Swelling Power dan Kelarutan

15 puncaknya 790 BU. Hal ini disebabkan selama pendinginan viskositas pasta sukun meningkat karena tingginya kecenderungan fraksi amilosa untuk mengalami retrogradasi Rincón Padilla 2004.

b. Swelling Power dan Kelarutan

Kemampuan granula pati untuk mengembang dapat ditentukan dari viskositas puncak pasta pada saat mengalami pemanasan ataupun dari pengukuran swelling volume atau swelling power. Swelling volume adalah perbandingan volume pasta pati terhadap berat keringnya Collado et al. 2001. Sementara swelling power didefinisikan sebagai perbandingan antara berat sedimen pasta pati dengan berat kering pati yang dapat membentuk pasta Wattanachant et al. 2002b. Pada umumnya pati dengan swelling power atau swelling volume yang tinggi mempunyai kelarutan pasta pati yang tinggi pula. Kim et al. 1996 melaporkan bahwa pati kentang yang memiliki swelling power lebih tinggi dibanding pati kacang-kacangan navy bean dan pinto bean memiliki kelarutan yang lebih tinggi pula. Swelling power dari pati sukun semakin meningkat dengan peningkatan suhu Tabel 5. Fenomena ini terutama terjadi pada peningkatan suhu dari 70 °C ke 80 °C. Swelling power berhubungan dengan ikatan asosiatif di antara granula pati. Karakter dan kekuatan jaringan misel pada granula pati berhubungan dengan kandungan amilosa dalam pati tersebut dimana kadar amilosa yang rendah akan menghasilkan swelling power yang lebih besar Rincón Padilla 2004. Tabel 5 Swelling power dan kelarutan tepung sukun pada berbagai suhu Suhu °C Swelling power g100 g amilosa Kelarutan g100 g bk 60 35.7 ± 0.11 2.31 ± 0.17 70 46.9 ± 0.35 2.75 ± 0.26 80 144.9 ± 0.12 5.28 ± 0.24 90 238.1 ± 2.17 8.93 ± 2.8 Sumber: Rincón dan Padilla 2004 16 Keterkaitan antara swelling power dan kelarutan berhubungan dengan kemudahan molekul air untuk berinteraksi dengan molekul dalam granula pati dan menggantikan interaksi hidrogen antar molekul, sehingga granula akan lebih mudah menyerap air dan memiliki pengembangan tinggi. Muhamed et al. 2008 menyatakan bahwa pengembangan granula terjadi ketika granula dipanaskan bersama air dan ikatan hidrogen yang menstabilkan struktur heliks ganda dalam kristal terputus dan digantikan oleh ikatan hidrogen dengan air. Adanya pengembangan tersebut akan menekan granula dari dalam, sehingga granula akan pecah dan molekul pati terutama amilosa akan keluar. Sebagai akibat dari peristiwa swelling akan terjadi peningkatan kelarutan, dimana kelarutan tertinggi terjadi pada suhu 90 °C. Peningkatan kelarutan ini disebabkan oleh adanya molekul amilosa terlarut yang bocor dan keluar dari granula pati yang mengalami swelling Rincón Padilla 2004. Semakin banyak molekul amilosa yang keluar dari granula pati maka kelarutan akan semakin tinggi. Oleh karena itu, pati dengan kandungan amilosa tinggi pada umumnya akan memiliki kelarutan yang tinggi pula. Namun demikian tidak selamanya kandungan amilosa berbanding lurus dengan kelarutan. Keberadaan kompleks antara amilosa dengan lipid, seperti pada pati kacang-kacangan, dapat mengurangi kelarutan amilosa Kim et al. 1996. Tepung Beras Tepung beras diperoleh dari hasil penggilingan beras, baik dengan cara kering maupun cara basah. Tepung beras dapat dihasilkan dari berbagai varietas beras. Tepung beras yang diproduksi dari beras dengan varietas berbeda akan menghasilkan tepung beras yang berbeda pula terutama dalam kandungan protein, lemak, pati dan rasio amilosa dengan amilopektin. Perbedaan komposisi kimia beras turut menentukan keragaman sifat fisiko-kimia tepung beras Luh Liu 1980. Komposisi kimia dari tepung beras dapat dilihat pada Tabel 6. 17 Tabel 6 Komposisi kimia tepung beras Komposisi Jumlah per 100 gram Air g 11.90 Abu g 0.63 Protein g 5.95 Lemak g 1.39 Karbohidrat g 80.38 Serat pangan g 2.40 Sumber: USDA SR-21 2008 Dalam teknologi pengolahan pangan modern, tepung beras digunakan antara lain untuk mengontrol viskositas, memisahkan adonan dengan adonan lain, mengatur tingkat pencoklatan, memudahkan pengeluaran produk dari cetakan serta memperbaiki kerenyahan. Di Asia, beras terutama dikonsumsi dalam bentuk bihun selain ditanak menjadi nasi Juliano Sakurai 1985. Beras tidak memiliki kandungan gluten yang dibutuhkan untuk membentuk adonan yang viskoelastis, sehingga umumnya dalam pembuatan bihun beras dilakukan pragelatinisasi terhadap tepung beras agar dapat berfungsi sebagai pengikat binder bagi adonan. Derajat pragelatinisasi tepung beras berperan penting dalam membentuk tekstur bihun. Komponen yang berperan dalam membentuk matriks gel dan struktur bihun adalah amilosa Hormdok Noomhorm 2007. Bihun beras yang baik dapat dihasilkan dari beras berkadar amilosa sedang hingga tinggi 22. Beberapa penelitian terhadap tepung atau pati beras sebagai bahan baku ataupun bahan pembantu pada proses produksi miebihun telah banyak dilakukan. Sandhu et al. 2010 dalam studinya melaporkan bahwa pencampuran pati kentang dengan pati beras sangat mempengaruhi karakteristik sensori dan kualitas pemasakan bihun. Dinyatakan lebih lanjut bahwa penggunaan pati beras sebagai bahan pensubstitusi parsial terhadap pati kentang dalam proses pembuatan bihun berbahan dasar pati kentang dapat meningkatkan ketahanan bihun terhadap panas. Hasil penelitian lain melaporkan bahwa bihun yang diproduksi dari beras dan disubstitusi parsial oleh pati jagung akan menghasilkan bihun dengan nilai kekerasan yang lebih rendah dan tingkat kelicinan slipperiness serta transparansi bihun yang lebih tinggi Wang et al. 2000. 18 Penggunaan tepung beras lebih dari 10 dalam suatu produk pangan memerlukan perhatian terhadap karakteristik tepung beras tersebut. Bean 1986 di dalam Munarso 1998 menyebutkan bahwa rasio amilosa – amilopektin dan suhu gelatinisasi merupakan faktor utama yang menentukan kesesuaian tepung beras dengan spesifikasi produk yang dikehendaki. Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dapat dikelompokkan dalam empat kelas Juliano Sakurai 1985. Tabel 7 menyajikan kisaran kadar amilosa dan suhu gelatinisasi dari setiap kelas beras. Suhu gelatinisasi diukur sebagai suhu titik akhir birefringence birefringence end point temperature = BEPT, yaitu suhu dimana 95 – 98 sifat birefringence telah hilang ketika pati dipanaskan dalam air dan diamati dengan mikroskop polarisasi Bean 1986 di dalam Munarso 1998. Tabel 7 Klasifikasi beras berdasarkan kandungan amilosanya Kelas Kadar amilosa BEPT °C Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi 2 – 9 9 – 20 20 – 25 25 – 33 - 55 – 69.5 70 – 74 74.5 - 79 Sumber: Juliano dan Sakurai 1985 Berdasarkan analisis menggunakan instrumen Brabender Amylograph, tepung beras menghasilkan profil gelatinisasi yang sangat dipengaruhi oleh kandungan amilosanya. Kurva amilograf dari tepung beras dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Profil gelatinisasi tepung beras dengan kadar amilosa tinggi dan sedang Wang et al. 2000 Waktu menit Viskositas RVU Amilosa tinggi 23.5 Amilosa sedang 19-23.5 19 Profil gelatinisasi yang dihasilkan oleh beras berkadar amilosa tinggi dan sedang menunjukkan pola yang serupa. Beras dengan kandungan amilosa tinggi memiliki nilai viskositas yang lebih tinggi dibandingkan beras berkadar amilosa sedang. Pada saat suhu dipertahankan pada 95 °C, pati beras mengalami penurunan viskositas yang menunjukkan ketahanan panas dari pati tersebut tidak terlalu baik. Tetapi pada saat dilakukan pendinginan, viskositas pati beras mengalami peningkatan yang menunjukkan kecenderungan yang tinggi dari pati tersebut untuk beretrogradasi. Retrogradasi merupakan karakteristik pati yang sangat penting terutama dalam aplikasinya pada produk bihun, karena berkaitan dengan kemampuan pati tersebut untuk membentuk struktur untaian bihun yang tidak rapuh. Evaluasi Pati Sebagai Bahan Baku Bihun Sifat fisiko-kimia pati akan sangat mempengaruhi sifat fungsionalnya. Dalam pembuatan bihun berbahan baku pati dibutuhkan pati dengan sifat fungsional tertentu agar bihun yang dihasilkan memiliki karakteristik yang baik. Sifat fungsional pati sebagai bahan baku tersebut terutama berkaitan dengan pembentukan adonan dan tekstur bihun yang dihasilkan. Pati yang ideal digunakan sebagai bahan baku bihun adalah pati dengan kandungan amilosa tinggi, pembengkakan granula dan kelarutan terbatas serta memiliki profil gelatinisasi tipe C Lii Chang 1981. Pati dengan kandungan amilosa tinggi cenderung mudah mengalami retrogradasi dan menghasilkan pasta dengan penampakan lebih opaque seperti halnya pati beras dan pati jagung Wattanachant et al. 2002a. Kecepatan pati untuk mengalami retrogradasi dibutuhkan dalam pembentukan struktur bihun pada saat bihun mengalami pendinginan. Retrogradasi pati akan menentukan tingkat kekerasan dan penampakan bihun atau soun starch noodle. Menurut Kim et al. 1996, soun yang diproduksi dari bahan baku pati dengan kandungan amilosa tinggi memiliki kekerasan yang lebih tinggi namun transparansinya lebih rendah bila dibandingkan dengan soun yang diproduksi dari pati dengan kandungan amilosa lebih rendah. Pada tingkat tertentu 20 kekerasan bihun atau soun dibutuhkan untuk memperoleh soun dengan tekstur tegar, sehingga dapat memberikan mouthfeel yang disukai ketika dikonsumsi. Selain mempengaruhi tingkat kekerasan dan transparansi, kandungan amilosa pati mempengaruhi kelengketan serta susut masak dan pengembangan bihun atau soun kering pada saat dimasak direhidrasi. Kim et al. 1996 menyatakan bahwa pati dengan swelling power dan kandungan amilosa yang tinggi tidak selalu menghasilkan soun dengan susut masak yang tinggi pula. Kompleks antara lemak dengan amilosa diduga dapat menurunkan susut masak soun yang dihasilkan. Lebih lanjut Kim et al. 1996 menjelaskan bahwa pati dengan kandungan amilosa tinggi dan ukuran granula kecil akan menghasilkan soun dengan tingkat pengembangan dan susut masak yang lebih rendah bila dibandingkan dengan soun dari pati dengan kandungan amilosa rendah dan granula besar. Kim et al. 1996 memaparkan hubungan antara profil gelatinisasi dengan karakteristik soun yang dihasilkan. Soun yang berasal dari pati kacang-kacangan dengan profil gelatinisasi tipe C memiliki susut masak dan kelengketan yang rendah namun kekerasannya lebih tinggi bila dibandingkan dengan soun yang dihasilkan dari pati dengan profil gelatinisasi tipe A. Pati dengan profil gelatinisasi tipe C cenderung lebih stabil terhadap pemanasan, sehingga keluarnya padatan dari soun yang diproduksi dengan bahan dasar pati tersebut dapat ditekan dan soun memiliki tingkat kelengketan yang rendah. Pati sukun memiliki kandungan amilosa rendah 11-20, Prabawati Suismono 2009, swelling power dan kelarutan tinggi Rincón Padilla 2004, viskositas yang cenderung meningkat selama pemanasan dan holding time serta kecenderungan untuk mengalami retrogradasi setelah didinginkan Akanbi et al. 2009. Bila dibandingkan dengan syarat pati ideal untuk bahan baku bihun, maka pati sukun potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku bihun. Hidrokoloid Dalam Bahan Pangan dan Pengaruh Penambahan Garam Hidrokoloid memiliki peranan penting dalam mengendalikan karakteristik reologi, seperti viskositas ataupun elastisitas, pada produk pangan padat maupun 21 cair. Fungsi hidrokoloid ini sangat erat berhubungan dengan karakteristik organoleptik, tekstur dan pelepasan flavor pada produk. Dalam produk pangan berbahan dasar pati seperti bihun, penambahan hidrokoloid diperlukan untuk mengontrol karakteristik reologi dan memodifikasi tekstur. Telah banyak penelitian yang dilakukan dengan menggunakan sistem pati aqueous sebagai model percobaan untuk menggali fungsi dan manfaat potensial dari hidrokoloid. Glicksman 1982 menyatakan bahwa hidrokoloid dapat mengontrol karakteristik reologi dan tekstural dari bahan pangan, meningkatkan penyerapan air dan menjaga kualitas produk secara keseluruhan selama penyimpanan. Studi lain melaporkan bahwa penambahan hidrokoloid dapat memperbaiki atau memodifikasi karakteristik gelatinisasi dan retrogradasi pati Funami et al. 2005b, Yoshimura et al. 1996, meningkatkan kapasitas pengikatan air Yoshimura et al. 1998, dan stabilitas terhadap freeze-thaw dari sistem pati aqueous Lee et al. 2002. Funami et al. 2005a menyatakan bahwa galaktomanan guar gum, tara gum, locus bean gum memiliki pengaruh besar terhadap karakteristik gelatinisasi dan retrogradasi dari pati gandum. Hidrokoloid tersebut mampu menghambat retrogradasi pati dan meningkatkan kapasitas pengikatan air. Dua jenis hidrokoloid yang akan digunakan dan dilihat pengaruhnya terhadap karakteristik bihun yang dihasilkan adalah guar gum dan tepung iles-iles sebagai preparat glukomanan.

a. Guar Gum