Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA Berulang pada Balita

53 balita 50 tidak mendapatkan ASI secara eksklusif, dan dari jumlah tersebut sejumlah 37 balita 70 mengalami ISPA berulang. Keadaan ini didukung dengan adanya anggapan masyarakat bahwa pemberian ASI akan menurunkan berat badan bayi dan kendala ASI ibu yang tidak lancar. Selain itu perilaku keluarga memberian makanan tambahan yang terlalu dini seperti madu,susu formula, dan pisang menjadi faktor pendorong gagalnya bayi mendapat ASI eksklusif.

5.1.3. Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA Berulang pada Balita

Status imunisasi dinilai dengan cara lengkap atau tidaknya balita mendapat imunisasi sesuai dengan umur balita dan waktu pemberian imunisasi. Hasil penelitian menunjukkan sejumlah 32 30 balita memiliki status imunisasi yang tidak lengkap, dimana 22 68 balita diantaranya terjadi ISPA berulang. Sedangkan 74 balita 70 memiliki status imunisasi lengkap dimana 31 41 balita diantaranya terjadi ISPA berulang. Hasil analisis penelitian dengan uji chi square yang dilakukan terhadap variabel status imunisasi dengan kejadian ISPA berulang didapatkan p value sebesar 0,02 dan lebih kecil dari nila i α sebesar 0,05 0,020,05, sehingga Ha diterima yang menyatakan bahwa ada hubungan antara status imunisasi dengan kejadain ISPA berulang pada balita. Nilai Odss Ratio OR yang diperoleh adalah 3,05 yang berarti bahwa balita yang memiliki status imunisasi tidak lengkap mempunyai risiko untuk mengalami penyakit ISPA berulang 3,05 kali lebih besar dibandingkan dengan balita yang memiliki status imunisasi lengkap. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sukmawati 2010 yang menunjukkan bahwa adanya hubungan antara imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita dengan p value = 0,02. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Marhamah 2010 yang menunjukkan adanya hubungan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada anak balita p=0,045. Imunisasi memberikan kekebalan tubuh untuk melindungi anak dari serangan penyakit luar. Orang yang diberi vaksin akan memiliki kekebalan terhadap penyakit yang bersangkutan. Imunisasi yang paling efektif untuk mencegah penyakit ISPA adalah imunisasi campak dan DPT Achmadi, 2006. Sebagian besar kematian karena ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis, dan campak. Oleh karena itu cakupan imunisasi harus ditingkatkan dalam upaya pemberantasan ISPA, sedangkan untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi berat, hal ini dapat dibuktikan dengan penelitian Sukmawati 2010 dimana kejadian ISPA berulang lebih banyak terjadi pada sampel dengan imunisasi yang kurang dibanding dengan sampel yang imunisasninya baik. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa imunisasi campak efektif mencegah 11 kematian akibat pneumonia, dan imunisasi DPT dapat mencegah 6 kematian akibat pneumonia Achmadi, 2006. Status munisasi yang diteliti pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Pekalongan Selatan dengan cara melihat KMS dan melakukan wawancara langsung dengan responden menggunakan kuesioner. Adapun hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pekalongan Selatan menunjukkan bahwa angka balita dengan status imunisasi tidak lengkap masih cukup tinggi. Hal ini dikarenakan berbagai alasan salah satunya keadaan balita yang masih sakit saat akan dilakukan imunisasi. Diharapkan untuk kader posyandu dapat memberikan pemahaman dan kesadaran kepada ibu balita akan pentingya imunisasi bagi balita agar balita mendapat imunisasi secara lengkap.

5.1.4. Hubungan Penimbangan Balita dengan Kejadian ISPA Berulang pada Balita

Dokumen yang terkait

Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Kejadian Penyakit Skabies pada Santri Perempuan di Pesantren Syamsudhuha Cot Murong Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh utara

21 158 71

Hubungan Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga Dengan Perilaku Hidup Bersih Sehat Pada Keluarga Di Desa Simalingkar Kecamatan Pancurbatu

3 49 85

Hubungan Pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat(PHBS) Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Marindal Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang

7 84 63

HUBUNGAN PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT DENGAN KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA SORONG Hubungan Perilaku Hidup Bersih Sehat Dengan Kejadian Malaria Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Sorong Propinsi Papua Barat Tahun 2015.

0 2 14

HUBUNGAN PERILAKU IBU TERHADAP HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH Hubungan Perilaku Ibu Terhadap Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Boloh Kecamatan Toroh Kabu

0 1 18

HUBUNGAN PERILAKU IBU TERHADAP HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA Hubungan Perilaku Ibu Terhadap Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Boloh Kecamatan Toro

0 1 12

PENDAHULUAN Hubungan Perilaku Ibu Terhadap Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Boloh Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan.

0 3 4

HUBUNGAN ASUPAN ENERGI, PROTEIN DAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA Hubungan asupan energi, protein dan perilaku hidup Bersih dan sehat (phbs) dengan kejadian pneumonia Pada balita di puskesmas tawangsari Kabupaten sukoha

1 6 18

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA Hubungan Status Gizi dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita di Puskesmas Tawangsari Kabupaten Sukoharjo.

1 4 18

Hubungan Phbs (Perilaku Hidup Bersih Sehat) Pengasuh Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Puskesmas Mangkang 2010. - UDiNus Repository

0 0 2