Dalalah Ayat al-Qur’an

yang terang. Itulah hukum-hukum Allah, dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.” - Tentang warisan QS. an-Nisa’: 11-12 - Cara pembagian harta rampasan perang[14] QS. al- Anfal: 1: تاذ اوحلققصأو هققللا اوقتاققف لوققسرلاو هققلل لاققفنلا لق لافنلا نع كنولأسي نينمؤم متنك نإ هلوسرو هللا اوعيطأو مكنيب Artinya: “Mereka menanyakan kepadamu tentang pembagian harta rampasan perang. Katakanlah: harta rampasan perang kepunyaan Allah dan Rasul, oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan rasul-Nya jika kamu adalah orang- orang yang beriman.”

D. Dalalah Ayat al-Qur’an

Dalil dalam bahasa Arab ad-dalil ليلدلا jamaknya al-adillah ةلدلا, dan secara terminologi berarti: “petunjuk kepada sesuatu baik yang bersifat material maupun non material maknawi.” Adapun pengertian dalil secara terminologi menurut ushul fiqh: “Sesuatu yang dapat mungkin kita sampai dengan mempergunakan yang benar kepada sesuatu hasil yang bersifat khabar hukum.” Wahbah az-Zuhaili, dalam Ushul al-Fiqh al-Islami, memberikan batasan dengan: “Suatu petunjuk yang dijadikan landasan berpikir yang benar dalam memperoleh hukum syara’ yang bersifat praktis, baik yang statusnya qath’I pasti maupun zhanni relatif.[15]” Nash-nash al-Qur’an seluruhnya bersifat qath’i dari segi kehadirannya dan ketetapannya, dan periwayatannya dari Rasulullah saw. kepada kita[16]. Artinya, semua ayat al-Qur’an yang kita baca adalah pada hakikatnya nash yang diturunkan oleh Allah swt. kepada Rasulullah saw., karena apabila surat atau ayat turun, maka Rasulullah saw. membacakan kemudian ditulis oleh para sahabat yang ditugaskan untuk menuliskannya, dan dihafal serta dibaca ketika shalat. Adapun nash-nash al-Qur’an itu dari segi dalalahnya terhadap hukum-hukum yang dikandungnya, maka ia terbagi menjadi dua bagian: a. Nash yang qath’i dalalahnya terhadap hukumnya, b. Nash yang zhanni dalalahnya terhadap hukumnya. Nash yang qath’i dalalahnya ialah nash yang menunjukkan kepada makna yang pemahaman makna itu dari nash tersebut telah tertentu dan tidak mengandung takwil serta tidak ada peluang untuk memahami makna lainnya dari nash itu. Misalnya firman Allah swt.: دلو نهل نكي مل نإ مكجاوزأ كرت ام فصن مكلو… Artinya: “Dan bagimu suami-suami seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istri kamu jika mereka tidak mempunyai anak.” Q.S an-Nisaa: 12 Ayat ini menjelaskan bahwa bagian suami dalam kondisi seperti ini adalah seperdua qath’i. Sedangkan nash yang zhanni dalalahnya adalah nash yang menunjukkan atas suatu makna, akan tetapi masih memungkinkan untuk ditakwilkan atau dipalingkan dari makna ini dan makna lainnya dimaksudkan darinya. Seperti firman Allah swt.: ءورق ةإثلإث نهسفنأب نصبرتي تاقلطملاو … Artinya: “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri menunggu selama tiga kali quru’…” QS. al-Baqarah: 228 Kata quru’ dalam bahasa Arab disebut lafadz musytaraq yaitu satu kata yang memiliki dua makna atau lebih. Maka kataquru’ bermakna suci dan haid[17].

E. Macam-macam Hukum al-Qur’an