Pendekatan Konstruktivistk dalam Pembelajaran Matematika

PENDEl(ATAN KONSTR!ll.\'.'.1'!\f)STIK

DALAM PEMBELAJARAN MATEMAll"IKA

Oleh:
AHMADROMLI
NIM: 0017018103

JlJRUSAN PENDIDIKAN lWATEMATll..: jNiセヲ@
? /

,

/

オGNM[⦅|ZLQセ@
,,

,,

. .,,.


//"

ウゥN[セᄋ⦅キ@

,,

Artinya : Sungguh Kami te/ah menciptakan manusia dalam rupa (bentuk) yang
sebaik-baiknya. (Q.S. At Tien Ayat 4)
M. Quraish Shihab dalam bukunya "Membumikan Al Qur'an (Fungsi
dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat)", mengatakan bahwa Allah
menganugerahkan manusia em pat daya 1:

1. Daya tubuh yang mengantar manusia berkekuatan fisik.
Berfungsinya organ tubuh dan panca indra berasal dari daya ini.
2. Daya hidup yang menjadikannya memiliki kemampuan
mengernbangkan dan menyesuaikan diri dengan lingkungan serta
mempertahankan hidupnya dalam menghadapi tantangan.
3. Daya aka! yang memungkinkannya memiliki ilmu pengetahuan dan
tekhnologi.


ivL Quraish Shihab, '.A1e111bun1ikan Al Q11r'a11 : jセGオョァウゥ@
/vlasyarakat, (Bandung: Mizan, 2000), Cet ke-XXI, h. 281
1

1

l

dan }Jeran 1¥ahyu da/am Kehidu1;an

4. Daya kalbu yang meyakinkannya bermoral, merasakan keindahan,
kelezatan iman dan kehadirat Allah. Dari daya inilah lahir intuisi
dan indra keenam.
Guna memberdayakan semua daya tersebut menuju kesempurnaan,
pendidikan mernegang peran penting di

dalarnnya.

Pendidikan yang


merupakan aktifitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya
dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rohani (pikir, karsa,
cipta, rasa dan budi nurani) dan jasmani (panca indra, serta keterarnpilan)2 .
Pendidikan yang di dalamnya terdapat proses belajar rneng!\1ar rnernpunyai
tuj uan yang jelas. Tuj uan sebagai arah dari proses belajar mengajar pada
hakikatnya adalah rnmusan tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai oleh
siswa setelah menerirna atau menernpuh pengalarnan belajarnya. 1
Dalam Sistem Pendidikan Nasional, rumusan tujuan pendidikan baik
tujuan kurikulum mauptrn tujuan instruksional menggunakan klasifikasi basil
belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi
tiga ranah, yakni ranah kognitit: ranah afektif dan ranah psikomotoris. Dari
ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang sampai sekarang paling banyak
dinilai oleh para guru di seko!ah, karena berkaitan dengan kemarnpuan para
siswa dalam menguasai pelajaran.

Tirn Dosen FIP-IKIP Malang, Q ャI・ョセイN[。エ@G
Nasional, I 987) Cet ke-lJI, h, 7
2


3

11

J)asar セ@ c.lasar Ke1Jendidikan 11, (Surabaya: Usaha

Nana Sujana, Penilaia11 ffasil }Jroses 13elajar Ade11gqjar/I,
Karya, 2001) Cet ke-Vn, h. 22

(Bandung: PT. Re1naja Rosda

I'

f'i

it;>

"',,

Ft,]. f-:,:·


l

;,_;
_,j

' .,

f
1
/

Hal itu senada dengan apa yang tertuang dalam dalam Undang-Undang
Sistem Pendidikan 'Nasional Bab ll pasal 3 yang berbunyi:
"Pendiclikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan
untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mancliri, dan menjadi warga negara yang
clemokratis dan bertanggungjawab," 4
Memang tidak mudah untnk mewujudkan tujuan pendidikan nasional
secara ideal. Diperlnkan usaha yang serius dan berkesinambungan dari setiap
unsur yang terlibat dalam dunia kependidikan. Kita menyadari bahwa
permasalahan komplek multidimensi telah masuk ke dalam dunia pendidikan
kita saat ini. Sebagai contoh permasalahan yang berkaitan dengan petnerataan
serta input pendidik:m yang kurang memadai, proses pendiclikan yang kurang
efeklif, dan mutu keluaran (output) yang kurang memuaskan.
Disamping itu, terbatasnya peluang bagi tenaga kependidikan untuk
meningkatkan kualifikasi pendidikannya terlihat cukup memprihatinkan. Data
yang terdapat dalam Balitbang tahun 2001, hanya 13,8% dari 1,2 juta guru
SD/Ml yang berpendidikan D2-Kependidikan, 38,8% dari 680.000 guru
SLTP/MTs berpendidikan D3-Kependidikan, 57,8% dari

1

Undang-undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 2003,
Nasional, Bab II Pasal 3

'

337.503

guru

7'e111ang Siste111 f)enclidikan

SMA/MA berpendidikan SI ke atas, serta 18,86% dari 181.544 dosen
Perguruan Tinggi (PT) berpendidikan S2 ke atas dengan 3,48% (S3).

5

Sehingga tidak mengherankan jika prestasi Indonesia dalam dunia
pendidikan Internasional masih berada di bawah negara-negara berkembang
lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya skor membaca siswa SD,
dimana Hongkong mempunyai skor 75, Singapura (74), Thailand (65), Filipina
(52,6), sedangkan Indonesia hanya mernperoleh skor 51,7 (!./\EA, 1992).
Scmcntara itu prcstasi siswa SLTP rncncmpati urutan kc-32 (IPA), dan kc-34
(Matematika) dari 38 negara (TIMMS, 1999). Waiau demikian di SMU ada

prestasi yang menggembirakan yaitu perolehan medali emas pada Olimpiade
Fisika di Asia pada tahun 2002. 6
Kita telah mengetahui bersama bahwa mutu pendidikan di negara kita
terutama sekali pendidikan rnaternatika rnasih terbilang rendah. Merujuk pada
pada pernyataan salah seorang pakar pendidikan khususnya pendidikan
matematika di Indonesia, Zulkardi, dalam makalahnya beliau rnernaparkan
bahwa; "Masalah utama dalam pendidikan di Indonesia adalah rendahnya hasil
belajar murid di sekolah.

Dalam konteks pendidikan matematika, sebagai

contoh, basil belajar dimaksud tidak hanya pada aspek kemampuan mengerti

5

6

http://webc. Bruderfic. Or. kl/modules. php, (Tanggal 5 Oktobcr 2004)
Ibid, 7


matematika sebagai pengetahuan atau cognitive tetapi juga aspek sikap atau
u/11t11de lerhadap malernalika"

7

.

Indikasinya bisa kita Iihat dari dalam lingkup nasional, yaitu rerdahnya
nilai hasil ujian akhir matematika siswa di segala level jenjang pendidikan.
Sedangkan dalam lingkup internasional, bisa dilihat dari rendahnya prestasi
yang dicapai dalam persaingan internasional seperti Olimpiade Matematika
(IMO- International Mathematics Ulyimpic). Kemudian rendahnya rangking
murid Indonesia (grade 8 - setara dengan kelas 2 Sekolah Lanjutan Tingat
Pertama) yaitu rangking 34 dari 38 negara yang mengikuti studi TIMSS (Third
International .Mathe;natics and Social Science). Selanjutnya untuk aspek sikap

murid lerhadap matematika di sekolah, dapat diketahui lidak hanya dari
beberapa publikasi penelitian (tetapi dari opini murid di sekolah bahwa mereka
tidak suka atau bahkan takut pada beberapa pelajaran khususnya pelajaran
matematika ). 8

Berangkat dari permasalahan di atas, bahwa faktor dominan yang
menentukan tercapainya prestasi (output) belajar seorang siswa pada dasarnya
adalah pendekatan pembelajaran yang dipergunakan oleh seorang guru ketika
menyampaikan

materi

pembelajarannya.

Dikatakan

demikian,

karena

pendekatan pembelajaran merupakan suatu cara yang ditempuh guru dalam

7

ィNwQjOセy|⦅カpュイゥッq@


Zulkardi, JJe11i11gkata11 At/11111 J>e1uliJika11IV!at111natiAa1\Ielalui Pvfutu

Pembelajaran. (Tanggal 5 Oktobcr 2004)
8

lbid, www.pmri.o.cid (Tanggal 5 Oktober 2004)

pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan dapat beradaptasi dengan


s1swa.

9

Pendekatan yang baik dan sesuai dengan kemampuan siswa akan Iebih
diterima secara positif oleh peserta didik. Namun pendekatan yang salah dan
mengabaikan kemampuan individu siswa, jangankan meningkatkan kualitas
pendidikan, membuat siswa tertarik dengan pelajaran pun tidak mungkin dapat
terwujud.

Dengan

demikian,

suatu

pendekatan begitu

penting untuk

diperhatikan seiring dengan adanya perubahan kurikulwn.
Dalam pembelajaran matematika telah ditemukan berbagai jenis
pendekatan, mulai dari pendekatan konvensional hingga pendekatan yang saat
ini tengah ditumbuh kembangkan dalam kurikulum berbasis kompetensi yaitu
pendekatan

konstuktivisme.

Di

antara

pendekatan-pendekatan

yang

dipergunakan dalam pembelajaran matematika tersebut, tentunya mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Pendekatan konvensional, misalnya, memandang
siswa sebagai objek yang harus diberikan penanaman pengetahuan semaksimal
mungkin, guru mempunyai peran membaca 1s1 buku pelajaran kemudian
menyarnpaikannya kepada siswa, sehingga siswa memahami isi buku lersebut.
Dalam pendekatan ini guru tidak hanya menjadi fasilitator, narnun juga sebagai
mediator yang diharapkan mampu mentransfer pengetahuan yang dimilikinya.

Ennan Suhcrn1an, el.a/, セ|Gエイ。・ヲNゥ@
J1e111belajara11 Mate111atika Konte11111orer. Jurusan Pendidikan
Matematika Fa,kultas MIPA Universitas Pendidikan Indonesia, 2003, h. 74
9

Berbeda dengan pendekatan konvensional, Pendekatan Konstrnktivistik
yang menjadi pendekatan yang sedang dikembangkan saat ini mempunyai
karakteristik untuk memberi kesempatan seluas-Iuasnya kepada murid guna
membangun atau rnengkonstruksi pernaharnan dan pengertian konsep materi
yang dipelajari oleh rnereka sendiri.

Guru hanya sebagai fasilitator yang

111engarahkan pola pikir siswa baik rnelalui pertanyaan ataupun dengan
mcmbcrikan scbuah proble111 yang harus diselcsaikan oleh para s1swa yang
dibimbingnya.
Ada dua macam konstruktivisme yaitu radikal dan sosial.

Pada

Konstruktivisme radikal murid dibiarkan secara penuh dengan sedikit sekali
bantuan dari teman sekelas atau gum. Biasanya pendekatan ini dipakai di
perguruan tinggi, sebagai contoh pada pembuatan tugas akhir. Sedangkan untuk
Konstruktivisme sosial, rnurid dibimbing dalam suatu diskusi sesama teman
sebangku, sekelornpok atau sekelas dimana rnereka saling bernegosiasi,
kornunikasi, argurnentasi dan justifikasi untuk mencari alternatif solusi yang
cukup atau efisien. Di sini guru hanya berperan sebagai moderator, fasilitator,
dan guide. Di akhir pembelajaran, guru hanya merangkum kesimpulan yang
dihasilkan dari diskusi kelas yang terjadi. Beberapa keuntungan menggunakan
pendekatan ini adalah murid betul-betul berfikir dan belajar tidak hanya
menyalin ke1jaan guru, mereka memupuk rasa demokrasi dan rasa saling harga
menghargai sesama teman, dan mereka dapat belajar dari solusi teman mereka
yang rnempunyai solusi yang Iebih efisien.

Dari uraian di alas, baik pendekatan konvensional maupun pendekatan
Konstrnktivistik rnernpunyai karakteristik tersendiri. Dengan demikian untuk
lebih

memahami

kedua

pendekatan

di

atas,

khususnya

pendekatan

Konstruktivistik sebagai pendekatan yang dianjurkan dalam pelaksanaan
kurikulum berbasis kompetensi saat ini, perlu diadakan penelitian yang serius
dan

terarah.

Sehingga judul

"PENDEKATAN

penelitian

KONSTRUKTIVISTIK

yang

akan

DA.LAM

disusun

ada!ah:

PEMBELAJARAN

MJ\TEMAT!KA"

2. Alasan Pemilihan Judul
Ada beberapa alasan clipilihnya judul tersebut antara Jain :
a. Konsep pembelajaran dengan pendekatan Konstruk:tivistik adalah
pendekatan pembelajaran yang sedang dikembangkan pada kurikulum
berbasis kompetensi, sehingga penulis ingin mengetahui lebih dalam
lagi tentang konsep pembelajaran tersebut.
b. Pendekatan Konstruktivistik memandang bahwa setiap siswa telah
mengetahui pengetahuan dasar tentang sega!a sesuatu, sehingga ciri
dari pendekatan ini adalah bahwa pengetahuan siswa dihasilkan atau
dikonstruk dari pengetahuan dasar ウゥセキ。@

itu sendiri. Dengan demikian,

Penulis ingin mengetahui apakah ha! tersebut berlaku bagi setiap siswa
pada setiap tingkatan

Hセ|@

c. Judul yang penulis pilih belum banyak diteliti oleh para akademisi di
bidang pendidikan rnatematika.

3. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang rnasalah tersebut, maka akan terdapat
beberapa masalah, diantaranya yaitu :
a. Apakah penggunaan pendekatan Konstruktivistik dapat meningkatkan
prcstasi

「・ゥ\セェ。イ@

matcmatika siswa ?

b. Bagaimana pendekatan Konstruktivistik diterapkan dalam proses
pembelajaran matematika?
c. Faktor apa saja yang mendukung ketercapaian pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan Konstruktivistik?

cl. Apa keterkaitan antara pendekatan pembelajaran Konstruktivistik
den!f_an kurikulum berbasis kompetensi?
e. Bagaimana perbandingan

ーョセウエ。ゥ@

belajar matematika siswa antara

yang menggunakan pendekatan konstrukvisme dengan pendekatan
konvensional?

B. Pembatasan chm Permnnsan Masalah
Untuk tidak rnenimbulkan penafsiran yang berbeda, rnaka perrnasalahan
dibatasi pada:

l. Penelitian dilakukan pada siswa kelas VII SMP Islam Al Mukhlishin

13ogor Tahun Ajaran 2004/2005 pada pokok bahasan Aritmatika Sosial
semester I.
2. Pendekatan

Pembelajaran

Konstruktivistik

yang

dimaksud

yaitu

pendekatan pembelajaran yang didasarkan pada paham Konstruktivismenya Piaget dan akan dibahas lebih lanjut pada bab II skripsi ini.
3. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan pendekatan Konstruktivlstik
tersebut, maka dilakukan perbandingan dengan pendekatan konvensional
4. Perbandingan tersebut dilakukan dengan membandingkan nilai prestasi
belajar pada pokok bahasan aritmatika sosial untuk tingkat SMP tahun
ajaran 2004/2005
5. Prcstasi beIajar 111ate111atika dibatasi hanya pada aspek kognitif yang
diambil dari instrumen penelitian yang dibuat setelah diberikan materi
aritmatika sosial dengan menggunakan pendekatan Konstruktivistik dan
pendekatan konvensional.
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, dirumuskan masalah sebagai
berikut:
l. Bagaimana pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan
Konstruktivistik ?
2. Apakah

pres1asi belajar matematika antara yang

menggunakan

pendekatan Konstruktivistik lebih baik daripada prestasi belajar yang

menggunakan pendeka1an konvensional kelas VII SMP Islam Al
Mukhlishin?

C. Metode Pembahasan
Metode pembahasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analisis yang ditunjang oleh data yang diperoleh melalui penelitian
kcpuslakaan (lihrw:v research) dan studi dokumcntasi.
Dalam rangka pengumpulan data dan bahan-bahan yang diperlukan,
digunakan metodologi sebagai berikut :

1. Metode penelitian kepustakaan (lihrmy research) yaitu menghimpun data
dan mengumpulkan teori serta bahan-bahan yang dibutuhkan dari literatur
yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dalam penyusunan
skripsi ini.
2. Penelitian lapangan (jield research) yaitu mengadakan penelitian di SMP
Islam Al Mukhlishin
3. Studi dokurnentasi, yaitu mencan data dan infonnasi yang berkaitan
dengan SMP Islam Al Mukhlishin
Mengenai teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku "Pedoman
Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun
2002"

D. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari lima Bab, dengan
perincian sebagai berikut :
BAHi

Pada Bab ini dijelaskan mengenai pemilihan pokok masalah yang
berisi tentang latar belakang masalah, alasan pemilihan judul dan
identifikasi masalah. Selanjutnya dijelaskan juga tentang pernbatasan
dan perumusan masalah, metode pembahasan, dan sistematika
penulisan.

BAB II

Bab ini menguraikan landasan

teori yang membahas tentang

pengertian matematika, pendekatan dalam pembelajaran rnatematika,
pendekatan pembelajaran Konstruktivistik, pendekatan pembelajaran
konvensional, pengertian prestasi belajar, kerangka berpikir dan
pengajuan hipotesis.
BAB III Menguraikan tentang metodologi penelitian yang berisi tentang tujuan
penelitian, tempat dan waktu penelitian, metode penelitian, instrumen
penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, teknik
analisis data dan hipotesis statistik.
BAB IV Berisi tentang basil penelitian itu sendiri yang berisi tentang deskripsi
data, penguj ian persyaratan anal is is, analisis data, dan interpretasi
data
BAB V

Penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran-saran.

BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR
DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori
1. Pengenian Matematika
Istilah

matematilrn berasal dari

kata

Yunani

"ma1hei11" atau

"manlhenein" yang artinya "mempelajari" 1. Kata rnatematika berkaitan dengan
kata "ml'dhu" atau "widva" dalarn bahasa sansakerta yang berarti kepandaian.
keltthlllffl atau ゥョエ・OセウN@

Dalam baha!;a Be Janda, rnatematika dikenal dengan istilah "Wiskunde"
atau 'ilmu pasti''. Namun Andi Hakim Nasoetion dalam bukunya 'Landasan
Matematika' mengm.akan bahwa kata "matematika" lebih tepat digunakan
daripada kata "ilmu pasti". Alasan beliau adalah karena penggunaan kata "I/mu
pasti" atau "wiskunde' untuk matematika seakan-akan mernbenarkan pendapat
bahwa di dalam maternatika semua ha! sudah pasti dan tidak dapat berubah lagi,
akan tetapi tidak demikian halnya, karena dalam matematika sering sekali kita
membuat perkiraan atau pendugaan terutama dalam analisis nurnerik dan
statistika.
Menurut Jhonson dan Myklebust, matematika adalah bahasa simbolis
yang fungsi praktisnya untuk rnengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif
1

Andi Hakim Nasoetion, "l.a11dasa11 Matematika", (Jakarta: Karya Aksara, 1980) Cct ke-Ill,

h. 3

13

dan keruangan, sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan
berpikir. Lerner, mengemukakan bahwa matematika disamping sebagai bahasa
simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia
memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan
kuantitas. Kline juga mengemukakan bahwa matematika merupakan bahasa
simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi
juga tidak mdupakan cara bernalar induktif 2
Selanjutnya, Paling mengatakan bahwa matematika adalah suatu cara
untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia, suatu cara
menggunakan infonnasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan
ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling
penting adalah mem ikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan
menggunakan hubungan-hubungan. 3
Pada ha! lain, Jerome Bruner berpendapat bahwa matematika ialah
belajar tentang konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam
materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep
dan struktur-struktur matematika itu. Sehingga dalam teorinya terebut ia
mengemukakannya ke dalam empat teori, yaitu :
1. Teorema konstruksi mengatakan bahwa cara berfikir terbaik bagi
seorang peserta didik untuk memulai belajar konsep dan prinsip di
2

Mulyono Abdurrahn1an, l'e11didika11 Bagi Anak He;·kesulitan Be/ajar, (Jakarta: Pl'. Rineka
Cipta, 1999) Cet. Pertama, h. 252
.i

Ibid, h. 252

dalarn rnaternatika adalah dengan rnengkonstruksikan konsep dan
prinsip itu.
2. Teorerna notasi rnengatakan bahwa konstruksi penalaran belajar
dibuat lebih sederhana secara kognitif dan dapat dirnengerti lebih baik
oleh peserta didik. J ika konstruksi itu rnenurut notasi yang sesuai
dengan tingkat perkernbangan mental peserta didik.
3. Teorcma pcrbedaan dan variasi mengatakan bahwa prosedur belajar
gagasan-gagasan matematika yang be1:jalan dari konkrit memtju ke
abstrak disertakan perbedaan dan variasinya.
4. Teorema konektifitas mengatakan bahwa di dalam matematika setiap
konsep, struktur dan keterampilan dihubungkan dengan konsep,
struktur dan keterampilan yang lain. 4
Dari uraian di atas jelas bahwa objek penelahaan matematika tidak
sekedar kuantitas, tetapi lebih dititik beratkan kepada hubungan, pola, bentuk
dan struktur serta konsepnya. Dengan dernikian, dapat dikatakan bahwa
matematika itu berkenaan dengan gagasan berstruktur yang hubunganhubungannya diatur ,.ecara Iogis. Ini berarti bahwa rnatematika bersifat sangat
abstrak, yaitu berkenaan dengan konsep-konsep abstrak dan penalarannya
bersifat deduktif.
Begle, menyatakan bahwa sasaran atau obyek penelaahan matematika
adalah fakta, konsep, operasi dan prinsip5 . Obyek penelaahan tersebut
menggunakan

simbol-simbol

yang

kosong

dari

arti.

Ciri

1111

yang

memungkinkan maternatika dapat memasuki wilayah bidang studi/cabang ilmu
lain.

4

5

M. Sutrisman G. Tambunan, Pengajaran Matematika, (Jakarta: UT, 1987), h. 36

Herman Hudojo, Common Tekt Book (Edisi Revisi) Pengembangan Kurlku/11111 dan
Pembelajaran Matematika, (Malang: !MSTEP (Jumsan Pendidikan Matematika FPMIPA Universitas
Negeri Malang, 2003), h. 41

ャセ@

i

l
' . -..

'

r:
NLセBMᄋ@

Romberg mengarahkan hasil penelaahannya tentang matematika
kepada tiga sasaran utama.

Pertama, para sosiolog, psikolog, pelaksana

administrasi sekolah dan penyusun kurikulum memandang bahwa matematika
merupakan ilmu yang statik dan disipilin ketat. Kedua, selama kunm waktu dua
dekade terakhir ini, matematika dipandang sebagai suatu usaha atau kaj ian
ulang terhadap matematika itu sendiri. 6 Kajian tersebut berkaitan dengan apa
rnaternatika itu? bagairnana earn

ォ・セェ。@

para rnatematikawan? dan bagairnana

rnernpopulcrkan matcrnatika?
Selain itu, matematika juga dipandang sebagai suatu bahasa, struktur
logika, batang tubuh dari bilangan dan ruang, rangkaian metode untuk menarik
kesimpulan, esensi ilmu terhadap dunia fisik, dan sebagai aktivitas intelektual.
Kitcher Jebih menfokuskan perhatiannya ke!Jada komponen dalam kegiatan
malematika.

Dia mengklaim bahwa matematika terdiri atas komponen-

komponen: ( 1) bahasa (language) yang dijalankan oleh para matematikawan,
(2) pernyataan (Ytatement.1) yang digunakan oleh para matematikawan, (3)
pertanyaan (questions) penting yang hingga saat ini belum terpecahkan, (4)
alasan (reasonings) yang digunakan untuk menjelaskan pernyataan, dan (5) ide
matematika itu sendiri. 7

6

http://www.depdikna:i. go. id/Jurnal/40/Pembelajaran%20%Menurut%20Teori%20Belajar%2
htn1 Hamzah, [Je111belqjara11 Male111atika Menurut 1'eori lie/ajar Konstruktivistne
(Tanggal 25 Oktober 2004)
oャHッョウエイオォゥカセ・@

7

fbid, h. 6

Sejalan dengan kedua pandangan di atas, Sujono mengemukakan
beberapa pengertian matematika. Diantaranya, matematika diartikan sebagai
cabang ilrnu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sisternatik.
Selain itu, matematika merupakan ilmu pengetahuan tentang penalaran yang
logik dan masalah yang berhubungan dengan bilangan.

Bahkan dia

mengartikan matematika sebagai ilmu bantu dalam menginterpretasikan
berbagai ide dan kesimpulan°. Pengertian matematika sebagai ilrnu tentang
struktur yang terorganisir juga dikemukakan ol';!h Ruseffendi

9

Dari sisi abstraksi mate mat ika, Newman melihat tiga cin utama
matematika, yaitu; (1) matematika disajikan dalam pola yang lebih ketat, (2)
matematika berkembang clan digunakan lebih luas dari pada ilmu-ilmu lain, dan
(3) maternatika lebih terkonsentrasi pada konsep. 10
Oleh karena itu, agar proses pembelajaran rnatematika yang dilakukan
dapat tercapai sesuai dengan arti matematika itu sendiri, maka faktor-faktor
yang turut menentukan ketercapaian pembelajarannya harus dibenahi sedini
mungkin. Salah satu faktor yang menentukkan keberhasilan pernbelajaran
maternatika adalah penggunaan pendekatan yang baik clan sesuai dengan
kondisi peserta didik.
8

Sujono, Pe11g