Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia 2009 : Inovasi Teknologi Proses dalam Pemanfaatan Sumber Daya Alam Menuju Bumi Hijau

LEMBAR
HASIL PENIL{AN SEJAWAT SEBIDANG ATAU PEER REWEW
I(4,RYA ILIVIIAH I PROSIDING

Judul Makalah

: Asam Lemak Industri Oleokimia

Penulis Makalah Identitas Makalah

: Dr. Ir. Muhammad Yusuf. Ritonga, MT

: a. Judul Prosiding
b. ISBN c. Tahun Terbit d. Penerbit e. Jumlah halaman

Inovasi Teknologi Proses Dalam Pemanfatan Sumber Daya Alam Menuju Bumi Hrjau 1693 - 4881
Agustus 2009
Teknik Kimia- USU
36

VKategori Publikasi Makalah fl(ben lpadakategori yang tepaQ


=

lfrosidingForum llmiah Internasional Prosiding Forum llmiah Nasional

Hasil Penil aian Peer Review :

Komponen Yang Dinilai
a.}(clengkapatl tulsur isi buku (l}%J
b. Ruang 1 ineku p dan ke dal am an p ernb ahaszr' {3 0o/o\ c.Kecukupan dan kemutahiran data./informasi dan
metodolosi (30%\ d.Kelengkapan unsur dan kualitas penerbit GA%)
Total = (tr00%)

Nilai Maksimzl Prosidirzg l0

tIInternasional

MNasiond
&B8ZZ
a{z

a^r 7,,

Nilai Akhir Yang
Diperoleh
o,l
3.. r
&,/
.J^
)

Medan,
Reviewer I
5J*---
Nama : Prof. Dr. Harlem. Marpaung NIP :19480414197403 I 001
Unit kerja : FMIPA - USU

E

LEMBAR HASIL PENILAIAN SEJA}YAT SEBIDANG ATAU PEER REWEW
I(4RYA ILIUIAH I PROSIDING


Judul Makalah

Asain Lerlak Industri Oieokimia

Perruiis Makalah

Dr. Ir. l'v{uhanrmad Yusuf-. Ritonga, M'l-

Identitas Makalah

a. Jr.rdul Prosiding
b. ISBN c. Tahun Terbit d. Penelbit e. Jumlah halaman

: Inovasi Teknologi Proses Dalarn
Pcmanfatan Sumber Daya Alam
Menuju Bumi Hijau
: t693 - 4881
: Agusfus 2009
: Teknik Kimia USU :36


Kategori Publikasi Makalah

, n /ProsidingForum Ilmiah Internasional

(beri "'pada karegori yang tepat)

fl hosiding Forum llmiah Nasional

Hasil Penilaian Peer Reyievv :
Komponen Yang Dinilai
a.Kelen.rkapan unsur isi buku ( 1092o b.Ruang lingkup dan kedalaman pembahasan (30% c.Kecukupan dan kemutahiran datalinfonnasi dan
d.Kelenskapan unsur dan kualitas penerbit (30%
Totgl : (180"/"

Nilai N{aksimzl Prosiding l0

Nilai Akhir Yang
Diperoleh


M"dro,.d..
Reviewer 2

2014

Nama

.'Tatnrin. M. Sc

NIP : 19600704 I 98903 I 003

Unit ker ja:FMIPA-USU

Seminar Nasional Teknik Kimia USU 2009 “Inovasi Teknologi Proses dalam Pemanfaatan Sumber Daya Alam Menuju Bumi Hijau” Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara Medan, 14 Agustus 2009
=DAFTAR JUDUL MAKALAH=

Kode

Penulis dan Judul Makalah


Intensifikasi Proses (Process Intensification)

PRI-01 Suprihastuti Sri Rahayu, Mila Tartiarini

Esterifikasi Asam Lemak Minyak Jarak dengan Etanol

PRI-02 Durain Parmanoan

Process Simulation Using Computational Fluid Dynamics (CFD)

PRI-03 Hary Sulistyo dan Teddy Kurniawan

Esterifikasi Gliserol dengan Asam Asetat Memakai Katalisator

Asam Sulfat

PRI-04 Heri Hermansyah, Fajar Achmadi, Tania Surya Utami, Rita Arbianti

Model Matematika untuk Reaksi Bertingkat Sintesis Diagliserol Melalui Rute


Esterifikasi

PRI-05 Muhammad Yusuf Ritonga

Asam Lemak Industri Oleokimia

PRI-06 Anni Faridah

Pemanfaatan Gliserol dan Sorbitol dalam Penghambatan Retrogradasi Bika

Ambon

PRI-07 Lilis Sukeksi, Nik Meriam Nik Sulaiman, Che Rosmani Che Hassan, Ho

H.Y., Tan P. K.

Separation of Oxalic Acid from Star Fruit Juice by Membrane Technology

PRI-08 Oloan Marican


Proses Pembuatan Crude Palm Oil (CPO) dan Kernel dari Tandan Buah

Sawit (TBS) Kelapa Sawit di PKS Sei Mangkei PTPN III

PRI-09 Siswarni MZ, Ferry N Bangun, Herman S Sinaga, Hotma P Tambunan

Pemanfaatan Guano Mardinding Kabupaten Karo sebagai Bahan Baku

Pembuatan Asam Fosfat

Teknologi Hijau (Green Technology)

GRT-01 Mardhiatul Husna

Sistem Pendukung Keputusan Berbasis Sistem Informasi Geografis untuk

Penentuan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah

GRT-02 Fatimah, Opim Salim Sitompul, Nazaruddin Matondang


Sistem Pakar untuk Pengelolaan Sampah Kota Secara Terpadu

GRT-03 Lilis Sukeksi,Che Rosmani Che Hasan, Nik Meriam Nik Sulaiman,

Mohamed Kheireddine Aroua, Abdul Ghani L.Y., Zuraini Ahamad Sidik

Statistical Analysis of Sample at Three Stages of Maturity on Some

Characteristics of Carambola Fruit (Averrhoa Carambola L) Before

Enzymatic and Micro Filtration Processing

Material

MAT-01 Bode Haryanto, G. Aryo Wicaksono, Chih-Lin Hu, Jo-Shu Chang, Chien-

Hsiang Chang

A Study on the Interfacial Behavior of Biosurfactant Surfactin and Its


Potential to Remove Metal Ions from Soils

MAT-02 Bode Haryanto, G. Aryo Wicaksono, Chien-Hsiang Chang

Mimic Sand Analysis as Soil Model in Soil Flushing Column

MAT-03 Hamidah Harahap

Kajian Awal Pemanfaatan Kulit Pisang sebagai Pengisi pada Produk Lateks

Karet Alam

Seminar Nasional Teknik Kimia USU 2009 “Inovasi Teknologi Proses dalam Pemanfaatan Sumber Daya Alam Menuju Bumi Hijau” Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara Medan, 14 Agustus 2009
MAT-04 Hamidah Harahap, Apriana Rahmadani, M. Ekki C. Pengaruh Temperatur Vulkanisasi terhadap Sifat Mekanikal Film Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Tapioka
MAT-05 M. Hendra S. Ginting, M. Irfan Darfika, Aulia Soraya Kajian Awal Pembuatan Komposit Termoplastik Cup Berpengisi Serbuk Tempurung Kelapa dengan Penyerasi Asam Akrilat
MAT-06 H. Salmah dan Z. Dahlia Partial Replacement of Toluene Diisocyanate (TDI) on Mechanical Properties of Old Newspaper Filled Diphenylmethane diisoeyanale (MDI) Foam Composites
MAT-07 Indra Surya, Seri Maulina Potensi Kalsium Karbonat Presipitat sebagai Pengisi Penguat Karet Alam
MAT-08 Farida Hanum Aplikasi Membran Mikrofiltrasi pada Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa
Pencegahan Polusi (Pollution Prevention) POP-01 Seri Maulina
Penilaian Dampak Daur Hidup (Life Cycle Impact Assessment) Lateks Pekat POP-02 Muhammad Yusuf Ritonga

Oleokimia Hijau dan Bersih POP-03 Nurhasmawaty Pohan
Produksi Bersih Industri Pulp
Pengolahan Limbah dan Pengolahan Air (Waste and Water Treatment) WWT-01 Che Rosmani Che Hassan, Aziz A.R., Noor Zalina Mahmood, Nik Meriam
Sulaiman, Foo Chee Hung, Dahlia H. Improvement of Hazardous Waste Management in University through Gap Analysis WWT-02 Panca Nugrahini F. Perombakan Biokimia Secara Anaerobik Campuran Limbah Cair Industri Menggunakan Reaktor Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB) dengan Daur Ulang Sel WWT-03 Taslim, Cynthis, Suci Radifa Sari Penggunaan Zeolit Alam yang Diaktivasi untuk Penjerapan Ion Amonium dan Nitrat dalam Air WWT-04 Ahmad Mulia Rambe Pemanfaatan Biji Kelor (Moringa oliofera) sebagai Koagulan Alternatif dalam Proses Penjernihan Limbah Cair Industri Pencucian Tekstil WWT-05 Yunianto Pengolahan Limbah Cair Industri Kopi Instan dengan Menggunakan Bioreaktor Berpenyekat Anaerobik (Baffled Reactor) WWT-06 Nurhasmawaty Pohan Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu dengan Proses Biofilter Aerobik WWT-07 Farida Hanum Penyusunan Model pada Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Menggunakan Membran Mikrofiltrasi Keramik WWT-08 Fatimah, Locce Florensia, Rina Meilina Pembuatan Biogas dari Kotoran Sapi
Energi dan Energi Terbarukan (Energy and Renewable Energy) ERE-01 Edy Herianto Majlan, Wan Ramli Wan Daud
Teknologi Fuel Cell: Harapan dalam Menyongsong Krisis Energi Global ERE-02 Supriyono, Sulistyo H.
Penambahan Stabiliser pada Kecepatan Pengendapan Partikel Batubara di dalam Biofuel

Seminar Nasional Teknik Kimia USU 2009 “Inovasi Teknologi Proses dalam Pemanfaatan Sumber Daya Alam Menuju Bumi Hijau” Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara Medan, 14 Agustus 2009

ERE-03 ERE-04 ERE-05 ERE-06

Erni Misran, Wan Ramli Wan Daud, Edy Herianto Majlan Review Pengoperasian PEM Fuel Cell Tanpa Subsistem Pelembapan Eksternal Renita Manurung, Suryadi dan Michael Wijaya Pembuatan Bioetanol dari Tandan Kosong Kelapa Sawit Renita Manurung, M. Anshori Nasution, Rizki Hakiki dan Meuthia Nurfahasdi Pembuatan Biodiesel Berbahan Baku CPO Parit Irvan dan Vivian Wongistani Pembuatan Biogas dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (POME) Menggunakan Fermentor Anaerob Termofilik

Teknolgi Fuel Cell: Harapan dalam Menyosong Krisis Energi Global

Edy Herianto Majlan dan Wan Ramli Wan Daud
Institut Sel Fuel Universiti Kebangsaan Malaysia Bangi 43600, Selangor Darul Ehsan
Malaysia

Abstrak Penggunaan bahan bakar fosil untuk keperluan energi dunia adalah lebih dari 98%. Permintaan bahan bakar setiap tahun semakin meningkat sedangkan cadangan bahan bakar fosil yang tersedia sangat terbatas dan semakin menipis. Berdasarkan keadaan ini maka pada masa yang akan datang, dunia akan menghadapi krisis energi secara global. Untuk itu diperlukan solusi dalam menghadapi dan mengatasi masalah ini. Fuel cell adalah piranti elektrokimia yang menukar secara langsung energi kimia dalam suatu reaksi menjadi energi listrik. Fuel cell memiliki dua ciri utama sebagai piranti pengubah energi, yaitu efisiensinya yang relatif tinggi dan tidak merusak lingkungan (Zero Emission). Efisiensi fuel cell pada masa kini berkisar antara 40 hingga 55%. Salah satu bahan bakar untuk fuel cell adalah gas hidrogen. Gas hidrogen dapat diproduksi melalui proses elektrolisa air. Dilihat dari sumber bahan bakar yang digunakan dan pengaruhnya terhadap lingkungan, fuel cell dapat dijadikan sebagai salah satu solusi dalam menghadapi krisis energi global.
1. Pendahuluan 1.1 Krisis Energi Global Lebih dari 98% sumber bahan bakar untuk memenuhi keperluan energi dunia berasal dari bahan bakar fosil (Siriwardane, R. V., 2002). Hasil pembakaran bahan bakar fosil ini merupakan salah satu sumber utama timbulnya pencemaran udara dan lingkungan. Gas CO2 yang dihasilkan dari pembakaran tersebut menimbulkan efek rumah kaca di bumi, yaitu terjadinya peningkatan suhu secara global. Ilmuwan mengkhawatirkan hal ini dapat menyebabkan terjadinya pencairan es di kutub bumi. Pencairan es ini akan menyebabkan permukaan air laut meningkat, sehingga akan menenggelamkan sebagian pulau dan kota-kota besar dunia. Kekhawatiran ini kemungkinan besar tidak akan terjadi. Hal ini disebabkan cadangan minyak dan
gas bumi semakin menipis. Hasil kajian tim ilmuwan dari swedia menunjukkan bahwa cadangan minyak dunia saat ini 80% kurang dari perkiraan sebelumnya. Prediksi terbaru menunjukkan
bahwa kapasitas minyak akan mencapai produksi maksimum pada tahun 2010 sedangkan gas alam diprediksi akan mengalami penurunan setelah tahun 2050 (Alekett, K. 2003).
250
200 Minyak Bumi
150

Quadrillion Btu

100 Batu Bara

50
0 1970

Gas Alam 1975 1980

Lain-lain
1985 1990 Tahun

Nuklir 1995

2000

2020

Grafik 1 Sumber Energi Utama Dunia (Sumber US DOE 2009)

Penggunaan minyak dan gas bumi setiap tahun terjadi peningkatan yang besar, sedangkan cadangan keduanya semakin menipis dan terbatas. Keadaan ini juga telah melanda Indonesia saat ini. Sejak tahun 2003 jumlah minyak yang di produksi lebih rendah berbanding dengan kebutuhan minyak untuk keperluan dalam negeri. Berdasarkan keadaan ini maka tidak lama lagi akan terjadi krisis energi baik di Indonesia maupun global yang sangat kritis. Untuk itu diperlukan solusi untuk mengatasi dan menghadapi masalah ini.
Grafik 2 Produksi dan Konsumsi Minyak Dunia (Sumber EIA - DOE US 2009)
Grafik 3 Produksi Minyak Indonesia (Sumber US DOE)

1.2 Fuel Cell Fuel cell adalah piranti elektrokimia yang mengubah secara langsung energi reaksi kimia menjadi energi listrik. Fuel cell diperkenalkan pertama kali pada tahun 1839 oleh William Grove, menggunakan hidrogen dan oksigen melalui reaksi kebalikan elektrolisa air (Larminie, J & Dicks, A. 2001). Susunan dasar fuel cell terdiri dari lapisan elektrolit yang diapit oleh anoda dan katoda yang berliang. Proses dalam fuel cell adalah sebagai berikut: bahan bakar gas dialirkan terus menerus ke bagian anoda (elektroda negatif) dan gas oksidan ke bagian katoda (elektroda positif), sehingga terjadi reaksi elektrokimia pada elektroda-elektroda tersebut yang akhirnya menghasilkan arus listrik searah.

Oksigen Bahan Pendingin
(+)

Hidrogen Bahan Pendingin (-)

Unit Elektroda Membran

Elektrolit Polimer Padat Pt-Katoda
Pt-Anoda
Kain Karbon

Plat Pengumpul Keping Penyokong Plat Pengumpul

Unit Pendingin

Bahan Pendingin
Air dan Sisa Gas

Bahan Pendingin Sisa Gas

Grafik 3 Skematik Fuel Cell Membran Pertukaran Proton (PEMFC)

Fuel cell memiliki dua ciri utama sebagai piranti pengubah energi, yaitu efisiensinya yang relatif tinggi dan tidak merusak lingkungan (Zero Emission). Efisiensi fuel cell pada masa kini berkisar antara 40 hingga 55% (Hoogers, G., 2003). Ciri-ciri lain dari fuel cell, antara lain:
- Perubahan energi secara langsung (tidak ada proses pembakaran) - Tidak ada bagian dalam fuel cell yang bergerak secara mekanik - Tidak ada bunyi yang ditimbulkan ketika proses berlangsung - Ukuran fuel cell yang fleksibel (U.S. DEO, 2000) Pembagian fuel cell berdasarkan jenis elektrolit yang digunakan adalah: - Proton exchange membrane fuel cell (PEMFC) - Alkaline fuel cell (AFC) - Phosphoric acid fuel cell (PAFC) - Molten carbonate fuel cell (MCFC) - Intermediate temperature solid oxide fuel cell (ITSOFC) - Tubular solid oxide fuel cell (TSOFC) Perbedaan masing-masing fuel cell dapat dilihat dalam tabel 1.

Tabel 1 Perbedaan Beberapa Jenis Fuel Cell

Elektrolit

PEMFC
Membran Pertukaran
Ion

AFC PAFC
Potassium Cairan Asam Hidroksida Fosforik

MCFC
Cairan Karbonat Molten

ITSOFC Keramik

TSOFC Keramik

Suhu operasi

800C

65 - 2200C 2050C

6500C

600 - 8000C 800 -10000C

Bahan Bakar H2 Murni H2 Murni H2 Murni

Efisiensi Listrik

35 – 45% 35 – 55%

40%

Power 5 – 250 kW < 5 kW 200 kW

Komponen Utama Cell

Karbon

Karbon

Grafit

Katalis

Pt

Pt

Pt

Pembawa Ion

H+

OH-

H+

Sumber: U.S. DEO, 2000; Hoogers, G., 2003

H2, CO, CH4 H2, CO, CH4

>50%

>50%

200 kW – MW 2 kW – MW

Stainless Steel Keramik

Ni CO32-

Perovskites O2-

H2, CO, CH4 >50%
2 kW - MW Keramik
Perovskites O2-

2. Aplikasi Fuel Cell Pada tanggal 21- 29 Agustus 1965 pesawat ruang angkasa Gemini 5 terbang dengan menggunakan fuel cell (PEMFC) sebagai sumber utama listriknya. Air hasil sampingan PEMFC menjadi sumber air minum untuk 2 astronot dalam pesawat tersebut (Hoogers, G., 2003). Versi awal PEMFC yang dipergunakan itu hanya dapat bertahan selama 500 jam. Program pengembangan dilanjutkan dengan menggunakan membran polimer baru, yang dinamakan Nafion pada tahun 1967. Membran Nafion meningkatkan waktu operasi PEMFC hingga mencapai lebih dari 50.000 jam operasi (US. DEO, 2000). Pada tahun 1967, General Motor (GM) telah memamerkan mobil fuel cell pertama. Fuel cell yang digunakan adalah jenis AFC. Selanjutnya GM berkerja sama dengan Opel, Suzuki dan Toyota untuk melakukan penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan kendaraan fuel cell. GM pada tahun 2003 telah menyediakan lebih dari 70 mobil dan bus fuel cell di California.

Gambar 1 Bus Fuel Cell di California USA (Sumber UTC Power)
Perusahaan-perusahaan kendaraan bermotor terkemuka yang lain seperti BMW, Mercedes, Ford, Honda, Hyundai, dan lain-lain, juga telah mengadakan ujicoba penggunaan fuel cell pada kendaraan mereka. Pada saat ini perusahaan-perusahaan tersebut telah siap memasarkan beberapa kendaraan yang menggunakan fuel cell. Pendorong utama penggunaan fuel cell dalam bidang

transportasi adalah untuk menyediakan kendaraan bermotor yang bebas polusi (Zero Emmision), di samping untuk mengurangi ketergantungan dengan minyak bumi.
Gambar 2 Mobil Fuel Cell Mercedes-Benz dan Honda (PEMFC) Untuk kebutuhan pembangkit listrik, UTC Fuel Cell (US) telah berhasil membangun sistem pembangkit listrik fuel cell dengan kapasitas 1.2 MW di negara bagian Connecticut (US). Jenis fuel cell yang di gunakan adalah PAFC. Instalasi pembangkit listrik PAFC yang terbesar dengan kapasitas 11 MW telah dibangun di Jepang dengan menggunakan stack dari UTC Fuel Cell.
Gambar 3 Pembangkit Listrik Siemen TSOFC Energi listrik yang dapat dihasilkan TSOFC diantara 100 – 1000 kW. Kombinasi TSOFC dengan gas turbin mempunyai potensial menjadi pusat pembangkit listrik, tetapi sistem ini memerlukan biaya yang sangat tinggi. Pengembang sistem ini yang paling lama dan terkenal adalah SiemenWestinghouse Power Corporation.
Gambar 4 Pembangkit Listrik MCFC

Sistem MCFC saat ini telah berhasil menyediakan tenaga listrik dengan kapasitas 3 MW yang dikembangkan oleh Fuel Cell Energy di Danbury (US). Pada tahun 2004, perusahaan ini mulai membangun pembangkit listrik dengan kapasitas 400 MW. Pengembangan PEMFC untuk aplikasi pembangkit listrik, telah dapat menghasilkan 250 kW. Saat ini sedang dibangun pembangkit listrik dengan kapasitas 1 MW oleh Ballard Generation Systems (US). Sistem PEMFC ini menjadi pilihan untuk kendaraan dan sumber listrik mini (portable power).
Gambar 5 Pembangkit Listrik 5 kW PEMFC untuk Keperluan Rumah Tangga Fuel cell telah dimanfaatkan untuk sumber energi listrik kendaraan ruang angkasa hingga akhirnya dapat dikembangkan untuk bidang transportasi, pembangkit listrik dan bidang penyedia listrik mini (portable power). Fuel cell dapat dijadikan sebagai salah satu solusi dalam penyediaan energi listrik pada masa akan datang. Untuk mewujudkan penggunaan fuel cell dalam kehidupan manusia secara umum, masih diperlukan penelitian dan pengembangan lebih lanjut, terutama dalam menyediakan sistem ini dalam harga yang relatif murah dan masa operasi yang lebih lama.
3. Penutup Usaha dalam mencari sistem energi alternatif untuk menghadapi krisis global yang akan melanda dunia adalah kebutuhan yang sangat mendesal yang perlu difikirkan dan disiapkan dengan matang. Fuel cell dan teknologi hidrogen memiliki ciri-ciri sebagai sistem alternatif yang dapat menggantikan sistem konvensional dalam menghasilkan energi listrik. Penelitian dan pengembangan fuel cell umumnya dan PEMFC khususnya masih sangat diperlukan secara mendalam, sehingga dapat dihasilkan fuel cell yang dapat diproduksi secara masal dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat dan dapat dipergunakan dalam waktu yang lama.

Referensi [1] Alekett, K. 2003. World oil and gas 'running out'. Interview with CNN on October 2, London [2] Ballard Power Generation. http://www.ballard.com [3] Energy Information Administration – US DOE. 2009. International Energy Outlook. http://www.eia.doe.gov/ [4] FuelCell Energy. http://www.ercc.com [5] Hooger, Gregor. 2003. Fuel cell Technology Handbook. CRC Press LLC. New York [6] James Larminie and Andrew Dicks. 2000. A fuel cell system explained. John Wile & Sons, Ltd, Chichester, England. [7] Public works and Government Services Canada. 2008. Canadian Fuel Cell Commercialization Roadmap Update — Progress of Canada’s Hydrogen and Fuel Cell Industry, Ottawa [8] Siemen-Westinghouse Power Corporation. http://www.siemenswestinghouse.com [9] Siriwardane, R. V., et al. 2002 Adsorption of CO2 on Molecular Sieves and Activated Carbon. NET Lab. DOE-US. Morgantown [10] U.S. DEO. 2000. Fuel cell handbook. 5th Ed. Morgantown, West Virginia: I-1, III-11, 2000 [11] UTC Fuel Cell. http://www.utcfuelcells.com [12] Wan Ramli, W. D., Kamaruzzaman, S. 2003. Advances in Malaysian Fuel Cell Research and Development. UKM, Bangi. [13] Wolf, V, Arnold, L, Hubert, A. G. 2004. Fuel Cells Handbook. John Wiley & Sons Ltd. England

Penambahan Stabiliser pada Kecepatan Pengendapan Partikel Batubara di dalam Biofuel
Supriyono1)., Sulistyo H.2) 1) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Setia Budi, Surakarta
2) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah mada, Jogjakarta
Email: kromosuwito@yahoo.com
Abstrak Cadangan minyak bumi yang semakin berkurang mendorong pencarian sumber energi baru. Salah satu sumber energi yang dikembangkan dewasa ini adalah biofuel. Sumber energi ini memiliki keunggulan dapat diperbarui sehingga ketersediaannya dapat diandalkan. Kelemahan yang masih ada hingga saat ini adalah dari sisi ekonomi harga dari biofuel masih relatif mahal. Di sisi lain batubara masih terdapat dalam jumlah yang besar namun demikian lebih banyak dijual sebagai komoditas ekspor. Bagi industri yang menggunakan bahan bakar minyak untuk keperluan pembakaran pada boiler, tingginya harga minyak bumi mendorong terjadinya modifikasi peralatan pembakaran sehingga bahan bakar minyak dapat diganti dengan batubara. Modifikasi ini memerlukan biaya yang juga tidak sedikit. Penelitian ini bertujuan membuat bahan bakar yang dapat digunakan pada sistem pembakaran luar yang relatif murah dibanding dengan bahan bakar yang berasal dari minyak bumi. Bahan bakar berbentuk suspensi ini terdiri dari biofuel dan batubara. Agar bahan bakar tidak mudah mengendap dan tetap homogen maka perlu ditambahkan stabiliser ke dalamnya. Penelitian dilakukan dengan memanaskan biofuel sehingga suhunya mencapai 60oC, selanjutnya batubara lolos ayakan 200 mesh dimasukkan ke dalam biofuel tersebut dan dilakukan pengadukan dengan kecepatan 1000 rpm. Setelah batubara tersuspensi dengan baik, ke dalam suspensi ditambahkan stabiliser (Sulfetal LS) sebanyak 0,1% berat biofuel dan dilakukan pengadukan kembali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suspensi batubara dengan penambahan stabiliser mampu mempertahankan homogenitasnya selama 11 hari, dibanding apabila tanpa penambahan stabiliser dimana pengendapan terjadi kurang dari 12 jam. Pengamatan juga menunjukkan pada penambahan stabiliser batubara yang mengedap akan mudah dihomogenkan dengan pengadukan perlahan, sedangkan tanpa stabiliser maka endapan batubara akan membentuk endapan yang lengket dan tidak mudah dihomogenkan kembali.
Kata kunci: batubara, biofuel, stabiliser, pengendapan
1. Pendahuluan Cadangan minyak bumi yang semakin berkurang dan semakin langkanya penemuan sumber minyak bumi yang baru menyebabkan kecenderungan kenaikan harga dari minyak bumi. Keadaaan ini memaksa semua pihak untuk mencari alternatif lain bagi sumber energi dunia di luar minyak bumi. Alternatif yang banyak dikembangkan adalah biofuel. Secara umum biofuel adalah bahan bakar yang diperoleh dari sumber yang dapat terbaharukan. Dengan demikian bioetanol, biodiesel dan Straight Vegetable oil (SVO) termasuk dalam biofuel. Pada penelitian ini biofuel dipersempit pengertiannya menjadi Refined Bleached Deodorized SVO (RBD-SVO). Keuntungan penggunaan biofuel adalah mudah terurai secara biologis (biodegradable), tidak beracun, dan tidak mengandung senyawa aromatis maupun senyawa belerang yang merupakan penyebab hujan asam (acid rain). Karena bahan baku biofuel berasal dari tumbuh tumbuhan, maka ketersediaannya diharapkan akan berkesinambungan. Kekurangan dari biofuel adalah dari sisi jumlah masih belum mencukupi sedangkan dari sisi ekonomi masih mahal. Sedangkan sumber energi lain yang sudah lama digunakan dan jumlahnya masih banyak adalah batubara. Batubara sekalipun bentuknya padat dan mudah ditransportasikan, tetapi pada proses pembakarannya masih menghasilkan emisi gas

karbon monoksida (CO) yang berlebih, hal ini menunjukkan bahwa proses pembakaran belum berjalan sempurna. Pembakaran yang tidak sempurna ini membawa dua konsekwensi, yang pertama adalah hilangnya sejumlah panas yang seharusnya dapat dimanfaatkan, dan yang kedua potensi pencemaran udara yang cukup serius. Campuran yang terdiri dari batubara yang tersuspensi di dalam biofuel dapat menjadi alternatif bahan bakar pada peralatan yang menggunakan burner, mulai dari kompor minyak tekan untuk penjual mie ayam sampai dengan boiler pembangkit uap tekanan tinggi. Hal ini karena peralatan pembakaran tidak perlu mengalami perubahan yang berarti.

2. Tinjauan Pustaka

Secara alamiah partikel padatan di dalam suatu cairan mempunyai kecenderungan untuk

mengendap. seperti antara lain dinyatakan dalam persamaan Stoke

 vo



d2

s   18 

g

(1)

Persamaan 1 sebenarnya lebih mencerminkan proses pengendapan oleh satu partikel di dalam suatu fluida, sementara di dalam suspensi tentunya terdapat partikel dalam jumlah yang sangat banyak, untuk keperluan tersebut maka proses pengendapan dibagi menjadi dua tipe.

1. Pengendapan tipe 1 (discrete settling)

Pada suatu suspensi yang encer maka masing masing partikel cenderung independen satu terhadap

yang lain. Pengendapan tipe ini masing masing partikel padatan tidak mengalami aglomerisasi.

Dengan demikian ukuran partikel akan tetap dan laju pengendapan akan berjalan tetap. Misalkan

pada saat waktu menunjukkan nol, partikel dengan diameter do berada pda permukaan suatu kolom

sepanjang Zo, setelah waktu berjalan selama to partikel berada pada bagian dasar dari kolom, sehingga semua partikel yang sampai pada dasar kolom dalam waktu to dapat dikatakan sudah mengendap. Selanjutnya dapat disusun persamaan berikut

R

1

x0



xo 0

vp vo

dx

(2)

v0



Z0 t0

(3)

Untuk keperluan evaluasi hasil pengamatan, persamaan 3 selanjutnya diubah menjadi persamaan 4

berikut ini

 xo v p dx  1
0 vo v0

v px

(4)

Persamaan 4 memerlukan plot antara vp dengan x. x C C0

(5)

vp



Zp 2 t0

(6)

2. Pengendapan tipe 2

Pengendapan tipe ini partikel padatan akan saling tarik menarik sehingga mengalami aglomerisasi,

dalam hal ini ukuran partikel akan bertambah besar dengan bertambahnya waktu, hal ini berakibat

laju pengendapan juga akan bertambah besar seiring dengan bertambahnya waktu. Dengan

demikian analisa laju pengendapan seperti dituliskan pada persamaan 2 sampai 6 perlu

dimodifikasi sebagi berikut

r0 = 1- x0

(7)

R



r0



1 r0

Z p dr 2 Z0

(8)

Surfaktan bekerja dengan cara memberi lapisan tipis pada permukaan partikel, sehingga proses aglomerisasi dapat dicegah. Beberapa jenis surfaktan juga mempunyai muatan ion. Muatan ion yang sejenis pada tiap partikel menyebabkan partikel saling tolak menolak dan proses pengendapan dapat diperlambat.
3. Cara Penelitian Penelitian dilakukan melalui tahap orientasi dan pemilihan surfaktan, teknik pencampuran antara biofuel, batubara dan surfaktan, pengamatan proses pengendapan dengan sedimentation study apparatus, dan laju pengendapan dengan multiport sedimentation apparatus.
a. Tahap orientasi Pada tahap ini sejumlah 100 gram biofuel dipanaskan dengan menggunakan pemanas air (water bath heater) dengan variasi suhu 50oC, 60oC, 70oC dan 80oC, selanjutnya dimasukkan batubara bervariasi sejumlah 10, 20, 30 dan 40 gram dengan ukuran lolos ayakan 140 mesh dan lolos ayakan 200 mesh. Campuran batubara dan biofuel diaduk dengan kecepatan 1000 rpm selama 1 menit, selanjutnya ditambahkan surfaktan cair sebanyak 0,1 gram dan diaduk kembali selama 1menit. Suspensi yang didapat kemudian diamati dengan memasukkannya ke dalam tabung reaksi. Untuk suspensi yang dalam waktu 24 jam tidak mengendap, dilanjutkan dengan tahap pengamatan berikutnya.
b. Pengamatan proses pengendapan. Pengamatan terjadinya pengendapan dilakukan dengan alat seperti pada gambar 1.a.
port 1
port 9
Gambar 1.a. Sedimentation study apparatus Gambar 1.b. Kolom pengamatan c. Pengamatan laju pengendapan.
Biofuel sebanyak 2 liter dipanaskan sampai dengan suhu 70oC, selanjutnya batubara lolos ayakan 200 mesh didispersikan dan diaduk dengan kecepatan 1000 rpm. Suspensi dibagi 2 masing masing 1 liter. Selanjutnya surfaktan yang terbaik pada langkah b. digunakan kembali. Setelah suhu suspensi turun sampai dengan suhu ruang, Spesific gravity diukur, selanjutnya dimasukkan kedalam kolom pengamatan laju pengendapan. Gambar 1.b. menunjukkan kolom pengamatan yang berbentuk silinder dengan panjang 2 meter dan diameter 1 inchi. Setiap interval 25 cm diberi saluran untuk mengambil sampel guna pengukuran spesific gravity dari suspensi. Pemberian nomer dari atas ke bawah. Sampel diambil tiap interval waktu 30 menit. Selanjutnya sampel diukur spesific gravitynya. Cara yang sama juga ditempuh untruk suspensi yang tidak ditambah dengan surfaktan.
4. Hasil dan Pembahasan 1. Tahap orientasi Dari tiga macam surfaktan yang diuji coba yaitu Sodium Lauryl Ester Sulfate, Sodium Fatty Alcohol Sulfate dan Fatty Acid Amino Betaine semuanya tidak mengalami pengendapan dalam

jangka waktu 24 jam. Pengendapan hanya terjadi pada suspensi yang dibuat tanpa penambahan surfaktan.

2. Proses pengendapan

Karena dalam waktu 24 jam suspensi yang ditambah dengan surfaktan belum mengendap, maka

pengamatan dilakukan dengan menggunakan sedimentation study apparatus dan lama waktu

pengamatan diperpanjang. Hasil dari pengamatan dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Pengamatan proses pengendapan

No Surfaktan

Lama waktu terjadi

pengendapan

2 Fatty Acid Amino Alkyl

4

Betaine

3 Sodium Lauryl Ether

7

Sulfate

4 Sodium Fatty Alcohol

12

Sulfate

3. Laju pengendapan

Setelah dibuat kurva kalibrasi antara specific gravity suspensi terhadap fraksi berat batubara yang

tersuspensi, didapat hubungan sebagai berikut :

Y = 0,3427 X + 0,9128

(9)

Specific gravity suspensi mula mula = 0,927 atau fraksi berat batubara didalam suspensi sebesar

4,143566. Selanjutnya dari pengamatan selama percobaan didapat hasil sebagaimana terlihat pada

tabel 2.

Tabel 2. Specific gravity pada berbagai posisi dan waktu

Posisi

Dengan surfaktan, waktu

Tanpa surfaktan, waktu

pengamatan(menit)

pengamatan(menit)

30 60 90 120 30 60 90 120

1 0,919 0,918 0,916 0,914 0,918 0,916 0,914 0,912

2 0,919 0,917 0,916 0,915 0,918 0,915 0,915 0,913

3 0,92 0,917 0,915 0,914 0,921 0,917 0,915 0,915

4 0,921 0,92 0,919 0,916 0,922 0,918 0,916 0,915

5 0,923 0,923 0,921 0,921 0,923 0,920 0,918 0,917

6 0,923 0,922 0,922 0,920 0,923 0,921 0,919 0,917

7 0,923 0,922 0,920 0,921 0,925 0,921 0,919 0,918

8 0,927 0,924 0,924 0,923 0,925 0,924 0,923 0,921

Selanjutnya dari data pada tabel 2, dibuat grafik hubungan antara kecepatan pengendapan terhadap

fraksi massa yang tertinggal pada suspensi. Apabila suspensi diasumsikan mengalami proses

pengendapan type I, dengan mengambil contoh sampel yang diambil dari titik paling atas dan

paling bawah 8 (port 1 dan 8) didapat hubungan antara laju pengendapan terhadap fraksi berat yang

masih tersisa pada suspensi seperti terlihat pada gambar 2.

Fraksi batubara pd suspensi

1 0,8 0,6 0,4 0,2
0 0

Pengendapan tipe I

port 1 s port 8 s port 1 ts port 8 ts

0,01 0,02 0,03 0,04
laju pengendapan ( m/m in)

Gambar 2. Analisa kolom sedimentasi dari suspensi tipe I ( s = suspensi dengan surfaktan, ts = suspensi tanpa surfaktan)

Dari gambar 2 dapat dilihat untuk titik pengambilan sampel (port) yang sama, laju pengendapan batubara akan lebih lambat apabila ditambahkan surfaktan kedalamnya. Dengan demikian dapat disimpulkan penambahan surfaktan Sodium Fatty Alcohol Sulfate (C12-14).memperlambat laju pengendapan batubara di dalam suspensi biofuel. Adanya kecenderungan port bawah lebih besar fraksi batubaranya dibandingkan dengan port diatasnya terjadi secara alamiah, karena batubara yang bergerak ke bawah menyebabkan jumlah batubara pada port bawah lebih besar.
Daftar lambang R = Bagian partikel dengan kecepatan sama atau lebih besar dari vo, dapat juga diartikan fraksi partikel yang mengendap pada kedalaman tersebut r0 = fraksi partikel yang terambil Zo = Panjang lintasan pengendapan t0 = Waktu bagi partikel untuk menempuh jarak Zo x0 = Fraksi partikel dengan kecepatan kurang dari v0 d = diameter partikel =viskositas fluida s = berat jenis partikel = berat jenis cairan C = konsentrasi partikel yang belum mengendap C0 = Konsentrasi partikel didalam suspensi mula mula Y = specific gravity suspensi X = fraksi berat batubara didalam suspensi
Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional atas dukungan pendanaan melalui Hibah Kompetitif sesuai Prioritas Nasional (Hibah Strategis Nasional) Batch II.
Daftar Pustaka [1] Arcadio P. Sincero, Gregoria A. Sincero, “Enviromental Engineering, A Design Approach”,
Prentice Hall New Jersey, 1996 [2] Agung N, Wiwin Budi H, Suci M, Sugeng W, “Pengaruh Distribusi Ukuran Partikel Batubara
terhadap sifat Rheologi Coal Water Mixture”, Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia, 2003 [3] R. Bryon Bird, Warren E. Steward, Edwin N. Lightfoot,” Transport Phenomena”, John Wiley
& Sons,Inc., New York, 2002 [4] R.H. Perry, D.W., Green,”Perry’s Chemical Engineer’s Handbook”,Mc Graw-Hill, 1999,CD
ROM version [5] N. W. Merriam,” Upgrading Low Rank Coal Using the Koppelman Series C Process”,
Advanced Coal-Based Power and Environmental Systems ‘97 Conference, Pittsburg, 1997 [6] Eric C. Cotell, “Combustion Method Comprising Burning an Intimate Emulsion of Fuel and
Water, US Patent #4.048.963 [7] R.L.Rowell,Y.Wei and B.J.Marlow,”The Critical Solids concentration (CSC) as a Property of
Coal Slurries”,Fourth International Symposium on Coal Slurry Combustion, vol 3, Orlando, 1982 [8] http://journeytoforever.or/biofuel.html [9] http://www.biodiesel.org.2006

Review Pengoperasian PEM Fuel Cell Tanpa Subsistem Pelembapan Eksternal
Erni Misrana,b, Wan Ramli Wan Dauda, Edy Herianto Majlana aInstitut Sel Fuel, Universiti Kebangsaan Malaysia, 43600 UKM Bangi, Selangor, Malaysia
bDepartmen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara, Medan 20155, Indonesia
Abstrak
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengoperasikan fuel cell jenis membran penukar proton (Proton Exchange Membrane Fuel Cell atau PEMFC) tanpa menggunakan subsistem pelembapan eksternal. Upaya-upaya tersebut meliputi modifikasi pada MEA, elektroda (GDL dan GDE), rancangan bidang-aliran, dan penggunaan sumbu berupa sepon penjerap air. Pengoperasian PEMFC tanpa menggunakan subsistem pelembapan eksternal akan mengurangi kekompleksan sistem. Hal ini akan menjadikan sistem PEMFC sebagai sistem yang lebih menjanjikan untuk diaplikasikan sebagai sumber energi di masa yang akan datang. Tulisan ini menyajikan ulasan tentang berbagai upaya perbaikan yang telah dilakukan oleh banyak peneliti dalam bidang tersebut.
Kata kunci : PEMFC, tanpa pelembapan eksternal, upaya perbaikan sistem
1. Pendahuluan Sistem fuel cell jenis membran penukar proton (Proton Exchange Membrane Fuel Cell atau PEMFC) merupakan salah satu sumber energi alternatif yang sangat menjanjikan dewasa ini disebabkan oleh efektivitasnya yang tinggi serta emisinya yang rendah (Wang dkk., 2008). Sistem PEMFC yang ada pada saat ini, umumnya menggunakan membran asam perfluorosulfonat, misalnya Nafion, sebagai membran elektrolit. Nafion juga digunakan sebagai bahan pada lapisan katalis (Williams dkk., 2004; Han dkk., 2007; Wang dkk., 2008). Nafion harus berada dalam keadaan terhidrat pada suhu operasional untuk mempertahankan konduktivitas proton yang tinggi di dalam membran dan lapisan katalis. Hal ini disebabkan oleh sifat hidrofilik dari gugus asam sulfonik yang terdapat pada polimer. Konduktivitas proton semakin bertambah bila kandungan air bertambah (Han dkk., 2007). Air biasanya dimasukkan ke dalam sel secara eksternal untuk mendapatkan kehidratan yang cukup. Metoda yang paling banyak digunakan adalah metoda pelembapan eksternal (external humidification) dimana gas-gas reaktan (hidrogen dan udara) dilewatkan melalui unit pelembap sebelum memasuki sel. Keseimbangan air di dalam membran merupakan isu yang rumit dan merupakan tantangan yang utama. Metoda humidifikasi eksternal yang banyak digunakan, bagaimanapun membawa beban kepada sistem fuel cell, utamanya untuk sistem yang dibatasi oleh ukuran dan kemudah-alihan (portable). Dua metoda alternatif pelembapan membran yang dapat digunakan tanpa pelembapan eksternal ialah: (1) pelembapan-sendiri (self-humidifying) membran elektrolit polimer dan (2) pelembapan internal (internal humidification). (Han dkk., 2007) Metoda pelembapan eksternal membuat sistem menjadi rumit dan menurunkan efektivitas, oleh sebab itu pengoperasian PEMFC tanpa sub-sistem pelembapan eksternal menjadi hal yang menarik (Ge dkk., 2005; Son dkk., 2007). Berbagai usaha telah dilakukan untuk menghilangkan unit pelembapan eksternal dari sistem PEMFC. Watanabe dkk. (1996) adalah yang mula-mula mengembangkan membran pelembapan-sendiri melalui penuangan semula (recasting) ionomer Nafion terlarut dan menggabungkan ke atasnya partikel Pt dan oksida logam (seperti TiO2 atau SiO2) berukuran nanometer (Han dkk., 2007). Usaha berikutnya telah dilakukan oleh banyak peneliti yang bukan saja melakukan usaha peningkatan melalui modifikasi pada membran (Yang dkk., 2002; Liu dkk., 2003a; Liu dkk., 2003b; Wang dkk., 2005; Zhang dkk., 2007; Yang, 2008), tetapi juga modifikasi pada lapisan difusi gas (gas diffusion layer, GDL) (Qi dan Kaufman, 2002a; Chen dkk., 2004; Jian-hua dkk., 2008), modifikasi pada elektroda difusi gas (gas diffusion electrode, GDE) (Han dkk., 2007), dan

penambahan satu lapisan berupa water transfer region (WTR) (Wang dkk., 2008). Ada pula yang merancang medan aliran gas yang sesuai (Qi dan Kaufman, 2002a) ataupun melakukan penambahan sepon (sponge) penjerap air berupa polyvinyl alcohol atau PVA (Ge dkk., 2005).
2. Modifikasi pada Membran Modifikasi pada membran merupakan upaya yang paling banyak dilakukan para peneliti. Pengembangan membran pelembapan-sendiri (self-humidifying membrane), seperti yang telah diuraikan di atas, pertama kali dilakukan oleh Watanabe dkk. (1996). Partikel Pt dan oksida logam (seperti TiO2 atau SiO2) berukuran nanometer diserakkan dalam membran elektrolit yang tipis. Platinum dan oksida yang ditambahkan membolehkan penggabungan H2 dan O2 ke dalam air dan kemudian menahan air di dalam oksida yang higroskopik sehingga kandungan air di dalam membran dapat dipertahankan. Sel yang menggunakan membran lembap-diri tersebut menunjukkan kinerja yang tinggi dan stabil walaupun dioperasikan pada tekanan ambien ketika menggunakan umpan berupa hidrogen yang jenuh oleh air pada 20 oC dan oksigen kering. Keluaran sel mencapai 0,63 Wcm−2 pada 0,9 Acm−2. Watanabe dkk. telah melanjutkan kajian dan modifikasi penambahan Pt di dalam membran yang diikuti dengan langkah-langkah pemisahan yang panjang (Han dkk., 2007). Bagaimanapun, penelitian berikutnya menunjukkan bahwa kehadiran partikel Pt di dalam membran menambah resiko short circuit, di samping kesukaran untuk mengontrol dosis Pt yang diserakkan pada membran mengikut metoda Watanabe ini (Yang 2008). Kekurangan lain yang dijumpai adalah terdapat impuritis, taburan partikel Pt yang tidak seragam pada membran, serta pembentukan laluan konduksi elektron oleh rangkaian partikel Pt yang terserak (Yang dkk., 2002). Para peneliti lain juga menumpukan kajian pada sintesis pelembapan-diri PEM dengan menanamkan partikel Pt atau Pt/C kepada bahan polimer mengikut prinsip Watanabe dkk. (1996). Penyelidikan yang dilakukan oleh Yang dkk. (2002) menghasilkan PEM yang dibuat dalam bentuk sandwich, yang tersusun atas dua membran yang terbuat dari resin kopolimer perfluorosulfonilflurorid dan partikel Pt halus di antaranya. Kinerja sel tunggal yang menggunakan membran pelembapan-sendiri adalah lebih tinggi bila dibandingkan dengan sel yang tidak dimodifikasi. Hasil ini menunjukkan bahwa laju perpindahan proton melalui membran pelembapan-sendiri adalah lebih besar daripada melalui membran yang tidak dimodifikasi. Oleh karena itu, kandungan air di dalam membran pelembapan-sendiri juga lebih besar. Kandungan air yang semakin meningkat berasal dari partikel Pt yang terdapat di dalam membran. Kestabilan sel tunggal yang menggunakan membran pelembapan-sendiri diperiksa selama 300 menit di bawah arus tetap sebesar 200 mA/cm2 pada 50 oC. Voltase sel pada mulanya turun secara perlahan dengan bertambahnya waktu dan pada akhirnya mencapai nilai keadaan mantap kira-kira 0,45 V pada 200 mA/cm2 (Yang dkk., 2002). Liu dkk. (2003a) membuat membran komposit Nafion/PTFE yang mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya: kekuatan mekanik yang tinggi, kestabilan dimensi yang baik atas penghidratan dan peng-anhidratan, pengendalian yang mudah, dan kinerja sel yang baik. Tetapi masalahnya adalah bahwa membran komposit ini mempunyai laju permeasi gas yang lebih tinggi dibandingkan dengan membran komersial. Hal ini dapat mengurangi kinerja sel dan cell open circuit voltage (OCV). Panas reaksi yang dihasilkan oleh lintasan gas menyebabkan terjadinya lokal hot spots, pengeringan membran, dan hambatan (resistance) membran yang tinggi (Liu dkk., 2003b). Pada penelitian berikutnya, Liu dkk. (2003b) merancang membran komposit berbilang lapis dengan menambahkan partikel Pt atau Pt/C ke dalam larutan tuangan membran. Membran komposit ini boleh menekan lintasan (crossover) gas secara efektif, sehingga dapat mengatasi masalah sebelumnya. Membran baru yang ditunjukkan dalam Gambar 1(i) ini juga dapat digunakan sebagai membran pelembapan-sendiri (Liu dkk., 2003b).

(1) lapisan Nafion; (2) lapisan Pt pelembapan-sendiri; (3) membran PTFE berpori; (4) lapisan Nafion
(i)

(a) serakan Pt berdasarkan metoda Watanabe et al (1998); (b) lapisan 2 membran dengan taburan partikel Pt di antara membran oleh Yang et al (2002); (c) taburan partikel Pt dengan metoda gradient degression menggunakan membran kopolimer PFSA
(ii)

Gambar 1. (i) Skema membran komposit pelembapan-sendiri (Liu dkk., 2003a), (ii) konsep rancangan membran komposit Pt/PFSA Wang dkk., 2005

Membran pelembapan-sendiri Pt/PFSA (perfluorosulfonic acid) telah pula dikembangkan. Kristal
Pt berukuran nano diserakkan pada membran menggunakan metoda keseimbangan impregnation– reduction (I–R). Kinerja membran Pt/PFSA dan membran PFSA dibandingkan pada sel tunggal 5 cm2 dengan pemuatan 0,3 Pt mg/cm2. Hasilnya menunjukkan bahwa distribusi Pt pada membran
komposit Pt/PFSA adalah dalam bentuk gradient degression dari satu sisi kepada sisi lainya seperti yang ditampilkan pada Gambar 1(ii). Ukuran rerata Pt adalah kira-kira 6 nm. Densitas daya puncak sel Pt/PFSA mencapai 1,2 W/cm2 pada 70 oC dan 0,2 MPa dengan menggunakan hidrogen
kering dan oksigen kering (Wang dkk., 2005).
Sebuah membran pelembapan-sendiri PTFE yang diperkokoh oleh resin sulfonated poly (ether ether ketone) (SPEEK) telah pula dibuat. Pada membran ini, sebuah lapisan dasar dan sebuah
lapisan pelindung yang tipis diikat oleh lapisan PTFE berpori. Lapisan dasar, terdiri daripada katalis Pt yang disokong oleh oksida silikon (Pt-SiO2) yang diserakkan dalam resin SPEEK, dapat menahan lintasan umpan gas sehingga penghidratan membran yang baik dapat dicapai disebabkan
adanya katalis Pt-SiO2 yang higroskopik. Lapisan pelindung yang tipis, yang terdiri daripada katalis Pt-SiO2 dan resin Nafion yang sangat toleran terhadap H2O2, bertujuan menghalangi penurunan resin SPEEK karena H2O2 yang dihasilkan pada katoda akibat reduksi oksigen yang tidak lengkap. Skema membran ini ditunjukkan dalam Gambar 2(i). Kinerja membran pelembapan-sendiri menunjukkan nilai OCV yang lebih tinggi yakni 0,98 V dan densitas daya maksimum 0.8 W/cm2 dibandingkan nilai 0,94V dan 0,33 W/cm2 untuk membran SPEEK/PTFE tanpa katalis Pt-SiO2 pada keadaan kering. Uji ketahanan fuel cell selama 250 jam menunjukkan bahwa membran berharga rendah ini adalah tahan baik dari segi prestasi maupun
struktur membran dengan umpan H2/O2 kering (Zhang dkk., 2007).

MEA
(i) (ii)
Gambar 2. (i) Skema membran pelembapan-sendiri Pt-SiO2/SPEEK/PTFE/Nafion/Pt-SiO2 (Zhang dkk., 2007); (ii) Skema daripada struktur MEA (membrane electrode assambly) dengan serakan Pt/C yang beraturan pada membran (Yang, 2008)
Yang (2008) mengusulkan membran komposit dengan serakan partikel Pt yang beraturan pada lapisan yang bersebelahan dengan sisi anoda untuk mengurangi resiko short circuit dan masalah dosis Pt. Struktur membran komposit ini ditunjukkan dalam Gambar 2(ii). Partikel Pt di bawah rib daripada grafit anoda menyediakan tempat untuk penggabungan kembali H2 dan O2 yang berdifusi melalui membran elektrolit ke dalam air.
3. Modifikasi pada Elektroda Lapisan elektroda adalah lapisan yang mengandung partikel katalis. Lapisan ini umumnya terdiri dari kertas karbon, lapisan difusi gas (gas diffusion layer atau GDL), dan elektroda difusi gas (gas diffusion elektrode atau GDE). Qi dan Kaufman (2002a) menggunakan PTFE/karbon mikropori yang mengandung 24, 35, dan 45 % PTFE pada lapisan GDL. Lapisan dengan 35% PTFE menunjukkan hasil yang terbaik. Stek 4-sel dengan luas aktif sel = 27,6 cm2 beroperasi stabil pada densitas arus 145 mA/cm2 menggunakan hidrogen dan udara yang tidak dilembapkan. Penggunaan PTFE pada lapisan di antara kertas karbon dan elektroda juga diteliti oleh Chen dkk. (2004) dan Jian-hua dkk. (2008). Mereka menamakan lapisan antara tersebut dengan nama water management layer (WML). Larutan Nafion–silika yang mengandung partikel SiO2 berukuran nano telah dibuat oleh Han dkk. (2007) untuk menghasilkan anoda pelembapan-sendiri menggunakan elektroda yang hidrofobik. Lapisan tipis yang terbentuk segera pada katalis menggunakan suspensi Nafion–silika memainkan peranan untuk mengangkut proton dari kawasan aktif pada lapisan katalis ke membran, juga menahan air untuk membasahi komponen elektrolit pada lapisan katalis. Penambahan silika kepada matriks Nafion dapat meningkatkan penyerapan air daripada bahan Nafion. Air yang diperlukan untuk melembapkan lapisan katalis pada anoda berasal dari molekul air yang berdifusi-balik dari katoda dan pengoksidaan hidrogen melalui lintasan oksigen pada anoda. Komposit Nafion–silika juga menunjukkan peningkatan konduktivitas proton pada keadaan ambien dengan kelembapan relatif 75% dan suhu kamar. Hasil yang optimal diperoleh dengan kandung silika 6% pada 60 oC menggunakan hidrogen dan udara tanpa pelembapan eksternal. Kajian ini juga mengesahkan bahwa penggunaan membran yang sangat tipis yang berasal dari

suspensi Nafion–silika pada lapisan katalis anoda dapat meningkatkan kinerja PEMFC secara efisien untuk rancangan sistem pelembapan-diri (Han dkk., 2007 MEA dengan kawasan aktif elektroda dikelilingi oleh kawasan tak aktif berupa water transfer region (WTR) telah dikembangkan oleh Wang dkk. (2008). Melalui konfigurasi yang ditunjukkan oleh Gambar 3(i), kelebihan air di katoda dapat dipindahkan ke anoda melalui membran Nafion untuk melembapkan hidrogen.
4. Upaya Modifikasi Lainnya Selain upaya modifikasi yang dilakukan pada membran dan elektroda, terdapat setidaknya dua modifikasi lainnya yang akan disampaikan pada bagian berikut ini. Modifikasi dimaksud meliputi rancangan bidang-aliran dan penggunaan bahan penjerap air berupa sumbu sepon polyvinyl alcohol (PVA). Rancangan bidang-aliran berlaluan ganda yang mempunyai dua alur gas masuk dan dua alur gas keluar telah diusulkan oleh Qi dan Kaufman (2002b). Kedua laluan disusun sedemikian rupa sehingga alur masuk dari satu bidang-aliran berhampiran dengan alur keluar dari bidang-aliran yang lain dan, di seluruh bagian kawasan aktif elektroda, selalu terdapat saluran yang berhampiran dengan umpan gas yang mengalir dari arah yang berlawanan. Rancangan seperti yang ditampilkan pada Gambar 3(ii) membuat gas kering yang masuk menjadi terhidrat dengan memperoleh kelembapan daripada gas lembap yang keluar, di seluruh bagian kawasan aktif, gas yang lebih kering pada satu bidang-aliran mendapat kelembapan dari gas yang lebih basah yang mengalir pada bidang-aliran yang lain. Rancangan ini secara efektif menggunakan air yang dihasilkan untuk menghidratkan membran dan lapisan katalis.
(i) (ii)
Gambar 3. (i) Struktur MEA yang dikembangkan oleh Wang dkk. (2008); (ii) Rancangan bidangaliran berlaluan ganda (Qi dan Kaufman, 2002b)
Ge dkk. (2005) memasang dua buah sumbu berupa PVA pada bagian aliran udara seperti yang ditampilkan pada Gambar 4. Pemasangan sumbu sepon tersebut dapat melembapkan udara yang dimasukkan dalam kondisi kering dan untuk menyingkirkan air cair di dalam sel. Selain itu, umpan hidrogen kering dapat dilembapkan secara internal melalui difusi air dari katoda ke anoda selama operasi yang berlangsung secara berlawanan arah tersebut.

Gambar 4. Struktur sel secara skematik dengan pemasangan sumbu sepon penjerap air
5. Kesimpulan Berbagai kajian telah dilakukan untuk mengoperasikan sistem PEMFC tanpa menggunakan pelembapan eksternal. Ulasan yang disampaikan pada tulisan ini menunjukkan upaya modifikasi yang telah dilakukan pada membran, elektrod, serta disain sel. Pengoperasian sistem PEMFC yang telah dikembangkan sejauh ini menunjukkan kinerja yang baik dan stabil menggunakan gas-gas reaktan (hidrogen dan oksigen/udara) yang kering. Berbagai upaya perbaikan harus terus dilakukan mengingat masih terdapatnya kekurangan ataupun kendala yang dihadapi. Meskipun demikian, pengembangan ini diharapkan dapat memudahkan penggunaannya terutama bagi keperluan bergerak.
Penghargaan
Penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Universiti Kebangsaan Malaysia dan Kementerian Pengajian Tinggi atas pendanaan penelitian ini melalui bantuan UKMGUP-TK-08-17-323.
Daftar Pustaka [1] Ge, Shanhai, Xuguang Li, dan I.-Ming Hsing. 2005. Internally humidified polymer electrolyte fuel cells using water absorbing sponge. Electrochimica Acta 50 (2005) 19091916. [2] Han, M., S.H. Chan, dan S.P. Jiang. 2007. Investigation of self-humidifying anode in polymer electrolyte fuel cells. International Journal of Hydrogen Energy 32 (2007):385 391. [3] Liu, Fuqiang, Baolian Yi, Danmin Xing, Jingrong Yu, Zhongjun Hou, dan Yongzhu Fu. 2003a. Development of novel self-humidifying composite membranes for fuel cells. Journal of Power Sources 124 (2003):81-89. [4] Liu, Fuqiang, Baolian Yi, Danmin Xing, Jingrong Yu, dan Huamin Zhang. 2003b. Nafion/PTFE composite membranes for fuel cell applications. Journal of Membrane Science 212 (2003):213-223. [5] Qi, Zhigang dan Arthur Kaufman. 2002b. Improvement of water management by a microporous sublayer f