 tahun.
Hampir seperempat (22,8%) mahasiswa berasal dari Fakultas Teknik Pertanian
(FATETA). Hampir separuh mahasiswa (45,7%) berasal dari suku Sunda dan
lebih dari seperempat mahasiswa (27,2%) berasal dari suku Jawa. Indeks Prestasi
Kumulatif (IPK) mahasiswa berada kisaran 2.14 sampai 3,82. Lebih dari separuh
mahasiswa mempunyai nilai akademik dalam kategori baik(68,5%) dan memiliki
pengeluaran kurang dari Rp 1.000.000/bulan (67,4%). Lebih dari sepertiga
mahasiswa (34.8%) memiliki dua orang saudara dan lebih dari sepertiga
mahasiswa (40,2%) merupakan anak sulung. Pada jumlah organisasi hampir
separuh mahasiswa (45,6%) termasuk dalam kategori sedang (4-8 organisasi),
sementara lama organisasi berada pada kategori sedang (4,4-6,6 tahun). Hampir
sepertiga ayah (30.4%) dan lebih dari sepertiga ibu (33,7%) telah menempuh
pendidikan selama 18 tahun tahun atau setara dengan sarjana (S1). Seperempat
ayah (25%) bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan hampir separuh ibu
(47,8%) bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT). Besar keluarga mahasiswa
berkisar antara 3 sampai 12 orang, lebih dari separuh keluarga mahasiswa (59,8%)
memiliki jumlah anggota keluarga dengan kategori sedang yaitu antara 5-7 orang.
Kecerdasan emosi dan sosial ketua lembaga termasuk dalam kategori
tinggi dengan gaya kepemimpinan lebih dari dua pertiga berupa gaya demokratis
dan praktik kepemimpinan berada pada kategori tinggi. Terdapat hubungan antara
jenis kelamin laki-laki dengan dimensi kecerdasan emosi yaitu pengelolaan emosi
dan hubungan positif signifikan antara jumlah organisasi dengan dimensi
pengelolaan emosi, sementara itu terdapat hubungan positif signifikan lama
pendidikan ibu dengan kesadaran emosi. Terdapat hubungan positif signifikan
antara jumlah organisasi dengan kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan kecerdasan
sosial total.
Hasil uji Pearson menunjukkan adanya hubungan positif signifikan antara
IPK dengan gaya kepemimpinan demokratis dan terdapat hubungan positif
signifikan antara lama pendidikan ayah dengan gaya kepemimpinan otoriter. IPK
berhubungan positif signifikan dengan dimensi manjadi mahasiswa panutan pada
praktik kepemimpinan.
Terdapat hubungan positif signifikan antara kesadaran emosi, pengelolaan
emosi, motivasi emosi, dan total kecerdasan emosi terhadap gaya kepemimpinan
otoriter. Kesadaran emosi, motivasi diri, dan total kecerdasan emosi berhubungan
positif signifikan dengan gaya kepemimpinan demokratis, sedangkan kesadaran
emosi, pengelolaan emosi, dan total kecerdasan emosi berhubungan negatif
signifikan dengan gaya kepemimpinan laissez faire. Hasil uji korelasi Pearson
menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara motivasi diri dan
kecerdasaan emosi total terhadap dimensi tantangan proses dalam praktik
kepemimpinan. Selain itu, terdapat hubungan positif signifikan antara kesadaran
emosi, pengelolaan emosi, motivasi diri, dan kecerdasaan emosi total terhadap
dimensi inspirasi visi. Terdapat hubungan positif signifikan terdapat antara
pengelolaan emosi, motivasi diri, dan kecerdasan emosi total terhadap dimensi
mengajak orang lain bertindak. Selain itu, terdapat hubungan positif signifikan
antara kesadaran emosi, pengelolaan emosi, motivasi diri, dan kecerdasaan emosi
total terhadap dimensi menjadi mahasiswa panutan pada praktik kepemimpinan.
Motivasi diri dan kecerdasan emosi total menunjukkan hubungan positif
signifikan dengan dimensi memotivasi orang lain. Sedangkan kesadaran emosi,
pengelolaan emosi, motivasi diri, dan kecerdasan emosi total memiliki hubungan
positif signifikan dengan total pratik kepemimpinan.
Kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan total kecerdasan sosial berhubungan
negatif signifikan dengan gaya kepemimpinan laissez faire. Kesadaran sosial,
fasilitas sosial, dan total kecerdasan sosial berhubungan positif signifikan dengan
dimensi tantangan proses, inspirasi visi, mengajak orang lain bertindak, menjadi
panutan mahasiswa, memotivasi orang lain, dan total praktik kepemimpinan.
Hasil penelitian ini menunjukkan jumlah organisasi mempunyai peranan penting
dalam mengembangkan kecerdasan sosial sehingga diperlukan pengenalan
organisasi sejak dini pada generasi muda. IPK dapat menjadikan seorang
pemimpin panutan bagi anggotanya sehingga setiap pemimpin dapat terus
mengembangkan organisasi tanpa perlu menyampingkan akademik. Kampus
sebagai institusi pendidikan memiliki peranan penting sebagai tempat
pengembangan softskill kepemimpinan bagi mahasiswa.
Kata kunci : kesadaran emosi, fasilitas sosial, motivasi, dewasa awal
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah
dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian dan seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI – SOSIAL TERHADAP
GAYA DAN PRAKTIK KEPEMIMPINAN
KETUA LEMBAGA KEMAHASISWAAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
YURIS APRILIA STIAWAN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi :
Hubungan Kecerdasan Emosi – Sosial Terhadap Gaya dan
Praktik Kepemimpinan Ketua Lembaga Kemahasiswaan
Institut Pertanian Bogor
Nama
:
Yuris Aprilia Stiawan
NRP
:
I24080046
Disetujui,
Dr. Ir. Diah Krisnatuti, MS.
Dosen Pembimbing I
Diketahui,
Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc
Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya serta pertolongannya dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul
Hubungan Kecerdasan Emosi – Sosial Terhadap Gaya dan Praktik Kepemimpinan
Ketua Lembaga Kemahasiswaan Institut Pertanian Bogor ini. Pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Diah Krisnatuti, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan,
doa, dan arahan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini.
2. Dr. Istilaliyah Muflikhati, M.Si selaku dosen pemandu seminar serta Dr.
Ir. Dwi Hastuti, M.Sc dan Ir. M.D. Djamaludin, M.Sc selaku dosen
penguji atas saran dan masukannya untuk menyempurnakan skripsi ini.
3. Ir. Ratnaningsih, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan nasehat dan bimbingan sejak memasuki departemen.
4. Keluarga tercinta Ayah, Ibu , Lusiana, dan Titi atas doa dan dukungannya
yang tidak pernah berhenti.
5. Teman seperjuangan Amania, Rafida, Dela, Neng, Arin, Ifah, Kiki dan
semua teman-teman IKK 45.
6. Sahabat seperjuangan: Yogi, Davi, Indra, Hibatus, dan keluarga besar
HIMASURYA PLUS
7. Dr. Abdul Munif, Nazrul SE, Sobari SP, dan para pendekar PPSDMS
“The next future leaders” Regional V Bogor
8. Keluarga besar DPM FEMA yang memberikan pengalaman luar biasa
9. Kosan De Netto: Bang Agus, Bang Zul, dan Bang Heri
10. Ketua LK IPB tahun 2011-2012 yang telah membantu dalam kesuksesan
pengambilan data.
11. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, dan
kerjasama selama pengerjaan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan
satu per satu.
Bogor, Januari 2013
Yuris Aprilia Stiawan
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xvii
PENDAHULUAN .......................................................................................
1
Latar Belakang..........................................................................................
Perumusan Masalah ..................................................................................
Tujuan Penelitian ......................................................................................
Manfaat Penelitian ....................................................................................
1
4
6
6
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
7
Gaya Kepemimpinan ................................................................................
Praktik Kepemimpinan .............................................................................
Kecerdasan Emosi ....................................................................................
Kecerdasan Sosial .....................................................................................
Mahasiswa ................................................................................................
7
9
10
13
14
KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................................
17
METODE PENELITIAN .............................................................................
19
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ....................................................
Mahasiswa dan Teknik Penarikan Mahasiswa .........................................
Jenis, Cara Pengumpulan Data, dan Cara Pengukuran Variabel ..............
Pengolahan dan Analisis Data ..................................................................
Definisi Operasional .................................................................................
19
19
19
21
24
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................
27
Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................................
Karakteristik Mahasiswa ..........................................................................
Karakteristik Keluarga Mahasiswa...........................................................
Kecerdasan Emosi ....................................................................................
Kecerdasan Sosial .....................................................................................
Gaya Kepemimpinan ................................................................................
Praktik Kepemimpinan .............................................................................
Hubungan Antar Variabel.........................................................................
Pembahasan ..............................................................................................
27
28
33
35
39
43
46
51
60
SIMPULAN DAN SARAN .........................................................................
65
Simpulan ...................................................................................................
Saran .........................................................................................................
65
66
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
69
LAMPIRAN .................................................................................................
73
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Jenis dan cara pengumpulan data ...................................................
20
2 Cara pengkategorian variabel ........................................................
22
3 Sebaran mahasiswa berdasarkan jenis kelamin dan umur .............
29
4 Sebaran mahasiswa berdasarkan asal fakultas, suku, dan IPK ......
30
5 Sebaran mahasiswa berdasarkan pengeluaran ...............................
31
6 Sebaran mahasiswa berdasarkan jumlah saudara, urutan kelahiran,
jumlah, dan lama organisasi ...........................................................
32
7 Sebaran mahasiswa berdasarkan pendidikan dan pekerjaan orangtua
34
8 Sebaran mahasiswa berdasarkan besar keluarga............................
35
9 Sebaran mahasiswa berdasarkan kecerdasan emosi ......................
36
10 Sebaran mahasiswa berdasarkan kesadaran emosi ........................
36
11 Sebaran mahasiswa berdasarkan pengelolan emosi .......................
37
12 Sebaran mahasiswa berdasarkan motivasi diri ..............................
39
13 Sebaran mahasiswa berdasakan kecerdasan sosial ........................
40
14 Sebaran mahasiswa berdasarkan kesadaran sosial .........................
41
15 Sebaran mahasiswa berdasarkan fasilitas sosial ............................
42
16 Sebaran
mahasiswa
berdasarkan
kecenderungan
gaya
kepemimpinan total ........................................................................
43
17 Sebaran mahasiswa berdasarkan gaya otoriter ..............................
44
18 Sebaran mahasiswa berdasarkan gaya demokratis ........................
45
19 Sebaran mahasiswa berdasarkan gaya laissez faire .......................
46
20 Sebaran
mahasiswa
berdasarkan
kecenderungan
praktik
kepemimpinan total ........................................................................
47
21 Sebaran mahasiswa berdasarkan tantangan proses ........................
47
22 Sebaran mahasiswa berdasarkan inspirasi visi ..............................
48
23 Sebaran mahasiswa berdasarkan mengajak bertindak ...................
49
24 Sebaran mahasiswa berdasarkan mahasiswa panutan....................
50
25 Sebaran mahasiswa berdasarkan motivasi .....................................
51
26 Hubungan karakteristik mahasiswa dengan kecerdasan emosi .....
52
27 Hubungan karakteristik keluarga mahasiswa dengan kecerdasan
emosi ..............................................................................................
53
28 Hubungan karakteristik mahasiswa dengan kecerdasan sosial ......
53
xvii
29 Hubungan karakteristik keluarga mahasiswa dengan kecerdasan
sosial...............................................................................................
54
30 Hubungan karakteristik mahasiswa dengan gaya kepemimpinan ..
54
31 Hubungan karakteristik keluarga mahasiswa dengan gaya
kepemimpinan ................................................................................
55
32 Hubungan karakteristik mahasiswa dengan praktik kepemimpinan
55
33 Hubungan karakteristik keluarga mahasiswa dengan praktik
kepemimpinan ................................................................................
56
34 Hubungan antara kecerdasan emosi dengan gaya kepemimpinan .
57
35 Hubungan kecerdasan emosi dengan praktik kepemimpinan ........
58
36 Hubungan kecerdasan sosial dengan gaya kepemimpinan ............
58
37 Hubungan kecerdasan sosial dengan praktik kepemimpinan ........
59
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Gaya kepemimpinan ketua lembaga kemahasiswaan IPB ............
75
2
Praktik Kepemimpinan ketua lembaga kemahasiswaan IPB ........
77
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada tahun 2012, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat telah menetapkan
bahwa jumlah penduduk Indonesia sebanyak 250 juta jiwa1. Pertumbuhan jumlah
penduduk Indonesia berimplikasi terhadap peningkatan jumlah pemuda sebagai
populasi terbesar dari penduduk Indonesia. Menurut data Susenas jumlah pemuda
Indonesia pada tahun 2006 sebesar 80,82 juta jiwa2, sedangkan berdasarkan angka
proyeksi BPS pada tahun 2009 sebesar 62,91 juta jiwa (Bappenas 2009).
Perbedaan jumlah pemuda dari data Susenas dan BPS disebabkan oleh
perubahan kategori umur pemuda yang disahkan oleh Undang-undang No. 40
Tahun 2009, semula dari usia 15-35 tahun menjadi 16-30 tahun3. Walaupun
terjadi penurunan tetapi dengan jumlah yang cukup besar, pemuda memiliki
potensi yang strategis bagi bangsa Indonesia, terutama adanya jiwa kepemimpinan
dalam pemuda. Sejarah dunia dan khususnya Indonesia mencatat bahwa pemuda
berperan penting dalam perubahan, sebagai mahasiswa pada tahun 1928 pemuda
Indonesia mengguncang dunia dengan adanya “Sumpah Pemuda”. Pada tahun
1998 pemuda Indonesia melakukan reformasi untuk menggulingkan pemerintahan
orde baru yang bersifat otoriter. Selain itu perwujudan proklamasi Indonesia juga
didasarkan atas desakan kaum pemuda.
Menurut Hasibuan (2008) keberadaan potensi dan kualitas pemuda dalam
berbagai fase sejarah selalu mendapatkan perhatian penting. Pada perspektif
sosiologis, biologis, politik, demografis, dan historis memiliki makna yang
signifikan. Pertama pada perspektif sosiologis mempunyai peranan dan posisi
yang penting yaitu sebagai penghubung antargenerasi, baik generasi yang lebih
muda serta generasi tua. Kedua pada perspektif biologis, fase pertumbuhan dan
perkembangan pemuda sangat menentukan kualitas Human Development Index
(HDI) pada masa yang akan datang. Pada perspektif biologis juga dapat dilihat
suatu kaum muda tumbuh menjadi generasi cemerlang (rising generation) atau
menjadi generasi yang hilang (loosing generation). Ketiga pada perspektif politik,
1
www.sindonews.com
http://kppo.bappenas.go.id/preview/232
3
kppo.bappenas.go.id/files/-1-Proyeksi%20Jumlah%20Pemuda.pdf
2
2
pemuda memiliki pemikiran yang dinamis, responsif, dan sensitivitas yang kuat
pada setiap perubahan politik. Saat potensi politik dikembangkan secara maksimal
maka kaum pemuda akan menjadi political capital yang luar biasa dalam
membangun negara. Keempat perspektif
demografis, populasi pemuda yang
terbesar pada jumlah penduduk memiliki keunggulan tersendiri. Penyebaran
pemuda di berbagai wilayah Indonesia baik di perkotaan atau di pedesaan
membawa potensi tersendiri. Kelima perspektif histori, berbagai kejadian sejarah
di Indonesia selalu mempunyai hubungan dengan peran pemuda. Peran pemuda
baik sebagai pendukung kebijakan pemerintah atau sebagai pihak oposisi terhadap
kebijakan pemerintah.
Mahasiswa merupakan bagian dari keberadaan dan gerakan pemuda di
Indonesia saat ini. Dari waktu ke waktu mahasiswa terkenal sebagai agent of
change yang berperan aktif dalam perubahan sejarah. Mahasiswa mempunyai
peranan penting dalam gerakan pembaruan negara terutama pada gerakan
pembangunan. Para aktivis mahasiswa berperan penting sebagai motor penggerak
kekuatan sosial, moral, dan politik. Pembinaan kepemimpinan di kalangan
mahasiswa sangat diperlukan dan sesuai dengan minat keilmuan serta aspirasi
kepemudaan. Pembinaan juga harus searah dengan kondisi sosial, ekonomi, dan
politik yang ada di tengah masyarakat. Dengan begitu diharapkan adanya
peningkatan prestasi ilmiah, dedikasi sosial, dan partisipasi aktif mahasiswa
dalam masa pembangunan (Kartono 2011).
Para pemimpin besar sering kali
menggunakan kata-kata
yang
menginspirasi dan membakar semangat hidup seseorang (Goleman 2007). Sebagai
salah satu presiden Indonesia, Bung Karno sangat mengagumi peranan pemuda
dalam melakukan perubahan bahkan untuk melakukan perubahan dunia (Krishna
2010). Pemimpin selalu memainkan peran emosi yang primordial (utama). Para
pemimpin yang orisinal mendapatkan kedudukan karena kemampuan yang dapat
menggerakkan emosi. Dalam sejarah dan budaya manapun, pemimpin kelompok
manusia adalah seorang yang menjadi tumpuan dalam mencari kepastian dan
kejelasan ketika menghadapi ketidakpastian, ancaman atau ketika ada suatu tugas
yang harus dilakukan. Pemimpin bertindak sebagai pembimbing emosi kelompok
(Goleman 2007).
3
Goleman menyebutkan bahwa keterampilan dasar kecerdasan emosional
menjadi semakin penting untuk kerja tim, bekerjasama, menolong orang agar bisa
bekerja secara efektif (Goleman 2002). Psikolog Thorndike dalam Goleman
(2006) membuat rumusan orisinal tentang kecerdasaan sosial yaitu kemampuan
memahami dan mengelola orang lain serta kemampuan yang dibutuhkan setiap
orang untuk hidup dengan baik di dunia.
Tead menyatakan dalam Sholehuddin (2008) bahwa “leader is the activity
influencing people to cooperate toward some goal which they come to find
desirable” yang mempunyai arti kepemimpinan adalah suatu kegiatan
mempengaruhi orang lain untuk bekerja sama guna mencapai tujuan tertentu yang
diinginkan. Singkatnya, dalam pengertian yag sederhana kepemimpinan adalah
kemampuan seseorang untuk memengaruhi orang lain. Kriteria seorang pemimpin
haruslah cerdas. Hal ini dimaksudkan bahwa seorang pemimpin harus mampu
dalam memahami, menganalisis, dan memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi kelompok.
Kartono (2011) menyebutkan diantara kelompok mahasiswa sebagai suatu
unit dengan pemimpin selalu terdapat kaitan yang erat sehingga setiap kelompok
akan memilih tipe pemimpin yang cocok dengan ambisi atau visi kelompok.
Sebaliknya pribadi pemimpin menentukan semangat kelompok yang dipimpin.
Dalam sifat kepemimpinan, seorang pemimpin memiliki sifat otoriter (kekuasan
mutlak ditangan pemimpin), demokratis (adanya interaksi kerjasama pemimpin
dan anggota), dan laissez faire (tidak ada arahan dari pemimpin). Sementara itu,
dalam praktik kepemimpinan seorang pemimpin diharuskan mengubah nilai-nilai
menjadi sebuah tindakan, mewujudkan visi kedepan, individual menjadi
kerjasama, dan resiko menjadi sebuah peluang, sehingga kepemimpinan dapat
menjadikan seseorang untuk mengambil peluang dan mengubahnya menjadi
sebuah kesuksesan (Kouzes dan Posner 2007).
Adanya keinginan mengembangkan kemampuan kepemimpinan dan
persamaan visi maka terbentuklah Lembaga Kemahasiswaan yang selanjutnya
disebut dengan LK. Lembaga Kemahasiswaan IPB mempunyai peranan sebagai
wadah untuk menyalurkan minat dan bakat mahasiswa (softskill) sehingga
mahasiswa dapat mengembangkan potensi diri secara maksimal. Selain itu,
4
peranan LK juga sebagai bentuk interaksi yang saling memahami dan mempunyai
perbedaan latar belakang budaya, kepribadian, serta karakteristik lainnya.
Pengembangan potensi diri secara langsung berfokus pada pengembangan
kecerdasan emosi serta interaksi sesama yang dilakukan berfokus pada kecerdasan
sosial. Pengembangan emosi dan sosial tentu memiliki peranan yang penting
dalam menentukan gaya dan praktik kepemimpinan seseorang. Berdasarkan latar
belakang tersebut, maka diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat pengaruh
kecerdasaan
emosi
dan kecerdasan sosial
terhadap
gaya
dan
praktik
kepemimpinan ketua lembaga kemahasiswaan di Institut Pertanian Bogor.
Perumusan Masalah
Dalam kosakata Bahasa Indonesia, pemuda juga dikenal dengan sebutan
generasi muda dan kaum muda yang memiliki terminologi beragam. Untuk
menyebut pemuda digunakan istilah young human resources sebagai salah satu
sumber pembangunan. Pemuda adalah generasi yang ditempatkan sebagai subjek
pemberdayaan yang memiliki kualifikasi efektif dengan kemampuan dan
keterampilan. Pemberdayaan yang didukung penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi dapat maju serta berdiri dalam keterlibatan secara aktif bersama
kekuatan efektif lainnya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi
bangsa.
Mahasiswa sebagai objek pemberdayaan masih memerlukan bantuan,
dukungan, dan pengembangan ke arah pertumbuhan potensi dan kemampuan
efektif ke tingkat yang optimal untuk dapat bersikap mandiri dan melibatkan diri
secara fungsional. Pengembangan kepemimpinan pada mahasiswa diperlukan
guna menghadapi persaingan global tentu merupakan suatu kendala yang sulit
dihindari. Penurunan kepemimpan pada mahasiswa diduga dikarenakan adanya
kecerdasaan emosi dan sosial yang menurun dari waktu ke waktu. Pasal 16
Undang-undang kepemudaan Tahun 2009 menyebutkan bahwa pemuda berperan
aktif sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan dalam segala
aspek pembangunan nasional.
Banyak sekali peran dan tindakan positif mahasiswa dalam pembangunan
bangsa, pada masa kolonial banyak organisasi kepemudaan yang didirikan oleh
mahasiswa untuk mempersatukan pemuda dalam menghadapi penjajah sehingga
5
sangat wajar harapan kaum tua terhadap kaum muda (mahasiswa) sebagai
pengganti pemimpin bangsa (Hasibuan 2008). Pada saat ini, tindakan negatif juga
sering dilakukan oleh mahasiswa khususya dalam pengajuan aspirasi, bentrokan
mahasiswa, pembakaran-pembakaran sebagai bentuk pelampiasan kekecewaan,
bahkan pemakaian narkoba yang saat ini marak terjadi. Keadaan negatif
mahasiswa yang tidak sesuai harapan tentu dapat dipengaruhi oleh keadaan emosi
diri sendiri dan hubungan sosial dengan lingkungan. Bagi mahasiswa,
kepemimpinan menjadi perhatian serius karena dipundaknya harapan kemajuan
bangsa digantungkan, sehingga menjadi seorang pemimpin tidak hanya
memerlukan kecerdasan intelektual tetapi yang paling terpenting memiliki
kecerdasan emosi dan sosial.
Gerungan diacu dalam Sholehuddin (2008) mengungkapkan bahwa
kepemimpinan bukanlah sesuatu yang bersifat abstrak melainkan keseluruhan dari
keterampilan (skill) dan sikap (attitude) yang diperlukan oleh pemimpin.
Keterampilan yang dibutuhkan pemimpin dibagi atas dua hal yaitu keterampilan
emosional dan keterampilan sosial. Keterampilan (kecerdasan) emosional bagi
pemimpin adalah mengelola emosi yaitu menyadari apa yang ada di balik suatu
perasaan dan mempelajari cara untuk menangani kecemasan, amarah, dan
kesedihan. Selain itu, kecerdasan emosi akan sangat dibutuhkan dalam memikul
tanggung jawab bagi keputusan dan tindakan serta menindaklanjuti kesepakatan.
Keterampilan sosial atau lebih dikenal sebagai kecerdasan sosial terbagi atas
kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Kecerdasan sosial berbeda dengan kecerdasan
emosional yaitu lebih difokuskan pada memelihara hubungan secara baik sesama
anggota kelompok.
Keberadaan Lembaga Kemahasiswaan (LK) di Institut Pertanian Bogor
adalah sebuah tempat untuk dapat mengembangkan keterampilan baik secara
emosional dan sosial. Para pimpinan LK yang berasal dari berbagai daerah tentu
memiliki karakteristik kepemimpinan yang berbeda. Karakter yang berbeda tentu
akan mempunyai peranan dalam pengembangan kecerdasan yang berbeda baik
secara emosi dan sosial. Berdasarkan permasalahan diatas, terdapat pertanyaan
yang ingin dijawab melalui penelitian ini, yaitu:
6
1. Bagaimana hubungan karakteristik mahasiswa dan keluarga mahasiswa
pada gaya dan praktik kepemimpinan ketua lembaga kemahasiswaan IPB?
2. Bagaimana hubungan kecerdasan emosi mahasiswa pada gaya dan praktik
kepemimpinan ketua lembaga kemahasiswaan IPB?
3. Bagaimana hubungan kecerdasan sosial mahasiswa pada gaya dan praktik
kepemimpinan ketua lembaga kemahasiswaan IPB?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Mengetahui hubungan kecerdasan emosi - sosial terhadap gaya dan praktik
kepemimpinan pada ketua lembaga kemahasiswaan IPB
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik mahasiswa dan karakteristik keluarga
mahasiswa
2. Mengidentifikasi
kecerdasan
emosi-sosial,
gaya,
dan
praktek
kepemimpinan pada mahasiswa
3. Menganalisis hubungan karakteristik mahasiswa dan keluarga mahasiswa
dengan kecerdasan emosi dan sosial mahasiswa
4. Menganalisis hubungan karakteristik mahasiswa dan keluarga mahasiswa
dengan gaya dan praktik kepemimpinan mahasiswa
5. Menganlisis hubungan kecerdasan emosi dan sosial dengan gaya dan
praktik kepemimpinan mahasiswa
Manfaat Penelitian
Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan sebagai sarana untuk mengetahui
fenomena di masyarakat sehingga dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat
dibangku kuliah agar dapat bermanfaat bagi orang lain. Bagi institusi, penelitian
ini diharapkan dapat menjadi referensi kajian ilmu dengan topik praktik
kepemimpinan dan kecerdasan emosi dan sosial para aktivis kampus. Bagi
masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berkaitan
dengan praktik kepemimpinan dan kecerdasan emosi dan sosial. Bagi aktivis
mahasiswa, penelitian ini diharapkan dapat sebagai landasan mempelajari
kecerdasan emosi dan sosial sebagai dasar menjadi kepemimpinan di kampus.
7
TINJAUAN PUSTAKA
Gaya Kepemimpinan
Suatu organisasi akan berhasil atau gagal sebagian besar ditentukan oleh
bentuk kepemimpinan dari pemimpin. Kotter (1997) diacu dalam Saleh (2009)
menyebutkan bahwa kepemimpinan merupakan proses gerakan suatu kelompok
dalam arah yang sama. Selain itu, kepemimpinan yang baik menggerakkan orang
pada satu arah yang sama dan merupakan minat jangka panjang organisasi
tersebut.
Gerugan diacu dalam Sholehudin (2008) mengungkapkan bahwa pada
umumnya tugas pemimpin adalah mengusahakan supaya kelompok yang
dipimpinnya dapat merealisasikan tujuannya dengan sebaik-baiknya dalam kerja
sama yang produktif dalam kelompok dan membagi menjadi : Structuring the
situation adalah pemimpin yang memberikan struktur dengan jelas mengenai
situasi-situasi rumit yang dihadapi kelompok. Dalam hal ini seorang pemimpin
harus mampu memberikan gambaran secara holistik tentang berbagai situasi yang
dihadapi. Selain itu, dalam menjelaskan situasi-situasi sulit pemimpin tetap
dituntut untuk mampu membuat skala prioritas yang dihadapi oraganisasi. Skala
prioritas inilah yang menjadi pedoman pelaksanaan organisasi. Controling group
behavior adalah pemimpin yang mengawasi dan menyalurkan tingkah laku
kelompok. Pemimpin dalam hal ini mengawasi berbagai perilaku anggota dan
menyalurkan aktivitas-aktivitas anggota sesuai peraturan-peraturan yang telah
disepakati. Spokesman of the group adalah pemimpin yang menjadi juru bicara
bagi kelompok sehingga harus mampu menjelaskan tentang keorganisasian yang
dipimpin kepada berbagi pihak. Penjelasan ini meliputi keanggotaan, visi dan misi
organisasi, tujuan, dan rencana startegis.
Thoha (1991) diacu dalam Saleh (2009) menjelaskan bahwa gaya
kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang saat
mempengaruhi perilaku orang lain. Terdapat dua gaya kepemimpinan yang
ekstrim, yaitu: gaya kepemimpinan otoriter dan gaya kepemimpinan demokratis.
Gaya kepemimpinan otoriter dipandang sebagai dasar atas kekuatan posisi dan
penggunaan kekuasaan. Sementara itu gaya kepemimpinan demokratis dikaitkan
8
dengan personal dan keikutsertaan para pengikut dalam proses pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan.
Menurut Terry dalam Siswanto (2009) terdapat enam tipe kepemimpinan,
yaitu: Kepemimpinan pribadi (personal leadership) adalah kepemimpinan yang
dilakukan dengan cara kontak pribadi dan instruksi disampaikan secara oral atau
langsung pada anggota. Gaya kepemimpinan ini sering dianut oleh organisasi
kerena kompleksitas bawahan maupun kegiatan sangatlah kecil, sehingga dalam
pelaksanaan selain mudah juga sangat efektif dilakukan tanpa mengalami
prosedural
yang
berbelit-belit.
Kepemimpinan
nonpribadi
(nonpersonal
leadership) adalah kepemimpinan yang mengacu pada segala peraturan dan
kebijakan yang berlaku pada organisasi dengan menggunakan media nonpribadi
untuk melaksanakan instruksi dan program yang ada sehingga pendelegasian
kekuasaan sangat berperan penting. Kepemimpinan otoriter (authoritarian
leadership) adalah pemimpin yang bertipe otoriter, bekerja secara sungguhsungguh, teliti, cermat, dan sesuai kebijakan yang ada. Meskipun sedikit kaku,
segala instruksi harus dipatuhi oleh para anggotanya, para anggota tidak berhak
untuk mengomentari karena pemimpin beranggapan bertindak sebagai orang yang
akan bertanggung jawab atas segala kompleksitas organisasi.
Kepemimpinan demokratis (democratif leadership) adalah kepemimpinan
yang beranggapan bahwa setiap anggota organisasi adalah sama dan secara
bersama-sama bertanggung jawab pada organisasi. Agar tanggung jawab tersebut
dirasakan oleh setiap anggota maka setiap anggota berpartisipasi dalam setiap
kegiatan perencanaan, pelaksanan, dan pengevaluasian agar mencapai tujuan yang
diinginkan bersama. Kepemimpinan paternalistik (paternalistic leadership) adalah
kepemimpinan yang dicirikan oleh suatu pengaruh yang bersifat kekerabatan
dalam hubungan antara pemimpin dengan organisasi dan bertujuan untuk
melindungi dan memberikan arahan, tindakan, dan perilaku. Kepemimpinan bakat
(indigenous leadership) merupakan kepemimpinan yang biasanya muncul dari
kelompok informal yang didapatkan dari pelatihan meskipun tidak langsung atau
diperoleh melalui keturunan.
Mouton (1964) diacu dalam Siswanto (2009) membagi lima gaya
kepemimpinan, yaitu: Tandus (improverished) adalah gaya kepemimpinan yang
9
memakai usaha seminim mungkin untuk menyelesaikan suatu masalah guna
mempertahankan keanggotaan dalam organisasi. Perkumpulan (country club)
adalah gaya kepemimpinan yang menumpahkan perhatian kepada anggota untuk
memuaskan hubungan yang menggairahkan baik secara hubungan sesama anggota
dan tempat kerja serta suasana organisasi yang bersahabat. Tugas (task) adalah
gaya kepemimpinan yang mengefisiensikan hasil kerja yang diperoleh dari
kondisi kerja yang tersusun dengan mengurangi campur tangan elemen manusia
sampai pada tingkat minimum. Jalan tengah (middle of road) adalah gaya
kepemimpinan yang menggunakan kecakapan organisasi yang memadai dimana
usaha dan memungkinkan membuat keseimbangan di antara kerja yang dilakukan
sambil memperhatikan semangat anggota pada tingkat memuaskan. Tim (team)
adalah gaya kepemimpinan yang diperoleh dari persetujuan (commited) anggota
yang saling bergantung pada pegangan umum (common stake) dan sesuai dengan
tujuan organisasi sehingga menjurus pada hubungan keyakinan dan penghargaan.
Pada mahasiswa setiap kelompok akan memilih tipe pemimpinnya sendiri
yang cocok dengan ambisi-ambisi kelompok. Sebaliknya, pribadi pemimpin akan
menentukan semangat kelompok yang dipimpinnya. Menurut Kartono (2011) tipe
pemimpin mahasiswa dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu: otoriter atau
otoritatif, demokratis, dan laissez faire. Otoriter adalah kepemimpinan yang
bersifat keras, tidak boleh disanggah, dan mengharuskan. Kekuasaan berlangsung
lewat kekuatan dan penekanan kepada anggotanya. Komunikasi berlangsung satu
arah, yaitu dari atasan kepada bawahan. Demokratis adalah kepemimpinan yang
berdasarkan interaksi dan kerjasama, kebebasan yang teratur, pemberian
kesempatan kepada semua anggota organisasi untuk berpartisipasi secara aktif dan
menyumbangkan ide-ide yang konstruktif. Semua keputusan direncanakan dan
ditentukan bersama-sama. Laissez faire adalah Kepemimpinan yang membiarkan
semua anggota bertingkah laku semau sendiri, sedangkan pemimpin tidak
memberikan perintah, pengarahan, atau bimbingan sehingga masing-masing
anggota bergerak sendiri-sendiri.
Praktik Kepemimpinan
Kouzes dan Posner (2005) menjelaskan seorang pemimpin akan
melakukan satu hal yaitu mewujudkan keinginan anggota dengan menghubungkan
10
melalui ekspektasi yang ada. Kepemimpinan merupakan proses antara pemimpin
dan anggota sehingga setiap keputusan selalu berdasarkan hubungan tersebut.
Pemimpin perlu menjalankan kepemimpinan dengan baik dalam sebuah praktik
kepemimpinan dan membagi praktik kepemimpinan menjadi lima dimensi yaitu:
Tantangan dalam menjalankan proses adalah kemampuan seorang pemimpin
untuk mencari dan mengidentifikasi peluang untuk berubah dan untuk
bereksperimen dan mengambil risiko untuk membawa perubahan. Para pemimpin
juga menciptakan lingkungan yang baik serta menghasilkan dan mendukung
inovasi dalam diri sendiri dan organisasi. Kemampuan menginspirasi visi
adalah kemampuan seorang pemimpin, bersama-sama untuk membayangkan masa
depan yang membangkitkan semangat yang lebih baik bagi dia atau organisasi.
Selain itu, kapasitas seorang pemimpin untuk mendorong, memotivasi, dan
menghasilkan kegembiraan pada orang lain tentang tujuan tertentu atau masa
depan organisasi.
Mengajak orang lain untuk bertindak adalah kemampuan pemimpin
untuk menghasilkan suasana saling percaya dan menghormati dalam organisasi.
Selain itu, kemampuan seorang pemimpin untuk menciptakan lingkungan tim
yang terasa seperti keluarga sehingga anggota merasa menjadi bagian dari
organisasi. Mahasiswa sebagai panutan adalah kemampuan pemimpin sebagai
panutan seperangkat prinsip dan nilai-nilai, serta mendorong individu dalam
organisasi untuk menerima prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang ada pada anggota
organisasi. Selain itu, pernyataan ini berhubungan dengan kemampuan seorang
pemimpin untuk merencanakan prestasi tambahan yang mengatur tempat untuk
kesuksesan masa depan dan pencapaian tujuan. Memotivasi adalah kemampuan
pemimpin untuk mengakui kontribusi individu dan menunjukkan kebanggaan
pada prestasi tim. Memotivasi ditandai dengan petunjuk ringkas, dorongan yang
cukup besar, perhatian pribadi, dan membangun umpan balik
Kecerdasan Emosi
Kecerdasan akademis atau kognitif tidak menawarkan persiapan untuk
menghadapi gejolak yang ditimbulkan oleh kesulitan-kesulitan hidup. IQ yang
tinggi juga tidak menjamin kesejahteraan, gengsi, dan kebahagiaan hidup. Sekolah
11
dan kebudayaan saat ini lebih menitikberatkan pada kemampuan akademis,
mengabaikan kecerdasaan emosional yaitu serangkaian ciri-ciri karakter yang juga
mempunyai pengaruh besar pada nasib manusia. Menurut Salovey dan Mayer
diacu dalam Papalia et al. (2008) menyatakan bahwa kecerdasan emosi adalah
kemampuan untuk mengenali dan menghadapi perasaan sendiri dan perasaan
orang lain. Seorang peneliti bernama Gardner dalam Goleman (2002)
menyebutkan tentang adanya kecerdasan pribadi. Menurut Gardner kecerdasan
pribadi dibagi menjadi kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi.
Kecerdasan antarpribadi adalah kemampuan untuk memahami orang lain.
Sedangkan untuk kecerdasan intrapribadi adalah kemampuan yang saling
berhubungan, tetapi terarah ke dalam diri. Kemampuan intrapribadi dimaksudkan
mencari jati diri dan menggunakan jati diri tersebut sebagai alat untuk menempuh
hidup dengan efektif.
Hatch dan Gardner dalam Goleman (2002) menyebutkan bahwa dalam
kecerdasan antarpribadi tersusun atas komponen dasar, yaitu: mengorganisir
kelompok, merundingkan pemecahan, hubungan pribadi, dan analisis sosial.
Mengorganisasi kelompok adalah keterampilan dasar seorang pemimpin yang
dapat mengoordinasikan pergerakan seseorang. Merundingkan
pemecahan
adalah kamampuan seseorang untuk mencegah konflik dan menyelesaikan konflik
yang terjadi. Hubungan pribadi adalah kemampuan yang dapat mengenali serta
merespon dengan tepat perasaan dan keprihatinan orang lain. Analisis sosial
adalah kemampuan seseorang untuk mendeteksi perasaan, motif, dan keprihatinan
seseorang. Komponen antarpribadi dibangun atas kecerdasan emosional sehingga
seseorang dapat menggunakan keterampilan lain, termasuk intelektual yang belum
terasah. Emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovero yang berarti bergerak
menjauh dan semua emosi pada dasarnya berupa dorongan untuk bertindak.
Thorndike diacu dalam Goleman (2002) menyebutkan bahwa salah satu
aspek kecerdasan emosional, yaitu kecerdasan “sosial” adalah kemampuan untuk
memahami orang lain dan bertindak bijaksana dalam hubungan antar manusia.
Hal ini menunjukkan dalam kesuksesan hidup seseorang memerlukan adanya
kecerdasan emosi dan sosial yang saling berdampingan. Goleman (2002)
membagi kecerdasan emosional menjadi lima bagian utama, yaitu:
12
1. Kesadaran emosi adalah kemampuan seseorang untuk mengenali perasaan
atau emosi diri sendiri serta dapat memantau perasaan dari waktu ke waktu
dan merupakan dasar kecerdasan emosi. Ketidakmampuan untuk mencermati
perasaan diri sendiri yang sesungguhnya membuat seseorang berada dalam
kekuasaan perasaan. Seseorang yang memiliki keyakinan lebih mengenai
perasaan diri dapat memiliki kepekaan akan emosi diri. Selain itu, mengenali
emosi diri sangat berperan dalam pengambilan keputusan masalah pribadi dan
orang lain (Goleman 2002).
2. Mengelola emosi merupakan penanganan perasaan agar dapat terungkap
dengan tepat dan sangat tergantung pada kesadaran emosi. Kemampuan ini
meliputi cara menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan dan kemurungan.
Seseorang yang tidak mampu mengelola emosi akan terus berada pada
perasaan murung, sedangkan bagi yang mampu akan dapat bangkit dari
keterpurukan dalam menjalani kehidupan. Pengelolaan emosi diri juga mampu
menahan diri pada kepuasan yang berlebihan dan dapat mengendalikan
dorongan hati (Goleman 2002).
3. Memotivasi diri adalah alat yang sangat penting dan berkaitan dengan
memberikan perhatian, memotivasi dan menguasai diri sendiri serta berkreasi.
Selain itu, penempatan emosi dapat menjadi landasan keberhasilan dalam
berbagai bidang. Memotivasi juga mampu menyesuaikan diri melalui kinerja
yang tinggi dalam segala bidang. Seseorang yang memiliki keterampilan ini
cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun (Goleman 2002).
4. Mengenali emosi orang lain (empati) adalah kemampuan untuk mengetahui
perasaan orang lain. Goleman (200) menyebutkan empati dibangun
berdasarkan kesadaran diri, semakin terbuka seseorang pada emosi diri maka
semakin terampil membaca perasaan. Pada masa remaja rasa empati menjadi
dasar dorongan keyakinan moral untuk melawan ketidakadilan. Setiap
hubungan kepedulian berasal dari perasaan emosional yaitu berempati. Empati
berbeda dengan simpati, Goleman (2002) menyebutkan bahwa berempati
merupakan penempatan diri pada perasaan orang lain dan ikut merasakannya.
Seseorang yang berempatik lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang
13
tersembunyi dan mengisyaratkan sesuatu yang dibutuhkan atau dikehendaki
orang lain (Goleman 2002).
5. Membina hubungan merupakan kemampuan menangani emosi orang lain.
Dasar membina hubungan berasal dari pengungkapan dan pengendalian emosi
diri. Membina hubungan merupakan keterampilan yang diperlukan untuk
menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antar pribadi
sehingga mampu menggerakkan dan mengilhami orang lain, membina
hubungan, meyakinkan dan mempengaruhi serta membuat orang lain merasa
nyaman (Goleman 2002).
Kecerdasan Sosial
Kecerdasan sosial adalah kemampuan seseorang untuk berkomunikasi dan
memahami orang lain sehingga memunculkan sikap kepedulian pada orang lain
(Buzan 2002). Goleman (2007) berpendapat bahwa kecerdasan sosial terbagi atas
dua bagian, yaitu: kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Kecerdasan sosial merujuk
pada sesuatu yang merentang secara langsung sehingga dapat merasakan keadaan
batiniah orang lain sampai memahami perasaan dan pikiran dalam situasi sosial
yang rumit.
Kesadaran sosial meliputi empat hal yaitu empati, penyelarasan, ketepatan
empatik, dan kognisi sosial. Empati merupakan bagian dari kecerdasan emosi.
Empati dasar yaitu kemampuan merasakan emosi orang lain serta dapat
merasakan isyarat-isyarat emosi nonverbal. Dalam sebuah penelitian dijelaskan
bahwa perempuan cenderung lebih baik pada dimensi empati daripada laki-laki.
Selain itu, empati dapat terasah oleh keadaan hidup dari waktu ke waktu.
Penyelarasan adalah keadaan sesaat setelah empati yang berguna untuk
memperlancar hubungan baik dengan orang lain. Ketepatan empatik adalah
kecakapan paling esensial dari kecerdasan sosial. William Ickes dalam Goleman
(2002) menyatakan bahwa ketepatan empatik dibangun diatas empati dasar namun
dapat merasakan dan memikirkan perasaan orang lain. Kognisi sosial adalah
pengetahun seseorang untuk dapat memahami lingkungan sosial bekerja.
Fasilitas sosial adalah kemampuan yang bertumpu pada kesadaran sosial
sehingga memungkinkan interaksi yang mulus dan efektif. Fasiltas sosial meliputi
empat hal, yaitu: sikronisasi, presentasi diri, pengaruh, dan kepedulian.
14
Sikronisasi adalah sutau bentuk interaksi secara mulus pada tingkat nonverbal.
Sebagai landasan fasilitas sosial, sikronisasi adalah batu pondasi yang menjadi
landasan dibangunnya apsek-aspek lain. Presentasi diri adalah mempresentasikan
diri seseorang secara efektif. Salah satu aspek dari mempresentasikan diri adalah
adanya karisma. Karisma seseorang pemimpin yang hebat terletak pada
kemampuan untuk menyalakan emosi dalam diri sendiri dan orang lain.
Pengaruh adalah hasil dari interaksi sosial yang memadukan pengendalian diri
dengan empati (merasakan perasaan orang lain) dan kognisi sosial (mengetahui
norma-norma yang berlaku dalam suatu situasi). Kepedulian adalah perasaan
peduli akan kebutuhan orang lain dan melakukan tindakan yang sesuai dengan hal
tersebut.
Mahasiswa
Mahasiswa adalah sebutan seseorang yang sedang mengikuti pendidikan
tinggi setelah lulus pada pendidikan sekolah menengah atas. Menurut Sarwono
(2010) mendefinisikan mahasiswa secara umum adalah suatu kelompok dalam
masyarakat yang memperoleh status selalu berkaitan dengan perguruan tinggi.
Selain itu menurut Gunarsa dan Gunarsa (2008) menjelaskan seseorang memasuki
usia mahasiswa pada usia 18 tahun dan termasuk dalam tahapan remaja lanjut.
Pada mahasiswa tidak ada batasan usia karena seseorang yang menjalani
pendidikan pada program ekstensi ataupun pascasarjana yang sebagian besar
termasuk dalam tahapan usia dewasa juga disebut mahasiswa.
Mahasiswa merupakan bagian dari fase dewasa awal. Dewasa berasal dari
bahasa latin yaitu adultus yang mempunyai arti telah menjadi dewasa. Dewasa
awal dimulai pada umur 18-40 tahun dan mulai menunjukkan adanya perubahan
fisik dan psikologis (Hurlock 1980). Pada fase dewasa awal banyak sekali
perubahan yang dialami seseorang, antara lain perubahan emosi dan sosial. Pada
perubahan emosi seseorang yang memasuki tahap dewasa awal terutama saat
menjadi mahasiswa lebih cenderung memiliki sifak sebagai pemberontak dan
ingin menjadikan hal ideal menu
GAYA DAN PRAKTIK KEPEMIMPINAN
KETUA LEMBAGA KEMAHASISWAAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
YURIS APRILIA STIAWAN
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Hubungan
Kecerdasan Emosi – Sosial Terhadap Gaya dan Praktik Kepemimpinan Ketua
Lembaga Kemahasiswaan Institut Pertanian Bogor adalah karya saya dengan
arahan dari pembimbing skripsi dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2013
Yuris Aprilia Stiawan
NIM. I24080046
ABSTRACT
Relationships between Emotional-Social Intelligence with Leadership Styles and
Practice among Student Organization Chairmen at Bogor Agricultural University.
Supervised by DIAH KRISNATUTI.
This study was aimed to determine the correlation between emotionalsocial intelligence with leadership styles and practices. The research was
conducted at IPB during June 2012, involved 94 student’s during the period of
2011-2012 that chose using census technique (however 2 students could not joint
the research). Data was analyzed using descriptive and inference statistics such as
Pearson correlation and Chi-Square analysis. Results showed that emotionalsocial intelligence of chairmen were in high category. Styles of leadership were
relatively democratic style, while the dominant leadership practice were in high
category. Pearson correlation test result showed a positive relationship existed
significantly between emotional-social intelligence and leadership practices. In the
other hand, emotional intelligence (emotional awareness, emotion management,
and total emotional intelligence) and social intelligence (social awareness, social
facilities, and total social intelligence) was negatively correlated with laissez faire
style of leadership.
Keywords: early adulthood, emotional awareness, motivation, social facilities
ABSTRAK
YURIS APRILIA STIAWAN. Hubungan Kecerdasan Emosi – Sosial Terhadap
Gaya dan Praktik Kepemimpinan Ketua Lembaga Kemahasiswaan Institut
Pertanian Bogor. Dibimbing oleh DIAH KRISNATUTI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosisosial terhadap gaya dan praktik kepemimpinan. Lokasi penelitian dilakukan di
kampus IPB pada bulan Juni 2012. Teknik penarikan mahasiswa dari populasi
dilakukan dengan cara sensus yaitu memilih seluruh mahasiswa dengan sengaja
sebanyak 94 orang pada periode 2011-2012. Pada saat penelitian berlangsung
mahasiswa yang dapat diambil sebanyak 92 orang. Analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis deskripstif dan inferensia yaitu analisis
korelasi Chi-Square dan Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kecerdasan emosi dan sosial mahasiswa tergolong kategori tinggi. Pada gaya
kepemimpinan terdapat kecenderungan memiliki gaya demokrasi dan pada praktik
kepemimpinan termasuk kategori tinggi. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan
terdapat hubungan positif signikan antara kecerdasan emosi, kecerdasan sosial,
dan praktik kepemimpinan. Selain itu, terdapat hubungan negatif signifikan antara
kecerdasan emosi (kesadaran emosi, pengelolaan emosi, dan total kecerdasan
emosi) dan kecerdasan sosial (kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan total
kecerdasan sosial) dengan gaya kepemimpinan laissez faire.
Kata kunci : dewasa awal, fasilitas sosial, kesadaran emosi, motivasi
RINGKASAN
YURIS APRILIA STIAWAN. Hubungan Kecerdasan Emosi – Sosial Terhadap
Gaya dan Praktik Kepemimpinan Ketua Lembaga Kemahasiswaan Institut
Pertanian Bogor. Dibimbing oleh DIAH KRISNATUTI.
Mahasiswa merupakan bagian dari keberadaan dan gerakan pemuda di
Indonesia saat ini. Dari waktu ke waktu mahasiswa terkenal sebagai agent of
change yang berperan aktif dalam perubahan sejarah. Penelitian ini secara umum
bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosi-sosial terhadap gaya dan
praktik kepemimpinan. Adapun secara khusus bertujuan untuk: (1)
Mengidentifikasi kecerdasan emosi, sosial, gaya, dan praktek kepemimpinan, (2)
Menganalisis hubungan karakteristik mahasiswa dan keluarga mahasiswa dengan
kecerdasan emosi dan sosial, (3) Menganalisis hubungan karakteristik mahasiswa
dan keluarga mahasiswa dengan gaya dan praktik kepemimpinan, (4) Menganlisis
hubungan kecerdasan emosi dengan gaya dan praktik kepemimpinan, dan (5)
Menganalisis hubungan kecerdasan sosial dengan gaya dan praktik
kepemimpinan.
Lokasi penelitian dilakukan di kampus IPB pada bulan Juni 2012. Teknik
penarikan mahasiswa dari populasi dilakukan dengan cara sensus yaitu memilih
seluruh mahasiswa dengan sengaja sebanyak 94 lembaga kemahasiswaan yang
terdiri atas ketua 94 orang pada perode 2011-2012. Pada saat penelitian
berlangsung mahasiswa yang dapat diambil sebanyak 92 orang. Analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskripstif dan inferensia
yaitu analisis korelasi Chi-Square dan Pearson.
Hampir seluruh mahasiswa (95,7%) laki-laki dan sisanya perempuan. Usia
mahasiswa pada penelitian ini berkisar 19-23 tahun dengan rataan usia 20,6 tahun.
Hampir seperempat (22,8%) mahasiswa berasal dari Fakultas Teknik Pertanian
(FATETA). Hampir separuh mahasiswa (45,7%) berasal dari suku Sunda dan
lebih dari seperempat mahasiswa (27,2%) berasal dari suku Jawa. Indeks Prestasi
Kumulatif (IPK) mahasiswa berada kisaran 2.14 sampai 3,82. Lebih dari separuh
mahasiswa mempunyai nilai akademik dalam kategori baik(68,5%) dan memiliki
pengeluaran kurang dari Rp 1.000.000/bulan (67,4%). Lebih dari sepertiga
mahasiswa (34.8%) memiliki dua orang saudara dan lebih dari sepertiga
mahasiswa (40,2%) merupakan anak sulung. Pada jumlah organisasi hampir
separuh mahasiswa (45,6%) termasuk dalam kategori sedang (4-8 organisasi),
sementara lama organisasi berada pada kategori sedang (4,4-6,6 tahun). Hampir
sepertiga ayah (30.4%) dan lebih dari sepertiga ibu (33,7%) telah menempuh
pendidikan selama 18 tahun tahun atau setara dengan sarjana (S1). Seperempat
ayah (25%) bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan hampir separuh ibu
(47,8%) bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT). Besar keluarga mahasiswa
berkisar antara 3 sampai 12 orang, lebih dari separuh keluarga mahasiswa (59,8%)
memiliki jumlah anggota keluarga dengan kategori sedang yaitu antara 5-7 orang.
Kecerdasan emosi dan sosial ketua lembaga termasuk dalam kategori
tinggi dengan gaya kepemimpinan lebih dari dua pertiga berupa gaya demokratis
dan praktik kepemimpinan berada pada kategori tinggi. Terdapat hubungan antara
jenis kelamin laki-laki dengan dimensi kecerdasan emosi yaitu pengelolaan emosi
dan hubungan positif signifikan antara jumlah organisasi dengan dimensi
pengelolaan emosi, sementara itu terdapat hubungan positif signifikan lama
pendidikan ibu dengan kesadaran emosi. Terdapat hubungan positif signifikan
antara jumlah organisasi dengan kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan kecerdasan
sosial total.
Hasil uji Pearson menunjukkan adanya hubungan positif signifikan antara
IPK dengan gaya kepemimpinan demokratis dan terdapat hubungan positif
signifikan antara lama pendidikan ayah dengan gaya kepemimpinan otoriter. IPK
berhubungan positif signifikan dengan dimensi manjadi mahasiswa panutan pada
praktik kepemimpinan.
Terdapat hubungan positif signifikan antara kesadaran emosi, pengelolaan
emosi, motivasi emosi, dan total kecerdasan emosi terhadap gaya kepemimpinan
otoriter. Kesadaran emosi, motivasi diri, dan total kecerdasan emosi berhubungan
positif signifikan dengan gaya kepemimpinan demokratis, sedangkan kesadaran
emosi, pengelolaan emosi, dan total kecerdasan emosi berhubungan negatif
signifikan dengan gaya kepemimpinan laissez faire. Hasil uji korelasi Pearson
menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara motivasi diri dan
kecerdasaan emosi total terhadap dimensi tantangan proses dalam praktik
kepemimpinan. Selain itu, terdapat hubungan positif signifikan antara kesadaran
emosi, pengelolaan emosi, motivasi diri, dan kecerdasaan emosi total terhadap
dimensi inspirasi visi. Terdapat hubungan positif signifikan terdapat antara
pengelolaan emosi, motivasi diri, dan kecerdasan emosi total terhadap dimensi
mengajak orang lain bertindak. Selain itu, terdapat hubungan positif signifikan
antara kesadaran emosi, pengelolaan emosi, motivasi diri, dan kecerdasaan emosi
total terhadap dimensi menjadi mahasiswa panutan pada praktik kepemimpinan.
Motivasi diri dan kecerdasan emosi total menunjukkan hubungan positif
signifikan dengan dimensi memotivasi orang lain. Sedangkan kesadaran emosi,
pengelolaan emosi, motivasi diri, dan kecerdasan emosi total memiliki hubungan
positif signifikan dengan total pratik kepemimpinan.
Kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan total kecerdasan sosial berhubungan
negatif signifikan dengan gaya kepemimpinan laissez faire. Kesadaran sosial,
fasilitas sosial, dan total kecerdasan sosial berhubungan positif signifikan dengan
dimensi tantangan proses, inspirasi visi, mengajak orang lain bertindak, menjadi
panutan mahasiswa, memotivasi orang lain, dan total praktik kepemimpinan.
Hasil penelitian ini menunjukkan jumlah organisasi mempunyai peranan penting
dalam mengembangkan kecerdasan sosial sehingga diperlukan pengenalan
organisasi sejak dini pada generasi muda. IPK dapat menjadikan seorang
pemimpin panutan bagi anggotanya sehingga setiap pemimpin dapat terus
mengembangkan organisasi tanpa perlu menyampingkan akademik. Kampus
sebagai institusi pendidikan memiliki peranan penting sebagai tempat
pengembangan softskill kepemimpinan bagi mahasiswa.
Kata kunci : kesadaran emosi, fasilitas sosial, motivasi, dewasa awal
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah
dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian dan seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI – SOSIAL TERHADAP
GAYA DAN PRAKTIK KEPEMIMPINAN
KETUA LEMBAGA KEMAHASISWAAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
YURIS APRILIA STIAWAN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi :
Hubungan Kecerdasan Emosi – Sosial Terhadap Gaya dan
Praktik Kepemimpinan Ketua Lembaga Kemahasiswaan
Institut Pertanian Bogor
Nama
:
Yuris Aprilia Stiawan
NRP
:
I24080046
Disetujui,
Dr. Ir. Diah Krisnatuti, MS.
Dosen Pembimbing I
Diketahui,
Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc
Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya serta pertolongannya dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul
Hubungan Kecerdasan Emosi – Sosial Terhadap Gaya dan Praktik Kepemimpinan
Ketua Lembaga Kemahasiswaan Institut Pertanian Bogor ini. Pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Diah Krisnatuti, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan,
doa, dan arahan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini.
2. Dr. Istilaliyah Muflikhati, M.Si selaku dosen pemandu seminar serta Dr.
Ir. Dwi Hastuti, M.Sc dan Ir. M.D. Djamaludin, M.Sc selaku dosen
penguji atas saran dan masukannya untuk menyempurnakan skripsi ini.
3. Ir. Ratnaningsih, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan nasehat dan bimbingan sejak memasuki departemen.
4. Keluarga tercinta Ayah, Ibu , Lusiana, dan Titi atas doa dan dukungannya
yang tidak pernah berhenti.
5. Teman seperjuangan Amania, Rafida, Dela, Neng, Arin, Ifah, Kiki dan
semua teman-teman IKK 45.
6. Sahabat seperjuangan: Yogi, Davi, Indra, Hibatus, dan keluarga besar
HIMASURYA PLUS
7. Dr. Abdul Munif, Nazrul SE, Sobari SP, dan para pendekar PPSDMS
“The next future leaders” Regional V Bogor
8. Keluarga besar DPM FEMA yang memberikan pengalaman luar biasa
9. Kosan De Netto: Bang Agus, Bang Zul, dan Bang Heri
10. Ketua LK IPB tahun 2011-2012 yang telah membantu dalam kesuksesan
pengambilan data.
11. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, dan
kerjasama selama pengerjaan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan
satu per satu.
Bogor, Januari 2013
Yuris Aprilia Stiawan
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xvii
PENDAHULUAN .......................................................................................
1
Latar Belakang..........................................................................................
Perumusan Masalah ..................................................................................
Tujuan Penelitian ......................................................................................
Manfaat Penelitian ....................................................................................
1
4
6
6
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
7
Gaya Kepemimpinan ................................................................................
Praktik Kepemimpinan .............................................................................
Kecerdasan Emosi ....................................................................................
Kecerdasan Sosial .....................................................................................
Mahasiswa ................................................................................................
7
9
10
13
14
KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................................
17
METODE PENELITIAN .............................................................................
19
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ....................................................
Mahasiswa dan Teknik Penarikan Mahasiswa .........................................
Jenis, Cara Pengumpulan Data, dan Cara Pengukuran Variabel ..............
Pengolahan dan Analisis Data ..................................................................
Definisi Operasional .................................................................................
19
19
19
21
24
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................
27
Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................................
Karakteristik Mahasiswa ..........................................................................
Karakteristik Keluarga Mahasiswa...........................................................
Kecerdasan Emosi ....................................................................................
Kecerdasan Sosial .....................................................................................
Gaya Kepemimpinan ................................................................................
Praktik Kepemimpinan .............................................................................
Hubungan Antar Variabel.........................................................................
Pembahasan ..............................................................................................
27
28
33
35
39
43
46
51
60
SIMPULAN DAN SARAN .........................................................................
65
Simpulan ...................................................................................................
Saran .........................................................................................................
65
66
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
69
LAMPIRAN .................................................................................................
73
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Jenis dan cara pengumpulan data ...................................................
20
2 Cara pengkategorian variabel ........................................................
22
3 Sebaran mahasiswa berdasarkan jenis kelamin dan umur .............
29
4 Sebaran mahasiswa berdasarkan asal fakultas, suku, dan IPK ......
30
5 Sebaran mahasiswa berdasarkan pengeluaran ...............................
31
6 Sebaran mahasiswa berdasarkan jumlah saudara, urutan kelahiran,
jumlah, dan lama organisasi ...........................................................
32
7 Sebaran mahasiswa berdasarkan pendidikan dan pekerjaan orangtua
34
8 Sebaran mahasiswa berdasarkan besar keluarga............................
35
9 Sebaran mahasiswa berdasarkan kecerdasan emosi ......................
36
10 Sebaran mahasiswa berdasarkan kesadaran emosi ........................
36
11 Sebaran mahasiswa berdasarkan pengelolan emosi .......................
37
12 Sebaran mahasiswa berdasarkan motivasi diri ..............................
39
13 Sebaran mahasiswa berdasakan kecerdasan sosial ........................
40
14 Sebaran mahasiswa berdasarkan kesadaran sosial .........................
41
15 Sebaran mahasiswa berdasarkan fasilitas sosial ............................
42
16 Sebaran
mahasiswa
berdasarkan
kecenderungan
gaya
kepemimpinan total ........................................................................
43
17 Sebaran mahasiswa berdasarkan gaya otoriter ..............................
44
18 Sebaran mahasiswa berdasarkan gaya demokratis ........................
45
19 Sebaran mahasiswa berdasarkan gaya laissez faire .......................
46
20 Sebaran
mahasiswa
berdasarkan
kecenderungan
praktik
kepemimpinan total ........................................................................
47
21 Sebaran mahasiswa berdasarkan tantangan proses ........................
47
22 Sebaran mahasiswa berdasarkan inspirasi visi ..............................
48
23 Sebaran mahasiswa berdasarkan mengajak bertindak ...................
49
24 Sebaran mahasiswa berdasarkan mahasiswa panutan....................
50
25 Sebaran mahasiswa berdasarkan motivasi .....................................
51
26 Hubungan karakteristik mahasiswa dengan kecerdasan emosi .....
52
27 Hubungan karakteristik keluarga mahasiswa dengan kecerdasan
emosi ..............................................................................................
53
28 Hubungan karakteristik mahasiswa dengan kecerdasan sosial ......
53
xvii
29 Hubungan karakteristik keluarga mahasiswa dengan kecerdasan
sosial...............................................................................................
54
30 Hubungan karakteristik mahasiswa dengan gaya kepemimpinan ..
54
31 Hubungan karakteristik keluarga mahasiswa dengan gaya
kepemimpinan ................................................................................
55
32 Hubungan karakteristik mahasiswa dengan praktik kepemimpinan
55
33 Hubungan karakteristik keluarga mahasiswa dengan praktik
kepemimpinan ................................................................................
56
34 Hubungan antara kecerdasan emosi dengan gaya kepemimpinan .
57
35 Hubungan kecerdasan emosi dengan praktik kepemimpinan ........
58
36 Hubungan kecerdasan sosial dengan gaya kepemimpinan ............
58
37 Hubungan kecerdasan sosial dengan praktik kepemimpinan ........
59
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Gaya kepemimpinan ketua lembaga kemahasiswaan IPB ............
75
2
Praktik Kepemimpinan ketua lembaga kemahasiswaan IPB ........
77
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada tahun 2012, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat telah menetapkan
bahwa jumlah penduduk Indonesia sebanyak 250 juta jiwa1. Pertumbuhan jumlah
penduduk Indonesia berimplikasi terhadap peningkatan jumlah pemuda sebagai
populasi terbesar dari penduduk Indonesia. Menurut data Susenas jumlah pemuda
Indonesia pada tahun 2006 sebesar 80,82 juta jiwa2, sedangkan berdasarkan angka
proyeksi BPS pada tahun 2009 sebesar 62,91 juta jiwa (Bappenas 2009).
Perbedaan jumlah pemuda dari data Susenas dan BPS disebabkan oleh
perubahan kategori umur pemuda yang disahkan oleh Undang-undang No. 40
Tahun 2009, semula dari usia 15-35 tahun menjadi 16-30 tahun3. Walaupun
terjadi penurunan tetapi dengan jumlah yang cukup besar, pemuda memiliki
potensi yang strategis bagi bangsa Indonesia, terutama adanya jiwa kepemimpinan
dalam pemuda. Sejarah dunia dan khususnya Indonesia mencatat bahwa pemuda
berperan penting dalam perubahan, sebagai mahasiswa pada tahun 1928 pemuda
Indonesia mengguncang dunia dengan adanya “Sumpah Pemuda”. Pada tahun
1998 pemuda Indonesia melakukan reformasi untuk menggulingkan pemerintahan
orde baru yang bersifat otoriter. Selain itu perwujudan proklamasi Indonesia juga
didasarkan atas desakan kaum pemuda.
Menurut Hasibuan (2008) keberadaan potensi dan kualitas pemuda dalam
berbagai fase sejarah selalu mendapatkan perhatian penting. Pada perspektif
sosiologis, biologis, politik, demografis, dan historis memiliki makna yang
signifikan. Pertama pada perspektif sosiologis mempunyai peranan dan posisi
yang penting yaitu sebagai penghubung antargenerasi, baik generasi yang lebih
muda serta generasi tua. Kedua pada perspektif biologis, fase pertumbuhan dan
perkembangan pemuda sangat menentukan kualitas Human Development Index
(HDI) pada masa yang akan datang. Pada perspektif biologis juga dapat dilihat
suatu kaum muda tumbuh menjadi generasi cemerlang (rising generation) atau
menjadi generasi yang hilang (loosing generation). Ketiga pada perspektif politik,
1
www.sindonews.com
http://kppo.bappenas.go.id/preview/232
3
kppo.bappenas.go.id/files/-1-Proyeksi%20Jumlah%20Pemuda.pdf
2
2
pemuda memiliki pemikiran yang dinamis, responsif, dan sensitivitas yang kuat
pada setiap perubahan politik. Saat potensi politik dikembangkan secara maksimal
maka kaum pemuda akan menjadi political capital yang luar biasa dalam
membangun negara. Keempat perspektif
demografis, populasi pemuda yang
terbesar pada jumlah penduduk memiliki keunggulan tersendiri. Penyebaran
pemuda di berbagai wilayah Indonesia baik di perkotaan atau di pedesaan
membawa potensi tersendiri. Kelima perspektif histori, berbagai kejadian sejarah
di Indonesia selalu mempunyai hubungan dengan peran pemuda. Peran pemuda
baik sebagai pendukung kebijakan pemerintah atau sebagai pihak oposisi terhadap
kebijakan pemerintah.
Mahasiswa merupakan bagian dari keberadaan dan gerakan pemuda di
Indonesia saat ini. Dari waktu ke waktu mahasiswa terkenal sebagai agent of
change yang berperan aktif dalam perubahan sejarah. Mahasiswa mempunyai
peranan penting dalam gerakan pembaruan negara terutama pada gerakan
pembangunan. Para aktivis mahasiswa berperan penting sebagai motor penggerak
kekuatan sosial, moral, dan politik. Pembinaan kepemimpinan di kalangan
mahasiswa sangat diperlukan dan sesuai dengan minat keilmuan serta aspirasi
kepemudaan. Pembinaan juga harus searah dengan kondisi sosial, ekonomi, dan
politik yang ada di tengah masyarakat. Dengan begitu diharapkan adanya
peningkatan prestasi ilmiah, dedikasi sosial, dan partisipasi aktif mahasiswa
dalam masa pembangunan (Kartono 2011).
Para pemimpin besar sering kali
menggunakan kata-kata
yang
menginspirasi dan membakar semangat hidup seseorang (Goleman 2007). Sebagai
salah satu presiden Indonesia, Bung Karno sangat mengagumi peranan pemuda
dalam melakukan perubahan bahkan untuk melakukan perubahan dunia (Krishna
2010). Pemimpin selalu memainkan peran emosi yang primordial (utama). Para
pemimpin yang orisinal mendapatkan kedudukan karena kemampuan yang dapat
menggerakkan emosi. Dalam sejarah dan budaya manapun, pemimpin kelompok
manusia adalah seorang yang menjadi tumpuan dalam mencari kepastian dan
kejelasan ketika menghadapi ketidakpastian, ancaman atau ketika ada suatu tugas
yang harus dilakukan. Pemimpin bertindak sebagai pembimbing emosi kelompok
(Goleman 2007).
3
Goleman menyebutkan bahwa keterampilan dasar kecerdasan emosional
menjadi semakin penting untuk kerja tim, bekerjasama, menolong orang agar bisa
bekerja secara efektif (Goleman 2002). Psikolog Thorndike dalam Goleman
(2006) membuat rumusan orisinal tentang kecerdasaan sosial yaitu kemampuan
memahami dan mengelola orang lain serta kemampuan yang dibutuhkan setiap
orang untuk hidup dengan baik di dunia.
Tead menyatakan dalam Sholehuddin (2008) bahwa “leader is the activity
influencing people to cooperate toward some goal which they come to find
desirable” yang mempunyai arti kepemimpinan adalah suatu kegiatan
mempengaruhi orang lain untuk bekerja sama guna mencapai tujuan tertentu yang
diinginkan. Singkatnya, dalam pengertian yag sederhana kepemimpinan adalah
kemampuan seseorang untuk memengaruhi orang lain. Kriteria seorang pemimpin
haruslah cerdas. Hal ini dimaksudkan bahwa seorang pemimpin harus mampu
dalam memahami, menganalisis, dan memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi kelompok.
Kartono (2011) menyebutkan diantara kelompok mahasiswa sebagai suatu
unit dengan pemimpin selalu terdapat kaitan yang erat sehingga setiap kelompok
akan memilih tipe pemimpin yang cocok dengan ambisi atau visi kelompok.
Sebaliknya pribadi pemimpin menentukan semangat kelompok yang dipimpin.
Dalam sifat kepemimpinan, seorang pemimpin memiliki sifat otoriter (kekuasan
mutlak ditangan pemimpin), demokratis (adanya interaksi kerjasama pemimpin
dan anggota), dan laissez faire (tidak ada arahan dari pemimpin). Sementara itu,
dalam praktik kepemimpinan seorang pemimpin diharuskan mengubah nilai-nilai
menjadi sebuah tindakan, mewujudkan visi kedepan, individual menjadi
kerjasama, dan resiko menjadi sebuah peluang, sehingga kepemimpinan dapat
menjadikan seseorang untuk mengambil peluang dan mengubahnya menjadi
sebuah kesuksesan (Kouzes dan Posner 2007).
Adanya keinginan mengembangkan kemampuan kepemimpinan dan
persamaan visi maka terbentuklah Lembaga Kemahasiswaan yang selanjutnya
disebut dengan LK. Lembaga Kemahasiswaan IPB mempunyai peranan sebagai
wadah untuk menyalurkan minat dan bakat mahasiswa (softskill) sehingga
mahasiswa dapat mengembangkan potensi diri secara maksimal. Selain itu,
4
peranan LK juga sebagai bentuk interaksi yang saling memahami dan mempunyai
perbedaan latar belakang budaya, kepribadian, serta karakteristik lainnya.
Pengembangan potensi diri secara langsung berfokus pada pengembangan
kecerdasan emosi serta interaksi sesama yang dilakukan berfokus pada kecerdasan
sosial. Pengembangan emosi dan sosial tentu memiliki peranan yang penting
dalam menentukan gaya dan praktik kepemimpinan seseorang. Berdasarkan latar
belakang tersebut, maka diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat pengaruh
kecerdasaan
emosi
dan kecerdasan sosial
terhadap
gaya
dan
praktik
kepemimpinan ketua lembaga kemahasiswaan di Institut Pertanian Bogor.
Perumusan Masalah
Dalam kosakata Bahasa Indonesia, pemuda juga dikenal dengan sebutan
generasi muda dan kaum muda yang memiliki terminologi beragam. Untuk
menyebut pemuda digunakan istilah young human resources sebagai salah satu
sumber pembangunan. Pemuda adalah generasi yang ditempatkan sebagai subjek
pemberdayaan yang memiliki kualifikasi efektif dengan kemampuan dan
keterampilan. Pemberdayaan yang didukung penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi dapat maju serta berdiri dalam keterlibatan secara aktif bersama
kekuatan efektif lainnya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi
bangsa.
Mahasiswa sebagai objek pemberdayaan masih memerlukan bantuan,
dukungan, dan pengembangan ke arah pertumbuhan potensi dan kemampuan
efektif ke tingkat yang optimal untuk dapat bersikap mandiri dan melibatkan diri
secara fungsional. Pengembangan kepemimpinan pada mahasiswa diperlukan
guna menghadapi persaingan global tentu merupakan suatu kendala yang sulit
dihindari. Penurunan kepemimpan pada mahasiswa diduga dikarenakan adanya
kecerdasaan emosi dan sosial yang menurun dari waktu ke waktu. Pasal 16
Undang-undang kepemudaan Tahun 2009 menyebutkan bahwa pemuda berperan
aktif sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan dalam segala
aspek pembangunan nasional.
Banyak sekali peran dan tindakan positif mahasiswa dalam pembangunan
bangsa, pada masa kolonial banyak organisasi kepemudaan yang didirikan oleh
mahasiswa untuk mempersatukan pemuda dalam menghadapi penjajah sehingga
5
sangat wajar harapan kaum tua terhadap kaum muda (mahasiswa) sebagai
pengganti pemimpin bangsa (Hasibuan 2008). Pada saat ini, tindakan negatif juga
sering dilakukan oleh mahasiswa khususya dalam pengajuan aspirasi, bentrokan
mahasiswa, pembakaran-pembakaran sebagai bentuk pelampiasan kekecewaan,
bahkan pemakaian narkoba yang saat ini marak terjadi. Keadaan negatif
mahasiswa yang tidak sesuai harapan tentu dapat dipengaruhi oleh keadaan emosi
diri sendiri dan hubungan sosial dengan lingkungan. Bagi mahasiswa,
kepemimpinan menjadi perhatian serius karena dipundaknya harapan kemajuan
bangsa digantungkan, sehingga menjadi seorang pemimpin tidak hanya
memerlukan kecerdasan intelektual tetapi yang paling terpenting memiliki
kecerdasan emosi dan sosial.
Gerungan diacu dalam Sholehuddin (2008) mengungkapkan bahwa
kepemimpinan bukanlah sesuatu yang bersifat abstrak melainkan keseluruhan dari
keterampilan (skill) dan sikap (attitude) yang diperlukan oleh pemimpin.
Keterampilan yang dibutuhkan pemimpin dibagi atas dua hal yaitu keterampilan
emosional dan keterampilan sosial. Keterampilan (kecerdasan) emosional bagi
pemimpin adalah mengelola emosi yaitu menyadari apa yang ada di balik suatu
perasaan dan mempelajari cara untuk menangani kecemasan, amarah, dan
kesedihan. Selain itu, kecerdasan emosi akan sangat dibutuhkan dalam memikul
tanggung jawab bagi keputusan dan tindakan serta menindaklanjuti kesepakatan.
Keterampilan sosial atau lebih dikenal sebagai kecerdasan sosial terbagi atas
kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Kecerdasan sosial berbeda dengan kecerdasan
emosional yaitu lebih difokuskan pada memelihara hubungan secara baik sesama
anggota kelompok.
Keberadaan Lembaga Kemahasiswaan (LK) di Institut Pertanian Bogor
adalah sebuah tempat untuk dapat mengembangkan keterampilan baik secara
emosional dan sosial. Para pimpinan LK yang berasal dari berbagai daerah tentu
memiliki karakteristik kepemimpinan yang berbeda. Karakter yang berbeda tentu
akan mempunyai peranan dalam pengembangan kecerdasan yang berbeda baik
secara emosi dan sosial. Berdasarkan permasalahan diatas, terdapat pertanyaan
yang ingin dijawab melalui penelitian ini, yaitu:
6
1. Bagaimana hubungan karakteristik mahasiswa dan keluarga mahasiswa
pada gaya dan praktik kepemimpinan ketua lembaga kemahasiswaan IPB?
2. Bagaimana hubungan kecerdasan emosi mahasiswa pada gaya dan praktik
kepemimpinan ketua lembaga kemahasiswaan IPB?
3. Bagaimana hubungan kecerdasan sosial mahasiswa pada gaya dan praktik
kepemimpinan ketua lembaga kemahasiswaan IPB?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Mengetahui hubungan kecerdasan emosi - sosial terhadap gaya dan praktik
kepemimpinan pada ketua lembaga kemahasiswaan IPB
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik mahasiswa dan karakteristik keluarga
mahasiswa
2. Mengidentifikasi
kecerdasan
emosi-sosial,
gaya,
dan
praktek
kepemimpinan pada mahasiswa
3. Menganalisis hubungan karakteristik mahasiswa dan keluarga mahasiswa
dengan kecerdasan emosi dan sosial mahasiswa
4. Menganalisis hubungan karakteristik mahasiswa dan keluarga mahasiswa
dengan gaya dan praktik kepemimpinan mahasiswa
5. Menganlisis hubungan kecerdasan emosi dan sosial dengan gaya dan
praktik kepemimpinan mahasiswa
Manfaat Penelitian
Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan sebagai sarana untuk mengetahui
fenomena di masyarakat sehingga dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat
dibangku kuliah agar dapat bermanfaat bagi orang lain. Bagi institusi, penelitian
ini diharapkan dapat menjadi referensi kajian ilmu dengan topik praktik
kepemimpinan dan kecerdasan emosi dan sosial para aktivis kampus. Bagi
masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berkaitan
dengan praktik kepemimpinan dan kecerdasan emosi dan sosial. Bagi aktivis
mahasiswa, penelitian ini diharapkan dapat sebagai landasan mempelajari
kecerdasan emosi dan sosial sebagai dasar menjadi kepemimpinan di kampus.
7
TINJAUAN PUSTAKA
Gaya Kepemimpinan
Suatu organisasi akan berhasil atau gagal sebagian besar ditentukan oleh
bentuk kepemimpinan dari pemimpin. Kotter (1997) diacu dalam Saleh (2009)
menyebutkan bahwa kepemimpinan merupakan proses gerakan suatu kelompok
dalam arah yang sama. Selain itu, kepemimpinan yang baik menggerakkan orang
pada satu arah yang sama dan merupakan minat jangka panjang organisasi
tersebut.
Gerugan diacu dalam Sholehudin (2008) mengungkapkan bahwa pada
umumnya tugas pemimpin adalah mengusahakan supaya kelompok yang
dipimpinnya dapat merealisasikan tujuannya dengan sebaik-baiknya dalam kerja
sama yang produktif dalam kelompok dan membagi menjadi : Structuring the
situation adalah pemimpin yang memberikan struktur dengan jelas mengenai
situasi-situasi rumit yang dihadapi kelompok. Dalam hal ini seorang pemimpin
harus mampu memberikan gambaran secara holistik tentang berbagai situasi yang
dihadapi. Selain itu, dalam menjelaskan situasi-situasi sulit pemimpin tetap
dituntut untuk mampu membuat skala prioritas yang dihadapi oraganisasi. Skala
prioritas inilah yang menjadi pedoman pelaksanaan organisasi. Controling group
behavior adalah pemimpin yang mengawasi dan menyalurkan tingkah laku
kelompok. Pemimpin dalam hal ini mengawasi berbagai perilaku anggota dan
menyalurkan aktivitas-aktivitas anggota sesuai peraturan-peraturan yang telah
disepakati. Spokesman of the group adalah pemimpin yang menjadi juru bicara
bagi kelompok sehingga harus mampu menjelaskan tentang keorganisasian yang
dipimpin kepada berbagi pihak. Penjelasan ini meliputi keanggotaan, visi dan misi
organisasi, tujuan, dan rencana startegis.
Thoha (1991) diacu dalam Saleh (2009) menjelaskan bahwa gaya
kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang saat
mempengaruhi perilaku orang lain. Terdapat dua gaya kepemimpinan yang
ekstrim, yaitu: gaya kepemimpinan otoriter dan gaya kepemimpinan demokratis.
Gaya kepemimpinan otoriter dipandang sebagai dasar atas kekuatan posisi dan
penggunaan kekuasaan. Sementara itu gaya kepemimpinan demokratis dikaitkan
8
dengan personal dan keikutsertaan para pengikut dalam proses pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan.
Menurut Terry dalam Siswanto (2009) terdapat enam tipe kepemimpinan,
yaitu: Kepemimpinan pribadi (personal leadership) adalah kepemimpinan yang
dilakukan dengan cara kontak pribadi dan instruksi disampaikan secara oral atau
langsung pada anggota. Gaya kepemimpinan ini sering dianut oleh organisasi
kerena kompleksitas bawahan maupun kegiatan sangatlah kecil, sehingga dalam
pelaksanaan selain mudah juga sangat efektif dilakukan tanpa mengalami
prosedural
yang
berbelit-belit.
Kepemimpinan
nonpribadi
(nonpersonal
leadership) adalah kepemimpinan yang mengacu pada segala peraturan dan
kebijakan yang berlaku pada organisasi dengan menggunakan media nonpribadi
untuk melaksanakan instruksi dan program yang ada sehingga pendelegasian
kekuasaan sangat berperan penting. Kepemimpinan otoriter (authoritarian
leadership) adalah pemimpin yang bertipe otoriter, bekerja secara sungguhsungguh, teliti, cermat, dan sesuai kebijakan yang ada. Meskipun sedikit kaku,
segala instruksi harus dipatuhi oleh para anggotanya, para anggota tidak berhak
untuk mengomentari karena pemimpin beranggapan bertindak sebagai orang yang
akan bertanggung jawab atas segala kompleksitas organisasi.
Kepemimpinan demokratis (democratif leadership) adalah kepemimpinan
yang beranggapan bahwa setiap anggota organisasi adalah sama dan secara
bersama-sama bertanggung jawab pada organisasi. Agar tanggung jawab tersebut
dirasakan oleh setiap anggota maka setiap anggota berpartisipasi dalam setiap
kegiatan perencanaan, pelaksanan, dan pengevaluasian agar mencapai tujuan yang
diinginkan bersama. Kepemimpinan paternalistik (paternalistic leadership) adalah
kepemimpinan yang dicirikan oleh suatu pengaruh yang bersifat kekerabatan
dalam hubungan antara pemimpin dengan organisasi dan bertujuan untuk
melindungi dan memberikan arahan, tindakan, dan perilaku. Kepemimpinan bakat
(indigenous leadership) merupakan kepemimpinan yang biasanya muncul dari
kelompok informal yang didapatkan dari pelatihan meskipun tidak langsung atau
diperoleh melalui keturunan.
Mouton (1964) diacu dalam Siswanto (2009) membagi lima gaya
kepemimpinan, yaitu: Tandus (improverished) adalah gaya kepemimpinan yang
9
memakai usaha seminim mungkin untuk menyelesaikan suatu masalah guna
mempertahankan keanggotaan dalam organisasi. Perkumpulan (country club)
adalah gaya kepemimpinan yang menumpahkan perhatian kepada anggota untuk
memuaskan hubungan yang menggairahkan baik secara hubungan sesama anggota
dan tempat kerja serta suasana organisasi yang bersahabat. Tugas (task) adalah
gaya kepemimpinan yang mengefisiensikan hasil kerja yang diperoleh dari
kondisi kerja yang tersusun dengan mengurangi campur tangan elemen manusia
sampai pada tingkat minimum. Jalan tengah (middle of road) adalah gaya
kepemimpinan yang menggunakan kecakapan organisasi yang memadai dimana
usaha dan memungkinkan membuat keseimbangan di antara kerja yang dilakukan
sambil memperhatikan semangat anggota pada tingkat memuaskan. Tim (team)
adalah gaya kepemimpinan yang diperoleh dari persetujuan (commited) anggota
yang saling bergantung pada pegangan umum (common stake) dan sesuai dengan
tujuan organisasi sehingga menjurus pada hubungan keyakinan dan penghargaan.
Pada mahasiswa setiap kelompok akan memilih tipe pemimpinnya sendiri
yang cocok dengan ambisi-ambisi kelompok. Sebaliknya, pribadi pemimpin akan
menentukan semangat kelompok yang dipimpinnya. Menurut Kartono (2011) tipe
pemimpin mahasiswa dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu: otoriter atau
otoritatif, demokratis, dan laissez faire. Otoriter adalah kepemimpinan yang
bersifat keras, tidak boleh disanggah, dan mengharuskan. Kekuasaan berlangsung
lewat kekuatan dan penekanan kepada anggotanya. Komunikasi berlangsung satu
arah, yaitu dari atasan kepada bawahan. Demokratis adalah kepemimpinan yang
berdasarkan interaksi dan kerjasama, kebebasan yang teratur, pemberian
kesempatan kepada semua anggota organisasi untuk berpartisipasi secara aktif dan
menyumbangkan ide-ide yang konstruktif. Semua keputusan direncanakan dan
ditentukan bersama-sama. Laissez faire adalah Kepemimpinan yang membiarkan
semua anggota bertingkah laku semau sendiri, sedangkan pemimpin tidak
memberikan perintah, pengarahan, atau bimbingan sehingga masing-masing
anggota bergerak sendiri-sendiri.
Praktik Kepemimpinan
Kouzes dan Posner (2005) menjelaskan seorang pemimpin akan
melakukan satu hal yaitu mewujudkan keinginan anggota dengan menghubungkan
10
melalui ekspektasi yang ada. Kepemimpinan merupakan proses antara pemimpin
dan anggota sehingga setiap keputusan selalu berdasarkan hubungan tersebut.
Pemimpin perlu menjalankan kepemimpinan dengan baik dalam sebuah praktik
kepemimpinan dan membagi praktik kepemimpinan menjadi lima dimensi yaitu:
Tantangan dalam menjalankan proses adalah kemampuan seorang pemimpin
untuk mencari dan mengidentifikasi peluang untuk berubah dan untuk
bereksperimen dan mengambil risiko untuk membawa perubahan. Para pemimpin
juga menciptakan lingkungan yang baik serta menghasilkan dan mendukung
inovasi dalam diri sendiri dan organisasi. Kemampuan menginspirasi visi
adalah kemampuan seorang pemimpin, bersama-sama untuk membayangkan masa
depan yang membangkitkan semangat yang lebih baik bagi dia atau organisasi.
Selain itu, kapasitas seorang pemimpin untuk mendorong, memotivasi, dan
menghasilkan kegembiraan pada orang lain tentang tujuan tertentu atau masa
depan organisasi.
Mengajak orang lain untuk bertindak adalah kemampuan pemimpin
untuk menghasilkan suasana saling percaya dan menghormati dalam organisasi.
Selain itu, kemampuan seorang pemimpin untuk menciptakan lingkungan tim
yang terasa seperti keluarga sehingga anggota merasa menjadi bagian dari
organisasi. Mahasiswa sebagai panutan adalah kemampuan pemimpin sebagai
panutan seperangkat prinsip dan nilai-nilai, serta mendorong individu dalam
organisasi untuk menerima prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang ada pada anggota
organisasi. Selain itu, pernyataan ini berhubungan dengan kemampuan seorang
pemimpin untuk merencanakan prestasi tambahan yang mengatur tempat untuk
kesuksesan masa depan dan pencapaian tujuan. Memotivasi adalah kemampuan
pemimpin untuk mengakui kontribusi individu dan menunjukkan kebanggaan
pada prestasi tim. Memotivasi ditandai dengan petunjuk ringkas, dorongan yang
cukup besar, perhatian pribadi, dan membangun umpan balik
Kecerdasan Emosi
Kecerdasan akademis atau kognitif tidak menawarkan persiapan untuk
menghadapi gejolak yang ditimbulkan oleh kesulitan-kesulitan hidup. IQ yang
tinggi juga tidak menjamin kesejahteraan, gengsi, dan kebahagiaan hidup. Sekolah
11
dan kebudayaan saat ini lebih menitikberatkan pada kemampuan akademis,
mengabaikan kecerdasaan emosional yaitu serangkaian ciri-ciri karakter yang juga
mempunyai pengaruh besar pada nasib manusia. Menurut Salovey dan Mayer
diacu dalam Papalia et al. (2008) menyatakan bahwa kecerdasan emosi adalah
kemampuan untuk mengenali dan menghadapi perasaan sendiri dan perasaan
orang lain. Seorang peneliti bernama Gardner dalam Goleman (2002)
menyebutkan tentang adanya kecerdasan pribadi. Menurut Gardner kecerdasan
pribadi dibagi menjadi kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi.
Kecerdasan antarpribadi adalah kemampuan untuk memahami orang lain.
Sedangkan untuk kecerdasan intrapribadi adalah kemampuan yang saling
berhubungan, tetapi terarah ke dalam diri. Kemampuan intrapribadi dimaksudkan
mencari jati diri dan menggunakan jati diri tersebut sebagai alat untuk menempuh
hidup dengan efektif.
Hatch dan Gardner dalam Goleman (2002) menyebutkan bahwa dalam
kecerdasan antarpribadi tersusun atas komponen dasar, yaitu: mengorganisir
kelompok, merundingkan pemecahan, hubungan pribadi, dan analisis sosial.
Mengorganisasi kelompok adalah keterampilan dasar seorang pemimpin yang
dapat mengoordinasikan pergerakan seseorang. Merundingkan
pemecahan
adalah kamampuan seseorang untuk mencegah konflik dan menyelesaikan konflik
yang terjadi. Hubungan pribadi adalah kemampuan yang dapat mengenali serta
merespon dengan tepat perasaan dan keprihatinan orang lain. Analisis sosial
adalah kemampuan seseorang untuk mendeteksi perasaan, motif, dan keprihatinan
seseorang. Komponen antarpribadi dibangun atas kecerdasan emosional sehingga
seseorang dapat menggunakan keterampilan lain, termasuk intelektual yang belum
terasah. Emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovero yang berarti bergerak
menjauh dan semua emosi pada dasarnya berupa dorongan untuk bertindak.
Thorndike diacu dalam Goleman (2002) menyebutkan bahwa salah satu
aspek kecerdasan emosional, yaitu kecerdasan “sosial” adalah kemampuan untuk
memahami orang lain dan bertindak bijaksana dalam hubungan antar manusia.
Hal ini menunjukkan dalam kesuksesan hidup seseorang memerlukan adanya
kecerdasan emosi dan sosial yang saling berdampingan. Goleman (2002)
membagi kecerdasan emosional menjadi lima bagian utama, yaitu:
12
1. Kesadaran emosi adalah kemampuan seseorang untuk mengenali perasaan
atau emosi diri sendiri serta dapat memantau perasaan dari waktu ke waktu
dan merupakan dasar kecerdasan emosi. Ketidakmampuan untuk mencermati
perasaan diri sendiri yang sesungguhnya membuat seseorang berada dalam
kekuasaan perasaan. Seseorang yang memiliki keyakinan lebih mengenai
perasaan diri dapat memiliki kepekaan akan emosi diri. Selain itu, mengenali
emosi diri sangat berperan dalam pengambilan keputusan masalah pribadi dan
orang lain (Goleman 2002).
2. Mengelola emosi merupakan penanganan perasaan agar dapat terungkap
dengan tepat dan sangat tergantung pada kesadaran emosi. Kemampuan ini
meliputi cara menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan dan kemurungan.
Seseorang yang tidak mampu mengelola emosi akan terus berada pada
perasaan murung, sedangkan bagi yang mampu akan dapat bangkit dari
keterpurukan dalam menjalani kehidupan. Pengelolaan emosi diri juga mampu
menahan diri pada kepuasan yang berlebihan dan dapat mengendalikan
dorongan hati (Goleman 2002).
3. Memotivasi diri adalah alat yang sangat penting dan berkaitan dengan
memberikan perhatian, memotivasi dan menguasai diri sendiri serta berkreasi.
Selain itu, penempatan emosi dapat menjadi landasan keberhasilan dalam
berbagai bidang. Memotivasi juga mampu menyesuaikan diri melalui kinerja
yang tinggi dalam segala bidang. Seseorang yang memiliki keterampilan ini
cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun (Goleman 2002).
4. Mengenali emosi orang lain (empati) adalah kemampuan untuk mengetahui
perasaan orang lain. Goleman (200) menyebutkan empati dibangun
berdasarkan kesadaran diri, semakin terbuka seseorang pada emosi diri maka
semakin terampil membaca perasaan. Pada masa remaja rasa empati menjadi
dasar dorongan keyakinan moral untuk melawan ketidakadilan. Setiap
hubungan kepedulian berasal dari perasaan emosional yaitu berempati. Empati
berbeda dengan simpati, Goleman (2002) menyebutkan bahwa berempati
merupakan penempatan diri pada perasaan orang lain dan ikut merasakannya.
Seseorang yang berempatik lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang
13
tersembunyi dan mengisyaratkan sesuatu yang dibutuhkan atau dikehendaki
orang lain (Goleman 2002).
5. Membina hubungan merupakan kemampuan menangani emosi orang lain.
Dasar membina hubungan berasal dari pengungkapan dan pengendalian emosi
diri. Membina hubungan merupakan keterampilan yang diperlukan untuk
menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antar pribadi
sehingga mampu menggerakkan dan mengilhami orang lain, membina
hubungan, meyakinkan dan mempengaruhi serta membuat orang lain merasa
nyaman (Goleman 2002).
Kecerdasan Sosial
Kecerdasan sosial adalah kemampuan seseorang untuk berkomunikasi dan
memahami orang lain sehingga memunculkan sikap kepedulian pada orang lain
(Buzan 2002). Goleman (2007) berpendapat bahwa kecerdasan sosial terbagi atas
dua bagian, yaitu: kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Kecerdasan sosial merujuk
pada sesuatu yang merentang secara langsung sehingga dapat merasakan keadaan
batiniah orang lain sampai memahami perasaan dan pikiran dalam situasi sosial
yang rumit.
Kesadaran sosial meliputi empat hal yaitu empati, penyelarasan, ketepatan
empatik, dan kognisi sosial. Empati merupakan bagian dari kecerdasan emosi.
Empati dasar yaitu kemampuan merasakan emosi orang lain serta dapat
merasakan isyarat-isyarat emosi nonverbal. Dalam sebuah penelitian dijelaskan
bahwa perempuan cenderung lebih baik pada dimensi empati daripada laki-laki.
Selain itu, empati dapat terasah oleh keadaan hidup dari waktu ke waktu.
Penyelarasan adalah keadaan sesaat setelah empati yang berguna untuk
memperlancar hubungan baik dengan orang lain. Ketepatan empatik adalah
kecakapan paling esensial dari kecerdasan sosial. William Ickes dalam Goleman
(2002) menyatakan bahwa ketepatan empatik dibangun diatas empati dasar namun
dapat merasakan dan memikirkan perasaan orang lain. Kognisi sosial adalah
pengetahun seseorang untuk dapat memahami lingkungan sosial bekerja.
Fasilitas sosial adalah kemampuan yang bertumpu pada kesadaran sosial
sehingga memungkinkan interaksi yang mulus dan efektif. Fasiltas sosial meliputi
empat hal, yaitu: sikronisasi, presentasi diri, pengaruh, dan kepedulian.
14
Sikronisasi adalah sutau bentuk interaksi secara mulus pada tingkat nonverbal.
Sebagai landasan fasilitas sosial, sikronisasi adalah batu pondasi yang menjadi
landasan dibangunnya apsek-aspek lain. Presentasi diri adalah mempresentasikan
diri seseorang secara efektif. Salah satu aspek dari mempresentasikan diri adalah
adanya karisma. Karisma seseorang pemimpin yang hebat terletak pada
kemampuan untuk menyalakan emosi dalam diri sendiri dan orang lain.
Pengaruh adalah hasil dari interaksi sosial yang memadukan pengendalian diri
dengan empati (merasakan perasaan orang lain) dan kognisi sosial (mengetahui
norma-norma yang berlaku dalam suatu situasi). Kepedulian adalah perasaan
peduli akan kebutuhan orang lain dan melakukan tindakan yang sesuai dengan hal
tersebut.
Mahasiswa
Mahasiswa adalah sebutan seseorang yang sedang mengikuti pendidikan
tinggi setelah lulus pada pendidikan sekolah menengah atas. Menurut Sarwono
(2010) mendefinisikan mahasiswa secara umum adalah suatu kelompok dalam
masyarakat yang memperoleh status selalu berkaitan dengan perguruan tinggi.
Selain itu menurut Gunarsa dan Gunarsa (2008) menjelaskan seseorang memasuki
usia mahasiswa pada usia 18 tahun dan termasuk dalam tahapan remaja lanjut.
Pada mahasiswa tidak ada batasan usia karena seseorang yang menjalani
pendidikan pada program ekstensi ataupun pascasarjana yang sebagian besar
termasuk dalam tahapan usia dewasa juga disebut mahasiswa.
Mahasiswa merupakan bagian dari fase dewasa awal. Dewasa berasal dari
bahasa latin yaitu adultus yang mempunyai arti telah menjadi dewasa. Dewasa
awal dimulai pada umur 18-40 tahun dan mulai menunjukkan adanya perubahan
fisik dan psikologis (Hurlock 1980). Pada fase dewasa awal banyak sekali
perubahan yang dialami seseorang, antara lain perubahan emosi dan sosial. Pada
perubahan emosi seseorang yang memasuki tahap dewasa awal terutama saat
menjadi mahasiswa lebih cenderung memiliki sifak sebagai pemberontak dan
ingin menjadikan hal ideal menu