Analysis of irrigation institutional in decentralization's irrigation management. (case study : Tajum's irrigation area at district Banyumas, Province Central Java, 2002).

ANALISIS KELEMBAGAAN IRIGASI
DALAM RANGKA DESENTRALISASI PENGELOLAAN IRIGASI
(studi Kasus Daerah Irigasi Tajum Kabupaten Banyumas)

Oleh :
SUMADYO DJOKO SUTANDAR

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANWN BOGOR
2002

.
,

ABSTRACT
Analysis of irrigation institutional in decentralization's irrigation
management. (case study : Tajwn's irrigation area at district Banyumas,
Province Central Java, 2002). Guidanced by AFFENDI M A R , SUNSUN
SAEFULHAKIM AND AKHMD FA UZI. respectively.
Arising conflict with is caused by the scarcity of watsr.'s irrigation, and
the lacking of eflective and eficient irrigation institutional in it's management.

As Macro levels, these are caused by misleading development policy which is
charaterized by centralistic policy, target orien
mogenoeus dan just
technically and economically consideration. Ones of the problem solving is
decentralization of water irrigation management.
Current research is, at Tajum's irrigation area, held by observing
institutional performances (including eficiency of level of irrigation channels,
sufficiency of plant water, management distribution of water irrigation) and
dynamics of irrigation institutional (including strategic's alternatives to solve the
irrigation conflict and its affecting factors). Insufficient in water's distribution
management such as under capacity of water debits and inefficiency of irrigation
channels had caused bad perjormance of irigation institutional. Also, its emerge
uncertainty and opportunistic's behaviour, that is lead to conflict in water's
irrigation. Optimal's strategy is,for down stream is coopertive ;while up stream
is competitive, determined by distance of sawah (Padbys field) relative to sadap
gate (sluice), accesibility to water irrigation and attendance in routine meeting.
At repetitive games, the optimal pareto for water's supply reach 60%for second,
50%for third and 40%,for fourth, succesively.
By six dlflerent scenarios in water allocation; its yield dzflerent farmer S
income and planting index. These scenarios are based on capacity (Dam and

Channel) and its management. But by the consideration of the limit of irrigation
capacity, then the most rational scenario and the most applicable to allocate
water resource are channel capacity with second croppingpattern. Its means that
the increasing in production of paddy (rice), corn and soybean can cause
income 's reduction.
To reform the performance of irrigation institutional, today, through
decentralization of irrigation management, is relevance with dinamics of farmers
and role of government. It's reached by technological approach ( water saving
farm) and institutional building through better incentive structures, eficient and
effective water 's irrigation management,jirnding, and accesibility of information
to the farmers.

ABSTRAK

A

us

SUMADYO DJOKO SUTANDAR, 2002. Analisis Kelembagaan Irigasi
dalam Rangka Desentralisasi Pengelolaan Irigasi (studi kasus Daerah Irigasi Tajum

Kabupaten Banyumas). Dibimbing oleh AFFENDI ANWAR, SUNSUN
SAEFULHAKIM dan AKHMAD FAUZI.
Kelangkaan air irigasi menimbulkan konflik sehingga dibutuhkan
kelembagaan yang efektif dan efisien, namun kelembagaan yang pemah a&
mengalami kegagalan. Hal ini disebabkan oleh pembangunan yang sifatnya
sentralistik, target oriented, seragarn dan hanya mempertimbangkan teknisekonomis.
Desentralisasi pengelolaan irigasi diharapkan menjadi kunci
penyelesaian masalah tersebut.
Penelitian ini dilakukan dengan menelaah kinerja kelembagaan (tingkat
efisiensi jaringan irigasi, kebutuhan air tanaman, manajemen distribusi air irigasi)
dan dinamika kelembagaan irigasi (penentuan pilihan strategi dalam konflik irigasi
dan faktor yang mempengaruhinya) di Daerah Irigasi Tajum yang merupakan
lumbung beras di Kabupaten Banyumas.
Kinerja kelembagaan irigasi tidak efisien dirnana efisiensi jaringan irigasi
rendah dan diperparah dengan manajemen distribusi air yang jelek seperti debit air
yang dialirkan lebih rendah dari yang dibutuhkan, padahal kapasitas bendung dan
jaringan belum maksimal sehingga menciptakan unsur ketidakpastian dan
menimbulkan perilaku oportunis, yang akhimya timbul konflik air irigasi. Strategi
yang diambil di daerah hulu adalah kooperatif, sedangkan daerah hilir adalah
mementingkan diri sendiri. Penentuan strategi dipengaruhi oleh jarak sawah

dengan pintu sadap, kemudahan mendapat air irigasi dan kehadiran dalam
pertemuan rutin. Kondisi pareto optimal tercapai pada periode pengulangan
(repetitive games) ke dua untuk ketersediaan air 60 %, ketiga dan keempat untuk
50 % dan keempat untuk 40 %
Selanjutnya keuntungan dan indeks pertanaman pada 6 skenario dalam
alokasi sumberdaya air tidak sama. Skenario yang mendasarkan pada kapasitas
bendung dengan pola tanam satu memberikan hasil terbaik, diikuti kapasitas
bendung dengan pola tanam dua, kapasitas saluran dengan pola tanam dua,
kapasitas saluran dengan pola tanam satu, manajemen sekarang dengan pola tanam
satu dan manajemen sekarang dengan pola tanarn dua. Namun demikian alokasi
sumberdaya air sesuai kapasitas saluran dengan pola tanam dua merupakan
skenario yang paling rational dan paling mungkin dilaksanakan karena adanya
tingkat kemampuan jaringan irigasi yang terbatas. Petani merasa terpaksa dalam
usahatani padi, jagung dan kedelai karena peningkatan produksi akan mengura.ngi
pendapatannya.
Desentralisasi pengelolaan irigasi saat sekarang merupakan langkah yang
tepat dalam memperbaiki kinerja kelembagaan irigasi sesuai dengan dinamika
petani yang didukung pemerintah daerah dalam meningkatkan gairah petani untuk
berusahatani melalui pendekatan teknologi (memperbanyak jenis usahatani yang
hemat air dan meningkatkan keuntungan) dan pendekatan kelembagaan

(institutional building) melalui perbaikan struktur insentif, perbaikan manajemen
distribusi air irigasi, penyediaan modal dan memperbanyak informasi yang mudah
diakses petani.

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :
ANALISIS

KELEMBAGAAN

IRIGASI

DALAM

RANGKA

DESENTRALISASI PENGELOLAAN IRIGASI (Studi Kasus Daerah Irigasi
Tajum Kabupaten Banyumas)
adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah

dipublikasikan. Semua sumber data dan inforrnasi yang digunakan telah dinyatakan
secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, 5 Pebruari 2002

NRP. 99350lPWD

/

ANALISIS KELEMBAGAAN IRlGASl
DAIAM RANGKA DESENTRALISASI PENGELOLAAN IRlGASl
(Studi Kasus Daerah lrigasi Tajum Kabupaten Banyumas)

i

SUMADYO DJOKO SUTANDAR

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada

Program Studi llmu Perencanaan Pembangunan W~layahdan Pedesaan

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Juclul Tesis

: Andisis Kelembagazu~Irigzzsi cI;il;un Ranglca I)esentr.alis;~si

Pengelolaan Irigasi (Studi Kasus Daerall Irigasi Tajum
Kabupaten Banyumas)
Nama

: Sumadyo Djoko Sutandar

NRP

: 99350


Program Studi

: Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui,
1. Komisi Pembirnbing

-

Prof.Dr.Ir.H.AffendiAnwar. MSc
Ketua

\Ay-

Dr. Ir. H.R. sunsun &fulhakim.MA~ T

Mengetahui,

Tanggal Lulus : 5 Pebruari 2002


D r.Ir.Akhmad Fauzi, MSc

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak kesembilan dari sepuluh bersaudara, dilahirkan di Kota
Keripik Purwokerto pada tanggal 22 Pebruari 1965 dari Ibu bernama WASINI dan
Ayah bernama SUPRAPTO.
Penulis telah menamatkan pendidikan dari Sekolah Dasar (SD) Negeri IV
Sokanegara tahun 1976, SMP Negeri VI Purwokerto tahun 1980 dan SMA
Bruderan Purwokerto tahun 1983. Kemudian pada pertengahan tahun 1983,
penulis melanjutkan studi di Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman
(UNSOED) Purwokerto pada jurusan Sosial Ekonomi dan menamatkannya pada
tanggal 22 Juli 1989. Pada tahun 1999, penulis mengkuti tes penerimaan beasiswa
program pascasarjana dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)

dan dinyatakan diterima.

Penulis memilih Progam Studi Ilmu Perencanaan

Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Institut Pertanian Bogor.

Pada tahun 1991 penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil Pusat
Diperbantukan pada Daerah Otonom (DPb) Kabupaten Banyumas dan bertugas di
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Bidang tugas yang menjadi
tanggung jawab penulis aadalah perencanaan, monitoring dan evaluasi pengairan.
Kecuali itu, penulis juga sebagai Instruktur Pengembangan Tata Guna Air untuk
Provinsi Jawa Tengah yang ditempatkan di Unit Pelaksana I Purwokerto.
Penulis menikah dengan istri tercinta Dra. PURWATI pada tahun 1990 dan
Alharndulillah telah dikaruniai oleh Allah SWT, dua orang putra, yaitu AJI
WIBOWO SUTANDAR (14 Juni 1992) dan IVAN GAYUH SUTANDAR (7 Juni
1996).

KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya atas
rahrnat dan W a - N y a penulis dapat menyelesaikan tesis yaBg berjudul Analisis
kelembagaan Irigasi Dalam Rangka Desenldisasi Pengelolaan Irigasi yang
merupakan studi kasus di Daerah Irigasi Tajum Kahupaten Banyumas. Tesis ini
disusun sebagai salah satu persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah clan
Pedesaan (PWD) Program ~GcasajanaInstitut Pertanian Bogor.


Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan, dukungan serta bimbingan, yaitu :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Affendi Anwar, M.Sc. selaku Ketua Komisi
Pembimbing dan sekaligus sebagai Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
2. Bapak Dr. Ir. H.R Sunsun Saefulhakim, M.Sc. sebagai anggota Komisi

Pembimbing.

3. Bapak Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc. sebagai anggota Komisi Pembimbing.
4. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perencanaan Pembangunan, OTO BAPPENAS.
5. Pemerintah Kabupaten Banyumas.

6. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi PWD.

7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhirnya, terima kasih yang mendalam kepada orang tua, istri dan kedua

anakku yang telah memberikan dukungan doa, perhatian, pengertian dan dorongan
moril dan materiil yang tak terhingga.
Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Bogor, 5 Pebruari 2002
Penulis

DAFTAR-IS1
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................
PENDAHULUAN........................................................................................
Latar Belakang ....................................................................................
Perumusan Masalah ............................................................................
Tujuan dari-Manfaat Penelitian...........................................................
TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................
Konsep Pembangunan Pedesaan yang Berkelanjutan ........................
Karakteristik Sumberdaya Air ............................................................
Konsep Ekonomi Air .....:...................................................................
Efisiensi Penggunaan Air ...................................................................
Kelembagaan Irigasi ...........................
.
............................................
Sumberdaya Air Potensi Menimbulkan Konflik ................................
Manajemen Konflik ............................................................................
Teori Permainan (Games Theory) ......................................................
KERANGKA PEMIKIRAN DAN TEORITIS............................................
Kerangka Pemikiran ...........................................................................
Hipotesis ............................................................................................
METODE PENELITIAN ...........................................................................
Lokasi dan Waktu Penelitian ..............................................................
Metode Pengumpulan Data ................................................................
Metode Analisis ..................................................................................
Konsep dan Definisi Operasional .......................................................
KEADAAN DAERAH PENELITIAN........................................................
Gambaran Umum Kabupaten Banyurnas ...........................................
Gainbaran Umum Daerah Irigasi Tajum ............................................
DESENTRALISASI PENGELOLAAN ......................................................
Strategi Pemerintah Daerah dalam Desentralisasi Pengelolaan .........
Organisasi dalam Sistem Pertanian ....................................................

HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................................
Analisis Kelembagaan ..........................................................................
Peranan Institusi h k a l dalam Pemecahan Konflik ..............................
Analisis Perilaku Pilihan Strategi dalarn Konflik Air Irigasi ................
Analisis Efisiensi Pernakaian Air Irigasi dan
Kebutuhan Air Tanaman.......................................................................
Alokasi Sumberdaya Air Irigasi...........................................................
Bentuk Keterlibatan Pemerintah yang Diinginkan
..-. ...
Lembaga Pengelola Air Irigasi ...................................................
Keterkaitan Berbagai Falctor Terhadap Kinerja Jaringan Irigasi ..........
Perspektif Federasi P3A Dharma Tirta .................................................
KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................
Kesimpulan .........................................................................................
Saran ...................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

DAFTAR TABEL
Teks

Halaman

Beberapa Alternatif Cara dalam Memecahkan Konflik-Konflik..........

34

Contoh Matriks Permainan Dua Pemain Jumlah No1 ...........................

35

Prisoner's Dilemma dalam Konflik Air ................................................

54

Hasil Percobaan Penghematan Air pada Budidaya Tanarnan Padi .......

63

Jumlah Penduduk Kabupaten Banyumas Menurut Kecarnatan ............

88

Perincian Penggunaan Tanah di Kabupaten Banyumas .......................

89

Tingkat Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Banyums ........................

90

Penduduk Usia 10 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan
Usaha Utama dan Jenis Kelamin ..........................................................
Pertumbuhan Ekonomi Agregrat Kabupaten Banyumas .....................
Penclapatan Perkapita Penduduk Kabupaten Banyumas ......................
Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Kabupaten Banyumas ......................
Luas Wilayah. Jumlah Penduduk dan Jumlah Kepala Keluarga di
Daerah Irigasi Tajum ............................................................................
Data Luas Panen dan Produksi Pertanian di Daerah Penelitian ...........
Daftar Bangunan Daerah Irigasi Tajurn................................................
Keanggotaan Gabungan P3A Dharrna Tirta DI Tajum ........................
Perkembangan Kelembagaan Irigasi di Jawa Tengah ..........................
Target dan Realisasi Pembayaran Ipair ................................................
Ruang Kekuasaan Berkaitan dengan Manajemen Sumberdaya Air ....

Matriks Pay-off Konflik Air Irigasi DI Tajum......................................
Strategi yang Dipilih P3A Dharma Tirta dalam Kondisi Air Terbatas.
Matriks Strategi Simulasi Konflik Air lrigasi ......................................
Hubungan Pilihan Strategi dengan Variabel Yang Mempengaruhinya

Identifikasi Pengaruh Variabel Lingkungan terhadap Pilihan Strategi
P3A Dharma Tirta.................................................................................
Tingkat Efisiensi Pernakaian Air di DI Tajum......................................
Kehilangan Air Irigasi di Masing-Masing Saluran ...............................
Koefisien Tanaman ...............................................................................

Pahitungan Curah Hujan Efektif Dl Tajurn .............................
.
........
Nilai E v a p o ~ p i r a sEfektif
i
DI Tajurn ..............................................
Kehilangan Air Irigasi di Masing-Masing Wilayah ..............................
Kebutuhan Air untuk Ikan Gurameh, Padi dan Palawija ......................
Nilai Solusi Optimal Peubah Aktivitas pada Pola Tanam I dan I1
untuk Alokasi Air Irigasi Saat Ini .........................................................
Hubungan SlacWSurplus dengan Shadow Prices pada Pola Tanam I
dan I1 untuk Alokasi Air Irigasi Saat Ini ...............................................
Indeks Pertanaman Menurut Lokasi dan Pola Tanam I dan I1 untuk
Alokasi Air Irigasi Saat Ini ...................................................................
Nilai Solusi Optimal Peubah Aktivitas psda Pola Tanam I dan nuntuk
Alokasi Air Sesuai Kapasitas Bendung.................................................
Hubungan SlacMSurplus dengan Shadow Prices pada Pola Tanam I
dan I1 untuk Alokasi Air Sesuai Kapasitas Bendung ............................
Indeks Pertanaman Menurut Lokasi dan Pola Tanam I dan I1 untuk
Alokasi Air Sesuai Kapasitas Bendung.................................................
Nilai Solusi Optimal Peubah Aktivitas pada Pola Tanarn I clan I1
untuk Alokasi Air Sesuai Kapasitas Saluran.........................................
Hubungan S1acWSurplu.s dengan Shadow Prices pada Pola Tanarn I
dan I1 untuk Alokasi Air Sesuai Kapasitas Saluran ..............................
Indeks Pertanaman Menurut Lokasi dan Pola Tanam I dan I1 untuk
Alokasi Air Sesuai Kapasitas Saluran...................................................

DAFTAR GAMBAR

.

No

Teks

Halaman

1. Diagram Alur Pentingnya Kelembagaan Pengelola Air Irigasi .............

11

2. Kerangka berfikir Tiga Dimensi tentang Keberkelanjutan ...................

14

3a7...&*sediaan Membayar Atas Tambahan Satuan Air Terakhir yang
Dikonsumsi sebagai Pedoman Alokasi Sumberdaya Air .......................

21

4. Penentuan Harga Air Atas Dasar Biaya Marginal dan Biaya Rata-rata

23

5. Spektrum Kontinum Da?l Kemungkinan Bentuk Organisasi Ekonomi

29

6. Mencari Upaya Penyelesaian Konflik Atas Dasar Common Reality ....

32

7. Upaya Mencari Penyelesaian Konflik (ConjZict Resolution) dengan
Cara Memperluas Common Reality .......................................................

33

8. Diagram Alur Kerangka Pemikiran .......................................................

57

9 . Prosedur Penyelesaian untuk Two Person Zero Sum Games.................

61

10. Skema Aliran Air Irigasi .......................................................................

67

11. Skema Efisiensi Jaringan Irigasi ...........................................................

68

12. Diagram Alur Metode Penelitian ...........................................................

85

13. Model Konseptual untuk Menganalisis Desentralisasi ..........................

110

14. Lingkungan Umum Lembaga Sektor Publik .........................................

111

15. Tipe-tipe P3A Dharma Tirta di Daerah Irigasi Tajum ...........................

124

16. Struktur Organisasi Federasi P3A Dharma Tirta ...................................

128

17. Hubungan P3A Dharma Tirta, Gabungan P3A dan Federasi P3A
Dharma Tirta di Daerah Irigasi Tajum ..................................................

129

18. Struktur Tradisional Kelembagaan Pedesaan di Banyumas ..................

145

19. Pemegang Kekuasaan atas Manajemen Konflik Air Irigasi oleh
Pemerintah Sebelurn Desentralisasi .......................................................

146

20. Manajemen Sumberdaya Air dalam Sistem Desentralisasi Teritorial
Secara Kekolektifan...............................................................................

147

.-Z.L

21. Neraca Air Irigasi Pola Tanam Satu pada Alokasi Sumber Daya Air
Saat Ini ...................................................................................................
22. Neraca Air Irigasi Pola Tanam Dua pada Alolcasi Sumber Daya Air
Saat Ini ...................................................................................................
23. Neraca Air Irigasi Pola Tanam Satu pada Alokasi Sumber Daya Air .
Berdasarkan Kapasitas Bendung............................................................
,24: Neraca Air Irigasi Pola Tanam Dua pada Alokasi Sumber Daya Air
Berdasarkan Kapasitas Bendung. .........................................................
25. Neraca Air Irigasi Pola Tanam Satu pada Alokasi Sumber Daya Air
Berdasarkan Kapasitas Jaringan Irigasi .................................................

26. Neraca Air Irigasi Pola Tanam Dua pada Alokasi Sumber Daya Air
Berdasarkan Kapasitas Jaringan Irigasi ................................................
27. Alternatif stnktur kelembagaan sistem pertanian di DI Tajurn.............

DAFTAR LAMPIRAN
Teks

Halaman

Peta Kabupaten Banyumas ...................................................................

.

.

225

Skema Jaringan Ingasi............................................................................

226

Tabel Debit Pintu Sadap di DI Tajum, Tahun 199912000....................,.

2274

Tabel Debit Andalan Bendung Tajum ................................................... 229
Tabel Perhitungan Kehilangan Air di Saluran Primer dan Sekunder...... 230

.................................................................. 231
Tabel Temperatur Udara...~.
Tabel Penyinaran Matahari ....................................................................

232

Tabel Kelembaban Relatif ..................................................................

233

Tabel Kecepatan Angin ..........................................................................

234

Tabel Curah Hujan di Daerah Irigasi Tajum ..........................................

235

Tabel Perhitungan Curah Hujan Efektif DI Tajurn................................. 240
Tabel Perhitungan Evapotranspirasi .......................................................

241

Tabel Kebutuhan Air Tanaman ...........................................................

242

Tabel Analisa Usahatani DI Tajum ...................................................... 247
15. Matriks untuk Optimasi Pemadkatan Lahan DI Tajum dalam
Hubungannya dengan Pola Tanam Untuk Padi Varietas Unggul dan
Alokasi Penyaluran Air Irigasi Berdasarkan Kondisi Saat Ini ............... 249
16. Output analisis Pemanfaatan Lahan DI Tajum hubungannya dgn Pola
Tanam untuk Padi Varietas Unggul dan Alokasi Penyaluran Air Irigasi
Berdasarkan Kondisi Saat Ini ............................................................. 250
17. Matriks untuk Optimasi Pemanfbtan Lahan DI Tajum dalarn

Hubungannya dengan Pola Tanam untuk Padi Varietas Unggul dan
Alokasi Penyaluran Air Irigasi Berdasarkan Kapasitas Bendung .......... 255
18. Output analisis Pemanfaatan Lahan DI Tajum hubungannya dgn Pola
Tanam Untuk Padi Varietas Unggul dm Alokasi Penyaluran Air Irigasi
Berdasarkan Kapasitas Bendung ............................................................ 256

..

2 !.

.

Identifikasi Pengaruh Variakl Lingkungan terhadap Pilihan Strategi
P3A Dharrna Tirta .................................................................................
Tingkat Efisiensi Pemakaian Air di DI Tajum......................................
Kehilangan Air Irigasi di Masing-Masing Saluran...............................
Koefisien Tanaman ...............................................................................
Perhitungan Cmah.HujanEfektif DI Tajum .........................................
Nilai Evapotranspirasi Efektif DI Tajum ..............................................
Kehilangan Air Irigasi di Masing-Masing Wilayah................... ,..........
.

Kebutuhan Air untuk Ikan Gurameh, Padi dan Palawija ......................
Nilai Solusi Optimal Peubah Aktivitas pada Pola Tanam I dan 11
untuk Alokasi Air Irigasi Saat Ini .........................................................
Hubungan SlacWSurplus dengan Shadow Prices pada Pola Tanarn I
dan 11untuk Alokasi Air Irigasi Saat Ini ...............................................
Indeks Pertanaman Menurut Lokasi dan Pola Tanam I dan I1 untuk
Alokasi Air Irigasi Saat Ini ...................................................................
Nilai Solusi Optimal Peubah Aktivitas pada Pola Tanarn I dan IIuntuk
Alokasi Air Seslrai Kapasitas Bendung.................................................
Hubungan SlacWSuplus dengan Shadow Prices pada Pola Tanam I
clan I1 untuk Alokasi Air Sesuai Kapasitas Bendung ............................
Indeks Pertanaman Mentht Lokasi dan Pola Tanarn I dan I1 untuk
Alokasi Air Sesuai Kapasitas Bendung..................................................
Nilai Solusi Optimal Peubah Aktivitas pada Pola Tanarn I dan II
untuk Alokasi Air Sesuai Kapasitas Saluran.........................................
Hubungan SlacWSurplus dengan Shadow Prices pada Pola Tanarn I
clan I1 untuk Alokasi Air Sesuai Kapasitas Saluran ..............................
Indeks Pertanaman Menurut Lokasi dan Pola Tanam I dan I1 untuk
Alokasi Air Sesuai Kapasitas Saluran...................................................

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Didalam kehidupan, sumberdaya air tidak dapat dilepaskan dari makhluk
hidup baik hewan, tumbuhan maupun manusia karena peranannya yang sangat
penting untuk kelangsungan hidupnya, bahkan pada tanaman tertentu dan ikan, air
merupakan media turnbuh dan habitat sebagai salah satu syaratnya. Kadar dan
.--

derajat kebutuhan akan air berbeda-beda pada setiap bentuk kehidupan, baik pada
jumlah, waktu dan mutunya Oleh karena itu sumberdaya air merupakan hajat dan
kebutuhan pokok hidup yang kedua setelah udara. Sumberdaya air merupakan
anugerah dari Tuhan yang dapat digunakan untuk menentukan kesejahteraan suatu
bangsa sehingga dalam penggunaannya dapat memberikan manfaat yang bersifat
positip apabila diantisipasi dengan benar dan sebaliknya memberikan manfaat yang
bersifat negatip apabila tidak diantisipasi dengan benar.
Pada umumnya sumberdaya air digunakan untuk mendukung sektor
pertanian yaitu dengan sistem irigasi.

Pada saat- irigasi diatur menurut pola

kelembagaan yang berlaku dalam kehidupan tradisional desa masing-masing seperti
Ulu-ulu, irigasi adalah bagian yang integral dan esensial dari kehidupan desa.

Struktur kehidupan desa tidak akan lengkap tanpa juga mengatur sistem
pengelolaan dan penggunaan air. Sebagai salah satu unsur pokok dalam kehidupan,
air tidak hanya diperlakukan bagi pengairan sawah, tetapi juga untuk berbagai
macam keperluan kehidupan di pedesaan termasuk untuk kolam ikan, air minum,
mandi, jarnban, cuci, dan sebagainya.

Sistem kehidupan desa yang statis, tenang dan darnai serta hampir tidak
pernah mengenal perubahan selama berabad-abad itu, sejak beberapa puluhan tahun
terakhir, telah mengalami perubahan-perubahan. Pertama, karena desakan
kependudukan, sehingga .keseimbangan ekuilibrial dengan kemampuan daya
dukung tanah pertanian terlampaui. Sebagian dari mereka hams menyingiur ke kota
atau pindah ke daerah lain yang lebih memberi harapan. Kedua, karena faktor
pendidikan dan pengaruh modernisasi dan urbanisasi lainnya, sehingga penduduk
yang berpendidikan dan masuk ke dalam perangkap kehidupan modern juga
berpindah ke kota. Ketiga, karena perubahan struktur ekonomi yang makin
mengarah ke sektor formal di bidang jasa dan industri di perkotaan dan
meninggalkan kehidupan agraris pedesaan yang tidak marnpu lagi memberi
kehidupan kepada semua warganya itu. Di pedesaan sendiri terjadi proses
diversifikasi usaha di mana tidak memunglunkan lagi bahwa semua rakyat
menggantungkan diri pada usaha pertanian semata, tetapi juga sebagian masuk ke
sektor kerajinan dan jasa, khususnya agrobisnis dan industri dalam skala kecil.
Keempat, karena perubahan struktur masyarakat itu sendiri, yang semula rural,
agraris, tradisional dan menutup diri ke dalam, sekarang secara berangsur-angsur
telah menjadi ekstensi dari kehidupan kota. Ciri-ciri kehidupan modern dan terbuka

akan pengaruh-pengaruh sudah mulai menyingsing dari kehidupan desa itu sendiri.
Angka-angka statistik dalarn urutan tahun-tahun mengenai penduduk, ekonomi dan
pendidikan dengan jelas memperlihatkan kecenderungan-kecenderungan akan
perubahan ini.
Tantangan

yang

dihadapi

sekarang

ini

adalah

bagaimana

mengakomodasikan perubahan-perubahan yang telah dan sedang terjadi itu
sehingga bangunan-bangunan struktur dan corak kehidupan itu juga ikut berubah

sesuai dengan tuntutan kebutuhannya. Perlu dievaluasi kembali apakah tindakantindakan kebijaksanaan yang telah diambil di bidang pembangunan pedesaan,
khususnya di bidang pengairan, telah cukup mengakomodasikan perubahanperubahan tersebut.
Sumberdaya air menjadi suatu masalah yang dirasakan penting dan mencuat
ke permukaan pada waktu jumlahnya menjadi sangat berkurang karena kemarau,
kerusakan bendung dan saluran, atau menjadi sangat melimpah karena banjir,
kebobolan tanggul, dan sebagainya. Disinilah fungsi dan peranan kelembagaan
dalam pengelolaan irigasi ini menjadi sangat diperlukan, sementara jika semua
berjalan secara normal clan kebutuhan pokok akan air terpenuhi, peranan
kelembagaan menjadi pasif (Bruns, 1992). Dalam keadaan normal di bidang
pengairan ini, perhatian lalu darahkan kepada tuntutan-tuntutan mendesak lainnya
dan kehidupan pedesaan. Kehidupan pedesaan pada dasarnya belum mengenal
pembagian tugas dan wewenang yang jelas. Kecenderungannya adalah "semua
mengerjakan semua untuk semua". Urutan kebutuhan yang masih bertaraf subsisten
itu telah mengarahkan kegiatan di pedesaan terutma untuk menghindarkan diri dari
deprivasi ataupun bencana yang datang seketika, sehingga unsur kelembagaan

&lam kehidupan pedesaan diutamakan untuk menjaga keseimbangan yang
ditekankan pada kelangsungan kehidupan.
Sebagaimana diketahui selama masa pemban-

telah diperkenalkan dua- -

corak pembangunan dan pengaturan irigasi, yaitu irigasi tekniS dan irigasi
sederhana atelu tradisional. Irigasi teknis terbagi menjadi irigasi teknis berskala
besar dan irigasi teknis berskala menengah dan kecil a h semi teM$. Irigasi telcnis

dan semi teknis dikelola oleh DepartemenIDinas Pekerjaan Umum (DPU)
Pengairan sampai ke saluran sekunder, sementara irigasi tersier dafi saluran cacing

ke petak-petak sawah diserahkan kepada petani pernakai air. Irigasi sederhana
seluruhnya dikelola oleh petani pemakai air. Untuk mengelola dan mengatur
pemakaian air yang menjadi porsi petani itu, dibentuklah organisasi Perkumpulan
Petani Pemakai Air (P3A) menggantikan bermacam ragam->srganisasipemakai air
tradisional sebelumnya.
Organisasi P3A yang dibentuk selarna proyek pembangunan irigasi yang
bertujuan untuk dapat mengelola air irigasi di tingkat .usahatani mengalami
.-.

kemacetan.

Hal tersebut diperkuat oleh Anwar, 1999 yang menyatakan bahwa

kelembagaan tersebut mempunyai kelemahan yang bersifat struktural pada sistem
pertanian yang menyeluruh, yang disebabkan karena (1) secara struktural organisasi
P3A didominasi oleh struktur birokrasi yang berhierarkhi secara vertikal yang
terkendali secara top down yang sentralistik; (2) secara struktural sistem
kelembagan tersebut dan pengelolaan air irigasi tidak berkaitan secara jelas yang
terlepas dari sistem produksi pertanian secara keselumhan; (3) kelembagaan
tersebut terlepas dari sistem kehidupan masyarakat pedesaan lainnya yang lebih
dipercayai dan dihormati oleh mereka Oleh karena itu, sistem kelembagaan ini
tidak memiliki semangat untuk berbuat sesuatu yang kreatif dan inovatif karena
hilang atau setidak-tidaknya melemahnya faktor-faktor yang menjadi landasan
kerjasama di kalangan mereka.
Sejak Pelita V, sejalan dengan kebijakssiriaan moneter yang dilamarkan di
bidang bisnis dan perbankan dengan prinsip deregulasi, debirokratisasi dan pasar
bebas, yakni dengan tujuan untuk menggenjot ldju perkembangan dan sekaligus
mengurangi beban hutang clan ketergantungan kepada pinjamtin luar negeri,
pemerintah mulai melepas tanggung jawab pengelolaan dan pemeliharaan irigasi
-

berskala kecil dengan areal 500 ha ke bawah kepada ralcyat petani pemakai air

(P3A). Alasan finansialnva adalah karena pemerintah merasa tidak mampu lagi
menanggung biaya Operasi dan Pemeliharaan (O&P) dari irigasi yang dibangun dan
dikelola oleh pemerintah sendiri (PU). Sampai dengan dikeluarkannya
kebijaksanam untuk melepas tanggung jawab pengelolaan irigasi di bawah 500 ha
tahun 1988 yang lalu, pemerintah telah mengeluarkan tidak kurang dari 21 triliyun
rupiah (US$ 12 miliar) untuk membiayai pembangunan, perbailcan dan perluasan
jaringan irigasi, sedangkan untuk biaya O&P pemerintah harus mengeluarkan 90
milyar rupiah per tahunnya, sementara kemampuan pemerintah hanya 40 milyar
rupiah (Asnawi, 1989). Alasan kelembagaan tidak kurang pentingnya, karena
pemerintah akhirnya menyadari bahwa akibat sistem terpusat dan terkendali secara
topdown ity pemerintah menjadi kewalahan. Pemerintah bukan saja tidak
memiliki dana yang cukup tetapi juga banyak energi yang terbuang karena ketidakefisienan

birokrasi

di

samping kecenderungan

akan

pemborosan

dan

penyalahgunaan keuangan negara (korupsi), sementara potensi dan energi yang ada
pada r*at

tidak termanfaaka Sementara program PIK (Penyerahan Irigasi

Kecil) dilancarkan, dan memasuki era pembangunan PJP 11, kiranya tidak hanya
berpikir bagaimana melepaskan tanggung jawab yang dipikul oleh pemerintah
kepada petani pemakai air, tetapi sekaligus juga berpikir secara lebih konsepsional
dan struktural-institusional : corak dan bentuk kelembagaan yang bagaimana

yang lebih cocok untuk menghadapi tantangan-tantangan pembangunan masa
depan ?. Dengan demikian dapat dipikirkan : apa manfaat yang bisa diambil dari
pengalaman yang diperoleh dalam masa pembangunan selama tiga puluhan tahun
ini, dan apa pula yang bisa diangkat dari khazanah kebudayaan tradisional, yang
praktelcnya telah dilalui selama berabad-abad. Kata kuncinya jelas adalah
sustainability (keberlangsungan) yang merupakan suatu usaha pencarian terhadap

sekumpulan kebijaksanaan dan praktek dimana kita merasa yakin bahwa sistem
irigasi akan tetap bertahan dan berfimgsi (Helmi, 1992). Namun sustainability
bukanlah berpikir dalam konteks hampa budaya dan semata teknis ataupun
sosioteknis. Sustainability hams sekaligus juga terkait dengan nilai budaya yang
memberi jiwa dan semangat kepada keberlangsungan institusi itu. Dan
sustainability juga berarti melihat kaitan dan saling keterkaitan lembaga irigasi ini
dengan lembaga usaha pertanian yang memerlukan jasa air, atau juga lembaga lain.--

lainnya yang saling terkait di peringkat pedesaan secara lebih terpadu. Lembaga
irigasi bahkan harus dilihat sebagai sebuah sub sistem dan bahagian yang tidak bisa
dipisahkan dari sistem kelembagaan dari kehidupan desa secara utuh menyeluruh.
Kemudian sejak pertengahan tahun 1988 dimana terjadi perubahan situasi
sosial-politik yang menuntut adanya perubahan dan pembaharuan (reformasi)
pemikiran, kebijakan dan kondisi sosial-kultural-politik,maka sector pengelolaan
sumberdaya air termasuk sub sector irigasi, telah dilakukan perubahan-perubahan
dengan konsep baru yang berlandaskan pada Inpres nomor 3 Tahun 1999 tentang
Pembaharuan Kebijaksanaan Pengelolaan Irigasi.
Dan dari episode eksperimental yang telah dilalui, dapat dilihat bahwa baik
institusi tradisional maupun institusi P3A yang menggantikannya memiliki
sejumlah kekuatan dan kelemahan masing-masing. Secara struktural-sistemik sudah
barang tentu banyak dan institusi irigasi tradisional yang sudah tidak bisa
dipertahankan lagi. Dan ini makin terasa justru di saat masyarakat sedang berubah

dan dalam menuju ke arah coraknya yang modem dan terbuka. Sebagaimana
diketahui, sistem kelembagaan yang modem senantiasa menekankan pada
pencapaian tujuan secara optimal dengan prinsip manajemen yang efisien dan
efektif, yakni y m g menekankan pada pembagian kerja, penentuan wewenang serta

hak dan kewajiban di samping koordinasi yang lancar antar komponen dan antar
jaringan. Prinsip manajemen "semua mengerjakan semua untuk semua" dan sistem
irigasi tradisional dengan sendirinya menjadi arkaik dan tidak lagi sustainable.

Namun pendekatan kelembagaan tradisional yang bersifat holistik dan
integralistik, yaitu yang melihat sistem irigasi sebagai satu kesatuan yang utuh dari
sector pertanian dan sekaligus sebagai bagian yang integral dari keseluruhan sistem
kehidupan desa, justru merupakan kekuatan potensial yang l u x biasa yang perlu
dipertahankan. Pendekatan ini temyata sama aktual dan modernnya dengan sistem
kelembagaan irigasi yang modem di manapun. Oleh karena itu aspek kelembagaan
yang bersifat holistik dan integralislik ini perlu diangkat kembali untuk disesuaikan
dengan kebutuhan modern sekarang ini. Apa yang juga sangat positif dengan
prinsip kelembagaan tradisional adalah dalam ha1 semangat dan spontanitas
untuk berbuat, di samping rasa tanggung jawab yang penuh serta rasa memiliki
yang mendalam dari setiap petani pemakai air dan warga desa secara keseluruhan.
Dan ini dimungkmkan bukan saja karena sistem irigasi adalah bagian yang integral

dari sistem pengelolaan desa secara keseluruhan, tetapi juga karena sifat
masyarakamya yang relatif otonom dan diarahkan untuk mencukupkan kebutuhan
sendiri. Kalaupun ada intervensi dari pemerintahan yang lebih tinggi, sifatnya
hanyalah memfasilitasi tetapi tidak mengambil alih ataupun mendominasi.
Dengan semakin majunya perekonomian Indonesia, meningkatnya jumlah
penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat, maka permintaan terhadap
sumberdaya air sernakin meningkat, seperti untuk industri, perurnahan (air minum

dan MCK), penggelontoran kota, pariwisata, energi dan lain-lain, disamping juga
untuk memenuhi peningkatan produksi beras, perilcanan dan tamman-tamman
lainpya yang bernilai lebih tinggi dan lebih menguntungkan
seperti hortikultura.
-

I

Oleh karena itu terjadi konflik penggunaan air baik antar petani (individu) rnaupun
antar lembaga pengelola irigasi. Sementara itu dari sisi penawaran mengalami
penunuran dengan fluktuasi yang semakin &sir, seiring dengan semakin rusaknya
pengelolaan DAS yang tidak terintegrasikan

daerah tangkapan air yang d-i
antar sector.

Dari uraian diatas dibutuhkan suatu perubahan paradigma pembangunan
irigasi ke arah pembangunan perdesaan yang berkelanjutan (sustainable
development) yang mengandung arti bahwa sumberdaya air harus dialokasikan ke

arah pemanhatan air dengan efisiensi yang semakin tinggi dan menghasilkan
sebesar-besamya

manfhat

kepada

masyarakat

luas

dengan

mengurangi

kemubaziran, serta alokasi sumberdaya tersebut ke arah yang berkeadilan sosial
dengan memberdayakan ekonomi para petani golongan lemah. Masalah irigasi
bukan lagi sebagai masalah yang berdiri sendiri dalam wadah kelembagaan P3A
tetapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem manajemen pertanian,
kehidupan masyarakat desa dan secara hidtologis merupakan satu sistem dalam
Daerah Aliran Sungai.
Daerah irigasi Tajum terletak di Kabupaten Banyumas yang merupakan
salah satu sub D M dari DAS Setayu dimana intake bendung diambil dari Sungai
Tajurn yang berada di Kecamatan Ajibarang. Pada awal pembangunan DI Tajurn
Tahun 1971 luas arealnya seluas 3.200 hektar yang mengoncori tiga kecamatan
yaitu Kecamatan Wangon, Jatilawang dan Rawalo, yang sampai saat ini mengalami
p e n m a n menjadi 2.455 hektar (Sutandar dkk, 1998). Hal ini disebabkan karena
adanya perubahan fungsi lahan sebesar 196 hektar dan tidak dapat dioncori sebesar
546 hektar. Dari ha1 ini menunjukkan bahwa supply air menurun, sementara sistem

pengelolaan air irigasi belum mernadai. Kondisi
seperti ini jika dibiarkan akan

menyebabkan penurunan produMivitas lahan dan kelangsungan jaringan irigasi
yang bersangkutan.
Mengingat fenomena tersebut, dibutuhkan kajian secara menyeluruh dan
terintegrasi terhadap kelembagaan pengelola air irigasi baik dalam jaringan irigasi
tersier maupun jaringan irigasi utama (primer dan sekunder) menuju suatu
kelembagaan air irigasi yang mantap, yaitu mandiri (sosial, ekonomi, politrk,
finansial), terkait erat dengan sistem pertanian dan kehidupan desa, sehingga
penelitian ini &rlu dilakukan

Perurnusan h4asalah
Dari uraian diatas, rnaka dapat dirumuskan beberapa permasalahan pokok, yaitu :
1. Bagaimana kinerja kelembagaan org&sasi berpengaruh terhadap pilihan
strategi &lam konflik kebutuhan air.
2. Sejauhrnana tingkat efisiensi pemanfaatan air irigasi dalam saluran primer
dan sekunder.
3. Bagaimana pengalokasian sumberdaya air dalarn hubdhgannya dengan

kebutuhan petani untuk keperluan ussiha tatii.
4. Sejauhmana keterlibatan pernerina &a&

@ngelolaan irigasi di daerah

irigasi Tajum.

Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Melihat pengaruh kinerja kelembagaan organisasi terhadap pilihan strategi
dalam konflik kebutuhan air.

2. Menganalisis tingkat efisiensi pemanfaatan air pada saluran primer dan
sekunder.

3. Menganlisis pengalokasian sumberdaya air dalam hubungannya dengan
kebutuhan petani untuk keperluan usaha tani.
4. Mengkaji bentuk keterlibatan pemerintah dalam pengelolaan irigasi di

daerah irigasi Tajum khususnya dalam rangka desentralisasi pengelolaan
j aringan irigasi.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para
pengambil kebijakan dalam menentukan bentuk kelembagaan pengelola irigasi yang
sesuai dengan kepentingan petani dan pemerintah menuju pembangunan perdesaan
yang berkelanjutan. Kecuali itu diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan bagi
peneliti lainnya yang ingin mengkaji masalah serupa secara lebih mendalam.

Gambar 1 : Diagram Alur Pentingnya Kelembagaan Irigasi

Tidak terkait dengan sistem

Keteranaan :

b
-.

-b

implikasi

=
=

input
atinnhahapan

..........................................................................................................................,....................................
...

1

i

....a*.

Lembaga PengelolaAir Irigasi

a..

..................,

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Pembangunan Pedesaan yang Berkelanjutan
'Berkelanjutan' mempunyai definisi dan interpretasi yang beragam, baik
oleh ahli ekonomi, ahli ekologi, filsuf ataupun lainnya, termasuk diantara ahli
ekonomi sekalipun.

Berkelanjutan merupakan concern (perhatian) terhadap

kesejahteraan generasi yang akan datang dalam menghadapi tekanan pertumbuhan
terhadap lirigkungan alam dalam menyedialcan barang-barang dan jasa yang bernilai
dalam rangka pemuasan kebutuhan.

Dengan demikian berkelanjutan adalah

bagaimana mengelola kapasitas dalam sistem ekonomi akan rnampu memberikan
kesejahteraan bagi generasi yang akan datang dengan adanya penyusutan
(depresiasi) sumberdaya.
Pengertian pembangunan melibatkan adanya perubahan kuantitatif maupun
kualitatif yang bersifat multidimensional dan menjangkau perubahan besar kearah
terjadinya keadaan yang sering tidak dapat pulih dari keadaan semula (irreversibly),
sehingga sangat sulit didefinisikan pengertiannya. Menurut Anwar (1999), strategi
pembangunan telah mengalami evolusi perubahan menuju kearah yang lebih baik,
yang dimulai dari strategi pembangunan yang menekankan pada pertumbuhan
ekonomi, kemudian kepada pertumbuhan dan kesempatan kerja, pertumbuhan dan
pemerataan, penekanan kepada pendekatan kebutuhan dasar (basic need approach),
yang

akhirnya pada strategi pembangunan yang berkelanjutan (sustainable

development).

Dalam rangka pembangunan spatial, strategi tersebut diartikan

sebagai alokasi sumberdaya menurut ruang (spatial order), khususnya dalam
hubungan dengan pembangunan spatial rural-urban. Kekurangan informasi dalam

memahami dan memecahkan permasalahan pembangunan, khususnya pada variabel
yang tadinya ti&

diperhitungkan (ceteris paribus), dapat menjadi faktor penentu

dalam hubungan-hubungan yang amat nunit (kompleks) yang hanya dapat
dimodelkan dalam bentuk hubungan-hubungan non linear yang mempunyai
keterkaitan kedepan @ w a r d loops) dan ke belakang (backward loops) dirnana
kompleksitas sistem tersebut seolah-olah mengandung ketidak-pastian (uncertainty)
yang besar. Untuk mengurangi ketidak-pastian ini, diperlukan dialog-dialog yang
terus menerus antara pemerintah dan kelompok-kelompok masyaraht di berbagai
tingkatan, untuk memperoleh pemecahan masalah bersama yang diperoleh dari hasil
konsensus-konsensus agar hasil

pembangunan dapat berlangsung secara

berkelanjutan (Anwar, 1999). Oleh karena itu pembangunan yang berkelanjutan
harus memperhatikan aspek-aspek kesejahteraan masyarakat (aspek ekonomi, sosial
dan lingkungan hidup) yang berkaitan dengan perubahan teknologi, politik, institusi
(kelembagaan), nilai-nilai sosial yang selalu berkembang secara evolusi dengan
melintasnya waktu (tahunan, jangka menengah dan jangka panjang) dan wilayah
(skala management : internasional, nasional dan daerah atau regional), agar dapat
diorganisasikan dengan mengakomodasikan keinginan-keinginan masyarakat dalam
mengambil kebijaksanaan yang berlangsung &lam situasi yang semakin kompleks
dan dinamik secara terus menerus. Oleh karena itu kebijaksanaan yang tadinya
cocok dengan s u b tahapan pembangunan, diperlukan reformasi sesuai dengan
dinamika yang terjadi, baik dinamika spatial maupun dinamika temporal. Untuk
itulah dibutuhkan "kemampuan belajar" (learning advantage) melalui dialogdialog
antar stakeholders (pemerintah, petani dll) untuk mengemukakan preferensi mereka
yang. diinginkan guna mencari jalan kearah konsensus-konsensus yang dapat

disetujui bersama.

Konsensus tersebut diarahkan kepada peningkatan efisiensi

pengelolaan sumberdaya yang dapat menyumbang kepada pertumbuhan ekonomi
dan kemerataannya (kesejahteraan masyarakat), sehingga mengarah pada
keberlanjutan. Dengan demikian, keberlanjutan seharusnya didekati dengan
pendekatan spatial, dimensi temporal dan dimensi kesejahteraan masyarakat dimana
akan terjadi interaksi yang sangat kuat (gambar 2).

Skala Spatial-tang parallel
dan berhubungan dengan
h i m h i administrasi ekdogi

I

Pandanganjauh ke depan memerlukan
terjadinya proses yang berkembangsecara
evdutif yang dapat mempengaruhi
keberlanjutan (sustaWitv)

Nasional
Regional

masyarakat secara keseluruhan

Lokal

Ekonomi

Sosial

Lingkungan

~&ejaht&aan

Gambar 2 : Kerangka Berfikir Tiga Dimensi tentang Keberlanjutan (Sustainability)
(Anwar, 200 1)
Pembangunan yang berkelanjutan tidak dapat dicapai hanya dengan cara
bekerja yang ditujukan kepada salah satu atau beberapa aspek dari garnbar 2,
melainkan hams mengandung semua aspek dari keberlanjutan pada semua tingkatan
spatial (tennasuk pedesaan) dan keseluruhan waktu, yang bukan termasuk tugas
yang mudah karena merupakan ajang untuk terjadinya konflik-konflik antara

stakeholders dalam semua sektor termasuk sektor pengairan (irigasi).

Sektor

pengairan mempakan salah satu sektor yang ada di masyankat, sehingga
kebijaksanaan pembangunan pengairan harus mempertimbangkan segala sektur
termasuk sektor kehutanan. Hal tersebut dikarenakan adanya keterkaitan yang
sangat kuat antar sektor pada berbagai tingkatan wilayah, terlebih pada wilayah
pedesaan.
Anwar, 1999 menyatakan bahwa wilayah pedesaan mempunyai karakteristik
.-.

yang spesifik, yaitu :
1. Secara spatial sebaran penduduknya terpencar, yang menyebabkan tingginya
biaya dan menghadapi kesulitan serta mahalnya penyediaan fasilitas barang dan
jasa publik.
2. Surplus tenaga kerja tanpa diimbangi dengan investasi, berakibat kurangnya
lapangan kerja dibandingkan dengan di perkotaan sehingga tenaga kerja
pedesaan kurangltidak produktif.

3. Sektor pertanian yang tidak disertai kegiatan komplementer, akan hanya
bertumpu pada kinerja dari sektor tersebut, sementara petani bukan full timer
farmers, sehingga ekonomi pedesaan kurang/tidak berkembang.
4. Penerimaan (revenues) yang dapat dikurnpulkan pemerintah desa sangat
terbatas, sehingga sukar untuk memobilisasi sumberdaya.

5. Secara politik, masyarakat pedesaan banyak dikesampingkan (marginalized)
sehingga masyarakatnya menjadi miskin, bahkan hak-haknya sering dirampas.

6. Hak-hak akses masyarakat pedesaan pada sumberdaya disekililingnya tidak
diakui oleh pemerintah, sehingga dengan menghadapi ketidak-pastian tersebut
maka cenderung menjadi perusak sumberdaya (hutan, lahan, air dl).

7. Kebijaksanaan perpajakan yang tinggi dan kondisi ekonomi makro yang tidak

kondusif berakibat b u d dan berdampak pada kinerja sektor pertanian,
sehingga terjadinya kebocoran wilayah berupa transfer sumberdaya netto keluar
wilayah.
8. Kekurangan jiwa entrepreneur yang dikarenakan sentralistik sehingga
kepincangan regional

memperlemah sendi fundamental pembangunan

berkelanjutan.
9. Potensi kelembagaan swadaya mGyarakat perdesaan pernah dirusak oleh
pemerintah melalui UU Nomor 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa yang
menyeragamkan desadesa di luar jawa, sehingga kemampuan dan tatanan adat
masyarakat desa dan potensinya menjadi tidak berfungsi yang berakibat pada
degradasi kelembagaan yang merusak sumderdaya alam.
Dari karakteristik tersebut, pembangunan wilayah pedesaan diartikan
sebagai suatu proses atau tahapan pengarahan kepada kegiatan pembangunan di
suatu wilayah tertentu yang