DAMPAK PEMBATALAN HASIL PEMILU 2 FEBRUARI 2014

1

Nadia Sarah Amalia. Dampak Pembatalan Hasil Pemilu 2 Februari 2014 Oleh Mahkamah
Konstitusi Thailand Terhadap Penyelesaian Krisis Politik Thailand.

DAMPAK PEMBATALAN HASIL PEMILU 2 FEBRUARI 2014
OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI THAILAND TERHADAP
PENYELESIAN KRISIS POLITIK THAILAND
(IMPACTS OF CANCELLATION OF FEBRUARY 2, 2014 ELECTION BY
THAILAND CONSTITUTIONAL COURT ON THAILAND
POLITICAL CRISIS RESOLUTION)
Nadia Sarah Amalia
Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, FISIP Universitas Jember
Jln. Kalimantan 37, Jember 68121
Email: nadiasarahamalia@gmail.com

Abstract
At the time of Prime Minister Yingluck Shinawatra administration, Thailand experienced a
political crisis that originated from the opposition refusal to the bill on amnesty. The
formulation of Amnesty Bill did not solve the problem, even it led to a new problem. The
problem arose from the opposition party that desired to overthrow Prime Minister Yingluck.

The opposition had lost trust in Yingluck because the policy of the bill was considered to
protect the previous PM Thaksin S. To resolve the political crisis, Prime Minister Yingluck
provided a solution to hold election on February 2, 2014. When the results showed that
Prime Minister Yingluck won back, then the opposition brought a lawsuit to Court to reject
the election results by reasons that the eleftion was not conducted simultaneously, then on
March 21, the Constitutional Court decided to cancel the results of February 2 election by
unconstitutional grounds. By the cancellation of the results of February 2, 2014 election a
wave of demonstrations in Thailand was getting bigger and bigger. Opposition demanded
PM Yingluck to immediately step down because it was found that there were many acts of
corruption and nepotism to save her sister from the law who were also involved in the
earlier cases of corruption.
Keywords: Thailand, elections, democracy consolidation, military intervention.

Pendahuluan
Thailand kembali memasuki krisis baru

yang kian panjang di Negeri Thailand. Akibat
pembatalan

hasil


pemilu

dan

rencana

setelah Mahkamah Konstitusi (MK) Thailand

pemakzulan Yingluck Shinawatra, krisis politik

pada tanggal 21 Maret 2014 menyatakan

di negeri Thailand itu semakin mendalam

pemilihan umum parlemen pada 2 Februari

(Koran Sindo, 2014). Rakyat negara Thailand

2014 tidak sah, (The Wall Street Journal,


pun semakin terpolarisasi, yakni antara kelas

2014) sehingga pemilu baru harus segera

menengah-atas (massa kaus kuning) yang

digelar. Alasan MK untuk membatalkan hasil

mendukung oposisi dengan warga miskin yang

Pemilu Majelis Rendah Parlemen Thailand

menjadi pendukung setia kelompok Yingluck

tersebut adalah karena tidak dilakukan secara

Shinawatra. Para musuh Yingluck Shinawatra

serempak. Akibat dari adanya pengumuman


tersebut ingin agar pemimpin negara itu

MK ini telah menyebabkan kebuntuan politik

menghadapi pemakzulan (impeachment) atas

JURNAL ILMU HI 2015. 1-11

Nadia Sarah Amalia. Dampak Pembatalan Hasil Pemilu 2 Februari 2014 Oleh Mahkamah
Konstitusi Thailand Terhadap Penyelesaian Krisis Politik Thailand.

2

pembagian beras yang kacau secara finansial.

subsidi beras. Badan antikorupsi itu menuduh

Senat


politikus

Yingluck Shinawatra mengabaikan peringatan

mempercepat

korupsi dan kerugian finansial dalam kebijakan

Yingluck

tersebut. Jika dinyatakan bersalah, Yingluck

membutuhkan suara tiga perlima dari senator.

Shinawatra akan menghadapi pemungutan

Dengan krisis politik Thailand yang memasuki

suara pemakzulan di majelis tinggi yang bisa


bulan keenam pada tahun 2014, pemilu Senat

menyebabkan dirinya dilengserkan sebagai

ini dinilai cukup penting (Koran Sindo, 2014).

perdana menteri dan dilarang memasuki kancah

Pembatalan hasil pemilu pada 2 Februari 2014

politik selama lima tahun (Jawa Pos, 2014).

menyebabkan Thailand memasuki krisis politik

Eskalasi represi terhadap perdana menteri

baru dan Yingluck tetap memainkan peran

untuk mengundurkan diri malah kemudian


sebagai penguasa sementara dengan kekuasaan

memperkuat gerakan kubu pro pemerintah

terbatas atas pemerintahan hingga pemilu

pasca pembatalan hasil pemilu Februari lalu

dengan jumlah pemilih yang mencukupi akan

oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Konsentrasi

membentuk komposisi parlemen yang kuorum.

pada tanggal 28 Maret 2014 oleh kubu ini di

Lembaga

Thailand


depan gedung Komisi Anti-Korupsi Nasional

menyatakan akan butuh setidaknya tiga bulan

(NACC) dapat dicermati sebagai upaya mereka

untuk menggelar pemilu baru, tapi pemilu itu

mendukung pemerintah (Iran Indonesia Radio,

pun tampaknya tidak akan berjalan lancar. Di

2014).

yang

antipemerintah
pelengserannya.

di


dominasi
bisa

Pemakzulan

pemilihan

umum

satu sisi, para pendukung pemerintah menuduh

Sementara

itu,

para

pengadilan dan menyebut banyak hakim yang


Yingluck

Shinawatra

bersekutu dengan kubu konservatif. Namun di

Mahkamah

Konstitusi

sisi lain para demonstran telah bertekad

Korupsi Nasional (NACC) terhadap perdana

mengganggu pemilu apa pun yang digelar

menteri sebagai tindakan pengalihan masalah

sebelum perubahan politik terjadi. Pemilu Senat


guna mengeluarkan partai berkuasa pimpinan

tampaknya

sama

Yingluck Shinawatra dari kekuasaan. Mereka

dengan pemilu 2 Februari 2014 yang dibatalkan

juga meyakini bahwa pengaruh kubu anti

itu, artinya pro-pemerintah akan menang (Jawa

pemerintah di dua lembaga pemerintah ini telah

Pos, 2014).

mendorong MK dan NACC lebih condong

memberikan hasil yang

Krisis politik memasuki tahap baru yang

menilai

pendukung

dan

langkah

Komisi Anti-

kepada kubu anti pemerintah. Bahkan kubu pro

krusial setelah Komisi Anti Korupsi Nasional

pemerintah

(National Anti Coruption-Comission,NACC)

tindakan lebih dan mengirim surat kepada

memanggil Yingluck Shinawatra terkait skema

Sekjen PBB, Ban Ki Moon, terkait hancurnya

JURNAL ILMU HI 2015. 1-11

mengancam

akan

melakukan

3

Nadia Sarah Amalia. Dampak Pembatalan Hasil Pemilu 2 Februari 2014 Oleh Mahkamah
Konstitusi Thailand Terhadap Penyelesaian Krisis Politik Thailand.

demokrasi di negara Thailand oleh kubu anti
demokrasi.

Anuttama

Amornvivat,

wakil

Pemerintahan yang sedang mengalami
transisi demokrasi seperti Rezim Perdana

sekjen partai berkuasa di Thailand dalam

Menteri

suratnya

politik

dihadapkan dua pilihan. Pertama, menjalani

terbaru di negara ini telah mengakibatkan kubu

transisi demokrasi dengan tingkat konsolidasi

anti demokrasi dengan ulahnya mengobarkan

elite yang padu (solid) ke arah satu tujuan

bentrokan dan kerusuhan jalanan telah merusak

tercapainya

proses demokrasi di Thailand (Iran Indonesia

menjalani transisi demokrasi yang berliku-liku

Radio, 2014).

dengan tingkat kepaduan elite sangat rapuh,

menyebutkan,

instabilitas

Dari latar belakang tersebut maka
tulisan ini akan menganalisis dampak keputusan

Thailand

Yingluck

demokratisasi

Shinawatra

politik.

Kedua,

penuh konflik dan gejolak politik massa.
Sedangkan makna transisi demokrasi

hasil

berarti fase peralihan atau perubahan dari suatu

pemilu 2 Februari 2014 terhadap penyelesaian

fase tertentu ke fase yang lain yang tak sama

krisis politik di Thailand.

dengan fase pertama. Secara kongkrit, transisi

Mahkamah

Konstitusi

membatalkan

demokrasi diartikan sebagai fasse peralihan
regim politik dari tipe otorier menuju regim

Kerangka Pemikiran

politik pasca otoriter. Menurut Guillermo

Konsep Konsolidasi Demokrasi
Konsolidasi demokrasi dapat diartikan

O’Donnel, masa transisi umumnya ditandai

sebagai proses penggabungan beberapa elemen

dengan munculnya liberalisasi, yaitu proses

demokrasi untuk bersama-sama secara padu

pengefektifan

memfasilitasi demokratisasi politik. Unsur yang

melindungi individu dan kelompok-kelompok

terlibat dalam konsolidasi demokrasi adalah

sosial dari tindakan sewenang-wenang atau

lembaga atau institusi politik, baik partai

tidak sah yang dilakukan negara atau pihak

politik, elite, kelompok-kelompok kepentingan

ketiga. Dengan demikian, liberalisasi dikaitkan

mau pun masyarakat politik. Unsur penting

dengan iklim pengembangan kekebasan hak-

lainnya dalam konsolidasi demokrasi adalah

hak untuk menjalin atau mendapatkan akses

adanya

menyangkut

politik yang lebih luas dari masyarakat. Hal ini

“nilai-nilai politik” yang bisa mendekatan dan

bisa berarti liberalisasi politik dalam konteks

mempertemukan berbagai elemen politik di atas

timbulnya pluralisme politik (Nugroho, 2010).

kesepakatan

bersama

hak-hak

tertentu

yang

menjadi suatu kekuatan yang relatif padu

Hal lain mengapa konsolidasi demokrasi

selama transisi menuju demokrasi (Nugroho,

perlu dilakukan adalah untuk membangun

2010).

regim demokratis yang kuat dan melembaga
setelah runtuhnya regim otoriter. Setelah regim

JURNAL ILMU HI 2015. 1-11

4

Nadia Sarah Amalia. Dampak Pembatalan Hasil Pemilu 2 Februari 2014 Oleh Mahkamah
Konstitusi Thailand Terhadap Penyelesaian Krisis Politik Thailand.

otoriter berakhir, situasi politik tidak menentu,

tentara pretorian dan tentara profesional

fragmentasi sipil, militer frustrasi dan merasa

(Huntington, 1957:6). Tentara pretorian atau

terpojokan atas perannya mendukung regime

tentara jenis penakluk (warior) dalam hal ini

masa lalu dan norma, aturan dan prosedur

mewakili kelompok militer yang berkuasa dan

(rule of the game) baru yang mewakili sistem

menjalankan pemerintahan dan menentukan

demokrasi belum terbentuk. Itulah sebabnya

keputusan-keputusan politik. Paham ini tumbuh

konflik-konflik menjadi terbuka dan sulit

dan berkembang sebelum abad ke-19 ketika

dikendalikan mengingat penguasa baru belum

profesi perwira sebagai pengelola kekerasan

punya pijakan politik yang bisa absah diterima

(manager of violence) masih merupakan

semua kelompok politik guna melembagakan

monopoli para kerabat istana. Munculnya

konflik-konflik politik yang muncul (Nugroho,

revolusi Perancis 1789, menandai perubahan

2010). Dengan demikian, tahapan berikutnya

dari “tentara pencari keuntungan materi”

yang dilakukan penguasa demokratis baru

menjadi

setelah pemerintahan otoriter runtuh adalah

misalnya mengabdi negara”, hal inilah yang

dibangunnya regime demokratis yang meliputi

kemudian

nilai, norma dan institusi demokrasi serta

sebagai awal berkembangnya paham tentara

pengkonsolidasian regime demokratis baru

profesional. Sebenarnya pandangan ini tidak

(Huntington,

balik

saja dinyatakan oleh Huntington, namun jauh

adalah

sebelumnya seorang ilmuwan Perancis, de

lemahnya kekuatan-kekuatan sipil demokrasi,

Tocqueville telah berbicara tentang “profesi

yang di awal keruntuhan rezim otoriter

militer” dan “kehormatan militer”.

perlunya

1995:45).

konsolidasi

Asumsi

di

demokrasi

“tentara

karena

panggilan

dikemukakan

oleh

suci,

Huntington

tercerai-berai akibat pandangan politik yang

Huntington juga memberikan elaborasi

beragam, mereka berangkat dari kepentingan

tentang tumbuhnya profesionalisme militer

dan motivasi serta ideologi politik yang juga

yang menurutnya memiliki tiga ciri pokok,

berbeda. Di samping itu, visi elite menyangkut

yaitu (Huntington, 1957:7-18) :

prioritas kebijakan-kebijakan politik apa yang

1.

Mensyaratkan

suatu

keahlian,

harus diambil di era transisi belum terbentuk

sehingga profesi militer menjadi kian

atau

spesifik

kalau

pun

ada

masih

cenderung

serta

memerlukan

pengetahuan dan keterampilan.

terpolarisasi.
2.

Konsep Militer Dalam Politik

Seorang militer memiliki tanggung

sendiri

jawab sosial yang khusus, artinya

dalam kerangka

seorang perwira militer disamping

hubungan sipil-militer menjadi dua yaitu,

memiliki nilai-nilai moral yang tinggi

Inti

pandangan

mengelompokkan

Huntington

tentara

JURNAL ILMU HI 2015. 1-11

5

Nadia Sarah Amalia. Dampak Pembatalan Hasil Pemilu 2 Februari 2014 Oleh Mahkamah
Konstitusi Thailand Terhadap Penyelesaian Krisis Politik Thailand.

Bahkan

dan terpisah dari insentif ekonomi

3.

Huntington

menganggap

juga mempunyai tugas pokok kepada

intervensi militer dalam politik sebagai tanda

negara.

masa

adanya political decay (pembusukan politik),

sebelumnya, dimana seorang perwira

dan dianggap sebagai suatu kemunduran ke

seakan-akan menjadi milik pribadi

arah

komandan dan harus setia kepadanya

1983:34).

Berbeda

dengan

“masyarakat

pretorian

(Huntington,

sebagai suatu bentuk disiplin mati.

Kaum militer di negara demikian, bisa

Pada masa profesionalisme, seorang

saja menentang kelompok ologarki kalangan

perwira berhak untuk mengoreksi

atas (upper class), tapi pada saat yang

atasannya, jika si atasan melakukan

bersamaan membela kepentingan golongan

hal-hal yang bertentangan dengan

menengahnya terhadap ancaman dari kalangan

kepentingan nasional.

bawah (lower class) (Nordlinger, 1994:45).

Karakter

korporasi

(corporate

Alasan lainnya yang mencegah kaum militer

yang

menjadi reformis adalah tentang sifat-sifat

melahirkan rasa esprit de corps yang

korporasi militer, sehingga kelompok militer

kuat.

adalah suatu kelompok kepentingan yang

character)

para

perwira

Ketiga ciri militer profesional di atas

paling

kuat

di

negara-negara

Dunia

pada akhirnya melahirkan apa yang disebut

Ketiga. Demikian pula dengan nilai-nilai militer

oleh Huntington “the military mind” yang

yang menekankan ketertiban dan stabilisasi,

menjadi dasar bagi hubungan militer dan

bertentangan dengan semangat reformasi yang

negara. Hal ini melahirkan suatu pengakuan

memerlukan

akan “Negara Kebangsaan” Nation State

berkisinambungan.

perubahan

yang

sebagai suatu bentuk tertinggi organisasi
politik. Sehingga inti dari military mind adalah
suatu ideologi yang berisi pengakuan militer

Metode Penelitian
Tulisan

ini

menggunakan

metode

profesional terhadap supremasi pemerintahan

deskriptif dalam menganalisis data. Deskriptif

sipil. Bagi perwira militer, tidak ada kemuliaan

adalah upaya untuk menjawab pertanyaan

yang paling tinggi, kecuali kepatuhan kepada

siapa, apa, di mana, kapan, atau berapa, jadi

negarawan sipil. Jadi menurut Huntington,

merupakan upaya melaporkan apa yang terjadi

kaum militer yang melakukan intervensi politik

(The, 1984:81). Tulisan ini menggunakan

pada

metode pengumpulan data sekunder yang

hakikatnya

menyalahi

profesionalnya.

etik

militer

diperoleh dari buku, jurnal, media cetak serta
internet yang pada akhirnya menguji argumen

JURNAL ILMU HI 2015. 1-11

6

Nadia Sarah Amalia. Dampak Pembatalan Hasil Pemilu 2 Februari 2014 Oleh Mahkamah
Konstitusi Thailand Terhadap Penyelesaian Krisis Politik Thailand.

Dalam menganalisa krisis politik yang

utama tersebut dengan fakta-fakta berdasarkan

terjadi di Thailand pada masa Pemerintahan

sumber-sumber yang digunakan.

Yingluck Sinawathra, terlebih dahulu melihat
krisis legitimasi yang dialami oleh PM Yingluck

Hasil dan Pembahasan
untuk

yang dianggap sudah tidak memiliki legitimasi

mengambil langkah mengadakan pemilu pada 2

dalam menjalankan pemerintahan. Hal ini

Februari 2014 yang bermaksud memberikan

didasarkan pada fakta bahwa pada tanggal 8

jalan dan solusi tengah bagi para oposisi setelah

Desember 2013 ketika demonstrasi dan protes

berbulan-bulan Negara Thailand dalam kondisi

besar-besaran oleh kelompok oposisi pimpinan

tidak

Mantan PM Abhisit Vejjajiva (The New York

Keputusan

PM

Yingluck

menentu yang sangat

perekonomian

Thailand

mengganggu

umumnya

dan

Times, 2013), anggota parlemen dari partai

Bangkok khususnya, akhirnya dibatalkan oleh

oposisi

Mahkamah

Konstitusi

Langkah

dengan alasan bahwa partai pimpinan Perdana

pemerintah

untuk

pemilu

Menteri Yingluck Shinawatra, Pheu Thai dan

tersebut yang mendapatkan pertentangan dari

pemerintah tidak pernah bertanggung jawab

oposisi dengan melakukan boikot pemilu

setelah

tersebut yang mengakibatkan Pemilu tidak

kontroversial. Selain itu langkah pengunduran

berjalan dengan baik dan berhasil digagalkan

angota

oleh

gugatan

ditempuh dengan tujuan menekankan pada

pengadilan atas hasil pemilu di Mahkamah

publik Thailand bahwa pemerintahan Yingluck

Konstitusi

sudah tidak lagi memiliki legitimasi. Seperti

kelompok

Thailand.

melaksanakan

oposisi

Thailand

melalui

yang

kemudian

ramai-ramai

meloloskan

menyatakan

RUU

mundur

Amnesti

yang

parlemen dari partai oposisi itu

memutuskan bahwa hasil pemilu 2 Februari

yang

dinyatakan

oleh

salah

satu

2014 adalah tidak sah secara hukum.

anggotaparlemen Bangkok, Sansern Samalapa,

Pembatalan hasil pemilu 2 Februari

yang menulis di akun Facebooknya bahwa

2014 tersebut membuat Posisi PM Yingluck

pengunduran diri massal itu dimaksudkan

kemudian semakin terdesak, terlebih setelah itu

untuk menolak sistem parlemen rezim Thaksin

Lembaga Peradilan Mahkamah Agung Thailand

yang tidak lagi memiliki legitimasi. Sebanyak

juga

untuk

152 anggota parlemen dari Partai Demokrat

persidangan terhadap Yingluck atas dugaan

resmi mengundurkan diri dan dengan demikian

terjadinya

kelompok

melakukan

pemanggilan

penyalahgunaan

kekuasaan

dan

oposisi

berharap

dapat

wewenang oleh Yingluck dalam menjalankan

mengembalikan kekuasaan kepada rakyat dan

kebijakan dan pengajuan RUU.

membiarkan Pemerintah Yingluck memutuskan

JURNAL ILMU HI 2015. 1-11

7

Nadia Sarah Amalia. Dampak Pembatalan Hasil Pemilu 2 Februari 2014 Oleh Mahkamah
Konstitusi Thailand Terhadap Penyelesaian Krisis Politik Thailand.

apa yang sebaiknya dilakukan (The New York

dan upaya pihak oposisi yang menghalau

Times, 2013).

pemilihan ulang.

Krisis

politik

kemudian

Demokrasi Thailand memang telah

mencapai puncaknya dua kali, yakni pada 7

mengalami beberapa krisis dengan terjadinya

Mei 2014 saat terjadinya kudeta pengadilan

kudeta militer yang membuat supremasi sipil

oleh MK Thailand atas PM Yingluck Sinawatra

berada dibawah kendali militer sebagai pihak

(DW,2014), dan pada 22 Mei 2014 saat

yang mengontrol jalannya negara. Kudeta

terjadinya

Thailand

militer 22 Mei 2014 juga menandai jatuhnya

terhadap pemerintahan sementara oleh wakil

demokrasi Thailand dimana militer Thailand

PM Niwatthamrong (BBC Indonesia.2014).

berhasil merebut dan mengambil alih kekuasaan

Sebagaimana diketahui, Mahkamah Konstitusi

dari Pemerintahan sipil sementara Wakil PM

Thailand beberapa waktu lalu memutuskan

Niwatthamrong

pemilihan umum yang digelar pada 2 Februari

Perdana Menteri Yingluck Shinawarta yang

adalah tidak sah. Selain itu, MK Thailand juga

sebelumnya mengalami kudeta. Rasionalisasi

menjatuhkan vonis bersalah atas Perdana

yang digunakan oleh pihak militer adalah

Menteri Yingluck Shinawatra dalam kasus

bahwa kondisi politik Thailand sudah sangat

tuduhan

memprihatinkan

kudeta

Thailand

oleh

penyalahgunaan

militer

kekuasaan

dan

yang

dan

menggantikan

bisa

tugas

mengancam

dengan demikian, MK memutuskan bahwa PM

keamanan negara jika instabilitas politik dan

Yingluck harus meletakkan jabatannya sebagai

demonstrasi

PM Thailand pada 7 Mei 2014. Campur tangan

Sebagaimana dikatakan oleh Jurgen Habermas,

pengadilan Thailand ini menguntungkan Partai

Krisis dalam suatu negara akan menyebabkan

Demokrat sebagai kelompok oposisi setelah

hilangnya legitimasi lembaga pemerintahan

sebelumnya pada bulan Februari, partai itu

(Habermas, 1975:67). Seperti pemerintahan

memboikot penyelenggaraan pemilihan umum

Yingluck yang terus menerus dilanda krisis

setelah

memimpin

politik dan konflik dengan kelompok oposisi,

masif

mendesak

membuat pemerintahannya mengalami krisis

dan

membentuk

sejumlah

demonstrasi
pembubaran

petingginya

secara
pemerintah

terjadi

terus

menerus.

legitimasi.

dewan yang terdiri dari para elit pemerintah.

Konsolidasi demokrasi di Thailand

Kemudian pada Bulan Maret, Mahkamah

tidak berjalan dengan baik karena campur

Konstitusi tidak mengakui hasil pemilihan

tangan dan peran Militer yang begitu kuat

umum dengan alasan bahwa pemilu tidak

mengakar dalam Politik negara tersebut. Secara

digelar secara serentak di seluruh negeri,

historis,

meskipun faktanya ini disebabkan oleh boikot

Monarki absolut pada 1932 menjadi monarki

JURNAL ILMU HI 2015. 1-11

Sejak

berakhirnya

pemerintahan

8

Nadia Sarah Amalia. Dampak Pembatalan Hasil Pemilu 2 Februari 2014 Oleh Mahkamah
Konstitusi Thailand Terhadap Penyelesaian Krisis Politik Thailand.

konstitusional, militer mengambil peran yang

demokrasi Thailand berada pada situasi yang

sangat besar dalam politik Thailand dimana

tidak berkembang. Pola berulangnya kudeta

militer

militer

tidak

hanya

mengurusi

masalah

yang

diikuti

oleh

pemerintahan

pertahanan, tetapi juga dimensi keamanan

sementara dan otoritarian (bahkan hingga tahun

nasional lain yakni stabilitas politik melalui

2014) menekankan rapuhnya demokrasi di

kontrol terhadap aparatur negara yang meliputi

Thailand. Konsolidasi demokrasi di negara

aparat

tersebut

kepolisian

dan

pelayanan

sipil

sulit

berkembang

maju

jika

(Rakson,2010). Dengan pengaruh besar militer

kepercayaan kepada demokrasi dari kelompok

dalam pembuatan kebijakan politik tersebut,

elit militer masih sangat lemah. Pemerintahan

perubahan politik dan pelembagaan politik

sipil yang cenderung koruptif dan lemah,

yang demokratis tentunya tidak bisa dijalankan

kurangnya

dengan baik oleh kelompok-kelompok sipil

hukum yang berujung pada krisis politik dan

atau pun partai politik karena sistem kepartaian

keamanan

di negara Thailand sulit untuk dikatakan

Thailand untuk mengambil sikap dengan dalih

institusional.

melindungi negara.

penghormatan

akan

selalu

atas

penegakan

memaksa

militer

demokrasi

Konsolidasi demokrasi Thailand tidak

konstitusional, Thailand juga menganut sistem

akan berhasil selama elit politik sipil dan militer

pemerintahan

lembaga

serta tentu saja rakyat masih belum bisa

perwakilan dan adanya jaminan kebebasan

bersikap baik terhadap demokrasi di negara itu.

politik bagi warganya atas dasar supremasi

Pondasi pemerintahan yang kuat ditandai

sipil.Namun, terjadinya 14 kali kudeta militer

dengan adanya legitimasi yang kuat dan

(yaitu tahun 1932, 1933, 1947, 1957, 1957,

penghormatan terhadap proses demokratisasi,

1958, 1971, 1976, 1977, 1991, 2006, dan

termasuk penghormatan terhadap konstitusi

2014) menegaskan bahwa pemerintahan sipil

dan institusi politik. Supremasi sipil atas militer

seringkali tidak mampu mengatasi kekerasan

dalam arti adanya pembatasan militer dalam

politik dan cekcok internal pada diri partai-

politik Thailand mutlak dilakukan. Apabila

partai politik (Hawison, 2002:1). Inilah yang

kekuatan

menyebabkan perampasan kekuasaan yang

pengawasan

dilakukan militer untuk mengakhiri sebuah

terpilih secara demokratis, maka lembaga-

pemerintahan sipil dengan alasan memulihkan

lembaga politik demokratis tidak akan mungkin

stabilitas politik dan keamanan negara. Kondisi

bisa berkembang dan bertahan lama. Aktor-

lemahnya kekuatan sipil dan sebaliknya begitu

aktor di dalam militer, harus tunduk terhadap

kuatnya

pejabat-pejabat yang terpilih secara demokratis.

Sebagai

sebuah

melalui

pengaruh

negara

pemilihan

militer

JURNAL ILMU HI 2015. 1-11

ini

membuat

militer
penuh

tidak

berada

pejabat-pejabat

dalam
yang

9

Nadia Sarah Amalia. Dampak Pembatalan Hasil Pemilu 2 Februari 2014 Oleh Mahkamah
Konstitusi Thailand Terhadap Penyelesaian Krisis Politik Thailand.

konsolidasi

dan otoritas sipil. Dan pada akhirnya, setelah

demokrasi di Thailand dalam hal penguatan

Yingluck mendapatkan kudeta oleh Mahkamah

kewenangan penuh sipil atas pihak militer

Konsitusi

sudah seringkali dilakukan, seperti pada Tahun

pergantian kendali pemerintahan ke tangan

1992 hingga 2006, peran militer dalam politik

Wakil PM Niwatthamrong, Panglima tertinggi

telah tereduksi dalam perubahan konstitusi

militer, Jendral Prayuth Chan-Ocha akhrinya

(Hawison, 2002:42). Peran militer yang sentral

memutuskan mengambil alih pemerintahan

telah bergeser ke arah yang lebih tradisionalis

dengan alasan penyelamatan stabilitas negara.

yakni

dan

Konsolidasi demokrasi di Thailand tidak akan

keamanan. Periode tersebut pun dilalui tanpa

berjalan baik juga karena posisi dan peran Raja

adanya

dengan

Bhumibol Adulyadej yang mendukung tindakan

berdasarkan pada Konstitusi Thailand Tahun

kudeta oleh junta militer. Hal ini membuat

1997 yang secara jelas membatasi perwira-

militer memiliki dasar yang kuat

perwira aktif militer dalam menduduki posisi

menerapkan

pemerintahan atau senat. Namun, konsolidasi

pemerintahan otoriter.

Dalam

hanya

sejarahnya,

mengurus

pertahanan

pemerintahan

militer

Thaland

yang

kebijakan

berujung

militeristik

pada

untuk
dan

demokrasi Thailand tidak disertai dengan
komitmen kelompok-kelompok sipil itu sendiri

Kesimpulan
Keputusan

terhadap pilar-pilar demokrasi. Seperti pada

Mahkamah

Konstitusi

masa pemerintahan Thaksin Shinawarta yang

Thailand dalam membatalkan hasil pemilu

dianggap

dominasi kuat

tanggal 2 Februari 2014 menyebabkan gejolak

Thaksin dalam setiap ruang bisnis dan politik di

politik yang besar dalam dinamika politik

Thailand, terjadinya krisis ekonomi, kemudian

Thailand. Puncaknya ketika tanggal 7 Mei

berdampak pada turunnya legitimasi rakyat

2014,

terhadap pemerintahan Thaksin, terutama oleh

mencopot

kelompok

menengah.

Shinawatra dari kursinya beserta 9 anggota

Demikian halnya dengan pemerintahan adik

kabinetnya yang lain. Setelah dicopotnya

Thaksin, yakni Yingluck Shinawathra yang

Yingluck Shinawatra, kursi Perdana Menteri

diangap

Thailand

otoriter

menerbitkan

dimana

masyarakat

koruptif
RUU

kelas

(dengan
Amnesti

berusaha
yang

akan

Mahkamah
Perdana

dilanjutkan

Bongsophaisan.

Konstitusi

Thailand

Menteri

Yingluck

oleh

Namun

Niwatthamrong
Niwatthamrong

melindungi pemulangan Mantan PM Thaksin

Bongsophaisan belum bisa menjalankan roda

ke Thailand), juga mengalami krisis ekonomi

pemerintahan secara efektif, dan akhirnya pada

dan konflik yang tidak terselesaikan dengan

22 Mei 2014 di Thailand kembali terjadi kudeta

oposisi, semakin melemahkan pemerintahan

oleh pihak Militer. Kudeta ini juga mengangkat

JURNAL ILMU HI 2015. 1-11

Nadia Sarah Amalia. Dampak Pembatalan Hasil Pemilu 2 Februari 2014 Oleh Mahkamah
Konstitusi Thailand Terhadap Penyelesaian Krisis Politik Thailand.

Panglima militer Thailand, Prayuth Chan-ocha

10

Daftar Pustaka

sebagai Perdana Menteri sementara Thailand

Buku

Prayuth

Habermas, Jurgen. 1975. Legitimation Crisis.
NewYork: Beacon Press.
Hawison, Kevin. 2002. Political Change In
Thailand. New York: Routledge.
Huntington, Samuel P. 1957. The Soldier and
The State: The Theory and Politics
Civil-military Relations. Cambridge:
Harvard University Press.
Huntington, Samuel P. 1983. Tertib Politik
dalam Masyarakat yang Sedang
Berubah. Jakarta: CV. Rajawali.
Huntington, Samuel P. 1995. Gelombang
Demokratisasi Ketiga. Jakarta: Grafiti.
Nordlinger, Eric A. 1994. Militer Dalam
Politik, Jakarta: Rineka Cipta.
The Liang Gie. 1984. Ilmu Politik: Suatu
Pembahasan
tentang
Pengertian,
Kedudukan
dan
Metodologi.
Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Jurnal dan Working Paper

resmi

Chan-ocha
dari

menerima

penunjukan

untuk

menjalankan

kerajaan

pemerintahan.
Rezim hasil kudeta itu menerapkan
kontrol yang ketat terhadap aktivitas publik.
Rezim junta militer Thailand tidak hanya
berhenti pada pemblokiran media, namun
berlanjut sampai pembubaran parlemen dan
membentuk sendiri badan legislatif. Langkah
militer ini makin mendapatkan kecaman dari
dunia internasional dan kudeta militer ini dinilai
sebagai langkah melanggar hak asasi manusia
yang mencederai demokrasi.
Meskipun militer dan pemerintah
mengerahkan diri melalui gagasan kontribusi
konsolidasi

demokrasi

untuk

menghindari

kekerasan lebih lanjut dan hilangnya nyawa,
masih sulit untuk menjembatani kesenjangan
antara pendukung Yingluck dan pemerintah
Thailand. Negara bergerak menuju skenario
terburuk

dengan

kasus

kekerasan

yang

berkepanjangan, stabilitas keseluruhan sistem
politik Thailand saat ini telah berada di tingkat

Nugroho, Kris. “Konsolidasi Demokrasi”,
Jurnal Masyarakat dan Kebudayaan
Volume 14, Nomor 2:25-34
Politik.
2010. Surabaya. Universitas Airlangga.
Rakson, Katsamaporn. ”The influence of the
military in Thai politics since the
1990s”. Working Paper No.166. 2010.
Deakin University. Australia.

rendah pasca kudeta. Masih perlu perlu waktu
dan

kesabaran

serta

kerja

militer

sama

antara

untuk

dapat

pemerintah

dan

menciptakan

resolusi konflik politik

demokrasi yang stabil pada saat ini.

dan

Surat Kabar
Jawa Pos. Sabtu, 22 Maret 2014. Pemilu
Thailand Tidak Sah.
Jawa Pos. Jum’at, 9 Mei 2014. Nasib Yingluck
Kian Terpuruk.
Koran Sindo. 2014. Konflik Politik Thailand Mahkamah Konstitusi Anulir Pemilu.
http://m.koranDiakses
dari:
sindo.com/node/376818 [15 April 2014].

JURNAL ILMU HI 2015. 1-11

Nadia Sarah Amalia. Dampak Pembatalan Hasil Pemilu 2 Februari 2014 Oleh Mahkamah
Konstitusi Thailand Terhadap Penyelesaian Krisis Politik Thailand.

Koran Sindo. 2014. Thailand Gelar Pemilu
Senat - Nasib Yingluck Ditentukan Hari
Ini.
Diakses
dari:
http://koransindo.com/node/378816 [15 April 2014].

Internet
BBC Indonesia. 2014. Kudeta Militer di
Thailand.
Diakses
dari
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/20
14/05/140522_thailand_darurat
[3
Agustus 2014].
DW. 2014. Kudeta Pengadilan Atas Yingluck.
Diakses dari http://www.dw.de/kudetapengadilan-atas-yingluck/a-17617133 [3
Agustus 2014 ].
Iran Indonesian Radio. 2014. Gejolak Politik
dan Ancaman Disintegrasi di Thailand.
Diakses
dari:
http://indonesian.ws.irib.ir/editorial/fokus
/item/78557Gejolak_Politik_dan_Ancaman_Disintegr
asi__di_Thailand [17 April 2014 ].
The Wall Street Journal. 2014. Mahkamah
Thailand Batalkan Hasil Pemilu.
Diakses
dari:
http://indo.wsj.com/posts/2014/03/21/ma
hkamah-thailand-batalkan-hasil-pemilu/
[15 April 2014 ].
The New York Times. 2013. Thomas Fuller
“Protests Continue in Thailand After
Election Is Set”. Diakses dari:
http://www.nytimes.com/2013/12/10/wo
rld/asia/thailand-protests.html?_r=0 [18
Mei 2014].

JURNAL ILMU HI 2015. 1-11

11