Efisiensi BPJS

Abstract
The research is aimed to figure out national interest and on BPJS.
The Concern with what kind of action for Indonesia to makes BPJS perfect.
This is a behavioral legal research. The sources used in this research are
e v i d e n c e a n d f a c t s a b o u t t h e b e h a v i o r o f e l i t e s a n d t h e r e s p o n d s o f s o c i e t y.
Through this research, it can be councluded that BPJS can fix problem to
reduce number of decease in Indonesia.
Keywords : Domestic policy, philosophy of laws.

Latar Belakang
BPJS merupakan program pemerintah untuk mengurangi angka kematian ibu
dan balita di Indonesia. Pendaftar baru bisa terdaftar setelah tujuh hari resmi terdaftar
BPJS. Akan tetapi, banyak penduduk yang resah karena bayi baru lahir juga harus
menunggu waktu tujuh hari untuk terdaftar. Masalahnya terletak pada bayi baru lahir
yang prematur dan Caesar, dimana mereka membutuhkan penanganan cepat.
Namun demikian, banyak yang mendukung program pemerintah BPJS.
Mereka memberi solusi tentang kekurangan BPJS. Ada juga yang mengkritik tanpa
memberi saran. Semua itu dilakukan untuk merealisasikan Indonesia sehat.

ISI
BPJS merupakan bentuk kebijakan dan kepedulian pemerintah terhadap warga

negaranya. BPJS dibuka sejak 1 Januari 2014 sampai paling lambat 2019. Aplikasi
BPJS dinilai kurang efisien oleh penduduk Indonesia karena paradigma “ingin cepat
tanpa usaha”. Salah satu contohnya ketentuan waktu tunggu selama tujuh hari untuk
mendapatkan layanan kesehatan setelah membayar iuran BPJS pertama. Menanggapi
itu, Kepala BPJS Kesehatan Surabaya dr. I. Made Puja Yasa Aak menuturkan,
pihaknya telah melaksanakan sosialisasi dengan optimal. Salah satunya mengenai
pendaftaran BPJS. ”Kita sudah memfasilitasi pendaftaran online. Jadi, mereka enggak
perlu antre dan lama-lama menunggu” ujarnya.
Dengan kemudahan itu, masyarakat bisa segera mendaftar. Masalahnya,
iktikad baik tersebut belum dimanfaatkan. Mereka baru mendaftar saat mereka sakit.
Puja menjelaskan, aturan tersebut dibuat untuk menyadarkan masyarakat. Seperti kata
pepatah, sedia payung sebelum hujan.
Puja juga menambahkan BPJS bertujuan untuk memudahkan masyarakat
mengakses fasilitas kesehatan yang terjangkau dan berkualitas. Karena itu, BPJS
menjalin rekanan dengan bank-bank besar. Pembayaran bisa dilakukan via auto
cash atau ATM sehingga tidak perlu mengantre bayar manual. ”Aturan ini wajib
untuk semua pendaftar, tidak bisa diubah. Dari BPJS Pusat” kata Puja (Tim Redaksi
Jawa Pos, 15 Desember 2014 at 05:00 AM WIB).
Menurut Dirut RSUD dr Soetomo dr. Dodo Anando, MPh., pelaksanaan
jaminan kesehatan tahun ini efektif meningkatkan daya saing antar-rumah sakit.

Faskes lanjutan berupaya menarik pasien untuk berobat lewat pelayanan yang mudah,
cepat, dan bermutu. ’’Namun, praktik BPJS bukannya tanpa kekurangan. Karena RS
terjangkau, banyak yang mengabaikan rujukan. Banyak peserta BPJS yang minta ke
rumah sakit meski sakitnya ringan” katanya. Angka pasien meningkat drastis. Setiap
hari RSUD dr Soetomo kebanjiran 4.000 pasien atau naik 20 persen daripada tahun
lalu.

Dia juga mengkritisi aturan tujuh hari BPJS. Menurut Dirut rumah sakit kelas
A tersebut, aturan itu membuat rumah sakit mumet. Sebab, banyak pasien yang
melayangkan komplain ke rumah sakit karena kartu BPJS mereka belum berfungsi.
Mereka menganggap pihak faskes tidak memedulikan nasib pasien. Protes salah
alamat tersebut sering membuat rumah sakit terpaksa mengalah (Tim Redaksi Jawa
Pos, 15 Desember 2014 at 05:00 AM WIB).
Kepala Manajemen Pemasaran dan Kepesertaan BPJS Regional VII Jatim
Tanya Rahayu juga menambahkan, beragam persoalan memang banyak muncul
dalam pelaksanaan BPJS. Namun, BPJS sudah berupaya menyosialisasikannya.
Misalnya, soal keluhan ketetapan masa tunggu tujuh hari. ”Aturan itu agar warga siap
saat musibah datang. Jangan menunggu sakit. Sudah ada relawan komunitas juga
yang membantu sosialisasi” ujarnya (Tim Redaksi Jawa Pos, 15 Desember 2014 at
05:00 AM WIB).

BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) adalah sebuah lembaga
pemerintah tujuannya menyelenggarakan program jaminan sosial kesehatan untuk
semua WNI dan WN asing (telah bekerja minimal enam bulan dan telah membayar
iuran) yang bersifat wajib. Peserta BPJS dibagi menjadi dua yaitu Penerima Bantuan
Iuran (PBI) jaminan kesehatan dan Bukan PBI jaminan kesehatan. PBI adalah peserta
BPJS bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sesuai dengan UU SJSN sehingga
iurannya ditanggung pemerintah. Dengan demikian, peserta PBI adalah fakir miskin
yang ditetapkan oleh pemerintah dan diatur melalui peraturan pemerintah. Berbeda
dengan peserta PBI, peserta bukan PBI adalah peserta BPJS yang terdiri dari pekerja
penerima upah dan anggota keluarganya, pekerja bukan penerima upah dan
keluarganya serta bukan pekerja dan anggota keluarganya sehingga iurannya
ditanggung sendiri (Tim Redaksi Eksekutif News, 13 September 2013 at 04:00 PM
WIB).

Iuran BPJS yang harus dibayarkan sejumlah Rp. 22.200,-/bulan bagi peserta
yang menghendaki pelayanan di ruang perawatan kelas III, Rp. 40.000,- untuk kelas
II dan Rp. 50.000,- untuk kelas I. Iuran tersebut harus dibayarkan setiap bulan paling
lambat tanggal 10, jika tanggal 10 tersebut hari libur, maka pembayaran dapat
dilakukan pada hari berikutnya. Keterlambatan pembayaran dikenakan sanksi sebesar
2% dari jumlah total iuran yang tertunggak (Tim Redaksi Eksekutif News, 13

September 2013 at 04:00 PM WIB).
Banyak manfaat pelayanan yang didapatkan menjadi peserta, seperti manfaat
promotif dan preventif yang meliputi:
1. Penyuluhan kesehatan perorangan, yaitu penyuluhan mengenai pengelolaan
faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat
2. Imunisasi dasar, yaitu Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus
dan Hepatitis–B (DPT-HB), Polio, dan Campak
3. Keluarga berencana dan skrining kesehatan, meliputi konseling, kontrasepsi
dasar, vasektomi dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang
membidangi keluarga berencana
(Tim Redaksi Eksekutif News, 13 September 2013 at 04:00 PM WIB).
Sementara itu, pelayanan kesehatan yang dijamin meliputi :
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non
spesialistik mencakup:
a. Administrasi pelayanan
b. Pelayanan promotif dan preventif
c. Pemeriksaan, peengobatan, dan konsultasi medis
d. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif
e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
f. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis

g. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama
h. Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi
2. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan
mencakup:
A. Rawat jalan yang meliputi:
a. Administrasi pelayanan

b. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

spesialis dan sub-spesialis
Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis
Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai

Pelayanan alat kesehatan implant
Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis
Rehabilitasi medis
Pelayanan darah
Pelayanan kedokteran forensic
Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan

B. Rawat inap yang meliputi:
a. Perawatan inap non intensif
b. Perawatan inap di ruang intensif
c. Pelayanan kesehatan lain ditetapkan oleh Menteri
(Tim Redaksi Eksekutif News, 13 September 2013 at 04:00 PM WIB).

Sebagai catatan, dalam hal pelayanan kesehatan lain yang telah ditanggung
dalam program pemerintah, maka tidak termasuk dalam pelayanan kesehatan yang
dijamin. Dalam hal diperlukan, peserta juga berhak mendapatkan pelayanan berupa
alat bantu kesehatan yang jenis dan plafon harganya ditetapkan oleh Menteri.
Kelas perawatan yang ditanggung ketika harus rawat inap meliputi:
1. Di ruang perawatan kelas III bagi:
a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan

b. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja dengan
iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III

2. Di ruang Perawatan kelas II bagi:
a. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun Pegawai Negeri Sipil
golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya
b. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai
Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota
keluarganya
c. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara Pegawai
Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota
keluarganya
d. Peagawai Pemerintah Non Pegawai Negeri yang setara Pegawai Negeri
Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya
e. Peserta Pekerja Penerima Upah bulanan sampai dengan 2 (dua) kali
penghasilan tidak kena pajak dengan status kawin dengan 1 (satu) anak,
beserta anggota keluarganya
f. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja dengan
iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II


3. Di ruang pewatan kelas I bagi:
a. Pejabat Negara dan anggota keluarganya
b. Pegawai negeri sipil dan penerima pensiun pegawai negeri sipil Golongan
III dan Golongan IV beserta anggota keluarganya
c. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai
Negeri Sipil Golongan III dan Golongan IV beserta anggota keluarganya
d. Anggota POLRI dan penerima pensiun Anggota POLRI yangn setara
Pegawai Negeri Sipil Golongan III dan Golongan IV beserta anggota
keluarganya
e. Pegawai pemerintah non pegawai negeri yang setara Pegwai Negeri Sipil
Golongan III dan Golongan IV dan anggota keluarganya
f. Veteran dan perintis kemrdekaan beserta anggota keluarganya
g. Peserta pekerja penrima upah bulanan lebih dari 2 (dua) kali PTKP dengan
status kawin dengan 2 (dua) anak dan anggota keluarganya

h. Peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja dengan
iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I
(Tim Redaksi Eksekutif News, 13 September 2013 at 04:00 PM WIB).

Untuk pelayanan yang tidak dijamin diantaranya:

1. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana
diatur dalam peraturan yang berlaku
2. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak
bekerjasama dengan BPJS, kecuali untuk kasus gawat darurat
3. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan
kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan
4.
5.
6.
7.
8.
9.

kerja
Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri
Pelayanan kesehatan untuk tujuan kosmetik dan/atau estetik
Pelayanan untuk mengatasi infertilitas (Memperoleh Keturunan)
Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi)
Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alcohol
Gangguan kesehatan akiabat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat


melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri
10. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk akupuntur,
shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penialaian
teknologi kesehatan (health technology assessment(HTA))
11. Pengobatan dan tidakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan
(eksperimen)
12. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu
13. Perbekalan kesehatan rumah tangga

14. Pelayanan kesehatan yang sudah dijamin dalam program kecelakaan lalu
lintas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
15. Pelayanan kesehatan akibat bencana, kejadian luar biasa/wabah
16. Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat jaminan
kesehatan yang diberikan
(Tim Redaksi Eksekutif News, 13 September 2013 at 04:00 PM WIB).

Untuk kecelakaan lalu lintas, BPJS membayar selisih biaya pengobatan akibat
kecelakaan lalu lintas yang telah dibayarkan oleh program jaminan kecelakaan lalu
lintas sesuai dengan tarif yang diberlakukan BPJS. Selain itu, peserta jaminan

kesehatan dapat mengikuti program asuransi kesehatan tambahan lainnya dimana
BPJS dan penyelenggara program asuransi kesehatan tambahan dapat melakukan
koordinasi dalam memberikan manfaat untuk peserta BPJS yang memiliki hak atas
perlindungan program asuransi kesehatan tambahan.
Fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk pertama kali peserta terdaftar adalah:
1. Untuk pertama kali setiap peserta terdaftar pada satu fasilitas kesehatan
tingkat pertama yang ditetapkan oleh BPJS kesehatan setelah mendapat
rekomendasi dinas kesehatan kabupaten/kota setempat
2. Dalam jangka waktu paling sedikit 3 (tiga) bulan selanjutnya peserta berhak
memilih fasilitas kesehatan tingkat pertama yang diinginkan
3. Peserta harus memperoleh pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan
tingkat pertama tempat peserta terdaftar, kecuali berada di luar wilayah
fasilitas kesehatan tingkat pertama tempat peserta terdaftar; atau dalam
keadaan kegawatdaruratan medis
(Tim Redaksi Eksekutif News, 13 September 2013 at 04:00 PM WIB).

Penerapan sistem kendali mutu pelayanan jaminan kesehatan dilakukan secara
menyeluruh meliputi pemenuhan standar mutu fasilitas kesehatan, memastikan proses
pelayanan kesehatan berjalan sesuai standar yang ditetapkan serta pemantauan
terhadap iuaran kesehatan peserta. Ketentuan mengenai penerapan sistem kendali
mutu pelayanan jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud diatur dalam peraturan
BPJS. Dalam rangka menjamin kendali mutu dan biaya, menteri bertanggung jawab
untuk:
1.
2.
3.
4.

Penialaian teknologi kesehatan (Health Technology Assessment)
Pertimbangan klinis (clinical advisory) dan manfaat jaminan kesehatan
Perhitungan standar tarif
Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pelayanan jaminan kesehatan.
Dalam melaksanakan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pelayanan

jaminan kesehatan, menteri berkoordinasi dengan Dewan Jaminan Sosial Nasional
(DJSN). Hal ini merupakan bukti keseriusan negara Indonesia terhadap BPJS untuk
mensejahterakan penduduk Indonesia (Tim Redaksi Eksekutif News, 13 September
2013 at 04:00 PM WIB).

Namun demikian, ketentuan waktu tunggu tujuh hari setelah mendaftar juga
memiliki kekurangan. Salah satu contohnya waktu tunggu dalam pendaftaran BPJS
untuk bayi baru lahir. Bayi prematur yang membutuhkan penanganan cepat juga
terkena imbasnya. Banyak contoh kasus seperti yang dialami Lutfi, warga Percetakan
Negara, Jakarta Pusat. Ia mengecam peraturan baru BPJS sehingga bayinya tidak bisa
tercover oleh program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Ia mengaku harus
meminjam uang dari saudara dan kerabat untuk membiayai perawatan bayinya yang
lahir prematur di Rumah Sakit Cipto Mangungkusumo (RSCM). “Saya kaget ketika
petugas rumah sakit bilang sekarang perawatan bayi baru lahir tidak ditanggung,
kalau mau (ditanggung) baru bisa setelah tujuh hari resmi terdaftar BPJS Kesehatan”
kata Lutfi kepada Harian Terbit, Rabu (19/11/2014).
Begitu juga dengan yang dialami Farid. Dia merupakan salah seorang pegawai
di sebuah bank ternama di jalan Basuki Rahmat. Istrinya yang hamil delapan bulan
terpaksa dilarikan ke RSUD dr Soetomo lantaran ketubannya pecah. Namun, Farid
harus mendaftarkan istrinya sebagai pasien umum sebab dia belum terdaftar BPJS.
Istri Farid sebenarnya sudah berupaya mendaftar sebagai peserta BPJS
mandiri. Dia juga ingin bayinya yang telah lahir ikut mendapat jaminan kesehatan
sehingga anaknya tidak perlu repot lagi mengurus kartu. Tapi, niat tersebut
diurungkan karena BPJS tidak menanggung bayi yang masih dalam kandungan (Tim
Redaksi Jawa Pos, 15 Desember 2014 at 05:00 AM WIB).
Kejadian serupa juga dialami Nur Rahmah, warga Kampung Beting Remaja,
RT03/RW19, Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, saat hendak
menyusui anak laki-laki pertamanya yang baru ia lahirkan di Puskesmas Koja pada
Minggu (30/11/2014) pukul 16.10 WIB.
Anaknya baru saja mendapat penolakan untuk dilayani oleh dua rumah sakit
besar di Jakarta, yakni RSUD Koja dan RSCM. Kedua RS itu beralasan, Nur tidak

mengikuti prosedural BPJS yang sangat berbelit-belit, meskipun sudah mendapat
rujukan dari Puskesmas Koja.
Nur Rahmah hanya bisa pasrah. Dengan telaten ia memberikan air susu ibu
(ASI) kepada bayi yang sudah diberi nama Muhamad Fidaus Zidane Albuqori.
Dengan penuh cinta ia mengusap lembut bagian kepala Firdaus yang bermasalah,dan
seketika air mata berlinang di pipinya. Mertua dan adik ipar lekas menenangkan
dirinya dan ikut memeluk Nur agar kuat menghadapi situasi yang berat tersebut.
Nur Rahmah masih teringat jelas pernikahan dengan suaminya, Ahmad Daud
Adityawarman pada tahun 2012. Meskipun suaminya hanya seorang buruh lepas dan
tinggal mengontrak di sebuah rumah petak di Kampung Beting Remaja, ia sangat
bahagia ketika memeriksakan diri ke dokter pada akhir tahun 2013, dimana dirinya
mengandung buah cinta dengan suaminya. Namun, kebahagiaan itu seperti sirna
ketika mengetahui bayi yang dilahirkan ternyata prematur dan memiliki kelainan.
“Pada bagian tengah kepala bayi (ubun-ubun) sampai ke bagian belakang
tidak terbentuk kulit, namun hanya terbungkus jaringan tipis sehingga bagian dalam
kepala nampak terlihat jelas. Sedangkan jari tangan kanan bayi juga tidak sempurna,
begitu juga pada kaki sebelah kiri tanpa telapak kaki” ujar Kamsirah, Senin
(1/12/2014). Sementara itu, adik ipar Nur, Dewi yang menemani selama proses
persalinan mengaku dirinya menemani Firdaus selama proses rujuk ke rumah sakit.
“Setelah Firdaus lahir kemarin (Minggu sore), suster di Puskesmas
memberitahu bahwa bayi tersebut terdapat kelainan dan harus dirujuk ke RSUD Koja.
Karena kondisi kakak ipar saya (Nur) yang masih kelelahan dan harus istirahat di
Puskesmas, jadi saya yang mengantar Firdaus bersama perawat puskesmas dengan
mobil ambulance” ungkap Dewi. Dewi mengaku sangat kecewa dengan pelayanan
kedua rumah sakit yang ia datangi untuk mendapatkan pelayanan rujuk.

“Di RSUD Koja kami langsung diover ke RSCM, sesampainya di RSCM,
suster di sana mengatakan bahwa bila ingin mendapatkan pelayanan intensif bagi
Firdaus, maka keluarga harus menyiapkan uang muka sebesar Rp 3 juta” kata Dewi.
Saat memprotes aturan tersebut, petugas kesehatan di RSCM mengatakan, aturan
baru di RSCM bahwa bayi harus memiliki kartu BPJS untuk mendapatkan pelayanan
gratis di rumah sakit milik pemerintah tersebut.
“Saya langsung protes, bagaimana mungkin bayi yang baru lahir belum ada
beberapa jam sudah kepikiran untuk mengurus BPJS. Tapi petugas medis dari RSCM
tidak mau tahu dan mempersilakan kami pulang, padahal saat itu sudah jam 9 malam,
usaha kami dari sore sampai malam sia-sia, dan Firdaus kembali dirawat di
Puskesmas” tandas Dewi. Sedangkan, Kepala Puskesmas Kecamatan Koja, Lysbeth
Pandjaitan mengaku sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan
pelayanan terbaik bagi Nur dan bayinya yang memiliki berat 2,3 kg dan panjang 48
cm.
“Saat dilahirkan ternyata anak pasien dalam kondisi memiliki multiple
congenital (kelainan bawaan). Meskipun di Puskesmas Koja ini memiliki Dokter
Spesialis Anak kerjasama Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dengan Dinas
Kesehatan DKI Jakarta, namun karena keberadaan alat bedah yang tidak tersedia,
maka bayi pasien kami sarankan untuk dirujuk ke rumah sakit yang memiliki alat
tersebut” ujar Lysbeth. Menurut Lysbeth, kondisi Firdaus saat ini sudah stabil dan
tenang saat dirawat di ruang sakit bayi di lantai 3 gedung Puskesmas tersebut.
“Bayi tersebut dapat buang air besar dan dapat meminum asi langsung dari
ibunya, namun demikian tetap perlu dilakukan Echocardiography (pemeriksaan
jantung) dan USG abdomen (melihat kelainan di perut) untuk melihat perkembangan
anak tersebut” lanjut Lysbeth. Sementara itu, Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta
Utara, Bambang Suheri, mengatakan instansinya saat ini sedang berkoordinasi
dengan pihak RSCM agar bisa segera merawat Firdaus.

“Saya sudah telepon tadi siang dan koordinasi, dokter di sana mengatakan
hasil pemeriksaan saat Firdaus dibawa ke RSCM pada Minggu malam tidak
menunjukkan kondisi darurat, jadi bisa dibawa kembali puskesmas sembari mengurus
BPJS bagi Firdaus” ujar Bambang. Menurut Bambang, meskipun kedua orang tua
Firdaus (Daud & Nur) memiliki Kartu Jakarta Sehat (KJS) ataupun BPJS, namun
bagi anak yang baru dilahirkan masa berlaku bebas biaya perawatan hanya tiga hari.
Selanjutnya harus membayar biaya normal sesuai prosedur. “Oleh sebab itu
saya sudah bantu agar permohonan BPJS yang diurus anggota keluarga untuk
mendapat prioritas oleh BPJS” lanjut Bambang. Bambang berjanji akan mengawal
pelayanan bagi Firdaus agar bisa mendapatkan perawatan di RSCM. “Tidak perlu
sampai menunggu kondisi darurat, kita usahakan agar secepatnya dirawat supaya
Firdaus cepat lekas sembuh” tandas Bambang (Tim Redaksi Suara Pembaruan, 1
Desember 2014 at 05:14 PM WIB).
Sebagaimana diketahui, peraturan BPJS Kesehatan No. 4 Tahun 2014
memang mengatur ketentuan waktu tunggu selama tujuh hari bagi peserta baru untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan bagi semua kelompok masyarakat, tak terkecuali
bayi baru lahir. Selain itu, warga yang ingin mendaftar juga diwajibkan memiliki
rekening Bank Mandiri, BNI, dan BRI. Kemudian, pendaftar harus mendaftarkan
seluruh anggota keluarga secara sekaligus sesuai dengan KK dan harus memiliki eKTP beserta alamat email.
Ini menjadi masalah serius ketika bagi bayi baru lahir yang harus
mendapatkan perawatan intensif dengan biaya besar. Bahkan, menjadi kontradiktif
dengan program pemerintah untuk menurunkan angka kematian ibu dan balita di
Indonesia (Tim Redaksi Harian Terbit, 20 November 2014 at 01:24 PM WIB).
Dalam konsep KUH Perdata, bayi yang masih dalam kandungan sudah diakui
mempunyai hak jika kepentingannya menghendaki. Tetapi dalam system JKN yang

digelar BPJS, bayi baru lahir tidak otomatis menjadi peserta meskipun orangtuanya
peserta BPJS (Tim Redaksi Hukum Online.com, 08 Desember 2014).
Menurut Direktur Hukum dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Purnawarman
Basundoro, skema tersebut juga berlaku untuk peserta BPJS dari golongan
masyarakat kurang mampu yakni PBI dan peserta mandiri dengan ruang perawatan
kelas 3 sehingga untuk menjadi peserta BPJS, bayi baru lahir harus didaftarkan
terlebih dulu menggunakan mekanisme peserta bukan penerima upah atau mandiri.
“Saat ini, bayi baru lahir belum otomatis masuk menjadi peserta BPJS Kesehatan,
termasuk bayi yang dilahirkan oleh peserta PBI. Untuk menjadi peserta BPJS
Kesehatan, bayi baru lahir harus didaftarkan dengan mekanisme peserta mandiri” kata
Purnawarman di Bandung, Sabtu (06/12/2014).
Purnawarman menambahkan, BPJS harus mengusulkan supaya PP No. 101
Tahun 2012 tentang PBI dan Permenkes No. 28 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan JKN direvisi. Sehingga, bayi baru lahir dari peserta PBI otomatis jadi
peserta BPJS. Sedangkan bayi baru lahir dari peserta bukan penerima upah atau
mandiri harus didaftarkan dengan mekanisme mandiri. Selain itu, bagi bayi yang
didaftarkan di ruang perawatan kelas 3, masa tunggu 7 hari sebagaimana diatur
Peraturan BPJS Kesehatan No. 4 Tahun 2012 yang direvisi oleh Keputusan BPJS
Kesehatan No. 4 Tahun 2014 berubah menjadi tidak berlaku. Masa tunggu atau
aktivasi kepesertaan BPJS hanya berlaku untuk ruang perawatan kelas 1 dan 2 (Tim
Redaksi Hukum Online.com, 08 Desember 2014).
Timboel Siregar selaku Koordinator Advokasi BPJS Watch menilai Peraturan
BPJS Kesehatan No. 4 Tahun 2012 melanggar Pasal 2 UU No. 24 Tahun 2011 tentang
BPJS karena ada masa tunggu 7 hari bagi peserta mandiri yang mengambil ruang
perawatan kelas 1 dan 2. “Padahal pasal 2 UU BPJS memerintahkan direksi agar
menyelenggarakan jaminan sosial dengan asas kemanusiaan” ujarnya. Dengan
demikian, peserta mandiri dengan ruang perawatan kelas 1 dan 2 yang baru mendaftar
tidak bisa langsung mendapat pelayanan kesehatan karena harus menunggu 7 hari,

Begitu pula dengan bayi yang baru lahir (Tim Redaksi Hukum Online.com, 08
Desember 2014).
Menurut Pengamat kebijakan public Agus Pambagio, hal yang paling penting
dalam mengelola PBI adalah pemutakhiran data sehingga dapat diketahui secara tepat
mana masyarakat yang berhak atau tidak berhak mendapat PBI. Agus mencatat data
PBI yang digunakan sekarang adalah tahun 2011. Ia yakin saat ini data tersebut sudah
banyak berubah. “Kalau pemutakhiran data tidak dilakukan secara real time, maka
akan ada masyarakat miskin yang tidak mendapat haknya sebagai PBI” urainya (Tim
Redaksi Hukum Online.com, 08 Desember 2014).

Kesimpulan dan Saran
Dapat disimpulkan bahwa BPJS bertujuan untuk mensejahterakan rakyat
Indonesia dengan bantuan kesehatan supaya berlangsung tertib dan adil. Banyak
penduduk Indonesia yang resah dalam proses BPJS karena tidak tahu dan tidak mau
tahu tentang BPJS. Seharusnya penduduk Indonesia tidak apatis dan segera mendaftar
BPJS. Pemerintah juga harus merevisi PP No. 101 Tahun 2012 tentang PBI
dan Permenkes No. 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan JKN Sehingga bayi
baru lahir dari peserta PBI otomatis jadi peserta BPJS. Sedangkan bayi baru lahir dari
peserta bukan penerima upah atau mandiri harus didaftarkan dengan mekanisme
mandiri.
Hasil dari BPJS dapat dirasakan ketika seluruh penduduk Indonesia terdaftar
paling lambat tahun 2019. Apabila BPJS berjalan dengan lancar, kesehatan penduduk
Indonesia dapat terjamin dan dana yang tersisa dapat dialokasikan pada pembangunan
negara. Dengan demikian, BPJS dapat membantu program pemerintah dalam
menurunkan angka kematian ibu dan balita di Indonesia, terutama balita yang lahir
prematur ataupun dengan caesar.
Seharusnya pemerintah membedakan tentang pemberlakuan waktu tujuh hari
untuk balita. Hal ini dibutuhkan untuk mengurangi warga yang resah karena bayi
mereka tidak bisa terdaftar langsung.

DAFTAR PUSTAKA
Putra, Erik Purnama (2014). “Manfaat Program BPJS Kesehatan Dirasakan
Masyarakat” dalam http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/
14/09/09/nbldrw-manfaat-program-bpjs-kesehatan-dirasakan-masyarakat.
Diunduh pada tanggal 21 April 2015 at 11:00 PM WIB.
Tim Redaksi Eksekutif News (2013). “Pentingnya BPJS Kesehatan” dalam http://
eksnews.com/detail-2221-pentingnya-bpjs-kesehatan.html. Diunduh pada
tanggal 21 April 2015 at 11:00 PM WIB.
Tim Redaksi Harian Terbit (2014). “BPJS Tak Pedulikan Bayi Baru Lahir” dalam
http ://www.harianterbit.com/read/2014/11/20/11950/29/29/BPJS-Tak-Pedulikan
-Bayi-Baru-Lahir. Diunduh pada tanggal 21 April 2015 at 11:00 PM WIB.
Tim Redaksi Hukum Online.com (2014). “Bayi di Kandungan Dapat Didaftarkan Jadi
Peserta
BPJS”
dalam
http://www.hukumonline.com/berita/baca/
lt549ade11492e6/bayi-di-kandungan-dapat-didaftarkan-jadi-peserta-bpjs.
Diunduh pada tanggal 21 April 2015 at 11:00 PM WIB.
Tim Redaksi Hukum Online.com (2014). “Bayi Tak Otomatis Jadi Peserta BPJS
Kesehatan” dalam http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54857b72e8c93
/bayi-tak-otomatis-jadi-peserta-bpjs-kesehatan. Diunduh pada tanggal 21
April 2015 at 11:00 PM WIB.
Tim Redaksi Jawa Pos (2014). “Evaluasi Satu Tahun BPJS Kesehatan, Banyak
Manfaat,
Banyak
Keluhan”
dalam
http://www.jawapos.com/baca/artikel/10294 /evaluasi-satu-tahun-bpjs-kesehatanbanyak-manfaat-banyak-keluhan.
Diunduh pada tanggal 21 April 2015 at 11:00
PM WIB.
Tim Redaksi Suara Pembaruan (2014). “RSCM Minta Uang Muka Rp 3 Juta Kepada
Pasien BPJS” dalam http://sp.beritasatu.com/home/rscm-minta-uang-mukarp-3-juta-kepada-pasien-bpjs/70460. Diunduh pada tanggal 21 April 2015 at
11:00 PM WIB.