4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Kondisi umum perairan Selat Sunda
Perairan Selat Sunda terletak di antara Pulau Sumatera dan Pulau Jawa sehingga perairan ini merupakan pertemuan antara perairan Samudera Hindia dan
Laut Jawa. Selat Sunda dipengaruhi oleh angin musim tenggara dan musim barat laut. Angin musim tenggara terjadi pada bulan April - September, sedangkan untuk
musim barat laut terjadi pada bulan Oktober - Maret. Bulan April - Mei angin yang bertiup berkecepatan 2-8 mdetik dari arah utara dan timur. Sedangkan untuk angin
yang bertiup dari barat daya cenderung ke barat pada bulan Desember, ke arah barat pada bulan Januari, dan angin dari arah barat laut cenderung ke barat pada
bulan Januari dengan kecepatan bervariasi antara 5-10 mdetik Birowo 1983 in Amri 2002.
Selama musim barat umumnya gelombang cukup besar yaitu sekitar 0,5 m sampai 1,5 m bahkan bisa mencapai 1,5-2 m pada bulan Desember dan Januari.
Sedangkan untuk musim timur ketinggian gelombang biasanya antara 0,5-1 m, dan bisa kurang dari 0,5 m pada bulan April, Mei, dan Juni. Di Selat Sunda pergerakan
massa airnya merupakan kombinasi pasang surut dan arus musiman. Pada waktu- waktu tertentu arus perairan akan terasa kuat, akan tetapi sirkulasi air antara Laut
Jawa dan Samudera Hindia lemah 0,5 x 10
6
m
3
detik. Sepanjang tahun arah alirannya ke barat daya S. Hindia, dan pada bulan November arahnya kadang
berubah ke timur laut Wyrtki 1961 in Amri 2002. Rata-rata suhu permukaan air laut Selat Sunda yaitu 29,32
C pada bulan Mei, 30,01
C pada bulan Juni, 29,19 C pada bulan Juli, dan 27,28
C pada bulan Agustus Amri 2002. Menurut Birowo Uktolseja 1981 in Amri 2002, suhu
permukaan laut perairan Selat Sunda akan relatif tinggi pada musim peralihan dan akan lebih rendah pada musim barat dan timur. Rendahnya suhu di musim timur
karena tingginya evaporasi, angin yang kuat, dan kelembapan udara yang rendah sehingga energi evaporasi lebih tinggi dari pada radiasi matahari yang diterima.
Hal inilah yang menyebabkan pendinginan permukaan laut. Rendahnya suhu dimusim barat disebabkan karena masukan air hujan dan masukan massa air tawar
dari timur laut yang dingin Birowo Uktolseja 1981 in Amri 2002.
4.1.2. Kondisi umum Labuan
Labuan terletak di wilayah Kabupaten Pandeglang yang berada pada bagian Barat Daya Provinsi Banten. secara geografis Kabupaten Pandeglang terletak
antara 6 21
’
– 7 10’ LS dan 104
48’ – 106 11’ BT dengan batas administrasinya
sebelah Utara berbatasan dengan Kab. Serang, sebelah Timur berbatasan dengan Kab. Lebak, sebelah Selatan dengan Samudera Hindia, dan sebelah Barat dengan
Selat Sunda. Perairan pesisir Pandeglang mempunyai iklim yang lebih dingin dibandingkan dengan daratannya. Rata-rata curah hujan dikawasan ini 3250
mmtahun. Kisaran suhu diperairan ini antara 25 C – 30
C dengan kelembapan mencapai 80-90. Curah hujan terbesar akan terjadi pada bulan Desember dan
Januari yang seringkali disertai dengan badai dan angin kencang. Angin Musim Barat Laut terjadi selama bulan Desember – Februari dan
Angin Musim Tenggara terjadi antara bulan Juni – Agustus. Sedangkan pada bulan Maret - Mei menampilkan periode transisi dari angin Musim Barat Laut ke
Tenggara, dan bulan September – November adalah peralihan antara musim tenggara ke angin musim barat laut. Selama peralihan ini angin bertiup kencang
kearah timur yang menyebabkan hujan besar. Sifat pasang surut di perairan pandeglang adalah mixed semi diurnal campuran kearah ganda, yaitu mengalami
dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari. Berdasarkan data kedalaman survei lapang dan informasi data kedalaman perairan dari peta LPI daerah Labuan
Amri 2002, diperoleh informasi bahwa kedalaman perairan Labuan berkisar antara 0-70 m.
4.1.3. Kondisi perikanan tembang di PPP Labuan Banten
Hasil tangkapan ikan di Pelabuhan Perikanan Pantai Labuan pada umumnya didominasi oleh sumberdaya ikan pelagis dengan hasil tangkapan utamanya yaitu
ikan tongkol, banyar, tembang, selar, tenggiri, dan cumi. Komposisi hasil tangkapan ikan di PPP Labuan pada tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Komposisi tangkapan ikan Pelagis dari hasil tangkapan nelayan di PPP Labuan, Banten berdasarkan data berat
Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa komposisi hasil tangkapan terbesar yaitu ikan tongkol sebesar 47 dan komposisi hasil tangkapan terendah
yaitu ikan selar sebesar 1. Komposisi tangkapan ikan tembang merupakan tangkapan ketiga terbesar di PPP Labuan yang ditangkap dengan menggunakan
jaring Purse Seine dengan alat bantu lampu obor.
4.1.4. Hasil tangkapan ikan tembang
Hasil tangkapan atau produksi ikan tembang berasal dari data sekunder yang didapat dari Kantor PPP Labuan Banten periode 2002 - 2011 yang disajikan pada
Gambar 4. Dapat dilihat bahwa hasil tangkapan ikan tembang tahun 2002 – 2011 mengalami fluktuasi.
Gambar 4. Hasil produksi ikan tembang periode 2002 – 2011
banyar 24
tenggiri 2
selar 1
tongkol 47
cumi 9
tembang 17
1.342 27.000
154.913 27.119
2.440 391.649
16.429 27.964
50000 100000
150000 200000
250000 300000
350000 400000
450000
2000 2002
2004 2006
2008 2010
2012
pro duks
i kg
tahun
Berdasarkan Gambar 4 dapat diketahui bahwa untuk hasil tangkapan tertinggi terdapat pada tahun 2009 sebesar 391.649 kg dan untuk hasil tangkapan terendah
terdapat pada tahun 2002 sebesar 1.342 kg.
4.1.5. Upaya penangkapan effort
Upaya penangkapan effort ikan tembang berasal dari data sekunder yang didapat dari Kantor PPP Labuan Banten periode 2002 - 2011 yang disajikan pada
Gambar 5.
Gambar 5. Upaya penangkapan ikan Tembang periode 2002-2011 Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat mengenai upaya penangkapan ikan
tembang periode 2002 - 2011 yang mengalami fluktuasi. Jumlah trip terbanyak terdapat pada tahun 2009 sebanyak 2.472 trip dan jumlah trip terendah berada pada
tahun 2002 sebanyak 15 trip.
4.1.6. Tangkapan per satuan upaya
Besaran atau nilai dari Tangkapan per satuan upaya TPSU menggambarkan tingkat produktivitas dari upaya penangkapan effort. Nilai TPSU semakin tinggi
menunjukkan bahwa tingkat produkstivitas alat tangkap yang digunakan semakin tinggi pula. Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa sepanjang tahun 2002-2011
hasil tangkapan per satuan upaya ikan tembang mengalami fluktuasi.
15 180
958 176
19 2472
217 295
500 1000
1500 2000
2500 3000
2000 2002
2004 2006
2008 2010
2012
ef fo
rt tri
p
tahun
Gambar 6. Tangkapan per satuan upaya ikan tembang tiap tahun Nilai tangkapan per satuan upaya tertinggi terdapat pada tahun 2005 yaitu
sebesar 161,7046 kg per trip dan untuk nilai tangkapan per satuan upaya terendah terdapat pada tahun 2010 sebesar 75,7097 kg per trip.
4.1.7. Pola musim penangkapan
Analisis pola musim penangkapan ikan tembang di Labuan Banten menggunakan metode moving average rata - rata bergerak dengan menghitung
nilai IMP pada setiap bulan. Pergerakan nilai IMP ikan tembang dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8.
Gambar 7. Nilai rata–rata IMP Ikan Tembang tahun 2002–2007
Berdasarkan nilai rata – rata indeks musim penangkapan IMP pada tahun 2002–2007 Lampiran 3 musim penangkapan terjadi pada bulan Juli, Agustus,
89,4667 150,0000
161,7046 154,0852
128,4211 158,4341
75,7097 94,7932
0,0000 50,0000
100,0000 150,0000
200,0000
2000 2002
2004 2006
2008 2010
2012
T PS
U k
g t
ri p
tahun
50 100
150 200
250
IM Pi
BULAN
September, Januari, Februari, dan Mei. Musim biasa bukan musim penangkapan terjadi pada bulan Oktober, November, Desember, April, dan Juni. Sedangkan
untuk musim paceklik terjadi pada bulan Maret. Terjadi perbedaan pergerakan nilai IMP ikan tembang antara tahun 2002 – 2007 dengan tahun 2009 – 2011 seperti
yang terlihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Nilai rata – rata IMP Ikan Tembang tahun 2009 – 2011 Berdasarkan nilai rata – rata indeks musim penangkapan IMP pada tahun
2009-2011 Lampiran 5 musim penangkapan terjadi pada bulan Oktober, November, Februari, Maret, April, dan Juni. Musim biasa bukan musim
penangkapan terjadi pada bulan Juli, Agustus, September, dan Mei dan untuk musim paceklik terdapat pada bulan Desember dan Januari.
4.1.8. Daerah penangkapan
Daerah penangkapan ikan tembang yang didaratkan di PPP Labuan, Banten diperoleh dari hasil wawancara dengan nelayan setempat khususnya nelayan yang
menangkap ikan tembang dengan menggunakan jaring purse seine dengan alat bantu lampu obor. Penentuan dari daerah penangkapan ini biasanya berdasarkan
pada pengetahuan atau tradisi sebelumnya secara turun-temurun. Keberadaan ikan dapat diketahui oleh nelayan berdasarkan gejala alam yang ada seperti gemericik
air, warna air yang biru kehijauan, serta banyaknya gerombolan burung diatas permukaan air. Berdasarkan Gambar 9 dapat diketahui persebaran ikan berdasarkan
musim penangkapannya.
50 100
150 200
250
IM P
BULAN
Gambar 9. Peta daerah penangkapan ikan tembang
Tabel berikut menampilkan ukuran panjang dan TKG ikan tembang yang diplotkan berdasarkan bulan dan lokasi penangkapan.
Tabel 2. Matriks sebaran spasial, temporal, ukuran panjang dan TKG ikan tembang tahun 2011.
Kriteria Bulan
4 5
6 7
8 9
10
Lokasi Penangkapan
P. Legundi v
v P. Rakata
v v
v P. Liwungan, Tanjung lesung
v v
v v
v v
v P. Oar, Sumur
v v
v P. Papole
v v
v v
v P. Panaitan, P. Peucang
v v
v v
v P. Sebesi, P. Sertung
v Tanjung Alang-alang
v v
Selang Kelas Panjang
100-107 j
108-115 j b
j 116-123
j b j b
b 124-131
j b j b
j b b
132-139 j
j b j b
j b j b
b 140-147
j b j b
j b j b
j b 148-155
j b j b
j b j b
j b j b
156-163 j b
j b j b
j b j b
164-171 j b
b j b
j b j b
172-179 b
b j b
180-187 b
b
TKG betina
I 21,82
3,92 79
7,32 8,57
II 20
19,6 21
56,1 62,86
35,14 III
45,45 17,7
29,3 28,57
64,86 IV
12,73 58,8
2,44 V
4,88
TKG jantan
I 38,64
12,2 92,1
9,26 1,82
II 18,18
18,4 7,89
33,3 5,45
4,76 III
29,55 59,2
29,6 85,45
68,25 IV
13,64 10,2
27,8 7,27
20,63 V
6,35
Keterangan : v = keberadaan ikan tembang pada bulan ke- j = ikan tembang jantan, b = ikan tembang betina
= bukan bulan penelitian
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat mengenai lokasi penangkapan ikan tembang di Selat Sunda. Selang kelas ikan tembang yang tertangkap umumnya
berkisar antara 100 – 187 mm dari TKG 1 sampai 5. Pada bulan Maret dan Mei tidak tersedia data mengenai selang kelas panjang dan TKG ikan dikarenakan
penelitian dilakukan saat bulan terang, sehingga tidak ada operasi penangkapan ikan tembang pada saat tersebut.
4.1.9. Bioekonomi
Analisis bioekonomi dengan pendekatan biologi dan ekonomi merupakan salah satu alternatif pengelolaan yang dapat diterapkan dalam salah satu upaya
menjaga keberlanjutan sumberdaya ikan tembang di PPP Labuan Banten. Hasil analisis menggunakan model surplus produksi Walters-Hilbron diperoleh nilai
parameter biologi K, q, r dan nilai parameter ekonomi p, c seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil estimasi parameter biologi dan ekonomi Parameter
satuan Nilai
Koefisien kemampuan alat tangkap q kgtrip
0,0002 Daya dukung perairan K
kgtahun 789.204,5000
Laju pertumbuhan intrinsik r kgtahun
0,6439 Harga p
Rpkg 2.427,7780
Biaya c Rptrip
26.433,0470
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa koefisien kemampuan alat tangkap ikan tembang q sebesar 0,0002 kgtrip, yang berarti bahwa setiap
peningkatan satuan upaya penangkapan purse seine akan mempengaruhi peningkatan hasil tangkapan sumberdaya tembang sebesar 0,0002 kgtrip. Daya
dukung perairan K sebesar 789.204,5000 kgtahun, yang berarti bahwa lingkungan mendukung produksi sumberdaya ikan tembang sebesar 789.204,5000
kgtahun dari aspek biologinya seperti kelimpahan makanan, pertumbuhan populasi, dan ukuran ikan. Laju pertumbuhan intrinsik r sebesar 0,6439 kgtahun,
yang berarti bahwa sumberdaya ikan tembang ini akan tumbuh secara alami tanpa gangguan dari gejala alam maupun kegiatan manusia dengan koefisien sebesar
0,6439 kgtahun. Harga ikan tembang per kg nya didapat Rp 2.427,7780 dan biaya
penangkapannya sebesar Rp 26.433,0470 per trip. Dari hasil estimasi parameter biologi dan ekonomi maka dapat ditentukan hasil analisis parameter bioekonomi
diberbagai rezim seperti pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil perhitungan bioekonomi ikan tembang dalam berbagai rezim
variabel MEY
MSY Open access OA
Aktual Yield kg
126.550,74 127.042,39
29.646,19 80.797,00
Effort trip 1.361
1.452 2.723
539 Rente Rp
271.249.909,80 270.056.289,79 0 181.919.678,83
Nilai yield hasil tangkapan, effort, dan keuntungan yang didapat dari ketiga rezim memiliki nilai yang berbeda-beda, sedangkan untuk kondisi aktual
merupakan kondisi yang terjadi pada saat ini yaitu rata-rata data hasil tangkapan dan upaya tangkapan dari tahun 2002 – 2011.
4.2. Pembahasan