kajian keterkaitan antara kemantapan cadangan oksigen dengan beban masukan bahan organik di waduk Ir. H. Juanda Purwakarta, Jawa Barat

KAJIAN KETERKAITAN ANTARA KEMANTAPAN
CADANGAN OKSIGEN DENGAN BEBAN MASUKAN
BAHAN ORGANIK DI WADUK IR. H. JUANDA
PURWAKARTA, JAWA BARAT

ASMIKA HARNALIN SIMARMATA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul :”KAJIAN
KETERKAITAN ANTARA CADANGAN OKSIGEN DENGAN BEBAN MASUKAN
BAHAN ORGANIK DI WADUK IR. H. JUANDA PURWAKARTA , JAWA BARAT”
adalah benar merupakan tulisan disertasi berdasarkan hasil penelitian saya
sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi dimanapun . Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka
dibagian akhir disertasi ini.

Bogor, November 2007

Asmika Harnalin Simarmata
NRP. C 016010011

RINGKASAN

Waduk Ir. H. Juanda adalah salah satu waduk terbesar di Indonesia. Sejak
tahun 1976 di waduk Ir. H. Juanda telah dimulai kegiatan usaha budidaya ikan di
karamba jaring apung (KJA). Kegiatan budidaya ikan ini mengalami
perkembangan setiap tahunnya. Pada tahun 1999 jumlah karamba jaring apung
(KJA) di Waduk Ir. H. Juanda 2357 unit (2260 yang operasional) dan pada
tahun 2003 jumlah KJA telah mencapai 3216 unit.
Kegiatan budidaya ikan di KJA memberikan limbah berupa sisa pakan dan
kotoran ikan yang potensial mengakibatkan deplesi oksigen. Menurut Mc Donald
et al., (1996) 30% dari jumlah pakan yang diberikan tertinggal sebagai pakan

yang tidak dikonsumsi dan 25% − 30% dari pakan yang dikonsumsi akan
diekskresikan. Ini berarti jumlah yang cukup besar masuk ke badan air. Hal ini
terlihat sewaktu terjadi umbalan terdapat kematian massal ikan yang di duga
disebabkan oleh kekurangan oksigen.
Beban limbah yang masuk ke perairan harus dikendalikan agar sesuai
dengan daya dukung asimilasi perairan yaitu ketersediaan cadangan oksigen di
hipolimnion. Dengan kata lain keseimbangan antara in put (sumber) dan out put
(kehilangan atau pemakaian) oksigen penting untuk menjaga agar tidak terjadi
deplesi oksigen yang mengakibatkan defisit oksigen di perairan. Adapun tujuan
penelitian ini adalah mengkaji keterkaitan antara ketersediaan cadangan oksigen
dengan keberadaan bahan organik sebagai dasar penentu beban masukan
limbah dari kegiatan usaha budidaya KJA.
Penelitian ini dilakukan di Waduk Ir. H. Juanda, Purwakarta Jawa Barat,
dari bulan Juni 2003 sampai Mei 2004. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah deskriptif survei post facto. Berdasarkan gradien longitudinal waduk
ditentukan stasiun penelitian yaitu: L1, L2 dan L3 (zona lakustrin), stasiun T1, T2
dan T3 (zona transisi) dan stasiun R1 dan R2 zona riverin. Sampling vertikal
yaitu : permukaan, kedalaman 7 m, 15 m, 25 m, 35 m, 45 m dan dasar perairan.
Parameter yang diamati meliputi parameter utama dan penunjang. Parameter
utama yaitu : oksigen terlarut (DO), bahan organik total (BOT), dan koefisien

peluruhan (K2). Parameter penunjang antara lain : suhu, kecerahan, alkalinitas,
nutrien (nitrogen dan orthofosfat), serta H2S. Pengukuran dan analisa kualitas
air mengacu pada metode menurut APHA (1989) dan koefisien peluruhan (K2)
diukur dengan prinsip metode BOD5. Analisa laboratorium dilakukan di Loka
Riset Pemacuan Stok Ikan Jatiluhur dan laboratorium Fisika Kimia bagian
Produktifitas Lingkungan Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB
Bogor.
Berdasarkan tinggi muka air selama pengamatan
maka
waktu
pengamatan dikelompokkan menjadi tiga, yaitu musim kemarau dari Juni 2003 −
September 2003, antara musim kemarau − hujan dari Oktober 2003 − Januari
2004 dan musim hujan dari Februari 2004 − Mei 2004. Konsentrasi oksigen
terlarut selama pengamatan menunjukkan pola yang sama, yaitu berkurang
dengan bertambahnya kedalaman. Pada kedalaman 7 m konsentrasi oksigen
terlarut berfluktuasi dan memiliki kisaran yang cukup besar dibanding pada
kedalaman 15 m dan 25 m. Selanjutnya pada kedalaman 15 m dan 25 m
konsentrasi oksigen terlarut stabil pada konsentrasi yang rendah. Konsentrasi
oksigen rata-rata di zona transisi lebih kecil dibanding dengan zona lakustrin.
Rata-rata konsentrasi DO permukaan berkisar antara 3.32 − 8.93 mg/L.

Konsentrasi DO tertinggi ditemukan pada musim hujan, sedangkan terendah

pada musim kemarau. Di lapisan tengah yaitu pada kedalaman 7 m, konsentrasi
DO berkisar antara 1.44 sampai 4.78 mg/L , di kedalaman 15 m berkisar antara
0.22 − 1.64 mg/L dan pada kedalaman 25 m berkisar antara 0.06 − 1.06 mg/L.
Konsentrasi bahan organik total selama pengamatan berfluktuasi.
Konsentrasi tertinggi ditemukan pada bulan Juni dan terendah pada bulan
November. Di zona transisi bahan organik total rata-rata terendah ditemukan
pada musim hujan sedangkan di lakustrin antara musim kemarau − hujan. Antar
kedalaman, konsentrasi BOT tidak berbeda nyata tetapi antar waktu konsentrasi
BOT berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa musim mempengaruhi jumlah beban
bahan organik di perairan.
Dari nilai koefisien peluruhan, konsentrasi DO dan BOT diperoleh
perubahan DO temporal (antar waktu) dan antar kedalaman. Perubahan DO
positif artinya terjadi peluruhan (peluruhan > beban) dan negatif artinya terjadi
penambahan beban (peluruhan < beban). Perubahan DO temporal umumnya
menunjukkan penambahan beban baik di zona lakustrin maupun transisi.
Sementara perubahan DO antar kedalaman (spasial) umumnya terjadi
penambahan beban kecuali pada bulan November pada kedalaman 0-7 m terjadi
peluruhan. Ini artinya makin ke arah dasar perairan, cadangan oksigen yang

tersedia tidak cukup untuk proses dekomposisi bahan organik.
Selama pengamatan terjadi defisit oksigen aktual di semua zona
pengamatan. Defisit oksigen rata-rata terbesar ditemukan pada musim kemarau
yaitu 6.11 mg/L di lakustrin, 6.52 mg/L di transisi dan 6.22 mg/L di riverin dan
terkecil pada musim hujan (5.08 mg/L di lakustrin dan 5.06 mg/L di transisi).
Hal ini menunjukkan bahwa pada musim kemarau beban relatif lebih besar
dibanding musim hujan.
Profil vertikal DO pada musim kemarau menunjukkan kondisi zona transisi
telah anoksik. Selanjutnya pada musim hujan dan antara musim kemarau −
hujan, lapisan oksik lebih dalam dibanding musim kemarau. Sementara antar
zona, lapisan oksik di zona lakustrin relatif lebih dalam dibanding zona transisi.
Bahan organik total di transisi merupakan beban potensial yang akan
diterima di zona lakustrin. Hasil perhitungan diperoleh konsentrasi BOT aman di
zona transisi yaitu 4.48 mg/l pada musim kemarau, 7.76 mg/L antar musim
kemarau − hujan dan 4.24 mg/L pada musim hujan. Pengamatan konsentrasi
BOT aktual di zona transisi telah melebihi dari konsentrasi aman yang diijinkan
kecuali pada musim antara kemarau − hujan. Ini berarti bahwa beban di waduk
telah melebihi daya dukungnya. Selanjutnya dari perhitungan konsentrasi BOT
aman dan defisit oksigen menunjukkan waktu yang relatif aman untuk aktifitas
budidaya adalah antara musim kemarau − hujan yaitu dari Oktober sampai

Januari. Hal ini didukung oleh kedalaman lapisan oksik perairan, yang berkisar
antara 3.54− 3.62 m dan kualitas air yang lain seperti, konsentrasi H2S (0.0128
sampai 0.1148 mg/L), PO4-P (0.0336 − 0.1655 mg/L) , dan NH3-N (0 − 0.1035
mg/L) antara musim kemarau − hujan; relatif kecil dibanding musim kemarau
dan musim hujan.
Pengukuran kualitas air selama penelitian terutama profil vertikal oksigen
terlarut dan bahan organik menunjukkan bahwa telah terjadi deplesi oksigen
yang mengakibatkan defisit oksigen di perairan. Ada indikasi bahwa aktivitas
budidaya ikan dalam karamba jaring apung menyebabkan penurunan kualitas
perairan terutama berkurangnya lapisan oksik di zona transisi. Selanjutnya
secara spasial terlihat bahwa lapisan oksik di zona transisi lebih kecil dibanding
di zona lakustrin. Sehubungan distribusi temporal oksigen selama pengamatan
dan beban bahan organik yang ada maka dapat disebut cadangan oksigen yang
tersedia tidak mantap .

Memperhatikan uraian diatas maka penelitian ini akan semakin baik
apabila didukung oleh data produktifitas primer, pengukuran respirasi ikan dan
kebutuhan oksigen oleh sedimen serta sumbangan beban bahan organik dari
aktifitas KJA per waktu (pola tanama). Disarankan jumlah unit KJA yang
operasional dikurangi sesuai dengan ketersediaan oksigen di waduk. Pada saat

tinggi muka air minimum (pada musim kemarau) sebaiknya padat tebar ikan di
KJA dikurangi atau diganti dengan ikan yang lebih toleran terhadap kualitas air
yang kurang baik .

Kata kunci : oksigen, defisit, bahan organik total

ABSTRACT

ASMIKA HARNALIN SIMARMATA. The relationship between the stability of the
reserved dissolved oxygen and the organic matter load in the Juanda Reservoir
Purwakarta, West Java. Under the supervision of ENAN M. ADIWILAGA,
BIBIANA W. LAY, and TRI PRARTONO.

The Juanda reservoir is one of the large reservoirs in Indonesia. The
extensively floating cage culture developed in these reservoir since 1976, has
created negative impact to aquatic environment due to the excessively feed
remain and fish fecal matter. Mortalities in cultured organisms futher
contributed to organic waste loading. The objective of this research was the
receiving capability of the organic loading within reservoir.
This study used an approach on dissolved oxygen in epilimnion and

reserved oxygen in hypolimnion. Due to the limited of dissolved oxygen in
hypolimnion, the organic load must be limited according to the reserved oxygen.
The research was conducted in the Juanda Reservoir from June 2003 until
May 2004 based on the post facto survey. Sample collection was designed
spatially and temporally, and it was located in these representative zone
(lacustrine, transition and riverine). Each zone has three station of observation
and about maximum of seven layer depth for each sampling collection.
Dissolved oxygen, total organic matter, and BOD were observed. NO3-N, NH3-N,
PO4-P, H2S, pH, and temperature were observed to support the study.
It was observed that oxygen deficits tended to occur within lacustrine and
transition zone. The average actual deficits at dry seasons was 6.11 mg/L in
lacustrine zone, 6.52 mg/L in transition zone and 6.22 mg/L in riverine The
minimum actual deficit was found at rainy season in all zone (lacustrine,
transition and riverine zone). The profile vertical dissolved oxygen showed the
oxic layer in lacustrine zone more thick than transition zone, and the oxic layer at
rainy season was thicker than that observed at dry season. In addition it was
showed that the total organic matter was exceeded than their carrying capacity
especially during dry and rainy seasons.

Key word : Oxygen, deficit, total organic matter


@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007
Hak Cipta dilindungi undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

KAJIAN KETERKAITAN ANTARA KEMANTAPAN CADANGAN
OKSIGEN DENGAN BEBAN MASUKAN BAHAN ORGANIK
DI WADUK IR. H. JUANDA PURWAKARTA, JAWA BARAT

ASMIKA HARNALIN SIMARMATA

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada
Program Studi Ilmu Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

Judul Disertasi : Kajian Keterkaitan antara Kemantapan Cadangan Oksigen
dengan Beban Masukan Bahan Organik di Waduk Ir. H. Juanda
Purwakarta, Jawa Barat
Nama

: Asmika Harnalin Simarmata

NRP

: C016010011

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga
Ketua

Dr. Ir. Tri Prartono, MSc.

Prof. Dr. Drh. Bibiana W. Lay, MSc.
Anggota

Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Perairan

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. H. Enang Harris , MS

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Ujian : 23 Agustus 2007

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan pada Allah Bapa Yang Maha Pengasih
karena atas kasihNya, penulisan disertasi dengan judul ”Kajian kertekaitan
Antara Kemantapan Cadangan Oksigen Dengan Beban Masukan Bahan
Organikdi Waduk Ir. H. Juanda, Purwakarta - Jawa Barat” dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga sebagai ketua komisi pembimbing, Ibu
Prof. Dr. Drh. Bibiana W. Lay, MSc dan Bapak Dr. Ir. Tri Prartono, MSc
selaku anggota komisi pembimbing.
2. Bapak Dr. Ir. Heffni Efendi, Prof Dr. Ir. Otong Suhara Djunaedi dan Ibu
Dr. Ir. Gadis Sri Haryani selaku dosen penguji.
3. Dirjen DIKTI Departemen Pendidikan Nasional atas bantuan dana
pendidikan BPPS.
4. Yayasan Supersemar, Yayasan DAMANDIRI dan PT Indofood Sukses
Makmur atas bantuan dana penelitiannya.
5. Yayasan Misereor − APTIK atas bantuan beasiswa yang diberikan.
6. Kepada Ketua Program Studi Ilmu Perairan beserta seluruh staf pengajar.
7. Dekan FPIK − UNRI dan Rektor UNRI.
8. Loka Riset Pemacuan Stok Ikan Jatiluhur beserta staf.
9. Perum Otorita Jatiluhur, Purwakarta.
10. Laboratorium Produktifitas Perairan, MSP − FPIK IPB.
11. Laboratorium mikrobiologi ICBB.
12. Laboratorium bakteri FKH − IPB.
13. Bapak Dr. Chaerul Muluk dan Bapak Dr. Kardiyo Praptokardio
14. Kepada orang tua penulis di Padang dan Salatiga
15. Untuk suami dan anak-anakku : abang dan adek
16. Pak Endi, Pak Wellem, Bu Niken, Bu Maya, Sri Pujiyati serta semua
pihak yang telah ikut berperan dalam proses penyelesaian disertasi ini.
Penulis menyadari penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karenanya
saran untuk perbaikan akan sangat penulis hargai. Semoga disertasi ini dapat
bermanfaat.
Bogor, November 2007

Asmika Harnalin Simarmata

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 18 Juli 1967 di Samosir, Sumatera Utara.
Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Benediktus Simarmata dan
Fatimah Sipayoeng.
Penulis lulus dari SD Santa Theresia Padang pada tahun 1980, SMP Santa
Maria pada tahun 1983, SMA Don Bosco Padang pada tahun 1986. Pada tahun
yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, kemudian tahun 1987
masuk Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dan lulus pada tahun 1991. Pada
tahun 1996 penulis melanjutkan pendidikan S2 di Institut Pertanian Bogor,
Program Studi Ilmu Perairan dan lulus tahun 1998.

Kesempatan untuk

melanjutkan pendidikan S3 di program studi Ilmu Perairan diperoleh penulis pada
Agustus 2001 atas biaya BPPS.
Penulis bekerja sebagai Staf Pengajar di Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Riau sejak tahun 1994.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .... ……………………………………………………………….

xiv

DAFTAR GAMBAR....……………………………………………………………..

xvi

DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................

xix

PENDAHULUAN ..................................................................................
Latar Belakang... ………………………………………………………
Perumusan Masalah ………………………………………………….
Tujuan dan Manfaat. …………………………………………………..
Hipotesa …………………………………………………………….….

1
1
2
5
5

TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………..
Tipologi Waduk Ir. H. Juanda ………………………………………....
Keberadaan Oksigen Terlarut ………………………………………..
Sumber Oksigen Terlarut ………………………………………...
Fotosintesis dan Respirasi Fitoplankton..………………….
Difusi.…………………………………………………………..
Susupan Oksigen Terlarut (Interflow)………………………
Cadangan Oksigen Terlarut Hipolimnion.……………….....
Jenis, Beban dan Penguraian Bahan Organik ……………………...
Sumber Bahan Organik ……………………………………………
Autochtonous…………………………………………………..
Allochtonous ……..……………………………………………
Beban Masukan Internal.……………………………………..
Penguraian Bahan Organik ………………………………………
Dekomposisi Aerobik.…………………………………………
Dekomposisi Anaerobik ..…………………………………….
Faktor Penentu Keberadaan Oksigen Terlarut. ……………………..
Morfometrik dan Hidrodinamika…………….……………….........
Stratifikasi Suhu dan Lama Stagnasi………..……………….......
Tingkat Eutrofikasi − Produksi Primer..……..……………….......
Tingkat Beban Masukan Bahan Organik…..………………........
Cadangan Oksigen Terlarut Hipolimnion….……………….........
Operasional ……………………………………………………………..
Oksigen Terlarut di Epilimnion-Eufotik . …………………….......
Beban Bahan Organik dari KJA …….………………………......
Oksigen Terlarut Hipolimnion ……….………………………......

6
6
8
8
8
8
10
12
13
13
13
14
14
15
17
19
21
21
23
25
26
27
27
27
30
31

METODE PENELITIAN .......................................................................
Waktu dan Tempat .…………………………………………………….
Desain Lokasi Pengambilan Contoh................................................
Bahan dan Metode …………………………………………………….
Bahan …………………………………………………………......
Metode Pengukuran ………………………………………………
Metode di Lapangan.………………….………………………..
MPN (Most Probable Number)…...…………………………...

34
34
34
37
37
37
37
38

xii

Halaman
Penelitian Skala Laboratorium………………………………..
Uji Peluruhan Bahan Organik (K2)………......................
Perhitungan Massa DO − BOT ............................................
Kedalaman lapisan fotik .......................................................
Kedalaman lapisan oksik ....................................................
Analisa Data…………………………………………..………………....
Analisa deskripsi two way anova.................................................
Analisa Keseimbangan Dinamik .................................................
Analisa Hubungan ......................................................................

40
40
43
44
44
44
44
44
46

HASIL DAN PEMBAHASAN... …………………………………………….
Hidromorfometrik Waduk ……………………………………………..
Suhu……………………………………………………………………..
Oksigen Terlarut …………………………………………………….....
Perubahan DO temporal dan spasial.............................................
Defisit Oksigen...……………………………………………………….
Deplesi Oksigen .............................................................................
Bahan Organik Total…………………………………………………...
Kriteria Beban Kritis ……………………………………………………
Parameter Penunjang......................................................................
Fosfat ……………………………………………………………….
Hidrogen Sulfida (H2S) dan Bakteri SRB ..................................
Nitrogen dan Bakteri Nitrifikasi …………………………………..
Pembahasan Umum …………………………………………………..

47
47
49
52
58
62
63
65
72
73
73
76
79
96

SIMPULAN DAN SARAN.... ……………………………………………….

107

DAFTAR PUSTAKA..……………………………………………………… 108

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1.

Parameter, metode, unit dan tempat analisa selama
penelitian ................................................................................

38

Tabel 2.

Volume,in flow, out flow, ∆ volume dan RT dari Juni 2003 −
Mei 2004 ...............................................................................

47

Tabel 3.

Uji two way anova suhu antar kedalaman dan antar waktu di
zona lakustrin dan transisi Waduk Ir. H. Juanda ....................

51

Tabel 4.

Uji two way anova suhu antar stasiun dan antar waktu pada
berbagai kedalaman di zona lakustrin dan transisi Waduk
Ir. H. Juanda ........................................................................

52

Tabel 5.

Konsentrasi oksigen rata-rata (mg/L) per musim pada
berbagai kedalaman di zona lakustrin dan transisi Waduk
Ir. H. Juanda .........................................................................

55

Tabel 6.

Uji two way anova DO antar kedalaman dan antar waktu di
zona di zona lakustrin dan transisi Waduk Ir. H. Juanda ......

56

Tabel 7.

Uji two way anova DO antar stasiun dan antar waktu pada
berbagai kedalaman di zona lakustrin dan transisi Waduk
Ir. H. Juanda ..........................................................................

57

Tabel 8.

Perubahan oksigen terlarut temporal (antar waktu) selama
pengamatan di zona lakustrin dan transisi Waduk
Ir. H. Juanda ..........................................................................

59

Tabel 9.

Perubahan oksigen terlarut spasial (antar strata) selama
pengamatan di zona lakustrin dan transisi Waduk Ir. H.
Juanda ...................................................................................

61

Tabel 10.

Defisit aktual DO selama pengamatan di Waduk Ir. H.
Juanda....................................................................................

62

Tabel 11.

Konsentrasi BOT rata-rata (mg/L) di zona lakustrin dan
transisi Waduk Ir. H. Juanda ..................................................

67

Tabel 12.

Uji two way anova BOT antar kedalaman dan antar waktu di
zona lakustrin dan transisi Waduk Ir. H. Juanda ...................

68

Tabel 13.

Uji two way anova BOT antar stasiun dan antar waktu di
zona lakustrin dan transisi Waduk Ir. H. Juanda ...................

69

Tabel 14.

Persamaan DO − BOT pada masing − masing musim di
zona lakustrin dan transisi Waduk Ir. H. Juanda ....................

73

xiv

Halaman
Tabel 15.

Konsentrasi PO4-P (mg/L) di stasiun zona lakustrin dan
transisi Waduk Ir. H. Juanda ...............................................

75

Tabel 16.

Konsentrasi H2S pada setiap musim di zona lakustrin dan
transisi Waduk Ir. H. Juanda ...............................................

78

Tabel 17.

BOT, daya dukung dan defisit DO di zona lakustrin dan
transisi Waduk Ir. H. Juanda ...............................................

98

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1.

Diagram kajian keterkaitan antara kemantapan
cadangan oksigen dengan beban masukan bahan
organik di Waduk Ir. H. Juanda ........................................

4

Gambar 2.

Gabungan diagram gaya (angin, gravitasi, evaporasi dan
rotasi bumi) dan resultante arus air dan gelombang
(Goldman dan Horne, 1983) ............................................

9

Gambar 3.

In flow densitas ke waduk (Ford and Johnson dalam
Thornton et al., 1990) .......................................................

10

Gambar 4.

Pooling (genangan di di titik jatuh (Knapp, 1942 dalam
Thornton et al., 1990) .......................................................

11

Gambar 5.

Dekomposisi bahan organik di lingkungan akuatik
(Sorokin dan Kadota, 1972) .............................................

18

Gambar 6.

Distribusi vertikal konsentrasi oksigen pada akhir
stratifikasi musim panas danau-danau dengan volume
hypolimnion yang berbeda (Thienemann, 1918
modifikasi Uhlmann,1979 dalam Ryding dan Rast, 1989)

22

Gambar 7.

Variasi suhu dengan kedalaman di kolom air laut yang
secara isothermal stabil ...................................................

24

Gambar 8.

Variasi suhu dan kedalaman di air tawar yang secara
thermal stabil dimana suhu ≤ 4oC ....................................

25

Gambar 9.

Gradien potongan melintang faktor-faktor yang
mempengaruhi produktivitas dan biomassa, kepentingan
relatif autochtonous dan allochtonous di sepanjang
longitudinal waduk (Kimmel et al., dalam Thornton
et al., 1990) ....................................................................

28

Gambar 10.

Variabilitas oksigen terlarut pada dua danau yang
berbeda status trofiknya (Reproduksi oleh Gower, 1980,
Copyright John Wiley& Sons Ltd. dalam Seller dan
Markland, 1987) ...............................................................

30

Gambar 11.

Peta Waduk Ir. H. Juanda,Purwakarta Jawa - Barat ........

35

Gambar 12.

Denah lokasi stasiun pengambilan contoh di Waduk
Ir. H. Juanda .....................................................................

36

Gambar 13.

Pengaruh laju kecepatan konstanta K terhadap BOD .....

41

Gambar 14.

Pembentukan tahap pertama kurva BOD .......................

42

xvi

Halaman
Gambar 15.

Profil vertikal suhu di Waduk Ir. H. Juanda (berturut-turut
dari atas ke bawah stasiun zona lakustrin, stasiun zona
transisi dan stasiun zona riverin) dari Juni 2003 −
Mei 2004.........................................................................

50

Gambar 16.

Konsentrasi DO (mg/L) pada berbagai kedalaman dari
Juni 2003 − Mei 2004 di zona lakustrin dan transisi
Waduk Ir. H. Juanda ........................................................

54

Gambar 17.

Konsentrasi DO (mg/L) dari Juni 2003 – Mei 2004 di
zona riverin Waduk Ir. H. Juanda ...................................

57

Gambar 18.

Profil vertikal DO (mg/L) dari Juni 2003 – Mei 2004 di
Waduk Ir. H. Juanda (berturut-turut dari atas ke bawah :
stasiun zona lakustrin, transisi dan riverin).......................

64

Gambar 19.

Konsentrasi BOT (mg/L) dari Juni 2003 − Mei 2004 di
stasiun zona lakustrin dan transisi Waduk Ir. H. Juanda

66

Gambar 20.

Konsentrasi BOT (mg/L) dari Juni 2003 − Mei 2004 di
zona riverin Waduk Ir. H. Juanda .....................................

69

Gambar 21.

Massa DO (kg) dari Juni 2003 − Mei 2004 di Waduk
Ir. H. Juanda .....................................................................

70

Gambar 22.

Massa BOT (kg) dari Juni 2003 − Mei 2004 di Waduk
Ir. H. Juanda......................................................................

71

Gambar 23.

Profil vertikal PO4-P (mg/L) dari Juni 2003 – Mei 2004 di
Waduk Ir. H. Juanda (dari atas ke bawah berturut-turut
zona lakustrin, transisi dan riverin)...................................

74

Gambar 24.

Profil vertikal H2S (mg/L) dari Juni 2003 – Mei 2004 di
stasiun L1 (lakustrin), T1 (transisi) dan R1 (riverin)
Waduk Ir. H. Juanda........................................................

77

Gambar 25.

Histogram H2S (mg/L) dengan grafik kelimpahan SRB
(MPN) dari Juli 2003 − Mei 2004 di zona lakustrin
(atas), zona transisi (tengah) dan zona riverin
(bawah) ...........................................................................

80

Gambar 26.

Komposisi NO3-N, NO2-N dan NH3-N (%) pada berbagai
kedalaman di zona lakustrin Waduk Ir. H. Juanda dari
Juni 2003 − Mei 2004 .......................................................

82

Gambar 27.

Hubungan Nitrosomonas sp. dan konsentrasi NH3-N
dari Juli 2003 − Mei 2004 di stasiun L1 Waduk
Ir. H. Juanda.....................................................................

83

Gambar 28.

Hubungan Nitrobacter sp. dan konsentrasi NO2-N dari
Juli 2003 − Mei 2004 di stasiun L1 Waduk Ir. H. Juanda

85

xvii

Halaman
Gambar 29.

Komposisi NH3-N, NO2-N dan NH3-N (%) pada berbagai
kedalaman di zona transisi Waduk Ir. H. Juanda dari
Juni 2003 − Mei 2004........................................................

87

Gambar 30.

Hubungan Nitrosomonas sp. dan konsentrasi NH3-N
dari Juli 2003 − Mei 2004 di stasiun T1 Waduk
Ir. H. Juanda ....................................................................

88

Gambar 31.

Hubungan Nitrobacter sp. dan konsentrasi NO2-N
dari Juli 2003 − Mei 2004 di stasiun T1 Waduk
Ir. H. Juanda .....................................................................

90

Gambar 32.

Komposisi NH3-N, NO2-N dan NH3-N (%) pada berbagai
kedalaman di zona riverin Waduk Ir. H. Juanda dari
Juni 2003 − Mei 2004........................................................

91

Gambar 33.

Hubungan Nitrosomonas sp. dan konsentrasi NH3-N
(kiri) dan Nitrobacter sp. dan konsentrasi NO2-N di zona
riverin ...............................................................................

92

Gambar 34.

Profil vertikal alkalinitas (mg/L) dari Juni 2003 − Mei
2004 di zona lakustrin (atas), zona transisi (tengah) dan
zona riverin (bawah) Waduk Ir. H. Juanda .......................

95

Gambar 35.

Histogram lapisan fotik dan lapisan oksik dengan grafik
kecerahan di stasiun zona lakustrin Waduk
Ir. H. Juanda .....................................................................

100

Gambar 36.

Histogram lapisan fotik dan lapisan oksik dengan grafik
kecerahan di stasiun zona transisi Waduk
Ir. H. Juanda .....................................................................

101

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1.

Teknik penghitungan kelimpahan bakteri (MPN) ...........

112

Lampiran 2.

Volume (m3) masing-masing zona Waduk Ir. H. Juanda
dari Juni 2003 − Mei 2004 .............................................

113

Lampiran 3.

Luas strata (m2) masing-masing zona Waduk
Ir. H. Juanda dari Juni 2003 − Mei 2004 ......................

114

Lampiran 4.

Data curah hujan dan tinggi muka air dari Juni 2003 −
Mei 2004 di Waduk Ir. H. Juanda ..................................

115

Lampiran 5.

Beban Hidrolik (HL) dan laju pembilasan (FR) di
Waduk Ir. H. Juanda dari Juni 2003 − Mei 2004 ...........

116

Lampiran 6.

Profil vertikal suhu dari Juni 2003 − Mei 2004 di
stasiun tetap Waduk Ir. H. Juanda ...............................

117

Lampiran 7.

Konsentrasi oksigen terlarut dari Juni 2003 − Mei 2004
di zona lakustrin dan transisi Waduk Ir. H. Juanda .....

118

Lampiran 8.

Uji lanjut konsentrasi DO antar kedalaman pada musim
kemarau di stasiun L1 ...................................................

119

Lampiran 9.

Uji lanjut konsentrasi DO antar kedalaman pada musim
antara kemarau − hujan di stasiun L1 ..........................

120

Lampiran 10.

Uji lanjut konsentrasi DO antar kedalaman pada musim
hujan di stasiun L1 ........................................................

121

Lampiran 11.

Profil vertikal DO (mg/L) dari Juni 2003 − Mei 2004 di
stasiun tetap zona lakustrin dan transisi Waduk
Ir. H. Juanda .................................................................

122

Lampiran 12.

Persamaan profil vertikal DO selama pengamatan di
zona lakustrin dan transisi Waduk Ir. H. Juanda ..........

123

Lampiran 13.

Dugaan kedalaman lapisan oksik (m) selama
pengamatan di zona lakustrin dan transisi Waduk
Ir. H. Juanda ..................................................................

124

Lampiran 14.

Kecerahan stasiun pengamatan dari Juni 2003 − Mei
2004 di waduk Ir. H. Juanda ..........................................

125

Lampiran 15.

Tabel konsentrasi BOT dari Juni 2003 − Mei 2004 di
zona lakustrin dan transisi Waduk Ir. H. Juanda ...........

126

Lampiran 16.

Profil vertikal BOT dari Juni 2003 − Mei 2004 di zona
lakustrin Waduk Ir. H. Juanda........................................

127

xix

Halaman
Lampiran 17.

Profil vertikal BOT dari Juni 2003 − Mei 2004 di zona
transisi Waduk Ir. H. Juanda..........................................

128

Lampiran 18.

Gambar hubungan massa DO dan BOT dari
Juni 2003 − Mei 2004 di zona lakustrin Waduk
Ir. H. Juanda ..................................................................

129

Lampiran 19.

Gambar hubungan massa DO dan BOT dari
Juni 2003 − Mei 2004 di zona transisi Waduk
Ir. H. Juanda ..................................................................

130

Lampiran 20.

Gambar hubungan massa DO dan BOT dari
Juni 2003 − Mei 2004 di zona riverin Waduk
Ir. H. Juanda ..................................................................

131

Lampiran 21.

Konsentrasi H2S (mg/L) selama pengamatan di zona
riverin Waduk Ir. H. Juanda ..........................................

132

Lampiran 22.

Tabel Konsentrasi nitrogen (mg/L) di zona lakustrin
dan transisi Waduk Ir. H. Juanda dari Juni 2003 −
Mei 2004 ........................................................................

133

Lampiran 23

Tabel kualitas air dan kelimpahan bakteri nitrifikasi di
zona lakustrin Waduk Ir. Juanda ...................................

134

Lampiran 24.

Tabel kualitas kualitas air dan kelimpahan bakteri
nitrifikasi di zona transisi Waduk Ir. Juanda .................

135

Lampiran 25.

Tabel kualitas kualitas air dan kelimpahan bakteri
nitrifikasi di zona riverin Waduk Ir. Juanda ....................

136

Lampiran 26.

Tabel Suhu stasiun pengamatan di Waduk
Ir. H. Juanda dari Juni 2003 − Mei 2004 ......................

137

Lampiran 27.

Konsentrasi BOT rata-rata di zona lakustrin dan
transisi pada bulan tertentu ...........................................

140

Lampiran 28.

Tabel nilai koefisien peluruhan selama pengamatan ....

141

Lampiran 29.

Penghitungan defisit aktual oksigen di hipolimnion .......

142

xx

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Danau atau waduk di Indonesia luasnya kurang lebih 2.1 juta ha,
merupakan lahan potensial untuk pengembangan budidaya ikan dalam karamba
jaring apung (Kartamihardja, 1998).

Waduk Ir. H. Juanda adalah salah satu

waduk terbesar di Indonesia dan memiliki fungsi sebagai waduk serbaguna.
Sejak tahun 1976 telah dilaksanakan kegiatan penelitian dan uji coba
budidaya ikan di Waduk Ir. H. Juanda. Kegiatan budidaya ikan ini mengalami
perkembangan setiap tahunnya. Pada tahun 1999 jumlah karamba jaring apung
(KJA) di Waduk Ir. H. Juanda 2357 unit (2260

yang operasional) dan pada

tahun 2003 jumlah KJA telah mencapai 3216 unit (645 unit yang operasional).
Budidaya ikan dalam KJA merupakan usaha perikanan yang dapat
dikembangkan secara intensif, dengan pemberian pakan tambahan (umumnya
pakan buatan). Pemberian pakan tambahan dalam budidaya KJA menyebabkan
akumulasi limbah organik yang berasal dari pakan yang tidak termakan dan sisa
ekskresi.

Di Waduk Ir. H. Juanda, pemberian pakan adalah dengan sistem

pompa; yaitu pemberian pakan sebanyak-banyaknya (Kartamihardja, 1995 dalam
Nastiti et al., 2001). Akibatnya terjadi pemberian pakan berlebih (over feeding).
Sisa pakan yang tidak termakan dan ekskresi yang terbuang ke badan air
memberi sumbangan bahan organik, yang mempengaruhi tingkat kesuburan
(eutrofikasi) dan kelayakan kualitas air bagi kehidupan ikan budidaya. Beberapa
hasil penelitian melaporkan bahwa perikanan budidaya intensif dan pengkayaan
nutrien berdampak potensial pada perubahan kualitas air (Philips et al., 1993;
Boyd, 1999). Mc Donad et al., (1996) menyatakan bahwa 30% dari jumlah pakan
yang diberikan tertinggal sebagai pakan yang tidak dikonsumsi dan 25-30% dari
pakan yang dikonsumsi akan diekskresikan. Ini berarti jumlah yang cukup besar
masuk ke badan air.

Selanjutnya Barg (1992)

organik akan mengendap

menyatakan partikel bahan

disekitar lokasi KJA jika kecepatan pengendapan

partikel jauh lebih besar dari pada kecepatan arus.
Ketersediaan oksigen terlarut merupakan informasi penting dalam reaksi
secara biologi dan biokimia di perairan.

Konsentrasi oksigen yang tersedia

berpengaruh secara langsung pada kehidupan akuatik khususnya respirasi
aerobik, pertumbuhan dan reproduksi. Konsentrasi oksigen terlarut di perairan
juga menentukan kapasitas perairan untuk menerima beban bahan organik tanpa

2

menyebabkan gangguan atau mematikan organisme hidup (Umaly and Cuvin,
1988).

Sumber

oksigen

di

perairan

berasal

fotosintesis,angin, dan susupan oksigen terlarut.

dari:

difusi

atmosfir,

Sedangkan penggunaan

oksigen terlarut di perairan mencakup respirasi, dan dekomposisi aerobik bahan
organik yang berasal dari luar maupun dari dalam perairan. Dari uraian diatas,
bahan organik dan nutrien yang berasal dari luar dan dari kegiatan budidaya KJA
akan mempengaruhi ketersediaan oksigen di perairan dan akhirnya akan
mempengaruhi daya dukung perairan.
Daya dukung perairan adalah kemampuan perairan dalam menerima,
mengencerkan dan mengasimilasi beban tanpa menyebabkan perubahan
kualitas air atau pencemaran.

Di lingkungan waduk, daya dukung ditentukan

oleh keberadaan oksigen terlarut (DO) di epilimnion dan hipolimnion. Oksigen di
lapisan epilimnion

sangat dinamik, ditentukan oleh aerasi dan fotosintesis;

sedangkan di hipolimnion oksigen merupakan cadangan yang tersedia saat
terjadi umbalan, dan dimanfaatkan pada waktu periode stagnasi.

Karena

cadangan oksigen yang terbatas, maka beban bahan organik yang masuk harus
dibatasi sesuai dengan ketersediaan oksigen di perairan.

Apabila beban

melampaui ketersediaan cadangan oksigen, akan terjadi deplesi, lalu defisit dan
menyebabkan pencemaran.

Hal ini dapat dilihat dari adanya gas-gas toksik.

Defisit oksigen di hipolimnion diduga adalah penyebab kematian ikan saat terjadi
umbalan di waduk Ir. H. Juanda. Sehubungan dengan hal itu, perlu dikaji pola
distribusi keberadaan oksigen terlarut

dan bahan organik, serta keterkaitan

antara beban bahan organik dan cadangan oksigen, untuk dijadikan dasar
penentuan tingkat beban yang masih aman di perairan.

Perumusan Masalah
Budidaya ikan dalam KJA akan memberikan buangan berupa pakan yang
tidak termakan dan feses ke badan air. Semakin banyak KJA yang beroperasi
akan semakin banyak limbah yang masuk ke perairan.

Pertumbuhan ikan

ditentukan oleh proses metabolisme bioenergi dalam memanfaatkan pakan.
Efisiensi pemanfaatan pakan di KJA ditentukan oleh ikan dan tingkat pemberian
pakan.

Pemberian pakan yg berlebih akan menimbulkan dampak lanjut ke

perairan berupa kotoran dan sisa pakan. Resiko terjadinya dampak tersebut
ditentukan oleh: pola distribusi spasial dan temporal oksigen dan tingkat beban
bahan organik serta cadangan oksigen yang tersedia.

3

Pada lapisan

permukaan perairan terdapat (a) proses pembentukan

biomassa dalam karamba, dan kotoran (ekskresi & feses) serta sisa pakan; (b)
proses pembentukan, melalui fotosintesa, memanfaatkan unsur hara menjadi
biomassa fitopankton+oksigen.

Oksigen yang dihasilkan merambah ke lapisan

lebih dalam secara difusi dan adveksi menjadi cadangan oksigen.
Di lapisan

tengah

terjadi proses mineralisasi sisa pakan/ kotoran ;

membebaskan unsur hara. N, P, K, Si dengan memanfaatkan oksigen (DO),
akibatnya cadangan DO berkurang, diindikasikan dengan adanya ODR (Oxygen
Depletion Rate) atau HODR (Hypolimnion Oxygen Depletion Rate).

ODR

semakin tajam, perairan menjadi anaerob akibatnya keseimbangan DO menjadi
defisit.
Di lapisan bawah atau dasar perairan, menampung akumulasi sisa
pakan/kotoran ikan serta produk dekomposisi sisa pakan seperti : CO2, H2S,
NH3, CH4 pada kondisi anaerob. Konsekuensi dari dekomposisi ini peningkatan
unsur hara khususnya fosfat (apabila kondisi sedimen atau dasar reduktif akan
menyebabkan pelepasan P ke kolom air). Peningkatan unsur hara (N, P, Si)
tersebut potensial menunjang perkembangan fitoplankton (bloom),
dominasi oleh kelompok cyanophyceae Mycrocytis sp.

yang

di

Perkembangan

fitoplankton tersebut akhirnya mengganggu keseimbangan DO di perairan.
Pengkayaan bahan organik di sedimen akan menstimulasi aktivitas
mikroba yang memerlukan oksigen sehingga menimbulkan deoksigenasi pada
subtrat dan kolom air diatasnya. Akibatnya akan menambah kedalaman lapisan
reduktif atau mengurangi lapisan oksik di perairan, yang pada akhirnya akan
mempengaruhi kehidupan biota di KJA karena oksigen merupakan faktor kritis
dalam budidaya ikan. Stadia kritis terjadi jika jumlah oksigen di hipolimnion tidak
cukup untuk proses degradasi bahan organik, baik allochtonous atau
autochtonous. Berdasarkan latar belakang penelitian ini dapat dirumuskan
permasalahan yang dikaji (Gambar 1.).

Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji/menentukan kemampuan perairan
menerima beban bahan organik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai dasar dalam pengelolaan waduk Ir. H. Juanda.

Manfaatnya dapat

4

ditentukan

manajemen

yang

tepat

dalam

pengelolaan

waduk

yang

berkelanjutan.

Hipotesa
Apabila beban bahan organik total semakin meningkat maka ketersediaan
cadangan oksigen akan mengalami deplesi tajam, sehingga kemungkinan defisit
oksigen terlarut (DO) semakin besar , yang menyebabkan perairan menjadi
anaerob.

TINJAUAN PUSTAKA

Tipologi Waduk Ir. H. Juanda
Waduk biasanya dibentuk dengan membangun dam

melintasi sungai

sehingga air bendungan berada dibelakang dam (Ryding dan Rast, 1989).
Biasanya waduk memiliki drainase basin, kedalaman rata-rata, kedalaman
maksimum, luas beban perairan yang lebih besar dibanding danau, tetapi
dengan waktu tinggal yang lebih pendek dibanding danau.
Waduk Ir. H. Juanda merupakan waduk terbesar dari deretan waduk di
DAS Citarum. Secara topografi, waduk ini terletak pada suatu cekungan pada
ketinggian 111 m diatas permukaan laut. Luas permukaan air waduk 83 km2
dengan kedalaman maksimum 105 m dan daya tampung air 2.97 km3
(Lehmusluoto dan Machbub, 1995).
Berdasarkan ciri morfometrik, waduk Ir H. Juanda termasuk perairan
terbuka yang cukup dalam, tepian perairan dan daerah derodon sedang, jumlah
teluk banyak, garis pantai yang panjang, daerah tangkap hujan luas dan
produktifitas perairan umumya didominasi oleh fitoplankton (Suwignyo, 1996).
Sumber air waduk ini dari aliran S. Cilalawi, S. Cisomang dan buangan dari
waduk Cirata. Dari sumber ini allochtonous serta hara lainnya masuk ke waduk
Ir. H. Juanda.
Berdasarkan sifat fisik, kimia dan biologinya waduk dibagi menjadi tiga zona
yaitu zona mengalir (riverin), transisi dan tergenang (lakustrin) (Thornton et al.,
1981 dalam Thornton et al.,1990).

Bentuk gradien longitudinal perairan waduk

Ir. H. Juanda secara umum dibagi dalam zona mengalir (riverin), zona transisi,
dan zona tergenang (lakustrin). Zona mengalir di sumber air utama (sumber air
yang berasal dari out let Waduk Cirata dan S. Cisomang) dan S. Cilalawi
cenderung bervariasi tergantung dari tinggi rendahnya elevasi air (tergantung
musim). Menurut Sukimin (1999). pada saat elevasi air rendah, zona mengalir di
sumber air utama dapat mencapai sekitar kawasan Jamaras, sedangkan
kawasan Pagadungan merupakan zona transisi.

Pada saat elevasi air tinggi

kawasan Jamaras dan Krenceng berubah menjadi zona transisi. Selanjutnya di
kawasan S. Cilalawi merupakan zona mengalir, sedangkan kawasan jaring
apung merupakan zona transisi.

Zona lakustrin terletak di kawasan waduk.

Pada umumnya zona mengalir cenderung mempunyai arus yang cukup deras,

7

waktu tinggal (residence time) pendek, ketersediaan hara tinggi (allochtonous),
serta penetrasi cahaya minimal dan umumnya membatasi produktivitas primer.
Lingkungan aerobik karena zona ini umumnya dangkal dan teraduk dengan baik,
meskipun degradasi bahan organik membutuhkan oksigen yang signifikan.
Sedimentasi yang nyata terjadi di zona transisi dan intensitas cahaya
meningkat (Kennedy et al., 1982 dalam Thornton et al., 1990). Pada beberapa
titik dalam lapisan mixed (epilimnion) di zona ini, titik kompensasi antara produksi
dan dekomposisi bahan organik tercapai. Setelah titik ini, produksi autochtonous
dari bahan organik di lapisan epilimnion mulai mendominasi.

Sedimentasi

partikulat inorganik rendah, penetrasi cahaya cukup mendukung produksi primer
dengan nutrien terbatas, dan produksi bahan organik melebihi dekomposisi.
Sukimin (1999) menyatakan pola arus perairan waduk Ir. H. Juanda sangat
dipengaruhi oleh gerakan angin. Pada musim yang berbeda terdapat
kecenderungan pola sebaran arus yang berbeda baik pada lapisan permukaan
(1.0 m), tengah (10.0 m) dan dekat dasar (30.0 m). Pada musim kemarau, arus
permukaan bergerak dari zona mengalir (Warung Jeruk/in let dan S. Cilalawi) ke
arah zona lakustrin menuju Dam dengan kecepatan arus berkisar 0.07 − 0.17
m/detik.

Pada musim peralihan (September − November) arah arus di

permukaan cenderung bergerak ke arah Dam dengan kecepatan arus yang lebih
tinggi (0.12 − 1.36 m/detik). Sedangkan pada musim hujan (Desember) pola
arus di permukaan cenderung berbalik arah. Arus bergerak berlawanan arah
dengan jarum jam, yaitu dari daerah lakustrin cenderung menuju zona transisi
dan mengalir, sedangkan di bagian barat waduk (kawasan jaring apung ) arah
arus menuju ke zona mengalir.
Pengaruh pola arus (kecepatan dan arah) yang terjadi di waduk Ir. H.
Juanda sangat nyata terhadap beberapa hal seperti faktor fisika (sedimentasi),
kimia (kandungan bahan organik) dan biologi (fitoplankton). Laju sedimentasi di
daerah KJA berkisar antara 35.04 − 155.84 cm3/m2/hari sedangkan di luar lokasi
KJA laju sedimentasi berkisar antara 3.28 − 47.19 cm3/m2/hari (Kartamihardja
dan Supriyadi, 1999).

Selanjutnya juga disebutkan bahwa terdapat perbedaan

antara daerah KJA dengan daerah bebas KJA.

Daerah KJA memiliki endapan

yang lebih tebal dibanding daerah bebas KJA.

Sementara pengaruh arus

terhadap faktor biologi misalnya dapat dilihat bahwa semakin jauh dari sungai,
kelimpahan dan biomassa fitoplankton semakin tinggi Noryadi (1998).

8

Keberadaan Oksigen Terlarut
Sumber Oksigen Terlarut
Fotosintesis dan Respirasi Fitoplankton
Oksigen terlarut adalah salah satu parameter paling mendasar di perairan
karena mempengaruhi kehidupan organisme akuatik (Alabaster dan Llyod. 1980
dalam Hamilton dan Schladow, 1994) dan perubahan kimia di sedimen-interfase
(Mortimer,1971, Bostrim et al., 1982 dalam Hamilton dan Schladow, 1994).
Fotosintesis menghasilkan oksigen, yang merupakan input utama di
perairan yang subur (Seller dan Markland, 1987; Thornton et al., 1990).
Fotosintesis bertanggungjawab terhadap pulse oksigen di epilimnion waduk.
Umumnya konsentrasi oksigen saat permulaan fajar rendah, lalu tinggi pada
siang hari kemudian secara kontinu berkurang sepanjang malam karena
kebutuhan respirasi komunitas.

Perubahan oksigen terlarut lebih umum dekat

zona riverine dibanding lakustrin, kecuali di teluk yang besar, dimana tanaman
litoral dan blooming fitoplankton sering terjadi (Thornton et al., 1990).
Populasi hewan dan tanaman di badan air akan mengkonsumsi oksigen
selama proses respirasi. Hal ini menghasilkan CO2, yang akan digunakan untuk
fotosintesis.

Fotosintesis terjadi di zona fotik, tetapi respirasi terjadi dimana

saja di dalam perairan (diseluruh kolom air bahkan sampai ke dasar perairan),
sehingga hasil bersihnya adalah permukaan air cenderung kaya akan oksigen
terlarut, dan berkurang dengan bertambahnya kedalaman (Seller dan Markland,
1990).

Difusi
Sumber oksigen terlarut di perairan yang utama adalah difusi udara. Laju
transfer oksigen tergantung pada konsentrasi oksigen terlarut di lapisan
permukaan, konsentrasi saturasi oksigen, dan bervariasi sesuai kecepatan angin
(Seller dan Markland, 1987). Adsorpsi oksigen dari udara ke air melalui dua cara
yaitu : difusi langsung ke permukaan air atau melalui berbagai bentuk agitasi air
permukaan, seperti gelombang, air terjun, turbulensi (Welch, 1952).
Sumber oksigen terlarut sebahagian adalah reaerasi permukaan (Seller dan
Markland, 1987).

Reaerasi permukaan di danau atau waduk dapat terjadi oleh

oleh angin topan yang sangat kuat, menghasilkan gelombang permukaan dan
gelombang internal serta arus horizontal yang kuat.

Gelombang permukaan

terlihat jelas, sedangkan gelombang internal terjadi di termoklin (Gambar 2).

9

Gelombang gravitasi internal dengan panjang gelombang yang pendek
menjadi tidak stabil dan pecah di tengah danau, dan menyebabkan pengadukan
turbulen lokal,

terjadi transfer massa air dari hipolimnion ke epilimnion.

Pembentukan gelombang turbulen ini terutama terjadi di dekat dasar termoklin.
Pengadukan vertikal seperti halnya aliran horizontal disebabkan oleh angin
dipermukaan. Spiral ekman dapat dianggap sebagai bagian dari gerakan air
dengan berbagai kecepatan dan arah yang berbeda. Kontak diantara bagianbagian tersebut menyebabkan perpindahan vertikal massa air dan menghasilkan
pengadukan

diantara

masing-masing

bagian

tersebut.

menyebabkan energi untuk pengadukan menjadi

Spiral

Langmuir

lebih terkendali dengan

panjang gelombang kira-kira sama dengan kedalaman termoklin. Pada waktu
tertentu evaporative cooling

merupakan tenaga utama penyebab pengadukan

vertikal. Gambar 2 menunjukkan pergerakan air di danau baik vertikal maupun
horizontal yang mempengaruhi konsentrasi oksigen terlarut di danau. (Goldman
dan Horne, 1983; Wetzel, 2001).

Gambar 2. Gabungan diagram gaya (angin, gravitasi, evaporasi dan rotasi bumi)
bumi) dan resultante arus air dan gelombang. Angin memindahkan
air, gravitasi membuat aliran horizontal lebih mudah daripada vertikal,
evaporasi mendinginkan permukaan air yang kemudian tenggelam,
dan rotasi bumi memindahkan aliran permukaan ke kiri (di belahan
bumi utara) dan ke kanan di belahan bumi selatan (Goldman dan
Horne, 1983).

10

Di waduk Ir. H. Juanda, difusi atau reaerasi oksigen juga terjadi. Reaerasi
oksigen terjadi oleh angin yang kuat sehingga terbentuk gelombang permukaan
dan arus horizonatal kuat. Hal ini terlihat pagi hari pada pertengahan musim
kemarau.

Susupan Oksigen Terlarut (Interflow)
Susupan oksigen terlarut ke badan air dapat terjadi karena inflow.

Di

waduk inflow yang utama masuk di bagian atas. Residence time tahunan ratarata tidak dapat digunakan sebagai alat ukur yang tepat mengenai pengaruh
inflow pada pengadukan waduk. Jika densitas inflo