Permasalahan Pembelajaran Matematika dan

  

Permasalahan Pembelajaran Matematika dan Upaya Mengatasinya

  1 Tatag Yuli Eko Siswono

  FMIPA UNESA

  

Abstrak

Permasalahan dalam pembelajaran matematika tidak lepas dari komponen yang

terlibat didalamnya. Komponen tersebut seperti kurikulum, pendidik, materi, dan

peserta didik. Bagi pendidik permasalahan lebih terkait dengan implementasi di

kelas ketika berinteraksi dengan peserta didik yang belajar matematika.

  

Bagaimana pendidik menerapkan strategi-strategi belajar yang sesuai dengan

kebutuhan peserta didik sekaligus tuntutan kurikulum? Bagaimanakah mengajar

sehingga peserta didik aktif, kreatif, bahkan berkarakter? Pertanyaan-pertanyan

itu merupakan masalah yang dihadapi pendidik dalam kaitannya dengan strategi

pembelajaran. Tulisan ini akan mencoba memberikan gambaran masalah-

masalah yang dihadapi sekaligus berupaya menemukan solusinya.

   Kata Kunci : strategi pembelajaran, Pendahuluan

  Sebagai pendidik mungkin sering kita membayangkan bahwa rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang kita buat dapat terimplementasi dengan baik. Ketika datang di kelas, peserta didik sudah siap tersenyum, bersemangat menunggu kehadiran kita. Peserta didik menunjukkan tangan-tangannya dan berebut untuk menyampaikan idenya bahwa materi pelajaran hari ini sangat berguna karena berkaitan dengan masalah sehari-hari, seperti masalah banjir, masalah pencemaran, atau mungkin masalah korupsi. Mereka juga tidak ada yang duduk gelisah atau pandangannya menerawang. Mereka memperhatikan setiap kata dan memenuhi anjuran-anjuran yang diperintahkan. Mereka belajar melakukan kegiatan-kegiatan menyelidiki, mencoba-coba membuat ilustrasi, mengamati, dan menyelesaikan soal-soal matematika tanpa terbeban. Ketika kesulitan dia berani bertanya pada temannya atau bergerak mendekati sang pendidik berdiskusi dan memberikan ide-ide penyelesaiannya. Di akhir pelajaran mereka juga senang, dan mengacungkan tangan mencoba membuat rangkuman serta merefleksikan pembelajaran hari ini. Ketika tugas rumah diberikan mereka tidak malas atau berteriak “huh” mencari alasan menunda tugas itu. Situasi itu yang kita harapkan selama mengajar, tetapi apa kenyataannya?

  Peserta didik sering menampakkan situasi yang berlawanan. Pendidik matematika ibarat tamu yang tak diundang, datang kadang tidak sepenuhnya diperhatikan. Peserta didik tidak aktif atau belajar melakukan aktivitas-aktivitas dengan setengah hati. Peserta didik enggan bekerjasama, berkelompok, 1 melaksanakan, dan berupaya dengan keras menyelesaikan soal atau tugas-tugas.

  

Makalah disajikan pada Diskusi Panel dan Workshop Program Studi S2 Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Mahasaraswati Denpasar, 18 Januari 2014 di Ruang Widyasabha Kampus II Unmas Denpasar Stigma negatif acapkali melekat pada pendidik matematika, materi-materi matematika, atau pengajaran matematika. Banyak upaya mengubah situasi itu, seperti dengan menerapkan strategi, pendekatan, model pembelajaran, atau orientasi pembelajaran yang mutakhir. Upaya itu masih terus berlangsung hingga saat ini. Kondisi demikian merupakan masalah yang harus diatasi dan akan selalu dihadapi pendidik terutama pendidik matematika. Masalah itu berkembang mengikuti masa dan dinamika perubahan yang terjadi. Untuk mengatasinya, langkah awal adalah mengidentifikasi berbagai masalah secara sistematis kemudian merumuskan berbagai upaya mengatasi masalah-masalah tersebut secara fleksibel.

  Permasalahan Pembelajaran Matematika

  Masalah pembelajaran matematika sebenarnya dapat bersumber dari komponen-komponen yang membentuk suatu sistem pembelajaran tersebut. Soedjadi (2000) menggambarkan komponen tersebut meliputi masukan (input/peserta didik), masukan instrumental (pendidik, kurikulum, materi ajar, sarana/prasarana, metode/model/strategi pembelajaran), lingkungan (dukungan/keikutsertaan orang tua atau masyarakat sekitar), dan keluaran (output). Proses pembelajaran di sini diidentikkan dengan proses kerja suatu industri dengan peserta didik sebagai masukan atau bahan mentah. Melalui proses yang dilakukan oleh masukan instrumental dan dengan dukungan lingkungan akhirnya menjadi output (lulusan) yang diharapkan. Dengan demikian masalah pembelajaran dapat bersumber dari peserta didik, pendidik, kurikulum, materi ajar/matematika, sarana dan prasarana, strategi/model pembelajaran, dan dukungan orang tua/masyarakat.

  Romberg dalam Anderson, et.al (2005) menunjukkan hubungan elemen dalam pengajaran matematika sebagai berikut.

  Isi matematik (Mathematical Content) Pelaksanaan di

  Perencanaan Performa

  kelas Peserta didik Keyakinan Pendidik

  Dengan demikian permasalahan dapat muncul bersumber dari isi matematika/materi, keyakinan pendidik, perencanaan yang dibuat, kondisi pelaksanaan di kelas, dan performa peserta didik.

  Pandangan yang menggambarkan keyakinan pendidik dan proses pembelajaran di kelas dikemukakan oleh Raymond (dalam Goos, et.al, 2007). Berdasar diagram yang dibuat memungkinkan komponen-komponen yang terlibat tersebut memunculkan berbagai masalah pembelajaran.

  Berikut kaitan keyakinan dan praktek pembelajaran pendidik digambarkan oleh Raymond (dalam Goos, et.al, 2007).

  Pengalaman di Program Norma sosial Kehidupan sekolah masa lalu Pendidikan penagajaran Pendidik di luar Pendidik kelas Keyakinan terhadap Praktek Pengajaran

  Matematika Matematika Situasi Kelas yang Ciri-ciri Terjadi

  Kepribadian Pendidik Pengalaman awal Kehidupan peserta Menunjukkan pengaruh kuat dari Keluarga didik di luar kelas Menunjukkan pengaruh moderat Menunjukkan pengaruh rendah

  matematik Praktek pengajaran matematika: tugas-tugas matematik, pengajaran, lingkungan, dan evaluasi Situasi kelas yang terjadi: peserta didik (kemampuan, sikap, dan tingkah laku), kendala waktu, topik matematika yang dipelajari Norma sosial pengajaran: filosofi sekolah, adminstrator, tes standar, kurikulum, buku teks, pendidik lain, sumber daya Kehidupan pendidik: kejadian harian, sumber lain dari stres pendidik Kehidupan peserta didik: lingkungan rumah, keyakinan orang tua (tentang anak-anak, sekolah, dan matematika) Program pendidikan pendidik: isi mata kuliah matematika, pengalaman di lapangan, pengajaran terhadap peserta didik Pengalaman di sekolah masa lalu: kesuksesan dalam matematika sebagai peserta didik, pendidik-pendidik yang pernah mengajar Pengalaman awal keluarga: pandangan orang tua terhadap matematika, latar belakang pendidikan orang tua, interaksi dengan orang tua (dalam hal ini yang menyangkut matematika) Ciri-ciri Kepribadian: percaya diri, kreativitas, humor, keterbukaan terhadap perubahan.

  Memperhatikan komponen-komponen pembelajaran yang terkait dengan strategi pembelajaran secara langsung, maka permasalahan pembelajaran dapat bersumber dari peserta didik, pendidik, kurikulum, materi ajar/matematika, dan strategi/model pembelajaran itu sendiri. Pertama, masalah yang berkaitan dengan peserta didik meliputi kemampuan awal yang belum dikuasai, motivasi dan minat dalam belajar yang rendah, variasi kemampuan maupun perbedaan-perbedaan karakteristik peserta didik seperti kemampuan, gaya kognitif, atau gender, keyakinan terhadap belajar, matematika, atau pendidik, pengalaman dan lingkungan yang berbeda. Kedua, masalah yang terkait dengan pendidik seperti banyak pendidik yang bukan berlatarbelakang pendidikan. Banyak sarjana-sarjana non pendidikan menjadi pendidik dan kebetulan pengalaman maupun bakat yang dimiliki bukan sebagai pendidik, sehingga mereka mengajar seperti pengalamannya ketika menjadi peserta didik melihat bagaimana pendidiknya mengajar. Strategi pembelajaran yang digunakan banyak menekankan pada pola- pola lama, seperti ceramah, mancatat-menulis, mengerjakan soal-soal yang tanpa makna, sehingga peserta didik bosan dan tidak berminat pada matematika. Karena tidak memahami landasan dan teknik-teknik penilaian, maka penilaian masih banyak menekankan pada produk menggunakan tes paper and pencil, bukan penilaian alternatif atau penilaian berbasis kelas dengan berbagai variasi teknik penilaian. Masalah lain seperti keyakinan pendidik terhadap matematika, peserta didik, atau strategi pembelajaran yang efektif. Keyakinan pendidik yang masih memandang matematika sebagai alat, akan menempatkan peserta didik sebagai individu tanpa pengetahuan awal atau nir pengalaman, sehingga strategi pembelajaran yang dilakukan cukup instruksi-instruksi informatif. Masalah klasik lain adalah kompetensi pedagogik dan profesional yang masih rendah. Kondisi ini mempengaruhi fleksibilitas dalam memilih suatu strategi pembelajaran yang efektif. Masalah yang muncul dari aspek pedagogis adalah kemampuan efektif masih kurang. Masalah lain adalah kepribadian dan norma-norma yang dianut yang tidak mendukung pembelajaran efektif. Ketiga, masalah terkait dengan kurikulum. Kurikulum umumnya memuat harapan-harapan dan tujuan- tujuan pendidikan jangka panjang serta bersifat nasional/global. Misalkan pada kurikulum disebutkan bahwa pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik dengan membekali peserta didik kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama

  ”. Apakah pendidik memahami cara membekali peserta didik dengan kemampuan itu? Pendidik perlu memahami pengertian praktis dari kemampuan-kemampuan itu dan mewujudkan dalam praktek pembelajarannya. Hal lain adalah pemahaman tentang pendekatan pemecahan masalah sebagai fokus pembelajaran, masalah kontekstual, penalaran, pembuktian, komunikasi ide atau gagasan, sikap menghargai terhadap kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Rambu-rambu yang terdapat pada kurikulum ini masih belum banyak dipahami pendidik, terbukti masih banyak pendidik dalam mengajar masih menekankan pada pemahaman konsep semata, sehingga proses pembelajarannya pasif, berorientasi pada ketuntasan materi, dan pembelajarannya berpusat pada pendidik. Pada kurikulum 2013, misalkan digunakan pembelajaran dengan pendekatan sainstifik. Hasil observasi masih banyak pendidik yang belum mampu merancang strategi pembelajaran tersebut bahkan tidak tahu apa arti pendekatan itu dan bagaimana menerapkannya. Sumber masalah keempat adalah aspek matematika/materinya. Sistematika materi yang ditetapkan pada kurikulum, buku sumber, atau pengetahuan/pemahaman pendidik belum mantap dan kadang tidak sesuai dengan urutan logis keilmuan matematika. Apalagi jika dipaksakan mengikuti urutan keilmuan lain seperti pendekatan sainstifik yang merupakan epistemologis dari ilmu IPA. Kondisi ini akan menyebabkan kesulitan-kesulitan dalam perencanaan maupun implementasi di kelas. Masalah lain terkait dengan strategi pembelajaran itu sendiri. Pendidik kadangkala tidak memahami apa itu strategi pembelajaran, strategi belajar, dan apa perbedaan masing-masing. Kapan berbagai jenis strategi pembelajaran dapat diterapkan, bagaimana cara penerapannya, apakah mungkin dapat dikombinasikan? Masalah lain adalah alasan-alasan menerapkan strategi itu dan diterapkan pada siapa dan oleh siapa? Di tingkat sekolah mana penerapan yang lebih efektif? Masalah-masalah yang dikemukakan tersebut mungkin hanya sebagian saja, sebab banyak aspek lain yang terjadi di kelas.

  Berdasar pengalaman seperti terangkum pada Siswono (2004) tercatat ada beberapa masalah yang terkait dengan proses pembelajaran, antara lain:

  1. Bagaimana merancang proses pembelajaran yang membimbing peserta didik untuk mengkonstruk atau menemukan kembali (reinvent) suatu konsep matematika? Pandangan dalam pendidikan yang bergeser dari teori belajar tingkah laku (behaviorisme) pada teori belajar kognitif yang menekankan pada prinsip konstruktivis menuntut pendidik memiliki kompetensi dalam merancang suatu strategi pembelajaran yang mengakibatkan peserta didik dapat mengkonstruk atau menemukan kembali konsep-konsep matematika. Pengetahuan dan pengalaman itu perlu dimiliki pendidik agar dalam prakteknya dapat dimanfaatkan peserta didik dengan segera. Bagaimana mengimplementasikan penilaian autentik atau penilaian alternatif dalam proses belajar mengajar? Pemahaman tentang penilaian yang kurang akan berdampak pada motivasi peserta didik maupun informasi tentang peserta didik yang rendah, sehingga dalam pengambilan keputusan apakah seorang peserta didik telah mencapai tujuan atau kompetensi tertentu dapat terjadi bias.

  3. Bagaimana mengelola kelas yang peserta didiknya terdiri dari berbagai tingkat kemampuan? Pemahaman tentang karakteristik peserta didik mutlak perlu dimiliki oleh seorang pendidik yang profesional, karena karakteristik peserta didik yang berbeda termasuk gaya belajar, latar belakang pengetahuan, atau lingkungan asalnya digunakan sebagai pertimbangan pemilihan suatu model pembelajaran.

  4. Bagaimana mengelola proses pembelajaran yang efektif, karena penggunaan beberapa metode baru dianggap memakan waktu? Pemahaman suatu strategi pembelajaran tentang tujuan spesifiknya, landasan teoritisnya, sarana dan prasarana yang diperlukan termasuk kelebihan dan kekurangannya akan mengantarkan pembelajaran yang efektif dan efisien, tidak membuang waktu yang percuma.

  5. Bagaimana mengelola pembelajaran yang peserta didiknya mayoritas belum menguasai pengetahuan prasayarat? Pemahaman tentang pengelolaan yang kurang dapat mengakibatkan penanganan yang salah seperti bila sebagian besar peserta didik belum mengetahui materi prasyarat, maka apa yang perlu dilakukan pendidik? Apakah melanjutkan materi karena materi yang sudah padat dan harus selesai atau mengajarkan materi-materi prasyarat itu lebih dahulu? Pengambilan keputusan perlu dipertimbangkan dengan berbagai hal sehingga diperoleh solusi yang tepat.

  6. Bagaimana mengimplementasikan kurikulum yang menuntut penggunaan media atau multimedia, seperti komputer atau media pembelajaran? Dengan perkembangan teknologi dan informasi maka pendidik matematika perlu menguasai berbagai media manual maupun yang komputer (multimedia). Pendidik perlu terus menjadi pembelajar mengupayakan kemampuan mengembangkan atau menggunakan berbagai media tersebut, termasuk pemanfaatan internet. Selain itu, karena berbagai program pemerintah yang dimasukkan dalam pendidikan seperti pendidikan karakter, anti korupsi, wawasan lingkungan, atau pun kewirausahaan, maka pendidik perlu bijaksana dan memahami bagaimana program-program tersebut dimasukkan dalam proses pembelajaran tanpa menambah jam pelajaran maupun menguranginya. Bila pendidik tidak memiliki kompetensi pedagogik akan memasukkan semuanya dalam pembelajaran sebagai bidang studi baru atau bagian materi mata pelajaran yang diajarkan terpisah-pisah. Hal tersebut akan menyebabkan tidak terinternalisasinya materi-materi tersebut.

  Berbagai permasalahan yang diutarakan sebenarnya terjadi setiap waktu dan sampai kapan pun bukan karena pengaruh munculnya kurikulum baru. Penerapan kurikulum baru merupakan salah satu pemicu saja. Hal ini wajar karena pemangku kebijakan akan memiliki suatu pandangan ke depan sesuai idealismenya sedang pendidik sebagai eksekutor di lapangan berhadapan dengan realitas yang mungkin berbenturan dengan idealisme tersebut. Untuk itu diperlukan suatu upaya mengatasi masalah terkait dengan proses pembelajaran tersebut.

  Upaya Mengatasi Masalah Pembelajaran Matematika

  Cara umum mengatasi masalah pembelajaran adalah memberikan bekal pengetahuan, pemahaman dan pengalaman terhadap aktor yang menjalankan proses pembelajaran tersebut. Upaya yang dapat dilakukan adalah melalui pelatihan, workshop, seminar, pembinaan pendidik melalui MGMP atau peningkatan jenjang kualifikasi akademik dari S1 menjadi S2. Program-program tersebut dapat mengubah keyakinan dan pandangan pendidik terhadap sifat alami matematika maupun matematika sekolah (pendidikan), melalui bukti-bukti operasional yang praktis dalam implementasinya, sekaligus mengatasi kelemahan penguasaan dan pemahaman terhadap materi matematika.

  Apabila diasumsikan bahwa komponen-komponen pembelajaran lain merupakan suatu kondisi yang tetap atau ditetapkan apa adanya, maka komponen yang dapat berubah dan bertanggungjawab terhadap proses itu adalah pendidik. Pendidik lah yang perlu berbenah dan memperbaiki diri serta berusaha mengubahnya. Pendidik merupakan agen perubahan di dalam kelas. Dengan demikian upaya mengatasinya pertama kali adalah mengubah keyakinan pendidik terhadap matematika dan pembelajaran yang seharusnya.

  Keyakinan pendidik terhadap matematika maupun praktek pembelajaran akan mempengaruhi pada performa peserta didik selanjutnya. Hubungan keyakinan antara matematika dan pengajaran serta pembelajarannya dijelaskan Goos,et.al (2007) berikut.

  Keyakinan terhadap Keyakinan terhadap Keyakinan terhadap Matematika pengajaran matematika pembelajaran matematika

  Instrumentalis: Menfokuskan isi dengan Ketuntasan keterampilan, Matematika sebagai suatu penekanan pada kinerja penerimaan yang pasif seperangkat alat dari terhadap pengetahuan fakta-fakta, aturan-aturan, dan keterampilan- keterampilan Platonis: Matematika Menfokuskan isi dengan Konstruksi aktif dari sebagai suatu bodi statis menekankan pada pemahaman yang absolut dan pemahaman pengetahuan yang pasti dan abstrak. Pemecahan masalah: Menfokuskan pada Eksplorasi otonom dari Matematika sebagai pebelajar keinginan/minat sendiri. sesuatu yang dinamis dan hasil kreasi manusia

  Bagaimana pendidik memandang matematika akan berdampak pada praktek pembelajarannya. Dengan demikian upaya perbaikan dengan berbagai cara perlu menyadarkan pendidik terhadap pandangan atau keyakinannya terhadap matematika tersebut.

  Hasil penelitian Anderson, et.al (2005) terhadap 20 pendidik yang kategorinya pendidik kontemporer dan 23 pendidik tradisional mendapatkan fakta bahwa 95% pendidik kontemporer menyakini bahwa peserta didik dapat belajar banyak konsep matematika dengan belajar sendiri dan memecahkan masalah yang tidak familiar dan masalah-masalah yang open-ended. Selain itu mereka meyakini bahwa hal yang esensial adalah peserta didik harus mengeksplorasi caranya sendiri sebelum menggunakan metode yang diajarkan pendidik. Pendidik yang termasuk tradisional tidak meyakini itu atau 0% yang mengatakan itu. Sebaliknya mereka 100% menyakini bahwa peserta didik belajar algoritma sebelum mengerjakan soal aplikasi dan masalah yang tidak familiar. Dalam pengajaran 87% pendidik tradisional memberikan latihan-latihan untuk mempraktekkan keterampilannya sedang pendidik kontemporer 45%. Kemudian 35% pendidik tradisional yang mendorong peserta didik menggunakan prosedur dan metode sendiri untuk memecahkan masalah sedangkan pendidik kontemporer 80%. Data ini menunjukan adanya hubungan antara keyakinan dan praktek. Pendidik yang cenderung meyakini matematika sebagai seperangkat alat yang berisi fakta-fakta, aturan-aturan, maupun keterampilan-keterampilan, akan mengarahkan pembelajaran yang cenderung berpusat pada pendidik bukan peserta didik.

  Pendidik berdasarkan keyakinannya terhadap matematika menurut Carpenter, et.al dalam Barkatsas & Malone (2005) dapat dikategorikan menjadi level A (pendidik meyakini bahwa peserta didik akan belajar dengan sangat baik bila dijelaskan bagaimana bekerja dalam matematika), level B (pendidik bertanya- tanya gagasan bahwa peserta didik perlu ditunjukkan bagaimana bekerja dalam matematika, tetapi mengalami konflik keyakinan), level C (pendidik mengajarkan bahwa peserta didik akan belajar matematika selama memecahkan masalah dan mendiskusikan solusinya), dan level D (pendidik meyakini dan menerima gagasan bahwa peserta didik akan memecahkan masalah tanpa pengajaran langsung dan kurikulum matematika harus berdasar pada kemampuan peserta didik). Dimanakah posisi kita? Bila meyakini pembelajaran yang menekankan pada pemecahan masalah, maka perlu mengubah atau memperbaiki keyakinannya kita yang masih tradisional.

  Kompetensi pendidik akan meningkat jika waktu yang digunakan untuk mempersiapkan materi-materi pembelajaran lebih banyak daripada waktu yang digunakan untuk “mengajar” di kelas. Hasil penelitian terhadap 200 pendidik di US seperti dilaporkan Mc Night, et.al dalam Brooks & Suydam (1993) menunjukkan bahwa 40% dari waktu di sekolah digunakan untuk mengembangkan material baru, 20% untuk membahas materi awal yang sudah diajarkan, 10% untuk tugas-tugas administratif atau managemen, dan 30% untuk mensupervisi tugas-tugas peserta didik dan memberikan tes. Hasil penelitian ini menunjukkan hal yang berbeda pada tahun sebelumnya yang disebutkan bahwa waktu yang lebih sedikit untuk pengembangan material pembelajaran. Kondisi ini mungkin berbeda dengan kondisi pendidik di Indonesia yang lebih banyak tidak ada waktu untuk membahas materi yang sudah diajarkan (refleksi).

  Upaya mengatasi yang lain adalah memperbaiki pemahaman terhadap strategi pembelajaran dan keterampilan menerapkannya. Harmin & Toth (2012) menjelaskan strategi-strategi pembelajaran aktif yang menginspirasi. Strategi tersebut meliputi bagaimana menciptakan pembelajaran aktf yang inspiratif, bagaimana membangun iklim peserta didik berpartisipasi penuh, bagaimana membangun iklim kerjasama tingkat tinggi, bagaimana menyusun waktu belajar di kelas yang efisien, bagaimana memanfaatkan kelompok-kelompok kecil dengan efisien, dan bagaimana mencegah timbulnya masalah kedisiplinan. Silver, Strong, dan Perini (2012) menjelaskan bagaimana memilih strategi-strategi berbasis penelitian yang tepat untuk setiap pelajaran. Dalam bukunya dijelaskan strategi penguasaan (meliputi perkuliahan baru, pengajaran langsung, kesukaran tergradasi, dan tim-pertandingan-turnamen), strategi pemahaman(meliputi membandingkan dan mengontraskan, membaca bermakna, pemerolehan konsep, misteri), strategi ekspresi diri (meliputi pembelajaran induktif, ekspresi metafora, menyusun pola, mata pikiran), strategi antar pribadi (pembelajaran resiprokal, pengambilan keputusan, pemisahan-penyatuan,lingkaran komunitas), dan strategi empat gaya (catatan jendela, perkumpulan pengetahuan, apakah kamu mendengar apa yang saya dengar, rotasi tugas). Pemahaman terhadap berbagai jenis strategi dan manfaatnya akan memberikan pilihan-pilihan strategi yang efektif untuk suatu materi pelajaran.

  Penutup

  School Mathematics: research and practice for 21 st century. Crows Nest,

  Research-Based Strategy for Every Lesson oleh Ellys Tjo). Jakarta: Indeks Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat

  Pengajaran (Terjemahan dari the Strategic Teacher: Selecting the Right

  May 2004 Silver, Harvey F., Strong, Richard W., Perini, Matthew J. 2012. Strategi-Strategi

  th

  Department of Science and Mathematics Education, University of Melbourne, 28

  Teachers To Face the New Curriculum. Paper presented on discussion in

  Siswono, Tatag Yuli Eko. 2004. The Challenge of Indonesian Mathematics

  (Terjemahan dari Inspiring Active Learning: A Complete Handbool for Today’s Teacher oleh Bethari Anissa Ismayasari). Jakarta: Indeks

  NSW: Allen & Unwin Harmin, Merrill., Toth, Melanie. 2012. Pembelajaran Aktif yang Menginspirasi

  Patricia S. Wilson. New York: Macmillan, page 232-244 Goos, Merrilyn, Stilman, Gloria., Vale, Colleen, 2007. Teaching Secondary

  Permasalahan yang terkait pembelajaran matematika sangat kompleks dan dapat bersumber dari berbagai komponen. Komponen yang mempengaruhi terutama dari peserta didik, pendidik, kurikulum, materi, dan strategi/model pembelajaran. Komponen peserta didik, kurikulum, dan materi umumnya bersifat tetap/ditetapkan yang tidak memungkinkan dimanipulasi. Komponen yang dapat mengatasi berbagai masalah tersebut perpangkal dari pendidik yang memainkan strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran yang dipentingkan bukan sekedar strategi yang terbaru, tetapi strategi yang paling efektif dan efisien untuk membekali pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi peserta didik.

  Research Ideas for the Classroom: High School Mathematics edited by

  Brooks, Karen., Suydam, Marilyn. 1993. Planning and Organizing Curriculum. In

  No. 2, 9-38

  . Vol. 17,

  Mathematics Education Research Journal

  Barkatsas, Anastasia (Tasos), Malone, John. 2005. A Typology of Mathematics Instructional Practices.

  Vol. 17, No. 2, 9-38

  Mathematics Education Research Journal .

  Anderson, Judy., White, Paul., Sulivan, Peter. 2005. Using a Schematic Model to Represent Influences on, and Relationships Between,Teachers' Problem- Solving Beliefs and Practices.

  Cara utama mengatasi berbagai masalah tersebut adalah meningkatkan keyakinan, pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan pendidik terhadap matematika dan aspek-aspek pedagogis lainnya. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan melanjutkan studi S2 yang linear dengan jenjang S1-nya.

  Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional