48 Lampiran 1 Hasil uji Salmonella pada sampel daging ayam di pasar tradisional
Kota Tangerang Selatan Nomor
Sampel Nomor
Uji Nomor
Analisis Nama Pasar
Hasil Uji Salmonella
1 22
D. 11. 0109 Pasar Modern
- 2
23 D. 11. 0110
Pasar Modern -
3 24
D. 11. 0111 Pasar Modern
- 4
25 D. 11. 0112
Pasar Modern -
5 26
D. 11. 0113 Pasar Modern
- 6
27 D. 11. 0114
Pasar Bukit -
7 28
D. 11. 0115 Pasar Bukit
- 8
29 D. 11. 0116
Pasar Bukit -
9 30
D. 11. 0117 Pasar Bukit
- 10
31 D. 11. 0118
Pasar Bukit -
11 32
D. 11. 0119 Pasar Jombang
- 12
33 D. 11. 0120
Pasar Modern -
13 34
D. 11. 0121 Pasar Modern
- 14
35 D. 11. 0122
Pasar Bukit -
15 36
D. 11. 0123 Pasar Bukit
+
16 1
8. 11. 1831 Pasar Modern
-
17 2
8. 11. 1832 Pasar Modern
+
18 3
8. 11. 1833 Pasar Modern
- 19
4 8. 11. 1834
Pasar Bukit -
20 5
8. 11. 1835 Pasar Bukit
+
21 6
8. 11. 1836 Pasar Bukit
- 22
7 8. 11. 1837
Pasar Bukit -
23 8
8. 11. 1838 Pasar Jombang
+
24 9
8. 11. 1839 Pasar Jombang
-
49 Lampiran 2 Form kuesioner tentang karakteristik pedagang dan tempat penjualan
daging ayam kios di pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan
Nama pedagang :
Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
Alamat :
Tempat pengambilan sampel
: Jenis sampel
: Jumlah sampel
: Waktu pengambilan
sampel : Tanggal
Jam Produk yang dijual
: Karkas utuh Karkas potongan
Jeroan Asal karkas ayam
Potong sendiri TPURPU
Pedagang perantara Jika memotong sendiri
: Jumlah rata-rata pemotongan per hari. Waktu pemotongan jam
Jumlah pekerja
Parameter Ya
Tidak Keterangan
Kondisi umum tempat penjualan
Kios permanen Tempat memiliki atap yang dapat melindungi dari
hujan dan panas Tempat penjualan bercampur dengan komoditas lain
Penerangan mencukupi dapat mengetahui perubahan warna pada daging
50
Saranafasilitas
Permukaan yang kontak dengan daging terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah karat, dan mudah
dibersihkan
Talenan berbahan kayu Pisau yang digunakan terbuat dari bahan yang antikarat
Jumlah pisau lebih dari satu Mempunyai fasilitas pembeku freezer
Mempunyai fasilitas pendingin refrigeratorchiller Tersedia fasilitas pencuci peralatan bak air, wastafel,
atau yang lain Tersedia fasilitas cuci tangan
Penjualan Produk
Karkas tidak terlindung dapat disentuh pembeli Karkas terpisah dari jeroan
Ayam hidup bersamaan dengan karkas
Kebersihan
Bebas dari serangga, rodentia dan hewan lain Kebersihan tempat penjualankios terjaga tidak ada
genangan air dan sampah yang bertebaran Tersedia tempat sampah basah atau kering
Higiene personal
Memakai apron Memakai penutup kepala
Memakai masker Memakai sarung tangan
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang bersifat hakiki sehingga harus terpenuhi setiap saat. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan,
pangan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan,
pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman. Salah satu pangan yang penting bagi manusia adalah pangan mengandung protein, yang dapat
bersumber dari hewan maupun tumbuhan. Protein hewani dapat berasal dari produk hewan ternak ruminansia, unggas, maupun hasil laut.
Kementerian Pertanian Republik Indonesia 2010a menyatakan bahwa daging ayam merupakan salah satu bahan pangan sumber protein yang banyak
dikonsumsi oleh masyarakat. Selain karena rasanya yang lezat dan bergizi tinggi, juga harganya yang cukup terjangkau. Keistimewaan daging ayam antara lain
kadar lemaknya rendah, tersusun atas asam lemak tak jenuh, serta mengandung asam amino esensial yang diperlukan tubuh.
Daging ayam menjadi sumber pangan asal hewan yang paling digemari di Indonesia. Terbukti dengan banyaknya konsumsi bahan pangan asal unggas ini
yang melebihi konsumsi pangan asal hewan lainnya seperti daging sapi, kambing, domba, dan ikan. Ketua Umum Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia,
Ade M Zulkarnain, menyatakan bahwa setiap tahun penduduk Indonesia mengonsumsi 2.1 juta ton daging, 60 adalah daging unggas yang didominasi
oleh ayam broiler. Di DKI Jakarta, kebutuhan daging ayam mencapai 424-425 ton per hari, melebihi kebutuhan daging sapi yang hanya sebesar 113-115 ton per
hari Prabowo 2011. Dalam Seminar Nasional Perunggasan ke-6 di Jakarta pada tahun 2010,
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas GPPU, Krissantono,
2 menyatakan bahwa
konsumsi ayam broiler pada tahun 2010 hanya 4.8 per kilogram per kapita per tahun. Pada tahun-tahun berikutnya, konsumsi ayam
broiler ditargetkan mencapai 7 kilogram per kapita per tahun Aprilia 2010. Daging ayam merupakan pangan asal hewan yang harus memenuhi kriteria
aman, sehat, utuh, dan halal ASUH. Aman berarti tidak mengandung bahaya biologis, kimiawi, dan fisik atau bahan-bahan yang dapat mengganggu kesehatan
manusia. Sehat dalam arti mengandung zat-zat yang bergizi dan berguna bagi
kesehatan dan pertumbuhan. Utuh artinya tidak tercampur bagian lain dari hewan lain. Halal dalam arti hewan dipotong dan ditangani sesuai dengan syariat Agama
Islam Sugiyono 2012. Daging ayam
selain sebagai bahan pangan bagi manusia juga sebagai sumber nutrisi dan media pertumbuhan yang baik bagi mikroorganisme
nonpatogen maupun patogen. Hal ini mengakibatkan daging ayam bersifat mudah rusak sehingga tidak aman dikonsumsi. Jika manusia mengonsumsi daging ayam
yang mengandung mikroorganisme patogen maka dapat menimbulkan penyakit Setiowati dan Silalahi 2009. Salah satu mikroorganisme patogen yang penting
dari aspek kesehatan masyarakat dan keamanan pangan adalah bakteri Salmonella.
Cemaran bakteri Salmonella pada daging ayam salah satunya dapat disebabkan oleh kondisi tempat penjualan. Kementerian Pertanian Republik
Indonesia 2010b menyatakan bahwa penyediaan daging ayam untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani yang terus meningkat, khususnya
di pasar tradisional, hingga saat ini belum banyak mendapat perhatian sehingga aspek kualitas daging cenderung terabaikan. Padahal disadari bahwa situasi pasar
tradisional dengan segala kegiatan dan kondisi lingkungannya justru memiliki potensi pencemaran yang tinggi terhadap daging ayam yang dijajakan.
Tangerang Selatan merupakan salah satu kota pemekaran dari Kabupaten Tangerang di Provinsi Banten yang memiliki sejumlah pasar tradisional sebagai
pusat transaksi jual beli tidak hanya oleh masyarakat Tangerang Selatan tetapi juga masyarakat DKI Jakarta. Menurut Irfan 2011 masih ditemukan kecurangan
yang dilakukan pedagang dalam penjualan daging di pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan. Beberapa pedagang daging ayam ditemukan menjual daging
3 ayam berformalin dan daging ayam tiren yang mengandung banyak bakteri
berbahaya, salah satunya Salmonella. Daging ayam yang tercemar bakteri Salmonella jika dikonsumsi oleh
masyarakat dapat menyebabkan timbulnya penyakit salmonelosis yang ditandai dengan diare, demam, dan perut kram 12-72 jam setelah infeksi. Infeksi
Salmonella dapat pula menyebar dari usus ke darah dan kemudian ke bagian tubuh lainnya dan dapat menyebabkan kematian Bailey et al. 2010. Melihat
dampak negatif yang muncul dari pencemaran bakteri Salmonella terhadap daging ayam, maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui keberadaan
bakteri Salmonella pada daging ayam yang dijual di pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan melalui pemeriksaan sampel daging ayam secara acak.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan Salmonella pada daging ayam yang dijual di pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan. Selain
itu, penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui kondisi tempat penjualan daging ayam di pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan.
Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang keberadaan Salmonella pada daging ayam yang dijual di pasar tradisional di Kota
Tangerang Selatan. Selain itu diharapkan dapat bermanfaat untuk pengendalian foodborne disease dari produk daging ayam.
TINJAUAN PUSTAKA
Daging Ayam
Daging unggas adalah jaringan otot, kulit yang melekat, dan organ yang dapat dikonsumsi dari spesies burung atau ayam yang umum digunakan untuk
makanan ICMSF 2005. Daging ayam merupakan daging yang harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan daging lain seperti daging sapi, kerbau,
kambing atau domba sehingga lebih banyak dikonsumsi oleh masyarakat konsumen dari berbagai tingkat ekonomi. ICMSF 2005 menyatakan bahwa
daging ayam tidak seperti daging merah, lemak pada daging merah didistribusikan ke seluruh jaringan. Sebagian besar lemak pada ayam ditemukan tepat di bawah
kulit dan di rongga perut. Relatif mudah menghilangkan lemak dari daging ayam dibandingkan dengan daging sapi ketika memproduksi produk rendah lemak.
Kualitas daging dan jumlah lemak bervariasi sesuai dengan usia, jenis kelamin, anatomi, dan spesies.
Daging ayam merupakan protein hewani yang baik karena mengandung asam amino esensial yang lengkap serta vitamin dan mineral penting. Setiap 100
gram daging ayam mengandung 74 air, 22 protein, dan dari 4 sisanya terkandung 13 mg kalsium, 190 mg fosfor, dan 1.5 mg besi. Daging ayam pun
kaya vitamin A, vitamin C, dan vitamin E. Daging ayam memiliki serat yang pendek dan lunak sehingga mudah dicerna serta memiliki kandungan lemak
daging yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan daging merah lainnya seperti sapi atau kerbau. Komposisi lemak daging ayam tersusun oleh asam
lemak tak jenuh berantai ganda Kementan 2010a.
Daging ayam yang aman, sehat, utuh, dan halal ASUH adalah daging yang diharapkan oleh semua konsumen karena terjamin kualitasnya. Berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, kegiatan penanganan dan pemrosesan yang dilakukan
terhadap hasil peternakan yang ditujukan untuk mencapai nilai tambah yang lebih tinggi, harus memperhatikan aspek produk yang aman, sehat, utuh, dan halal.
Aman berarti tidak mengandung bahaya biologis, kimiawi, dan fisik atau bahan- bahan yang dapat mengganggu kesehatan manusia.
Sehat dalam arti mengandung
5 zat-zat yang bergizi dan berguna bagi kesehatan dan pertumbuhan. Utuh artinya
tidak tercampur bagian lain dari hewan lain. Halal dalam arti hewan dipotong dan
ditangani sesuai dengan syariat Agama Islam.
Pelaku bisnis yang terlibat dalam proses pemotongan ayam hingga perdagangan daging ayam sangat banyak dan beragam dalam tingkat pendidikan
dan pengetahuan. Latar belakang yang beragam ini menimbulkan banyak terjadi penyimpangan dan pencemaran dalam penanganan dan perdagangan daging ayam
baik di pasar maupun di tempat pemotongan ayam.
Mikrobiologi Daging Ayam
Pangan asal hewan bersifat mudah rusak karena memiliki nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroba untuk tumbuh. Menurut Purnawijayanti 2001 daging
ayam termasuk ke dalam bahan makanan yang memiliki sifat sangat mudah rusak perishable food products, yaitu makanan yang tidak stabil dan mudah
membusuk. Daging ayam dengan kandungan nutrisi dan kadar air yang tinggi, serta material lain yang terlarut dalam air membuat daging dan produknya
menjadi media yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme. Selain kandungan nutrisi, terdapat faktor intrinsik lain dan faktor ekstrinsik yang
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada daging. Faktor intrinsik tersebut meliputi pH, aktivitas air, potensial reduksi oksidasi, zat antimikrobial,
serta struktur biologi. Faktor ekstrinsik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada daging meliputi temperatur penyimpanan, kelembaban
relatif lingkungan, keberadaan dan konsentrasi gas, serta keberadaan dan aktivitas
mikroorganisme lainnya Jay 2000.
Di sisi lain, kondisi hewan itu sendiri, kondisi lingkungan, dan kondisi pengolahan dengan keragaman mikroflora menyebabkan daging dan produk
daging rentan terhadap pembusukan dan sering tercemar mikroorganisme patogen. Karkas daging yang tercemar mikroorganisme patogen jika dikonsumsi
oleh konsumen dapat menyebabkan gangguan kesehatan Fernandes 2009. Oleh karena itu, diperlukan penanganan yang higienis dan sanitasi yang baik untuk
mengatasi dan atau mengurangi pencemaran pada daging ayam karena segala
6 sesuatu yang dapat berkontak dengan daging secara langsung atau tidak, dapat
menjadi sumber cemaran mikrobial.
Karakteristik Salmonella
Salmonella adalah salah satu penyebab utama foodborne disease di seluruh dunia. Menurut
D’Aoust 2001 yang dikutip oleh Garcia dan Heredia 2009 genus Salmonella dibagi menjadi dua jenis, yaitu Salmonella enterica dan
Salmonella bongori. Sampai saat ini, lebih dari 2500 serovar Salmonella enterica telah diidentifikasi dan kebanyakan serovar memiliki potensi untuk menginfeksi
berbagai spesies hewan dan manusia. Menurut Clavijo et al. 2006 yang dikutip oleh Garcia dan Heredia 2009 serovar dari Salmonella enterica dapat berbeda
dalam hal host specificity, klinis, dan karakteristik epidemiologis. Sebagai contoh, serovar Typhi hanya dapat menginfeksi manusia, sedangkan serovar
Typhimurium dan Enteritidis dapat menginfeksi berbagai host, termasuk manusia, tikus, dan unggas. Serovar juga menunjukkan rute transmisi yang berbeda.
Typhimurium lebih mudah menular ke manusia melalui daging ayam, sedangkan Enteritidis umumnya menular ke manusia melalui telur ayam. Berdasarkan
taksonomi, klasifikasi Salmonella sebagai berikut Garcia dan Heredia 2009: Kingdom: Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria Ordo
: Enterobacteriales Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Salmonella Salmonella adalah bakteri mesofilik golongan Enterobacteriaceae, Gram
negatif berbentuk batang, tidak berspora, berukuran 0.5-0.7 × 1.0-3.0 µm dengan besar koloni rata-rata 2-4 mm, dan umumnya motil dengan flagela peritrikus.
Bakteri ini tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, pada temperatur 5- 47 °C dengan pertumbuhan optimum 35-37 °C. Namun, ada beberapa serovar
yang mampu tumbuh pada temperatur 4 °C. Salmonella sensitif terhadap temperatur tinggi dan dapat mati dengan proses pasteurisasi. Dalam makanan
beku, jumlah
Salmonella menurun
perlahan-lahan karena
temperatur
7 penyimpanan menurun Karsinah et al. 1994; Adams dan Moss 2008; Fernandes
2009. Salmonella memiliki rentang pertumbuhan pada pH 3.8-9.5 dengan kondisi
yang ideal dan keasaman yang sesuai. Pertumbuhan Salmonella mencapai optimum pada pH antara 6.5-7.5. Beberapa serovar dapat mati pada pH di bawah
4.0, tergantung tipe keasaman dan temperatur Fernandes 2009. Isolat bakteri Salmonella dikenal dengan sifat-sifat gerak positif, katalase positif, reaksi
fermentasi terhadap manitol dan sorbitol positif. Bakteri ini memberikan hasil negatif pada reaksi indol, DNA-se, fenilalanin deaminase, urease, oksidase,
Voges-Proskauer, reaksi fermentasi terhadap sukrosa, laktosa, adonitol, serta tidak tumbuh dalam larutan KCN Karsinah et al. 1994.
Sebagian besar isolat Salmonella menghasilkan H
2
S. Salmonella yang ditumbuhkan pada agar SS, Endo, EMB, dan MacConkey koloninya berbentuk
bulat, kecil, dan tidak berwarna, pada agar Wilson-Blair koloni ini berwarna hitam Adams dan Moss 2008. Dalam air, bakteri dapat bertahan selama 4 minggu.
Hidup subur pada medium yang mengandung garam empedu, tahan terhadap zat warna brilliant green, senyawa natrium tetrationat, dan natrium deoksikholat.
Senyawa-senyawa ini menghambat pertumbuhan koliform sehingga dapat digunakan dalam media untuk isolasi Salmonella dari tinja Karsinah et al. 1994.
Salmonella memiliki kemampuan untuk melekat kolonisasi dan masuk invasi ke dalam sel epitel kolumnar usus enterosit di usus halus, khususnya
pada sel M yang melapisi daun peyer. Pada saat bakteri mendekati lapisan epitel, brush border berdegenerasi dan kemudian bakteri masuk ke dalam sel, dikelilingi
membran sitoplasma yang inverted seperti vakuola fagositik, kemudian melalui lapisan epitel masuk ke dalam jaringan subepitel sampai di lamina propria.
Kadang-kadang penetrasi terjadi pada intercellular junction. Mekanisme biokimia saat penetrasi tidak diketahui dengan jelas tetapi tampak seperti proses
fagositosis. Setelah penetrasi, organisme difagosit oleh makrofag, berkembang biak, dan dibawa oleh makrofag ke bagian tubuh yang lain Karsinah et al. 1994;
Bailey et al. 2010. Kemampuan Salmonella untuk hidup intraseluler mungkin disebabkan
adanya antigen permukaan antigen Vi. Beberapa spesies Salmonella mampu
8 menghasilkan toksin. Endotoksin S. enterica serovar Typhi berperan pada
patogenesis demam tifoid karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat berkembang biak. Demam tifoid disebabkan karena S.
enterica serovar Typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Endotoksin dapat
mengaktivasi kemampuan kemotaktik dari sistem komplemen yang menyebabkan lokalisasi sel leukosit pada lesi di usus halus. Beberapa spesies Salmonella
menghasilkan enterotoksin yang serupa dengan enterotoksin yang dihasilkan oleh bakteri E. coli enteropatogen baik yang termolabil maupun yang termostabil
Karsinah et al. 1994. Bakteri Salmonella mempunyai predileksi pada epitel vili, menunjukkan
adanya reseptor yang spesifik. Dalam waktu 24 jam, bakteri telah sampai lamina propria kemudian terjadi infiltrasi sel radang yang hebat. Manifestasi klinik
salmonelosis pada manusia dapat dibagi dalam empat sindrom, yaitu gastroenteritis, demam, bakterimia-septikemia, dan carrier yang asimptomatik
Karsinah et al. 1994.
Gejala yang timbul pertama kali saat gastroenteritis adalah mual dan muntah, diikuti dengan nyeri abdomen kemudian demam. Diare merupakan
gejala yang paling menonjol dan pada kasus yang berat dapat berupa diare berdarah. Pada bakterimia-septikemia, gejala yang menonjol adalah panas dan
bakterimia. Adanya Salmonella di dalam darah merupakan risiko tinggi terjadinya infeksi dan atau abses metastatik. Semua individu yang terinfeksi oleh
Salmonella mengeksresikan bakteri tersebut dalam tinja untuk jangka waktu yang bervariasi dan disebut sebagai carrier Karsinah et al. 1994.
Salmonella pada Daging Ayam
Infeksi Salmonella enterica terus menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting di seluruh dunia meskipun inisiatif pendidikan dan pelatihan banyak
dilakukan untuk meningkatkan praktik higiene dan sanitasi. Faktor lingkungan dan hewan dalam rantai makanan manusia menyebabkan penyakit ini menjadi
sulit diberantas. Fakta menunjukkan bahwa Salmonella yang resisten terhadap antibiotika yang ada meningkatkan masalah Garcia dan Heredia 2009.
9 Dalam industri unggas, Salmonella dan Campylobacter spp. merupakan
bakteri patogen paling penting. Unggas hidup diketahui sebagai sumber utama dari bakteri ini sehingga dapat menjadi pencemar karkas pada proses pemotongan.
Konsumsi daging unggas mentah atau kurang matang yang tercemar bakteri Salmonella sangat berpotensi menimbulkan infeksi pada manusia. Di antara
sejumlah besar serovar Salmonella yang ada, relatif sedikit yang berhubungan dengan unggas, tetapi hampir semua serovar yang muncul mampu menyebabkan
gastroenteritis pada manusia sehingga diperlukan kontrol dalam manajemen perunggasan Mead 2004b.
Salmonella umumnya ada dalam saluran pencernaan sapi, babi, unggas, dan spesies hewan lainnya dan dapat dipindahkan ke manusia melalui rantai makanan.
Umumnya makanan yang tercemar Salmonella dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Jenis makanan tersebut meliputi unggas dan produk unggas, telur dan
produk telur, daging babi, daging sapi, susu dan produk susu, makanan laut, buah- buahan segar, dan sayuran Garcia dan Heredia 2009.
Dalam sebuah studi tentang Salmonella dalam pangan, sebanyak 34.8 daging ayam positif mengandung Salmonella dari 69 daging ayam yang diperiksa.
Dari hasil tersebut, teridentifikasi 11 serovar yang paling banyak ditemukan, yaitu S. Muenchen. Hasil studi lain tentang Salmonella dalam produk pangan di
Venezuela menunjukkan bahwa sebanyak 41 sampel dari 45 sampel daging ayam yang diteliti positif mengandung Salmonella, teridentifikasi 11 serovar yang
paling banyak diisolasi, yaitu S. Anatum. Secara umum, di Amerika Serikat 70 karkas ayam broiler telah ditemukan tercemar dengan bakteri Salmonella.
Organisme ini tampaknya tidak hanya berasal dari flora normal ayam, tetapi juga diperoleh dari lingkungan melalui hewan lain, serangga, hewan pengerat, pakan
ayam, dan manusia Jay 2000. Sebuah hasil penelitian di Inggris pada tahun 2001 menunjukkan bahwa
telah terjadi pencemaran Salmonella pada ayam sebesar 5.7 dan pada tahun 2003 ditemukan pencemaran Salmonella pada kerabang telur sebesar 0.34.
Pengujian di Amerika Serikat selama tahun 2003 menunjukkan bahwa sebesar 3.6 dari sampel daging dan ayam tercemar Salmonella Lawley et al. 2008.
10 Secara rinci prevalensi Salmonella pada daging ayam di beberapa negara dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Prevalensi Salmonella sp. pada sampel daging di beberapa negara
Jenis sampel Lokasi
Prevalensi Pustaka
Daging ayam Venezuela
34.8 Jay 2000
Daging ayam Venezuela
91.1 Jay 2000
Daging ayam segar Pasar, Inggris
4.2 Corry et al. 2002
Daging ayam beku Pasar, Inggris
9.8 Corry et al. 2002
Daging ayam sayap Turki
8.57 27 dari 315
Goncagul et al. 2005 Daging ayam
Senegal 43.3
Cardinale et al. 2005 Jeroan ayam
Vietnam Utara 3.09 28 dari
907 Hanh et al. 2006
Jeroan ayam Vietnam Selatan
6.7 22 dari 326
Hanh et al. 2006 Daging ayam
Pasar, Hanoi, Vietnam 48.9
Huong et al. 2006 Daging ayam
Pasar tradisional, Kathmandu, Nepal
14.5 8 dari 55 Maharjan et al. 2006
Daging ayam RPU, Barat laut
Spanyol 17.9 60 dari
336 Capita et al. 2007
Daging dan daging ayam
Inggris 3.6
Lawley et al. 2008 Daging ayam mentah
Isfahan, Iran 17.91 24 dari
134 Jalali et al. 2008
Daging ayam matang Isfahan, Iran
5.35 3 dari 56 Jalali et al. 2008
Daging ayam Fargo, Dakota Utara
Metropolitan 4 5 dari 123
Kegode et al. 2008 Daging kalkun
Fargo, Dakota Utara Metropolitan
9.2 8 dari 87 Kegode et al. 2008
Jeroan ayam Meksiko
16.9 Zaidi et al. 2008
Daging ayam Meksiko
21.3 Zaidi et al. 2008
Daging ayam Maroko
4.7 Bouchrif et al. 2009
Daging ayam Faisalabad, Pakistan
30 26 dari 85 Akhtar et al. 2010
Daging kalkun Pasar daging, Ankara,
Turki 45.8 110 dari
240 Iseri dan Erol 2010
Daging ayam mentah Pasar, Thailand
48 Minami et al. 2010
Daging ayam mentah Supermarket, Thailand
57 Minami et al. 2010
Daging ayam broiler Hyderabad, Pakistan
38 38 dari 100 Soomro et al. 2010
11 Menurut Raharjo 1999 yang dikutip oleh Djaafar dan Rahayu 2007
daging unggas cocok untuk perkembangan mikroba karena unggas dalam masa hidupnya terpapar dengan lingkungan yang kotor. Berdasarkan hasil penelitian,
ketidakamanan daging unggas dan produk olahannya di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain tingkat pengetahuan peternak, kebersihan
kandang, serta sanitasi air dan pakan. Djaafar dan Rahayu 2007 menyatakan
cemaran Salmonella pada peternakan ayam di daerah Sleman Yogyakarta mencapai 11.4 pada daging dan 1.4 pada telur.
Menurut Mead 2004a yang dikutip oleh Hulankova et al. 2010 pencemaran daging ayam oleh Salmonella di rumah potong unggas RPU dapat
terjadi saat proses pemotongan ayam. Pada saat pengeluaran jeroan eviserasi, feses yang mengandung Salmonella dapat keluar dari usus yang menyebabkan
terjadinya pencemaran silang, maka bakteri Salmonella menyebar dan mencemari karkas selama proses di RPU. Mikroorganisme ini dapat dengan mudah
berpindah dari satu karkas ke karkas lain melalui tangan pekerja yang tercemar Salmonella selama proses eviserasi, sarung tangan, dan alat pengolahan Marriott
1997. Proses pencucian karkas yang meliputi penyemprotan karkas dan
pendinginan tidak dapat sepenuhnya menghilangkan Salmonella dari permukaan karkas. Beberapa serovar Salmonella juga dapat bertahan di lingkungan ruang
pemotongan RPU hingga lima hari meskipun telah dilakukan pembersihan dan disinfeksi harian. Hasil studi menunjukkan bahwa pencemaran Salmonella pada
daging ayam tidak hanya terjadi saat proses pemotongan ayam, tetapi juga dapat terjadi pencemaran dari lingkungan pemotongan yang tercemar Hulankova et al.
2010. Selain itu, pencemaran Salmonella pada daging ayam juga dapat terjadi saat proses penjualan di lokasi penjualan yang tercemar.
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia Nomor 7388 Tahun 2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan, pemeriksaan Salmonella
dalam daging ayam segar, beku karkas dan tanpa tulang, dan cincang harus negatif dalam 25 gram sampel BSN 2009. Hal ini menunjukkan bahwa daging
ayam harus bebas dari cemaran bakteri Salmonella yang dapat membahayakan konsumen.
12
Prevalensi Salmonella
Salmonelosis adalah penyakit pada manusia yang disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella. Salmonella merupakan salah satu foodborne pathogen yang
menjadi perhatian utama kesehatan masyarakat baik di negara berkembang maupun negara maju. Di seluruh dunia, tercatat setiap tahunnya terjadi 16 juta
kasus demam tifoid, 1.3 miliar kasus gastroenteritis, dan 3 juta kematian akibat Salmonella Bhunia 2008.
Salmonelosis, terutama insidensi demam tifoid, pada umumnya sangat tinggi pada negara berkembang. Menurut WHO, diperkirakan terjadi 16 juta
kasus per tahun dan 600000 diantaranya berakhir dengan kematian. Sekitar 70 dari seluruh kasus kematian itu menimpa penderita demam tifoid di Asia Utami
2010. Pada tahun 2005, tercatat lebih dari 181000 kasus salmonelosis dilaporkan di 27 negara di Eropa. Di Amerika Serikat, pada tahun 2001 kejadian
salmonelosis masih sekitar 15 kasus per 100000 penduduk Lawley et al. 2008. Centers for Disease Control and Prevention 2011 melaporkan bahwa telah
terjadi 190 penyakit akibat wabah Salmonella Heidelberg di 6 negara bagian Amerika Serikat. Jumlah penderita yang teridentifikasi dari masing-masing
negara sebanyak 109 orang New York, 62 orang New Jersey, 10 orang Pennsylvania, 6 orang Maryland, 2 orang Ohio, dan 1 orang Minnesota.
Salmonelosis merupakan masalah global terutama di negara dengan praktik higiene yang buruk. Etiologi utama di Indonesia adalah Salmonella Typhimurium
dan Salmonella Paratyphi A. Salah satu tipe salmonelosis yaitu demam tifoid, prevalensinya di Indonesia pada tahun 2007 mencapai 358-810 kasus per 100000
populasi dengan 64 penyakit ditemukan pada usia 3-19 tahun dan angka mortalitas bervariasi antara 3.1-10.4 pada pasien rawat inap Utami 2010.
Hasil Riset Dasar Kesehatan tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi demam tifoid di Indonesia sebesar 1.6 dan menempati urutan 15 besar penyebab
kematian Yuanita 2010. Salmonella biasanya menginfeksi manusia melalui makanan yang berasal
dari hewan yang terinfeksi atau tercemar oleh kotoran hewan atau manusia yang terinfeksi Salmonella Karsinah et al. 1994. Hingga tahun 2011, Salmonella
13 masih menjadi penyebab penyakit penting pada manusia di Amerika Serikat.
Prevalensi kejadian salmonelosis di Amerika Serikat terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2 Prevalensi salmonelosis di Amerika Serikat
Kasus Lokasi
Prevalensi Penyebab
Pustaka Gastroenteritis Virginia
63 Kebab ayam
S. Typhimurium Kurkijan et al.
2007 Gastroenteritis Pennsylvania
48 Susu mentah
S. Typhimurium Ho Chen et al.
2007 Salmonelosis
Georgia 83
Restoran cepat saji S. Montevideo
Wiersma et al. 2006
Salmonelosis Amerika
Serikat 75 54
dari 72 Kontak dengan
unggas hidup S. Montevideo
Sharapov et al. 2007
Salmonelosis Amerika
Serikat 97 34
dari 35 Makanan ringan
nabati S. Wandsworth;
S. Typhimurium Sheth et al.
2007
Salmonelosis Amerika
Serikat 79 34
dari 43 Kontak dengan
pakan anjing S. Schwarzengrund
Behravesh et al. 2007
Salmonelosis Amerika
Serikat 72 127
dari 176 Makanan beku
S. serotype I 4,[5],12:i:
Mody et al. 2007
Salmonelosis Amerika
Serikat 20 70
Selai kacang S. Tennessee
Sheth 2007
Pengujian Keberadaan Salmonella pada Makanan
Metode isolasi dan identifikasi Salmonella dalam makanan mendapat perhatian lebih dibandingkan dengan bakteri patogen lainnya. Dengan teknik
kultur, terdapat lima tahap metode pengujian yang telah dikenal secara luas, terdiri atas tahap pra-pengayaan, pengayaan, isolasi, identifikasi, dan tahap pengujian
konfirmasi. Tahap pra-pengayaan dalam media nonselektif bertujuan untuk meningkatkan pemulihan Salmonella melalui perbaikan sel-sel yang telah rusak.
Kerusakan tersebut dapat terjadi akibat kondisi yang merugikan yang mungkin terjadi selama pengolahan pangan seperti kondisi dingin, beku, atau pengeringan
Adams dan Moss 2008.
14 Menurut Adams dan Moss 2008 tahap pengayaan dengan media selektif
bertujuan untuk meningkatkan proporsi sel Salmonella dalam mikroflora total yang mungkin berkembang biak dengan membatasi pertumbuhan mikroorganisme
lain. Dalam hal ini, beberapa media dengan bahan selektif yang berbeda dapat digunakan, seperti empedu, brilliant green, malachite green, tetrathionate, dan
selenite. Selenite-cystine broth yang paling banyak digunakan ialah yang mengandung asam amino sistin untuk merangsang pertumbuhan Salmonella;
Muller Kauffman tetrathionate broth mengandung tetrathionate, brilliant green, dan empedu; Rappaport-Vassiliadis RV broth mengandung malachite green,
magnesium chloride, dan pH yang rendah sebagai faktor selektif. Adanya perbedaan dalam hal selektivitas menjadi alasan penggunaan dua media secara
paralel dalam pengujian Salmonella. Kandungan beberapa bahan selektif pada media pengayaan Salmonella dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Bahan selektif pada beberapa media utama untuk pengayaan
Salmonella konsentrasi dalam gl Busse 1995
Bahan selektif Selenite
broth Leifson
Selenite brilliant
green Tetrathionate
broth Rappaport
original RV
Rappaport semisolid
USP ISO
NaHSeO
3
4.0 4.0
- -
- -
- Na-thiosulphate
- -
40.7 30.0
- -
- MgCl
2
.6H
2
O -
- -
- 28.6
28.6-36.0 17.3-23.3
Malachite green oxalate
- -
- -
108 mg 36 mg
37-65 mg Brilliant green
- 5 mg
10 mg 10 mg
- -
- Na-taurocholate
- 1.0 mg
- -
- -
- Garam empedu
- -
4.75 1.0
- -
- United States Pharmacopoeia USP; International Organization for Standardization ISO
Perumusan USP Tetrathionate broth tidak selalu mengandung Brilliant green
Dari tahap pengayaan dengan media selektif, selanjutnya dilakukan kultur dengan goresan pada media solid selektif menggunakan dua media yang berbeda
secara paralel. Bahan selektif yang digunakan adalah garam empedu atau deoxycholate dan atau brilliant green. Identifikasi Salmonella umumnya dilihat
melalui produksi hidrogen sulfida dan ketidakmampuan Salmonella dalam memfermentasi laktosa. Oleh karena itu, media yang digunakan dipilih
15 berdasarkan perbedaan kemampuan Salmonella dalam reaksi dengan media untuk
memperoleh hasil yang akurat Adams dan Moss 2008. Kandungan beberapa bahan selektif pada media untuk deteksi Salmonella dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Bahan selektif pada beberapa media plate utama untuk deteksi Salmonella konsentrasi dalam gl Busse 1995
Bahan selektif Deoxycholate
citrate-agar SS agar
a
Hektoen agar
b
XLD- agar
b
Brilliant
b
green-agar Bismuth
b
sulphite Deoxycholate
0.5-5.0 -
- 1.0
- -
Garam empedu -
9.0 8.5
- -
- Citrates
2.0-20.0 8.5-10.0
1.5 0.8
- -
Thiosulphate 0.0-5.4
8.5 5.0
6.8 -
- Bismuth sulphite
- -
- -
- 1.3
Na-sulphite -
- -
- -
6.15 Brilliant green
- 0.3 mg
- -
4.7-12.5 mg 16-25 mg
Acid fuchsin -
- 100 mg
- -
-
a
Baird et al. 1987
b
dalam volume
Dampak Salmonella pada Kesehatan Masyarakat
Infeksi Salmonella pada manusia menimbulkan salmonelosis yang berbahaya bagi kesehatan. Beberapa serovar Salmonella memiliki spektrum
terbatas, seperti S. Typhi dan S. Paratyphi pada manusia yang menyebabkan demam tifoid Lawley et al. 2008. Sebagian besar orang yang terinfeksi dengan
Salmonella akan mengalami diare, demam, muntah, dan perut kram 12-72 jam setelah infeksi sehingga menyebabkan dehidrasi dan sakit kepala. Pada pasien
dengan diare yang parah, infeksi Salmonella dapat menyebar dari usus ke darah dan kemudian ke bagian tubuh lainnya dan dapat menyebabkan kematian, kecuali
orang tersebut segera mendapat pengobatan dengan antibiotika. Orang tua, bayi, dan individu dengan sistem kekebalan yang terganggu lebih cenderung
mengalami gejala penyakit yang parah Bailey et al. 2010. Dosis infektif diperkirakan bervariasi dan tergantung pada serovar
Salmonella yang terlibat, tingkat imunitas individu yang mengonsumsi makanan yang tercemar, dan jenis makanan. Jumlah Salmonella yang sedikit 10-100 sel
bakteri dapat menyebabkan penyakit jika dikonsumsi oleh anak-anak dan orang
16 tua, atau jika makanan yang dikonsumsi mengandung lemak tinggi karena dapat
melindungi sel bakteri dari asam lambung. Secara umum jumlah Salmonella pada kisaran 10
5
-10
6
sel bakteri dalam makanan telah dapat menyebabkan infeksi jika dikonsumsi oleh manusia Lawley et al. 2008.
Pencegahan dan Pengendalian Pencemaran Salmonella
Masalah pencemaran Salmonella pada makanan harus mendapat perhatian untuk mencegah salmonelosis. Pendekatan Hazard Analysis and Critical Control
Points HACCP sangat penting dilakukan sebagai pengendalian yang efektif dari pencemaran Salmonella pada makanan. Pengendalian Salmonella pada makanan
harus dimulai dari hulu pertanian dengan memproduksi produk atau hewan yang sehat sebagai bahan baku makanan Lawley et al. 2008.
Tidak ada vaksin untuk mencegah salmonelosis. Menurut CDC 2010 tindakan pencegahan salmonelosis dapat dilakukan dengan memperhatikan
higiene sanitasi, serta pemilihan dan pengolahan makanan yang akan dikonsumsi. Tangan harus dicuci sebelum menangani makanan dan ketika menangani jenis
makanan yang berbeda. Talenan, pisau, dan peralatan lainnya harus dicuci dengan bersih setelah digunakan untuk makanan mentah. Makanan yang berasal
dari hewan berisiko tercemar bakteri Salmonella, oleh karena itu bahan pangan asal unggas dan daging harus dimasak dengan baik dan dianjurkan untuk
dikonsumsi dalam kondisi matang. Penyimpanan daging mentah harus terpisah dengan makanan matang.
Pencegahan dan pengendalian pencemaran Salmonella pada makanan, khususnya daging ayam, dapat dilakukan dengan memperhatikan kebersihan
lingkungan peternakan ayam, tempat pemotongan, tempat penyimpanan, serta pengelolaan limbah dan kotoran sisa pemotongan pada tempat pemotongan.
Sanitasi dan higiene personal para pekerja yang diterapkan dengan baik selama proses
pemotongan, pengemasan,
transportasi, dan
penjualan dapat
meminimumkan pencemaran dan meningkatkan kestabilan produk Marriott 1997.
Pencegahan terhadap penyebaran agen penyakit dari penderita salmonelosis ke makanan, baik pada penanganan dan pengolahan di rumah tangga maupun
industri makanan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan.
17 Individu yang terinfeksi Salmonella akan mengeluarkan sejumlah bakteri dalam
tinja sehingga dapat menimbulkan pencemaran silang pada makanan melalui tangan ke permukaan peralatan maupun ke permukaan makanan. Dengan
demikian, individu yang terlibat langsung dalam proses pengolahan makanan perlu mendapat perhatian dan pengawasan khusus jika dicurigai terinfeksi
Salmonella Garcia dan Heredia 2009. Salah satu tindakan pencegahan adalah dengan membiasakan masyarakat
hidup bersih dan tanggap akan keamanan pangan. Hal tersebut dapat dilakukan mulai dari hal-hal yang sederhana seperti mencuci tangan dengan sabun sekurang-
kurangnya 10 detik, mencuci daging sebelum dimasak, memasak daging hingga matang, serta menyimpan daging pada temperatur yang sesuai Anonim 2008.
Di sisi lain, kebersihan tempat penjualan daging ayam dan praktik higiene personal pedagang ayam perlu diperhatikan untuk mencegah pencemaran
Salmonella pada daging ayam yang dapat membahayakan kesehatan manusia.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2011 sampai Agustus 2011. Sampel daging ayam diambil dari tiga pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan, yaitu
Pasar Modern Serpong, Pasar Bukit Pamulang, dan Pasar Jombang Ciputat. Tiga pasar tradisional dari total enam pasar tradisional dipilih berdasarkan lokasi
pasar yang strategis serta mewakili tiga wilayah terpadat di Tangerang Selatan, yaitu Kecamatan Serpong, Kecamatan Pamulang, dan Kecamatan Ciputat. Data
tentang penjual dan kondisi higiene tempat penjualan daging ayam diambil menggunakan kuesioner. Pengujian Salmonella dilakukan di Laboratorium
Cemaran, Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan BPMPP, Bogor, Jawa Barat.
Desain Penelitian
Penelitian dibagi menjadi dua tahap, yaitu 1 pengambilan sampel daging ayam dari pasar-pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan dan penjaringan data
tentang pedagang daging ayam serta kondisi higiene melalui wawancara dan observasi menggunakan kuesioner, dan 2 pengujian sampel daging ayam di
laboratorium terhadap keberadaan Salmonella. Hasil kuesioner dibandingkan dengan hasil pengujian sampel di laboratorium.
Pengambilan dan Jumlah Sampel
Jumlah sampel daging ayam yang diambil sebanyak 24 berasal dari 24 pedagang daging ayam yang ditetapkan sebagai responden dari ketiga pasar. Pada
setiap pasar, dipilih separuh pedagang ayam 50 sebagai responden secara acak dari total seluruh pedagang. Sampel daging ayam diambil bagian otot dada
minimum 100 gram. Setiap sampel dimasukkan ke dalam kantong plastik steril, diberi label, dan disimpan dalam cool box berisi es selama proses transportasi.
Sampel kemudian dipindahkan dan disimpan dalam freezer sebelum dilakukan pengujian. Secara rinci jumlah sampel yang diambil pada tiap pasar dapat dilihat
pada Tabel 5.
19 Tabel 5
Rincian jumlah sampel daging ayam yang diambil dari tiga pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan
Pasar Jumlah pedagang daging
ayam Jumlah sampel yang
diambil Modern Kecamatan Serpong
20 pedagang 10 sampel
Bukit Kecamatan Pamulang 22 pedagang
11 sampel Jombang Kecamatan Ciputat
6 pedagang 3 sampel
Total sampel 24 sampel
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah sampel daging ayam, lactose brothLB OXOID CM 0137, tetrathionate brothTTB Difco
TM
Tetrathionate Broth Base, Rappaport VassiliadisRV Difco
TM
Rappaport- Vassiliadis R10 Broth, xylose lysin deoxycholate agarXLDA Difco
TM
XLD agar, hektoen enteric agarHEA OXOID CM 0419, bismuth sulfite agarBSA
OXOID CM 0201, triple sugar iron agarTSIA Difco
TM
Triple Sugar Iron Agar, lysine iron agarLIA Difco
TM
Lysine Iron Agar, lysine decarboxilase brothLDB Difco
TM
Lysine Decarboxylase Broth, methyl red-Voges ProskauerMR-VP OXOID CM 0043, SIM BBL
TM
SIM Medium, Simmons citrate agar OXOID CM 0155, reagen Kovacs Merck KgaA, urea broth
OXOID CM 0071, malonate broth Difco
TM
Malonate Broth, phenol red lactose broth Difco
TM
Lactose, phenol red sucrose broth Fluka Biochemica, dulcitol broth Merck 1.05990.0050, iodin solution, indikator methyl red, larutan
-naphtol, KOH 40, aquades steril, air, sabun, Dettol
®
, dan alkohol 70. Alat yang digunakan ialah plastik steril tahan panas, cawan petri diameter
10 cm, tabung reaksi volume 15 ml, sumbat dan rak tabung reaksi, labu Erlenmeyer volume 250 ml, gelas ukur volume 250 ml dan 1000 ml, pipet
volumetrik 1 ml, 2 ml, 5 ml, 10 ml, dan 20 ml, bulb karet, syringe 5 ml, botol media volume 500 ml dan 1000 ml, gunting, pinset, jarum inokulasi ose,
stomacher, pembakar Bunsen, pH meter, timbangan, magnetic stirrer, pengocok tabung, tabung durham, inkubator, penangas air, autoklaf, lemari steril, lemari
pendingin, kotak pendingin, ice box, dan freezer.
20
Pengujian Salmonella
Prinsip pengujian Salmonella di laboratorium meliputi tahap pertumbuhan Salmonella pada media selektif dengan pre-enrichment pra-pengayaan dan
enrichment pengayaan, dilanjutkan dengan isolasi dan identifikasi serta konfirmasi melalui uji biokimia dan uji gula-gula. Setiap proses pengujian selalu
disertai dengan menggunakan kontrol positif S. Typhimurium. Pengujian ini dilakukan menurut Standar Nasional Indonesia Nomor 2897 Tahun 2008 tentang
Metode Pengujian Cemaran Mikroba dalam Daging, Telur, dan Susu serta Hasil Olahannya BSN 2008. Diagram alir pengujian Salmonella spp. dapat dilihat
pada Gambar 1.
Tahap pre-enrichment pra-pengayaan. Sampel daging ayam ditimbang
sebanyak 25 gram secara aseptik, dimasukkan ke dalam kantong steril, kemudian ditambahkan 225 ml lactose broth ke dalam kantong steril tersebut, dan
selanjutnya dihomogenkan dengan stomacher selama 1 sampai 2 menit. Suspensi dipindahkan ke dalam labu Erlenmeyer atau wadah steril kemudian diinkubasi
pada temperatur 36 °C selama 24 jam ± 2 jam. Tahap enrichment pengayaan. Biakan pra-pengayaan diaduk perlahan
kemudian diambil dan dipindahkan 1 ml ke dalam 10 ml media tetrathionate broth dan 0.1 ml ke dalam 10 ml media Rappaport Vassiliadis. Sampel daging
ayam diduga mengandung cemaran Salmonella spp. tinggi, oleh karena itu media
RV dan TTB diinkubasi pada temperatur 43 °C ± 0.2 °C selama 24 jam ± 2 jam. Tahap isolasi dan identifikasi. Dari masing-masing media pengayaan
yang telah diinkubasi, diambil 2 atau lebih koloni dengan jarum ose dan diinokulasikan pada media hektoen enteric, xylose lysin, dan bismuth sulfite agar.
Kemudian biakan diinkubasi pada temperatur 35 °C selama 24 ± 2 jam. Untuk BSA apabila hasilnya belum jelas, dapat diinkubasi kembali selama 24 ± 2 jam.
Koloni Salmonella pada media HE terlihat berwarna hijau kebiruan dengan atau tanpa titik hitam H
2
S, pada media XLD koloni terlihat merah muda dengan atau tanpa titik mengkilat atau terlihat hampir seluruh koloni hitam, pada media BSA
koloni terlihat keabu-abuan atau kehitaman, kadang metalik, media di sekitar koloni berwarna coklat dan semakin lama waktu inkubasi akan berubah menjadi
hitam.
21 Identifikasi dilakukan dengan mengambil koloni yang diduga dari ketiga
media tersebut kemudian diinokulasikan ke triple sugar iron agar, dan lysine iron agar dengan cara menusuk ke dasar media agar, selanjutnya digores pada agar
miring. Kemudian media diinkubasi pada temperatur 35 °C selama 24 ± 2 jam. Hasil reaksi koloni spesifik Salmonella terdapat pada Tabel 6.
1. Homogenisasi dan pra-pengayaan