Lanjutan Lampiran 6
6.7 Senyawa Siklokomunol
konsentrasi absorban
rata-rata sel hidup
uM U1
U2 U3
500 0.309
0.118 0.133
0.187 10.146
250 0.15
0.542 0.924
0.539 45.276
125 0.535
0.959 1.384
0.959 87.259
62.5 1.097
1.375 1.393
1.288 120.093
31.25 1.134
1.954 1.702
1.597 150.865
6.8 Doxorubicin
konsentrasi ulangan
rata-rata sel hidup
uM U1
U2 U3
1 0.575
0.485 0.491
0.517 43.114
0.5 0.607
0.566 0.724
0.632 54.624
0.25 0.853
0.675 0.857
0.795 70.858
0.125 1.017
1.022 1.083
1.041 95.376
0.0625 1.265
1.328 1.285
1.293 120.526
y = -0.311x + 129.3 R² = 0,.63
-100,000 0,000
100,000 200,000
300,000
200 400
600
sel hid
up
konsentrasi µM AC-3-1
y = -0.279x + 136.8 R² = 0.892
-100,000 0,000
100,000 200,000
300,000
200 400
600
sel hid
up
konsentrasi µM Siklokomunol
IC
50
AC3-1 = 110.33 ± 24.45 µM
Uji T normal terhadap sampel Senyawa AC-3-1
nilai p = 0.26199
IC
50
Siklokomunol = 266.83 ± 10813 µM
Uji T normal terhadap sampel Senyawa Siklokomunol
nilai p = 0.03445
Lanjutan Lampiran 6
y = -71.22x + 104.5 R² = 0.752
0,000 50,000
100,000 150,000
0,5 1
1,5
sel hid
up
konsentrasi µM Doxorubicin
IC
50
Doxorubicin = 0.53 ± 0.05 µM
Uji T normal terhadap sampel doxorubicin
nilai p = 0.13591
Lampiran 7 Persentase populasi sel yang terinduksi apoptosis
Sampel Populasi sel di daerah
apoptosis Rata-rata
SD U1
U2 U3
Populasi sel Normal
11.14 1.89
1.59 4.87
5.43 Kontrol Negatif: DMSO
2.59 4.28
2.93 3.27
0.89 Kontrol Positif: Doxorubicin
60.9 62.1
75.9 66.3
8.33 Ekstrak Etanol
3.44 4
2.75 3.39
0.63 Ekstrak Heksana
42.4 44.47
30.3 39.06
7.65 Ekstrak Etil Asetat
56.8 65
59.82 60.54
4.15 Ekstrak Butanol
7.42 9.15
6.22 7.59
1.47 AC5-1
41.16 16.37
18.9 25.48
13.64 AC3-1
10.85 10.4
8.3 9.85
1.36 Siklokomunol
21.4 21.05
31.49 24.65
5.93 Keterangan : U1, U2, U3 = ulangan 1, ulangan 2, ulangan 3
SD = standar deviasi
ABSTRAK
EUIS NURHAYATI. Sitotoksisitas Ekstrak dan Senyawa Flavonoid Daun Sukun Artocarpus altilis Terhadap Sel T47D Melalui Induksi Apoptosis. Dibimbing
oleh LAKSMI AMBARSARI dan TJANDRAWATI MOZEF
Tanaman sukun Artocarpus altilis merupakan salah satu tanaman herbal yang telah dilaporkan aktivitas biologisnya, meliputi sifat sitotoksik, antioksidan,
antiinflamasi, antimikrob, dan sebagai inhibitor tirosinase. Senyawa aktif yang dimiliki daun sukun diduga dapat menghambat proliferasi sel kanker, termasuk sel
kanker payudara T47D. Penelitian ini bertujuan menentukan efek sitotoksik ekstrak dan senyawa flavonoid daun sukun menggunakan uji microculture
tetrazolium technique MTT dengan parameter konsentrasi penghambatan 50 proliferasi sel IC
50
dan menentukan efektivitas sampel dalam memacu apoptosis sel T47D menggunakan analisis flow cytometry.
Tahapan penelitian terdiri atas kultur sel, perlakuan sampel, pengamatan morfologi sel, uji sitotoksik dengan
metode MTT, analisis induksi apoptosis, dan analisis data. Hasil penelitian dari keempat ekstrak etanol, heksana, etil asetat, butanol dan senyawa turunan
flavonoid AC-5-1, AC-3-1, siklokomunol yang diujikan menunjukkan bahwa sampel yang memiliki efek sitotoksik terhadap sel T47D adalah ekstrak heksana
IC
50
= 61.02 µgmL, ekstrak etil asetat IC
50
= 264.67 µgmL, senyawa AC-5-1 IC
50
= 260.44 µM, senyawa AC-3-1 IC
50
= 110.33 µM, dan senyawa siklokomunol IC
50
= 266.83 µM. Sampel yang memiliki efek sitotoksik paling baik melalui mekanisme induksi apoptosis ditunjukkan oleh ekstrak etil asetat
60.54 dan senyawa AC-5-1 25.47, hasil isolasi dari ekstrak etil asetat. Kata kunci: flavonoid, Artocarpus altilis, sel T47D, sitotoksik, apoptosis, analisis
flow cytometry.
ABSTRACT
EUIS NURHAYATI. Cytotoxicity of Extracts and Flavonoid Compounds Leaves of Breadfruit Artocarpus altilis to The T47D Cells Through Induction of
Apoptosis. Under the direction of LAKSMI AMBARSARI and TJANDRAWATI MOZEF.
Breadfruit plants Artocarpus altilis is one of the herbal plants that has been reported its biological activities, such as cytotoxic, antioxidant, anti
inflammatory, antimicrobial, and tirosinase enzyme inhibitors. Active compounds from the leaves of breadfruit were investigated to inhibit the proliferation cancer
cells, including T47D breast cancer cell. This study aimed to establish cytotoxic effect of extract and flavonoid compounds from the leaves of breadfruit using the
microculture tetrazolium technique MTT-assay and determine inhibit concentration 50 proliferation cell IC
50
, and to examine the effectiveness of sample to stimulate T47D cells apoptosis by analysis flow cytometry. The methods
consisted of T47D cell culture, treatment of samples in cell culture, observation of cell morphology, cytotoxic with MTT-assay, analysis induction of apoptosis, and
data analysis. The results from four extract ethanol, ethyl acetate, hexane, butanol and flavonoid derivatives compounds AC-5-1, AC-3-1, cyclocomunol
have been cytotoxic activity shown by the hexane extract IC
50
= 61.02 µgmL, ethyl acetate extract IC
50
= 264.67 µgmL, AC-5-1 compund IC
50
= 260.44 µM, AC-3-1 compound IC
50
= 110.33 µM, and cyclocomunol compound IC
50
= 266.83 µM. The best samples have cytotoxic activity through mechanism
induction of apoptosis were shown by ethyl acetate extract 60.54 and AC-5-1 compound 25.47, results isolation from ethyl acetate extract.
Keywords: flavonoid, Artocarpus altilis, T47D cell, cytotoxic, apoptosis, analysis flow cytometry.
PENDAHULUAN
Memasuki dasawarsa terakhir ini, masalah kesehatan menjadi hal utama yang harus
diperhatikan masyarakat luas. Menurut World Health Organization WHO, lebih dari satu
juta kasus kanker terjadi setiap tahunnya dan lebih dari setengahnya terdapat di negara-
negara berkembang Heti 2008. Di Indonesia, kasus kanker payudara merupakan kasus
kanker tertinggi kedua yang menyerang wanita, yaitu sebanyak 18 setelah kanker
rahim 29 Kumala et al. 2010. Data Sistem Informasi Rumah Sakit SIRS menyebutkan
bahwa dalam tiga tahun terakhir kasus kanker payudara sebanyak 8 227 kasus atau sebanyak
17 Tribun Jabar 2010.
Kanker terbentuk alami dari suatu sel yang mengalami mutasi DNA. Kerusakan genetik
pada DNA akibat radiasi, radikal bebas, atau gen penekan tumor akan mengubah kecepatan
proliferasi dan
penghambatan apoptosis
programmed cell death Silalahi 2006 Sukardiman et al. 2006. Kanker payudara,
khususnya sel
T47D merupakan
hasil diferensiasi lanjut dari sel T-47 yang diisolasi
dari payudara seorang wanita penderita kanker payudara. Pada sel T47D terdapat mutasi gen
p53 yang terjadi pada residu 194, sehingga tidak dapat berikatan dengan sekuen pada
DNA dan mengakibatkan gen tersebut tidak mampu
untuk menginduksi
apoptosis Zampieri et al. 2002. Mekanisme kerja
apoptosis melibatkan serangkaian transduksi sinyal biokimiawi yang dapat menyebabkan
perubahan ciri morfologis, seperti pengerutan sel, adanya fragmentasi DNA, kerusakan
membran dan terbentuknya badan apoptosis yang nantinya akan difagositosis oleh sel
makrofag Gewies 2003.
Penggunaan obat kemoterapi sel kanker, yaitu doxorubicin belum memberikan hasil
optimal, karena obat tersebut bekerja tidak hanya menyerang sel kanker, tetapi dapat
menyerang sel atau jaringan lain seperti terjadinya kerontokan pada rambut Kumala et
al. 2010. Oleh karena itu, kecendrungan masyarakat untuk kembali ke alam back to
nature semakin tinggi dengan lebih memilih menggunakan obat-obatan tradisional dari
tanaman.
Target pengembangan
obat antikanker salah satunya diarahkan pada
induksipemacuan apoptosis Fisher 1994. Kandungan aktif dari beberapa tanaman
telah banyak dipelajari untuk mengetahui potensi dalam mencegah aktivitas kanker.
Salah satu kandungan aktif yang dimiliki oleh suatu tanaman adalah senyawa metabolit
sekunder seperti flavonoid Heldt 2005. Flavonoid telah diketahui memiliki aktivitas
biologis sebagai antiinflamasi, antioksidan, antivirus, hepatoprotektor, antikanker, dan
lain sebagainya Middelton et al. 2009.
Uji farmakologis
isolat flavonoid
menunjukkan bahwa daun pepaya memiliki aktivitas penghambatan pertumbuhan kanker
dengan IC
50
104 µgmL, serta mampu menginduksi apoptosis terhadap sel mieloma
secara in vitro Sukardiman 2006. Penelitian Da‟i 2007 untuk menghambat pertumbuhan
sel T47D melalui jalur pemacuan apoptosis dilakukan
terhadap analog
kurkumin. Kemampuan tanaman sebagai obat herbal
masih banyak lagi dan perlu dilakukan penelitiannya lebih lanjut.
Sukun Artocarpus altilis adalah salah satu
tanaman „nangka-nangkaan‟ yang dikenal baik di Indonesia. Keseluruhan bagian
tanaman sukun telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Bagian kayu sukun biasanya
digunakan sebagai bahan bangunan, buahnya bermanfaat dalam menyembuhkan sakit gigi,
dan bagian getahnya dapat dibuat menjadi pakan burung. Selain kayu dan bagian lain
tanaman sukun, daunnya diketahui dapat mengobati penyakit kulit Heyne 1987.
Sebagian besar metabolit sekunder yang berhasil diisolasi dari tanaman sukun telah
ditentukan aktivitas biologisnya, antara lain memiliki
sifat sitotoksik,
antioksidan, antikanker,
antiinflamasi, dan
sebagai inhibitor tirosinase Syah 2005. Antioksidan
dan antikanker dalam senyawa flavonoid dapat membantu menginduksi apoptosis
sehingga sel yang tidak terkontrol akibat kerusakan
genetik dapat
ditekan pertumbuhannya Silalahi 2006. Lotulung et
al. 2008 menjelaskan bahwa senyawa flavonoid daun sukun memiliki efek sitotoksik
terhadap sel kanker leukimia P388 dengan IC
50
7 µgmL. Penelitian daun sukun sebagai sitotoksik terhadap sel kanker payudara
T47D masih sedikit, sehingga perlu adanya serangkaian
uji untuk
menentukan sitotoksisitas daun sukun.
Tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk menentukan
sitotoksisitas ekstrak
dan senyawa flavonoid daun sukun terhadap sel
T47D yang ditentukan dengan nilai IC
50
menggunakan uji microculture tetrazolium technique MTT. Selain itu juga untuk
menentukan potensi daun sukun dalam memacu apoptosis sel T47D menggunakan
analisis flow cytometry. Hipotesis penelitian ini,
yaitu sukun
Artocarpus altilis
mengandung senyawa-senyawa
flavonoid
yang memiliki bioaktivitas sebagai sitotoksik dan
penghambatannya diduga
dapat menginduksi
apoptosis. Manfaat
penelitiannya, yaitu daun sukun dapat
digunakan sebagai obat kanker payudara secara alami.
TINJAUAN PUSTAKA Flavonoid
Tanaman yang berpotensi sebagai obat herbal mengandung senyawa kimia hasil dari
metabolisme tanaman itu sendiri. Senyawa kimia hasil metabolisme primer seperti
karbohidrat, protein, dan lemak digunakan sendiri
oleh tanaman
tersebut untuk
pertumbuhannya. Senyawa
metabolit sekunder seperti terpenoid, steroid, kumarin,
flavonoid, dan alkaloid merupakan produk alami tanaman yang berfungsi sebagai
pelindung dari gangguan hama penyakit Heldt 2005.
Kerangka dasar flavonoid terdiri atas 15 atom karbon. Kerangka tersebut membentuk
dua cincin benzena C
6
yang mengikat pada suatu
rantai propana
C
3
sehingga membentuk suatu susunan C
6
-C
3
-C
6
. Susunan tersebut
membentuk senyawa
polifenol. Gugus hidroksil OH pada senyawa fenol
diketahui dapat meningkatkan sitotoksisitas suatu senyawa Syah 2005 Gambar 1.
Flavonoid memiliki tiga jenis struktur yang berbeda, yaitu flavonoid, isoflavonoid, dan
neoflavonoid. Lebih dari 4000 struktur unik flavonoid telah teridentifikasi dari berbagai
jenis tanaman Middelton et al. 2009. Banyaknya jenis flavonoid disebabkan oleh
berbagai tingkat hidroksilasi, alkoksilasi, atau glikosilasi dari struktur tersebut. Masing-
masing
senyawa flavonoid
mempunyai struktur dasar tertentu. Senyawa flavonoid
diklasifikasikan berdasarkan
kerangka karbonnya seperti khalkon, flavanon, flavon,
flavan-3-ol, dan 3-prenilflavon Hakim 2007. Sintesis flavonoid pada suatu tanaman berasal
dari asam amino fenilalanin dan tirosin yang merupakan hasil dari jalur sikimat. Asam
amino tersebut akan mengubah struktur cincinnya menjadi fenol dan masuk dalam
jalur malonat. Tahap awal jalur malonat menggunakan p-komaril-KoA dan 3 molekul
malonil KoA membuat sintesis khalkon yang dibutuhkan dalam jalur ini menjadi bersifat
yang
tidak dapat
dirubah sehingga
menghasilkan flavonoid Heldt 2005. Flavonoid yang merupakan senyawa
fenolik alam memiliki sifat antioksidan dan berpotensi dalam menghambat pertumbuhan
sel kanker melalui mekanisme penghambatan siklus sel, pemacuan apoptosis, penghambatan
angiogenesis, antiproliferatif atau kombinasi dari beberapa mekanisme tersebut. Jenis
flavonoid, misalnya genestein dan kuersetin, mampu menghambat aktivitas protein kinase
pada daerah pengikatan ATP. Peran dari protein kinase sendiri, yaitu sebagai sinyal
pertumbuhan pada sel-sel kanker dan pada jalur antiapoptosis Meiyanto et al. 2007.
Gambar 1 Struktur flavonoid Middelton et al. 2009.
Sukun Artocarpus altilis
Sukun merupakan tanaman Plantae yang termasuk ke dalam divisi Spermatophyta dan
subdivisi Angiospermae. Keluarga tanaman Moraceae ini termasuk ke dalam kelas
Dicotyledonae dengan ordo Urticales, genus Artocarpus, dan spesies Artocarpus altilis.
Sukun atau breadfruit dikenal sebagai sumber makanan yang banyak terdapat di kawasan
tropis termasuk Indonesia dan Malaysia. Di pulau Jawa tanaman ini dijadikan tanaman
budidaya oleh masyarakat Heyne 1987.
Buah sukun berbentuk bulat atau bulat panjang dengan diameter mencapai 25.4 cm
dan beratnya kurang lebih 4.54 kg dengan ketinggian pohon 20 m. Pada Gambar 2
terlihat sebagian warna daun hijau dan coklat, serta kulit buah berwarna hijau yang
menunjukkan tanaman sukun siap untuk panen Koswara 2006. Buah sukun terbentuk
dari
keseluruhan kelopak
bunganya. Perbungaan terjadi dalam ketiak daun, dekat
ujung ranting. Sukun tumbuh baik di daerah basah, tetapi juga dapat tumbuh di tempat
yang sangat kering. Di musim kering, disaat tanaman lain tidak memproduksi atau
Gambar 2 Sukun Artocarpus altilis.
merosot produksinya, justru sukun dapat tumbuh dan berbuah dengan lebat. Pohon
sukun mulai berbuah setelah berumur lima sampai tujuh tahun dan akan terus berbunga
hingga umur 50 tahun, sehingga membuktikan bahwa tanaman sukun produktivitasnya cukup
tinggi Koswara 2006.
Hasil analisis
menunjukkan sukun
memiliki nilai gizi, antara lain kandungan fosfor, kalsium, vitamin C, vitamin B1
Mustafa 1998. Pada bagian daun sukun ditemukan senyawa turunan flavonoid jenis
piranoflavon,
yaitu siklokomunin,
siklokomunol dan sikloartokarpin Hakim 2007. Selain itu, senyawa turunan geranil
flavonoid jenis dihidrokhalkon yang telah berhasil diisolasi, yaitu AC-3-1 1-[2,4-
dihidroksifenil]- 3-[8- hidroksi-2-metil-2-4- metil- 3-pentenil -2H-1- benzopiran-5-il]-1-
propanon,
AC-5-1 2-geranil-2
‟,4‟,3,4 tetrahidroksidihidrokhalkon, 2-geranil-3,4,7-
trihidroksiflavanon, dan sikloaltilisin Wang et al. 2007. Syah 2005 melaporkan bahwa
senyawa AC-5-1, AC-3-1, dan siklokomunol memiliki efek biologis yang potensial sebagai
sitotoksik. Pada Gambar 3 terdapat gugus hidroksil yang terikat pada struktur senyawa
AC-5-1, AC-3-1, dan siklokomunol. Gugus hidroksil tersebut diketahui dapat membantu
dalam mekanisme penghambatan sel kanker sebagai antioksidan Middelton et al. 2009.
Daun tanaman
sukun mengandung
beberapa zat
berkhasiat seperti
asam hidrosianat, asetilkolin, tanin, riboflavin,
fenol, flavonoid, dan saponin Mulyati 2009. Beberapa senyawa turunan dihidrokhalkon
dan piranoflavon A. altilis tersebut hampir memiliki kesamaan dengan A. communis,
tetapi sebagian senyawa A. communis diisolasi berasal dari bagian bunga tanaman sukun,
bukan dari bagian daunnya Syah 2005.
Pada masyarakat Indonesia umumnya, sukun biasa juga digunakan sebagai obat
tradisional yang dapat mengobati berbagai penyakit seperti sirosis hati, hipertensi, dan
diabetes melitus Mustafa 1998. Secara tradisional air rebusan daun sukun dilaporkan
dapat mengobati penyakit kulit, menurunkan tekanan darah, menyembuhkan penyakit
asma, hepar, juga ginjal Syah et al. 2006.
Kanker Payudara
Secara umum kanker didefinisikan sebagai suatu
kondisi sel
telah kehilangan
pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak
normal, cepat, tidak terkendali dan berusaha menghindari kematiannya apoptosis. Sel
kanker tidak peduli dengan keterbatasan zat makanan, ruang dan fakta jika harus berbagi
dengan sel-sel normal yang ada disekitarnya. Lebih jauh dari itu, sel kanker mengabaikan
perintah untuk berhenti berkembangbiak oleh tubuh yang bersangkutan. Sel-sel kanker
dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang disebut transformasi.
Tahapan
transformasi, yaitu
inisiasi terjadinya mutagenesis, promosi kerusakan
gen, dan perkembangan Diananda 2008. Kanker terjadi karena kerusakan struktur
genetik yang menyebabkan pertumbuhan sel tidak terkontrol. Kerusakan gen dapat
disebabkan karena radiasi, radikal bebas, atau gen penekan tumor Silalahi 2006. Tahapan
terjadinya kanker, yaitu: 1 induksi: adanya perubahan pertumbuhan sel displasia, 2
kanker in situ: pertumbuhan kanker terbatas pada jaringan tempat asalnya tumbuh, 3
kanker invasif: sel kanker telah menembus membran basal dan masuk ke jaringan atau
organ sekitar yang berdekatan, 4 metastasis: penyebaran kanker ke jaringan atau organ lain
Diananda 2008.
Kanker payudara merupakan salah satu penyebab kanker tertinggi bagi wanita di
dunia. Penyebab kanker payudara dapat diakibatkan karena interaksi rumit dari banyak
faktor genetik, hormonal, dan lingkungan. Jenis sel kanker payudara, diantaranya adalah
sel T47D, sel MCF-7, sel MDA-MB-231, sel MB-MDA-468, sel BT-20, dan sel BT-549
1 2
3 Gambar 3 Struktur senyawa flavonoid tergeranilasi atau terprenilasi: 1 AC-5-1 ; 2 AC-3-1 ; 3
Siklokomunol Syah 2005.
Yang et al. 2010. Sel T47D merupakan continous cell lines yang diambil dari jaringan
payudara seorang wanita berumur 54 tahun yang terkena ductal carcinoma yang diisolasi
pada tahun 1970 Kristyowati 2009. Sel T47D mengekspresikan gen p53 yang
termutasi sehingga gen p53 tidak dapat berikatan dengan DNA sekuen. Hal ini
mengakibatkan hilangnya kemampuan gen p53 untuk regulasi siklus sel. Mutasi gen p53
ini pun mengakibatkan tidak dapat meregulasi protein proapoptosis yang diatur oleh p53
seperti Bax dan Puma Gewies 2003.
Pada Gambar 4 menunjukkan sel T47D yang sedang mengalami pertumbuhan dan
perkembangannya setelah inkubasi 18 jam. Morfologi sel yang terlihat pada gambar
seperti sel epitel dan memiliki sifat yang bergerombol yang menandakan sel akan
bersifat kanker Diananda 2008. Sel T47D sering digunakan dalam penelitian kanker
secara in vitro karena mudah penanganannya, memiliki kemampuan replikasi yang tidak
terbatas atau cepat dalam pertumbuhannya. Selain itu memiliki homogenitas yang tinggi
dan mudah diganti dengan sel baru yang telah dibekukan jika terjadi kontaminasi.
Metode in vitro ini merupakan alternatif pengganti metode hewan uji. Zampieri et al.
2002.
Gambar 4 Sel T47D dengan perbesaran 10x.
Apoptosis
Apoptosis merupakan
mekanisme kematian sel secara alami dan terprogram.
Berbeda dengan nekrosis, yaitu kematian sel yang merupakan penghancuran sel secara
total. Apoptosis terjadi ketika sel mengalami kerusakan yang tidak dapat diperbaiki lagi,
misalnya terjadi kerusakan DNA akibat radiasi ionisasi atau bahan kimia beracun, atau
bisa juga disebabkan aktivitas gen penekan tumor dan radikal bebas. Oleh karena itu,
apoptosis bekerja untuk melenyapkan sel-sel yang mengalami kerusakan tersebut. Selain
itu, apoptosis memiliki peranan penting untuk menjaga keseimbangan perkembangbiakan sel
dan untuk membatasi proliferasi sel yang dapat menyebabkan kanker Darzynkiewicz et
al. 1992. Apoptosis
melibatkan serangkaian
kejadian biokimiawi melalui transduksi sinyal yang menyebabkan perubahan morfologis
bahkan kematian sel. Mekanisme apoptosis yang dapat merubah morfologis sel tersebut,
yaitu penyusutan sel, kondensasi kromatin fragmentasi DNA, kerusakan membran inti
dan sel pecah menjadi beberapa vesikel yang disebut badan apoptosis Gambar 5. Badan
apoptosis tersebut akan dikenali oleh sel makrofag
dan dimakan
fagositosis. Perubahan yang terjadi dalam sel apoptosis
memediasi pembelahan
DNA menjadi
fragmen-fragmen Gewies 2003. Perubahan biokimia pada proses apoptosis melibatkan
dua kelompok transduksi sinyal, yaitu internal dan eksternal. Transduksi sinyal internal
diantaranya adalah gen penekan tumor, gen bcl-2, dan
„killer caspases’. Transduksi sinyal eksternal, salah satunya reseptor faktor
nekrosis pada tumor Doseff 2004. Gen penekan tumor gen p53 adalah
faktor transkripsi yang mengaktivasi sejumlah besar ekspresi gen yang terlibat dalam
regulasi siklus sel dan apoptosis. Gen p53 adalah gen penekan tumor pertama yang
diidentifikasi dalam sel kanker. Jejaring kerja gen p53 secara normal berada dalam keadaan
tidak aktif. Keadaan ini akan menjadi aktif jika sel mengalami stress atau terluka.
Kehilangan fungsi gen p53 karena mutasi dapat
mempengaruhi mekanisme
pembentukan apoptosis yang melibatkan gen bcl-2
dan caspase
Syaifudin 2007.
Mekanisme gen p53 dalam menginduksi apoptosis, yaitu gen bekerja merangsang
mitokondria dengan adanya induksi dari gen Bax untuk mengeluarkan sitokrom c ke sitosol
membentuk caspase cascade Gewies 2003.
Kultur Sel
Kultur sel
merupakan metode
pertumbuhan sel yang dikembangkan secara in vitro dengan lingkungan yang disesuaikan
nutrisi, pH, oksigen, osmolalitas, konsentrasi CO
2
, dan suhu seperti dalam kondisi in vivo. Kultur sel banyak digunakan dalam berbagai
aplikasi ilmiah, seperti genetika, biologi molekul, dan teknik kultur jaringan Freshney
2005.
Sel yang digunakan dalam kultur berasal dari jaringan asli yang ditransformasi dalam
laboratorium. Sel asli yang diambil dari jaringan atau organ merupakan sel primer. Sel
primer memiliki waktu hidup yang terbatas dan
mungkin menunjukkan
beberapa
Gambar 5 Mekanisme apoptosis Gewies 2003. karakteristik seperti penurunan protein dan
sintesis DNA. Sel yang ditransformasi terkadang memiliki waktu hidup yang tak
terbatas disebut dengan immortal cell atau countinous cell. Waktu hidup sel yang tidak
terbatas membuat sel akan terus-menerus membelah, serta proses tersebut membuat sel
secara kontinyu dapat dikultur Freshney 2005.
Sel T47D ditumbuhkan dalam media kultur sel, yaitu
Dulbecco‟s Modified Eagle‟s Medium DMEM Gibco 12800-017, 10
Fetal Bovine Serum FBS, dan Penicillin Streptomicin Fungizon Genthamicin PSFG.
Fungsi media dalam pertumbuhan sel adalah untuk menyediakan nutrisi dan energi yang
dibutuhkan
dalam pertumbuhan
dan proliferasi sel. Kandungan dalam media
pertumbuhan sel terdiri atas dua bagian, yaitu media dasar dan suplemen Freshney 2005.
Media dasar dalam kultur sel T47D adalah DMEM yang kandungannya terdiri atas
glukosa yang tinggi, larutan garam, asam amino esensial, vitamin, dan merah fenol
phenol red. Media ini tidak mengandung gen
pembunuh dan
membutuhkan suplementasi untuk menjadi media yang
lengkap. Larutan FBS memiliki albumin dalam kandungannya yang berfungsi sebagai
protein pembawa untuk molekul-molekul kecil, transferin untuk pengikat besi, serta
terdapat antiprotease untuk menghambat enzim protease dalam menghancurkan sel.
Larutan PSFG bertindak sebagai antibiotik dan antimikotik yang melindungi sel dari
kontaminasi bakteri dan jamur Freshney 2005.
Kultur sel ditumbuhkan dalam inkubator pada suhu 37°C, 5 CO
2
, dan 95 kelembaban. Kondisi inkubator yang tepat
sangat dibutuhkan oleh sel agar dapat tumbuh dengan baik. Suhu diatur sesuai kondisi suhu
fisiologis sel, kelembaban dijaga 95 dengan tujuan untuk mencegah kelebihan evaporasi
media, serta 5 CO
2
berfungsi sebagai buffer bikarbonat, jika kepadatan sel rendah, maka
CO
2
mengkompensasi kekurangannya. Kultur sel T47D akan tumbuh membentuk satu
lapisan pada dasar flask wadah kultur sel. Jika kultur sel telah mencapai 95 konfluen
kepadatan, maka sel disubkultur dengan proses tripsinisasi. Enzim tripsin yang
digunakan berfungsi untuk melepas ikatan antar sel dan sel dengan permukaan wadah.
Kerja enzim tripsin dapat dihentikan dengan menambahkan media yang mengandung FBS,
karena FBS merupakan antiprotease.
Sitotoksik
Uji sitotoksik merupakan perkembangan untuk mengidentifikasi obat sitotoksik baru
atau deteksi
obat dengan
aktivitas antitumorantikanker.
Uji sitotoksik
digunakan untuk menentukan parameter nilai IC
50
. Nilai IC
50
menunjukkan nilai konsentrasi yang menghasilkan hambatan proliferasi sel
50 dan menunjukkan potensi ketoksikan suatu senyawa terhadap sel. Semakin besar
nilai IC
50
maka senyawa tersebut semakin tidak toksik Arung et al. 2009.
Metode umum yang digunakan untuk uji sitotoksik dalam pengukuran nilai IC
50
, yaitu uji
microculture tetrazolium
technique MTT. Prinsip dari uji MTT, yaitu terjadinya
mekanisme perubahan warna kuning dari garam tetrazolium yang tereduksi menjadi
kristal formazan dalam mitokondria sel hidup Gambar 6. Mitokondria dari sel hidup
berperan
penting dalam
menghasilkan dehidrogenase. Bila dehidrogenase tidak aktif
karena efek sitotoksik, maka formazan tidak akan terbentuk. Konsentrasi formazan dapat
ditentukan dengan
menggunakan spektrofotometri. Kristal formazan berwarna
Gambar 6 Perubahan MTT menjadi formazan dalam mitokondria sel hidup
Amalia 2008.
Formazan ungu MTT kuning
ungu yang terbentuk dapat larut dengan adanya
penambahan dimetil
sulfoksida DMSO. Absorban dibaca pada panjang
gelombang 550 nm pada spektrofotometer atau microplate reader. Konsentrasi formazan
yang berwarna ungu berbanding lurus dengan jumlah sel hidup Amalia 2008.
Analisis Flow cytometry
Flow cytometry
merupakan prinsip
berteknologi tinggi yang digunakan untuk menganalisis karakteristik fisik beberapa
partikel tunggal seperti sel. Karakteristik ini ditentukan dengan
menggunakan sistem pasangan elektronik-optik. Sifat-sifat yang
diukur diantaranya partikel yang relatif berukuran,
granular, atau
kompleksitas internal, dan memiliki intensitas flouresensi
Becton 2000. Sebuah flow cytometer terdiri atas tiga
sistem utama: fluida, optik, dan elektronik. Sistem fluida membawa sel menuju laser
untuk dianalisis. Sistem optik terdiri atas laser untuk mengeksitasi sel dalam aliran sampel
dan filter optik untuk mengarahkan sinyal cahaya yang dihasilkan ke detektor yang
sesuai. Sistem elektronik mengubah sinyal cahaya yang diterima oleh detektor menjadi
sinyal elektronik oleh komputer.
Partikel atau sel yang akan dianalisis berukuran 0.2-150 mikrometer. Sel-sel dari
jaringan padat harus dipisahkan sebelum dianalisis. Ketika partikel dalam suatu fluida
mengalir dan dilewati sinar laser, sel menyerap energi cahaya dan mengemisikan
energi cahaya pada panjang gelombang tertentu. Cahaya tersebut diarahkan menuju
detektor melalui serangkaian sistem filter dan diseleksi menurut flouresensi yang terserap.
Detektor sendiri memiliki sensor yang dapat mengubah foton cahaya menjadi sinyal
elektronik Gambar 7 Becton 2000.
Salah satu analisis flow cytometry adalah pengukuran populasi sel pada suatu siklus sel.
Siklus sel merupakan alur dari suatu proses kehidupan yang diawali pada sebuah sel. Sel
Gambar 7 Proses kerja Flow cytometry Becton 2000.
memiliki material genetik yang memberikan perbedaan pada setiap sel lainnya yang
dikenal dengan DNA. Fase siklus sel, yaitu fase G1, fase S, fase G2, dan fase M. Fase G1
merupakan fase persiapan untuk sintesis DNA. Fase S adalah fase berlangsungnya
sintesis DNA atau replikasi. Fase G2 merupakan fase perbaikan DNA atau
reorganisasi
struktur DNA.
Fase M
merupakan fase mitosis atau fase pembelahan sel Rabinovitch 1990.
Pengukuran populasi sel dari siklus sel dengan
populasi sel
yang mengalami
apoptosis dapat dilakukan secara beriringan dalam flow cytometry. Fase siklus sel akan
berproliferasi secara
kontinuitas dan
mengalami apoptosis secara normal pada bagian tertentu. Namun, jika DNA mengalami
penyimpangan, maka fase dari siklus sel, seperti
apoptosis akan
terganggu dan
memunginkan terbentuknya penyakit seperti kanker. Selama apoptosis DNA nukleus
terfragmentasi, sel yang mengalami apoptosis akan membentuk fragmen-fragmen DNA
yang
lebih pendek
dari sel
normal Darzynkiewicz et al. 1992. Pengukuran
populasi sel dari analisis yang dihasilkan flow cytometry adalah pengukuran perbandingan
kandungan DNA dalam suatu populasi sel Becton 2000.
Berbagai zat warna yang digunakan memiliki afinitas tinggi untuk mengikat DNA.
Lokasi pengikatan warna pada molekul DNA bervariasi dengan jenis zat warna yang
digunakan. Pewarna yang paling umum adalah pewarna biru-cerah Propidium Iodida
PI atau Ethidium Bromida EtBr dan pewarna
UV-cerah Diamidino-Fenilindol
DAPI, serta Hoechst. Propidium Iodida PI adalah pewarna yang mengikat DNA dan
RNA untai ganda, sedangkan pengikatan warna DAPI dan Hoechst terjadi pada alur
yang pendek dari heliks DNA dan pada dasarnya tidak mengikat RNA Rabinovitch
1990.
Hasil analisis flow cytometry ditunjukkan dengan histogram. Histogram yang terbentuk
berasal dari pengukuran jumlah populasi sel pada suatu kandungan DNA yang terdeteksi.
Apoptosis memiliki kandungan DNA yang lebih sedikit dibandingkan kandungan DNA
pada siklus sel, sehingga sel yang terapoptosis akan membentuk kurva lebih awal diikuti
dengan kurva pada setiap fase siklus sel Gambar 8. Prinsip flow cytomtery sebagai
penentuan kuantitas populasi sel suatu sampel lebih efektif dan spesifik kandungan DNA
dari siklus sel yang terdeteksi Becton 2000.
Gambar 8 Analisis populasi siklus sel dengan flow cytometry Becton 2000.
BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian, yaitu mikroskop inverted, inkubator CO
2,
laminar air flow cabinet, microwadah reader, pemanas, tabung conical steril, tissue culture
flask, pH meter, wadah 96-sumur, wadah 24- sumur, kamera digital, bunsen, sentrifus, pipet
mikro, eppendorf, tip, tabung ependorf, botol kaca, dan kantong plastik. Untuk analisis sel
yang diuji menggunakan flow cytometer.
Sampel yang digunakan merupakan stok hasil ekstraksi bertingkat dari daun sukun
yang dimiliki oleh Pusat Penelitian Kimia, Lembaga
Penelitian Indonesia
LIPI Bandung. sampel tersebut meliputi, ekstrak
etanol, ekstrak heksana, ekstrak etil asetat, ekstrak butanol, senyawa AC-5-1, senyawa
AC-3-1, dan senyawa siklokomunol. Kontrol positif adalah doxorubicin. Pelarut sampel
adalah DMSO. Bahan untuk kultur sel adalah sel
T47D yang
diperoleh dari
stok Laboratorium Kimia LIPI Bandung. Bahan
kimia dan media yang digunakan diantaranya adalah trypsin-EDTA Gibco 25200, media
DMEM Gibco 12800-017, media yang mengandung DMEM, 10 FBS Gibco 10099-
141, dan PSFG Gibco 15240-062, larutan dapar Phosphat Buffer Saline PBS pH 7.4,
freezing solution, etanol 70, larutan MTT 3-
4,5- dimetiltiazol-2-il
-2,5- difeniltetrazolium
bromida Sigma,
Propidium Iodida PI Sigma P3566, dimetilsulfoksida DMSO yang berperan
dalam melarutkan senyawa polar dan senyawa nonpolar, dan kertas saring 0.2 µm.
Metode
Metode penelitiannya terdiri atas kultur sel, perlakuan sampel, pengamatan morfologi
sel, uji sitotoksik, analisis induksi apoptosis, dan analisis data. lampiran 1.
Kultur Sel
Sel kanker
payudara T47D
yang digunakan merupakan koleksi Pusat Penelitian
Kimia, LIPI
Bandung. Kultur
sel ditumbuhkan
dalam media
penumbuh Dulbecco‟s Modified Eagle‟s Medium
DMEM yang mengandung 10 FBS, antibiotik penisilin-streptomisin 1 dan
gentamisin 0.1. Sel dipanen dari flask setelah 90 terjadi kepadatan pertumbuhan,
dengan trypsin-EDTA dan diinkubasi pada suhu 37
o
C dengan atmosfer 5 CO
2
.
Persiapan Sampel
Sampel yang diperoleh berasal dari stok daun sukun yang diekstraksi bertingkat
menggunakan pelarut
yang berbeda
kepolarannya dari nonpolar sampai polar. Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi daun
sukun adalah etanol, heksana, etil asetat, dan butanol. Proses ekstraksi dan purifikasi
tersebut menghasilkan fraksi-fraksi sehingga diperoleh senyawa turunan flavonoid jenis
dihidrokhalkon
dan prenilflavon,
salah satunya adalah senyawa AC-5-1, senyawa
AC-3-1, dan senyawa siklokomunol. Isolasi dan identifikasi senyawa tersebut pada
Lampiran 2, 3, dan 4.
Kemampuan daun
sukun dalam
menghambat sel T47D diujikan pada semua hasil ekstraksi dan senyawa yang telah
diperoleh, dikarenakan belum ditemukannya nilai IC
50
yang berpotensi. Sampel-sampel yang diperoleh dari stok memiliki konsentrasi
berbeda sehingga perlu diencerkan dengan DMSO terlebih dahulu sebelum perlakuan.
Konsentrasi stok awal ekstrak etanol, ekstrak heksana, ekstrak etil asetat, dan ekstrak
butanol daun sukun berturut-turut sama yaitu 100 mgmL dan senyawa AC-5-1, senyawa
AC-3-1,
serta senyawa
siklokomunol mempunyai konsentrasi stok awal 50 mM.
Konsentrasi akhir yang diperlukan untuk uji sel hidup dalam menentukan nilai IC
50
dibuat lima konsentrasi berseri, yaitu 500 µgmL,
250 µgmL, 125 µgmL, 62.5 µgmL, dan 31.25 µgmL pada ekstrak daun sukun.
Begitupun, untuk senyawa dibuat lima konsentrasi berseri, yaitu 500 µM, 250 µM,
125 µM, 62.5 µM, dan 31.25 µM.
Senyawa pembanding atau kontrol positif menggunakan doxorubicin, dibuat dengan
konsentrasi berseri pula, yaitu 1 µM, 0.5 µM, 0.25 µM, 0.125 µM, dan 0.0625 µM.
Konsentrasi yang diperlukan untuk uji induksi apoptosis dengan flow cytomtery adalah 100
µgmL perlakuan ekstrak dan 100 µM perlakuan senyawa flavonoid daun sukun,
x 100 serta doxorubicin 1 µM. Penentuan nilai
konsentrasi pada flow cytometry berdasarkan daya penghambatan yang dimungkinkan pada
uji sel hidup dan rataan tengah dari range konsentrasi perlakuan.
Uji Sitotoksik
Pengujian sitotoksik
pada umunya
menggunakan uji MTT untuk menentukan efektivitas suatu sampel pada sel T47D
dengan parameter nilai IC
50
. Kultur sel T47D yang telah tumbuh dan berkembang sangat
banyak dipanen dan sel dipindahan dengan konsentrasi 5x10
4
selsumur ke dalam wadah 96-sumur Nunclon. Kultur sel diinkubasi
selama 24 jam untuk adaptasi. Tiap sumuran kultur sel ditambahkan DMSO, media, dan
sampel sebanyak 1 μL dengan konsentrasi
berbeda, lalu inkubasi kembali selama 24 jam. Media kultur yang mengandung sampel
dibuang dan dicuci dengan larutan PBS, kemudian dalam kondisi gelap ditambahkan
100 μL media kultur yang mengandung MTT [3-
4,5-dimetiltiazol -2-il-2,5
difeniltetrazolium bromida].
Wadah diinkubasi kembali selama 2-4 jam pada suhu
37°C. Sel yang hidup akan bereaksi dengan MTT membentuk kristal formazan berwarna
ungu. Setelah
2-4 jam,
media yang
mengandung MTT dibuang diambil secara hati-hati menggunakan mikropipet kemudian
ditambahkan 1
00 μL DMSO untuk melarutkan kristal formazan. Wadah digoyang
di atas shaker selama 10 menit kemudian dibaca absorbannya dengan spektrofotometri
pada panjang gelombang 515 nm. Data yang ditunjukkan dalam absorban dan dihitung
persen sel hidup , kemudian dianalisis dengan
menghitung konsentrasi
media hambatan dari 50 proliferasi sel IC
50
dengan Microsot Excel Arung et al. 2009.
Analisis Siklus Sel dengan Flow Cytometry
Kultur sel dimasukkan pada wadah 24- sumur dengan konsentrasi 25x10
4
selsumur dan inkubasi selama 24 jam. Media kultur
dalam wadah 24-sumur dibuang dan diganti dengan media kultur baru serta sampel 5 uL,
DMSO atau hanya media saja, Sel hasil perlakuan ditampung dalam tabung flow
cytometer
dan disentrifugasi
dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit,
kemudian supernatannya
dibuang. Sel
difiksasi dengan 500 µL etanol 70 dingin, disimpan dalam suhu 4
o
C selama 15 menit dan disentrifugasi kembali selama 5 menit,
kemudian supernatannya dibuang kembali. Pelet sel disuspensikan dengan 900 µL PBS
dan 100 µl Propidium Iodida Sigma P3566, pewarna analisis kandungan DNA, lalu
dihomogenkan. Sel yang telah tersuspensi diinkubasi dalam gelap selama 30 menit dan
dianalisis siklus sel dengan flow cytometry Arung et al. 2009.
Analisis Statistik
Data yang diperoleh berupa absorban masing-masing sumur dikonversi ke dalam
persen sel hidup menggunakan rumus: absorban sampel
– absorban media absorban normal
– absorban media Nilai IC
50
dilihat dari uji sel hidup dengan metode
MTT dan
dikalkulasikan menggunakan analisis regresi linear pada
Microsoft Excel. Analisis statistik untuk perbandingan antara sel yang diberi perlakuan
dan tidak diberi perlakuan dilakukan uji statistiknya menggunakan uji T. Analisis data
untuk
uji T
dilakukan menggunakan
Microsoft Excel. Jika rataan normal lebih besar dari rataan sampel dengan p 0,05 maka
terjadi perbedaan yang dianggap statistik signifikan Walpole 1993.
HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Sitotoksik
Hasil uji sitotoksik dengan metode MTT secara visual dapat dilihat pada Gambar 9. Sel
kanker normal tanpa perlakuan pada gambar ditunjukkan dengan warna ungu pekat dan
kontrol positif doxorubicin berwarna ungu yang sangat pudar. Hal tersebut menunjukkan
bahwa dalam sel normal telah terjadi reduksi garam tetrazolium menjadi kristal formazan
ungu, sedangkan pemberian doxorubicin tidak memperlihatkan
hal tersebut
yang menunjukkan sel telah mati.
Perlakuan dengan sampel daun sukun, baik ekstrak dan senyawa memperlihatkan
warna yang bervariasi. Sampel yang memiliki potensi penghambatan sel T47D oleh ekstrak
daun sukun adalah ekstrak heksana, terlihat dengan warna ungu yang sangat pudar hampir
bening. Ekstrak etanol, ekstrak etil asetat, dan ekstrak
butanol secara
visual tidak
menunjukkan efek sitotoksiknya dan pada Gambar 9 memperlihatkan warna ungu yang
bervariasi pula pada tiap konsentrasi dan tiap pengulangan.
Hasil sitotoksik
senyawa flavonoid daun sukun yang berpotensi
menghambat sel T47D adalah AC-3-1 dengan perubahan
warna larutan
ungu pudar
Lampiran 5. Wadah kultur sel senyawa, warna ungu yang terlihat pada sampel
=
Gambar 9 Hasil uji sitotoksik dengan metode MTT-assay secara kualitatif. senyawa tersebar rata pada semua konsentrasi
kecuali pada senyawa AC-3-1. Penentuan utama hasil uji sitotoksik
adalah untuk menghitung nilai IC
50
dari penggunaan metode MTT-assay. Sebelum
perhitungan nilai IC
50
, penggunaan DMSO dalam melarutkan sampel harus dilihat
pengaruhnya terhadap perlakuan normal dengan menggunakan analisis statistik uji T.
Hasil uji T dari perbandingan nilai absorban normal dan DMSO menunjukkan bahwa
DMSO yang memiliki sifat semipolar tidak berpengaruh signifikan terhadap perlakuan
normal dengan nilai p=0.24, jika p 0.05 terdapat beda yang signifikan pada pelarut dan
dapat mempengaruhi kerja dari sampel secara utuh Walpole 1993.
Nilai absorban perlakuan sampel daun sukun dari tiga
kali ulangan dengan konsentrasi
yang berseri
dirata-ratakan, kemudian dihitung persen sel hidupnya. Tabel
1 menunjukkan persen sel hidup ekstrak daun sukun dan yang berpotensi terbaik untuk
sitotoksisitas adalah ekstrak heksana. Pada konsentrasi 62.5 µgmL ekstrak heksana
mampu mendekati 50 penghambatan sel T47D sebesar 43.91 atau persen sel hidup
sebesar 56.09. Ekstrak lainnya, seperti ekstrak etanol, ekstrak etil asetat, dan ekstrak
butanol
belum mampu
memperlihatkan Tabel 1 Hasil uji sitotoksik ekstrak daun sukun Artocarpus altilis terhadap sel T47D
Sampel Konsentrasi
µgmL Rata-rata Persen Sel hidup
IC
50
µgmL Ekstrak Etanol
500 79.707
575.74 ± 44.559 250
108.184 125
112.675 62.5
146.673 31.25
137.558 Ekstrak Heksana
500 9.248
61.02 ± 31.82 250
10.246 125
20.160 62.5
56.088 31.25
65.735 Ekstrak Etil Asetat
500 69.494
264.67 ± 86.38 250
64.371 125
92.482 62.5
103.826 31.25
115.835 Ekstrak Butanol
500 70.825
482.55 ± 77.95 250
100.865 125
121.723 62.5
163.606 31.25
118.130
Sampel Ekstrak
Doxorubicin Konsentrasi
dari kiri ke kanan dari
tinggi ke rendah
Normal Konsentrasi
dari atas ke bawah dari
tinggi ke rendaah
DMSO Heksan
EtAC Butanol
Etanol
Blanko
penghambatan 50 proliferasi sel. Pada konsentrasi 500 µgmL. ekstrak etanol hanya
mampu menghambat 20.30. ekstrak etil asetat 30.51. dan ekstrak butanol 29.18.
Ekstrak etanol merupakan tahapan awal proses ekstraksi dan purifikasi sampel
Lampiran 3 sehingga sampel masih ekstrak kasar dan belum menunjukkan spesifikasi
dalam membantu penghambatan sel T47D.
Persentase sel hidup pada masing-masing konsentrasi dikonversikan dalam persamaan
linear untuk mendapatkan nilai IC
50
. Nilai IC
50
yang tertera pada Tabel 1 menunjukkan bahwa ekstrak heksana dengan kemampuan
penghambatan mendekati 50 proliferasi sel memperoleh konsentrasi penghambatan 61.01
± 31.82 µgmL. Ekstrak etanol dan ekstrak butanol terlihat memiliki nilai IC
50
yang tinggi dan berada di luar rentang konsentrasi
perlakuan 31.25 µgmL-500 µgmL yang menunjukkan ekstrak tersebut tidak toksik.
Kemampuan ekstrak etil asetat dibandingkan dengan ekstrak etanol dan ekstrak butanol
diduga masih memiliki kemampuan sebagai sitotoksik dilihat dari daya hambat proliferasi
selnya mendekati 50. walaupun konsentrasi yang diperoleh 264.67 ± 86.38 µgmL.
Sehingga pada penelitian ini. ekstrak heksana pada sampel ekstrak daun sukun memiliki
potensi tinggi dalam menghambat sel T47D.
Identifikasi tanaman sukun telah dilakukan sampai pada pemurnian senyawa. Penelitian
yang dilakukan Syah 2005. pada bagian daun sukun diidentifikasi terdapat sekitar
tujuh senyawa. Salah satunya terdapat senyawa AC-5-1. senyawa AC-3-1. dan
senyawa siklokomunol. Senyawa daun sukun tersebut berasal dari hasil isolasi ekstrak etil
asetat yang mempunyai turunan flavonoid tergeranilasi
jenis dihidrokhalkon
dan prenilflavon Syah 2005. Indraswati 2009.
Mulyati 2009. Ketiga senyawa ini dipilih dalam penelitian karena memiliki aktivitas
biologis sebagai antitumorantikanker. Selain itu. senyawa siklokomunol telah diidentifikasi
memiliki efek sitotoksik pada sel leukimia Syah 2005.
Persen sel
hidup pada
Tabel 2
menunjukkan bahwa
senyawa AC-5-1
memiliki kemampuan penghambatan pada konsentrasi 500 µM dengan persen sel hidup
sebesar 46.51
atau penghambatan
proliferasi sel sebesar 53.49. Senyawa AC- 3-1
memperoleh persen
penghambatan proliferasi sel 74.39 dengan persen sel hidup
sebesar 25.61 pada konsentrasi perlakuan 125 µM. Sedangkan. senyawa siklokomunol
pada konsentrasi perlakuan 250 µM mampu menghambat 54.72 proliferasi sel dengan
persen sel hidup sebesar 45.28. Persen sel hidup yang diperoleh tersebut dikonversikan
untuk memperoleh konsentrasi penghambatan. Nilai IC
50
yang ditunjukkan pada Tabel 2 menunjukkan
bahwa senyawa
AC-3-1 memberikan
potensi konsentrasi
penghambatan tertinggi sebesar 110.33 ± Tabel 2. Hasil uji sitotoksik senyawa flavonoid daun sukun Artocarpus altilis terhadap sel T47D
Sampel Konsentrasi
µM Rata-rata Persen Sel hidup
IC
50
µM Senyawa AC-5-1
500 46.507
260.44 ± 37.12 250
53.094 125
125.615 62.5
133.965 31.25
142.615 Senyawa AC-3-1
500 6.021
110.33 ± 24.45 250
6.687 125
25.615 62.5
129.641 31.25
176.747 Senyawa Siklokomunol 500
10.146 266.83 ± 108.13
250 45.276
125 87.259
62.5 120.093
31.25 150.865
Kontrol positif: 1
43.114 Doxorubicin
0.5 54.624
0.53 ± 0.05 0.25
70.858 0.125
95.376 0.0625
120.526
24.46 µM. dibandingkan dengan dua senyawa lainnya. yaitu senyawa AC-5-1 dan senyawa
siklokomunol. Ketiga senyawa memiliki potensi menghambat 50 proliferasi sel pada
rentang konsentrasi perlakuan yang berbeda. Kemampuan konsentrasi penghambatan yang
berbeda disebabkan karena keanekaragaman senyawa
flavonoid dari
adanya pola
terprenilasi atau
tergeranilasi sehingga
membentuk senyawa yang lebih kompleks Syah 2005.
Nilai IC
50
yang diperoleh dituliskan nilai standar deviasi yang menjelaskan bahwa
terjadinya keragaman data. Jika nilai standar deviasi besar maka keragaman data semakin
tinggi Walpole 1993. Standar deviasi terbesar yang menandakan semakin ragamnya
data pada ekstrak dilihat dari absorban Lampiran 6 ditunjukkan oleh ekstrak etil
asetat. Keragaman tersebut dapat disebabkan oleh faktor waktu inkubasi kultur sel yang
kurang optimal sehingga sampel yang diujikan belum berpotensi menghambat sel
T47D.
Hasil sampel
yang diuji
jika dibandingkan dengan doxorubicin sebagai
kontrol positif. senyawa AC-3-1 masih jauh seratus kalinya dari IC
50
yang diperoleh doxorubicin. yaitu 0.53 ± 0.05 µM.
Morfologi Sel Setelah Perlakuan
Berdasarkan hasil uji sitotoksik dengan uji MTT menunjukkan sel yang potensi sebagai
sitotoksik adalah ekstrak heksana. ekstrak etilasetat. senyawa AC-5-1. senyawa AC3-1.
dan senyawa siklokomunol. Sampel daun sukun yang berpotensi menghambat sel T47D
mengakibatkan
terjadinya perubahan
morfologi sel
dibandingkan normal.
Penghambatan proliferasi
sel tersebut
dimungkinkan karena sel mati. baik dapat terjadi secara apoptosis maupun nekrosis.
Perubahan ciri morfologi sel karena obat kanker
ditunjukkan dengan
sel yang
mengkerut. nukleus yang rusak karena terjadinya fragmentasi DNA dan sel yang
tidak beraturan dalam ukuran. Morfologi kematian sel secara nekrosis ditunjukkan
dengan sel yang membengkak. rusaknya dinding sel dan lisis sampai terjadi inflamasi
Gewies 2003. Sel T47D yang diberikan perlakuan selama 24 jam dilihat morfologi
selnya menggunakan mikroskop inverted pada perbesaran 10 x 10. Sel yang diambil
gambarnya merupakan salah satu contoh dari tiga ulangan pada konsentrasi perlakuan 100
µgmL untuk ekstrak. 100 µM untuk senyawa. dan 1 µM untuk doxorubicin.
Morfologi sel normal memperlihatkan pertumbuhan yang cepat. menutupi dan
menempel semua bagian permukaan tempat tumbuh satu lapisan. serta bentuknya hampir
menyerupai jaringan Gambar 10a. Jika dibandingkan dengan doxorubicin sebagai
kontrol
positif memberikan
perubahan morfologi sel yang sangat nyata. Hal tersebut
terlihat bahwa morfologi sel yang ditunjukkan pada Gambar 10b. yaitu sel yang telah
mengapung pada media tumbuh. Jika dilihat lebih dekat pada morfologi selnya yang
ditunjukkan oleh tanda panah merah. terlihat bentuk sel yang tidak beraturan dan sel telah
lepas dari ikatannya. Apabila dilakukan pewarnaan khusus DAPI pada sel akan terlihat
bentuk sel dengan kondisi DNA yang mengalami apoptosis dan nekrosis yang
ditunjukkan
dengan rusaknya
membran plasma Darzynkiewicz et al. 1992.
Ekstrak heksana
memperlihatkan morfologi sel yang menyerupai morfologi
sel dari perlakuan doxorubicin. Morfologi sel yang terjadi pada perlakuan ekstrak heksana
Gambar 11a adalah sel yang mengapung pada media tumbuh dan terlepasnya ikatan
antar sel. Bentuk sel yang tidak beraturan yang telah mengalami kematian ditunjukkan
oleh panah warna merah. Ekstrak etil asetat menunjukkan perubahan yang berbeda dengan
ekstrak heksana. Gambar 11b memperlihatkan morfologi sel yang sebagaian besar sel telah
terlepas ikatan antar selnya. tetapi belum mengapung secara sempurna pada media
Gambar 10 Sel T47D setelah 24 jam perlakuan: a perlakuan normal;
b kontrol positif doxorubicin. tanda panah merah potongan sel
normal dan sel yang diberi perlakuan kontrol positif.
a
b
Gambar 11 Sel T47D yang diberi perlakuan ekstrak: a perlakuan ekstrak
heksana; b perlakuan ekstrak etil asetat. tanda panah merah
adalah potongan sel yang diberi perlakuan ekstrak heksana.
tumbuh. Bentuk sel yang ditunjukkan oleh kotak berwarna merah memperlihatkan sel
dengan bentuk yang tidak beraturan seperti terjadi pengerutan membran plasma.
Morfologi sel ketiga senyawa secara visual pada perbesaran 10 x 10 memperlihatkan
bentuk gambar yang hampir mirip. Senyawa AC-5-1
Gambar 12a
menggambarkan sebagian sel yang masih hidup. ditunjukkan
oleh kotak berwarna hijau. Sel hidup pada gambar masih membentuk satu lapisan.
walaupun ikatan antar sel tidak padat. Lekukannya menunjukkan sel akan mulai
melepaskan ikatan antar sel. Bentuk sel tidak beraturan yang ditunjukkan oleh kotak warna
merah memperlihatkan sel mati.
Morfologi sel
senyawa AC-3-1
memberikan perubahan morfologi yang sama dengan senyawa AC-5-1 karena senyawa
flavonoid satu ini memiliki jenis dan struktur yang menyerupai senyawa AC-5-1. Perubahan
yang terjadi Gambar 12b. yaitu sebagian sel akan mengapung. terlepas ikatan dengan sel
lainnya. dan bentuk membran plasma yang tidak beraturan. Ciri morfologi tersebut
menjadi ciri sel mengalami kematian kotak warna merah. Di sisi lain pada permukaan sel
tumbuh
terdapat morfologi
sel yang
membentuk satu lapisan yang menunjukkan sel masih hidup kotak warna hijau.
Perubahan morfologi sel yang terjadi pada sel T47D yang diberi perlakuan senyawa
siklokomunol Gambar 12c adalah dominan sel melakukan pemisahan dirinya dari sel lain.
Sel yang berwarna kuning merupakan ciri sel mengalami kematian. Perubahan morfologi
sel dalam satu sumur yang tidak merata dapat disebabkan
kurangnya waktu
inkubasi sehingga
sampel belum
efektif dalam
menghambat proliferasi sel T47D. Faktor ketelitian dalam pengerjaan kultur sel dapat
menjadi salah satu penyebab terjadinya keragaman antar morfologi sel suatu sampel.
Gambar 12 Sel T47D yang diberi perlakuan senyawa: a perlakuan senyawa
AC-5-1; b perlakuan senyawa AC-3-1;
c perlakuan
siklokomunol. tanda panah merah adalah
potongan sel
yang menunjukkan sel mati dan tanda
panah hijau adalah sel hidup.
a
b
c a
b
Analisis Induksi Apoptosis
Penentuan sitotoksisitas suatu sel T47D oleh daun sukun dengan menggunakan
metode MTT-assay
hanya menjelaskan
kemampuan sampel dalam menghambat pertumbuhan sel T47D dengan parameter nilai
IC
50
. Perubahan
morfologi sel
untuk mengetahui
penghambatan yang
terjadi terlihat hanya dengan bentuk sel yang
mengapung pada media. sel yang telah terlepas ikatan antar selnya. dan bentuk sel
yang tidak beraturan. serta mengkerut menjadi indikasi sel telah mati. Penghambatan dengan
parameter nilai IC
50
dan ciri perubahan morfologi sel belum menjelaskan penyebab
sel mengalami kematian yang diharapkan pada penelitian ini. yaitu sampel dapat
menginduksi apoptosis. Oleh karena itu. pengujian dengan analisis flow cytometry
dilakukan untuk memberikan penjelasan kematian sel yang terjadi melalui induksi
apoptosis.
Analisis siklus sel dengan flow cytometry memperlihatkan persen populasi sel pada
setiap fase yang direpresentasikan dengan histogram. Parameter yang diamati pada
penelitian ini adalah persentase populasi sel di fase apoptosis daerah H dengan adanya
kandungan DNA dari populasi sel tersebut yang telah terfragmentasi karena proses
apoptosis. Akumulasi persen populasi sel dari suatu analisis siklus sel pada flow cytometry
dihitung berdasarkan jumlah kandungan DNA yang terdeteksi dari suatu populasi sel dalam
media uji. Populasi sel pada fase sub-G1 merupakan populasi sel yang memiliki
kandungan
DNA terfragmentasi
karena adanya sampel yang bekerja menginduksi
apoptosis. Rabinovitch 1990 Arung et al. 2009.
Gambar 13 memperlihatkan histogram distribusi analisis siklus sel untuk semua
perlakuan dan Tabel 3 merupakan persentase distribusi siklus sel dari Gambar 13.
Histogram yang ditampilkan merupakan salah satu analisis dari tiga analisis yang dilakukan
pengujiannya dengan flow cytometry. Sel T47D
yang diberi
perlakuan normal
menunjukkan akumulasi populasi sel tertinggi pada fase G1daerah I dengan persentase
85.93. Hal yang sama terlihat pada kontrol negatif. DMSO yang menunjukkan tidak
adanya pengaruh yang nyata terhadap normal dan sampel. Pada kontrol positif. yaitu
doxorubicin
menunjukkan terjadinya
akumulasi populasi sel pada fase kematian apoptosis yang diperlihatkan dengan bentuk
histogram di daerah apoptosis daerah H.
Gambar 13 Analisis siklus sel T47D dengan flow cytometry berupa histogram, H sel apoptosis; I fase G1; J fase S; K fase G2M.
DNA Content
DNA Content DNA Content
DNA Content DNA Content
DNA Content
DNA Content DNA Content
DNA Content DNA Content
C ell
Numbe r
C ell
Numbe r
C ell
Numbe r
C ell
Numbe r
C ell
Numbe r
C ell
Numbe r
C ell
Numbe r
C ell
Numbe r
C ell
Numbe r
C ell
Numbe r
Tabel 3 Distribusi sel T47D pada fase-fase siklus sel setelah perlakuan. Perlakuan
Konsentrasi Apoptosis
daerah H G1 daerah I
S daerah J G2M
daerah K Normal
- 1.89
85.93 4.78
6.67 DMSO
1 2.59
80.12 6.03
7.39 Doxorubicin
1 µM 75.9
20.25 3.32
0.6 Ekstrak etanol
100 µgmL 4
56.55 19.37
12.66 Ekstrak heksana
100 µgmL 44.47
28.43 18.81
4.98 Ekstrak etil asetat
100 µgmL 65
8.97 16.75
6.99 Ekstrak butanol
100 µgmL 9.15
29.9 47.3
6.62 AC-5-1
100 µM 18.9
71.79 2.5
6.34 AC-3-1
100 µM 8.3
61.46 13.08
13.4 Siklokomunol
100 µM 21.4
38.01 9.69
24.22 Persentase populasi sel pada saat apoptosis
untuk doxorubicin adalah 75.9. Sampel
ekstrak daun
sukun yang
berpotensi dalam menginduksi apoptosis adalah ekstrak heksana dan ekstrak etil
asetat. Persentase populasi sel tidak hanya terakumulasi dominan pada fase apoptosis.
distribusi fase siklus sel lain pun terlihat bentuk histogramnya. Akumulasi populasi sel
pada perlakuan ekstrak etanol terjadi pada fase G1 dan mengalami penurunan populasi
pada
fase berikutnya.
Hal tersebut
menunjukkan bahwa
ekstrak etanol
mengalami penghambatan setelah fase G1. Akumulasi populasi sel pada perlakuan
ekstrak butanol terjadi pada fase S. Perlakuan senyawa flavonoid daun sukun
terhadap sel T47D mengalami akumulasi persen populasi sel terbesar pada fase G1.
Potensi dalam menginduksi apoptosis dari ketiga senyawa tidak terlalu besar. Potensi
apoptosis terbaik terjadi pada senyawa siklokomunol.
Pada ketiga
perlakuan senyawa. penyebaran populasi sel pada setiap
fase tidak merata. Persen populasi mengalami peningkatan dan penurunan pada setiap
tahapan fasenya. Penyebaran jumlah populasi sel pada analisis siklus sel flow cytometry
dengan
perlakuan sampel
daun sukun
mengalami keragaman disebabkan terjadinya perbedaan pertumbuhan dan perkembangan.
serta terdapatnya
sistem pengontrolan
checkpoint pada fase G1. fase G2. dan fase M Campbell et al. 2002.
Analisis siklus sel dengan flow cytometry yang dilakukan tiga kali ulangan untuk semua
sampel pada fase apoptosis menunjukkan hasil yang berbeda signifikan dibandingkan
dengan normal. Ekstrak daun sukun yang terdiri atas ekstrak etanol. ekstrak heksana.
ekstrak etil asetat. dan ekstrak butanol pada konsentrasi 100 µgmL menghasilkan rata-
rata persentase populasi sel pada fase apoptosis tertinggi diperoleh ekstrak etil asetat
sebesar 60.54 ± 4.15. Persen populasi sel yang mengalami apoptosis tertinggi untuk
senyawa
flavonoid daun
sukun pada
konsentrasi 100
µM ditunjukkan
oleh senyawa AC-5-1 sebesar 25.47 ± 13.64.
Apabila dibandingkan
dengan persen
apoptosis kontrol positif. yaitu doxorubicin 71.49 ± 9.70. maka ekstrak etil asetat dan
senyawa AC-5-1 merupakan sampel yang berpotensi untuk menginduksi sel dalam
melakukan
apoptosis dan
mengurangi kelangsungan hidup sel T47D Gambar 14.
Tahapan uji dan pengamatan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ekstrak dan
senyawa flavonoid daun sukun memiliki potensi sitotoksik melalui induksi apoptosis
pada sel T47D. Ekstrak yang memiliki potensi sebagai sitotoksik melalui uji MTT adalah
ekstrak heksana. Hal tersebut dibuktikan pada pengamatan morfologi sel yaitu sel yang
mengapung pada media. bentuk sel yang mengkerut
dan tidak
beraturan yang
diindikasikan sel
mengalami kematian.
Kematian sel secara apoptosis dengan perlakuan ekstrak heksana dilihat pada rata-
rata analisis flow cytometry sebesar 39.05 ± 7.65.
Hasil terbaik
analisis tersebut
diperoleh oleh ekstrak etilasetat. meskipun potensi IC
50
ekstrak etilasetat tidak sebaik ekstrak heksana. Senyawa AC-3-1 merupakan
senyawa yang berpotensi terbaik dalam uji sitotoksik. akan tetapi tidak memberikan hasil
yang terbaik dalam persentase apoptosis pada flow cytometry. Persentase apoptosis tertinggi
diinduksi oleh senyawa AC-5-1.
Perbedaan hasil dari tahapan pengujian dapat disebabkan oleh pengerjaan kultur sel.
Sistem pengontrolan dalam kultur sel tidak dapat diamati secara kontinyu karena sistem
kerja sel hidup kanker yang tidak bisa
Gambar 14 Diagram batang persentase sel pada sub-G1 siklus sel. diperkirakan
pertumbuhan dan
perkembangannya. Selain itu. faktor waktu inkubasi juga dapat menjadi penyebab
berbedanya hasil sehingga memungkinkan kematian
sel belum
teramati secara
keseluruhan. Mekasinme penghambatan dan kerja
dalam menginduksi apoptosis suatu sampel terhadap
sel tidak
lepas dari
sistem pengontrolan siklus sel dan sinyal-sinyal
biokimia. Mekanisme doxorubicin sebagai obat kemoterapi. yaitu adanya interaksi antara
obat dan DNA dengan cara pengikatan dan penghambatan
enzim topoisomerase
II. Sehingga sel T47D sangat sensitif terhadap
perlakuan doxorubicin
karena aktivitas
biologisnya. Mekanisme kerja ekstrak dan senyawa flavonoid daun sukun dimungkinkan
akibat kerja dari gugus hidroksil pada senyawa fenol struktur flavonoid. Gugus
hidroksil tersebut bekerja menghambat sel kanker untuk berproliferasi Syah 2005.
Struktur senyawa yang membentuk orto- dihidroksibenzena mempunyai kemampuan
lebih efektif sebagai antioksidan Middelton et al. 2009. Struktur senyawa AC-5-1
mempunyai
gugus orto-dihidroksibenzena
yang membuktikan bahwa senyawa tersebut lebih potensi sebagai sitotoksik melalui
induksi apoptosis dibandingkan senyawa uji lainnya. Sitotoksisitas sel T47D oleh daun
sukun melalui induksi apoptosis lebih akurat dan spesifik diamati menggunakan flow
cytometry karena hasil analisis memberikan besarnya persentase populasi sel pada setiap
fase siklus sel. terutama mengamati populasi sel pada saat apoptosis Rahman 2006.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Ekstrak dan senyawa flavonoid daun sukun
Artocarpus altilis
mampu menunjukkan
penghambatan sel
kanker payudara T47D melalui induksi apoptosis
secara in vitro dengan flow cytometry. Ekstrak dan senyawa flavonoid daun sukun yang
mempunyai potensi sitotoksik paling baik dalam menginduksi apoptosis pada sel kanker
payudara T47D adalah ekstrak ekstrak etil asetat dan senyawa AC-5-1. hasil isolasi dari
ekstrak etil asetat.
Saran
Perlu dilakukan
penambahan waktu
inkubasi pada saat perlakuan. agar morfologi sel teramati dengan baik. Selain itu. untuk
mengetahui lebih lanjut tentang pengaruh daun sukun terhadap kejadian apoptosis pada
sel T47D. sebaiknya dilakukan pengamatan pada ekspresi gen p53. Bax. dan caspase.
DAFTAR PUSTAKA
[Tribun Jabar]. 2010. Penderita kanker payudara terus bertambah. [terhubung
berkala]. http:jabar.tribunnews.comindex.php
readartikel19737 [10 Feb 2011].
Amalia. 2008. Uji sitotoksik ekstrak etanol 70 buah merica Piper nigrum L.
terhadap sel heLa [skripsi]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Arung et al. 2009. Anti-cancer properties of diethylether extract of wood from
sukun Artocarpus altilis in human breast cancer T47D cells. Trop J
Pharm Res 8:317-324.
Becton. 2000.
Introduction To
Flow Cytometry. San Jose: BD Biosiences.
Campbell et al. 2002. Biology. Ed ke-5. Lestari R. penerjemah; Safitri A.
editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Biology. fifth edition.
SITOTOKSISITAS EKSTRAK DAN SENYAWA FLAVONOID DAUN SUKUN
Artocarpus altilis TERHADAP SEL T47D MELALUI INDUKSI APOPTOSIS
EUIS NURHAYATI
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2012
Darzynkiewicz et al. 1992. Features of apoptotic cells measured by flow
cytometry. Cytometry 13:795-808. Da‟i M et al. 2007. Potensi antiproliferative
analog kurkumin
pentagamavunon terhadap sel kanker payudara T47D
[disertasi]. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Diananda R. 2008. Mengenal Seluk Beluk Kanker. Yogyakarta: Katahati.
Doseff AI. 2004. Apoptosis: the sculptor of development. Stem Cells and Dev
13:473-483. Fisher DE. 1994. Apoptosis in cancer therapy:
crossing the threshold. Cell 78:539- 542.
Freshney RI. 2005. Culture of Animal Cells A Manual of Basic Technique Fifth
Edition. New Jersey: J Willey. Gewies A. 2003. Introduction to apoptosis.
Aporeview 1:1-26. Hakim EH. 2007. Keanekaragaman hayati
sebagai sumber
keanekaragaman molekul yang unik dan potensial untuk
bioindustri [laporan
tahunan]. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Heldt HW. 2005. Plant Biochemistry. Ed ke- 3. Germany: Elsevier.
Heti D. 2008. Uji sitotoksik ekstrak etanol 70 herba sisik naga Drymoglossum
piloselloides Presl. terhadap sel T47D [skripsi].
Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Heyne K. 1987. Tumbuhan berguna Indonesia
II. Jakarta: Departemen Kehutanan Republik Indonesia.
Indraswati D. 2009. Ekstraksi dan fraksinasi daun
sukun Artocarpus
altilis. [laporan program latihan akademik].
Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia.
Koswara S. 2006. Sukun sebagai cadangan pangan alternatif. [terhubung berkala].
http:ebookpangan.com. [10
Feb 2011].
Kristyowati AD. 2009. Uji sitotoksik ekstrak kloroform herba bandotan terhadap sel
T47D dan profil kromatografi lapis tipis [skripsi]. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Kumala et al. 2010. Sinergisme fraksi butanol metabolit sekunder kapang
endofit 1.3.11 dengan doxorubicin dalam modulasi daur sel T47D dan
MCF-7. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 8:1-9.
Lankelma J et al .1999. Doxorubicin gradients in human breast cancer. Clin Can Res
5:1703-1707. Lotulung P et al. 2008. Identification of
cytotoxic compound from Artocarpus communis leavesa against P-388 cells.
Pak J Bio Sci 1:1-4.
Meiyanto et
al. 2007.
Penghambatan karsinogenesis kanker payudara tikus
terinduksi DMBA pada fase post inisiasi oleh ekstrak etanolik daun
Gynura procumbens Lour. Merr. Majalah Farmasi Indonesia 18:169-
175.
Mentari D. 2010. Ekspresi p53 mutan pada sel kanker payudara T47D pemberian
asam laurat dari Virgin Coconut Oil VCO.
[terhubung berkala].
http:etd.eprints.ums.ac.id89891K10 0060021.pdf. [28 Mei 2011].
Middleton et al. 2000. The effects of plant flavonoids
on mammalian
cells: implications for inflammation. heart
disease. and cancer. Pharm Rev 52:673-751.
Mulyati S. 2009. Isolasi dan karakterisasi siklokomunol
dari daun
sukun Artocarpus
Altilis [skripsi].
Sukabumi: Universitas
Muhammadiyah Sukabumi. Mustafa AM. 1998. Budidaya Sukun. Jakarta:
Universitas Terbuka. Rabinovitch PS. 1990. Introduction of Cell
Cycle Analysis. San Diego: Phoenix Flow System.
Silalahi J. 2006. Antioksidan dalam diet dan karsinogenesis.
Cermin Dunia
Kedokteran 153:39-42. Sukardiman et al. 2006. Aktivitas antikanker
dan induksi
apoptosis ekstrak
kloroform daun pepaya Carica papaya L terhadap kultur sel kanker
mieloma. Media Kedokteran Hewan 22:104-111.
Syah YM. 2005. Fitokimia. kemotaksonomi. dan sifat biologis metabolit sekunder
dari tanaman sukun Kelewih. Bull Soc Nat Prod Chem 5:33-50.
Syah YM et al. 2006. Dua flavonoid tergrenilasi dari daun sukun A.altilis.
Jurnal Matematika Sains 11:100- 104.
Syaifudin M. 2007. Gen penekan tumor p53. kanker dan radiasi pengion. IPTEK
Ilmiah Populer. Bul Ala 8:119-128. Walpole RE. 1993. Pengantar Statistika. Ed
ke-3. Sumantri B. penerjemah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wang et al. 2007. Geranyl flavonoids from the leaves of Artocarpus altilis.
Phytochemistry 68:1300-1306. Yang et al. 2010. Genestein induces enhanced
growth promotion
in ER-
positiveerbB-2-overexpressing breast cancer by ER-erbB-2 cross talk and
p27kip1 downregulation.
Carcinogenesis 31:695-702. Zampieri et al. 2002. Differential modulation
by estradiol of p-glycoprotein drug resistance protein expression in culture
MCF-7 and T47D breast cancer cells. Cancer Res 22:2253-2259.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Tahapan penelitian
Persiapan bahan, media dan sampel
Perlakuan sampel pada kultur sel
Kultur sel
Uji sel hidup dan pengamatan morfologi sel
Analisis kandungan DNA dan induksi apoptosis dengan Flowcytometry
Pengolahan dan Analisis Data
Penyusunan Tugas Akhir
Lampiran 2 Ekstraksi dan purifikasi daun sukun
Residu polar Ekstrak Heksana
nonpolar
Fraksinasi 2 fase cair + etil asetat 400 mL
Fraksinasi dengan butanol 400 mL
Rendam dalam etanol dan dievaporasi
Ekstrak etanol pekat daun sukun
Fraksinasi 2 fase cair + 250 mL aquades + 400 mL Heksana dan
diaduk Daun sukun tua
dikeringkan Dioven 50
o
C dan ditimbang
Residu polar
Ekstrak Butanol non-polar
Ekstrak etil asetat
semi-polar
Senyawa AC-5-1
+ eluen n-heksana : EtOAc 7:3
Lampiran 3 Ekstraksi senyawa AC-3-1
Daun sukun dikeringkan
Ekstrak etanol 250 g
Identifikasi senyawa LC- MS dan NMR
Ekstrak diklorometana
Kromatografi kolom eluen heksana:etil asetat
Ekstrak air dan di vakum
Senyawa AC-3-1 + etanol 70
+ heksana:air 1:4
+ diklorometana
di ekstraknasi
Lampiran 4 Ekstraksi senyawa siklokomunol
Ekstrak etanol pekat 50 g
evaporasi Ekstrak MTC
KLT eluen heksana:etil asetat 7:3
Ekstrak metanol
Senyawa siklokomunol
+ metanol
+ metilen klorida MTC 1:1
Lampiran 5 Foto hasil uji sel hidup dengan metode MTT-aasay
Microplate hasil uji MTT saat di shaker.
Microplate dengan
perlakuan ekstrak
Microplate dengan
perlakuan senyawa
Lampiran 6 Data hasil uji aktivitas antikanker Absorban normal: 0.641; 1.128; 1.136
Rata-rata absorban normal= 0.968 Absorban DMSO: 1.04; 1.06; 1.16
Rata-rata absorban DMSO= 1.087 Absorban blanko: 0.095; 0.067; 0.087; 0.091; 0.066; 0.11; 0.086; 0.085; 0.102;
0.084; 0.07; 0.074 Rata-rata absorban blanko= 0.085
Penentuan pengaruh DMSO sebagai pelarut sampel terhadap sel normal T47D diuji dengan analsis statistik uji T pada Microsoft Excel dengan pola:
= Ttest rata-rata absorban normal; rata-rata absorban DMSO; jumlah perlakuan; jumlah jenis perlakuan
= Ttest 0.968; 1.087; 1; 1= 0.24 Keterangan: jumlah perlakuan= penentuan pengaruh DMSO terhadap normal
jumlah jenis perlakuan= jenis DMSO 1 yang dilarutkan pada sampel
6.1 Ekstrak Etanol