Geographically Weighted Negative Binomial Regression for Data of Infant Mortality (Case Study 38 Regency/City in East Java).

(1)

MODEL REGRESI BINOMIAL NEGATIF TERBOBOTI

GEOGRAFIS UNTUK DATA KEMATIAN BAYI

(Studi Kasus 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur)

LUSI EKA AFRI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakaan bahwa tesis Model Regresi Binomial Negatif Terboboti Geografis untuk Data Kematian Bayi (Studi Kasus 38 Kabupaten/kota di Kabupaten Jember Jawa Timur) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2012

Lusi Eka Afri

NIM G151100071


(3)

ABSTRACT

LUSI EKA AFRI. Geographically Weighted Negative Binomial Regression for Data of Infant Mortality (Case Study 38 Regency/City in East Java). Supervised by AUNUDDIN and ANIK DJURAIDAH.

Negative binomial regression model is used to overcome the overdispersion in Poisson regression model. This model can be used to model the relationship of the infant mortality and the factors incidence. Geographical conditions, socio cultural and economic differ one of location another location causes the factors that influence infant mortality is different locally. Geographically Weighted Negative Binomial Regression (GWNBR) is one of methods for modeling that count data have spatial heterogeneity and overdispersion. The basic idea of this model considers of geography or location as the weight in parameter estimation. The parameter estimator is obtained from Iteratively Newton Raphson method. This research will determine the factors that influence infant mortality. GWNBR model with a weighting adaptive bi-square kernel function classifies regency/city in East Java into 16 groups based on the factors that significantly influence the number of infant mortality. This model is better used to analyze the number of infant mortality in East Java in 2008 due to a smallest deviance value.

Keywords : Negative binomial regression, geographically weighted negative binomial regression, adaptive bi-square, overdispersion


(4)

RINGKASAN

LUSI EKA AFRI. Model Regresi Binomial Negatif Terboboti Geografis Untuk Data Kematian Bayi (Studi Kasus 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur). Dibimbing oleh AUNUDDIN dan ANIK DJURAIDAH.

Regresi binomial negatif merupakan solusi untuk mengatasi overdispersi pada regresi Poisson. Overdispersi pada regresi Poisson terjadi sebagai akibat adanya sumber keragaman yang tidak teramati pada data, sehingga dapat menyebabkan pendugaan galat baku yang terlalu rendah dan akan menghasilkan pendugaan parameter yang bias ke bawah (underestimate). Model binomial negatif memuat peubah tambahan yang memiliki sebaran Gamma untuk mengatasi kelebihan ragam pada regresi Poisson. Peubah tambahan ini merupakan jumlah dari setiap kejadian yang saling bebas dan masing-masing kejadian memiliki sebaran Poisson.

Kondisi geografis, sosial budaya dan ekonomi yang berbeda antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain. Hal ini menunujukkan adanya efek spasial antar wilayah. Perbedaan karakteristik antara satu wilayah dan wilayah lainnya yang menyebabkan terjadinya keragaman spasial menjadi ide dasar bagi statistikawan dalam mengembangkan analisis statistika. McMillen (1996) dan McMillen dan McDonald (1997) mengembangkan model regresi linier lokal non parametrik (nonparametric locally linier regression) dan Fotheringham et al

(1998) menyebutnya Regresi Terboboti Geografis (Geographically Weighted Regression).

Penelitian ini bertujuan memodelkan kasus kematian bayi untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah kematian bayi di Jawa Timur dengan menggunakan model regresi binomial negatif terboboti geografis. Penelitian ini menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Potensi Daerah (Podes), dan Dinas Kesehatan (Dinkes) 2008 di provinsi Jawa Timur yang telah dilakukan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. Peubah respon yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah kematian bayi berusia dibawah satu tahun. Peubah penjelas yang diamati antara lain jumlah sarana kesehatan, jumlah tenaga kesehatan, jumlah keluarga yang anggotanya menjadi buruh tani, jumlah rumah tangga yang mendapatkan ASKESKIN, jumlah sekolah negeri, jumlah balita penderita gizi buruk, jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif, jumlah keluarga yang berada dipemukiman kumuh dan persentase persalinan terakhir oleh tenaga non medis (dukun bayi).

Data jumlah kematian bayi merupakan data cacah (count data) dengan peluang kejadian kecil dan kejadiannya tergantung pada interval waktu tertentu atau suatu wilayah tertentu. Nilai jangkauan dan ragam yang besar pada data jumlah kematian bayi di provinsi Jawa Timur mengindikasikan jumlah kematian bayi yang beragam pada tiap kabupaten/kota di Jawa Timur. Hubungan antara jumlah kematian bayi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dianalisis menggunakan analisis regresi Poisson. Adanya overdispersi pada regresi Poisson diperiksa dengan menggunakan rasio antara devian dan derajat bebas, yaitu rasio yang lebih dari 1 menunjukkan overdispersi. Keberadaan overdispersi dalam model harus diatasi, salah satunya dengan menggunakan regresi binomial negatif. Adanya keragaman spasial antar wilayah pengamatan, maka matriks pembobot kernel adaptif kuadrat ganda digunakan dalam regresi ini. Model regresi binomial


(5)

negatif terboboti geografis dengan pembobot kernel adaptif kuadrat ganda mengelompokkan kabupaten/kota di Jawa Timur menjadi 16 kelompok berdasarkan faktor-faktor yang signifikan berpengaruh terhadap kematian bayi. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kematian bayi di setiap kabupaten/kota beragam. Secara keseluruhan faktor-faktor yang berpengaruh yaitu jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa/kelurahan, jumlah rumah tangga yang mendapatkan ASKESKIN, jumlah balita penderita gizi buruk, pemberian ASI eksklusif, jumlah keluarga berada di pemukiman kumuh dan persalinan yang dilakukan oleh tenaga non medis. Penilaian terhadap model dilakukan berdasarkan nilai devian terkecil.

Kata kunci: Regresi binomial negatif, regresi binomial negatif terboboti geografis, adaptif kuadrat ganda, overdispersi


(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

MODEL REGRESI BINOMIAL NEGATIF TERBOBOTI

GEOGRAFIS UNTUK DATA KEMATIAN BAYI

(Studi Kasus 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur)

LUSI EKA AFRI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Statistika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(8)

(9)

Judul Tesis : Model Regresi Binomial Negatif Terboboti Geografis untuk Data Kematian Bayi (Studi Kasus 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur)

Nama : Lusi Eka Afri

NRP : G151100071

Program Studi : Statistika

Disetujui Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. Ir. Aunuddin, M. Sc Dr. Ir. Anik Djuraidah, MS Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Statistika Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Erfiani, M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian: 17 Juli 2012 Tanggal Lulus:


(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul tesis ini adalah “Model Regresi Binomial Negatif Terboboti Geografis untuk Data Kematian Bayi (Studi Kasus 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur)”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Aunuddin, M.Sc selaku pembimbing I dan Ibu Dr. Ir. Anik Djuraidah, MS selaku pembimbing II atas bimbingan, arahan, dan kritik, serta saran dan waktunya selama penelitian. Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Ir. Aji Hamim Wigena, M.Sc selaku penguji luar komisi pada ujian tesis. Hibah Geoinformatika yang selalu memberikan semangat, serta seluruh staf Program Studi Statistika.

Ungkapan terima kasih pula disampaikan kepada papa (Marefri), mama (Afnidar), adik-adikku, serta seluruh keluarga atas do’a, dukungan dan kasih sayangnya. Terima kasih pula kepada teman-teman Statistika dan Statistika Terapan atas bantuan dan kebersamaannya. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juli 2012


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Koto Baru, Padang pada tanggal 1 April 1987 dari pasangan Bapak Marefri dan Ibu Afnidar. Penulis merupakan putri sulung dari enam bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan SLTA di SMA Negeri 1 Padang Panjang pada tahun 2005 dan pada tahun yang sama melanjutkan perkuliahan di jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang dan lulus pada tahun 2009. Tahun 2010 penulis diterima di Program Studi Statistika pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL………...…… xii

DAFTAR GAMBAR………... xiii

DAFTARLAMPIRAN……… xiv

PENDAHULUAN ……… 1

Latar Belakang ……… 1

Tujuan Penelitian ……….… 3

TINJAUAN PUSTAKA ………..… 5

Regresi Poisson ………..……….… 5

Regresi Binomial Negatif ………..…….….… 6

Keragaman dan Matriks Pembobot Spasial ………..…….….… 8

Regresi Binomial Negatif Terboboti Geografis ………….…..…….….… 10

DATA DAN METODE ………...………..………. 13

Data ………..……….…………..……… 13

Metode Analisis ………..……….……… 15

HASIL DAN PEMBAHASAN ………..……….………..……….………… 17

Deskripsi Data ………..……….………..……….………..……….……… 17

Regresi Binomial Negatif ………..……….………..……….………..…… 20

Keragaman dan Matriks Pembobot Spasial ………..……….………..…… 23

Regresi Binomial Negatif Terboboti Geografis ………..……….………... 25

SIMPULAN DAN SARAN ………..……….………..……….………….… 31

Simpulan ………..……….………..……….………..……….…….…..….. 31

Saran ………..……….………..……….………..……….………..………. 31

DAFTAR PUSTAKA ………..……….………..……….………..…………. 33


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1

1

Deskriptif jumlah kematian bayi di Jawa Timur 2008 dan faktor-faktor yang mempengaruhinya ……… 17 Tabel 2 Nilai VIF Peubah Penjelas di Jawa Timur ………. 20 Tabel 3 Nilai dugaan parameter model regresi Poisson dengan tujuh

peubah penjelas ………...……….………... 21 Tabel 4 Nilai dugaan parameter model regresi binomial negatif dengan

tujuh peubah penjelas ………...……….………... 22 Tabel 5 Lebar jendela optimum untuk setiap kabupaten/kota di Jawa Timur 24 Tabel 6 Pengelompokan kabupaten/kota di Jawa Timur berdasarkan

faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kematian bayi .………... 26


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Peta Wilayah Kabupaten/Kota di Jawa Timur ……… 13 Gambar 2 Jumlah Kematian Bayi tiap Kabupaten/Kota di Jawa Timur

2008 ………...……… 18

Gambar 3 (a) Plot kuantil-kuantil normal dan (b) histogram data jumlah

kematian bayi ……… 18

Gambar 4 Plot matriks sembilan peubah penjelas …...……… 19 Gambar 5 Hubungan antara nilai dugaan dan sisaan dari model Poisson ... 22 Gambar 6 Hubungan antara nilai dugaan dan sisaan dari model binomial

negatif ……… 23

Gambar 7 Pengelompokan kabupaten/kota di Jawa Timur berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kematian bayi …… 28


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Penurunan Logaritma Natural Fungsi Kemungkinan

Binomial Negatif ……… 35 Lampiran 2. Program pendugaan parameter model regresi binomial

negatif terboboti geografis dengan metode

Newton-Raphson ……… 39

Lampiran 3. Nilai korelasi sembilan peubah penjelas ……… 41 Lampiran 4. Jarak (dalam kilometer) antar kabupaten/kota di Jawa

Timur ……….……… 43

Lampiran 5. Matriks pembobot spasial setiap kabupaten/kota di Jawa

Timur …….………….……… 44

Lampiran 6. Penduga parameter model RBNTG setiap kabupaten/kota di Jawa Timur ………...………….. 49 Lampiran 7. Nilai statistik uji Wald (G) untuk dugaan parameter model

RBNTG setiap kabupaten/kota di Jawa Timur …….…… 52 Lampiran 8. Peubah-peubah yang mempengaruhi kematian bayi setiap

kabupaten/kota di Jawa Timur dengan model RBNTG pada taraf nyata � = 5% ………...……… 54


(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu dampak pembangunan kesehatan dari sasaran pembangunan millenium (MDGs) yaitu menurunkan angka kematian anak balita hingga dua-pertiganya dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2015. Angka kematian bayi (AKB) merupakan indikator yang digunakan untuk menilai target penurunan angka kematian balita, karena bayi adalah kelompok yang paling rentan terkena dampak dari suatu perubahan lingkungan maupun sosial ekonomi. Dalam hal ini, kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat bayi lahir sampai sebelum bayi berusia satu tahun (BPS 2008).

Kasus kematian bayi dapat ditekan jika faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kematian bayi sudah diketahui. Hubungan jumlah kematian bayi dengan faktor-faktor penyebabnya dapat diketahui dengan menggunakan analisis regresi. Analisis regresi untuk data cacah adalah regresi Poisson, karena jumlah kematian bayi merupakan data cacah (count data) dengan peluang kejadian kecil dan kejadiannya tergantung pada interval waktu tertentu atau suatu wilayah tertentu.

Asumsi yang harus dipenuhi dalam regresi Poisson nilai tengah yang sama dengan ragamnya yang dikenal dengan istilah equidispersi. Akan tetapi, pada beberapa penelitian ditemukan kondisi ragam lebih besar daripada nilai tengahnya atau disebut gejala overdispersi (McCullagh & Nelder 1989). Jika fenomena ini diabaikan, dapat menyebabkan pendugaan galat baku terlalu kecil (underestimate) (Hinde & Dem’etrio 1998). Pendekatan klasik yang biasa digunakan untuk memodelkan overdispersi sehubungan dengan model Poisson yaitu memuat parameter tambahan yang diasumsikan berasal dari sebaran gamma di dalam nilai tengah sebaran Poisson untuk mengakomodasi kelebihan ragam dari pengamatan (McCullagh & Nelder 1989). Dari pendekatan ini diperoleh sebaran campuran Poisson Gamma yang mirip dengan fungsi sebaran binomial negatif.

Kondisi geografis, sosial budaya dan ekonomi tentunya akan berbeda antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain. Hal ini menggambarkan adanya efek spasial antar wilayah. Sehingga faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah kematian bayi berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lain.


(17)

Menurut hukum pertama tentang geografi yang dikemukakan oleh Tobler dalam Schabenberger dan Gotway (2005) menyatakan bahwa segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang lebih dekat akan lebih berpengaruh daripada sesuatu yang jauh. Hal ini ditunjukkan dengan kematian bayi mengelompok pada suatu wilayah tertentu.

Pada dasarnya efek spasial merupakan hal lazim terjadi antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Perbedaan karakteristik antara satu wilayah dan wilayah lainnya yang menyebabkan terjadinya keragaman spasial menjadi ide dasar bagi statistikawan dalam mengembangkan analisis statistika. McMillen (1996) dan McMillen dan McDonald (1997) mengembangkan model regresi linier lokal non parametrik (nonparametric locally linier regression) untuk menganalisis data spasial ekonometrik. Model ini oleh Fotheringham et al (1998) diberi nama Regresi Terboboti Geografis (Geographically Weighted Regression). Model ini menggunakan pendekatan titik, sehingga menghasilkan pendugaan parameter lokal yang masing-masing wilayah penelitian akan memiliki parameter yang berbeda dengan pembobotan berdasarkan posisi atau jarak satu wilayah pengamatan dengan wilayah pengamatan lainnya.

Beberapa penelitian yang mengembangkan kasus ini antara lain Rizki (2009) menggunakan regresi binomial negatif terhadap jumlah kematian bayi di Jawa Timur untuk mengatasi overdispersi. Penelitian ini tidak memperhatikan adanya efek spasial pada data jumlah kematian bayi. Rahmawati (2010) meneliti model RTG dengan pembobotan kernel normal untuk data kemiskinan pada desa atau kelurahan di kabupaten Jember Jawa Timur. Rohimah (2011) meneliti tentang model spasial otoregresif Poisson untuk data jumlah penderita gizi buruk pada provinsi Jawa Timur. Kedua penelitian terakhir menyimpulkan bahwa perubahan spasial berpengaruh terhadap pola hubungan yang terbentuk.

Jawa Timur merupakan penyumbang AKB terbesar di Indonesia (Kemenkes). Hal ini terkait dengan jumlah penduduk yang besar. Menurut BPS, AKB Jawa Timur turun 36.65 (tahun 2005) menjadi 29.99 (tahun 2010) per 1000 kelahiran hidup. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan angka nasional 25.7 per 1000 kelahiran hidup. Penurunannya lambat (turun perlahan secara eksponensial). Berdasarkan pola ini, diperkirakan AKB di Jawa Timur belum


(18)

memenuhi target dari MDGs yaitu sebesar 23 kematian per 1000 kelahiran hidup. Semenara itu, kabupaten/kota di Jawa timur mempunyai AKB yang sangat beragam. AKB terendah di Kota Mojokerto (22 kematian per 1000 kelahiran) sedangkan tertinggi di Kabupaten Jember (427 kematian per 1000 kelahiran). Terjadinya ketimpangan antar daerah menarik untuk dikaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap AKB di Jawa Timur.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan memodelkan kasus kematian bayi untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah kematian bayi di Jawa Timur dengan menggunakan model regresi binomial negatif terboboti geografis.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Regresi Poisson

Sebaran Poisson sering digunakan untuk memodelkan peristiwa yang memiliki peluang kejadian kecil dengan kejadiannya tergantung pada interval waktu tertentu atau suatu daerah tertentu, seperti jumlah kejahatan pada suatu lokasi per tahun dan lainnya (Osgood 2000). Casella & Berger (1990) menyatakan data cacah yang diasumsikan menyebar Poisson memiliki fungsi peluang sebagai berikut :

�(�;�) =� −�

�! ; �= 0,1,2, … dan �> 0

dengan � adalah rata-rata banyaknya kejadian dalam suatu interval tertentu. Nilai harapan dan ragam dari sebaran Poisson : E[y] = Var[y] = �

Regresi Poisson merupakan suatu bentuk analisis regresi yang digunakan untuk memodelkan data cacah, misalnya data tersebut dilambangkan dengan Y yaitu kejadian yang terjadi dalam suatu periode waktu atau wilayah tertentu (Agresti 2002). Analisis regresi Poisson biasanya diterapkan dalam penelitian kesehatan masyarakat, biologi, dan teknik. Model regresi Poisson termasuk model linier terampat (Generalized Linier Model) dengan data respon mengikuti sebaran Poisson. GLM terdiri atas tiga komponen, yaitu komponen acak, komponen sistematik, dan fungsi penghubung. McCullagh dan Nelder (1989) menyebutkan fungsi penghubung untuk regresi Poisson adalah :

�� = log(��) =����

Model regresi Poisson dapat ditulis sebagai berikut (Myer 1990) :

�� =�� +�� =�����+�� �= 1,2, … ,�

Peluang terjadinya suatu kejadian y dapat ditulis dalam bentuk persamaan berikut:

�(�|�) =�

−��������������


(20)

Pendugaan parameter koefisien regresi Poisson dilakukan dengan menggunakan metode Pendugaan Kemungkinan Maksimum (Maximum Likelihood Estimation). Fungsi kemungkinan dari regresi Poisson adalah :

�(�|�) =� �(�|�) �

�=1

= {∏ [�� �]��

�=1 }��−∑ ��� ���

�=1 �

∏��=1��! dan logaritma natural dari fungsi kemungkinan adalah :

ln�(�|�) =���(���)− �����−ln(!)

� �=1

Model regresi Poisson temasuk model nonlinier yaitu fungsi eksponensial, sehingga proses pendugaan parameter koefisien regresi diperoleh melalui metode iterasi numerik yaitu metode iterasi numerik Newton Raphson (Cameron dan Trivedi 1998). Metode ini merupakan metode pendekatan yang menggunakan pendekatan satu titik awal dan mendekatinya dengan memperhatikan gradien (slope) pada titik tersebut.

McCullagh dan Nelder (1989) menyatakan dalam bukunya bahwa data cacah dikatakan mengandung overdispersi jika ragam lebih besar dari nilai tengahnya, Var(Y) > E(Y). Overdispersi terjadi sebagai akibat adanya sumber keragaman yang tidak teramati pada data atau adanya pengaruh peubah lain yang mengakibatkan peluang terjadinya suatu kejadian bergantung pada kejadian sebelumnya. Jika hal ini terjadi, regresi Poisson menjadi tidak tepat menggambarkan data yang sebenarnya. Karena overdispersi dapat menyebabkan pendugaan galat baku yang terlalu rendah dan akan menghasilkan pendugaan parameter yang bias ke bawah (underestimate) serta signifikansi dari pengaruh peubah penjelas menjadi berbias ke atas (overestimate). Overdispersi pada regresi Poisson dapat dideteksi dengan nilai dispersi Pearson Chi-Square dan deviance

yang dibagi dengan derajat bebasnya. Jika kedua nilai ini lebih besar dari 1 maka dikatakan terjadi overdispersi pada data.

Regresi Binomial Negatif

Sebaran binomial negatif menjelaskan besarnya peluang terjadinya r

keberhasilan setelah sebelumnya muncul sejumlah kejadian yang gagal. Misalkan


(21)

kejadian yang gagal sebelum terjadinya kejadian berhasil yang ke-r. Percobaan memiliki peluang berhasil sebesar p dan peluang gagal sebesar (1-p), maka sebaran binomial negatif dinyatakan sebagai berikut (Casella & Berger 1990):

�(�=�|�,�) =�� −1

� −1� ��(1− �)�−� ; �= �,�+ 1, …

Model binomial negatif merupakan salah satu solusi untuk mengatasi masalah overdispersi yang didasarkan pada model campuran Poisson-Gamma (Hardin & Hilbe 2007). Model ini memuat peubah tambahan � yang merupakan jumlah dari setiap kejadian yang saling bebas dan masing-masing kejadian memiliki sebaran Poisson. Peubah ini memiliki sebaran gamma dengan asumsi nilai tengah 1 dan ragam � dalam nilai rataan sebaran Poisson (McCullagh & Nelder 1989). Sehingga nilai tengah sebaran campuran Poisson-Gamma adalah :

�(�) =�� =�

dengan � = exp(���) adalah nilai tengah model Poisson. Fungsi peluang sebaran campuran Poisson-Gamma dapat ditulis sebagai berikut :

�(�|�,�,�) =�

−()( ���)��

��!

Peubah � menyebar Gamma dengan parameter � dan �. Fungsi peluang Gamma adalah:

�(�) = 1

��Γ()���−1�−��/�

dengan nilai harapan �(�) =��, sehingga dengan asumsi �(�) = 1 maka

�= 1/�. Misalkan parameter �= 1/� maka fungsi peluang Gamma menjadi :

�(�) = 1

��−1

Γ(�−1)�� �−11

�−��/�

Sebaran fungsi sebaran binomial negatif yang merupakan campuran Poisson-Gamma dapat diperoleh dengan pengintegralan peubah � ke dalam fungsi peluang Poisson sebagai berikut :


(22)

�(�|�,�,�) =� �(�|�,�)�(�)��

0

=Γ(��+� −1) Γ(�−1)

�! � ��� 1 +��

��

1 +1�� ��

�−1

(1)

dengan � > 0, �[�] =� dan ���[�] =�+��2.

Pendugaan parameter koefisien regresi binomial negatif dilakukan dengan menggunakan metode Pendugaan Kemungkinan Maksimum. Fungsi kemungkinan dari sebaran binomial negatif :

�(�,�|�,�) =� �Γ���+� −1�

Γ(�−1)� �! �

��� 1 +��

��

1 +1��

�� �−1

� �=1

dan logaritma natural fungsi kemungkinan sebagai berikut :

���(�,�|�,�) =� ��� � Γ(��+�

−1)

Γ(�−1)Γ(

�+ 1)� −(��+�

−1)��(1 +��

�) +����(���)� �

�=1

(2)

Keragaman dan Matriks Pembobot Spasial

Posisi lokasi dari suatu pengamatan memungkinkan adanya hubungan dengan pengamatan lain yang berdekatan. Hubungan antar pengamatan tersebut dapat berupa persinggungan antar pengamatan maupun kedekatan jarak antar pengamatan. Selain itu, perbedaan karakteristik antara satu titik pengamatan dengan titik pengamatan lainnya menyebabkan adanya keragaman spasial. Untuk mengetahui adanya keragaman spasial pada data dapat dilakukan pengujian

Breusch-Pagan (Anselin 1988). Hipotesis yang digunakan adalah :

�0:�12 = �22 = ⋯= ��2 = �2 (keragaman antar lokasi sama)

�0: minimal ada satu ��2 ≠ �2 (terdapat keragaman antar lokasi) Statistik uji Breusch-Pagan (BP) adalah :

��= �1 2� �

()−1~

(2�) (3)

dengan:

�� =��− ���

�= (�1,�2, … ,��)� dengan �� = ���

2 �2−1�


(23)

��2 : kuadrat sisaan untuk pengamatan ke-i

Z : matriks berukuran �(�+ 1) yang berisi vektor yang sudah di normal bakukan (z) untuk setiap pengamatan,

�2 : ragam dari y.

Adanya keragaman spasial antar lokasi dari suatu pengamatan, maka perlu membuat matriks pembobot untuk regresi ini. Matriks pembobot spasial pada RTG merupakan matriks pembobot yang berbasis pada kedekatan lokasi pengamatan yang satu dengan lokasi pengamatan yang lainnya tanpa ada hubungan yang dinyatakan secara eksplisit (Fotheringham 2002). Fungsi pembobot ��� yang digunakan merupakan fungsi kontinu dari ��� karena parameter yang dihasilkan dapat berubah secara drastis ketika lokasi pengamatan berubah. Fungsi kernel adaptif yaitu fungsi kernel yang memiliki lebar jendela yang berbeda pada setiap lokasi pengamatan. Salah satunya adalah fungsi kernel adaptif kuadrat ganda (Yrigoyen 2008) adalah :

���(��,��) =� �1—�

���

ℎ�� 2

2

0 ,�������� > ℎ

,�������� ≤ ℎ (4)

dengan ��� = ��� − ��2+��− ��2 adalah jarak euclid antara lokasi (�,�) ke lokasi ��,�� dan h adalah parameter lebar jendela.

Pemilihan lebar jendela dapat menggunakan kriteria validasi silang (Cross Validation) (Cleveland 1979). Secara matematis didefinisikan sebagai berikut:

��(ℎ) =�[�− ��≠�(ℎ)]2 �

�=1

(5)

dengan ��≠�(ℎ) adalah nilai dugaan dari � dengan pengamatan dilokasi (�,�) dihilangkan dari proses dugaan. Proses pemilihan lebar jendela optimum menggunakan teknik Golden Section Search. Teknik ini dilakukan secara iterasi dengan mengevaluasi CV pada interval jarak minimum dan maksimum antar lokasi pengamatan sehingga diperoleh nilai CV minimum.


(24)

Regresi Binomial Negatif Terboboti Geografis

Model regresi Binomial Negatif Terboboti Geografis (RBNTG) adalah salah satu metode yang cukup efektif menduga data yang memiliki spasial heterogenitas untuk data cacah yang memiliki overdispersi. Model RBNTG akan menghasilkan pendugaan parameter lokal, dengan masing-masing lokasi akan memiliki parameter yang berbeda. Model RBNTG dapat dirumuskan sebagai berikut :

�(�) =�� =���(���(�,�) +�) =� i = 1, 2, …, n

dengan � =��� ����(�,�)� adalah nilai tengah model Poisson pada lokasi

ke-i. Fungsi sebaran binomial negatif untuk setiap lokasi berdasarkan persamaan (1) ditulis dalam bentuk persamaan berikut :

�(�|�,�(�,�),�) =Γ(��+� −1) Γ(�−1)

�! �

��� 1 +��

��

1 +1��

�� �−1

Pendugaan parameter koefisien RBNTG dilakukan dengan menggunakan metode Pendugaan Kemungkinan Maksimum. Faktor letak geografis merupakan faktor pembobot pada model RBNTG memiliki nilai yang berbeda untuk setiap lokasi yang menunjukkan sifat lokal pada model. Fungsi logaritma natural kemungkinan pada persamaan (2) yang diberi pembobot untuk model RBNTG adalah :

���∗((

�,��),�|�,�)

=� ���(�,�)��� � Γ(��+� −1) Γ(�−1)Γ(

�+ 1)� −

(�+�−1)��(1 +��) +���(��)� �

�=1

Proses pendugaan parameter koefisien regresi diperoleh melalui metode iterasi numerik yaitu metode iterasi numerik Newton Raphson. Algoritma metode Newton Raphson sebagai berikut:

1. Menentukan nilai taksiran awal parameter ��∗(0)= ��0�00 ⋯ ��0�, iterasi pada saat m = 0

2. Membentuk vektor kemiringan (slope) g

����

(�)�(+1)1 = �

����(�∗)

�� ,

����(�∗)

��0

,����(� ∗)

��1

, … ,����(� ∗)


(25)

dengan k adalah banyaknya parameter yang diduga. 3. Membentuk matriks Hessian H yang simetris:

�(�∗())(+1)�(�+1) =

⎝ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎛

�2���()

��2

�2���()

����0

… �

2���()

�����

�2���()

��02

… �

2���()

��0���

⋱ ⋮

�2���()

���2 ⎠

⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎞

�=�(�) Matriks Hessian ini disebut juga matriks informasi.

4. Substitusi nilai ��∗(0) ke elemen-elemen vektor g dan matriks H sehingga diperoleh vektor �(0) dan matriks �(0)

5. Melakukan iterasi mulai dari m = 0 pada persamaan :

�∗

(�+1) = �∗( �)− �(�)− 1��

(�)� �(�)��∗(�)�

Nilai �∗() merupakan sekumpulan penduga parameter yang konvergen pada iterasi ke-m.

6. Jika belum mencapai penduga parameter yang konvergen, maka pada langkah ke-2 dilakukan kembali sampai mencapai konvergen. Pendugaan parameter yang konvergen diperoleh jika ��∗(+1)− �∗()�<�.

Hasil pendugaan tersebut kemudian diuji signifikansi parameternya dengan menggunakan uji Wald. Hipotesis untuk parameter koefisien βk (Fleiss et al. 2003) adalah :

H0 ∶ βk = 0 H1 ∶ βk ≠0 Dengan statistik uji Wald :

Gβ =� β�k se� �β�k��

2


(26)

Kriteria keputusan yang diambil yaitu menolak H0, jika Gβ ≥ χ(α;1) 2 . Simpangan baku diperoleh menggunakan matriks simetris informasi Fisher I(�∗)

(McCulloch dan Searle 2001), dengan rumus sebagai berikut :

�(�∗) =−

⎝ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎛

�2���()

��2

�2���()

����0

… �

2���()

�����

�2���()

��02

… �

2���()

��0���

⋱ ⋮

�2���()

���2 ⎠

⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎞

ragam dari �̂ ≈[�(�∗)]−�, sehingga simpangan baku =�[�(�∗)]−�.

Penilaian terhadap model regresi dapat dilihat dari devian (deviance) sebagai berikut (Gill 2001) :

� =−2�� ������

(� �,)

�(�|�̂) � = 2� ���� � ��

�̂�(��,��)�+ (1 +��)�� �

1 +�̂(�,�)

1 +� ��

� �=1

(6)

dengan ���((���∗(��,�)) adalah logaritma natural dari model kemungkinan tanpa melibatkan semua peubah penjelas pada lokasi ke-i dan ���(�|�̂) adalah logaritma natural dari model yang melibatkan semua peubah penjelas pada lokasi ke-i. Nilai devian yang kecil menunjukkan semakin kecil kesalahan yang dihasilkan model. McCullagh & Nelder (1989) menyatakan bahwa nilai devian akan semakin berkurang dengan bertambahnya parameter ke dalam model.


(27)

METODOLOGI PENELITIAN

Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Potensi Daerah (Podes), dan Dinas Kesehatan (Dinkes) 2008 di provinsi Jawa Timur yang telah dilakukan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. AKB merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam mendeskripsikan tingkat pembangunan manusia di sebuah negara dari sisi kesehatan masyarakatnya karena dapat menggambarkan kesehatan penduduk secara umum. AKB dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

��� =�0

� × 1000

Keterangan:

��� : Angka kematian bayi (AKB)

�0 : Jumlah kematian bayi berumur kurang dari satu tahun pada satu tahun tertentu di daerah tertentu.

� : Jumlah kelahiran bayi berumur kurang dari satu tahun pada satu tahun tertentu di daerah tertentu.

Unit pengamatan yang digunakan adalah kabupaten/kota yang ada di Jawa Timur sebanyak 38 kabupaten/kota. Berikut disajikan Peta Wilayah kabupaten/kota di provinsi Jawa Timur.


(28)

Peubah respon yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah kematian bayi berusia dibawah satu tahun pada tahun 2008 yang diperoleh dari data Susenas 2008. Adapun peubah penjelas yang diasumsikan berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah AKB adalah:

X1 = Jumlah sarana kesehatan (puskesmas, poskesdes, polindes, dan posyandu) pada tiap kabupaten/kota.

X2 = Jumlah tenaga kesehatan (dokter, bidan dan mantri) pada tiap kabupaten/kota.

X3 = Jumlah keluarga yang anggotanya menjadi buruh tani pada tiap kabupaten/kota.

X4 = Jumlah rumah tangga yang mendapatkan ASKESKIN dalam setahun terakhir pada tiap kabupaten/kota.

X5 = Jumlah sekolah negeri (SD, SMP, dan SMA) pada tiap kabupaten/kota.

X6 = Jumlah balita penderita gizi buruk pada tiap kabupaten/kota. X7 = Jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif pada tiap kabupaten/kota. X8 = Jumlah keluarga yang berada dipemukiman kumuh pada tiap

kabupaten/kota.

X9 = Persentase persalinan terakhir oleh tenaga non medis (dukun bayi) pada tiap kabupaten/kota.

Peubah penjelas tersebut masing-masing memiliki hubungan yang erat dengan jumlah kematian bayi. Keberadaan jumlah tenaga medis dan fasilitas kesehatan yang cukup lengkap akan mempermudah masyarakat dalam memperoleh pertolongan dan pelayanan kesehatan. Faktor pendapatan dan kekayaan yaitu anggota keluarga yang menjadi buruh tani memiliki penghasilan rendah sehingga adanya keterbatasan biaya dalam mengupayakan kesehatan bayi mereka. Ketidakmampuan penduduk dalam membayar biaya pengobatan bisa dilihat dengan banyaknya penduduk yang menerima ASKESKIN yang disediakan pemerintah untuk membebaskan biaya pengobatan. Faktor pendidikan juga mempengaruhi kematian bayi karena semakin banyak sarana pendidikan akan semakin mudah mengakses informasi tentang gizi dan pendidikan kesehatan.


(29)

Pentingnya ASI karena bayi yang tidak diberi ASI lebih mudah terserang penyakit daripada bayi yang mendapatkan ASI. Kurangnya asupan gizi serta kondisi lingkungan yang kurang baik berpengruh negatif terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup bayi. Proses kelahiran bayi dengan pertolongan tenaga non medis memiliki risiko kematian bayi lebih tinggi dibandingkan proses kelahiran dengan bantuan tenaga medis.

Selain itu juga digunakan dua peubah geografis mengenai lokasi kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur yaitu :

�� = Garis Lintang Selatan tiap kabupaten/kota.

�� = Garis Bujur Timur tiap kabupaten/kota.

Peubah-peubah tersebut digunakan dalam menentukan pembobot pada model RBNTG.

Metode Analisis

Langkah-langkah dalam analisis data untuk mencapai tujuan penelitian dijabarkan sebagai berikut :

1. Memeriksa multikolinieritas antara peubah penjelas.

2. Penetapan model regresi Poisson atau binomial negatif yaitu memeriksa adanya overdispersi.

3. Uji Breusch-Pagan untuk melihat keragaman spasial data.

4. Menentukan pembobot dengan fungsi kernel adaptif kuadrat ganda.

5. Menentukan model regresi binomial negatif terboboti geografis dengan formula iterasi numerik pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.


(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Data

Jawa Timur merupakan salah satu Provinsi di pulau Jawa yang berada pada posisi 1110 hingga 114.40 Bujur Timur dan 7.120 hingga 8.480 Lintang Selatan. Secara umum wilayah Jawa Timur dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu Jawa Timur daratan dan Kepulauan Madura. Luas wilayahnya sebesar 46428.57 km2 yang terbagi atas 29 kabupaten dan 9 kota. Kabupaten yang memiliki wilayah terluas adalah Banyuwangi, Malang, Jember, Sumenep dan Tuban (BPS 2008).

Tabel 1 Deskripsi jumlah kematian bayi di Jawa Timur 2008 dan faktor-faktor yang mempengaruhinya

Peubah Jangkauan Minimum Maksimum Nilai Tengah Simpangan Baku

y 361 9 370 115 81.33

X1 3530 256 3786 1846 965.48

X2 2989 111 3100 752 544.47

X3 273000 1705 275000 84922 67949.69

X4 250000 0 250000 56410 56005.85

X5 1167 67 1234 568 284.29

X6 2068 0 2068 350 422.85

X7 26600 603 27204 7062 6239.76

X8 6158 0 6158 418 1141.46

X9 49.22 0 49.22 14 14.85

Pembangunan kesehatan adalah usaha untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. AKB merupakan tolak ukur yang penting untuk mengetahui derajat kesehatan di suatu masyarakat. Pada tahun 2008 dilaporkan terdapat 558934 kelahiran hidup dan 3453 lahir mati (Dinkes 2008). Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah kematian bayi di provinsi Jawa Timur tahun 2008 sebesar 115 kematian per 1000 kelahiran hidup. Jangkauan dan ragam yang cukup besar terhadap jumlah kematian bayi juga dapat dilihat pada Tabel 1. Hal ini mengindikasikan jumlah kematian bayi yang beragam pada tiap


(31)

kabupaten/kota di Jawa Timur. Persebaran jumlah kematian bayi dapat dilihat pada Gambar 2. Jumlah kematian bayi yang tinggi di Jawa Timur tahun 2008 terdapat pada kabupaten Jember, Blitar dan Sidoarjo masing-masing sebesar 310, 257 dan 370 kematian bayi.

Gambar 2 Jumlah Kematian Bayi tiap Kabupaten/Kota di Jawa Timur 2008

Gambar 3 merupakan plot kuantil-kuantil normal dan histogram. Plot ini dapat digunakan untuk mengetahui pola sebaran data. Plot antara kuantil dan y(i) menunjukkan sebaran data tidak mengikuti garis lurus dan histogram dari y(i) juga tidak simetris, sehingga berdasarkan plot ini data kematian bayi menunjukkan penyimpangan dari sebaran normal.

(a) (b)

Gambar 3 (a) Plot kuantil-kuantil normal dan (b) histogram data jumlah kematian bayi

-2 -1 0 1 2

0

100

200

300

Q Q

Kuantil

yi

yi

F

reku

ensi

0 100 200 300 400

0

2

4

6

8

10

12


(32)

Penelitian ini melibatkan sembilan faktor yang terkait dengan jumlah kematian bayi. Hubungan antara jumlah kematian bayi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat diketahui dengan menggunakan analisis regresi Poisson, karena jumlah kematian bayi dapat diasumsikan menyebar Poisson. Faktor-faktor yang digunakan dalam pembentukan model memenuhi asumsi tidak ada multikolinieritas. Kriteria yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya kolinieritas antar peubah penjelas dengan menggunakan koefisien korelasi (Pearson Correlation) dan Variance Inflation Factor (VIF).

Gambar 4 Plot matriks sembilan peubah penjelas

Plot matriks dari sembilan peubah penjelas yang terkait dengan jumlah kematian bayi dapat dilihat pada Gambar 4. Plot ini menunjukkan adanya beberapa peubah penjelas yang saling berkorelasi, yaitu terlihat adanya hubungan linier antar peubah. Jumlah sarana kesehatan (X1) berkorelasi dengan jumlah tenaga kesehatan (X2), jumlah keluarga yang anggotanya menjadi buruh tani (X3),

x1

0 2500 0 250000 0 1500 0 5000

500

0

2500

x2

x3

0

250000

0

250000

x4

x5

200

0

1500

x6

x7

0

25000

0

5000

x8

500 0 250000 200 0 25000 0 30

0

30


(33)

jumlah sekolah negeri (X5) dan jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif (X7). Adapun anggota keluarga buruh tani (X3) umumnya memperoleh pendidikan formal pada sekolah-sekolah negeri (X5), sehingga ada hubungan linier antara X3 dan X5. Adanya korelasi antar peubah penjelas, maka perlu dilakukan pemilihan peubah penjelas. Pemilihan peubah dilakukan secara bertahap, yaitu dimulai dengan mengeluarkan peubah yang memiliki nilai korelasi yang besar dapat dilihat pada Lampiran 3. Peubah yang disisihkan yaitu jumlah sarana kesehatan dan jumlah anggota keluarga yang menjadi buruh tani dengan nilai statistik VIF masing-masing sebesar 36.6 dan 20.3. Sesuai dengan pernyataan Myers (1990) bahwa antar peubah dikatakan saling bebas apabila nilai VIF kurang dari 10. Selanjutnya pemeriksaan multikolinieritas dengan kriteria VIF untuk peubah penjelas yang dipilih dapat dilihat pada Tabel 2. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada multikolinieritas antar peubah penjelas karena nilai statistik VIF kurang dari 10.

Tabel 2 Nilai VIF Peubah Penjelas di Jawa Timur

Peubah X2 X4 X5 X6 X7 X8 X9

VIF 6.019 1.485 4.481 2.452 3.106 3.266 2.112

Model Regresi Binomial Negatif

Data jumlah kematian bayi memiliki nilai ragam sebesar 6614 dan nilai tengah sebesar 114.95 dapat dilihat pada Tabel 1. McCullagh dan Nelder (1989) menyatakan bahwa overdispersi terjadi jika nilai ragam lebih besar dari nilai tengahnya, Var(Y) > E(Y). Overdispersi dalam model mengakibatkan simpangan baku dari parameter dugaan menjadi berbias ke bawah (underestimate) dan efek nyata dari pengaruh peubah penjelas menjadi berbias ke atas (overestimate). Model regresi Poisson jumlah kematian bayi dengan menggunakan tujuh peubah penjelas yang sudah dipilih menunjukkan bahwa semua peubah penjelas secara signifikan berpengaruh terhadap jumlah kematian bayi pada taraf nyata 5% yaitu nilai statistik uji Wald lebih besar dari nilai tabel khi kuadrat sebesar 3.841 dapat dilihat pada Tabel 3.

Semakin bertambah jumlah tenaga kesehatan (X2) justru tidak menurunkan jumlah kematian bayi karena masyarakat Jawa Timur masih


(34)

cenderung melakukan persalinan dengan bantuan tenaga non medis (dukun bayi) (X9). Peningkatan jumlah rumah tangga yang mendapatkan ASKESKIN dalam setahun terakhir (X4) dan jumlah sekolah negeri (X5) akan meningkatkan jumlah kematian bayi. Adapun semakin bertambahnya jumlah balita penderita gizi buruk (X6) dan jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif (X7) dapat menurunkan jumlah kematian bayi. Penurunan jumlah kematian bayi juga didukung oleh sanitasi lingkungan yang baik. Akan tetapi pada model menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah keluarga yang berada di pemukiman kumuh (X8) dapat menurunkan jumlah kematian bayi.

Tabel 3 Nilai dugaan parameter model regresi Poisson dengan tujuh peubah penjelas

Parameter Nilai dugaan Galat baku Nilai G

β0(intersep) 3.53 4.84 x10

-2

5309.16

β2(tenaga kesehatan) 8.3 x10 -4

5.77 x10-5 204.49

β4(askeskin) 1.348 x10 -6

2.93 x10-7 21.14

β5(sekolah) 1.28 x10 -3

1.12 x10-4 131.93

β6(gizi buruk) -5.426 x10 -4

5.58 x10-5 94.69

β7(ASI) -2.905 x10

-5

4.01 x10-6 52.40

β8(pemukiman) -9.95 x10 -4

2.56x10-5 15.08

β9(persalinan) 5.414 x10 -3

1.41 x10-3 14.84

Deviance: 756.74; Derajat bebas: 30; Rasio: 25.22 �12= 3.841; �= 5%

Plot antara sisaan terhadap nilai dugaan model ini dapat dilihat pada Gambar 5. Plot ini menunjukkan bahwa keragaman data cenderung mengecil yaitu semakin besar nilai dugaan y maka sisaannya semakin kecil. Pola data cenderung tidak acak atau membentuk pola tertentu (sistematis). Nilai rasio antara devian dan derajat bebasnya sebesar 25.22, yaitu nilai ini lebih besar dari 1. Hal ini mengindikasikan bahwa model regresi Poisson mengalami overdispersi sehingga tidak layak digunakan. Model regresi yang diharapkan dapat mengatasi overdispersi pada kasus ini adalah model regresi binomial negatif.

Pendugaan parameter model regresi binomial negatif dengan menggunakan tujuh peubah penjelas secara bersamaan. Tabel 4 menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah tenaga kesehatan (X2), rumah tangga yang


(35)

Gambar 5 Hubungan antara nilai dugaan dan sisaan dari model Poisson

mendapatkan ASKESKIN (X4), jumlah sekolah negeri (X5) dan jumlah keluarga yang berada dipemukiman kumuh (X8) pada tiap kabupaten/kota maka akan meningkatkan jumlah kematian bayi. Persalinan yang dilakukan dengan bantuan tenaga non medis (X9) akan meningkatkan jumlah kematian bayi. Adapun semakin bertambahnya jumlah balita penderita gizi buruk (X6) dan jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif (X7) akan menurunkan jumlah kematian bayi.

Tabel 4 Nilai dugaan parameter model regresi binomial negatif dengan tujuh peubah penjelas.

Parameter Nilai dugaan Galat baku Nilai G

β0(intersep) 3.13 0.186000 282.58

β2(tenaga kesehatan) 5.32 x10-4 3.45 x10-4 2.37

β4(askeskin) 3.00 x10-6 1.66 x10-6 3.25

β5(sekolah) 2.10x10-3 5.74 x10-4 13.44

β6(gizi buruk) -6.60 x10-4 2.84 x10-4 5.42

β7(ASI) -3.10 x10-5 2.16 x10-5 2.06

β8(pemukiman) 7.32x10-5 1.22 x10-4 0.36

β9(persalinan) 5.94 x10 -3

7.51 x10-3 0.63

Deviance: 39.55; Derajat bebas: 30; Rasio: 1.32; �12= 3.841; �= 5%

Plot antara sisaan terhadap nilai dugaan model ini dapat dilihat pada Gambar 6. Plot ini menunjukkan bahwa keragaman data cenderung tidak besar karena pola data cenderung menyebar di sekitar garis nol. Nilai rasio dispersi dari

50 100 150 200 250 300 350

-0

.5

0

.0

0

.5

1

.0

1

.5

nilai_dugaan

si

sa

a


(36)

model binomial negatif sebesar 1.32 dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai ini mendekati nilai 1 dan jauh lebih kecil dibandingkan dengan rasio dispersi dari model regresi Poisson. Selain itu, nilai simpangan baku binomial negatif (Tabel 4) lebih besar dari nilai simpangan baku Poisson (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa model binomial negatif telah mampu mengatasi overdispersi pada model regresi Poisson.

Gambar 6 Hubungan antara nilai dugaan dan sisaan dari model binomial negatif

Keragaman dan Matriks Pembobot Spasial

Posisi wilayah suatu pengamatan yang saling berdekatan memungkinkan adanya hubungan dengan pengamatan lain yang berdekatan. Perbedaan karakteristik satu wilayah dengan wilayah lainnya menyebabkan terjadi keragaman spasial. Adanya keragaman spasial pada data jumlah kematian bayi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya diuji dengan pengujian Breuch-Pagan

menggunakan persamaan (3). Uji ini diperoleh nilai BP sebesar 14.9394 dan nilai

p diperoleh sebesar 0.0367 pada taraf nyata 5%. Kesimpulan yang diperoleh adanya keragaman spasial antar wilayah, maka perlu membuat matriks pembobot untuk regresi ini.

Pembentukan matriks pembobot diawali dengan penentuan lebar jendela optimum. Pemilihan lebar jendela ini menggunakan kriteria validasi silang pada persamaan (4) dengan teknik Golden Section Search. Teknik ini dilakukan secara iterasi dengan mengevaluasi nilai CV pada interval jarak minimum dan jarak

0 100 200 300 400 500 600 700

-0

.5

0

.0

0

.5

1

.0

Nilai_dugaan

S

isa


(37)

maksimum. Jarak euclidian antar kabupaten/kota di Jawa Timur menggunakan peubah letak geografis kabupaten/kota di Jawa Timur yang sudah dikonversi ke dalam satuan kilometer menggunakan software Archview dapat dilihat pada Lampiran 4. Jarak kabupaten Pacitan dan Banyuwangi merupakan jarak terjauh antar kabupaten/kota sebesar 348.08 kilometer. Lebar jendela optimum dengan fungsi pembobot kernel adaptif kuadrat ganda untuk setiap kabupaten/kota dapat dilihat pada Tabel 5 dengan nilai CV minimum diperoleh sebesar 303266.1.

Tabel 5 Lebar jendela optimum untuk setiap kabupaten/kota di Jawa Timur

Kabupaten/kota Lebar jendela

(kilometer) Kabupaten/kota

Lebar jendela (kilometer)

Pacitan 285.81 Magetan 259.83

Ponorogo 219.89 Ngawi 249.95

Trenggalek 244.93 Bojonegoro 227.31

Tulungagung 233.57 Tuban 212.27

Blitar 184.46 Lamongan 169.52

Kediri 168.97 Gresik 167.96

Malang 141.82 Bangkalan 159.16

Lumajang 226.24 Sampang 215.28

Jember 248.97 Pamekasan 229.08

Banyuwangi 339.14 Sumenep 256.77

Bondowoso 248.41 Kota Kediri 172.34

Situbondo 254.81 Kota Blitar 175.66

Probolinggo 186.82 Kota Malang 140.33

Pasuruan 171.30 Kota Probolinggo 206.65

Sidoarjo 139.83 Kota Pasuruan 149.01

Mojokerto 147.64 Kota Mojokerto 153.00

Jombang 158.37 Kota Madiun 247.49

Nganjuk 222.29 Kota Surabaya 148.86

Madiun 251.34 Kota Batu 144.05

Matriks pembobot spasial disusun menggunakan fungsi pembobot kernel adaptif kuadrat ganda pada persamaan (4) dengan lebar jendela optimum. Matriks pembobot ini merupakan matriks diagonal dan digunakan untuk menduga parameter koefisien regresi di setiap kabupaten/kota di Jawa Timur. Kabupaten/kota masing-masing memiliki matriks pembobot yang berbeda dapat dilihat pada Lampiran 5, yaitu ada 38 pembobot yang digunakan dalam penelitian


(38)

ini. Kabupaten Pacitan dengan lebar jendela optimum sebesar 285.81 kilometer memiliki matriks pembobot �(�1,�1) sebagai berikut :

�(�1,�1) =���� �

1.00, 0.83, 0.96, 0.93, 0.75, 0.64, 0.50, 0.13, 0.06, 0.00, 0.01, 0.00, 0.19, 0.27, 0.38, 0.47, 0.54, 0.78, 0.82, 0.85, 0.78, 0.66, 0.24, 0.40, 0.41, 0.29, 0.04, 0.01, 0.00, 0.66 0.71, 0.49, 0.09, 0.35, 0.47,0.83, 0.33, 0.51

Jarak kabupaten Pacitan dengan kabupaten Banyuwangi, kabupaten Situbondo dan kabupaten Sumenep masing-masing sebesar 347.22 kilometer, 285.82 kilometer dan 296.92 kilometer. Jarak ini berada jauh di luar lebar jendela optimum kabupaten Pacitan, sehingga nilai pembobotnya kabupaten ini nol. Sedangkan kabupaten/kota yang berdekatan dengan kabupaten Pacitan memiliki nilai pembobot mendekati satu. Hal yang sama untuk kabupaten/kota lainnya di Jawa Timur.

Regresi Binomial Negatif Terboboti Geografis

Pemodelan selanjutnya menggunakan regresi binomial negatif terboboti geografis dengan menggunakan tujuh peubah penjelas. Keragaman yang cukup besar pada peubah penjelas yang digunakan dalam model dapat dilihat pada Tabel 1. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kematian bayi di setiap kabupaten/kota di Jawa Timur beragam. Pendugaan parameter koefisien regresi pada model RBNTG menggunakan metode kemungkinan maksimum dengan memasukkan pembobot spasial dalam perhitungannya. Model ini merupakan model nonlinier dan bersifat implisit, sehingga proses pendugaan parameter koefisien regresi menggunakan iterasi numerik Newton-Raphson dengan formula pada Lampiran 1 yang diturunkan dengan software Mapple 11.

Pendugaan parameter koefisien model RBNTG menggunakan hasil pendugaan parameter koefisien regresi binomial negatif sebagai nilai awal dari iterasi Newton-Raphson. Proses iterasi ini dilakukan per kabupaten/kota di Jawa Timur dengan menyusun formula pada Lampiran 1 ke dalam software R dapat dilihat pada Lampiran 2. Matriks pembobot yang digunakan dalam Lampiran 2 disesuaikan dengan kabupaten/kota yang akan diduga parameter koefisien modelnya. Misalnya kabupaten Pacitan menggunakan matriks pembobot


(39)

�(�1,�1), kabupaten Ponorogo dengan matriks pembobot �(�2,�2) dan seterusnya sampai kota Batu dengan matriks pembobot �(�38,�38). Nilai dugaan parameter koefisien model sudah konvergen pada iterasi ke-10, yaitu ditentukan ketika selisih dari ��∗(t+1)− �∗(t)�< 10−18. Lampiran 6 merupakan dugaan parameter koefisien regresi binomial negatif terboboti geografis untuk setiap kabupaten/kota di Jawa Timur pada iterasi ke-10.

Tabel 6 Pengelompokan kabupaten/kota di Jawa Timur berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kematian bayi

Kabupaten/kota Peubah yang signifikan Pacitan, Trenggalek,

Tulungagung, Nganjuk, Kota Blitar

X9 : Persalinan yang dilakukan tenaga non medis

Ponorogo, Blitar X2 : Jumlah tenaga kesehatan

X9 : Persalinan yang dilakukan tenaga non medis Kediri, Kota Kediri X2 : Jumlah tenaga kesehatan

X6 : Jumlah balita penderita gizi buruk

X9 : Persalinan yang dilakukan tenaga non medis Malang, Sidoarjo, Kota

Malang, Kota Pasuruan

X2 : Jumlah tenaga kesehatan

X6 : Jumlah balita penderita gizi buruk X7 : Jumlah bayi diberi ASI eksklusif X8 : Jumlah keluarga dipemukiman kumuh Lumajang X2 : Jumlah tenaga kesehatan

X7 : Jumlah bayi diberi ASI eksklusif

X9 : Persalinan yang dilakukan tenaga non medis Jember, Banyuwangi,

Bondowoso, Situbondo

X2 : Jumlah tenaga kesehatan

X4 : Jumlah rumah tangga yang mendapatkan ASKESKIN

X7 : Jumlah bayi diberi ASI eksklusif

X9 : Persalinan yang dilakukan tenaga non medis Probolinggo, Sampang,

Kota Prolinggo

X7 : Jumlah bayi diberi ASI eksklusif Pasuruan X7 : Jumlah bayi diberi ASI eksklusif

X8 : Jumlah keluarga dipemukiman kumuh Mojokerto, Jombang, X2 : Jumlah tenaga kesehatan

X6 : Jumlah balita penderita gizi buruk X8 : Jumlah keluarga dipemukiman kumuh X9 : Persalinan yang dilakukan tenaga non medis Madiun, Magetan, Ngawi,

Bojonegoro

X4 : Jumlah rumah tangga yang mendapatkan ASKESKIN

X9 : Persalinan yang dilakukan tenaga non medis Tuban X2 : Jumlah tenaga kesehatan


(40)

Tabel 6 Pengelompokan kabupaten/kota di Jawa Timur berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kematian bayi

Lamongan, Pamekasan, Sumenep

X7 : Jumlah bayi diberi ASI eksklusif

X9 : Persalinan yang dilakukan tenaga non medis Gresik, Bangkalan X2 : Jumlah tenaga kesehatan

X6 : Jumlah balita penderita gizi buruk Kota Madiun X2 : Jumlah tenaga kesehatan

X4 : Jumlah rumah tangga yang mendapatkan ASKESKIN

X9 : Persalinan yang dilakukan tenaga non medis Kota Surabaya X2 : Jumlah tenaga kesehatan

X4 : Jumlah rumah tangga yang mendapatkan ASKESKIN

X6 : Jumlah balita penderita gizi buruk X7 : Jumlah bayi diberi ASI eksklusif X8 : Jumlah keluarga dipemukiman kumuh Kota Batu X6 : Jumlah balita penderita gizi buruk

X7 : Jumlah bayi diberi ASI eksklusif X8 : Jumlah keluarga dipemukiman kumuh X9 : Persalinan yang dilakukan tenaga non medis

Pengujian parameter model untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kematian bayi di setiap kabupaten/kota di Jawa Timur. Peubah yang signifikan berpengaruh terhadap kejadian kematian bayi berbeda-beda tiap kabupaten/kota di Jawa Timur. Signifikansi pengujian parameter model menggunakan uji Wald pada persamaan (3) dengan taraf nyata 5%. Nilai statistik uji Wald (G) pada masing-masing kabupaten/kota dapat dilihat pada Lampiran 7. Lampiran 8 merupakan hasil pengujian parameter model pada masing-masing kabupaten/kota. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kematian bayi pada masing-masing kabupaten/kota cukup beragam, sehingga kabupaten/kota di Jawa Timur dapat dikelompokkan menjadi 16 kelompok dapat dilihat pada Tabel 6. Gambar 7 merupakan peta pengelompokan kabupaten/kota di Jawa Timur berdasarkan peubah yang signifikan mempengaruhi jumlah kematian bayi.

Peningkatan jumlah kematian bayi di Jawa Timur yang disebabkan oleh persalinan yang dilakukan tenaga non medis (dukun bayi) (X9). Peubah X9 signifikan pada kabupaten Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Nganjuk, dan Kota Blitar. Umumnya terjadi pada daerah pinggiran dan perbukitan karena jarak rumah dukun bayi dipandang lebih dekat dibandingkan rumah bersalin karena


(41)

sarana transportasi yang susah. Uji signifikansi parameter β9 kabupaten Pacitan diperoleh nilai G sebesar 3293.809 lebih besar dari nilai Khi-kuadrat sebesar 14.067. Nilai ini artinya setiap penambahan satu persen dari jumlah persalinan yang dilakukan dengan bantuan tenaga non medis akan menyebabkan nilai harapan jumlah kematian bayi meningkat sebesar exp(0.005964) = 1.006 kali. Hal yang sama untuk kabupaten Trenggalek, Tulungagung, Nganjuk, dan Kota Blitar bahwa semakin tinggi persalinan yang dilakukan dengan bantuan tenaga non medis akan meningkatkan jumlah kematian bayi.

Gambar 7 Pengelompokan kabupaten/kota di Jawa Timur berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kematian bayi

Kabupaten Ponorogo dan kabupaten Blitar tahun 2008 memiliki jumlah kematian bayi masing-masing sebesar 157 dan 257 kematian (Dinkes 2008). Angka ini termasuk tinggi dibandingkan dengan kabupaten lain disekitarnya dapat dilihat pada Gambar 2. Peubah yang signifikan mempengaruhi jumlah kematian bayi di kabupaten ini adalah jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa/kelurahan (X2) dan persalinan yang dilakukan dengan bantuan tenaga non medis (X9) dapat dilihat pada Lampiran 8. Berdasarkan model yang diperoleh setiap kenaikan satu orang jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa/kelurahan akan meningkatkan jumlah kematian bayi sebesar exp(0.000551) = 1.000551 kali untuk kabupaten Blitar dan exp(0.000512) = 1.000512 kali untuk kabupaten Ponorogo dengan asumsi faktor yang lain dalam model tetap.


(42)

Peningkatan satu persen persalinan yang dilakukan dengan bantuan non medis akan meningkatkan jumlah kematian bayi sebesar exp(0.005952) = 1.00597 kali untuk kabupaten Blitar dan exp(0.005954) = 1.005964 untuk kabupaten Ponorogo dengan asumsi faktor yang lain dalam model tetap. Semakin banyak tenaga kesehatan akan mempermudah mendeteksi jumlah kematian bayi pada setiap kabupaten/kota di Jawa Timur.

Program ASKESKIN merupakan salah satu program pemerintah yang bertujuan meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat miskin. Semakin banyak keluarga yang menerima ASKESKIN di suatu kabupaten menunjukkan tingginya tingkat kemiskinan. Tingkat kemiskinan erat kaitannya dengan jumlah kematian bayi. Lampiran 8 menunjukkan semakin banyak keluarga yang menerima ASKESKIN dan persalinan yang dilakukan dengan bantuan non medis di Kabupaten Madiun, Magetan, Ngawi dan Bojonegoro akan meningkatkan jumlah kematian bayi.

Pemukiman kumuh adalah lingkungan hunian ditandai banyaknya rumah yang tidak layak huni, banyaknya saluran pembuangan limbah yang macet, bangunan pemukiman penduduk sangat padat, banyak penduduk yang buang air besar tidak pada jamban dan biasanya berada di areal marginal (BPS 2008). Jumlah keluarga yang berada pada pemukiman kumuh di kota Surabaya tergolong tinggi sebesar 6158 keluarga (Podes 2008). Penambahan jumlah keluarga pada pemukiman kumuh, jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa/kelurahan dan jumlah keluarga yang menerima ASKESKIN akan meningkatkan jumlah kematian bayi. Adapun semakin banyak jumlah balita penderita gizi buruk dan pemberian ASI eksklusif dapat menurunkan jumlah kematian bayi. Gizi buruk disebabkan oleh kurangnya asupan gizi yang baik, sehingga berat badan jauh dari ukuran normal dan mudah terserang penyakit. Hal ini juga berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kematian bayi pada kabupaten/kota yang berdekatan. Misalnya kabupaten Sidoarjo dipengaruhi oleh faktor yang sama dengan Surabaya kecuali jumlah keluarga yang menerima ASKESKIN tidak signifikan.

Persentase penduduk miskin di kabupaten Jember tergolong tinggi (BPS 2008). Hal ini ditunjukkan bahwa jumlah kematian bayi di kabupaten Jember pada


(43)

tahun 2008 sebesar 310 kematian. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan jumlah kematian berdasarkan model RBNTG (Lampiran 8) adalah penambahan jumlah tenaga kesehatan, jumlah keluarga yang menerima ASKESKIN dan persalinan yang dilakukan dengan bantuan non medis, serta penurunan pemberian ASI eksklusif. ASI meruapakan sumber nutrisi utama bagi bayi hingga usia enam bulan. Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif memiliki harapan untuk meraih kualitas pertumbuhan dan perkembangan yang lebih optimal saat dewasa. Kabupaten Banyuwangi, Bondowoso dan Situbondo dengan lokasi berdekatan

dengan kabupaten Jember memiliki faktor yang mempengaruhi jumlah kematian bayi

yang sama.

Penilaian terhadap model dilakukan berdasarkan nilai devian terkecil. Analisis data kematian bayi di Jawa Timur dengan menggunakan model regresi binomial negatif diperoleh nilai devian sebesar 39.55. Nilai devian model regresi binomial negatif terboboti geografis menggunakan persamaan (6) diperoleh sebesar 20.22. Model RBNTG dengan menggunakan pembobot kernel adaptif kuadrat ganda lebih baik digunakan untuk menganalisis jumlah kematian bayi yang mengalami overdispersi di Jawa Timur karena mempunyai nilai devian terkecil.


(44)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Data jumlah kematian bayi di Jawa Timur merupakan data cacah (count data) dengan peluang kejadian kecil. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kematian bayi di setiap kabupaten beragam. Model RBNTG dengan pembobot kernel adaptif kuadrat ganda mengelompokkan kabupaten/kota di Jawa Timur menjadi 16 kelompok berdasarkan faktor-faktor yang signifikan berpengaruh terhadap kematian bayi. Secara keseluruhan faktor-faktor yang berpengaruh yaitu jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa/kelurahan, jumlah rumah tangga yang mendapatkan ASKESKIN, jumlah balita penderita gizi buruk, pemberian ASI eksklusif, jumlah keluarga berada di pemukiman kumuh dan persalinan yang dilakukan oleh tenaga non medis. Model ini lebih baik digunakan untuk memodelkan data jumlah kematian bayi di Jawa Timur yang mengalami overdispersi dan spasial heterogenitas karena mempunyai nilai devian terkecil.

Saran

Dalam tesis ini dikemukakan permasalahan ketidakhomogenan ragam antar pengamatan dengan pembobotan berdasarkan pada posisi atau jarak satu titik pengamatan dengan pengamatan lainnya. Pada taraf nyata 5% keragaman spasial pada data jumlah kematian bayi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya kurang terlihat karena dari pengujian Breusch-Pagan diperolah nilai p yang mendekati taraf nyata. Penelitian selanjutnya perlu dilakukan analisis dan kajian teori mengenai heterogenitas spasial dengan pembobotan berdasarkan kondisi sosial dan ekonomi suatu titik pengamatan, misalkan waktu tempuh dari satu titik pengamatan dengan pengamatan lainnya.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Agresti A. 2002. Categorical Data Analysis Second Edition. New York : John Wiley & Sons.

Anselin L. 1988. Spatial Econometrics : Methods and Models. Dordrecht : Kluwer Academic Publishers.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Data dan Informasi Kemiskinan 2008. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Berk D, MacDonald J. 2007. Overdispersion and Poisson Regression.

Departement of Statistics, Department of Criminology, University of Pennsylvania.

Brunsdon C, Fotheringham AS, Charlton M. 1998. Geographically Weighted Regression : a Method for Exploring Spatial Nonstationarity. Geographical Analysis 28: 281-298.

Cameron AC, Trivedi PK. 1998. Regression Analysis of Count Data. United Kingdom : Cambridge University Press.

Casella G, Berger RL. 1990. Statistiscal Inference. California : Brooks/Cole. [Dinkes] Dinas Kesehatan. 2009. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2009.

Surabaya : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.

Fleiss JL, Levin B, Paik MC. 2003. Statistical Methods for Rates And Proportions. Ed ke-3. USA : Columbia University.

Fotheringham AS, Brunsdon C, Charlton M. 2002. Geographically Weighted Regression,the Analysis of Spatially Varying Relationships. Chichester : John Wiley and Sons.

Hardin JW, Hilbe JM. 2007. Generalized Linier Models and Extensions. Texas : Stata press.

Hinde J, Dem’etrio CGB. 1998. Overdispersion: Models and Estimation.

Computational Statistics and Data Analisis 27 : 151-170.

[Kemenkes] Kementrian Kesehatan. 2012. Lima Provinsi Penyumbang Angka Kematian Ibu dan Anak Tertinggi. Kementrian Kesehatan RI.

Kleinbaum DG, Kupper LL, Muller KE. 1988. Apllied Regression Analysis and Other Multivariabel Methods. Boston : PWS-KENT Publishing Company.


(46)

McCullagh P, Nelder JA. 1989. Generalized Linear Models Second Edition, London: Chapman and Hall.

McCulloch CE, Searle SR. 2001. Generalized Linear and Mixed Models. Canada : John Wiley & Sons, Inc.

Myers RH. 1990. Classical and Modern Regression with Applications Second Edition. New York: PWS-KENT.

Osgood D Wayne. 2000. Poisson-Based Regression Analysis of Aggregate Crime Rates. Journal of Quantitative Criminology ,16 : 21–43.

Rahmawati R. 2010. Model Terboboti Geografis dengan Pembobot Kernel Normal dan Kernel Kuadrat Ganda untuk Data Kemiskinan (Kasus 35 Desa atau Kelurahan di Kabupaten Jember) [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Rizky F. 2009. Pemodelan Jumlah Kematian Bayi dengan Faktor PDRB dan Indikator Kesehatan Jawa Timur. Surabaya : Program Sarjana, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Rohimah S. 2011. Model Spasial Otoregresif Poisson untuk Mendeteksi Factor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Jumlah Penderita Gizi Buruk di Provinsi Jawa Timur [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Schabenberger O dan Gotway CA. 2005. Statistical Methods For Spatial Data

Analysis. Chapman & Hall/CRC.

Yrigoyen CC., Rodriguez IG. 2008. “Modelling Spatial Variations in House-hold Disposable Income With Geographically Weighted Regression(1)”, Estadistica Espanola vol. 50.168:321-360.


(47)

(48)

Lampiran 1 Penurunan Logaritma Natural Fungsi Kemungkinan Binomial Negatif

Fungsi peluang campuran poisson gamma :

���

��

,

,

��

=

���+�

−1

Γ(�−1)Γ�� �+1�

�−1

��+�−1

�−1

��

�−1+

��

= Γ��� +� −1 Γ(�−1)Γ��

� + 1�� 1 1 +��

�−1

1 +����� ��

��

Fungsi kemungkinan : ���(�),���,��= Γ���+�−

1 Γ(�−1)Γ��

�+1�� 1 1+��

�−1 � ���

1+��

��

dengan � =�∑�8=0��(��)���

=� � ���+�

−1

Γ(�−1)Γ��

�+ 1��

1 1 +��

�−1

� ���

1 +��

��

38

�=1

=�� ���+�

−1

Γ(�−1)Γ��

�+ 1�

38

�=1

� �� � 1

1 +��

�−1 �

�=1

� �� � ���

1 +��

��

38

�=1

Logaritma natural fungsi kemungkinan :

�����(�,�),���,�

=� �� � ��� +�

−1 Γ(�−1)Γ��

� + 1�� 38

�=1

− � �−1���1 +�� �� 38

�=1

+� ��� � ��� 1 +��

38

�=1

=� �� � ��� +�

−1 Γ(�−1)Γ��

� + 1�� 38

�=1

+� �ln⁡���

38

�=1

− ���� +�−1����1 +���� 38

�=1

=� �� � ��� +�

−1 Γ(�−1)Γ��

� + 1��

+� ln���� − �� +�−1����1 +��

38

�=1

Logaritma natural fungsi kemungkinan setelah diberikan pembobot :

���∗��(,),��� �,��� =� �����,����� � Γ���+�

−1 Γ(�−1)Γ��

�+ 1��

38

�=1

+� �����,�����ln⁡�����

38

�=1

− � �����,������+�−1����1 +��

��

38

�=1

=� ��(�,�)�� � ���+�

−1

Γ(�−1)Γ��

� + 1��

+�(�,�)ln���� − �(�,�)�� +�−1����1 +��

���

38

�=1

Untuk memperoleh penduga parameter dari � dan �, maka fungsi logaritma natural


(1)

Lampiran 5 Matriks pembobot spasial setiap kabupaten/kota di Jawa Timur

(Lanjutan )

Kabupaten/kota

Kota Malang

Kota Probolinggo

Kota Pasuruan

Kota Mojokerto

Kota Madiun

Kota Surabaya

Kota Batu

Pacitan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.77 0.00 0.00

Ponorogo 0.35 0.10 0.22 0.53 0.96 0.25 0.46

Trenggalek 0.10 0.01 0.01 0.13 0.83 0.00 0.15

Tulungagung 0.18 0.03 0.04 0.19 0.81 0.01 0.23

Blitar 0.62 0.30 0.37 0.45 0.67 0.21 0.62

Kediri 0.84 0.44 0.73 0.91 0.80 0.72 0.91

Malang 1.00 0.70 0.92 0.89 0.58 0.78 0.99

Lumajang 0.00 0.79 0.29 0.07 0.05 0.06 0.17

Jember 0.06 0.71 0.11 0.00 0.00 0.00 0.02

Banyuwangi 0.00 0.29 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Bondowoso 0.06 0.92 0.24 0.03 0.00 0.09 0.03

Situbondo 0.02 0.89 0.18 0.01 0.00 0.07 0.01

Probolinggo 0.67 0.97 0.81 0.52 0.22 0.59 0.61

Pasuruan 0.83 0.92 0.95 0.73 0.34 0.79 0.79

Sidoarjo 0.88 0.72 0.97 0.97 0.56 0.98 0.92

Mojokerto 0.91 0.63 0.92 1.00 0.65 0.94 0.96

Jombang 0.85 0.51 0.82 0.98 0.74 0.86 0.92

Nganjuk 0.27 0.08 0.19 0.53 0.98 0.27 0.40

Madiun 0.04 0.00 0.01 0.24 1.00 0.04 0.11

Magetan 0.01 0.00 0.00 0.17 1.00 0.01 0.07

Ngawi 0.02 0.00 0.01 0.24 0.99 0.05 0.10

Bojonegoro 0.16 0.06 0.15 0.51 0.95 0.29 0.29

Tuban 0.05 0.16 0.19 0.45 0.57 0.47 0.14

Lamongan 0.68 0.54 0.81 0.95 0.65 0.95 0.78

Gresik 0.70 0.55 0.82 0.96 0.65 0.95 0.80

Bangkalan 0.64 0.66 0.85 0.89 0.51 0.98 0.72

Sampang 0.25 0.94 0.58 0.32 0.09 0.52 0.25

Pamekasan 0.13 0.92 0.43 0.19 0.04 0.37 0.12

Sumenep 0.00 0.81 0.16 0.02 0.00 0.13 0.00

Kota Kediri 0.82 0.41 0.69 0.89 0.81 0.68 0.89 Kota Blitar 0.67 0.36 0.42 0.47 0.62 0.24 0.65 Kota Malang 1.00 0.70 0.93 0.89 0.58 0.79 0.99 Kota Probolinggo 0.42 1.00 0.66 0.35 0.12 0.48 0.38 Kota Pasuruan 0.92 0.81 1.00 0.90 0.48 0.93 0.92 Kota Mojokerto 0.87 0.60 0.90 1.00 0.67 0.94 0.93 Kota Madiun 0.06 0.00 0.02 0.28 1.00 0.07 0.15 Kota Surabaya 0.77 0.71 0.93 0.94 0.53 1.00 0.83


(2)

Lampiran 6 Penduga parameter model RBNTG setiap kabupaten/kota di Jawa Timur

Kabupaten/kota � β

0

(intersep) β

2

(tenaga kesehatan)

β4 (askeskin)

β5 (sekolah)

Pacitan 4.790 3.127 0.000477 0.000003 0.00217

Pononorogo 4.790 3.127 0.000512 0.000003 0.00221 Trenggalek 4.790 3.127 0.000491 0.000003 0.00222 Tulungagung 4.790 3.127 0.000498 0.000003 0.00224

Blitar 4.790 3.127 0.000551 0.000001 0.00241

Kediri 4.790 3.127 0.000600 0.000001 0.00233

Malang 4.790 3.127 0.000653 -0.000001 0.00257

Lumajang 4.790 3.127 0.000541 0.000002 0.00229

Jember 4.790 3.127 0.000545 0.000002 0.00219

Banyuwangi 4.790 3.127 0.000549 0.000002 0.00197 Bondowoso 4.790 3.127 0.000558 0.000002 0.00214 Situbondo 4.790 3.127 0.000561 0.000003 0.00212 Probolinggo 4.790 3.127 0.000465 0.000003 0.00264 Pasuruan 4.790 3.127 0.000440 0.000003 0.00275 Sidoarjo 4.790 3.127 0.000714 -0.000002 0.00240 Mojokerto 4.790 3.127 0.000655 -0.000001 0.00248

Jombang 4.790 3.127 0.000653 0.000000 0.00232

Nganjuk 4.790 3.127 0.000522 0.000003 0.00218

Madiun 4.790 3.127 0.000504 0.000003 0.00215

Magetan 4.790 3.127 0.000522 0.000003 0.00218

Ngawi 4.790 3.127 0.000514 0.000003 0.00213

Bojonegoro 4.790 3.127 0.000527 0.000003 0.00216

Tuban 4.790 3.127 0.000552 0.000002 0.00221

Lamongan 4.790 3.127 0.000571 0.000001 0.00234

Gresik 4.790 3.127 0.000575 0.000001 0.00235

Bangkalan 4.790 3.127 0.000616 0.000001 0.00230

Sampang 4.790 3.127 0.000473 0.000003 0.00252

Pamekasan 4.790 3.127 0.000504 0.000003 0.00239

Sumenep 4.790 3.127 0.000562 0.000003 0.00214

Kota Kediri 4.790 3.127 0.000588 0.000001 0.00232 Kota Blitar 4.790 3.127 0.000567 0.000000 0.00246 Kota Malang 4.790 3.127 0.000665 -0.000002 0.00257 Kota Probolinggo 4.790 3.127 0.000496 0.000003 0.00247 Kota Pasuruan 4.790 3.127 0.000552 0.000002 0.00254 Kota Mojokerto 4.790 3.127 0.000628 -0.000001 0.00245 Kota Madiun 4.790 3.127 0.000503 0.000003 0.00216 Kota Surabaya 4.790 3.127 0.000663 0.000000 0.00232 Kota Batu 4.790 3.127 0.000641 -0.000002 0.00261


(3)

Lampiran 6 Penduga parameter model RBNTG setiap kabupaten/kota di Jawa Timur (lanjutan)

Kabupaten/kota

β6

(gizi buruk) β

7

(ASI) β

8

(pemukiman)

β9 (persalinan) Pacitan -0.000907 -0.000022 0.000122 0.005946 Pononorogo -0.001005 -0.000022 0.000121 0.005946 Trenggalek -0.000935 -0.000023 0.000127 0.005947 Tulungagung -0.000943 -0.000023 0.000130 0.005947 Blitar -0.001012 -0.000028 0.000149 0.005952 Kediri -0.001127 -0.000024 0.000134 0.005949 Malang -0.001185 -0.000034 0.000170 0.006059 Lumajang -0.000519 -0.000043 0.000108 0.005957 Jember -0.000453 -0.000040 0.000092 0.005953 Banyuwangi -0.000323 -0.000034 0.000051 0.005942 Bondowoso -0.000497 -0.000040 0.000069 0.005949 Situbondo -0.000493 -0.000040 0.000063 0.005947 Probolinggo -0.000666 -0.000052 0.000141 0.002726 Pasuruan -0.000791 -0.000053 0.000166 0.002751 Sidoarjo -0.001244 -0.000031 0.000154 0.007146 Mojokerto -0.001217 -0.000028 0.000154 0.003840 Jombang -0.001195 -0.000023 0.000133 0.005948 Nganjuk -0.001018 -0.000021 0.000115 0.005945 Madiun -0.000988 -0.000020 0.000111 0.005944 Magetan -0.001018 -0.000021 0.000115 0.005945 Ngawi -0.000997 -0.000019 0.000106 0.005944 Bojonegoro -0.001035 -0.000020 0.000111 0.005944 Tuban -0.001089 -0.000022 0.000115 0.004652 Lamongan -0.001116 -0.000028 0.000141 0.005621 Gresik -0.001121 -0.000028 0.000142 0.005546 Bangkalan -0.001116 -0.000032 0.000139 0.007575 Sampang -0.000625 -0.000050 0.000108 0.002293 Pamekasan -0.000593 -0.000047 0.000090 0.003443 Sumenep -0.000570 -0.000041 0.000061 0.005947 Kota Kediri -0.001112 -0.000024 0.000133 0.005948 Kota Blitar -0.001032 -0.000029 0.000156 0.005953 Kota Malang -0.001197 -0.000034 0.000171 0.006152 Kota Probolinggo -0.000600 -0.000049 0.000110 0.003430 Kota Pasuruan -0.001028 -0.000042 0.000166 0.007109 Kota Mojokerto -0.001187 -0.000027 0.000150 0.004085 Kota Madiun -0.000989 -0.000020 0.000112 0.005945 Kota Surabaya -0.001171 -0.000031 0.000143 0.007901 Kota Batu -0.001196 -0.000032 0.000169 0.002995


(4)

Lampiran 7 Nilai statistik uji Wald (G) untuk dugaan parameter model RBNTG setiap kabupaten/kota di Jawa Timur

Kabupaten/kota � β0

(intersep) β

2

(tenaga kesehatan)

β4 (askeskin)

β5 (sekolah) Pacitan 7.92 x1019 5.03 x1011 1.463 0.039 0.466 Pononorogo 1.18 x1020 6.80 x1011 4.015 0.037 0.723 Trenggalek 1.18 x1020 6.80 x1011 2.957 0.037 0.723 Tulungagung 1.18 x1020 6.80 x1011 3.085 0.037 0.723 Blitar 1.23 x1020 4.97 x1011 4.018 0.003 0.619 Kediri 1.70 x1020 6.77 x1011 5.188 0.002 0.862

Malang 2.96 x1016 8.39 x106 4.458 0.009 0.555

Lumajang 1.08 x1020 5.03 x1011 3.950 0.035 0.617 Jember 1.11 x1020 5.11 x1011 4.139 6.001 0.543 Banyuwangi 9.89 x1019 5.01 x1011 3.718 3.862 0.396 Bondowoso 7.83 x1019 6.07 x1011 4.935 3.940 0.699 Situbondo 7.34 x1019 6.06 x1011 4.380 3.860 0.689 Probolinggo 1.68 x1016 1.28 x107 0.686 0.077 0.439 Pasuruan 7.07 x1016 1.31 x107 0.614 0.080 0.522 Sidoarjo 3.34 x1017 1.01 x107 3.876 1.292 0.487 Mojokerto 2.58 x1020 6.02 x1011 3.839 0.010 0.970 Jombang 2.06 x1020 6.60 x1011 3.883 0.068 0.868 Nganjuk 1.15 x1020 6.87 x1011 2.158 3.724 0.712 Madiun 9.92 x1019 6.41 x1011 1.170 4.743 0.624 Magetan 9.66 x1019 6.27 x1011 0.096 5.012 0.607

Ngawi 9.68 x1019 6.39 x1011 1.968 4.468 0.613

Bojonegoro 1.11 x1020 6.73 x1011 1.342 4.021 0.699

Tuban 3.20 x1015 2.61 x107 3.841 2.222 0.353

Lamongan 6.40 x1015 1.84 x107 3.973 0.010 0.516

Gresik 6.93 x1015 1.80 x107 4.237 0.835 0.521

Bangkalan 4.15 x1015 1.40 x107 4.235 0.915 0.417 Sampang 1.09 x1017 1.16 x107 0.029 0.113 0.339 Pamekasan 7.07 x1019 5.93 x1011 0.124 0.105 0.983 Sumenep 6.13 x1019 5.86 x1011 1.551 0.095 0.741 Kota Kediri 1.63 x1020 6.80 x1011 4.596 0.004 0.854 Kota Blitar 1.28 x1020 4.65 x1011 1.408 0.000 0.609 Kota Malang 1.99 x1016 8.21 x106 3.877 1.145 0.552 Kota Probolinggo 5.79 x1016 1.27 x107 1.413 0.087 0.356 Kota Pasuruan 8.54 x1015 1.16 x107 0.123 1.829 0.509 Kota Mojokerto 4.38 x1016 1.36 x107 3.908 0.190 0.560 Kota Madiun 1.02 x1020 6.48 x1011 3.916 4.702 0.639 Kota Surabaya 1.07 x1016 1.21 x107 4.121 0.000 0.441 Kota Batu 2.58 x1020 5.76 x1011 0.202 0.014 1.002


(5)

Lampiran 7 Nilai statistik uji Wald (G) untuk dugaan parameter model RBNTG setiap kabupaten/kota di Jawa Timur (lanjutan)

Kabupaten/kota β6

(gizi buruk) β

7

(ASI) β

8

(pemukiman)

β9 (persalinan)

Pacitan 0.207 0.022 2.788 3293.809

Pononorogo 1.715 0.030 1.798 4518.208

Trenggalek 1.142 0.030 1.968 4518.208

Tulungagung 1.481 0.030 2.880 4518.208

Blitar 0.304 0.039 2.563 3643.394

Kediri 3.868 0.039 0.722 4463.080

Malang 5.040 6.072 5.031 0.011

Lumajang 0.108 8.670 0.532 1196.217

Jember 0.078 7.277 0.372 1078.810

Banyuwangi 0.032 4.455 0.227 788.004

Bondowoso 0.109 8.523 1.450 1182.627

Situbondo 0.104 8.244 1.180 1152.094

Probolinggo 0.168 11.682 1.462 0.003

Pasuruan 0.249 12.726 4.017 0.003

Sidoarjo 5.949 5.056 4.118 0.018

Mojokerto 5.583 0.050 3.897 1352.465

Jombang 5.180 0.036 3.955 3979.766

Nganjuk 0.363 0.027 2.612 4452.997

Madiun 0.305 0.023 0.940 4088.630

Magetan 0.316 0.023 0.961 3996.875

Ngawi 0.305 0.022 0.410 4037.631

Bojonegoro 0.360 0.025 0.697 4080.458

Tuban 0.297 0.023 0.742 0.006

Lamongan 4.305 0.047 1.991 0.012

Gresik 4.765 0.047 2.109 0.012

Bangkalan 3.913 0.017 2.256 0.022

Sampang 0.135 9.579 1.712 0.002

Pamekasan 0.160 12.193 2.490 421.126

Sumenep 0.135 8.512 1.054 1156.465

Kota Kediri 3.841 0.039 1.933 4527.836

Kota Blitar 0.303 0.041 2.615 3432.229

Kota Malang 3.839 6.053 4.206 0.011

Kota Probolinggo 0.131 9.618 1.849 0.004

Kota Pasuruan 4.204 8.559 3.883 0.019

Kota Mojokerto 3.860 0.046 2.324 0.006

Kota Madiun 0.312 0.024 2.159 4155.876

Kota Surabaya 4.058 4.993 4.094 0.023


(6)

Lampiran 8 Peubah-peubah yang mempengaruhi kematian bayi setiap kabupaten/kota di Jawa Timur dengan model RBNTG pada taraf nyata � = 5%

Kabupaten/kota

β

2

β

4

β

5

β

6

β

7

β

8

β

9

Pacitan

- - - +

Ponorogo

+ - - - +

Trenggalek

- - - +

Tulungagung

- - - +

Blitar

+ - - - +

Kediri

+ - - + - - +

Malang

+ - - + + + -

Lumajang

+ - - - + - +

Jember

+ + - - + - +

Banyuwangi

+ + - - + - +

Bondowoso

+ + - - + - +

Situbondo

+ + - - + - +

Probolinggo

- - - - + - -

Pasuruan

- - - - + + -

Sidoarjo

+ - - + + + -

Mojokerto

+ - - + - + +

Jombang

+ - - + - + +

Nganjuk

- - - +

Madiun

- + - - - - +

Magetan

- + - - - - +

Ngawi

- + - - - - +

Bojonegoro

- + - - - - +

Tuban

+ - - - -

Lamongan

- - - - + - +

Gresik

+ - - + - - -

Bangkalan

+ - - + - - -

Sampang

- - - - + - -

Pamekasan

- - - - + - +

Sumenep

- - - - + - +

Kota Kediri

+ - - + - - +

Kota Blitar

- - - +

Kota Malang

+ - - + + + -

Kota Probolinggo

- - - - + - -

Kota Pasuruan

+ - - + + + -

Kota Mojokerto

+ - - + - - -

Kota Madiun

+ + - - - - +

Kota Surabaya

+ - + + + -

Kota Batu

- - - + + + +