perawat yang bekerja diruang
penyakit dalam dan bedah
kebutuhan spiritual pasien oleh perawat
yang dirawat inap di ruang penyakit dalam
dan bedah dengan hubungan
yang memadai
5.2 Pembahasan
5.2.1 Karakteristik Data Demografi Perawat Berdasarkan usia, sebagian besar perawat berada pada usia dewasa dini
18-40, yaitu sebanyak 45 orang 71,4. Kelompok usia dewasa dini merupakan usia produktif yang mendukung dalam melaksanakan pelayanan keperawatan
yang baik. Menurut Kozier et al. 2010, individu dewasa dapat mengemukakan pertanyaan yang bersifat filosofi mengenai spiritualitas dan menyadari akan hal
spiritual tersebut. Ajaran-ajaran agama dewasa awalmuda semasa kecil dapat diterima atau didefinisikan kembali. Heber 1978 dalam Rohman, 2009
menyatakan bahwa pada rentang dewasa awalmuda telah benar-benar mengetahui konsep benar dan salah, menggunakan keyakinan moral, agama dan etik sebagai
dasar dari sistem nilai, sudah merencanakan kehidupan, mengevaluasi apa yang sudah dikerjakan terhadap kepercayaan dan nilai spiritualitasnya.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Riyadi dan Kusnanti 2007 yang menemukan bahwa ada
hubungan signifikan antara umur perawat dengan kinerja perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan pada setiap klien P= 0.023 0.05. Hal ini
dapat diartikan bahwa semakin dewasa usia seorang perawat maka semakin tinggi kinerja keperawatannya.
Universitas Sumatera Utara
Perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan diruang penyakit dalam dan bedah sebagian besar adalah perempuan sebanyak 56 orang 88,9, sedangkan laki-
laki yaitu 7 orang 11,1. Hal ini dapat dilihat dari sejarah perkembangan keperawatan dengan adanya perjuangan seorang Florence Nightingale yang
menerapkan prinsip “Mother Instink”, sehingga dunia keperawatan identik dengan pekerjaan seorang perempuan. Namun dengan kondisi sekarang sudah berubah,
banyak laki-laki yang menjadi perawat, tapi kenyataannya proporsi perempuan masih lebih banyak dari laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan
memiliki kesempatan yang lebih banyak dalam melakukan pemenuhan kebutuhan spiritualitas pada pasien.
Data menunjukkan bahwa sebagian besar perawat beragama Islam yaitu 39 orang 61,9, sedangkan beragama K. Katolik yaitu 3 orang 4,8 dan K.
Protestan yaitu orang 21 33,3. Menurut Hamid 1999 bahwa agama merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perawatan spiritualitas pada
klien. Perbedaan agama antara perawat dan klien menyebabkan perawat terkadang menghindar untuk memberi asuhan keperawatan spiritualitas.
Berdasarkan latar belakang pendidikan, sebagian besar perawat berlatar belakang pendidikan diploma yaitu 44 orang 69,8. Menurut Notoatmodjo
2002, bahwa pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang sangat diperlukan untuk mengembangkan diri sehingga semakin tinggi pendidikan
semakin mudah menerima dan mengembangkan pengetahuan. Seperti mengembangkan diri dalam penyelenggaraan pelayanan spiritual pada pasien.
Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Keraf 2001 bahwa secara
Universitas Sumatera Utara
umum pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh pengalaman hidup sebagai pengetahuan sejati, tingkat pendidikan yaitu semakin tinggi pendidikan seseorang
semakin tinggi pula pengetahuannya, kesehatan fisik terutama kesehatan panca indra, usia yang berhubungan dengan daya tangkap dan ingatan terhadap suatu
materi, dan media masabuku sebagai sumber informasi. Untuk itu penting untuk meningkat tingkat pendidikan seseorang terutama perawat untuk
mengembangkan pengetahuan diri dalam membarikan pelayanan spiritual kepada pasien.
Data menunjukkan bahwa sebagian besar perawat berpengalaman kerja selama 5-10 tahun yaitu 24 orang 38,1. Menurut Megawati 2004, lama kerja
seseorang mempunyai pengaruh terhadap mutu pekerjaan. Karena masa kerja yang semakin lama maka perawat akan semakin paham terhadap asuhan
keperawatan yang dilakukan. Dikatakan juga bahwa perawat ataupun karyawan yang mempunyai masa kerja lama punya kesempatan yang besar untuk
meningkatkan produktivitas karena mereka sudah paham mengenai pola kerjanya, mengetahui lingkungan kerja dengan baik, dan memiliki keterampilan yang
memadai termasuk dalam pemenuhan kebutuhan spiritualitas Anoraga Suyati, 1995.
Universitas Sumatera Utara
5.2.2 Karakteristik Data Demografi Pasien Berdasarkan usia, sebagian besar pasien berusia dewasa dini, yaitu 119
orang 57,8. Hal ini dinyatakan oleh Hurlock 2004, bahwa kelompok usia dewasa dini lebih memperhatikan hal-hal keagamaan dan aktif dalam kegiatan
keagamaan Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Arini 2013 terkait hubungan spiritualitas dengan kompetensi perawat dalam asuhan spiritual pasien bahwa
usia responden terbanyak adalah usia dewasa awal 55 orang 93,2. Berdasarkan status, sebagian besar pasien dengan status menikah yaitu
156 orang 75,7. Menurut Aziz 2006, keluarga memliki peran yang cukup strategis dalam memenuhi kebutuhan spiritual, karena keluarga memiliki ikatan
emosional yang kuat dan selalu berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. Didukung teori Taylor 2002, bahwa keluarga berfungsi untuk mendukung
dengan bantuan doa, membacakan buku, atau bernyanyi, menghibur, ambil bagian dalam penyembuhan, atau menumpahkan segenap empati. Karena keluarga
mempunyai ikatan emosional dengan pasien, mereka mampu memberikan dukungan tertentu yang tak mampu disediakan oleh orang lain.
Menurut peneliti pasien dengan status menikah dan dengan adanya dukungan dari pasangan, pasien dapat mengembangkan koping yang adekuat dan
adaptif terhadap stressor. Dengan keberadaan pasangan yang selalu mendampingi dan memberi dukungan ataupun bantuan saat pasien mengalami masalah-masalah
terkait dengan kondisi kesehatannya, maka pasien akan merasa optimis dalam menjalani kehidupannya. Hal itu akan mempengaruhi keseluruhan aspek kualitas
kehidupan dan proses kesembuhan pasien.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan data sebagian besar pasien menjalani rawat inap 3-5 hari 75,7. Menurut Hamid 2009 bahwa ketika individu menderita suatu penyakit,
kekuatan spiritualitas sangat berperan penting dalam proses penyembuhan. Selama sakit, individu menjadi kurang mampu untuk merawat diri mereka dan
lebih bergantung pada orang lain. Spiritualitas sangat diperlukan untuk dapat menerima keadaan sakit yang dialaminya, khususnya jika penyakit tersebut
memerlukan proses penyembuhan dalam waktu yang lama dengan hasil yang belum pasti.
5.2.3 Spiritualitas Perawat Hasil penelitian menunjukkan bahwa spiritualitas perawat yang bekerja
diruang penyakit dalam dan bedah RSUD Dr. Pirngadi Medan berada pada rentang kategori baik, yaitu 85,7. Spiritualitas di tempat kerja adalah tentang
pekerjaan yang lebih bermakna, tentang hubungan antara jiwa dan pekerjaan Ashmos, 2000. Pada sisi keterampilan sosial social skill, orang-orang dengan
spiritualitas yang berkembang menunjukkan keterbukaan sosial yang lebih besar, mudah beradaptasi dengan perubahan, memiliki hubungan yang baik dengan
rekan kerja dan atasan, dan baik dalam menanggapi kritikan. Keterampilan ini dibutuhkan perawat untuk menjalani peran-perannya dengan baik. Peran-peran
yang membutuhkan keterampilan ini antara lain, peran perawat sebagai pelaksana dalam hal ini sebagai communicator, peran sebagai pengelola Gaffar dalam
Praptianingsih, 2006. Menurut Widyarini 2008 gerakan spiritualitas di tempat kerja mulai tampak di beberapa negara seperti di Amerika Serikat. Hal ini dapat
Universitas Sumatera Utara
dilihat dari merebaknya publikasi tertulis seperti jurnal cetak maupun on line, buku dan konferensi-konferensi dengan tema spiritualitas di tempat kerja.
Hasil penelitian Arini 2013 diperoleh bahwa spiritualitas perawat dengan skor spiritualitas sangat baik dan baik sebanyak 30 orang 50,8. Artinya
mayoritas responden memiliki skor spiritualitas lebih dari cukup. Sumiati et al. 2007 menyatakan, seseorang atau individu yang mempunyai spiritualitas sangat
baik, mereka dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap pelayanan kesehatan khususnya adalah perawat.
Seseorang yang memiliki spiritualitas tinggi akan memiliki kecenderungan untuk tidak menyakiti orang lain, menjaga lingkungan mereka dan penuh cinta
kasih. Spiritualitas yang tinggi dapat membantu seseorang untuk menentukan langkah dengan baik, akan lebih memaknai hidup, dapat mengambil hikmah dari
pengalaman hidupnya, serta selalu berintrospeksi diri Wardhani Wahyuningsih, 2008. Spiritualitas meyakini keadilan sosial dan menyadari
bahwa tidak ada seorang pun yang dapat hidup tanpa interaksi dengan orang lain, berempati, kesadaran mendalam terhadap kesakitan, penderitaan, serta kematian
dan menghargai satu sama lain bahwa hidup itu bernilai Smith, 1994 dalam Wardhani Wahyuningsih, 2008.
Manusia memelihara atau meningkatkan spiritualitas mereka dalam banyak cara. Beberapa orang berfokus pada perkembangan bagian dalam diri dan
dunia, yang lain berfokus pada ekspresi energi spiritual mereka dengan orang lain atau dunia luar. Berhubungan dengan bagian dalam diri atau jiwa seseorang dapat
dicapai dengan melakukan dialog diri Yang Maha Kuasa atau dengan diri sendiri
Universitas Sumatera Utara
dengan cara berdoa atau meditasi, dengan menganalisis mimpi, dengan komunikasi dengan alam, atau dengan mengalami inspirasi seni misalnya, drama,
musik, dansa. Ekspresi energi spiritual seseorang terhadap orang lain dimanifestasikan dalam hubungan saling mencintai dengan dan melayani orang
lain, kesenangan dan tawa, partisipasi dalam layanan keagamaan dan perkumpulan dengan ekspresi kasih sayang, empati, pengampunan, dan harapan.
Perawat yang menjunjung spiritualitas mereka sendiri mampu bekerja lebih baik dengan klien yang memiliki kebutuhana spiritualitas, perawat juga perlu merasa
nyaman dengan spiritualitas seseorang Kozier, 2010.
5.2.4 Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Pasien Oleh Perawat Data menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan pasien yang dilakukan
oleh perawat berada dalam rentang kategori baik, yaitu 153 orang 74,3 dan sebanyak 53 orang pasien 25,7 dengan kategori cukup. Menurut Hamid
2009, bahwa perawat sebagai tenaga kesehatan yang professional mempunyai kesempatan yang paling besar untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya
asuhan keperawatan yang komprehensif dengan membantu klien memenuhi kebutuhan bio-psikososio-kultural dan spiritual secara holistik dan unik terhadap
perubahan kesehatan atau pada keadaan krisis. Asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat tidak bisa terlepas dari aspek spiritualitas yang merupakan
bagian integral dari interaksi perawat dengan klien. Perawat berupaya untuk membantu memenuhi kebutuhan spiritual pasien sebagai bagian dari kebutuhan
menyeluruh pasien, antara lain dengan memfasilitasi pemenuhan kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
spiritual pasien tersebut, walaupun perawat dan pasien tidak mempunyai keyakinan spiritual atau keagamaan yang sama Hamid, 2009.
Hamid 2009 menambahkan bahwa masih adanya perawat yang kurang memperhatikan aspek spiritual dalam perawatan karena perawat kurang
memahami tentang aspek spiritual dan manfaatnya terhadap kesehatan dan penyembuhan penyakit pasien. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Piles dalam
Carpenito, 2000, bahwa sebagian perawat merasa tidak mampu memberikan perawatan spiritual kepada pasien dengan alasan perawat memandang agama
sebagai masalah pribadi, perawat berpikir bahwa spiritualitas merupakan masalah pribadi yang hanya merupakan hubungan individu dengan penciptaNya, perawat
merasa tidak nyaman dengan agamakepercayaannya, perawat kurang tahu tentang asuhan keperawatan spiritual, peraawat menjalankan kebutuhan spiritual untuk
kebutuhan psikologi, dan perawat memandang bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual pasien bukan tanggung jawabnya melainkan tanggung jawab keluarga
dan tokoh agama.
5.2.5 Hubungan Spiritualitas Perawat dengan Pemenuhan Spiritual pada Pasien yang Dirawat Inap Di Ruang Penyakit Dalam dan Bedah
Hasil analisa statistik dalam penelitian ini adalah bahwa spiritualitas perawat yang bekerja di ruang penyakit dalam dan bedah memiliki hubungan
secara positif yang memadai dengan pemenuhan kebutuhan spiritual pasien yang dirawat inap di ruang penyakit dalam dan bedah r = 0,306. Hasil analisa
hubungan kedua variabel tersebut memiliki nilai yang signifikan yang dapat
Universitas Sumatera Utara
diterima, dimana p=0,015 p0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis dapat diterima Ha diterima. Hal ini berarti adanya hubungan spiritualitas
perawat dengan pemenuhan spiritual pada pasien yang dirawat inap diruang penyakit dalam dan bedah.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurcahyani 2012 bahwa adanya hubungan secara positif yang memadai dengan
pemenuhan kebutuhan spiritual pada pasien rawat inap RSP AD Gatot Subroto, Jakarta Pusat r = 0,945, p value = 0,008. Sehingga menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan antara penerapan aspek spiritualitas perawat dan pemenuhan kebutuhan spiritual pada pasien rawat inap. Adanya upaya
meningkatkan penerapan aspek spiritualitas perawat akan meningkatkan kebutuhan spiritual pada pasien rawat inap.
Mansen 1993 dalam Young Koopsen, 2007 mengatakan bahwa kemampuan penyelenggaraan pelayanan kesehataan untuk melaksanakan
penilaian atas kebutuhan spiritual pasien tergantung pada kesejahteraan spiritual atau psikologis penyelenggara itu sendiri yaitu para profesionalisme perawatan
kesehatan mempunyai pemahaman yang mendalam akan kepercayaan, nilai dan prasangka yang dihayatinya. Hal ini memungkinan para profesional itu
memperhatikan pasien dan membantu mereka bersikap tanpa prasangka ketika menghadapi masalah spiritual yang dialami pasien. Secara khusus, penting
disadari ketika keyakinan pasien berbeda dengan keyakinan yang dihayati para profesional perawatan kesehatan Anandarajah dan Hight, 2001.
Universitas Sumatera Utara
Penilaian spiritual dan perawatan, perawat harus diajarkan bagaimana mengembangkan spiritualitas mereka sendiri terlebih dahulu, sehingga mereka
dapat mengidentifikasi kebutuhan spiritual pasien mereka. Hal ini dapat dilakukan melalui pelaksanaan berbagai program pendidikan tentang perlunya pengetahuan
spiritual dalam profesi ini. Melakukan lokakarya, kamp meditasi, menyediakan bahan bacaan tentang spiritualitas, diskusi terbuka dengan senior dan rekan-rekan
tentang aspek ini, membahas pengalaman spiritual pribadi seseorang dengan pasien atau sebaliknya, dan menjadi lebih terbuka tentang konsep spiritualitas
secara keseluruhan membutuhkan untuk dapat memenuhi kebutuhan spiritual manusia Young Koopsen, 2007.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN