Purification, Characterization and Antibiotic Activity of Metabolite Soil Actinomycetes East Kalimantan Origin

PURIFIKASI, KARAKTERISASI DAN
AKTIVITAS ANTIBIOTIKA DARI METABOLIT
AKTINOMISETES TANAH ASAL KALIMANTAN TIMUR

NURLAILA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Purifikasi, Karakterisasi
dan Aktivitas Antibiotik dari Metabolit Aktinomisetes Tanah Asal Kalimantan
Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013
Nurlaila
NIM G451100021

RINGKASAN
NURLAILA. Purifikasi, Karakterisasi dan Aktivitas Antibiotik dari Metabolit
Aktinomisetes Tanah Asal Kalimantan Timur. Dibimbing oleh IRMANIDA
BATUBARA dan BAMBANG MARWOTO.
Penyakit infeksi seperti tuberculosis (TB), diare dan pneumonia merupakan
penyakit penyebab utama kematian selain stroke, hipertensi dan kanker. Penyakit
infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen. Obat yang
sering dipakai untuk mengatasi penyakit ini adalah antibiotik. Dengan
berkembangnya mikroba patogen yang resisten dan munculnya penyakit infeksi
baru maka penting untuk mencari obat anti infeksi yang baru juga. Saat ini
sumber mikroba yang tengah dikembangkan karena banyak menghasilkan
senyawa aktif adalah mikroba dari aktinomisetes dan kapang, dari 16.500
senyawa antibiotika yang diisolasi dari mikroba, 52,7% diantaranya dari

aktinomisetes.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempurifikasi dan
mengkarakterisasi senyawa antimikroba dari metabolit aktinomisetes tanah asal
Kalimantan Timur. Ekstrak butanol hasil dari fermentasi isolat AT 00244 asal
Kalimantan Timur difraksinasi dengan kolom kromatografi. Fraksi-fraksi yang
dihasilkan
lalu diuji aktivitas antimikrobanya. Fraksi yang paling aktif
dipurifikasi dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan High Performance
Liquid Chromatography (HPLC) preparatif selanjutnya diuji kemurniannya
dengan HPLC. Senyawa hasil purifikasi dikarakterisasi menggunakan Fourier
Transform Infra Red (FTIR) dan Liquid Chromatography Mass
Spectrophotometer (LCMS).
Fraksinasi dengan kolom kromatografi menghasilkan 8 fraksi (Fraksi F1 –
F8) dan diuji aktivitasnya. Hanya fraksi F5 – F8 yang memberikan aktivitas
terhadap mikroba uji Bacillus subtilis, Pseudomonas aeruginosa, Candida
albican, dan Aspergillus niger. Fraksi F8 menghasilkan daya hambat dengan
diameter zona bening yang paling besar terhadap bakteri uji. Hasil purifikasi
fraksi F8 dengan HPLC preparatif menghasilkan fraksi F8.1 – F8.8. Uji aktivitas
fraksi F8.1 – F8.8 menunjukkan bahwa fraksi F8.5 memberikan daya hambat
dengan diameter zona bening yang paling besar dibandingkan fraksi yang lain,

yaitu 14.44 mm dan 10.41 berturut-turut terhadap B. subtilis dan S. aureus.
Analisa fraksi F8.5 dengan FTIR menunjukkan bahwa senyawa tersebut
mempunyai gugus fungsi karbonil (C=O) dari suatu asam karboksilat, gugus OH,
gugus C–O alkohol, gugus –CH alifatik, gugus –C=C aromatik dan gugus C≡N
nitril. Hasil analisa dengan LC-MS menunjukan bahwa senyawa tersebut
mempunyai bobot molekul 403 Da dengan perkiraan rumus molekul
C 10 H 23 N 6 O 6 .
Kata kunci: aktinomisetes tanah, Streptomyces, purifikasi, metabolit, antibiotik

SUMMARY
NURLAILA. Purification, Characterization and Antibiotic Activity of Metabolite
Soil Actinomycetes East Kalimantan Origin. Supervised by IRMANIDA
BATUBARA and BAMBANG MARWOTO.
Infectious diseases such as tuberculosis (TB), diarrhea and pneumonia are
the leading causes of death other than stroke, hypertension and cancer. Infectious
disease is a disease caused by pathogenic microbes. Drugs are often used to
overcome this disease is antibiotics. With the development of resistant microbial
pathogens and the emergence of new infectious diseases, it is important to search
for new anti-infective drugs as well. Currently, the source of microbes being
developed because of their ability in producing a large variety of active

compounds are microbes which are grouped in actinomycetes and mold, from
16,500 antibiotic isolated from microbes, 52,7% were from actinomycetes.
The purpose of this study was to purify and characterize the antimicrobial
compounds from metabolite soil actinomycetes from East Kalimantan. Butanol
extract of fermentation cultures were fractionated by column chromatography.
The resulting fractions are tested for antimicrobial activity. The most active
fraction was purified by Thin Layer Chromatography (TLC) and preparative High
Performance Liquid Chromatography (HPLC), meanwhile the compound purity
was analyzed using the HPLC. The result of purified compound was then
characterized using Fourier Transform Infra Red (FTIR) and Liquid
Chromatography Mass Spectrophotometer (LCMS).
Fractionation step using column chromatography resulted in 8 fractions
(fractions F1 - F8) which were then tested for their activity. Only a fraction F5 F8 which provides microbial activity against Bacillus subtilis, Pseudomonas
aeruginosa, Candida albicans and Aspergillus niger. Fraction F8 produced the
largest diameter of the clear zone of the bacterial test. Purification result of
fraction F8 using preparative HPLC produced 8 fractions, fraction F8.1 - F8.8.
Activity test of all the fractions (F8.1 – F8.8) showed that F8.5 had the largest
diameter of clear zone against B. subtilis and S. aureus compared to others
fractions, 14.44 mm and 10.41 respectively. F8.5 fraction analysed by FTIR
showed that the compound has a carbonyl functional group (C=O) of a carboxylic

acid, OH group, C–O alcohols group, aliphatic CH groups, aromatic C=C group
and C≡N nitrile group. LC-MS analysis of the F8.5 fraction showed that the
compound has a molecular weight of 403 Da with an approximate molecular
formula C 10 H 23 N 6 O 6 .

Keywords : soil actinomycetes, antibiotic, Streptomyces, purification

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PURIFIKASI, KARAKTERISASI DAN
AKTIVITAS ANTIBIOTIKA DARI METABOLIT

AKTINOMISETES TANAH ASAL KALIMANTAN TIMUR

NURLAILA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Kimia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Eti Rohaeti, MS

Judul Tesis
Nama
NIM


: Purifikasi, Karakterisasi dan Aktivitas Antibiotika dari Metabolit
Aktinomisetes Tanah Asal Kalimantan Timur
: Nurlaila
: G45ll0002l

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Irmanida Batubara, SSi, MSi
Ketua

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pascasarjana Kimia

antiningsih S, MS

Tanggal Ujian: 31 Juli 2013


Tangga1 Lu1us:

1 6 OCT 2013

Judul Tesis
Nama
NIM

: Purifikasi, Karakterisasi dan Aktivitas Antibiotika dari Metabolit
Aktinomisetes Tanah Asal Kalimantan Timur
: Nurlaila
: G451100021

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Irmanida Batubara, SSi, MSi
Ketua


Dr Bambang Marwoto, Apt MEng
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pascasarjana Kimia

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Dra Purwantiningsih S, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 31 Juli 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA


Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2012 ini ialah Purifikasi,
Karakterisasi dan Uji Aktivitas Antibiotika dari Metabolit Aktinomisetes Tanah Asal
Kalimantan Timur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Irmanida Batubara, MSi dan
Dr Bambang Marwoto, Apt MEng selaku pembimbing, Dr Eti Rohaeti, MS selaku
dosen penguji luar komisi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
Drs Tarwadi, MSi selaku Kepala Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT dan Dr Rer
nat Anis Herliyati Mahsunah, MSc selaku Kepala Laboratorium Recovery yang telah
membantu selama melakukan kegiatan penelitian di Balai Pengkajian Bioteknologi
BPPT. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua Bapak
Muhammad Kaslim dan Ibu Enah Rochaenah, suami tercinta Rizal Achmad Zein dan
anak-anak tersayang Farrel Nurtiftazani Zein dan Fathan Nurhafidzani Zein atas
keikhlasan, dukungan, dan kasih sayangnya. Teman-teman Kimia SPS IPB angkatan
2010 Pak Awan, Jaya, Pak Atep, Budi Riza dan Maiyani atas kebersamaannya. Staf
Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT, Mba Linda, Inong, Diah, Koes, Lira, Taufik,
Jay, Rudi, Ujang, Mba Nuni, Teh Dian, Ita, Uli dan yang tidak dapat saya sebutkan
satu persatu atas segala bantuan dan suportnya. Seluruh keluarga atas segala doa dan
kasih sayangnya. Serta kepada Kementerian Riset dan Teknologi atas pemberian

beasiswa dan pendampingannya selama menjalankan studi di Institut Pertanian
Bogor.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013
Nurlaila

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Aktinomisetes
Antibiotik
Kromatografi Lapis Tipis
HPLC Analitik dan Preparatif
Elusidasi Struktur Molekul

2
2
3
4
5
5

3 BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Tahapan Penelitian

6
6
6
7

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivitas ekstrak isolat
Pemurnian dengan kromatografi kolom
Aktivitas fraksi F1 - F8
Pemurnian dengan HPLC preparatif
Karakterisasi senyawa aktif

8
8
9
9
11
11

5 SIMPULAN DAN SARAN

13

DAFTAR PUSTAKA

14

LAMPIRAN

17

RIWAYAT HIDUP

22

DAFTAR TABEL
1 Aktivitas ekstrak isolat aktinomisetes terhadap mikroba uji
2 Aktivitas fraksi F1 – F8 terhadap mikroba uji
3 Diameter zona bening fraksi F8.1 – F8. 8 terhadap
mikroba uji
4 Bilangan gelombang dan gugus fungsi yang ada pada fraksi F8.5

8
10
11
12

DAFTAR GAMBAR
1 Penampakan mikroskopik spora dan rantai spora dari beberapa
genus aktinomisetes
2 Kromatogram fraksi F8
3 Kromatogram (a) dan spektrum (b) fraksi F8.5
4 Spektrum FTIR fraksi F8.5
5 Spektrum massa fraksi F8.5

3
10
11
12
13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Gambar isolat aktinomisetes hasil regenerasi
2 Aktivitas ekstrak isolat aktinomisetes
3 Kromatogram ekstrak isolat AT 00244 dengan berbagai
pelarut organik
4 Nilai Rf ekstrak isolat AT 00244 dengan berbagai pelarut organik
5 Fraksi hasil fraksinasi ekstrak isolat aktinomisetes
dengan kolom kromatografi
6 Bobot frisk hasil pemisahan ekstrak isolat AT 00244 dengan
kromatografi kolom
7 Kromatogram fraksi F5 - F8
8 Aktivitas fraksi F8.3 - F8.8 terhadap mikroba uji
9 Bagan alir penelitian

17
17
18
18
19
19
19
21
21

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen.
Menurut survey Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 penyakit infeksi seperti tuberculosis
(TB), diare dan pneumonia merupakan penyakit penyebab utama kematian selain
stroke, hipertensi dan kanker (Depkes 2011). Obat yang sering dipakai untuk mengatasi
penyakit ini adalah antibiotik. Dengan berkembangnya mikroba patogen yang resisten
dan munculnya penyakit infeksi baru maka penting untuk mencari obat anti infeksi
yang baru (Abdelmohsen 2010).
Antibiotik berhasil menanggulangi penyakit infeksi, tetapi penggunaan yang
terus menerus dan tidak terarah menimbulkan efek samping yang dapat merugikan
tubuh, terutama bila penggunaannya dengan dosis yang tidak tepat dapat mengubah
kepekaan antibiotika terhadap mikroba patogen yang berakibat mikroba menjadi
resisten (Jawetz 1998). Resistensi antimikroba ialah suatu sifat tidak terganggunya
kehidupan sel mikroba oleh antimikroba. Sifat ini merupakan suatu mekanisme alamiah
untuk bertahan hidup (Setiabudy dan Gan 2003). Sebanyak 87% Staphylococcus aureus
telah resisten terhadap oksasilin, 72% terhadap eritromisin, 22% terhadap tetrasiklin,
25% terhadap ampisillin dan 22% terhadap gentamisin (Salasia et al. 2004).
Berdasarkan hal itu maka perlu dicari antibiotik baru yang lebih sensitif terhadap bakteri
S. aureus tersebut.
Pencarian dan pembuatan derivat semisintetik secara kimiawi untuk antibiotik,
anti fungal, maupun anti kanker baru yang efektif masih sangat diperlukan (Suwandi
1993). Alasan lain pentingnya pencarian dan penemuan antibiotika baru adalah bahwa
Indonesia masih sangat bergantung pada pasokan antibiotika dari luar negeri sebagai
bahan baku obat dengan harga yang relatif tinggi. Sampai saat ini sebagian besar
perusahaan farmasi di Indonesia hanya melakukan formulasi produk akhir menjadi
sediaan farmasi, sedangkan bahan bakunya 90% masih didatangkan dari luar negeri.
Indonesia masih mengimpor bahan baku farmasi sebesar 1,45 triliun rupiah pada tahun
2001 dan cenderung mengalami peningkatan sebesar 23,62% per tahunnya (PMMC
2004).
Sumber mikroba yang tengah dikembangkan karena banyak menghasilkan
senyawa aktif adalah mikroba dari aktinomisetes dan kapang. Menurut Berdy (2005),
dari 16.500 senyawa antibiotika yang diisolasi dari mikroba, 52,7% berasal dari
aktinomisetes, sedangkan sisanya yaitu 29,7% dan 17,6% berturut-turut diisolasi dari
kapang dan bakteri. Aktinomisetes menghasilkan metabolit sekunder yang dapat
berfungsi sebagai antibiotik, antikanker, enzim untuk industri dan pestisida (Kafilzadeh
et al. 2012).
Salah satu penelitian yang telah dilakukan oleh Balai Pengkajian Bioteknologi
BPPT yaitu skrining terhadap 25 aktinomisetes tanah dari Kalimantan Timur. Diketahui
semua isolat tersebut memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan beberapa
mikroba uji, yaitu S. aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Pseudomonas
aeruginosa, Candida albican dan Aspergillus niger. Sebagai kelanjutan dari penelitian
tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan purifikasi dan karakterisasi senyawa
antibiotik dari salah satu isolat tersebut. Tahap penelitian ini meliputi fermentasi isolat,
ekstraksi dengan pelarut organik untuk mendapatkan senyawa antibiotik, purifikasi dan
karakterisasi struktur senyawa dengan FT-IR dan LC-MS.

2

Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya maka
timbul permasalahan yaitu apakah metabolit aktinomisetes tanah asal Kalimantan Timur
tersebut mampu menghasilkan senyawa yang berpotensi sebagai antibiotik. Bagaimana
aktivitas senyawa antibiotik yang dihasilkan tersebut dalam menghambat mikroba uji.
Serta bagaimana hasil purifikasi senyawa antibiotik yang dihasilkan dari aktinomisetes
tanah asal Kalimantan Timur tersebut.
Tujuan Penelitian
Mendapatkan hasil isolasi metabolit dari aktinomisetes tanah Kalimantan Timur
yang berpotensi sebagai antibiotik dan memiliki aktivitas terhadap bakteri Gram positif
(Bacillus subtilis dan Staphylococcus aureus), Gram negatif (Escherichia coli dan
Pseudomonas aeruginosa), dan jamur (Candida albicans dan Aspergillus niger) yang
terkarakterisasi.
Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai metabolit
dari aktinomisetes tanah asal Kalimantan Timur yang mampu menghasilkan antibiotik,
juga mendapatkan hasil purifikasi senyawa antibiotik yang terkarakterisasi.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah uji aktivitas isolat aktinomisetes terhadap
mikroba uji, proses fermentasi isolat yang aktif untuk perbanyakan kaldu fermentasi,
pemisahan dan pemurnian senyawa aktif dari kaldu fermentasi yang meliputi ekstraksi
menggunakan pelarut organik, pemurnian dengan kromatografi kolom dan HPLC
preparatif dan identifikasi struktur molekul senyawa aktif dengan menggunakan
Spektrofotometer Infra Red dan Liquid Chromatography Mass Spectrofotometer.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Aktinomisetes
Aktinomisetes adalah mikroba uniseluler yang dikelompokkan ke dalam bakteri
Gram positif dengan DNA yang kaya kandungan guanin dan sitosin (>55%).
Aktinomisetes merupakan organisme prokariot yang tersebar luas di tanah, air dan
tanaman (Cwala et al. 2011). Aktinomisetes dibedakan dari bakteri lain jika dilihat dari
bentuk koloninya di medium padat. Biasanya koloni aktinomisetes keras seperti tumbuh
akar didalam media agar, berbeda dengan bakteri lain yang koloninya lunak diatas
media agar. Bentuk koloni aktinomisetes bulat dengan elevasi timbul dan cembung,
tepian rata dan tidak beraturan serta permukaan bertepung, kasar atau keriput.
Keistimewaan bentuk koloni aktinomisetes yang lain adalah hifanya bersifat hidrofobik

3

tetapi miselium vegetatifnya bersifat hidrofilik. Pada umumnya aktinomisetes adalah
bakteri aerob yang tidak dapat hidup pada kondisi anaerob. pH optimum
pertumbuhannya adalah netral, sedangkan suhu optimum adalah 23-35 oC.
Aktinomisetes diklasifikasikan dalam domain Bacteria, divisi Actinobacteria, kelas
Schizomycetes dan ordo Actinomycetales (Miyado 2003). Beberapa genus dari
aktinomisetes dapat dilihat pada Gambar 1.

(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 1 Penampakan mikroskopik spora dan rantai spora dari beberapa genus
Aktinomisetes a. Streptomyces, b. Nocardia, c. Micromonospora,
d. Microbiospora (Miyado et al. 2002)
Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui potensi
aktinomisetes diantaranya adalah aktinomisetes dari sedimen laut yang mempunyai
aktivitas sebagai antikanker (Ravikumar et al. 2012). Kafilzadehet et al. (2012)
mengambil aktinomisetes asal sedimen hutan bakau yang mampu menghasilkan enzim
amilase. Singh et al. (2012) mengambil aktinomisetes dari tanah dan Sunaryanto (2011)
mengambil dari laut. Kedua aktinomisetes tersebut menghasilkan senyawa yang
berpotensi sebagai antibakteri. Sedangkan Goudjal et al. (2013) meneliti aktinomisetes
yang berasal dari endofit akar tanaman tomat yang memiliki potensi sebagai anti jamur.
Antibiotik
Antibiotik merupakan senyawa yang membunuh atau menghambat bakteri
penyebab penyakit pada manusia atau hewan. Beberapa antibiotika merupakan senyawa
sintetis (tidak dihasilkan oleh mikroorganisme) yang juga dapat membunuh atau
menghambat pertumbuhan bakteri. Meskipun antibiotika memiliki banyak manfaat,
tetapi penggunaannya telah berkontribusi tehadap terjadinya resistensi (Katzung et al.
2007).
Berdasarkan spektrum atau kisaran kerjanya antibiotik dapat dibedakan menjadi
dua. Pertama antibiotik berspektrum sempit (narrow spectrum), hanya mampu
menghambat segolongan jenis bakteri saja, contohnya hanya mampu menghambat atau
membunuh bakteri Gram positif atau Gram negatif saja. Kedua antibiotik berspektrum
luas (broad spectrum), dapat menghambat atau membunuh bakteri dari golongan Gram
positif maupun Gram negatif (Pratiwi 2008).
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotik dapat dikelompokkan menjadi lima
golongan. Pertama antibiotik yang dapat mempengaruhi dinding sel contohnya
penisilin, vankomisin, sefalosporin dan basitrasin. Kedua antibiotik yang dapat
menghambat fungsi membran sel contohnya nistatin. Ketiga antibiotik yang dapat
menghambat sintesis protein bakteri contohnya kloramfenikol, tetrasiklin,
aminoglikosida dan makrolida. Keempat antibiotik yang dapat menghambat sintesis
asam nukleat contohnya quinolon dan rifampisin (Pratiwi 2008).

4

Berdasarkan daya kerjanya terhadap mikroba, antibiotik dapat digolongkan
menjadi dua. Pertama zat bakterisid yaitu antibiotik yang memiliki kemampuan untuk
membunuh bakteri. Kedua zat bakteriostatik, yaitu
antibiotik yang memiliki
kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri (Dzen et al. 2003).
Menurut Katzung et al. (2007) berdasarkan gugus kimianya antibiotik
digolongkan menjadi empat golongan. Pertama golongan beta-laktam, ciri khas dari
antibiotik golongan ini adalah memiliki gugus β-laktam. Gugus β-laktam merupakan
sebuah cincin dengan 2 atom C, 1 gugus karbonil dan 1 atom N. Mekanisme aksi
antibiotika β-laktam adalah menghambat pertumbuhan bakteri melalui pengaruhnya
terhadap sintesis dinding sel. Contohnya adalah golongan penisilin, sefalosporin dan
sefamisin. Kedua golongan makrolida, struktur golongan ini terdiri atas cincin lakton
yang besar dinamakan makrolid, gugus keton dan glikosida. Cara kerja golongan
makrolid di atas antara lain dengan menghambat sintesis protein bakteri dengan cara
mengikat dan mengganggu ribosom. Contohnya antara lain: eritromisin, kloramfenikol,
tetrasiklin. Ketiga golongan aminoglikosida merupakan antibiotik yang mengandung
amino gula yang dihubungkan dengan ikatan glikosidik, sehingga dinamakan
aminoglikosida. Beberapa jenis antibiotik yang tergolong aminoglikosida yaitu
streptomisin (dihasilkan oleh Streptomyces griseus), kanamisin, neomisin, gentamisin.
Keempat golongan tetrasiklin, antibiotik dengan struktur yang terdiri dari cincin
naftasena. Substitusi gugus dasar cincin naftasena dapat terjadi secara alami dan
menghasilkan analog tetrasiklim yang baru.
Kromatografi Lapisan Tipis
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan teknik pemisahan yang banyak
digunakan dalam proses pemurnian dan identifikasi senyawa kimia. Analisis dengan
KLT memerlukan instrumen yang relatif sederhana dan dapat memisahkan ekstrak
sampel yang tidak murni dengan resolusi yang baik. Salah satu aplikasi penting dari
KLT adalah untuk mendeteksi senyawa antimikroba baru atau yang belum
teridentifikasi yang biasa disebut sebagai teknik bioautografi. Penggunaan KLT
bioautografi didasarkan pada efek biologis senyawa anti bakteri, anti jamur dan lainlain. Keuntungan KLT bioautografi adalah cepat, mudah disiapkan, relatif murah, tidak
memerlukan peralatan yang rumit, hanya diperlukan beberapa mikrogram senyawa uji
dan hasilnya mudah diinterpretasikan.
Kromatografi merupakan metode analisis dengan fase gerak melewati fase diam
untuk memisahkan campuran senyawa. KLT dapat dilakukan dengan cepat, biaya yang
relatif murah, dapat menganalisis campuran senyawa yang kompleks dengan kemurnian
yang tinggi baik polar maupun non polar. Deteksi hasil pemisahan dengan KLT pada
lapisan adsorbennya dilakukan melalui karakteristik serapan cahaya atau perbedaan
warna yang terbentuk setelah penyemprotan dengan reagen. KLT dapat digunakan
untuk senyawa bersifat nonvolatil atau volatilitas rendah, senyawa bersifat polar, semi
polar, nonpolar atau ionik (Hahn dan Deinstrop 2007).
Senyawa diidentifikasi berdasarkan penampakan dan jarak relatif komponen
terhadap jarak pelarut (nilai R f ). Nilai Rf (Retention factor) dapat dihitung dengan
menggunakan rumus berikut ini (Stahl 1985) :
Rf = Jarak titik pusat bercak dari titik awal penotolan
Jarak garis depan dari titik awal penotolan

5

HPLC Analitik dan Preparatif
Perbedaan antara kromatografi preparatif dan analitik biasanya berdasarkan pada
ukuran kolom, ukuran partikel dan jumlah sampel yang diinjeksikan. Sedangkan
perbedaan antara cara kerja HPLC analitik dan HPLC preparatif ditentukan berdasarkan
keberhasilan dari proses pemisahan. Jika informasinya berupa keberhasilan proses
pemisahan maka metodenya berupa kromatografi analitik dan jika tujuannya untuk
mengumpulkan produk maka pemisahannya merupakan metode preparatif. Pada HPLC
analitik sampel dapat diproses, dikendalikan dan dimodifikasi dengan cara apa saja yang
sesuai untuk memperoleh informasi yang diperlukan, sedangkan dalam HPLC
preparatif sampel dapat digunakan kembali sebelum menjalani pemisahan berikutnya
(Ditz 2005).
HPLC preparatif digunakan untuk purifikasi atau isolasi senyawa murni atau
senyawa utama dari fraksi-fraksi sebelumnya yang diperoleh dari metode kromatografi
kolom lainnya. Dengan kromatografi preparatif diharapkan dapat diisolasi sejumlah
besar molekul organik yang diinginkan, dengan cara memperbesar konsentrasi sampel,
volume injeksi atau kombinasi keduanya (Piecha et al. 2007).
Elusidasi Struktur Molekul
Elusidasi struktur merupakan suatu proses yang dilakukan untuk menentukan
rumus struktur dari suatu senyawa yang dilakukan dengan teknik spektroskopi. Teknik
ini memanfaatkan jejak suatu molekul yang dikonversi menjadi sinyallistrik dan dicatat
oleh suatu pencatat (rekorder). Dalam mengelusidasi struktur diperlukan data spektrum
dari suatu sampel, baik berupa spektrum UV-Vis, IR, MS dan NMR (Panji 2002).
Spektroskopi UV
Untuk keperluan penentuan struktur, spektroskopi UV memiliki kemampuan
untuk mengukur jumlah ikatan rangkap atau konjugasi aromatik dalam suatu molekul.
Daerah panjang gelombang dari spektrum UV berkisar 200 - 400 nm. Penyerapan sinar
ultra violet oleh suatu molekul akan menghasilkan transisi diantara tingkat energi
elektronik molekul tersebut. Transisi tersebut terjadi pada orbital ikatan atau pasangan
elektron bebas dengan orbital anti ikatan. Sistem (gugus atom) yang menyebabkan
terjadinya absorbsi cahaya disebut kromofor (Pavia et al. 2009).
Spektroskopi IR
Spektrum IR dapat memberikan informasi mengenai gugus fungsi yang terdapat
pada suatu molekul. Hal ini disebabkan oleh perbedaan frekuensi vibrasi setiap jenis
ikatan kimia. Frekuensi vibrasi juga berbeda pada jenis ikatan yang sama pada molekul
yang berlainan akibat dari perbedaan lingkungan yang dimiliki oleh ikatan tersebut.
Perbedaan ini menyebabkan spektrum IR disebut sebagai spektrum sidik jari, dengan
daerah sidik jari (finger print region) pada frekuensi 1300-900 cm-1. Setiap struktur
molekul memiliki spektrum yang spesifik. Meski spektrum IR spesifik untuk setiap
molekul, tetapi gugus fungsi yang berbeda memberikan pita-pita absorbsi di frekuensi
yang sangat dekat. Hal ini berakibat spektrum IR tidak dapat digunakan sebagai satusatunya cara identifikasi struktur molekul. Spektrum IR lebih sering digunakan untuk
mengidentifikasi keberadaan gugus fungsi yang memiliki pita spesifik yaitu : C=O,
O-H, N-H, C-O, C=C, C≡ N dan NO 2 . Saat ini ada dua macam instrumen yaitu

6

spektrofotometer IR dan FTIR (Fourier Transform Infrared). FTIR lebih sensitif dan
akurat, misalkan dapat membedakan bentuk cis dan trans, ikatan rangkap terkonjugasi
dan terisolasi dan lain-lain yang dalam spektrofotometer IR tidak dapat dibedakan
(Sitorus 2009).
Spektroskopi massa
Spektrometer massa bekerja dengan memilah dan mengidentifikasi ion menurut
massa, sesuai dengan rasio fragmentasi (m/z). Komponen utama dari alat ini adalah
sumber ion (ion source) yang menghasilkan ion dan penganalisis massa (mass analyzer)
yang menseleksi ion. Sistem LC-MS umumnya menggunakan beberapa jenis ion source
dan mass analyzer yang dapat disesuaikan dengan kepolaran senyawa yang akan
dianalisis.
Spektroskopi massa (MS) akan melengkapi pelacakan struktur untuk suatu
molekul yang belum diketahui bobot molekulnya. Spektroskopi massa
akan memberikan informasi harga bobot molekul (g/mol) dan bagaimana pola
pemecahan (fragmentasi) dari suatu molekul organik. Rekonstruksi terhadap fragmen
dan dipandu dengan interpretasi data spektra IR dan 1H-NMR akan dapat mengelusidasi
struktur molekul organik unknown (Sitorus 2009).

3 BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan dari bulan April 2012 – Maret 2013 di Laboratorium
Mikrobiologi, Laboratorium Kimia Analitik dan Laboratorium Recovery Balai
Pengkajian Bioteknologi BPPT Kawasan Puspiptek Serpong Gd. 630, Kota Tangerang
Selatan – Provinsi Banten.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : Isolat aktinomisetes AT
00244, AT 00246, AT 00260, AT 00403 koleksi Balai Bioteknologi, BPPT. Standar
antibiotik rifampisin dan nystatin (Phyto Technology Laboratories), etil asetat, nbutanol, (JT Baker), metanol HPLC (Merck), kloroform (Merck), asetonitril (Merck),
plat KLT silika F 254 (Merck), silika gel 60 (0,063-0,200 mm). Mikroba uji yang
digunakan adalah Escherichia coli ATCC 25922, Staphylococcus aureus ATCC
25923, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, Bacillus subtilis ATCC 66923,
Candida albicans BIOMCC 00122 dan Aspergillus niger BIOMCC 00134.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peralatan gelas, kertas
cakram 6 mm (Whatman), neraca analitik (Denver), pH meter (Beckman), autoklaf, alat
sentrifugasi Beckman J2-HS, Sonikator (Ultrasonic Processor XL 2020), konsentrator
sentrifuge (TOMY CC-105), Fourier Transform Infra Red/FTIR (Bruker), High
Performance Liquid Chromatography/HPLC (Waters 2695), incubator shaker
(Takasaki Scientific Instrument), rotavapor (Buchi 461), mikrosentrifuge (Tomy/MX301), Liquid Chromatography-Mass Spectrometer/LC-MS (Premier-XE Waters).

7

Tahapan Penelitian
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu persiapan kaldu fermentasi,
ekstraksi dengan pelarut organik, uji aktivitas antimikroba, kromatografi lapis tipis,
pemisahan dan pemurnian senyawa aktif dan identifikasi struktur kimia senyawa aktif.
Persiapan Kaldu Fermentasi
Peremajaan isolat menggunakan media agar ISP-2 (International Streptomyces
Project 2) yang dilarutkan dalam akuades dengan dibantu proses pemanasan dan
dihomogenkan menggunakan magnetik stirrer. Kemudian larutan dipipet sebanyak 9 ml
ke dalam tabung reaksi. Setelah itu media disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C,
15 psi selama 15 menit. Tabung diletakkan dalam posisi miring dan dibiarkan hingga
memadat selama semalam. Selanjutnya dilakukan inokulasi sebanyak 1 ose stok kultur
ke dalam media miring tersebut dan diinkubasi pada suhu 25-28 °C selama 5-7 hari.
Proses pembuatan kultur vegetatif dengan cara menuangkan 2 ml air steril ke
dalam kultur agar miring, lalu dikocok hingga mikroba larut dalam suspensi.
Selanjutnya dari suspensi tersebut diambil 0,2 ml (1% dari volume media) dan
diinokulasikan ke dalam 20 ml medium YEME (Yeast Extract Malt Extract). Kultur
diinkubasi pada suhu kamar selama 2 hari di dalam shaker di dalam ruang thermostatik.
Tahap fermentasi dilakukan dengan cara mengambil 20 ml (20% dari volume
media) kultur vegetatif dan diinokulasikan ke dalam Erlenmeyer 500 ml yang berisi 100
ml medium BY (Bactopeptone Yeat Extract). Fermentasi dilakukan pada suhu kamar
pada rotary shaker selama 5 hari. Dilakukan pengukuran pH, OD (Optical Density) dan
PMV (Packed Micellium Volume) pada media sebelum disterilisasi, setelah penambahan
inokulum dan setelah fermentasi selesai.
Ekstraksi dengan Pelarut Organik
Proses pemisahan dan pemurnian dilakukan dengan mengikuti metode Atta et al.
(2009) yang dimodifikasi. Proses ekstraksi dilakukan dengan menambahkan pelarut
butanol untuk kaldu fermentasi dari isolat AT 00244 dan pelarut etil asetat untuk isolat
AT 00246, AT 00260 dan AT 00403. Volume pelarut ditambahkan dengan
perbandingan 1:1, kocok selama 1 jam dengan shaker lalu disentrifugasi selama 15
menit dengan kecepatan 8000 rpm. Supernatan yang diperoleh selanjutnya dipisahkan
dari filtrat dan dimasukkan ke dalam labu rotavapor yang telah diketahui berat
konstannya. Pemekatan dilakukan menggunakan rotary vacuum evaporator dan
ditimbang berat ekstrak kering yang diperoleh. Selanjutnya ekstrak kasar dilarutkan
dengan metanol pada volume tertentu hingga menghasilkan suspensi ekstrak 20.000
ppm untuk keperluan uji aktivitas, purifikasi dan karakterisasi.
Uji Aktivitas Antimikroba
Uji aktivitas antimikroba dilakukan dengan metode difusi agar dengan
menggunakan kertas cakram diameter 6 mm. Mikroba uji E. coli, S. aureus,
P. aeruginosa dan B. subtilis ditumbuhkan pada medium NA (Nutrient Agar) sedangkan
C. albicans dan A. niger ditumbuhkan pada PDA (Potato Dextrose Agar). Sebanyak
15 μl ekstrak sampel diteteskan dalam kertas cakram, kemudian dikeringkan dengan
cara diangin-anginkan. Selanjutnya diletakkan pada permukaan agar yang telah
diinokulasikan 15 μl (106 sel/ml) mikroba uji per cawan petri. Inkubasi dilakukan pada
suhu 30 °C selama 24 jam. Zona bening yang terbentuk diukur diameter zonanya
(Prescott et al. 2002).

8

Penentuan Eluen Terbaik
Pemisahan dengan kromatografi lapis tipis dilakukan menggunakan aluminium
silika gel 60 F 254 (Merck). Ekstrak kasar dikembangkan dengan pelarut organik non
polar sampai polar (benzena, dietil eter, kloroform, etil asetat, metilen klorida, butanol,
iso propanol, n-propanol, aseton, metanol, etanol). Noda hasil pemisahan diamati
dibawah UV 254 dan 366 nm. Pelarut yang dapat memisahkan komponen paling baik
dan banyak maka digunakan sebagai eluen pada kromatografi kolom.
Pemisahan dan Pemurnian Senyawa Aktif
Ekstrak yang sudah dipekatkan selanjutnya difraksinasi menggunakan
kromatografi kolom (φ20 x 320 mm), dengan fasa diam silika gel 60 (0,063-0,200
mm) dan fasa gerak butanol, iso-propanol dan metanol dengan sistem gradien. Tiap
kelompok fraksi diuji aktivitas antimikrobanya untuk mendapatkan kelompok fraksi yang
aktif. Kelompok fraksi aktif yang terpilih kemudian dimurnikan lebih lanjut dengan
menggunakan metoda HPLC preparatif, hingga diperoleh senyawa tunggal yang murni
dan aktif. Purifikasi menggunakan HPLC preparatif Waters 2695, dengan detektor
Photo Diode Array (PDA) dan jenis kolom Sperisorb 5μ C18 4,6x150 mm. Volume
injeksi sebesar 100 μl per injeksi dan kecepatan alir 1 ml/menit dengan fasa gerak 5 100% campuran asetonitril–air selama 25 menit (Kazakevich dan Lobrutto 2007).
Identifikasi Struktur Kimia Senyawa Aktif
Gugus fungsional senyawa aktif diidentifikasi menggunakan FTIR (Bruker) dan
bobot molekul senyawa aktif ditentukan dengan LC-MS (Premier-XE Waters).

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivitas ekstrak isolat
Senyawa aktif dari aktinomisetes yang telah diregenerasi
(Lampiran 1)
diekstraksi dengan butanol. Hasil uji aktivitas ekstrak isolat aktinomisetes tanah asal
Kalimantan Timur menunjukkan bahwa isolat AT 00244 memiliki kemampuan
menghambat bakteri Gram positif S. aureus dan B. subtilis serta jamur C. albican
dan A. niger (Lampiran 2). Isolat AT 00246 dan AT 00260 memberikan aktivitas hanya
terhadap bakteri Gram positif tapi tidak aktif terhadap jamur. Sedangkan isolat AT
00403 tidak memiliki kemampuan menghambat semua mikroba uji tersebut. Isolat AT
00244 menghasilkan diameter zona bening yang paling besar terhadap mikroba uji
S. aureus tetapi paling kecil terhadap mikroba uji B. subtilis. Untuk mikroba uji
B. subtilis isolat yang menghasilkan diameter zona bening paling tinggi adalah AT
00246 (Tabel 1). Aktinomisetes AT 00244 memiliki sekuens yang 99% homolog
dengan Streptomyces demainii (Nugrahini 2011).
Tabel 1 Aktivitas ekstrak isolat aktinomisetes terhadap mikroba uji
Kode
Diameter zona bening ekstrak (mm)
No.
S. aureus
B. subtilis E. coli P.aeruginosa C. albican
isolat
1
AT 00244
18,17
18,16
18,01
2
AT 00246
17,74
18,66
3
AT 00260
17,82
18,51
4
AT 00403
-

A. niger

10,05
-

9

Pemilihan ekstrak potensial didasarkan pada diameter zona hambat, spektrum
penghambatan dan stabilitas aktivitas penghambatannya terhadap beberapa mikroba uji.
Berdasarkan hasil uji aktivitas maka isolat AT 00244 dipilih untuk dilanjutkan ke tahap
purifikasi. Karena selain memberikan diameter zona bening yang lebih besar untuk
mikroba uji S.aureus juga bersifat spektrum luas (aktif terhadap bakteri Gram positif
dan jamur).
Perbanyakan aktinomisetes penghasil antimikroba dilakukan dengan fermentasi
isolat terpilih. pH media sebelum ditambahkan inokulum sebesar 6,67, setelah
penambahan inokulum turun menjadi 6,20. Konsumsi gula oleh mikroba mengakibatkan
terbentuknya asam-asam organik hasil hidrolisis gula yang dapat menurunkan derajat
keasaman medium (Sanchez et al. 2010). Setelah proses fermentasi selesai pH
meningkat menjadi 7,85. Artinya dengan bertambahnya waktu fermentasi maka nilai pH
medium fermentasi aktinomisetes AT 00244 juga cenderung mengalami peningkatan.
pH larutan semakin meningkat karena adanya tambahan nitrogen terlarut dari sel yang
mati dan terjadinya deaminasi asam amino yang dapat menyebabkan kondisi kaldu
fermentasi menjadi lebih basa ( Purwakusumah 1992; Wang et al. 1979). Sel disusun
oleh beberapa protein organik, apabila terjadi kerusakan sel maka terjadi deaminasi
asam amino yang mengakibatkan naiknya pH kaldu fermentasi. Pemanenan
aktinomisetes AT 00244 dilakukan pada jam ke 120 yaitu pada saat nilai pH mencapai
7,85. Nilai pH ini sesuai untuk produksi antibiotik karena pada umumnya antibiotik
akan diproduksi pada kisaran pH 7 sampai 8 (Sri et al. 2010).
Pengukuran Packed Mycelial Volume (PMV) pada saat panen diperoleh 4,5%.
Sedangkan nilai optical density (OD) yang dihasilkan sebelum penambahan inokulum
0,601 dan setelah penambahan inokulum 0,668. Kenaikan nilai OD ini menunjukkan
adanya pertumbuhan mikroba. Rendemen yang diperoleh dari isolat AT 00244 sebesar
3, 897 g.
Pemurnian dengan kromatografi kolom
Tahap pemisahan dan pemurnian bertujuan untuk mendapatkan senyawa aktif
tunggal yang murni dari ekstrak kasar. Ekstrak kasar difraksinasi melalui kolom
kromatografi dengan menggunakan pelarut organik sesuai hasil yang diperoleh pada KLT.
Tahap awal purifikasi adalah melakukan KLT terhadap ekstrak isolat AT 00244
dengan menggunakan beberapa pelarut organik dari non polar sampai polar seperti
benzena, dietil eter, kloroform, etil asetat, metilen klorida, butanol, iso-propanol, npropanol, aseton, metanol, etanol (Lampiran 3). Hasil KLT ini merupakan dasar untuk
menentukan pelarut organik yang dipakai pada kromatografi kolom (Lampiran 4).
Berdasarkan hasil KLT ini dipilih pelarut organik butanol, isopropanol dan metanol.
Pelarut ini menghasilkan spot lebih banyak dan terpisah dibandingkan yang lain. Sistem
gradien dengan perbandingan 100:0:0 sampai 0:0:100 diaplikasikan pada kromatografi
kolom. Hasil elusi gradien terhadap 1,5 g ekstrak kasar isolat AT 00244 diperoleh
sebanyak 8 fraksi yaitu fraksi F1 – F8 (Lampiran 5). Fraksi F1 – F8 dikeringkan lalu
ditimbang bobot masing-masing fraksi (Lampiran 6).
Aktivitas fraksi F1 – F8
Uji aktivitas fraksi F1 – F8 dilakukan terhadap empat mikroba uji, yaitu B.
subtilis, S. aureus, A. niger dan C. albicans. Terhadap bakteri Gram negatif tidak
dilakukan pengujian lagi karena pada uji aktivitas ekstrak sebelumnya isolat AT 00244
memberikan hasil negatif. Hasil uji aktivitas fraksi F1 – F8 dapat dilihat pada Tabel 2.

10

Tabel 2 Aktivitas fraksi F1 – F8 terhadap mikroba uji
Fraksi
F1
F2
F3
F4
F5
F6
F7
F8
Metanol
Rifampisin 500 ppm
Nystatin 500 ppm

S. aureus
17,38
17,31
17,80
17,65
17,45
17,82
19,55

Diameter zona bening (mm)
B. subtilis
A. niger
C. albicans
17,53
17,46
17,71
18,40
17,69
17,56
18,02
17,79
17,66
17,69
17,68
17,48
19,22
18,70
18,47

Berdasarkan Tabel 2 fraksi F2 dan F3 tidak mempunyai aktivitas baik terhadap
bakteri dan juga jamur . Fraksi F1 dan F4 hanya aktif terhadap mikroba uji S. aureus.
Sedangkan fraksi F5, F6, F7 dan F8 mempunyai aktivitas terhadap semua mikroba uji.
Diameter zona bening yang dihasilkan juga tidak jauh berbeda antara ke-empat fraksi
yang aktif tersebut yaitu antara 17,45 – 18,20 mm. Jika dibandingkan terhadap kontrol
antibiotik dan antifungi, diameter zona bening yang dihasilkan fraksi F5, F6, F7 dan F8
lebih kecil terhadap semua mikroba uji.
Fraksi F5 – F8 dianalisis dengan HPLC untuk mengetahui profil senyawa yang ada
pada masing-masing fraksi (Lampiran 7). Fase diam yang digunakan pada kolom HPLC
adalah senyawa C18 yang bersifat non-polar, sehingga yang akan terelusikan terlebih
dahulu dan muncul pada menit-menit pertama elusi adalah senyawa-senyawa polar
karena senyawa-senyawa non-polar akan terikat pada fase diam dan muncul pada menitmenit terakhir elusi. Fraksi F5 – F8 memiliki profil (kromatogram) yang hampir sama.
Hanya saja untuk fraksi F8 menghasilkan jumlah puncak yang lebih banyak
dibandingkan dengan fraksi F5, F6 dan F7 (Gambar 2). Oleh karena itu fraksi F8 dipilih
untuk tahap selanjutnya yaitu pemurnian dengan HPLC preparatif.

Gambar 2 Kromatogram fraksi F8 menggunakan kolom Sperisorb 5μ C18 4,6x150 mm,
dengan detektor PDA, laju alir 1 ml/menit, fasa gerak gradien asetonitril
5-100% selama 0 –25 menit, volume injeksi 20 μl

11

Pemurnian dengan HPLC preparatif
Pemurnian fraksi F8 dilakukan dengan HPLC preparatif menghasilkan 8 fraksi
yaitu fraksi F8.1 – F8.8. Berdasarkan Tabel 3 fraksi F8.1, fraksi F8.2 dan fraksi F8.6
tidak mempunyai aktivitas terhadap mikroba uji. Sedangkan fraksi F8.3, F8.4, F8.5,
F8.7 dan F8.8 memberikan hasil positif terhadap uji aktivitas (Lampiran 8). Berdasarkan
hasil uji aktivitas, fraksi F8.5 dilanjutkan ke tahap selanjutnya. Fraksi ini dipilih karena
menghasilkan diameter zona bening yang paling tinggi dibandingkan dengan fraksi
lainnya.
Tabel 3 Diameter zona bening fraksi F8.1 - F8.8 terhadap mikroba uji
Fraksi

S. aureus

Diameter zona bening (mm)
B. subtilis
A. niger
C. albicans

F8.1
F8.2

-

-

-

-

F8.3
F8.4
F8.5
F8.6
F8.7
F8.8
kontrol negatif
Rifampisin 1000
Nystatin 1000

10,60
12,11
14,44
7,66
12,46
29,26

11,68
7,13
10,41
10,64
26,93

21,44

19,77

(a)

(b)
Absorban Unit (AU)

Absorban Unit (AU)

Karakterisasi senyawa aktif fraksi F8.5
Hasil analisis fraksi F8.5 dengan HPLC menunjukkan bahwa senyawa aktif ini
dicirikan dengan waktu retensi 11,95 menit (Gambar 3a) dan memiliki spektrum UV
dengan serapan maksimum pada panjang gelombang 282 nm (Gambar 3b). Tahap
selanjutnya adalah menganalisis fraksi F8.5 dengan FTIR untuk mengetahui gugus
fungsi dari senyawa yang dihasilkan dan LC-MS untuk mengetahui perkiraan bobot
molekulnya.

282 nm

Panjang gelombang (nm)
Waktu (menit)

Gambar 3 Kromatogram (a) dan spektrum (b) fraksi F8.5

12

Data spektrum inframerah isolat aktinomisetes fraksi F8.5 menunjukkan
adanya gugus karbonil (C=O) dari suatu asam karboksilat pada daerah bilangan
gelombang 1733 cm-1 yang puncaknya tajam dan sangat karakteristik. Pita serapan
melebar dengan intensitas kuat pada daerah bilangan gelombang 3434 cm-1 yang
diduga serapan dari gugus –OH terikat. Adanya gugus –OH ini didukung dengan
munculnya serapan kuat pada bilangan gelombang 1257 cm-1 dari C–O alkohol. Pita
serapan yang tajam dengan intensitas kuat pada bilangan gelombang 2925 cm-1
dan 2855 cm-1 diduga terdapat gugus –CH alifatik stretching. Dugaan ini diperkuat
oleh adanya serapan pada daerah bilangan gelombang 1446 cm-1 dan 1387 cm-1
yang merupakan serapan dari –CH 2 dan –CH 3 bending. Sedangkan munculnya pita
serapan tajam dengan intensitas kuat pada daerah bilangan gelombang 1593 cm-1
menunjukkan adanya gugus fungsi –C=C aromatik. Terdapat juga pita serapan C≡N
nitril (Gambar 4 dan Tabel 4) (Sitorus 2009).

2223

2267

Gambar 4 Spektrum FTIR fraksi F8.5
Tabel 4 Bilangan gelombang dan gugus fungsi yang ada pada fraksi F8.5
Bilangan gelombang
(cm-1)
1
3434
2
2925; 2855
3
2267; 2223
4
1733
5
1593
6
1446; 1387
*Sumber: (Sitorus 2009)
No.

Gugus fungsi
–OH
–CH alifatik stretching
C≡N nitril
C=O karbonil asam karboksilat
–C=C aromatik
–CH 2 dan –CH 3 bending

Rujukan
bilangan gelombang*
3500-3300
3000-2700
2250
1820-1600
1600
1500-1350

Analisis fraksi F8.5 dengan kromatografi cair yang ditandem dengan MS
memberikan satu puncak dengan waktu retensi (t R ) 10,89 menit. Hasil LC-MS
menunjukkan bahwa senyawa ini memiliki 16 atom karbon, 30 atom hidrogen, 6 atom
nitrogen dan 6 atom oksigen, dengan rumus molekul C 16 H 30 N 6 O 6 dan berat molekul
402 Da dengan menunjukkan ion molekul pada 403,2282 [M+H]+ (Gambar 5).

13

Absorban Unit (AU)

403.2282

Gambar 5 Spektrum massa fraksi F8.5
Cara penentuan bobot molekul (BM) didasarkan pada softwareMS dimana alat
mempunyai fungsi untuk menganalisis BM hanya pada puncak senyawa target, alat juga
mempunyai resolusi tinggi (20000 Da) dan memiliki kemampuan membaca hingga 4
desimal. Selain itu alat dikalibrasi dengan NaF (untuk BM 50-2000 Da) dan NaI (untuk
BM >2000 Da) sebagai senyawa pembanding ketika penentuan BM. Penetapan bobot
molekul sebesar 403 Da berdasarkan bahwa BM ini merupakan molekul yang aktif dan
bukan pecahan senyawa yang lebih besar dan alat bisa membedakan m/z
(massa/muatan) sampai 0,001 Da.
Penganalisis massa yang dipakai pada LC MS ini adalah TOF (Time of Flight).
Dimana gaya elektromagnetik diberikan pada semua ion pada waktu yang sama
sehingga menyebabkan ion akan dipercepat menyusuri flight tube. Ion yang lebih ringan
akan berjalan lebih cepat dan akan terbaca di detektor terlebih dahulu. Sehingga rasio
fragmentasi ion m/z ditentukan oleh waktu kedatangan ketika sampai detektor. Analisis
massa TOF memiliki kisaran massa yang luas dan sangat akurat pada pengukuran massa
suatu senyawa (Prasain 2012).

5 SIMPULAN DAN SARAN
Isolat aktinomisetes asal Kalimantan Timur AT 00244 setelah dipurifikasi dan
dikarakterisasi dengan LC MS ESI-TOF menghasilkan senyawa aktif dengan diameter
zona bening terhadap Bacillus subtilis 14,44 mm dan Staphilococus aureus 10,41 mm.
Analisis dengan FTIR menunjukkan hasil bahwa senyawa tersebut mempunyai gugus
fungsi karbonil (C=O) dari suatu asam karboksilat, gugus OH, gugus C–O alkohol,
gugus –CH alifatik, gugus –CH 2 dan –CH 3, gugus fungsi –C=C aromatik dan gugus
C≡N nitril. Senyawa aktif ini memiliki bobot molekul 402 Da yang diperkirakan
mempunyai rumus molekul C 16 H 30 N 6 O 6 .
Untuk mengetahui struktur pasti pada senyawa aktif tersebut perlu dilakukan
karakterisasi dengan Nuclear Magnetic Resonance (NMR).

14

DAFTAR PUSTAKA
Abdelmohsen UR. 2010. Antimicrobial activities from plant cell cultures and marine
sponge-associated actinomycetes [dissertation]. Würzburg: Infection and Immunity
Graduate School of Life Sciences Julius-Maximilians-University Würzburg; 14-15.
Alcamo E. 1996.Fundamental of microbiology.Ed ke-4. California: Addison Wesley
Longman, Inc.
Atta HM, Dabour SMdan Desoukey SG. 2009. Sparsomycin Antibiotic Production by
Streptomyces Sp. AZ-NIOFD1:Taxonomy, Fermentation, Purification and Biological
Activities. American-Eurasian J. Agric. & Environ. Sci., 5 (3): 368-377.
Berdy. 2005. Bioactive Microbial Metabolites. J. Anatibiotics.58.1-26.
Cwala Z, Igbinosa EO, Okoh AI. 2011. Assessment of antibiotics production potentials
in four actinomycetes isolated from aquatic environments of the Eastern Cape
Province of South Africa. African J Pharm and Pharmacology. 5(2): 118-124.
Depkes.2011. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI.Vol 2.Triwulan 2.Halaman 3.
Ditz R. 2005. Introduction of Liquid Chromatography-its History. Wiley-VCH Verlag
GmbH & Co. KgaA. Weinheim.
Dzen MS, Roekistiningsih, Santoso S, Winarsih S. 2003. Bakteriologi Medik. Edisi
Pertama. Malang: Bayu Media Publishing. Hal. 224.
Hahn E, Deinstrop. 2007. Applied Thin Layer Chromatography. R.G. Leach, Editor.
Germany: Willey-VCH Verlag Gmbh & Co. KGaA. Hlm 59-131.
H.M. Atta, S.M. Dabour and S.G. Desoukey. 2009. Sparsomycin Antibiotic Production
by Streptomyces Sp. AZ-NIOFD1:Taxonomy, Fermentation, Purification and
Biological Activities. American-Eurasian J. Agric. & Environ. Sci., 5 (3): 368-377.
Jawetz E.1998. Prinsip kerja obat antimikroba in Katzung B, eds Farmakologi dasar
dan klinik, EGC, Jakarta. 699-751
Jawetz E, Melnick J L, Adelberg E A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba
Medika. Jakarta.
Kafilzadeh F, Dehdari F, Kadivar E and Shiraz OB. 2012.Isolation of amylase
producing aquatic actinomycetes rom the sediments of mangrove forests in south of
Iran.African Journal of Microbiology Research.6281-85.
Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ. 2007.Basic and Clinical Pharmacology, 11ed.
USA: Lange-Mc Graw Hill Co.
Kavanagh F. Analitical microbiology. Vol II. Newyork and London: Academic Press.
1972. p. 190-1
Kazakevich Y, Lobrutto R. 2007. HPLC for pharmaceutical scientists. New Jersey: A
John Wiley & Sons Inc.
Miyado S, Tsuchizaki N, Ishikawa J & Hotta K. 2002.Digital Atlas of
Actinomycetes.Edited by Asakura Publishing Co., Tokyo, Japan.
Nugrahini NIP. 2011. Isolasi, uji aktivitas, dan purifikasi parsial senyawa antibiotik dari
isolat jamur dan aktinomisetes tanah Kalimantan Timur. [Tesis]. Universitas
Brawijaya. Malang.
Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS, dan Vyvyan JR. 2009.Introduction to
Spectroscopy.Fourth Edition. Belmont. USA
Pelaez F. 2006. The historical delivery of antibiotic from microbial natural products.J
Biochem Phar 71: 981-990.

15

Pelczar M J & Chan E C S. 1988. Penerjemah: Hadioetomo R S dkk. Dasar-Dasar
Mikrobiologi, Jilid 2. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Pharma Materials Management Clubs.2004. The Market for Pharmaceutical Products
and Materials in Indonesia, PT Data Consult, Jakarta.
Piecha T, Steiner F dan Schiell. 2007. Improving Productivity of Preparative LC
Systems with Advanced Samples Injection Procedures. PITTCON 2007 Presentation
Prasain JK. 2012. Tandem mass spectrometry – Application and Principles. InTech.
Pratiwi ST. 2008.Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga. Hal.111-117.
Prescott, Harley, Klein. 2002.
Microbiology. Fifth Edition. New York: The
McGraw−Hill Companies.
Purwakusumah ED. 1992. Perbandingan fermentasi antibiotik oleh Streptomyces sp. S34 dan dua rekombinasinya pada beberapa medium. Buletin Kimia. IPB.
Ravikumar S, Fredimoses M, Gnanadesigan M. 2012. Anticancer property of sediment
actinomycetes against MCF-7 and MDA-MB-231 cell lines.Asian Pacific Journal of
Tropical Biomedicine 92-96.
Sunaryanto R. 2011. Isolasi, purifikasi, identifikasi dan optimasi medium fermentasi
antibiotik yang dihasilkan oleh aktinomisetes laut. [disertasi]. Sekolah Pascasarjana
IPB.
Salasia, SIO, Khusnan Z, Lammler C and Zschöck M. 2004. Comparative studies on
phenotypic and genotypic properties of Staphylococcus aureus, isolated from bovine
subclinical mastitis in Central Java in Indonesia and Hesse in Germany. J. Vet. Sci. 5
(2), 103-109.
Setiabudy, R. dan V.H.S. Gan. 2003. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4.Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 571-583.
Sanchez S et al. 2010. Carbon source regulation of antibiotic production. J Antibiot
63: 442-459.
Shindo K, Michiko M, Hiroyuki K. 1995. Studies on cochleamycins, novel antitumor
antibiotics. J Antibiot 49(3): 249-253.
Sitorus M. 2009. Spektroskopi Elusidasi Struktur Molekul Or