UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 9. Elektroforesis produk PCR hasil uji sensitivitas menggunakan primer babi dan primer sapi.
Gambar 9. menunjukkan kesensitivitasan primer babi dalam mendeteksi DNA daging babi sampai dengan konsentrasi 0,2 ng 25 µl, sedangkan primer sapi
hanya sensitif terhadap keberadaan DNA daging sapi sampai dengan konsentrasi 2 ng 25 µl. Batas kemampuan primer sapi untuk mendeteksi sampai dengan
konsentrasi 2 ng 25µl disebabkan oleh suhu annealing yang cukup tinggi. Suhu annealing yang tinggi menurunkan kemampuan primer untuk menempel pada
template sehingga DNA yang teramplifikasi sedikit. Primer yang spesifik dan sensitif sangat penting dalam pengujian makanan
halal dengan menggunakan metode yang berbasis PCR. Kehalalan suatu makanan merupakan hal yang mutlak dan tidak dipengaruhi oleh besarnya cemaran dalam
produk makanan. Oleh karena itu diperlukan primer yang spesifik dan sensitif yang dapat mendeteksi suatu spesies sampai dengan konsentrasi yang sangat kecil.
4.3. Insulated Isothermal Polymerase Chain Reaction
Insulated Isothermal PCR merupakan teknik yang masih tergolong baru yang sejauh ini digunakan untuk mendeteksi penyakit yang disebabkan oleh virus
dan bakteri. Teknik ini memanfaatkan fenomena konveksi termal untuk menjalankan reaksi PCR di sebuah tube yang telah didesain secara khusus di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dalam chamber POCKIT, yang merupakan alat PCR konvektif dengan satu sumber panas. Ketika pemanasan pada suhu 95
o
C diaplikasikan pada bagian bawah R-tube, gradien temperatur akan terbentuk, dimana reaksi PCR berjalan
mengikuti arus konveksi cairan. Teknik ini memerlukan waktu yang lebih singkat dari reaksi PCR yang dilakukan di dalam sebuah thermocycler. Hal ini
dikarenakan, pada PCR konvensional, antara satu tahap dan tahap lainnya diperlukan penyesuaian suhu dengan pemanasan atau pendinginan sehingga
banyak waktu yang terbuang untuk mengontrol perubahan suhu. Reagen yang digunakan untuk iiPCR hampir sama dengan PCR
konvesional yaitu DNA polymerase, dNTP, primer forward, primer reverse, template, dan buffer, dengan tambahan fluoresens probe. POCKIT dilengkapi oleh
dua channel panjang gelombang untuk mendeteksi sinyal fluoresens dari sinyal target asam nukleat.
Pada penelitian ini, teknik iiPCR digunakan untuk mendeteksi DNA daging babi dan DNA daging sapi dengan menggunakan primer yang telah diuji
spesifitasnya dan sentivitasnya dengan PCR konvensional. Probe untuk DNA daging sapi diberi label dengan 6-carboxyfluorescein 6-FAM
TM
; maksimum panjang gelombang eksitasi dan emisi, 494 nm dan 518 nm dan Black Hole
quencher BHQ1, maksimum eksitasi 534 nm dan tidak mengemisi cahaya Anonim
b
, 2011. Probe untuk DNA daging babi diberi label dengan VIC maksimum panjang gelombang eksitasi dan emisi, 538 nm dan 554 nm dan
BHQ1. Penggunaan probe dengan label yang berbeda memungkinan amplifikasi DNA daging sapi dan DNA daging babi dalam satu kali running.
Probe yang digunakan merupakan TaqMan probe yang juga disebut dengan probe hidrolisis. Probe hidrolisis bekerja dengan memanfaatkan aktivas
eksonuklease 5’ – 3’ dari Taq polymerase untuk mendeteksi dan mengukur produk spesifik PCR pada saat reaksi berjalan Velden, 2003. Probe dikonjugasi
dengan reporter fluorochrome babi; VIC
,
sapi; 6-FAM
TM
dan quencher fluorochrome BHQ1 yang diposisikan pada target. Ketika proses ekstensi
berlangsung, probe akan dilepaskan dari untai DNA oleh Taq Polymerase dan dihidrolisis oleh aktivitas eksonuklease 5’ – 3’dari Taq Polymerase yang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 10. Elektroforesis produk ii-PCR hasil optimasi reaksi ii-PCR dengan variasi komposisi untuk deteksi DNA daging babi dan DNA
daging sapi. menyebabkan separasi antara reporter dan quencher, sehingga fluoresens yang
diemisi oleh reporter menjadi terdeteksi. Sistem optikal dari iiPCR akan mengakumulasi fluoresensi seiring dengan meningkatnya jumlah reporter yang
bebas, yang juga menunjukkan bahwa target spesifik berhasil diamplifikasi. Hasil ‘+’ atau ‘-’ yang ditampilkan pada layar alat iiPCR bergantung pada perbandingan
intensitas sinyal fluoresensi sesudah dan sebelum reaksi yang dinyatakan dalam rasio SN. Bila rasio SN mencapai lebih atau sama dengan 1,3 maka layar akan
menampilkan tanda positif Anonim
c
, 2012.
Pada gambar 10, lajur dengan no 1, 2, 3, 4, 5, 6a, dan 7a merupakan produk ii-PCR dari amplifikasi DNA daging babi, sedangkan lajur 6b dan 7b DNA
daging sapi. Lajur 1 menunjukkan produk ii-PCR untuk amplifikasi DNA babi dengan konsentrasi 100 ng 50 µl menggunakan komposisi nomor 1 Lampiran 5.
Pada akhir amplifikasi yang berlangsung selama 58 menit, didapatkan hasil negatif pada mesin ii-PCR, namun adanya pita yang cukup tebal dan jelas dengan
ukuran 141 bp menandakan DNA dapat teramplifikasi, tetapi tidak terdeteksi oleh mesin ii-PCR karena rasio intensitas fluoresensi sesudah reaksi dan sebelum
reaksi yang dihasilkan adalah 1.0328 Tabel 5. Karena rasio yang dihasilkan belum mencapai 1,3, maka optimasi reaksi ii-PCR dilakukan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konsentrasi DNA babi diperkecil menjadi 60 ng 50 µl dengan asumsi konsentrasi DNA 100 ng 50 µl terlalu pekat sehingga meningkatkan
kemungkinan kesalahan primer dan probe menempel pada template. Selain itu, dilakukan pengujian lain dengan konsentrasi DNA daging babi diperbesar menjadi
200 ng 50 µl dengan asumsi konsentrasi DNA 100 ng 50 µl terlalu kecil sehingga primer dan probe tidak dapat menemukan target. Gambar 10
menunjukkan hasil amplifikasi DNA, lajur 2 dengan konsentrasi 60 ng 50 µl dan lajur 5 menggunakan konsentrasi DNA 200 ng 50 µl. Hasil elektroforesis
menunjukkan pita DNA dengan ukuran 141 bp, lebih tipis, dan hasil negatif pada layar mesin ii-PCR dengan rasio SN di bawah 1,3 Tabel 5.
Tabel 5. Intensitas sinyal yang diemisi oleh probe sebelum reaksi dan sesudah reaksi.
LajurSampel B550
A550 Rasio SN
1 DNA daging babi 32,1033
33,1549 1,0328
2 DNA daging babi 31,9109
32,7641 1,0267
3 DNA daging babi 30,5803
30,6831 1,0034
4 DNA daging babi 31,0074
31,8297 1,0265
5 DNA daging babi 31,0981
31,9145 1,0263
6 a DNA daging babi 31,4589
29,9477 0,952
7a DNA daging babi 30,6696
31,0530 1,0125
B520 A520
6b DNA daging sapi 30,461
28,6922 0,9455
7b DNA daging sapi 30,6012
27,5444 0,9001
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Perubahan konsentrasi template tidak memberikan perubahan rasio yang signifikan. Optimasi selanjutnya dilakukan pada primer dan probe. Konsentrasi
primer dan probe diperbesar menjadi 0,7 mM dan 0,2 mM dengan asumsi bahwa dengan konsentrasi 0,5 µM dan 0,15 µM, primer dan probe telah habis sebelum
reaksi selesai. Pada lajur 4 dari gambar 10 dapat terlihat pita tipis yang berada sedikit di bawah 141 bp dimana rasio SN yang dihasilkan di bawah 1,3 Tabel
5. Konsentrasi primer yang terlalu tinggi menyebabkan mispriming dan akumulasi produk non spesifik, serta meningkatkan terbentuknya primer-dimer
Sulistiyaningsih, 2007, sehingga produk ii-PCR yang dihasilkan tidak spesifik. Buffer merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam reaksi iiPCR.
Buffer LS 2x yang digunakan diganti menjadi buffer HS 2x. Produk ii-PCR pada lajur 3 yang dihasilkan mempunyai ketebalan pita yang sama dengan produk ii-
PCR pada lajur 1. Keduanya terdiri dari komposisi reagen ii-PCR yang sama dengan tipe buffer yang membedakannya. Pada akhir reaksi, tanda - tertera pada
layar mesin ii-PCR dengan rasio SN 1,0034 Tabel 5. Perubahan tipe buffer menunjukkan penurunan rasio SN sehingga buffer
LS 2x kembali digunakan. Optimasi reaksi ii-PCR kemudian dilakukan dengan meningkatkan dan menurunkan volume Buffer LS 1,5x dan 0,5 x dari volume
awal. Lajur 6a merupakan produk ii-PCR DNA daging babi dari reaksi dengan konsentrasi buffer 37,5µl. Pita yang dihasilkan lebih tebal daripada pita pada lajur
1 dan 3, namun dengan rasio SN lebih kecil yaitu 0,952. Konsentrasi buffer yang pekat mengandung kandungan Mg
2+
yang tinggi yang dapat meningkatkan pembentukan produk non spesifik Markoulatos et al., 2002. Pengujian yang
sama dilakukan pada DNA daging sapi. Pita yang terdapat pada lajur 6b berukuran 128 bp dan tipis dengan rasio 0,9455 yang memberikan hasil - pada
layar mesin ii-PCR. Pada lajur 7a dan 7b tidak adanya pita menandakan DNA daging babi
maupun sapi tidak teramplifikasi. Hal ini dikarenakan konsentrasi buffer yang terlalu kecil sehingga tidak mendukung reaksi ii-PCR.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Optimasi komposisi ii-PCR dengan memvariasikan konsentrasi buffer, template, dan primer tidak berpengaruh terhadap perubahan nilai rasio SN. Rasio
SN yang berada di bawah 1,3 menunjukkan tidak adanya perubahan yang signifikan antara jumlah fluoresens sesudah reaksi dan sebelum reaksi yang
menandakan bahwa probe tidak bekerja dengan baik. Probe ii-PCR harus memenuhi kriteria tertentu yaitu nilai Tm yang lebih
tinggi 10
o
C – 15
o
C dari Tm primer, kisaran panjang probe antara 13 – 20
nukleotida, kandungan GC 30-80, dan tidak ada pengulangan 4 atau lebih basa terutama residu G Anonim
c
, 2012. Probe yang tidak memenuhi kriteria memungkinkan kegagalan probe untuk berikatan pada target sebelum proses
ekstensi primer terjadi, sehingga amplifikasi target berjalan tanpa adanya probe dan menampilkan tanda - pada layar pada akhir reaksi.
41 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan