Uji Sensitivitas Model Kesimpulan

2. Luas lahan permukiman di Kecamatan Tarakan Barat, Tarakan Timur, Tarakan Tengah dan Tarakan Utara masing-masing adalah 414 ha, 328 ha, 397 ha, dan 237 ha Citra Satelit Landsat TM 05 tahun 2008. 3. Luas lahan hutan di Kecamatan Tarakan Barat, Tarakan Timur, Tarakan Tengah dan Tarakan Utara masing-masing adalah 448 ha, 2516 ha, 3652 ha, dan 7861 ha Citra Satelit Landsat TM 05 tahun 2008. 4. Luas lahan tegakanlading di Kecamatan Tarakan Barat, Tarakan Timur, Tarakan Tengah dan Tarakan Utara masing-masing adalah 1396 ha, 2688 ha, 1505 ha dan 2557 ha Citra Satelit Landsat TM 05 tahun 2008. 5. Luas lahan tambak di Kecamatan Tarakan Barat, Tarakan Timur, Tarakan Tengah dan Tarakan Utara masing-masing adalah 531 ha, 269 ha, 0 ha dan 281 ha. 6. Koefisien run off eksisting sebagai batas atas pada lahan permukiman, tegalan, hutan dan tambak masing-masing adalah 0,75, 0,35, 0,4 dan 0,7. Sedangkan pada batas bawah adalah 0,3, 0,2, 0,2 dan 0,2. 7. Curah hujan rata-rata tahunan Kota Tarakan adalah 3705,65 mmthn. 8. Evaporasi rata-rata tahunan Kota Tarakan adalah 1700 mmthn. 9. Biaya sumur resapan sebesar Rp500.000,00ha, reboisasi sebesar Rp1.500.000,00ha, terasering Rp1.000.000,00ha dan intensifikasi tambak Rp5.000.000,00ha. 10. Biaya uprating IPA PDAM sebesar Rp.1.159,5m 3 , biaya pemasangan IPAB Mikro Rp643,00m 3 . 11. Asumsi pemakaian air tanah dari imbuhan air tanah adalah 40, dan sebanyak 30 air tanah tidak bisa dimanfaatkan karena pencemaran dan intrusi air laut. 12. Ketersediaan air bersih terdiri atas ketersediaan air bersih dari imbuhan air tanah alami dan pelayanan perpipaan PDAM. 90 Gambar 37 Diagram alir sub model ketersediaan air bersih

7.4 Simulasi Model Penyediaan Air Bersih Kecamatan Tarakan Barat

7.4.1 Kondisi Eksisting Kecamatan Tarakan Barat

Proyeksi kebutuhan air bersih berdasarkan jumlah penduduk, hotel dan industri pada Kecamatan Tarakan Barat dapat dilihat pada Tabel 19. Pada awal tahun 2001, jumlah penduduk, hotel dan jumlah industri di Kecamatan Tarakan Barat masing-masing tercatat 41.302 jiwa, 10 buah hotel dan 139 unit industri. Jumlah kebutuhan air bersih per tahun masing-masing sektor tersebut yaitu 2.261.284,5 m 3 , 182.500 m 3 dan 5.073.500 m 3 . Analisis dilakukan selama 30 tahun dari 2001-2030, sehingga diproyeksikan jumlah penduduk, hotel dan industri masing-masing menjadi 502.735 jiwa, 18 hotel dan 185 unit industri. Dengan demikian, jumlah kebutuhan air bersih pada tahun 2030 menjadi 27.524.766,7 m 3 untuk kebutuhan penduduk, 324.091,66 m 3 untuk kebutuhan hotel dan 6.770.605,42 m 3 untuk kebutuhan industri. Tabel 19 Proyeksi jumlah penduduk jiwa, hotel dan industri unit serta kebutuhan air bersih di Tarakan Barat m 3 Berdasarkan hasil analisis sub model ketersediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Barat, pada tahun 2001, ketersediaan air bersih sebesar 35.987.520 m 3 . Ketersediaan ini terus menurun, sehingga pada akhir simulasi, tahun 2030, proyeksi ketersediaan air bersih menjadi 14.330.735 m 3 . Ketersediaan dan neraca air bersih di Kecamatan Tarakan Barat dapat dilihat pada Tabel 20. Tingginya tingkat kebutuhan air bersih di kecamatan Tarakan Barat menyebabkan terjadinya kekurangan air bersih dimulai pada tahun 2017 dan pada akhir tahun simulasi kekurangan air bersih sebesar 20.288.729 m 3 . Tabel 20 Ketersediaan dan neraca air bersih Tarakan Barat m 3 Ketersediaan air bersih Kota Tarakan didapatkan dari imbuhan air tanah sehingga menjadi ketersediaan alami, dan layanan perpipaan PDAM. Imbuhan air tanah yang dimaksud pada penelitian ini adalah imbuhan air tanah yang berasal dari curah hujan saja, dan belum memperhitungkan imbuh air tanah yang berasal dari aliran air tanah dari satuan hidrologi didekatnya. Salah satu cara meningkatkan imbuhan air tanah adalah meningkatkan imbuhan air tanah dengan cara mengurangi bagian hujan yag menjadi run off. Imbuhan air tanah yang cenderung terus menurun menunjukkan komposisi luasan lahan hutan, tegakan, pemukiman dan tambak yang kurang baik. Hal ini menyebabkan koefisien run off di Kecamatan Tarakan Barat menjadi lebih tinggi 0,501, sehingga aliran limpasan menjadi tinggi. Tingginya aliran limpasan menyebabkan imbuhan air tanah menurun sehingga cadangan air tanah menjadi menurun. Proyeksi kebutuhan dan ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Barat dapat dilihat pada Gambar 38. Gambar 38 Kebutuhan dan ketersediaan air bersih Tarakan Barat m 3 Pada Gambar 38 dapat dilihat bahwa Kecamatan Tarakan Barat sangat berpotensi mengalami krisis air bersih. Hal ini ditunjukkan dengan semakin menurunnya ketersediaan air bersih supply dan meningkatnya kebutuhan air bersih. Tingginya kekurangan air bersih pada tahun 2030 yaitu sebesar 20.288.729 m 3 , membutuhkan perhatian yang serius, Untuk itu perlu diterapkan kebijakan penghematan air sesegera mungkin. Penerapan kebijakan konservasi air bersih melalui pembuatan sumur resapan di daerah permukiman, reboisasi di lahan hutan, terasering di lahan ladingtegakan dan pembuatan tambak sistem intensif, merupakan langkah yang perlu diambil oleh stakeholder Kota Tarakan sehingga krisis air di Tarakan Barat dapat dihindari. Produktifitas layanan PDAM di Tarakan Barat juga perlu ditingkatkan. Hal ini sangat berpengaruh, karena rendahnya layanan air bersih perpipaan menyebabkan masyarakat dan industi menggunakan air tanah sebagai sumber air bersih. Akibat penambangan air tanah yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya penurunan muka air tanah mengakibatkan intrusi air laut. Selain itu juga dapat menyebabkan penurunan muka tanah.

7.4.2 Simulasi Skenario Model Penyediaan Air Bersih Tarakan Barat

Upaya peningkatan ketersediaan air bersih di Tarakan Barat dilakukan dengan menggunakan beberapa skenario yaitu skenario satu, dua dan tiga, seperti tersaji pada Tabel 21. Tabel 21. Skenario penyediaan air bersih Tarakan Barat Variabel Peubah Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Kebijakan Perilaku Hemat Air a. Penduduk b. Hotel c. Industri 10 10 10 10 10 10 Kebijakan untuk Konservasi Air Bersih a. Sumur resapan b. Reboisasi c. Terasering d. Tambak intensif 5 5 2 10 5 2 10 10 3 Kebijakan Peningkatan Layanan Perpipaan a. Jumlah penduduk terlayani Kondisi eksisting 60 80 Proyeksi kebutuhan air bersih Kecamatan Tarakan Barat dapat dilihat pada Gambar 39. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kebutuhan air bersih skenario satu sama dengan kondisi eksisting yaitu sebesar 7.517.284,5 m 3 pada tahun 2001 dan terus meningkat menjadi 34.619.463,7 m 3 pada tahun 2030. Pada skenario dua dan tiga, kebutuhan air bersih tahun 2001 sebesar 7.517.284,5 m 3 , terus meningkat tiap tahunnya. Seiiring diberlakukannya kebijakan hemat air pada tahun 2013, dimana kebutuhan air bersih penduduk, hotel dan industri dikurangi masing-masing 10, maka terjadi pengurangan kebutuhan air bersih pada tahun 2013 yang tadinya 12.942.855,9 m 3 menjadi 11.648.570,3 m 3 . Sehingga pada skenario dua dan tiga, pada akhir simulasi 2030 kebutuhan air bersih menjadi 31.157.517,4 m 3 . Gambar 39 Proyeksi Kebutuhan air bersih Tarakan Barat m 3 Proyeksi ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Barat dapat dilihat pada Gambar 40. Hasil simulasi menunjukkan apabila diterapkan variabel skenario satu, dua dan tiga dimulai pada tahun 2013, maka terlihat peningkatan ketersediaan air bersih dari kondisi eksisting supply menjadi kondisi suplai_1, suplai_2 dan suplai_3. Sehingga pada tahun 2030 ketersediaan air bersih sebesar 14.330.735 m 3 bertambah menjadi 29.406.707 m 3 pada skenario satu, 42.783.240,1 m 3 pada skenario dua dan 51.666.411,9 m 3 pada skenario tiga. Peningkatan ketersediaan air bersih ini akibat dari kebijakan konservasi untuk meningkatkan imbuhan air tanah dan kebijakan peningkatan kapasitas layanan PDAM. Pada skenario satu, ketersediaan air bersih bertambah akibat adanya pembuatan sumur resapan sebesar 5 lahan permukiman per tahun, reboisasi sebesar 5 lahan hutan per tahun dan terasering 2 lahan tegakan per tahun. Ketersediaan air bersih skenario dua lebih tinggi dari skenario satu karena pembuatan sumur resapan lebih banyak dari skenario satu yaitu sebesar 10 lahan permukiman per tahun. Sedangkan skenario tiga menghasilkan ketersediaan air yang lebih tinggi lagi, karena pembuatan sumur resapan sebesar 10 lahan permukiman per tahun, reboisasi ditingkatkan menjadi 10 lahan hutan per tahun dan terasering sebesar 3 lahan tegakan per tahun. Gambar 40 Simulasi ketersediaan air bersih di Tarakan Barat m 3 Peningkatan ketersediaan air bersih ini membutuhkan biaya konservasi dan biaya peningkatan kapasitas layanan PDAM. Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan Kecamatan Tarakan Barat dapat dilihat pada Tabel 22. Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan pada skenario satu, pada awal tahun kebijakan konservasi 2013 yaitu sebesar Rp10.350.000,00 dan diakhir tahun simulasi 2030 membutuhkan biaya sebesar Rp175.950.000,00. Pembuatan sumur resapan pada skenario dua dan tiga membutuhkan biaya sebesar Rp20.700.000,00 pada awal tahun kebijakan konservasi 2013 dan Rp315.900.000,00 pada akhir tahun simulasi 2030. Tabel 22 Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan di Tarakan Barat Rp. Kebutuhan biaya reboisasi pada lahan hutan Kecamatan Tarakan Barat dapat dilihat pada Tabel 23. Kebutuhan biaya reboisasi pada skenario satu dan dua, pada awal tahun kebijakan konservasi 2013 yaitu sebesar Rp.33.600.000,- dan diakhir tahun simulasi 2030 membutuhkan biaya sebesar Rp.571.200.000,- . Reboisasi pada skenario tiga membutuhkan biaya sebesar Rp.67.200.000,- pada awal tahun kebijakan konservasi 2013 dan Rp.1.142.400.000,- pada akhir tahun simulasi 2030. Kebutuhan biaya terasering pada lahan tegakanladang Kecamatan Tarakan Barat dapat dilihat pada Tabel 24. Kebutuhan biaya reboisasi pada skenario satu dan dua, pada awal tahun kebijakan konservasi 2013 yaitu sebesar Rp.27.920.000,,- dan diakhir tahun simulasi 2030 membutuhkan biaya sebesar Rp.474.640.000,-. Terasering pada skenario tiga membutuhkan biaya sebesar Rp.41.880.000,- pada awal tahun kebijakan konservasi 2013 dan Rp.711.960.000,- pada akhir tahun simulasi 2030. Konservasi lahan tambak melalui pembuatan tambak intensif diasumsikan untuk tidak dilakukan 0. Hal ini karena biaya pembuatan tambak intensif yang sangat tinggi, sehingga membutuhkan biaya yang sangat besar. Sehingga dalam meningkatkan ketersediaan air bersih kecamatan Tarakan Barat tidak melakukan pembuatan tambak intensif. Tabel 23 Kebutuhan biaya reboisasi Tarakan Barat Rp. Tabel 24 Kebutuhan biaya terasering Kecamatan Tarakan Barat Rp. Kebijakan lain yang dilakukan dalam meningkatkan ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Barat adalah peningkatan kapasitas pelayanan perpipaan. Kebijakan ini khusus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat domestic. Peningkatan kapasitas layanan PDAM dilakukan pada skenario dua dan tiga, sebesar masing-masing 60 penduduk terlayani dan 80 penduduk terlayani. Pada skenario satu, diasumsikan tidak dilakukan peningkatan kapasitas layanan perpipaan. Proyeksi peningkatan kapasitas layanan perpipaan dapat dilihat pada Gambar 41. Ketersedian air bersih melalui layanan perpipaan PDAM pada skenario satu konstan sebesar 5.987.520 m 3 sepanjang tahun simulasi. Sedangkan pada skenario dua, supaya 60 penduduk mendapatkan pelayanan perpipaan, maka produksi PDAM harus bertambah dimulai pada tahun 2020 menjadi 6.278.449,81 m 3 dan pada tahun 2030 menjadi 14.863.374 m 3 . Pada skenario tiga, supaya 80 penduduk mendapatkan pelayanan perpipaan, maka produksi PDAM harus bertambah dimulai pada tahun 2017 menjadi 6.464.153,63 m 3 dan pada tahun 2030 menjadi 19.817.832 m 3 . Gambar 41 Peningkatan layanan perpipaan Tarakan Barat Untuk meningkatkan layanan perpipaan PDAM, dilakukan 2 dua alternatif kegiatan peningkatan kapasitas layanan. Alternatif pertama yaitu meningkatkan kapasitas IPA PDAM eksisting melalui uprating IPA, sedangkan alternatif kedua yaitu membangun Instalasi Pengolahan Air Bersih Mikro IPAB Mikro di lokasi dekat permukiman dan sumber sumber air permukaan. Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas layanan perpipaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 25 dan Tabel 26. Pada skenario satu, tidak dilakukan peningkatan kapasitas IPA PDAM, sehingga tidak ada biaya peningkatan kapasitas. Pada skenario dua, kapasitas layanan PDAM ditingkatkan sehingga mampu melayani 60 kebutuhan air bersih penduduk domestic, dibutuhkan biaya uprating mulai tahun 2020 sebesar Rp337.333.109,95 dan diakhir tahun simulasi 2030 membutuhkan biaya sebesar Rp10.291.552.716,77. Biaya peningkatan kapasitas IPAuprating PDAM pada skenario tiga sehingga kapasitas layanan mampu melayani 80 kebutuhan air bersih penduduk sesuai MDG’s yaitu sebesar Rp552.656.690,91 pada tahun 2017 dan Rp16.036.246.769,03 pada tahun 2030. Tabel 25 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui uprating IPA PDAM di Tarakan Barat Rp. Pada Tabel 26, kebutuhan biaya peningkatan kapasitas layanan dengan cara pembangunan IPAB Mikro, didapatkan kebutuhan biaya untuk melayani 60 kebutuhan air bersih penduduk skenario dua sebesar Rp187.067.865,20 pada tahun 2020 sebanyak 2 unit dan Rp5.707.174.124,09 pada tahun 2030 dengan total 57 unit terpasang. Sedangkan untuk melayani 80 kebutuhan air bersih penduduk menggunakan IPAB Mikro, dibutuhkan biaya sebesar Rp306.475.422,39 pada tahun 2017 sebanyak 3 unit dan Rp8.892.890.618,79 pada tahun 2030 dengan total 89 unit terpasang. Tabel 26 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui IPAB Mikro di Tarakan Barat Rp. Hasil akhir dari model penyediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Barat adalah neraca air bersih seperti pada Gambar 42 dan Indeks Ketersediaan Air Bersih IKA pada Tabel 27. Neraca air bersih menunjukkan sisa ketersediaan air bersih dari imbuhan air tanah dan pelayanan perpipaan. Kondisi yang diharapkan adalah terjadinya surplus air bersih sepanjang tahun. IKA menunjukkan perbandingan ketersediaan terhadap kebutuhan air bersih, kondisi yang diharapkan adalah ≥ 1. Gambar 42 Neraca air bersih Tarakan Barat Pada Tabel 27, terjadi pengurangan air bersih sepanjang tahun pada kondisi eksisting dan pada tahun 2017 terjadi krisis air bersih, sehingga pada tahun 2030 terjadi kekurangan air bersih defisit sebesar 20.288.729 m 3 . Begitu pula halnya dengan neraca air skenario satu, akan terjadi krisis air bersih pada tahun 2019 dan masih terjadi defisit air bersih pada tahun 2030 sebesar 5.212.756,7 m 3 . Berbeda halnya pada skenario dua dan tiga, terjadi peningkatan air bersih yang cukup baik. Simulasi neraca air skenario dua, menunjukkan peningkatan yang baik dimulai dari tahun 2017 sehingga pada tahun 2030 masih terdapat kelebihan air bersih surplus sebesar 11.625.722,8 m 3 . Sedangkan pada simulasi skenario tiga, peningkatan air bersih juga terjadi sejak tahun 2017 sehingga masih terdapat surplus air bersih sebesar 20.508.894,5 m 3 . Tabel 27 Neraca air bersih Tarakan Barat m 3 Pada Tabel 28, nilai IKA kondisi eksisting, skenario satu, dua dan tiga terus mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya kebutuhan air bersih. Hasil simulasi IKA pada akhir tahun simulasi 2030 pada kondisi eksisting, skenario satu, dua dan tiga, masing-masing sebesar 0,414, 0,849, 1,37 dan 1,66. Hasil ini menunjukkan bahwa pada kondisi eksisting di tahun 2030 ketersediaan air bersih hanya mampu memenuhi 41,4 kebutuhan air bersih. Ketersediaan air menggunakan simulasi skenario satu hanya mampu melayani 84,9 kebutuhan air bersih. Ketersediaan air menggunakan simulasi skenario dua mampu melayani 100 kebutuhan air bersih dan masih surplus sebesar 37 dari kebutuhan air bersih, dan ketersediaan air menggunakan simulasi skenario tiga mampu melayani 100 kebutuhan air bersih dan masih surplus sebesar 66 dari kebutuhan air bersih. Tabel 28 Indeks Ketersediaan Air Bersih IKA Tarakan Barat

7.5 Simulasi Model Penyediaan Air Bersih Kecamatan Tarakan Timur

7.5.1 Kondisi Eksisting Kecamatan Tarakan Timur

Proyeksi jumlah penduduk, hotel dan indusrti pada Kecamatan Tarakan Timur dapat dilihat pada Tabel 29. Pada awal tahun 2001, jumlah penduduk, hotel dan jumlah industri di Kecamatan Tarakan Timur masing-masing tercatat 21.805 jiwa, 4 buah hotel dan 36 unit industri. Jumlah kebutuhan air bersih per tahun masing-masing sektor tersebut yaitu 1.193.823,75 m 3 , 73.000 m 3 dan 1.314.000 m 3 . Analisis dilakukan selama 30 tahun dari 2001-2030, sehingga diproyeksikan jumlah penduduk, hotel dan industri masing-masing menjadi 754.798 jiwa, 7 hotel dan 48 unit industri. Dengan demikian, jumlah kebutuhan air bersih pada tahun 2030 menjadi 41.325.210,6 m 3 untuk kebutuhan penduduk, 129,636,7 m 3 untuk kebutuhan hotel dan 1.753.538 m 3 untuk kebutuhan industri. Tabel 29 Proyeksi jumlah penduduk jiwa, hotel dan industri unit serta kebutuhan air bersih m 3 di Tarakan Timur Hasil analisis sub model ketersediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Timur, pada tahun 2001, ketersediaan air bersih sebesar 52.612.736 m 3 . Ketersediaan ini terus menurun, sehingga pada akhir simulasi, tahun 2030, proyeksi ketersediaan air bersih menjadi 39.651.841,1 m 3 . Ketersediaan dan neraca air bersih di Kecamatan Tarakan Timur dapat dilihat pada Tabel 30. Ketersediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Timur cenderung lebih baik dari Kecamatan Tarakan Barat, walaupun terus mengalami penurunan, namun tetap dalam kondisi aman dan krisis air diperkirakan terjadi pada tahun 2030, dengan jumlah kekurangan air bersih sebesar 3.556.544,2 m 3 . Tabel 30 Ketersediaan dan neraca air bersih Tarakan Timur m 3 Kecamatan Tarakan Timur mengalami hal serupa dengan Kecamatan Tarakan Barat, namun masih dalam kondisi yang relatif aman. Pada Gambar 43 ditunjukkan kebutuhan dan ketersediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Timur. Koefisien run off pada kondisi eksisting di Tarakan Timur sebesar 0,412 lebih kecil bila dibandingkan dengan koefisien run off kecamatan Tarakan Barat. Penurunan imbuhan air tanah juga terjadi akibat masih tingginya aliran run off. Pada tahun 2030 baru terjadi kekurangan air dan dapat menyebabkan krisis air bersih pada tahun-tahun berikutnya. Penurunan ketersediaan air juga diakibatkan oleh layanan PDAM yang kurang memadai. Tercukupinya ketersediaan air bersih pada tahun-tahun sebelum tahun 2030, dikarenakan masyarakat, industri dan hotel masih memanfaatkan air tanah sebagai sumber air bersih. Untuk itu, di Kecamatan Tarakan Timur perlu segera diberlakukan kebijakan konservasi air bersih dan peningkatan layanan air bersih perpipaan. Gambar 43 Kebutuhan dan ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Timur

7.5.2 Simulasi Skenario Penyediaan Air Bersih Kecamatan Tarakan Timur

Upaya peningkatan ketersediaan air bersih di Tarakan Timur dilakukan dengan menggunakan beberapa skenario yaitu skenario satu, dua dan tiga, seperti tersaji pada Tabel 31. Skenario satu dapat diartikan bahwa variable- variabel yang berpengaruh pada kinerja sistem mengalami kemunduran atau terjadi sedikit perubahan dari keadaan eksisting yang mengarah pada tercapainya kinerja sistem atau perkembangan. Skenario dua diartikan sebagai perubahan beberapa variable yang berpengaruh pada kinerja sistem dimana perubahan variabel tersebut dapat menyebabkan perubahan yang lebih baik daripada skenario satu. Sedangkan skenario tiga diartikan bahwa perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan yang lebih baik daripada skenario sebelumnya. Tabel 31. Skenario penyediaan air bersih Kota Tarakan Variabel Peubah Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Kebijakan Perilaku Hemat Air a. Penduduk b. Hotel c. Industri 10 10 10 10 10 10 Kebijakan untuk Konservasi Air Bersih a. Sumur resapan b. Reboisasi c. Terasering d. Tambak intensif 5 5 2 10 5 2 10 10 3 Kebijakan Peningkatan Layanan Perpipaan a. Jumlah penduduk terlayani Kondisi eksisting 60 80 Variabel-variabel yang berpengaruh dalam kinerja sistem tersebut meliputi 1 kebijakan perilaku hemat air, yaitu kebijakan reduse, reuse dan recycle, 2 kebijakan untuk meningkatkan air tanah melalui konservasi, yaitu pembuatan sumur resapan di permukiman, reboisasi pada lahan hutan, terasering pada lahan ladingtegakan, dan pembuatan tambak sistem intensif, 3 kebijakan untuk menaikan pelayanan air perpipaan melalui peningkatan kapasitas pelayanan PDAM. Proyeksi kebutuhan air bersih Kecamatan Tarakan Timur dapat dilihat pada Gambar 44. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kebutuhan air bersih skenario satu sama dengan kondisi eksisting yaitu sebesar 2.580.823,75 m 3 pada tahun 2001 dan terus meningkat menjadi 43.208.385,4 m 3 pada tahun 2030. Pada skenario dua dan tiga, kebutuhan air bersih tahun 2001 sebesar 2.580.823,75 m 3 , terus meningkat tiap tahunnya. Seiiring diberlakukannya kebijakan hemat air pada tahun 2013, dimana kebutuhan air bersih penduduk, hotel dan industri dikurangi masing-masing 10, maka terjadi pengurangan kebutuhan air bersih pada tahun 2013 yang tadinya 7.437.249,84 m 3 menjadi 6.693.524,85 m 3 . Sehingga pada skenario dua dan tiga, pada akhir simulasi 2030 kebutuhan air bersih menjadi 38.887.546,8 m 3 . Proyeksi ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Timur dapat dilihat pada Gambar 45. Hasil simulasi menunjukkan apabila diterapkan variable skenario satu, dua dan tiga dimulai pada tahun 2013, maka terlihat peningkatan ketersediaan air bersih dari kondisi eksisting supply menjadi kondisi suplai_1, suplai_2 dan suplai_3. Sehingga pada tahun 2030 ketersediaan air bersih sebesar 39.651.841,1 m 3 bertambah menjadi 62.829.540,3 m 3 pada skenario satu, 84.924.460,7 m 3 pada skenario dua dan 101.846.713 m 3 pada skenario tiga. Peningkatan ketersediaan air bersih ini akibat kebijakan konservasi untuk meningkatkan imbuhan air tanah dan kebijakan peningkatan kapasitas layanan PDAM. Pada skenario satu, ketersediaan air bersih bertambah akibat adanya pembuatan sumur resapan sebesar 5 lahan permukiman per tahun, reboisasi sebesar 5 lahan hutan per tahun dan terasering 2 lahan tegakan per tahun. Ketersediaan air bersih skenario dua lebih tinggi dari skenario satu karena pembuatan sumur resapan lebih banyak dari skenario satu yaitu sebesar 10 lahan permukiman per tahun. Gambar 44 Proyeksi Kebutuhan air bersih Tarakan Timur Sedangkan skenario tiga menghasilkan ketersediaan air yang lebih tinggi lagi, karena pembuatan sumur resapan sebesar 10 lahan permukiman per tahun, reboisasi ditingkatkan menjadi 10 lahan hutan per tahun dan terasering sebesar 3 lahan tegakan per tahun. Peningkatan ketersediaan air bersih ini membutuhkan biaya konservasi dan biaya peningkatan kapasitas layanan PDAM. Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan Kecamatan Tarakan Barat dapat dilihat pada Tabel 32. Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan pada skenario satu, pada awal tahun kebijakan konservasi 2013 yaitu sebesar Rp.8.200.000,- dan diakhir tahun simulasi 2030 membutuhkan biaya sebesar Rp.139.400.000,-. Pembuatan sumur resapan pada skenario dua dan tiga membutuhkan biaya sebesar Rp.16.400.000,- pada awal tahun kebijakan konservasi 2013 dan Rp.278.800.000,- pada akhir tahun simulasi 2030. Tabel 32 Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan Tarakan Timur Rp. Gambar 45 Simulasi ketersediaan air bersih di Tarakan Timur Kebutuhan biaya reboisasi pada lahan hutan Kecamatan Tarakan Timur dapat dilihat pada Tabel 33. Kebutuhan biaya reboisasi pada skenario satu dan dua, pada awal tahun kebijakan konservasi 2013 yaitu sebesar Rp.62.900.000,- dan diakhir tahun simulasi 2030 membutuhkan biaya sebesar Rp1.069.300.000,00. Reboisasi pada skenario tiga membutuhkan biaya sebesar Rp125.800.000,00 pada awal tahun kebijakan konservasi 2013 dan Rp2.138.600.000,00 pada akhir tahun simulasi 2030. Konservasi lahan tambak melalui pembuatan tambak intensif diasumsikan untuk tidak dilakukan 0. Hal ini karena biaya pembuatan tambak intensif yang sangat tinggi, sehingga membutuhkan biaya yang sangat besar. Sehingga dalam meningkatkan ketersediaan air bersih kecamatan Tarakan Timur tidak melakukan pembuatan tambak intensif. Tabel 33 Kebutuhan biaya reboisasi Tarakan Timur Rp. Kebutuhan biaya terasering pada lahan tegakanladang Kecamatan Tarakan Timur dapat dilihat pada Tabel 34. Kebutuhan biaya terasering pada skenario satu dan dua, pada awal tahun kebijakan konservasi 2013 yaitu sebesar Rp.26.880.000,- dan diakhir tahun simulasi 2030 membutuhkan biaya sebesar Rp.456.960.000,-. Terasering pada skenario tiga membutuhkan biaya sebesar Rp.40.320.000,- pada awal tahun kebijakan konservasi 2013 dan Rp.685.440.000,- pada akhir tahun simulasi 2030. Tabel 34 Kebutuhan biaya terasering Tarakan Timur Rp. Kebijakan lain yang dilakukan dalam meningkatkan ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Timur adalah peningkatan kapasitas pelayanan perpipaan. Kebijakan ini khusus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat domestic. Peningkatan kapasitas layanan PDAM dilakukan pada skenario dua dan tiga, sebesar masing-masing 60 penduduk terlayani dan 80 penduduk terlayani. Sedangkan pada skenario satu, diasumsikan tidak dilakukan peningkatan kapastas layanan perpipaan. Proyeksi peningkatan kapasitas layanan perpipaan dapat dilihat pada Gambar 46. Ketersedian air bersih melalui layanan perpipaan PDAM pada skenario satu konstan sebesar 2.612.736 m 3 sepanjang tahun simulasi. Sedangkan pada skenario dua, supaya 60 penduduk mendapatkan pelayanan perpipaan, maka produksi PDAM harus bertambah dimulai pada tahun 2012 menjadi 2.747.605,29 m 3 dan pada tahun 2030 menjadi 22.315.613.73 m 3 . Pada skenario tiga, supaya 80 penduduk mendapatkan pelayanan perpipaan, maka produksi PDAM harus bertambah dimulai pada tahun 2010 menjadi 2.869.037,29 m 3 dan pada tahun 2030 menjadi 29.754.151,64 m 3 . Untuk meningkatkan layanan perpipaan PDAM, dilakukan 2 dua alternatif kegiatan peningkatan kapasitas layanan. Alternatif pertama yaitu meningkatkan kapasitas IPA PDAM eksisting melalui uprating IPA, sedangkan alternatif kedua yaitu membangun Instalasi Pengolahan Air Bersih Mikro IPAB Mikro di lokasi dekat permukiman dan sumber sumber air permukaan. Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas layanan perpipaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 35 dan Tabel 36. Gambar 46 Peningkatan layanan perpipaan Tarakan Timur Pada skenario satu, tidak dilakukan peningkatan kapasitas IPA PDAM, sehingga tidak ada biaya peningkatan kapasitas. Pada skenario dua, kapasitas layanan PDAM ditingkatkan sehingga mampu melayani 60 kebutuhan air bersih penduduk domestic, dibutuhkan biaya uprating mulai tahun 2012 sebesar Rp156.380.937,1 dan diakhir tahun simulasi 2030 membutuhkan biaya sebesar Rp22.845.486.724,33. Tabel 35 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui uprating IPA PDAM di Tarakan Timur Rp. Biaya peningkatan kapasitas IPAuprating PDAM pada skenario tiga sehingga kapasitas layanan mampu melayani 80 kebutuhan air bersih penduduk sesuai MDG’s yaitu sebesar Rp297.181.344,88 pada tahun 2010 dan Rp31.470.471.429,77 pada tahun 2030. Tabel 36 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui IPAB Mikro di Tarakan Timur Rp. Pada Tabel 36, kebutuhan biaya peningkatan kapasitas layanan dengan cara pembangunan IPAB Mikro, didapatkan kebutuhan biaya untuk melayani 60 kebutuhan air bersih penduduk skenario dua sebesar Rp.86.720.950,89 pada tahun 2012 sebanyak 1 unit dan Rp.12.668.950.378,39 pada tahun 2030 dengan total 127 unit terpasang. Sedangkan untuk melayani 80 kebutuhan air bersih penduduk menggunakan IPAB Mikro, dibutuhkan biaya sebesar Rp. 164.801.728,99 pada tahun 2010 sebanyak 2 unit dan Rp.17.451.930.253,86 pada tahun 2030 dengan total 175 unit terpasang. Hasil akhir dari model penyediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Timur adalah neraca air bersih seperti pada Gambar 47 dan Indeks Ketersediaan Air Bersih IKA pada Tabel 37. Neraca air bersih menunjukkan sisa ketersediaan air bersih dari imbuhan air tanah dan pelayanan perpipaan. Kondisi yang diharapkan adalah terjadinya surplus air bersih sepanjang tahun. IKA menunjukkan perbandingan ketersediaan terhadap kebutuhan air bersih, kondisi yang diharapkan adalah ≥ 1. Pada Tabel 37, terjadi pengurangan air bersih sepanjang tahun pada kondisi eksisting dan pada tahun 2030 terjadi krisis air bersih dengan kekurangan air bersih defisit sebesar 3.556.544,2 m 3 . Begitu pula halnya dengan neraca air skenario satu, ketersediaan air bersih terus menurun tetapi tidak terjadi krisis sampai pada tahun 2030, air bersih surplus sebesar 19.621.154,9 m 3 . Berbeda halnya pada skenario dua dan tiga, terjadi peningkatan air bersih yang cukup baik. Simulasi neraca air skenario dua, menunjukkan peningkatan yang baik dimulai dari tahun 2017 sehingga pada tahun 2030 masih terdapat kelebihan air bersih surplus sebesar 46.036.913,8 m 3 . Pada simulasi skenario tiga, peningkatan air bersih juga terjadi sejak tahun 2016 sehingga masih terdapat surplus air bersih sebesar 62.959.165,9 m 3 . Gambar 47 Neraca air bersih Tarakan Timur m 3 Pada Tabel 38, nilai IKA kondisi eksisting, skenario satu, dua dan tiga terus mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya kebutuhan air bersih. Hasil simulasi IKA pada akhir tahun simulasi 2030 pada kondisi eksisting, skenario satu, dua dan tiga, masing-masing sebesar 0.918, 1.45, 2.18 dan 2.62. Hasil ini menunjukkan bahwa pada kondisi eksisting di tahun 2030 ketersediaan air bersih hanya mampu memenuhi 91.8 kebutuhan air bersih defisit. Ketersediaan air menggunakan simulasi skenario satu hanya mampu melayani 100 kebutuhan air bersih dan masih surplus sebesar 45 dari kebutuhan air bersih. Ketersediaan air menggunakan simulasi skenario dua mampu melayani 218 dari kebutuhan air bersih, dan ketersediaan air menggunakan simulasi skenario tiga mampu melayani 262 dari kebutuhan air bersih. Tabel 37 Neraca air bersih Tarakan Timur m 3 Tabel 38 Indeks Ketersediaan Air Bersih IKA Tarakan Timur

7.6 Simulasi Model Penyediaan Air Bersih Kecamatan Tarakan Tengah

7.6.1 Kondisi Eksisting Kecamatan Tarakan Tengah

Proyeksi jumlah penduduk, hotel dan indusrti pada Kecamatan Tarakan Tengah dapat dilihat pada Tabel 39. Pada awal tahun 2001, jumlah penduduk, hotel dan jumlah industri di Kecamatan Tarakan Tengah masing-masing tercatat 46.458 jiwa, 7 buah hotel dan 123 unit industri. Jumlah kebutuhan air bersih per tahun masing-masing sektor tersebut yaitu 2.543.575,5 m 3 , 127.750 m 3 dan 4.489.500 m 3 . Analisis dilakukan selama 30 tahun dari 2001-2030, sehingga diproyeksikan jumlah penduduk, hotel dan industri masing-masing menjadi 144.886 jiwa, 22 hotel dan 164 unit industri. Dengan demikian, jumlah kebutuhan air bersih pada tahun 2030 menjadi 7.932.525,43 m 3 untuk kebutuhan penduduk, 398.407,72 m 3 untuk kebutuhan hotel dan 5.991.255,2 m 3 untuk kebutuhan industri. Tabel 39 Proyeksi jumlah penduduk jiwa, hotel dan industri unit serta kebutuhan air bersih m 3 di Tarakan Tengah Hasil analisis sub model ketersediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Tengah dapat dilihat pada Tabel 40. Pada tahun 2001, ketersediaan air bersih sebesar 41.959.552 m 3 . Berbeda dengan kecamatan sebelumnya, ketersediaan air bersih terus meningkat dan cenderung konstan pada tahun 2016, sehingga pada akhir simulasi, tahun 2030, proyeksi ketersediaan air bersih menjadi 42.874.985 m 3 . Ketersediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Tengah cenderung lebih baik dari Kecamatan Tarakan Barat dan Tarakan Timur. Namun, walaupun ketersediaan air terus meningkat tetapi neraca air tetap berkurang akibat tingginya kebutuhan air bersih. Pada akhir simulasi, jumlah air yang tersisa sebesar 28.552.796,7 m 3 dan cenderung terus menurun. Tabel 40 Ketersediaan dan neraca air bersih di Tarakan Tengah m 3 Pada kecamatan ini, ketersediaan air alami terlihat meningkat dan cenderung konstan pada tahun 2016 seperti tersaji pada Gambar 48. Koefisien run off di Tarakan Tengah sebesar 0,392. Rendahnya koefisien run off pada wilayah kecamatan ini disebabkan oleh luasan hutan yang cukup besar yaitu 3652 ha. Hal ini menunjukkan bahwa semakin luas daerah resapan, maka koefisien run off akan semakin kecil, sehingga debit run off menjadi kecil. Selain itu, kebutuhan air bersih di kecamatan ini paling rendah dibandingkan kecamatan yang lain. Hal ini juga mempengaruhi proyeksi ketersediaan air bersih. Namun, dari pelayanan air bersih perpipaan, masih sangat kurang. Hal ini disebabkan kapasitas layanan IPA PDAM Kampung Satu masih minim yaitu 90 literdetik. Sehingga penyediaan air bersih masih sangat bergantung dari air tanahsumur. Gambar 48 Kebutuhan dan ketersediaan air bersih Tarakan Tengah

7.6.2 Simulasi Skenario Penyediaan Air Bersih di Tarakan Tengah

Upaya peningkatan ketersediaan air bersih di Tarakan Tengah dilakukan dengan menggunakan beberapa skenario yaitu skenario satu, dua dan tiga, seperti tersaji pada Tabel 41. Skenario satu dapat diartikan bahwa variable- variabel yang berpengaruh pada kinerja sistem mengalami kemunduran atau terjadi sedikit perubahan dari keadaan eksisting yang mengarah pada tercapainya kinerja sistem atau perkembangan. Skenario dua diartikan sebagai perubahan beberapa variable yang berpengaruh pada kinerja sistem dimana perubahan variable tersebut dapat menyebabkan perubahan yang lebih baik daripada skenario satu. Sedangkan skenario tiga diartikan bahwa perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan yang lebih baik daripada skenario sebelumnya. Tabel 41 Skenario penyediaan air bersih Kecamatan Tarakan Tengah Variabel Peubah Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Kebijakan Perilaku Hemat Air a. Penduduk b. Hotel c. Industri 10 10 10 10 10 10 Kebijakan untuk Konservasi Air Bersih a. Sumur resapan b. Reboisasi c. Terasering d. Tambak intensif 1 1 1 1 1 1 2 2 2 Kebijakan Peningkatan Layanan Perpipaan a. Jumlah penduduk terlayani Kondisi eksisting 60 80 Variabel-variabel yang berpengaruh dalam kinerja sistem tersebut meliputi 1 kebijakan perilaku hemat air, yaitu kebijakan reduse, reuse dan recycle, 2 kebijakan untuk meningkatkan air tanah melalui konservasi, yaitu pembuatan sumur resapan di permukiman, reboisasi pada lahan hutan, terasering pada lahan ladingtegakan, dan pembuatan tambak sistem intensif, 3 kebijakan untuk menaikan pelayanan air perpipaan melalui peningkatan kapasitas pelayanan PDAM. Variabel pada skenario model penyediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Tengah lebih kecil bila dibandingkan dengan kecamatan sebelumnya. Hal ini karena air bersih alami lebih tinggi dari total kebutuhan air, sehingga variable peubah untuk kebijakan konservasi tidak perlu terlalu tinggi. Namun variable peningkatan pelayanan perpipaan perlu ditingkatkan, sesuai dengan peningkatan pelayanan di kecamatan lain. Proyeksi kebutuhan air bersih Kecamatan Tarakan Tengah dapat dilihat pada Gambar 49. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kebutuhan air bersih skenario satu sama dengan kondisi eksisting yaitu sebesar 7.160.825.5 m 3 pada tahun 2001 dan terus meningkat menjadi 14.322.188,3 m 3 pada tahun 2030. Pada skenario dua dan tiga, kebutuhan air bersih tahun 2001 sebesar 7.160.825.5 m 3 , terus meningkat tiap tahunnya. Seiiring diberlakukannya kebijakan hemat air pada tahun 2013, dimana kebutuhan air bersih penduduk, hotel dan industri dikurangi masing-masing 10, maka terjadi pengurangan kebutuhan air bersih pada tahun 2013 yang tadinya 9.557.423,1 m 3 menjadi 8.601.680,79 m 3 . Sehingga pada skenario dua dan tiga, pada akhir simulasi 2030 kebutuhan air bersih menjadi 12.889.969,5 m 3 . Gambar 49 Proyeksi Kebutuhan air bersih Tarakan Tengah Proyeksi ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Timur dapat dilihat pada Gambar 50. Hasil simulasi menunjukkan apabila diterapkan variable skenario satu, dua dan tiga dimulai pada tahun 2013, maka terlihat peningkatan ketersediaan air bersih dari kondisi eksisting suplai menjadi kondisi suplai_1, suplai_2 dan suplai_3. Sehingga pada tahun 2030 ketersediaan air bersih sebesar 42.874.985 m 3 bertambah menjadi 49.310.833,6 m 3 pada skenario satu, 51.634.845,3 m 3 pada skenario dua dan 59.498.548,5 m 3 pada skenario tiga. Gambar 50 Proyeksi Ketersediaan air bersih Tarakan Tengah Peningkatan ketersediaan air bersih ini akibat kebijakan konservasi untuk meningkatkan imbuhan air tanah dan kebijakan peningkatan kapasitas layanan PDAM. Pada skenario satu dan dua, ketersediaan air bersih bertambah akibat adanya pembuatan sumur resapan sebesar 1 lahan permukiman per tahun, reboisasi sebesar 1 lahan hutan per tahun dan terasering 1 lahan tegakan per tahun. Sedangkan skenario tiga menghasilkan ketersediaan air yang lebih tinggi lagi, karena pembuatan sumur resapan sebesar 2 lahan permukiman per tahun, reboisasi ditingkatkan menjadi 2 lahan hutan per tahun dan terasering sebesar 2 lahan tegakan per tahun. Peningkatan ketersediaan air bersih ini membutuhkan biaya konservasi dan biaya peningkatan kapasitas layanan PDAM. Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan Kecamatan Tarakan Tengah dapat dilihat pada Tabel 42. Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan pada skenario satu dan dua, pada awal tahun kebijakan konservasi 2013 yaitu sebesar Rp.1.985.000,- dan diakhir tahun simulasi 2030 membutuhkan biaya sebesar Rp.33.745.000,-. Pembuatan sumur resapan pada skenario tiga membutuhkan biaya sebesar Rp.3.970.000,- pada awal tahun kebijakan konservasi 2013 dan Rp.67.490.000,- pada akhir tahun simulasi 2030. Tabel 42 Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan di Tarakan Tengah Rp. Kebutuhan biaya reboisasi pada lahan hutan Kecamatan Tarakan Tengah dapat dilihat pada Tabel 43. Kebutuhan biaya reboisasi pada skenario satu dan dua, pada awal tahun kebijakan konservasi 2013 yaitu sebesar Rp.18.260.000,- dan diakhir tahun simulasi 2030 membutuhkan biaya sebesar Rp.310.420.000,. Reboisasi pada skenario tiga membutuhkan biaya sebesar Rp.36.520.000,- pada awal tahun kebijakan konservasi 2013 dan Rp.620.840.000,- pada akhir tahun simulasi 2030. Tabel 43. Kebutuhan biaya reboisasi Tarakan Tengah Rp. Kebutuhan biaya terasering pada lahan tegakanladang Kecamatan Tarakan Tengah dapat dilihat pada Tabel 44. Kebutuhan biaya terasering pada skenario satu dan dua, pada awal tahun kebijakan konservasi 2013 yaitu sebesar Rp.7.525.000,- dan diakhir tahun simulasi 2030 membutuhkan biaya sebesar Rp15.050.000,- pada awal tahun kebijakan konservasi 2013 dan Rp.255.850.000,- pada akhir tahun simulasi 2030. Konservasi lahan tambak melalui pembuatan tambak intensif diasumsikan untuk tidak dilakukan 0. Hal ini karena biaya pembuatan tambak intensif yang sangat tinggi, sehingga membutuhkan biaya yang sangat besar. Sehingga dalam meningkatkan ketersediaan air bersih kecamatan Tarakan Tengah tidak melakukan pembuatan tambak intensif. Tabel 44. Kebutuhan biaya terasering Tarakan Tengah Rp. Kebijakan lain yang dilakukan dalam meningkatkan ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Tengah adalah peningkatan kapasitas pelayanan perpipaan. Kebijakan ini khusus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat domestic. Peningkatan kapasitas layanan PDAM dilakukan pada skenario dua dan tiga, sebesar masing-masing 60 penduduk terlayani dan 80 penduduk terlayani. Sedangkan pada skenario satu, diasumsikan tidak dilakukan peningkatan kapastas layanan perpipaan. Proyeksi peningkatan kapasitas layanan perpipaan dapat dilihat pada Gambar 51. Ketersedian air bersih melalui layanan perpipaan PDAM pada skenario satu konstan sebesar 1.959.552 m 3 sepanjang tahun simulasi. Sedangkan pada skenario dua, supaya 60 penduduk mendapatkan pelayanan perpipaan, maka produksi PDAM harus bertambah dimulai pada tahun 2008 menjadi 2.008.303,10 m 3 dan pada tahun 2030 menjadi 4.283.563,73 m 3 . Pada skenario tiga, supaya 80 penduduk mendapatkan pelayanan perpipaan, maka produksi PDAM harus bertambah dimulai pada tahun 2001 menjadi 2.034.860,4 m 3 dan pada tahun 2030 menjadi 5.711.418,31 m 3 . Untuk meningkatkan layanan perpipaan PDAM, dilakukan 2 dua alternatif kegiatan peningkatan kapasitas layanan. Alternatif pertama yaitu meningkatkan kapasitas IPA PDAM eksisting melalui uprating IPA, sedangkan alternatif kedua yaitu membangun Instalasi Pengolahan Air Bersih Mikro IPAB Mikro di lokasi dekat permukiman dan sumber sumber air permukaan. Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas layanan perpipaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 45 dan Tabel 46. Gambar 51 Peningkatan layanan perpipaan di Tarakan Tengah Tabel 45 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui uprating IPA PDAM di Tarakan Tengah Rp. Pada skenario satu, tidak dilakukan peningkatan kapasitas IPA PDAM, sehingga tidak ada biaya peningkatan kapasitas. Pada skenario dua, kapasitas layanan PDAM ditingkatkan sehingga mampu melayani 60 kebutuhan air bersih penduduk domestic, dibutuhkan biaya uprating mulai tahun 2008 sebesar Rp55.526.900,45 dan diakhir tahun simulasi 2030 membutuhkan biaya sebesar Rp2.694.691.601,12. Biaya peningkatan kapasitas IPAuprating PDAM pada skenario tiga sehingga kapasitas layanan mampu melayani 80 kebutuhan air bersih penduduk sesuai MDG’s yaitu sebesar Rp87.320.089,8 pada tahun 2001 dan Rp4.350.288.982,82 pada tahun 2030. Pada Tabel 46, kebutuhan biaya peningkatan kapasitas layanan dengan cara pembangunan IPAB Mikro, didapatkan kebutuhan biaya untuk melayani 60 kebutuhan air bersih penduduk skenario dua sebesar Rp83.000.513,03 pada tahun 2009 sebanyak 1 unit dan Rp1.494.339.542,49 pada tahun 2030 dengan total 15 unit terpasang. Sedangkan untuk melayani 80 kebutuhan air bersih penduduk menggunakan IPAB Mikro, dibutuhkan biaya sebesar Rp 100.759.910,69 pada tahun 2002 sebanyak 1 unit dan Rp2.412.450.035,32 pada tahun 2030 dengan total 24 unit terpasang. Tabel 46 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui IPAB Mikro di Tarakan Tengah Rp. Pada Tabel 47, terjadi pengurangan air bersih sepanjang tahun pada semua skenario, namun tidak terjadi defisit air bersih. Surplus air bersih pada tahun 2030 pada skenario eksisting, satu, dua dan tiga, masing-masing adalah 28.552.796 m 3 , 34.998.645,3 m 3 , 38.744.875,8 m 3 dan 46.608.579 m 3 . Hasil akhir dari model penyediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Tengah adalah neraca air bersih seperti pada Gambar 52 dan Indeks Ketersediaan Air Bersih IKA pada Tabel 35. Neraca air bersih menunjukkan sisa ketersediaan air bersih dari imbuhan air tanah dan pelayanan perpipaan. Kondisi yang diharapkan adalah terjadinya surplus air bersih sepanjang tahun. IKA menunjukkan perbandingan ketersediaan terhadap kebutuhan air bersih, kondisi yang diharapkan adalah ≥ 1. Tabel 47 Neraca air bersih di Tarakan Tengah m 3 Gambar 52 Neraca air bersih Tarakan Tengah Tabel 48 Indeks Ketersediaan Air Bersih IKA di Tarakan Tengah Pada Tabel 48, nilai IKA kondisi eksisting, skenario satu, dua dan tiga terus mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya kebutuhan air bersih. Hasil simulasi IKA pada akhir tahun simulasi 2030 pada kondisi eksisting, skenario satu, dua dan tiga, masing-masing sebesar 2.99, 3.44, 4.01 dan 4.62. Hasil ini menunjukkan bahwa pada kondisi eksisting di tahun 2030 ketersediaan air bersih hanya mampu memenuhi 299 kebutuhan air bersih. Ketersediaan air menggunakan simulasi skenario satu hanya mampu melayani 344 kebutuhan air bersih. Ketersediaan air menggunakan simulasi skenario dua mampu melayani 401 dari kebutuhan air bersih, dan ketersediaan air menggunakan simulasi skenario tiga mampu melayani 462 dari kebutuhan air bersih.

7.7 Simulasi Model Penyediaan Air Bersih Kecamatan Tarakan Utara

7.7.1 Kondisi Eksisting Kecamatan Tarakan Utara

Proyeksi jumlah penduduk, hotel dan industri pada Kecamatan Tarakan Utara dapat dilihat pada Tabel 49. Pada awal tahun 2001, jumlah penduduk, hotel dan jumlah industri di Kecamatan Tarakan Utara masing-masing tercatat 8.089 jiwa, 1 buah hotel dan 15 unit industri. Jumlah kebutuhan air bersih per tahun masing-masing sektor tersebut yaitu 442.872,75 m 3 , 18.250 m 3 dan 547.500 m 3 . Analisis dilakukan selama 30 tahun dari 2001-2030, sehingga diproyeksikan jumlah penduduk, hotel dan industri masing-masing menjadi 361.523 jiwa, 2 hotel dan 27 unit industri. Dengan demikian, jumlah kebutuhan air bersih pada tahun 2030 menjadi 19.793.365,7 m 3 untuk kebutuhan penduduk, 32.409,17 m 3 untuk kebutuhan hotel dan 972.274,97 m 3 untuk kebutuhan industri. Hasil analisis sub model ketersediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Utara dapat dilihat pada Tabel 50. Pada tahun 2001, suplai air bersih sebesar 40.762.048 m 3 . Menyerupai proyeksi ketersediaan air pada kecamatan Tarakan Tengah, ketersediaan air bersih terus meningkat dan cenderung konstan pada tahun 2021, sehingga pada akhir simulasi, tahun 2030, proyeksi suplai air bersih menjadi 88.234.236,9 m 3 . Ketersediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Utara cenderung lebih baik dari Kecamatan Tarakan Barat, Tarakan Timur dan Tarakan Tengah. Namun, walaupun ketersediaan air terus meningkat tetapi neraca air tetap berkurang akibat tingginya kebutuhan air bersih. Pada akhir simulasi, jumlah air yang tersisa sebesar 67.436.187,1 m 3 dan cenderung terus menurun. Tabel 49 Proyeksi jumlah penduduk jiwa, hotel dan industri unit serta kebutuhan air bersih m 3 di Tarakan Utara Pada Gambar 53, terlihat jumlah ketersediaan air yang sangat besar dibandingkan dengan kebutuhan air bersih di Kecamatan Tarakan Utara. Hal ini disebabkan karena luasan hutan di Tarakan Utara paling luas dibandingkan kecamatan yang lain yaitu sebesar 7861 ha. Berdasarkan hasil simulasi, didapatkan nilai koefisien run off Tarakan Utara sebesar 0,379. Hal ini menunjukkan bahwa hutan mempunyai peranan yang sangat tinggi dalam konservasi air bersih. Semakin luas hutan, maka koefisien runoff menjadi semakin kecil, sehingga imbuhan air tanah menjadi besar. Kondisi ini harus terus dipertahankan sehingga krisis air bersih dapat dihindari. Tabel 50 Ketersediaan dan neraca air bersih di Tarakan Utara m 3 Gambar 53 Kebutuhan dan ketersediaan air bersih di Tarakan Utara 7.7.2 Simulasi Model Penyediaan Air Bersih Kecamatan Tarakan Utara Upaya peningkatan ketersediaan air bersih di Kota Tarakan dilakukan dengan menggunakan beberapa skenario yaitu skenario satu, dua dan tiga, seperti tersaji pada Tabel 51. Tabel 51 Skenario penyediaan air bersih Kota Tarakan Variabel Peubah Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Kebijakan Perilaku Hemat Air a. Penduduk b. Hotel c. Industri 10 10 10 10 10 10 Kebijakan untuk Konservasi Air Bersih a. Sumur resapan b. Reboisasi c. Terasering d. Tambak intensif 1 1 1 1 1 1 2 2 2 Kebijakan Peningkatan Layanan Perpipaan a. Jumlah penduduk terlayani Kondisi eksisting 60 80 Skenario satu dapat diartikan bahwa variabel-variabel yang berpengaruh pada kinerja sistem mengalami kemunduran atau terjadi sedikit perubahan dari keadaan eksisting yang mengarah pada tercapainya kinerja sistem atau perkembangan. Skenario dua diartikan sebagai perubahan beberapa variabel yang berpengaruh pada kinerja sistem dimana perubahan variable tersebut dapat menyebabkan perubahan yang lebih baik daripada skenario satu. Sedangkan skenario tiga diartikan bahwa perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan yang lebih baik daripada skenario sebelumnya. Variabel-variabel yang berpengaruh dalam kinerja sistem tersebut meliputi 1 kebijakan perilaku hemat air, yaitu kebijakan reduse, reuse dan recycle, 2 kebijakan untuk meningkatkan air tanah melalui konservasi, yaitu pembuatan sumur resapan di permukiman, reboisasi pada lahan hutan, terasering pada lahan ladingtegakan, dan pembuatan tambak sistem intensif, 3 kebijakan untuk meningkatkan pelayanan air bersih perpipaan PDAM. Variabel-variabel tersebut dimasukkan sebagai input dalam pemodelan sistem dan dilakukan di masing- masing kecamatan Kota Tarakan. Pada kondisi eksisting, seperti halnya kondisi di Kecamatan Tarakan Tengah, terlihat ketersediaan air di Tarakan Utara cukup baik, sehingga variable peubah yang disimulasikan relatif kecil. Proyeksi kebutuhan air bersih Kecamatan Tarakan Utara dapat dilihat pada Gambar 54. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kebutuhan air bersih skenario satu sama dengan kondisi eksisting yaitu sebesar 1.008.622,75 m 3 pada tahun 2001 dan terus meningkat menjadi 20.7498.049,8 m 3 pada tahun 2030. Pada skenario dua dan tiga, kebutuhan air bersih tahun 2001 sebesar 1.008.622,75 m 3 , terus meningkat tiap tahunnya. Seiiring diberlakukannya kebijakan hemat air pada tahun 2013, dimana kebutuhan air bersih penduduk, hotel dan industri dikurangi masing-masing 10, maka terjadi pengurangan kebutuhan air bersih pada tahun 2013 yang tadinya 3.164.297,33 m 3 menjadi 2.847.867,66 m 3 . Sehingga pada skenario dua dan tiga, pada akhir simulasi 2030 kebutuhan air bersih menjadi 18.718.244,8 m 3 . Gambar 54 Proyeksi Kebutuhan air bersih di Tarakan Utara Proyeksi ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Utara dapat dilihat pada Gambar 55. Hasil simulasi menunjukkan apabila diterapkan variabel skenario satu, dua dan tiga dimulai pada tahun 2013, maka terlihat peningkatan ketersediaan air bersih dari kondisi eksisting supply menjadi kondisi suplai_1, suplai_2 dan suplai_3. Sehingga pada tahun 2030 ketersediaan air bersih sebesar 88.234.236,9 m 3 bertambah menjadi 99.491.725,9 m 3 pada skenario satu, 109.418.095 m 3 pada skenario dua dan 124.238.390 m 3 pada skenario tiga. Peningkatan ketersediaan air bersih ini akibat kebijakan konservasi untuk meningkatkan imbuhan air tanah dan kebijakan peningkatan kapasitas layanan PDAM. Pada skenario satu dan dua, ketersediaan air bersih bertambah akibat adanya pembuatan sumur resapan sebesar 1 lahan permukiman per tahun, reboisasi sebesar 1 lahan hutan per tahun dan terasering 1 lahan tegakan per tahun. Sedangkan skenario tiga menghasilkan ketersediaan air yang lebih tinggi lagi, karena pembuatan sumur resapan sebesar 2 lahan permukiman per tahun, reboisasi ditingkatkan menjadi 2 lahan hutan per tahun dan terasering sebesar 2 lahan tegakan per tahun. Gambar 55 Proyeksi Ketersediaan air bersih di Tarakan Utara Peningkatan ketersediaan air bersih ini membutuhkan biaya konservasi dan biaya peningkatan kapasitas layanan PDAM. Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan Kecamatan Tarakan Utara dapat dilihat pada Tabel 52. Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan pada skenario satu dan dua, pada awal tahun kebijakan konservasi 2013 yaitu sebesar Rp1.185.000,00 dan diakhir tahun simulasi 2030 membutuhkan biaya sebesar Rp20.145.000,00. Pembuatan sumur resapan pada skenario tiga membutuhkan biaya sebesar Rp2.370.000,00 pada awal tahun kebijakan konservasi 2013 dan Rp40.290.000,00 pada akhir tahun simulasi 2030. Tabel 52 Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan di Tarakan Utara Rp. Kebutuhan biaya reboisasi pada lahan hutan Kecamatan Tarakan Utara dapat dilihat pada Tabel 53. Kebutuhan biaya reboisasi pada skenario satu dan dua, pada awal tahun kebijakan konservasi 2013 yaitu sebesar Rp39.305.000,00 dan diakhir tahun simulasi 2030 membutuhkan biaya sebesar Rp668.185.000,00. Reboisasi pada skenario tiga membutuhkan biaya sebesar Rp78.610.000,00 pada awal tahun kebijakan konservasi 2013 dan Rp1.336.370.000,00 pada akhir tahun simulasi 2030. Tabel 53 Kebutuhan biaya reboisasi di Tarakan Utara Rp. Kebutuhan biaya terasering pada lahan tegakanladang Kecamatan Tarakan Utara dapat dilihat pada Tabel 54. Kebutuhan biaya terasering pada skenario satu dan dua, pada awal tahun kebijakan konservasi 2013 yaitu sebesar Rp12.785.000,00 dan diakhir tahun simulasi 2030 membutuhkan biaya sebesar Rp217.345.000,00. Kebutuhan biaya terasering skenario tiga, Rp25.570.000,00 pada awal tahun kebijakan konservasi 2013 dan Rp434.690.000,00 pada akhir tahun simulasi 2030. Konservasi lahan tambak melalui pembuatan tambak intensif diasumsikan untuk tidak dilakukan 0. Hal ini karena biaya pembuatan tambak intensif yang sangat tinggi, sehingga membutuhkan biaya yang sangat besar. Sehingga dalam meningkatkan ketersediaan air bersih kecamatan Tarakan Utara tidak melakukan pembuatan tambak intensif. Tabel 54 Kebutuhan biaya terasering di Tarakan Utara Kebijakan lain yang dilakukan dalam meningkatkan ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Tengah adalah peningkatan kapasitas pelayanan perpipaan. Kebijakan ini khusus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat domestic. Peningkatan kapasitas layanan PDAM dilakukan pada skenario dua dan tiga, sebesar masing-masing 60 penduduk terlayani dan 80 penduduk terlayani. Sedangkan pada skenario satu, diasumsikan tidak dilakukan peningkatan kapastas layanan perpipaan. Proyeksi peningkatan kapasitas layanan perpipaan dapat dilihat pada Gambar 56. Ketersedian air bersih melalui layanan perpipaan PDAM pada skenario satu konstan sebesar 762.048 m 3 sepanjang tahun simulasi. Sedangkan pada skenario dua, supaya 60 penduduk mendapatkan pelayanan perpipaan, maka produksi PDAM harus bertambah dimulai pada tahun 2010 menjadi 864.119,63 m 3 dan pada tahun 2030 menjadi 10.688.417,45 m 3 . Pada skenario tiga, supaya 80 penduduk mendapatkan pelayanan perpipaan, maka produksi PDAM harus bertambah dimulai pada tahun 2007 menjadi 777.674,85 m 3 dan pada tahun 2030 menjadi 14.251.223,27 m 3 . Gambar 56 Peningkatan layanan perpipaan di Tarakan Utara Untuk meningkatkan layanan perpipaan PDAM, dilakukan 2 dua alternatif kegiatan peningkatan kapasitas layanan. Alternatif pertama yaitu meningkatkan kapasitas IPA PDAM eksisting melalui uprating IPA, sedangkan alternatif kedua yaitu membangun Instalasi Pengolahan Air Bersih Mikro IPAB Mikro di lokasi dekat permukiman dan sumber sumber air permukaan. Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas layanan perpipaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 55 dan Tabel 56. Pada skenario satu, tidak dilakukan peningkatan kapasitas IPA PDAM, sehingga tidak ada biaya peningkatan kapasitas. Pada skenario dua, kapasitas layanan PDAM ditingkatkan sehingga mampu melayani 60 kebutuhan air bersih penduduk domestic, dibutuhkan biaya uprating mulai tahun 2010 sebesar Rp118.352.055,74 dan diakhir tahun simulasi 2030 membutuhkan biaya sebesar Rp11.509.625.380,48. Biaya peningkatan kapasitas IPAuprating PDAM pada skenario tiga sehingga kapasitas layanan mampu melayani 80 kebutuhan air bersih penduduk sesuai MDG’s yaitu sebesar Rp18.119.332,24 pada tahun 2007 dan Rp15.640.698.725,98 pada tahun 2030. Tabel 55 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui uprating IPA PDAM Tarakan Utara Rp. Pada Tabel 56, kebutuhan biaya peningkatan kapasitas layanan dengan cara pembangunan IPAB Mikro, didapatkan kebutuhan biaya untuk melayani 60 kebutuhan air bersih penduduk skenario dua sebesar Rp.66.632.058,51 pada tahun 2010 sebanyak 1 unit dan Rp.6.382.655.558,13 pada tahun 2030 dengan total 64 unit terpasang. Sedangkan untuk melayani 80 kebutuhan air bersih penduduk menggunakan IPAB Mikro, dibutuhkan biaya sebesar Rp.80.054.364,36 pada tahun 2007 sebanyak 1 unit dan Rp.8.673.539.698,84 pada tahun 2030 dengan total 87 unit terpasang. Tabel 56 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui IPAB Mikro Rp. dan jumlah terpasang unit di Tarakan Utara Pada Tabel 57, terjadi pengurangan air bersih sepanjang tahun pada semua skenario, namun tidak terjadi defisit air bersih. Surplus air bersih pada tahun 2030 pada skenario eksisting, satu, dua dan tiga, masing-masing adalah 67.436.187,07 m 3 , 78.693.676,1 m 3 , 90.699.850,5 m 3 dan 105.520.145 m 3 . Hasil akhir dari model penyediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Utara adalah neraca air bersih seperti pada Gambar 57 dan Indeks Ketersediaan Air Bersih IKA pada Tabel 58. Neraca air bersih menunjukkan sisa ketersediaan air bersih dari imbuhan air tanah dan pelayanan perpipaan. Kondisi yang diharapkan adalah terjadinya surplus air bersih sepanjang tahun. IKA menunjukkan perbandingan ketersediaan terhadap kebutuhan air bersih, kondisi yang diharapkan adalah ≥ 1. Tabel 57 Neraca air bersih di Tarakan Utara m 3 Gambar 57 Neraca air bersih Tarakan Utara Pada Tabel 58, nilai IKA kondisi eksisting, skenario satu, dua dan tiga terus mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya kebutuhan air bersih. Hasil simulasi IKA pada akhir tahun simulasi 2030 pada kondisi eksisting, skenario satu, dua dan tiga, masing-masing sebesar 4.24, 4.78, 5.85 dan 6.64. Hasil ini menunjukkan bahwa pada kondisi eksisting di tahun 2030 ketersediaan air bersih mampu memenuhi 424 kebutuhan air bersih. Ketersediaan air menggunakan simulasi skenario satu hanya mampu melayani 478 kebutuhan air bersih. Ketersediaan air menggunakan simulasi skenario dua mampu melayani 585 dari kebutuhan air bersih, dan ketersediaan air menggunakan simulasi skenario tiga mampu melayani 664 dari kebutuhan air bersih. Tabel 58 Indeks Ketersediaan Air Bersih IKA di Tarakan Utara

7.8 Uji Validasi Model

Secara garis besar uji validasi model dapat dilakukan dalam dua bentuk yaitu uji validasi struktur dan uji validasi kinerja.

7.8.1 Uji Validasi Struktur

Uji validasi struktur lebih menekankan pada keyakinan pemeriksaan kebenaran logika pemikiran atau dengan kata lain apakah struktur model yang dibangun sudah sesuai dengan teori. Secara logika, terlihat bahwa pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat akan diikuti oleh peningkatan kebutuhan air bersih. Pertumbuhan penduduk ini dipengaruhi oleh persentase pertambahan penduduk. Begitu pula halnya dengan pertumbuhan sektor industri dan perhotelah. Pertumbuhan penduduk dan peningkatan kebutuhan air bersih mengikuti pola pertumbuhan kurva sigmoid dimana pada suatu waktu tertentu akan menemui titik keseimbangan stable equibilirium sesuai dengan konsep limits to growth Meadows, 1985. Ketersediaan air bersih suplai diperoleh dari air bersih alami dan pelayanan air bersih perpipaan. Air bersih alami diperoleh dari imbuhan air tanah. Untuk meningkatkan imbuhan air tanah, maka koefisien run off aliran limpasan harus diperkecil. Semakin kecil koefisien run off, maka aliran limpasan akan semakin kecil dan imbuhan air tanah semakain meningkat. Untuk memperkecil koefisen run off, dilakukan kegiatan konservasi seperti pembuatan sumur resapan, terasering pada lahan tegakanlading, reboisasi pada lahan hutan dan pembuatan tambak intensif. Semakin besar persentase kegiatan konservasi, maka koefisien run off pada masing-masing lahan akan semakin kecil. Namun persentase konservasi ini juga berpengaruh terhadap biaya konservasinya. Semakin tinggi persentase konservasi, maka dibutuhkan biaya konservasi yang tinggi pula. Ketersediaan air bersih lainnya diperoleh dari pelayanan air bersih perpipaan PDAM. Pelayanan PDAM ditentukan oleh persentase pelayanan air bersih. Dalam rangka menuju Millenium Development Goal’s 2015, ditargetkan pelayanan air bersih perpipaan masyarakat sebesar 80 terlayani. Untuk mencapai layanan tersebut, maka diperlukan peningkatan kapasitas layanan perpipaan dengan menggunakan 2 dua alternatif penyediaan, yaitu penyediaan melalui sistem perpipaan PDAM dan pembangunan IPAB Mikro. Dari masing- masing alternatif penyediaan ini diperoleh biaya peningkatan kapasitas pelayanan. Sehingga semakin besar kebutuhan air bersih masyarakat, membutuhkan biaya pelayanan air bersih yang besar. Dengan melihat hasil simulasi model dinamik berdasarkan struktur model yang telah dibangun yang sesuai konsep teori empiric seperti diuraikan diatas, maka model penyediaan air bersih secara berkelanjutan di pulau kecil Kota Tarakan dapat dikatakan valid secara empirik.

7.8.2 Uji Validasi Kinerja

Uji validasi kinerja merupakan aspek pelengkap dalam metode berpikir sistem. Tujuan dari validasi ini untuk memperoleh keyakinan sejauh mana kinerja model sesuai compatible dengan kinerja sistem nyata, sehingga model yang dibuat memenuhi syarat sebagai model ilmiah yang taat fakta Muhammadi et al., 2001. Uji validasi kinerja dilakukan dengan cara memvalidasi kinerja model dengan data empiris. Uji ini dilakukan dengan menggunakan uji statistic seperti uji penyimpangan antara nilai rata-rata simulasi terhadap aktual Absolute Means Error = AME dan uji penyimpangan nilai variasi simulasi terhadap aktual Absolute Variation Error = AVE, dengan batas penyimpangan yang dapat diterima maksimal 10. Dalam uji validasi kinerja, dapat digunakan satu atau beberapa komponen variable baik pada komponen utama main model maupun komponen yang terkait co-model Barlas, 1996. Dalam penelitian ini digunakan uji validasi kinerja AME dengan menggunakan data aktual jumlah penduduk yaitu tahun 2001 sampai tahun 2009. Berdasarkan hasil perhitungan uji validasi kinerja pada model ini, diperoleh nilai AME dan AVE lebih kecil dari 10 yaitu sebesar 0.098 - 9,3 AVE dan 0,049 - 8,31 AME, sehingga dapat disimpulkan bahwa model ini memiliki kinerja yang baik, relatif tepat dan dapat diterima secara ilmiah. Adapun hasil perhitungan uji validasi kinerja AME dan AVE dan jumlah penduduk simulasi dan aktual seperti pada Tabel 59.

7.8.3 Uji Sensitifitas Model

Uji sensitifitas dilakukan untuk melihat respon model terhadap suatu stimulus Muhammadi, et al.,2001. Respon ini ditunjukkan dengan perubahan perilaku danatau kinerja model. Stimulus diberikan dengan memberikan intervensi tertentu pada unsur atau struktur model. Tabel 59 Hasil Perhitungan nilai AVE, AME dan Jumlah Penduduk dalam uji validasi kinerja a Kecamatan Tarakan Barat b Kecamatan Tarakan Timur c Kecamatan Tarakan Tengah d Kecamatan Tarakan Utara Hasil uji sensitifitas ini adalah dalam bentuk perubahan perilaku danatau kinerja model sehingga dapat diketahui efek intervensi yang diberikan terhadap satu atau lebih unsur atau model tersebut. Adapun contoh perubahan perilaku kinerja model berdasarkan intervensi yang diberikan dapat dilihat pada Gambar 53 sampai 56 dimana pada gambar-gambar tersebut terlihat besarnya perubahan dari setiap perubahan satu atau lebih unsur di dalam model tersebut. Pada Gambar 56 misalnya, dengan memberikan intervensi dengan meningkatkan input persentase pelayanan air bersih, maka air bersih perpipaan juga akan semakin meningkat. Hal ini terlihat dengan semakin tajamnya perubahan kurva dari skenario satu ke skenario dua dan tiga. Dengan adanya perubahan air bersih perpipaan pada setiap pertambahan tahun dapat disimpulkan bahwa model sangat sensitive terhadap intervensi yang diberikan.

7.9 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemodelan dinamis yang telah dilakukan, hasil simulasi setiap komponen menunjukkan kurva pertumbuhan positif naik mengikuti kurva eksponensial seperti terlihat pada pertambahan jumlah penduduk, industri dan hotel. Meningkatnya pertumbuhan tersebut menyebabkan meningkatnya kebutuhan air bersih pada masing-masing sektor tersebut. Kebutuhan air bersih pada masing-masing kecamatan berbeda tergantung variabel jumlah penduduk, industri dan hotel. Begitu pula halnya dengan ketersediaan air bersih pada masing-masing kecamatan juga berbeda, tergantung variabel luasan lahan tutupan dan Instalasi Pengolahan Air PDAM. Oleh karena itu, skenario yang diterapkan pada masing-masing kecamatan juga berbeda satu sama lainnya. Hal ini disesuaikan dengan karakteristik kebutuhan dan ketersediaan air bersih pada masing-masing kecamatan. Kecamatan Tarakan Barat dan Tarakan Timur memiliki potensi krisis air bersih, ditandai dengan terjadinya defisit air bersih dalam rentang waktu simulasi. Kecamatan Tarakan Utara dan Tarakan Tengah tidak memiliki potensi defisit air bersih selama rentang waktu simulasi. Namun pelayanan air bersih perpipaan di seluruh kecamatan Kota Tarakan tidak memenuhi kebutuhan air bersih secara kuantitas, sehingga perlu ditingkatkan dengan peningkatan pelayanan. Peningkatan ketersediaan air bersih melalui konservasi pada masing- masing land use, menunjukkan hasil peningkatan imbuhan air tanah yang signifikan. Semakin tinggi persentase konservasi pada land use, maka semakin tinggi juga imbuhan air tanah yang dihasilkan. Namun tetap memperhatikan faktor biaya yang dibutuhkan untuk kegiatan konservasi tersebut. Begitu pula pada pelayanan air bersih perpipaan, semakin tinggi persentase pelayanan yang diinginkan maka semakin besar pula biaya yang dibutuhkan. Untuk meningkatkan perubahan kinerja model maka skenario yang perlu dilakukan untuk masing-masing kecamatan di Kota Tarakan adalah skenario dua, dengan melakukan intervensi yang lebih besar dari kondisi eksisting terhadap variabel kunci yang berpengaruh dalam model, namun tetap mempertimbangkan ketersediaan biaya yang dibutuhkan. 8 PEMBAHASAN UMUM Daya tarik kehidupan perkotaan dan tuntutan kehidupan yang semakin tinggi menyebabkan semakin banyak penduduk Indonesia yang beralih untuk tinggal dan beraktifitas di kawasan perkotaan. Sejumlah kajian memperkirakan jumlah penduduk perkotaan pada akhir 2025 akan mencapai 60 dari total penduduk Indonesia LSI, 2011. Hal ini juga terjadi di Pulau Tarakan. Walaupun termasuk salah satu pulau kecil di Indonesia, Pulau Tarakan tumbuh berkembang dengan pesat sebagai pintu gerbang Provinsi Kalimantan Timur, dan sudah beralih konsep pengembangannya dari konsep pengembangan skala pedesaan menjadi pengembangan skala perkotaan. Peningkatan jumlah penduduk perkotaan akan memacu kebutuhan air bersih dan infrastruktur pelayanan perkotaan lainnya, sehingga kota akan tumbuh dengan segala potensi dan tantangan yang dimilikinya. Keadaan tersebut harus dihadapi melalui penyiapan perencanaan penyediaan air bersih berdasarkan tata ruang kota yang mempertimbangkan kondisi, potensi dan tantangan yang dimiliki oleh kota tersebut. Keadaan yang terjadi saat ini adalah masih lemahnya sinergitas perencanaan sektor air bersih, terutama dalam penyediaan air bersih perpipaan yang merupakan tuntutan dari pesatnya pertambahan penduduk perkotaan. Pembangunan infrastruktur air bersih perkotaan yang kurang atau belum mengantisipasi dan mengakomodir fenomena pengembangan kawasan perkotaan akan menimbulkan beberapa persoalan seperti : 1 tidak meratanya penyediaan layanan air bersih, 2 tidak tersedianya kecukupan air baku untuk air bersih, 3 eksploitasi air tanah secara tidak terkendali, 4 terjadinya krisis air bersih. Apabila berbagai persoalan tersebut berbenturan dengan persoalan pembangunan lainnya maka akan semakin mengaburkan arah pembangunan kota yang akhirnya memperburuk citra kota dan kawasannya. Penyediaan air bersih pulau kecil di Kota Tarakan sudah beralih dari skala pedesaan menjadi skala kota pada pulau besar. Hal ini menyebabkan kebutuhan air baku menjadi sangat besar. Bila melihat potensi air baku di 24 sungai Pulau Tarakan, tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut, karena kondisi sungai yang kecil lebar 1 m sampai 7 m dan kedalaman air 0,5 m - 1 m. Penyebaran penduduk yang tidak merata, menyulitkan pelayanan air bersih perpipaan skala kota. Untuk itu perlu suatu inovasi dalam penyediaan air bersih di pulau kecil namun tetap mengacu kepada pelayanan perpipaan skala kota. Penyediaan air bersih skala kota dicirikan dengan tingginya kebutuhan air bersih 150-200 literorghari dan cakupan layanan perpipaan 80 terlayani merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah Kota Tarakan. Kondisi saat ini PDAM Kota Tarakan memiliki 4 buah IPA dengan total kapasitas terpasang sebesar 400 literdetik. Namun kapasitas efektif dari seluruh IPA hanya sebesar 269 literdetik. Hasil simulasi model ketersediaan air, pelayanan air bersih perpipaan Kecamatan Tarakan Barat hanya terlayani sebesar 57,84 2012 dari kebutuhan air bersih penduduk dan terus menurun menjadi 12,26 pada tahun 2030. Tarakan Timur terlayani sebesar 57,05 2012 dan 6,32 pada tahun 2030. Tarakan Tengah terlayani sebesar 50,4 2012 dan 24,7 pada tahun 2030. Sedangkan Tarakan Utara terlayani sebesar 40,71 2012 dan 3,85 pada tahun 2030. Menghadapi MDG’s, dimana komitmen pemerintah untuk dapat menyediakan air bersih perpipaan untuk perkotaan sebesar 80, menyebabkan PDAM sebagai pengelola air bersih menghadapi kesulitan baru. Rendahnya keragaan dan kinerja sektor air bersih dan PDAM tidak terlepas dari keadaan kelembagaan dan kelemahan sistem insentif di dalamnya. Payung kelembagaan PDAM bersumber dari Surat Keputusan Bersama SKB Mendagri dan Menteri PU No 4 tahun 1984 atau 27KPTS1984 tentang pembinaan PDAM. Hal tersebut berimplikasi bahwa Depdagri melalui Pemda berhak menetapkan direksi dan mempengaruhi manajemen. Pemda juga berkepentingan menetapkan harga air regulated price dalam rangka melindungi kepentingan konsumen. Kebijakan harga tersebut terbukti tidak memuat insentif bagi pengambilan keputusan berproduksi oleh PDAM atau konsumsi air bersih oleh rumah tangga. Dengan tarif air bersih Rp1.350 per m 3 , sangat sulit bagi PDAM Kota Tarakan untuk dapat meningkatkan pelayanan air bersih, karena biaya operasional saja sudah mencapai Rp1.200 per m 3 . Sebagai sebuah perusahaan, PDAM juga dituntut untuk dapat mengembalikan biaya investasi yang diberikan pemerintah daerah. Model penyediaan air bersih di pulau kecil harus disesuaikan dengan potensi sumber daya alam dan lingkungan di pulau tersebut, sehingga harus melibatkanmemperhatikan aspek lingkungan, ekonomi, sosial, kelembagaan dan ekonomi. Beberapa faktor keberlanjutan penyediaan air bersih diuraikan dalam analisis keberlanjutan penyediaan air bersih Kota Tarakan menggunakan metode MDS. Berdasarkan analisis metode MDS, didapatkan bahwa kondisi saat ini, dimensi ekonomi, hukum dan kelembagaan berkelanjutan. Sedangkan dimensi sosial kurang berkelanjutan, dimensi lingkungan dan teknologi tidak berkelanjutan. Dari analisis ini terlihat jelas bahwa permasalahan teknologi instalasi pengolahan air bersih menjadi salah satu faktor kunci keberlanjutan. Tingginya tingkat kebocoran losses, karena faktor umur instalasi, menyebabkan produksi menjadi tidak efisien. Selain itu, instalasi yang ada membutuhkan energi listrik yang sangat besar sehingga ketersediaan energi listrik menjadi faktor kunci utama dalam penyediaan air bersih skala kota. Untuk itu dibutuhkan suatu model baru dalam penyediaan air bersih di pulau kecil. Penyediaan air bersih yang melibatkan aspek lingkungan dapat dilakukan dengan cara “menaikan imbuhan air tanah melalui konservasi lingkungan” dengan cara pembuatan sumur resapan di lahan permukiman, reboisasi lahan hutan, pembuatan terasering dan pembangunan tambak intensif. Jumlah atau besaran kegiatan konservasi dalam masing-masing wilayah tentunya tidak sama, tergantung kebutuhan atau kondisi dari wilayah tersebut. Misalnya, Kecamatan Tarakan Barat membutuhkan jumlah reboisasi yang lebih tinggi yaitu 10 lahan permukiman dibuat sumur resapan setiap tahun bila dibandingkan dengan Kecamatan Tarakan Utara yang hanya membutuhkan 1. Begitu pula halnya untuk terasering dan reboisasi. Dengan diberlakukannya kebijakan konservasi lingkungan mulai tahun 2013, Pulau Tarakan dapat terhindar dari ancaman krisis air bersih sampai tahun 2030, hal ini ditunjukkan oleh hasil simulasi model ketersediaan air dimana neraca air menjadi meningkat. Aspek teknologi yang perlu diperhatikan dalam penyediaan air bersih supaya berkelanjutan adalah faktor instalasi pengolahan air bersih, ketersediaan listrik dan tingkat pelayanan PDAM. Hal ini berkaitan erat dengan infrastruktur Kota Tarakan. Oleh karena itu, upaya penyediaan air bersih dapat dilakukan dengan cara “meningkatkan pelayanan air bersih melalui uprating IPA dan peningkatan pelayanan”. Saat ini, konsep penyediaan air bersih Kota Tarakan sudah terintegrasi dengan perencanaan tata ruang wilayah Kota Tarakan, sehingga pembagian pelayanan diatur berdasarkan wilayah pelayanan. Walaupun demikian, instalasi yang dibutuhkan tetap berskala besar yang membutuhkan air baku yang banyak dan konsumsi listrik yang tinggi. Sebagai alternatif peningkatan kapasitas layanan perpipaan, diusulkan teknologi penyediaan air bersih menggunakan instalasi pengolahan air bersih IPAB mikro. Teknologi ini memiliki sistem pengolahan yang sama dengan IPA PDAM yaitu koagulasi, flokulasi, sedimentasi dan filtrasi, namun dalam skala yang lebih kecil. Pemilihan teknologi ini atas dasar : 1 penyebaran penduduk yang tidak merata menyulitkan dalam distribusi perpipan skala kota, 2 sumber air baku permukaan yang sedikit, 3 pemakaian listrik yang tidak besar, dan 4 adanya unsur pelibatan partisipasi masyarakat sehingga membuka lapangan kerja dalam sektor air bersih. IPAB Mikro dapat dibangun dekat dengan pemukiman, hotel atau industri, memanfaatkan air permukaan yang ada dan dikelola oleh masyarakat pengguna air bersih di wilayah tersebut. 9 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENYEDIAAN AIR BERSIH PULAU TARAKAN Penelitian ini bertujuan untuk membangun model penyediaan air bersih secara berkelanjutan di pulau kecil Kota Tarakan, sehingga dapat memberikan rekomendasi kebijakan kepada stakeholder, dalam hal ini pemerintah Kota Tarakan dan Perusahaan Daerah Air Minum PDAM Kota Tarakan.

9.1 Rekomendasi kebijakan yang ditujukan kepada Pemerintah Kota

Tarakan Dalam rangka menjaga keberlanjutan penyediaan air bersih, maka beberapa rekomendasi kebijakan yang diusulkan kepada pemerintah daerah berdasarkan hasil penelitian adalah : 1. Menetapkan kebijakan konservasi lingkungan mulai tahun 2013 dengan cara pembuatan sumur resapan pada lahan permukiman, pembuatan terasering pada lahan ladangtegakan dan reboisasi pada hutan pada masing-masing kecamatan di Kota Tarakan. a. Berdasarkan hasil simulasi model pada skenario dua, Kecamatan Tarakan Barat dan Tarakan Timur membutuhkan 10 lahan permukiman dibangun sumur resapan per tahun, terasering 2 dan reboisasi 5. Dengan kebijakan ini diharapkan ketersediaan air dari imbuhan air tanah tetap terjaga sampai tahun 2030 seperti pada Gambar 41 dan 46. b. Berdasarkan hasil simulasi model pada skenario dua, Kecamatan Tarakan Tengah dan Utara membutuhkan 1 lahan permukiman dibangun sumur resapan per tahun, terasering 1 dan reboisasi 1. Dengan kebijakan ini diharapkan ketersediaan air dari imbuhan air tanah tetap terjaga sampai tahun 2030 seperti pada Gambar 51 dan 56. 2. Menetapkan kebijakan penghematan air pemakaian air bersih pada masyarakat, industri dan hotel pada seluruh kecamatan. Berdasarkan skenario dua, perlu dilakukan penghematan air bersih sebanyak 10 pada masing-masing sektor dimulai sejak tahun 2013, sehingga kebutuhan air menjadi berkurang seperti pada Gambar 38, 43, 48 dan 53. 3. Membuka peluang kepada masyarakat dan koorporasi untuk dapat mengusahakan sendiri penyediaan air bersih di wilayahnya, namun dalam pengawasan dinas terkait PU dan PDAM dan terintegrasi dengan RTRW Kota Tarakan. Berdasarkan hasil simulasi sistem dinamik dan metode SWOT, dapat diterapkan teknologi pengolahan sistem IPAB Mikro di wilayah permukiman, indusrti dan hotel. 4. Menfasilitasi PDAM dalam upaya sosialisasi penambahan tarif air bersih kepada masyarakat, industi dan hotel, sehingga PDAM dapat meningkatkan pelayanan.

9.2 Rekomendasi kebijakan yang ditujukan kepada PDAM

Adapun rekomendasi kebijakan yang dapat diusulkan kepada PDAM Kota Tarakan sebagai pengelola air bersih adalah : 1. Meningkatkan kapasitas layanan melalui pengurangan kebocoran dan peningkatan kapasitas IPA. Berdasarkan hasil simulasi skenario dua, dibutuhkan penambahan supply air bersih di Kecamatan Tarakan Barat Gambar 40, Tarakan Timur Gambar 45, Tarakan Tengah Gambar 47, dan Tarakan Utara Gambar 55. a. Uprating IPA eksisting sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat. Berdasarkan skenario dua, untuk memenuhi kebutuhan air bersih perpipaan dibutuhkan biaya peningkatan kapasitas Kecamatan Tarakan Barat Tabel 25, Tarakan Timur Tabel 35, Tarakan Tengah Tabel 46, dan Tarakan Utara Tabel 55. b. Peningkatan pelayanan dengan pembangunan IPAB Mikro di wilayah permukiman. Berdasarkan skenario dua, untuk memenuhi kebutuhan air bersih perpipaan dibutuhkan biaya peningkatan kapasitas dan jumlah IPAB Mikro terpasang pada Kecamatan Tarakan Barat Tabel 25, Tarakan Timur Tabel 35, Tarakan Tengah Tabel 46, dan Tarakan Utara Tabel 55. 2. Berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait seeperti lembaga legislatif, dinas PU, dinas Bappeda, PLN dan pemerintah daerah guna meningkatkan kapasitas pelayanan air bersih PDAM Kota Tarakan dan penambahan tarif air bersih. 10 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Kebutuhan air bersih masing-masing daerah pelayanan sebagai berikut : a. Kebutuhan air bersih penduduk Tarakan Barat sebesar 5.835.078,23 m 3 2012 menjadi 27.524.756,7 m 3 2030. Kebutuhan air bersih industri 5.660.343,36 m 3 2012 menjadi 6.770.605,42 m 3 2030. Kebutuhan air bersih hotel sebesar 226.915,01 m 3 2012 menjadi 342.091,56 m 3 2030. Total kebutuhan air bersih pada tahun 2012 sebesar 11.722.337 m 3 menjadi 34.619.464 m 3 pada tahun 2030. b. Kebutuhan air bersih penduduk Tarakan Timur sebesar 4.579.342,14 m 3 2012 menjadi 41.325.210,6 m 3 2030. Kebutuhan air bersih industri 1.461.473 m 3 2012 menjadi 1.753.538 m 3 2030. Kebutuhan air bersih hotel sebesar 90.766,32 m 3 2012 menjadi 129.636,7 m 3 2030. Total kebutuhan air bersih pada tahun 2012 sebesar 6.136.096,68 m 3 2012 menjadi 43.208.385,4 m 3 2030. c. Kebutuhan air bersih penduduk Tarakan Tengah sebesar 3.915.717,62 m 3 2012 menjadi 7.932.525,43 m 3 2030. Kebutuhan air bersih industri sebesar 5.008.793 m 3 2012 menjadi 6.991.255,2 m 3 2030. Kebutuhan air bersih hotel sebesar 196.666,26 m 3 2012 menjadi 390.407,72 m 3 2030. Total kebutuhan air bersih pada tahun 2012 sebesar 9.121.175,92 m 3 menjadi 14.322.188,3 m 3 pada tahun 2030. d. Kebutuhan air bersih penduduk Tarakan Utara sebesar 1.871.683,12 m 3 2012 menjadi 19.793.365,7 m 3 2030. Kebutuhan air bersih industri sebesar 680.747,43 m 3 2012 menjadi 972.274,97 m 3 2030. Kebutuhan air bersih hotel sebesar 22.691,58 m 3 2012 menjadi 32.409.17 m 3 2030. Total kebutuhan air bersih pada tahun 2012 sebesar 9.121.175,92 m 3 menjadi 14.322.188,3 m 3 pada tahun 2030. 2. Ketersediaan air bersih pada masing-masing daerah pelayanan adalah : a. Ketersediaan air bersih dari imbuhan air tanah alami Tarakan Barat sebesar 10.172.837,61 m 3 2012 mengalami peningkatan menjadi 8.343.214,99 m 3 2030; sedangkan ketersediaan air bersih perpipaan dari PDAM melalui IPA Persemaian sebesar 5.987.520 m 3 . Sehingga total ketersediaan air bersih sebesar 16.160.357,6 m 3 2012 menjadi 8.343.214,99 m 3 2030. b. Ketersediaan air bersih dari imbuhan air tanah alami Tarakan Timur sebesar 37.294.975,29 m 3 2012 menjadi 37.039.106,14 m 3 2030. Sedangkan ketersediaan air bersih perpipaan dari PDAM melalui IPA Kampung Bugis sebesar 2.612.736 m 3 . Sehingga total ketersediaan air bersih sebesar 39.907.711,3 m 3 2012 meningkat menjadi 39.651.841,1 m 3 2030. c. Ketersediaan air bersih dari imbuhan air tanah alami Tarakan Tengah sebesar 40.897.360,75 m 3 2012 menjadi 40.915.432,96 m 3 2030. Sedangkan ketersediaan air bersih perpipaan dari PDAM melalui IPA Kampung Satu sebesar 1.959.552 m 3 . Sehingga total ketersediaan air bersih sebesar 42.856.912,7 m 3 2012 menjadi 42.874.986 m 3 2030. d. Ketersediaan air bersih dari imbuhan air tanah alami Tarakan Utara sebesar 86.535.006,96 m 3 2012 menjadi 87.472.188,86 m 3 2030. Sedangkan ketersediaan air bersih perpipaan dari PDAM melalui IPA Juata Laut sebesar 762.048 m 3 . Sehingga total ketersediaan air bersih sebesar 84.721.932,8 m 3 2012 menjadi 88.234.236,9 m 3 2030. 3. Status keberlanjutan penyediaan air bersih di Pulau Tarakan adalah dimensi ekonomi berkelanjutan, dimensi hukum kelembagaan dan dimensi sosial cukup berkelanjutan, sedangkan dimensi lingkungan kurang berkelanjutan dan dimensi infrastruktur-teknologi tidak berkelanjutan. Secara multidimensi sistem penyediaan air bersih di Pulau Tarakan cukup berkelanjutan dengan 13 atribut yang sensitif berpengaruh dalam meningkatkan indeks keberlanjutan. 4. Faktor kunci kendala penyediaan air bersih adalah kualitas air baku yang buruk akibat pencemaran, kurangnya sumberdaya manusia yang memadai dan terbatasnya sumberdaya air tawar. Sedangkan faktor kunci kebutuhan adalah ketersediaan air baku. Bentuk pengelolaan air bersih harus dikelola oleh pemerintah. Adapun rumusan strategi pengembangan pelayanan air bersih di Kota Tarakan adalah Strategi Kekuatan – Peluang sebagai berikut : a. Memanfaatkanmenerapkan teknologi penyediaan air bersih yang sudah ada untuk daerah-daerah yang belum terlayani air bersih oleh pemerintahPDAM sebagai alternatif dalam penyediaan air bersih dengan menggunakan konsep cluster yang memanfaatkan air hujanpermukaan. b. Melakukan konservasi pada land use melalui kegiatan reboisasi, pembuatan sumur resapan, terasering, dan embung-embung penangkap air hujan untuk menjaga kelestarian sumber air baku. c. Mendorong PDAM sebagai penyedia air besih untuk terus meningkatkan kapasitas layanan melalui pengurangan persentase kebocoran dan peningkatan kapasitas IPA. d. Memanfaatkan program pemberdayaan masyarakat dari koorporasi CSR. e. Menerapkan, menata dan menjaga suatu kawasan sesuai dengan fungsinya, berdasarkan atas komitmen Pemerintah Kota Tarakan yang diuraikan dalam RTRW Tarakan. 5. Model penyediaan air bersih pulau kecil dibangun dari dua sub model yaitu sub model kebutuhan air bersih dan sub model ketersediaan air bersih. Hasil simulasi menunjukkan kurva pertumbuhan positif naik mengikuti kurva eksponensial seperti terlihat pada pertambahan jumlah penduduk, industri dan hotel. Meningkatnya pertumbuhan tersebut menyebabkan meningkatnya kebutuhan air bersih pada masing-masing sektor tersebut. Kebutuhan air bersih pada masing-masing kecamatan berbeda tergantung variable jumlah penduduk, industri dan hotel. Begitu pula halnya dengan ketersediaan air bersih pada masing-masing kecamatan juga berbeda, tergantung variabel luasan lahan tutupan dan kapasitas IPA PDAM. Oleh karena itu, skenario yang diterapkan pada masing-masing kecamatan juga berbeda satu sama lainnya. Hal ini disesuaikan dengan karakteristik kebutuhan dan ketersediaan air bersih pada masing-masing kecamatan. Tarakan Utara dan Tarakan Tengah tidak memiliki potensi defisit air bersih selama rentang waktu simulasi. Sedangkan Tarakan Barat dan Timur berpotensi defisit air bersih. Namun pelayanan air bersih perpipaan di seluruh kecamatan Kota Tarakan tidak memenuhi kebutuhan air bersih secara kuantitas, sehingga perlu ditingkatkan dengan peningkatan pelayanan. Hasil akhir dari model penyediaan air bersih pulau kecil ini adalah rekomendasi kebijakan dalam penyediaan air bersih. MODEL PENYEDIAAN AIR BERSIH BERKELANJUTAN DI PULAU KECIL STUDI KASUS : PULAU TARAKAN, KALIMANTAN TIMUR EMIL AZMANAJAYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 DAFTAR PUSTAKA Arne, H., Byrkness and J. Cover. 1996. Quick Tours in Powersim. Powersim Press, Virginia. Anwar, Affendi et al. 2004. Perilaku Suppy-Demand Air di Wilayah Perkotaan dan Perdesaan. Lembaga Penelitian IPB. Bogor. Asdak, Chay, 1995, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Badudu, Yus dan Zain, M, 1994, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. Bappeda Propinsi Bengkulu. 2004. Pengembangan Pulau Enggano Sebagai Pusat Industri Berbasis Maritim dan Pariwisata di Propinsi Bengkulu. Bengkulu. BPS Kota Tarakan. 2007. Kota Tarakan dalam Angka 2009. Tarakan. Kaltim. BPS Kota Tarakan. 2010. Kota Tarakan Dalam Angka. Tarakan. Kaltim. Barkley, Bruce T and James H Saylor. 1994. Customer Driven Project Management, A New Paradigm in Total Quolity Implementation Singapore. Barlas, Y. 1996. Formal Aspects of Model Validity and Validation of System Dynamics. System Dynamics Review, Vol. 12. John Wiley Sons, Ltd. US. Bassi, A. M. 2011. System Dynamics Integrated National Development Planning Simulation Models. Millennium Institute Paper. Arlington, VA. USA. Bear,Jacob. 2001. Modelling Groundwater Flow and Contaminant Transport. Internet Course. Bourne, Larry ed, 1971, Internal Structure of The City, New York, University Press. Budihardjo, Eko, 1997, Lingkungan Binaan dan Tata Ruang Kota, UPT Penerbitan Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang. Bulkin, Imron, 1995, Antisipasi Kebutuhan Infrastuktur di Indonesia, 1999-2020: Perencanaan Pembangunan di Indonesia, Grasindo, Jakarta. Byron Bird, R. Stewart, Warren E. Lightfoot, Edwin N. 2002. Transport Phenomena, Second Edition. John Wiley Sons, Inc. USA Casey, D., P. N. Nemetz and D. H. Uyeno. 1983. Sampling frequency for water monitoring : measures of effectiveness. Water Resources Research 19 5 : 22-41. Cahyono,M. G, Rusnandi, Azmanajaya, E . 2002. Pilot Plant Direct Filtrations. Paper HATHI 24-25 Pekanbaru. Due, F. John and Friedlaender, F. Ann, 1984, Government Finance 7th edition, Richard D. Irwin, Inc. Dasanto, B.D. 1996. Groundwater conservation on Bekasi District, West Java. The Indonesian Journal of Geography, 28 71 : 11-24. Eriyatno. 1998. Ilmu Sistem, Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. IPB Press, Bogor. Fajar, Reggy. M. 2007. Analisis Ketersediaan Air DAS Banjaran menggunakan Program HEC-HMS. Skripsi. Uiversitas Soedirman Purwokerto Fletcher, CAJ. “Computational Techniques for Fluid Dynamics, Volume I”. 1990 Springer-Verlag. Germany. Ford, A. 1999. Modeling of Environment : An Introduction to System Dynamics Models of Environmental System. Island Press, California. Goldenberg, L. C., M. Magaritz and S. Mandel. 1983. Experimental investigation on irreversible changes of hydraulic conductivity on the seawater-freshwater interface in coastal aquifers. Water Resources Research 19 1 : 225-242. Fair, Gordon Maskew, Gayer John Charles, 1971, Element of Water Supplay and Waste Water Disposal, John Wily and Son, New York. Fakultas Teknik UGM, 1994, Model Penyiapan Program Pembangunan Prasarana dan Sarana Dasar Perkotaan, Yogyakarta. Hadi, Sudharto P, 1995, Aspek Spasial AMDAL: Sejarah, Teori dan Metoda, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Handoko, Hani, T. 1994, Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi, PFE, Yogyakarta. Intan, Anisa. 2005. Kualitas Air Bersih untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga di Kabupaten Tegal. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Iwan Nugroho. 2002. Keragaan dan Strategi Pengembangan Sektor Air Bersih: Studi kasus di propinsi Jawa Timur. Disertasi. Program Pascasarjana IPB Bogor. Jayadinata, T. Johara, 1992, Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesan, Perkotaan dan Wilayah, Penerbit ITB, Bandung. Jeffer, J. N. R. 1998. An Introduction to System Analysis : with Ecological Application. Edward Arnold, London. Jordan, J. L. and A. H. Elnagheeb. 1993. Willingness to pay for improvements in drinking water quality. Water Resources Research 292: 237-245.