Pola Pengelolaan Penangkapan ikan Karang Berbasis Partisipasi Masyarakat Di Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu

POLA PENGELOLAAN PENANGKAPAN IKAN
KARANG BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT
DI KELURAHAN PULAU PANGGANG, KABUPATEN
ADMINISTRASI kTLEPULAUAN SERIBU

OLEH :
SRI WAHYUNI SENSUSIWATI

PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRAK
SRI WAHYUNI SENSUSIWATI. Pola Pengelolaan Penangkapan Ikan Karang
Berbasis Partisipasi Masyarakat Di Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Daniel R.Monintja dan
Ir. K.A. Aziz MSc.
Penangkapan ikan karang yang tidak ramah lingkungan merupakan salah satu
penyebab adanya indikasi tangkapan lebih (over fishivig), sehingga dikhawatirkan
dapat mengganggu aktivitas penangkapan ikan karang sebagai sumber mata
pencaharian sebagian masyarakat kelurahan P.Panggang. Kedepan perlu disusun

suatu pola pengelolaan penangkapan ikan karang, sehingga pemanfaatan sumberdaya
dapat berkelanjutan.
Pengelolaan penangkapan ikan karang sangat ditentukan oleh 3 (tiga) faktor
yaitu stok sumberdaya ikan karang, aktivitas penangkapan yang dilakukan nelayan
dan bentuk pengelolaan yang diterapkan.

Stok surnberdaya ikan karang telah

mengalami penurunan, yang ditunjukkan dari rnenurunnya hasil tangkapan nelayan
dan keanekaragaman ikan dengan knteria CFDI "buruk sampai "sangat buruk.
Sebagian nelayan dalam aktivitas penangkapan ikan karang masih menggunakan
potasium sianida. Bentuk pengelolaan yang ada cendening bebas (open ncces).dan
tidak terkontrol. Berdasarkan ketiga faktor tersebut maka status perikanan karang di
lokasi penelitian yaitu 'buruk'.
Pola pengelolaan yang dapat diterapkan untuk memperbaiki sumberdaya ikan
karang di perairan kelurahan Pulau Panggang adalah berbentuk ko-manajemen, yaitu
adanya pemberian hak pengelolaan khusus ikan karang kepada kelompok nelayan
lokal. Pola ini menerapkan konsep 'zonasi' laut dalam pemanfiiiitan surnberdaya
ikan karang. Pola pengelolsaan terdiri dari 2 (dua) yaitu tahap pelnulihan yang
dilakukan selama 1-2 tahun dan tahap pemanfaatan yang merupakan kelanjutan dari

pola pemulihan.

SURAT PERNYATAAN

men!-atakan dengan sebenar-benarn!-a
sa!-a !.ang berjudul

balina segala perni-ataan dalam tesis

Pola Pengelolaan Penangkapan Ikan Karang Berbasis Partisipasi Masyarakat
di Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu

merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saj-a sendiri. dengan petnbimbingan
para I.;o1111si Pembimbing. kecuali >-ang dengan jelas di~uti-jukkanrujukann~.a. -1'esis
ini belum pernali dia.jukan untuk memperoleli gelat- pada program sejenis di
perguruan t inggi lain.
Semua data dan infornlasi !.zing digunaka~itelah dinyatakan secara jelas dan dapat
diperiksa kebenarann~a.

Nania : Sri \f'ali!.uni Sensusiii-ati

: 09772
r

POLA PENGELOLAAN PENANGKAPAN IKAN
KARANG BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT
DI KELURAHAN PULAU PANGGANG, KABUPATEN
ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU

SRI WAHYUNI SENSUSrC\'ATI
99772

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Dan Lautan

PROGRAM PASCA SARJANA
TNSTITIJT PERTANTAN BOGOR
2002


Judul Tesis

: PolaPengelolaan

Penangkapan

Lkan

Karang

Berbasis Partisipasi Masyarakat Di Kelurahan
Pulau

Panggang,

Kabupaten

Administrasi

Kepulauan Seribu.

Nama

: Sri Wahyuni Sensusiwati

Nomor Pokok

: 99772

Program Studi

: Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Dan Lautan

Menyetujui :
Komisi Pembimbing

-

Prof. Dr.Ir. Daniel R.Monint_ia
Ketua


. Aziz. MSc.

Anggota

Mengetahui,
Ketua Program Studi SPL,

@&;

~e-'"Disektur
Program Pasca
Sarjana

C

&yy
a'

%;


, -*i.Y

--

Prof. Dr. Ir. Rokhrnin Dahuri. MS'

Prof. ~ r . ' ~ , ~ @ d dManuwoto.
a
M.Sc.
\
%.>

Tanggal Lulus : 27 Desember 2002.

-

,J,,',

..


4Pp
,I

a

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahrkan di Jakarta pada tanggal 1 November 1961 sebagai anak ke 4
dari 7 bersaudara dari pasangan Mudjiman dan Nani Rochjani. Pendidikan sarjana
ditempuh di Jurusan Akuakultur, Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor, lulus
pada tahun 1983. Pada tahun 1999 semester genap, penulis diterima di Program
Studi Pengelolaan Surnberdaya Pesisir dan Lautan pada Program Pascasarjana Intitut
Pertanian Bogor.
Penulis bekerja sebagai karyawati Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan
Propinsi DKI Jakarta sejak tahun 1984 sampai saat ini.

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di

suatu Perguruan Tinggi, dan juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Bogor, 27 Desember 2002

SRI WAHYUNI SENSUSIWATI

I'L!~I > \ . ~ t h u rheh:tdirrtt Allah Suhhana Wataalia k a r m a

;i!:i>

rai~nlat dan

hic!a\,ahn>.:t. k:in~i da?nt menyclcsaikan tesis yang her.judul : "t'ala Per~~clolaan
t1enangI.ray:in ikan Larang Bcrbasis Partisipasi Masy:irakat Di i;ci~!r:ihs!! !'ulau
I':tngg~tns. Lahupriten Adrninistrasi Kepulauan Seribu".
'I'esis ini tiierupakan salah satu syarat untuk rnencapai kelulusan pada
Program Pascasar-jana Institut Pertanian Bogor, P r o ~ g ~ StuJi
m


Pengttlolaan

Sumberdat-a Pesisir dan 1,autan.
Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesarSesarnya liepada :
1. Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja dan Ir. K.A. Aziz. MSc.. J,ang bersedia
meluangkan wakunya untuk bertindak sebagai komisi penibimbing.

3. Bpk. Ir. Drs. M.Rahardjo, MM Kepala Dinas Petemakan, Perikanan dan
Kelautan Propinsi DKI Jakarta yang telah memberikan kesempatan dan
dorongan untuk mengikuti kuliah Program Pasca Sadana IPB.

3. Rekan-rzkan di Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI
Jakarta !an2 telali bersama-sama, membantu dan membzri dukungan
5eia1na pcwl i:i;:n.
4. Iiekan-rei;ai? di T a ~ n a nNasional Laut Kepulauan Seribu \.:in:
mcmbanru sc/a!11;1penclitian
5. Respondcn liilesioner .A.nalisa I lirarki Proses ( A H P j

te!ah


6 . Para nelayan dan kelompok nelayan 'Bina Lestari' kelurahan P.Panggang

yang banyak memberikan informasi yang berguna bagi tesis ini.
7. Tidak lupa kepada suami Marsidi, dan anak-anak Diah dan Dito, Bapak-

Ibu dan Uma atas do'a dan restunya sehingga saya dapat menyelesaikan
tesis ini.
Kritik dan saran kami harapkan dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi
yang membacanya.

Penulis

DAFTAR IS1

Halaman
...

DAFTAR TABEL

111

DAFTAR GAMBAR

iv

DAFTAR LAMPTRAN

v

PENDAHULUAN

1

I. 1. Latar Belakang

1

1.2. Perurnusan Masalah

6

1.3. Tujuan Penelitian

9

1.4. Man faat Penelitian

9

TINJAUAN PUSTAKA

10

2.1. Sumberdaya Ikan Karang

10

2.2. Pengelolaan Penangkapan Tkan Karang

13

3.

KERANGKA PEMIKIRAN

17

4.

METODOLOGI PENE1,ITIAN

27

4.1. Waktu Dan Lokasi Penelitian

27

4.2. Metode Pengumpulan Data

30

4.3. Analisis Data

32

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELlTIAN

36

5.1. Geo-oseanografi Kelurahan P.Panggang

36

5.2. Kualitas Perairan

37

5.3. Nelayan Kelurahan P.Panggang

39

HASIL DAN PEMRAHASAN

44

6.1. Perkiraan Luas Terumbu Karang

44

6.2. Kepadatan Dan Kelimpahan Ucan Karang

45

6.3. Keanekaragarnan Ikan Karang

49

6.4. Kegiatan Penangkapan lkan Karang

54

6.5. Pengelolaan Penangkapan Ikan Karang Saat Ini

59

6.6. Status Perikanan Tangkap Ikan Karang

64

6.7. Pihak Pihak Yang Berperan (Stakelzolder)

67

6.8. Analisa Hirarki Proses (Proses Ke depan)

69

I.

2.

5.

6.

7.

8.

6.9. Analisa Hirarki Proses (Proses Balik)

81

POLA PENGELOLAAN PENANGKAPAN IKAN KARANG

86

7.1. Batasan-batasan

86

7.2. Penyusunan Pola Penangkapan Ikan Karang

87

7.3. Pola pengelolaan Tahap Pemulihan

90

7.4. Pola Pengelolaan Tahap Pemulihan

97

KESIMPULAN DAN SARAN

111

DAFTAR PUSTAKA

114

LAMPIRAN

119

DAFTAR TABEL

Hal
Daftar responden untuk pengisian kuisioner AHP

32

Kriteria penentuan status perikanan ikan karang

34

Parameter-parameter yang diukur dalam penelitian

35

Hasil pengukuran kualitas perairan sekitar kelurahan P.Panggang

37

Perkiraan jumlah nelayan ikan karang dan daerah tangkapan

41

Perkiraan luas paparan terumbu karang di lokasi penelitian

44

Data kepadatan ikan karang

46

Data kelimpahan ikan karang

48

Nilai densitas, kelimpahan stok dan keanekaragaman jenis ikan
laut di gugusan P.Pari berdasarkan lokasinya (Latif & Wudianto,
1993)
Hasil identifikasi jenis d m farnili ikan karang

48

Eiasil perhltungan CFDI di lokasi penelitian
Tingkat keramahan alat tangkap terhadap habitat terumbu karang
lnformasi penunjang penurunan hasil tangkapan ikan karang
Penilaian status perikanan tangkap di lokasi penelitian
Hasil pembobotan prioritas kriteria pengelolaan
Hasil pembobotan prioritas alternatif pengelolaan
Pembobotan prioritas masalah utama
Pembobotan prioritas peranan instansi
Pembobotan prioritas kebijakan
Program pemulihan sumberdaya ikan karang di Kelurahan
P.Panggang

DAFTAR GAMBAR

Gambar

1

Halaman
Skema kerangka pemiluran penyusunan pola
pengelolaan penangkapan ikan karang
Struktur hirarki pengelolaan penangkapan ikan karang
(proses ke depan)
Struktur hirarki pengelolaan penangkapan ikan karang
(proses balik)
Peta Kabupaten Administrasi kepulauan seribu
Lokasi pengambilan sample ikan karang
Keterkaitan 3 faktor dalam penentuan status perikanan
tangkap
Pembobotan hirarki AHP proses ke depan
Pembobotan hirarki AHP proses balik
Siklus pengelolaan sumberdaya perikanan
Pola pengelolaan sumberdaya ikan karang di lokasi
penelitian pada tahap pemulihan
Pola pengelolaan sumberdaya ikan karang di lokasi
penelitian pada tahap pengelolaan

17

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran
1

Daftar pertanyaan aktivitas penangkapan ikan karang

119

2

Dafiar pertanyaan untuk responden AHP

126

3

Hasilidentifikasijenisikankarangdilokasipenelitian

135

4

Daftar harga ikan karang

140

5

Hasil kumulatif olahan A18

141

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.

Terurnbu karang merupakan ekosistem yang mempunyai produktivitas
organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan di kawasan terurnbu karang kaya akan
keragaman spesiesnya.

Tingkat keragaman spesies yang tinggi serta nilai

ekonomis spesies ikan karang yang tinggi terutarna dalam keadaan hidup
menyebabkan orang berlomba untuk mengeksploitasinya.

Banyak kegiatan

manusia yang dapat mengancarn kelestarian ekosistem tenunbu karang, antara
lain pengambilan terumbu karang,

pemanfaatan ikan karang melalui

penangkapan dengan bahan beracun, penggunaan bahan peledak

serta

penangkapan yang berlebihan.
Kawasan terumbu karang tennasuk ikan karangnya merupakan salah satu
potensi perikanan pantai yang perlu diatur sistem pengelolaannya. Dalam UU
Perikanan ditegaskan bahwa pengelolaan surnberdaya perikanan perlu dilakukan
sebaik-baiknya berdasarkan keadilan dan pemerataan dalam pemanfaatannya.
Pengelolaan tersebut bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup nelayan kecil
serta menjaga kelestarian sumberdaya perikanan. Sumberdaya perikanan
walaupun memiliki daya pulih kembali, pemanfaatanya hams terkendali secara
bijaksana selngga menjamin baik kepentingan generasi masa kini maupun
generasi masa depan (UU Lingkungan Hidup pasal4).
Untuk mewujudkan sistem pengelolaan surnberdaya perikanan , pemerintah
menetapkan beberapa ketentuan. Berikut ini 4 (empat) ketentuan yang terkait

dengan tesis ini dari 7 (tujuh) ketentuan yang dihimpun dalam tulisan Saad
(2001), yaitu :
(1) Alat-alat penangkapan ikan

(2) Jumlah yang boleh ditangkap dan jenis serta ukuran ikan yang tidak boleh
ditangkap
(3) Daerah, jalur, dan waktu atau musim penangkapan

(4) Pencegahan pencemaran dan kerusakan, rehabilitasi dan peningkatan
surnberdaya ikan serta lingkungannya.
Begitu banyak peraturan yang telah dikeluarkan pemerintah dalam
pengelolaan sumberdaya perikanan yang berorientasi kemakmuran dan
pemerataan, seharusnya berkorelasi positif dengan tingkat kesejahteraan nelayan,.
namun kenyataan yang terjadi justru sebaliknya (Saad, 2001). Ada perbedaan
kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan, Pemerintah lebih
banyak mengeluarkan kebijakan pemanfaatan sumberdaya yang cenderung
mengendalikan pemanfaatan sumberdaya, dilain pihak nelayan cenderung
mengeksploitasi sumberdaya alam sebanyak-banyaknya untuk meningkatkan
pendapatannya. Salah satu contoh dapat dilihat kehidupan masyarakat nelayan
ikan karang di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.
Seluruh terurnbu karang Kepulauan Seribu berada dalam wilayah Kabupaten
Kepulauan Seribu.

Terurnbu karang ini tersebar di antara pulau-pulau di

Kepulauan Seribu yang berjumlah 110 buah pulau.

Masyarakat Kep. Seribu

yang berrnata pencaharian sebagai nelayan berjumlah 4493 orang, sebagian dari
mereka

melakukan penangkapan ikan di perairan selutar terumbu karang

Kepulauan Seribu, sedangkan lainnya merupakan nelayan dengan lokasi

penangkapan di luar perairan terumbu karang Kepulauan Seribu (Suku Dinas
Perikanan Jakarta Utara, 200 1).
Kelurahan P.Panggang merupakan salah satu dari 6 kelurahan di kepulauan
seribu dan di kelurahan inilah terletak pusat pemerintahan Kabupaten Kepulauan
Seribu.

Dari 19 pulau di kelurahan P.Panggang hanya ada 2 pulau yang

berpenduduk, yaitu P.Panggang dan P.Pramuka. Perairan Kelwahan P.Panggang
merupakan daerah penangkapan ikan dan berada di zona pemanfaatan tradisional
dalam kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.

Dalam zona ini

pemanfaatan sumberdaya alam dapat dilakukan secara tradisional dan ramah
lingkungan dalam upaya mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat
setempat (Balai Taman Nasional Kep. Seribu, 2000).

Sekitar 43 % atau

sejumlah 1.731 penduduk Kelurahan P.Panggang bermata pencaharian sebagai
nelayan, dan sekitar 25 % dari jumlah tersebut menggantungkan hidupnya dari
sumberdaya ikan karang di perairan sehtar. Hasil tangkapan ikan karang dari
perairan sekitar P.Panggang ditampung oleh pengumpul, terutama untuk jenis
ikan hias, sedangkan ikan konsumsi dijual kepada masyarakat setempat atau
dibuat ikan asin. Sampai saat ini di kawasan Kepulauan seribu belurn ada tempat
pendaratan ikan (TPI) sehingga hasil tangkapan ikan tidak tercatat. Kegiatan
pemanfaatan sumberdaya ikan karang kelihatannya tidak dilakukan secara ramah
lingkungan oleh nelayan setempat. Hal ini dapat dilihat dari semakin sulitnya
memperoleh ikan, variasi jenis ikan makin sedikit serta ukuran individu yang
tertangkap semakin kecil; yang kesemuanya mengindikasikan telah terjadinya
tangkap lebih (Suwandi et a/., 2001).

Di dalam UU Pemerintah Daerah telah diatur bahwa daerah memililu
kewenangan mengelola sumberdaya alam yang berada di dalam wilayahnya yaitu
12 mil laut untuk pemerintah daerah provinsi dan 4 mil laut untuk pemerintah
daerah kabupaten, serta bertanggung jawab memelihara kelestariannya. Terkait
dengan pengelolaan sumberdaya perikanan dan UU Pemerintah Daerah, di
Indonesia dikenal dengan kebijakan "jishing belt" , yaitu kawasan dengan radius
atau jarak tertentu dari garis pantai yang diperuntukkan bagi kelompok atau
golongan nelayan tertentu (Nikijuluw, 2002). Namun sampai saat ini aturan main
yang jelas dari pemerintah pusat belum ada. Dengan menjadikan wilayah perairan
sebagai aset daerah, maka seharusnya daerah, khususnya Kabupaten Kep.Seribu,
segera menentukan lebih jauh kebijakan 'fpshing belt" nya, sehingga kerusakan
sumberdaya perikanan tidak semakin parah.
Kondisi ini menjadi semakin komplek dengan diresmikannya Kepulauan
Seribu dari tingkat Kecamatan menjadi Kabupaten pada bulan September tahun
2001 dengan pusat pemerintahan berada di Kelurahan P.Panggang, tepatnya di
P.Pramuka. Perubahan yang telah terlihat saat ini yaitu semakin padatnya jalur
lalu lintas laut, pembangunan sarana fisik yang pesat serta semakin besamya
tekanan jumlah penduduk, khususnya terhadap 2 pulau yang dihuni, baik oleh
penduduk asli Kepulauan Seribu maupun pendatang dari daratan Jakarta. Baik
langsung maupun tidak langsung keadaan ini akan berdampak terhadap kondisi
sumberdaya terumbu karang dan ikan karang diperairan sekitar. Walaupun sejak
lama pengrusakan terumbu karang telah terjadi dan sampai saat ini masih terus
terjadi didepan mata, kiranya ha1 ini tidak mungkin dibiarkan berlarut-larut.
Akt!vitas kehidupan ekonomi masyarakat kelurahan P.Panggang yang tergantung
4

pada potensi sumberdaya ikan karang akan terancam, walaupun sebagian mereka
sendiri yang membuat kerusakan tersebut. Hal ini menuntut perubahan secara
gradual terhadap pemanfaatan sumberdaya terumbu karang dan ikan karang di
perairan sehtar dari pola yang ada sekarang menjadi suatu pola baru yang
disepakati oleh seluruh stakeholder, terutama nelayan setempat.
Dengan berprinsip pada pemanfaatan sumberdaya alam sebesar-besarnya
untuk kesejahteraan masyarakat lokal, maka perlu ada suatu bentuk pengelolaan
sumberdaya wilayah pesisir yang berbasis masyarakat. Carter (1996) yang diacu
dalam Dit-Jen Bangda (1998) menyatakan bahwa sistem pengelolaan berbasis
masyarakat memberikan kesempatan dan tanggung jawab kepada masyarakat
dalam melakukan pengelolaan sumberdaya yang dimilikinya. Jadi masyarakat
lokal terlibat secara aktif dalam proses pengelolaan sumberdaya alam. Umumnya
pemanfaatan sumberdaya ikan karang dilakukan oleh masyarakat yang tinggal
berdekatan dengan lokasi terurnbu karang, karena itu kerusakan sumberdaya
tersebut akan berdampak langsung pada penghidupan masyarakat sekitarnya.
Konsep pengelolaan sumberdaya perikanan sarnpai saat ini masih pro-kontra
antara konsep milik bersama (common property) dengan konsep pemilikan
tunggal (sole ownershp).

Konsep yang kedua ini lebih cenderung kepada

pemberian hak kepada kelornpok atau golongan masyarakat tertentu untuk
memanfaatkan sumberdaya perikanan Cfishzng rrght). Tesis ini akan menyusun
suatu pola pengelolaan penangkapan ikan karang yang dapat diterapkan dilokasi
kajian dengan melibatkan partisipasi masyarakat yang terlibat langsung dengan
kegiatan tersebut.

1.2

Perurnusan Masalah

Dari yang telah diuraikan diatas menunjukkan bahwa dengan adanya
sumberdaya terumbu karang dan ikan karang yang cukup tinggi di perairan
Kepulauan Seribu merupakan peluang pasar yang tinggi, ha1 ini merangsang
nelayan untuk berlomba mengeksploitasi

sumberdaya ikan karang yang

rnempunyai nilai ekonornis cukup tinggi sebanyak-banyahya.

Dilain pihak

tekanan jumlah penduduk dan tuntutan hldup serta tingkat kesadaran yang kurang
terhadap lingkungan, menyebabkan nelayan dalam mengeksploitasi ikan karang
sebanyak-banyaknya dengan rnenggunakan berbagai cara, termasuk yang
merusak lingkungan. Hal ini dtunjukkan dengan kian rusaknya t e m b u karang
dan semakin menurunnya sumberdaya ikan karang. WaIaupun beIum ada data
yang akurat tingkat penwunan sumberdaya ikan karang, namun dengan adanya
data kerusakan terumbu karang yang semakin parah, akan berdampak terhadap
kelimpahan ikan karang.
nelayan Kep.Seribu masih

Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa sebagian
miskin, dtan ha1 ini dapat mendorong terjadinya

degradasi lingkungan (Santosa, 2001).

Dengan adanya kondisi ini

pertanyaannya adalah, apakah ha1 ini sudah mengganggu kegiatan penangkapan
ikan karang nelayan setempat ? Apa pengaruhnya terhadap kehidupan nelayan ?
Adanya keterbatasan data produksi ikan karang dari perairan setempat,
maka tingkat kerusakan sumberdaya ikan karang menjadi sulit diprediksi.
Sampai saat ini data tentang dugaan potensi ikan karang dan tingkat
pemanfaatannya di perairan Kelurahan P. Panggang belum tersedia, dilain pihak
tempat pendaratan ikan karang belum dilakukan di satu tempat yang terkontrol,
sehingga sulit untuk menentukan seberapa besar tingkat penurunan potensi ikan
6

karang dari perairan tersebut. Pertanyaan yang timbul adalah: seberapa besarkah
potensi ikan karang yang masih bisa dimanfaatkan oleh nelayan setempat ? Hal
ini sangat diperlukan untuk menentukan langkah yang perlu diambil dalam
pengelolaan selanjutnya.
Pemanfaatan potensi sumberdaya alarn oleh masyarakat kepulauan seribu
dapat dikatakan cukup bebas (Suwandi et al., 2001). Jika ha1 ini terus berlanjut
tidak menutup kemungkinan upaya melestarikan sumberdaya ikan karang bagi
kesejahteraan nelayan Kepulauan Seribu semakin sulit dilakukan.
Sampai saat ini produk hukum yang berkaitan dengan kebijaksanaan
pengelolaan surnberdaya perikanan masih bercorak 'milik bersarna' (common
property), sebagai contoh yaitu kebijakan tentang aIat tangkap, penggunaan
kapal, atau daerah penangkapan merupakan contoh kongkret dari kebijakan yang
berkarakter milik bersama (Saad, 2001). Kebijakan ini ternyata belum berhasil
dalam meningkatkan kesejahteraan bagi nelayan serta mengancarn kelestarian
sumberdaya perikanan (Saad, 200 1). Selanjutnya dalam disertasinya beliau
menyarankan untuk perikanan kepulauan pengelolaannya dapat menggunakan
sistem hak khusus yakni HPI (Hak Penangkapan Ikan). Konsep HPI serupa
dengan konsep penangkapan ikan secara "controlled management", yaitu konsep
penangkapan ikan yang membatasi input Cjumlah pelaku, jumlah dan jenis alat
tangkap) dan pembatasan out put Cjurnlah tangkapan), sehingga sumber daya
dapat diperbaiki.
Dengan diberlakukannya Undang-Undang RI No.22 tahun 1999, yang salah
satunya yaitu kewenangan pengelolaan surnberdaya kelautan sebatas 4 mil laut,
merupakan legalitas bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Seribu dalarn
7

pengelolaan sumberdaya kelautan, termasuk sumberdaya ikan karang. Saat ini
Keterlibatan masyarakat lokal untuk ikut bertanggung jawab terhadap
sumberdaya ikan karang belum terlihat secara nyata, dan kelembagaan yang
mengatur pemanfaatan sumberdaya yang mengakar di dalarn masyarakat belum
berkembang (Suwandi et al., 200 1). Dengan kondisi ini menunjukkan masih
rendahnya keterlibatan nelayan dalarn pengelolaan penangkapan ikan karang.
Pertanyaannya sekarang adalah apakah mereka mau berpatisipasi dalam
pengelolaan sumberdaya ikan karang ? Pengelolaan yang bagaimana yang
mereka inginkan ?
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas dapat dirumuskan :

(1) Adanya indikasi penurunan jumlah ikan karang di Kepulauan Seribu, yang
disebabkan antara lain karena tangkapan berlebih (overfishing) dan
penangkapan dengan bahan berbahaya (~llegaljshing).

Hal ini akan

berpengaruh terhadap kelanjutan kegiatan penangkapan ikan karang nelayan
setempat.

(2) Minimnya data produksi, belum diketahuinya kelimpahan dan keanearagaman
ikan karang di wilayah perairan kelurahan P.Panggang. Informasi ini sangat
diperlukan untuk mengetahui status perikanan tangkap ikan karang.
(3) Belum adanya konsep pengelolaan sumberdaya perikanan khususnya pada
kegiatan penangkapan ikan karang di perairan Kelurahan P.Panggang yang
mengutamakan keterlibatan nelayan lokal dalam pengelolaan sumberdaya
ikan karang secara optimal dan berkelanjutan.

1.3 Tujuan Penelitian
(1). Menilai potensi atau kelimpahan ikan karang saat ini (standing stock) di

perairan kelurahan P.Panggang dan tingkat pemanfaatannya oleh nelayan
setempat,

serta selanjutnya menentukan status perikanan tangkap ikan

karang untuk kawasan tertentu.
(2). Menyusun suatu pola pengelolaan penangkapan ikan karang yang berbasis

partisipasi masyarakat & kelurahan P. Panggang Kabupaten Kepulauan
Seribu, yang dapat dijadikan dasar bagi nelayan setempat dalam
memanfaatkan sumberdaya ikan karang.

1.4 Manfaat Penelitian
Dengan adanya pola pengelolaan penangkapan ikan karang yang berbasis
partisipasi masyarakat di Kepulauan Seribu, di harapkan dapat dijadikan bahan
pertimbangan bagi Pemerintah Daerah setempat dalam menentukan kebijakan
pengelolaan sumberdaya ikan perairan karang. Bagi masyarakat nelayan ikan
karang, penelitian ini dapat dijadikan informasi dalam menentukan sikapnya
terkait dengan aktivitas penangkapan ikan karangnya, agar dapat berlangsung
secara berkelanjutan.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sumberdaya Ikan Karang

Populasi ikan di terumbu karang sangat tinggi, kadang-kadang mencapai
lima (5) sampai 15 kali dari populasi ikan di daerah perikanan Atlantik utara
(Stevenson & Marshall, 1974 yang diacu dalam Sukarno, et al. (1981).
Ditambahkan meskipun perairan terurnbu karang mempunyai produktivitas
tinggi, tetapi merupakan ekosistim tertutup yang berdaur ulang, sehingga
kepadatan ikan yang tinggi tidak dapat dipertahankan terus menerus terhadap
tekanan penangkapan yang intensif.
Keberadaan ikan karang pada suatu daerah terurnbu karang secara langsung
dipengaruhi oleh kesehatan t e m b u atau persentase penutupan karang hidup
yang berhubungan dengan ketersediaan makanan, tempat berlindung dan tempat
memijah bagi ikan (Hutomo,1986 dan Hukom et al., 1990 yang diacu dalam
Sukarno, ed a!. (1981). Terumbu karang Kep.Seribu kian hari kian terdegradasi,
ha1 ini diterangkan Umbgrove, 1929 yang diacu dalam Suharsono, 1998 bahwa
perairan sekttar P.Bidadari sangat jernih dengan terumbu karang yang tumbuh
dengan baik dan sangat indah. Pemantauan pada tahun 1985 dan 1995 terhadap
penutupan karang hidup di teluk Jakarta menunjukkan hanya 6,2 % dan 2,4 %
(Suharsono, et al., 1995).
Tekanan terhadap terumbu karang dan ikan karang dari aktivitas
penangkapan ikan yaitu digunakannya bahan berbahaya berupa :

(1) Penggunaan bahan peledak.
Penggunaan bom untuk menangkap ikan hampir dapat ditemukan diseluruh
pelosok tanah air. Akibat penggunaan bom tidak hanya populasi ikan yang
rusak akan tetapi t e m b u karang sebagai tempat hidup juga rusak
(Suharsono, 1998).

kerusakan yang diakibatkan oleh bom merupakan

kontribusi terbesar terhadap kerusakan karang. Tidak semua ikan dapat
terambil, diperkirakan 20 % merupakan potensi ikan yang terbuang percuma.
Ikan yang berada dekat dengan pusat ledakan terlihat bagan perutnya pecah,
sedangkan yang berada agak jauh ikan terlihat lebih lentur dan lemas karena
seluruh tulangnya remuk. Soede et al., (2000) dalam penelitian mendapatkan
bahwa pendapatan nelayan dengan menggunakan bahan peledak merupakan
pendapatan tertinggi pada usaha sektor perikanan pantai yang konvensional.
Selain itu juga dianalisa bahwa besarnya kerugian bersih penangkapan ikan
karang setelah 20 tahun sebesar US$ 306,800 per krn2 terumbu karang untuk
tempat-tempat yang memiliki nilai potensi tingg bagi pariwisata, dan
perlindungan pantai sebesar US$ 33,900 per km2 terumbu karang untuk
daerah yang nilai potensinya rendah.

Biaya ekonomi yang ditanggung

masyarakat adalah empat (4) kali lebih tinggi dari pada total keuntungan
bersih yang hanya diperoleh pengusaha dari usaha penangkapan ikan dengan
bahan peledak.
(2) Penangkapan ikan dengan potasium cyanida.
Racun ini digunakan untuk menangkap ikan &lam keadaan hidup.
Pengaturan konsentrasi "potas" menjad sangat penting agar ikan yang
terkena hanya dalam kondisi mabuk atau terbius sehingga mudah dltangkap.
11

Penentuan konsentrasi yang tepat susah sekali, sehingga ikan yang mati
kadang lebih banyak dari ikan yang hidup. Konsentrasi potas 0.1 mglliter
sudah cukup untuk membunuh ikan. Diperkirakan ikan yang pernah terkena
potas yang kemudian tetap selamat hidup &an mengalami kelainan dalam
pertumbuhan dan proses produksinya. Selanjutnya dalam Country Status
Overview (Departemen Kelautan dan Perikanan, Telapak Indonesia, dan
Internatinal Marinelife Alliance., 2001) menyatakan bahwa sianida (potas)
menyebabkan ketahanan ikan hasil tangkapan rendah. Sekitar 80 % ikan hias
dan 50 % ikan konsumsi mati dalam penampungan dan pengangkutan mulai
dari perairan tangkap hingga tangan pembeli. Akibatnya nelayan ikan karang
hidup berusaha memperoleh ikan Iebih banyak untuk memenuhi pesanan.
Tekanan lain dari kegiatan penangkapan ikan karang yaitu dari penggunaan
alat tangkap yang merusak fisik terumbu karang. Penggunaan alat muroami,
pada waktu menggiring ikan dilakukan dengan cara memukul-mukulkan barnbu
dan tali dengan pemberat ke terumbu karang, sehingga banyak karang yang
rusak.

Sedangkan penggunaan bubu ada yang menggunakan karang-karang

untuk menutupi bubu dalam rangka mengelabui ikan.
Untuk mengetahui kelimpahan (standing stock) ikan karang konsurnsi dan
ikan hias digunakan metode sensus visual (Boer et al., 2001).

Cara ini

dilaksanakan dengan menghitung jwnlah individu yang terdapat didalam
beberapa kuadran dengan luas tertentu dan yang ditentukan secara acak dalam
daerah penyebaran sumberdaya ikan yang bersangkutan. Selanjutnya jenis ikan
yang cfitemukan diidentifiii dengan menggunakan buku Kuiter R.H. (1992).
Inforrnasi tentang stock ikan menjadi sangat penting karena stock ikan diperairan

tropis sangat sulit diprediksi sehingga hasil tangkapan ikan sangat berfluktuasi
(Nikijuluw. 2002), ha1 ini akan berpenganth terhadap bentuk pengelolaannya.

2.2 Pengelolaan Penangkapan Ikan Karang
Sistem open access yang masih diterapkan saat ini ternyata menimbulkan
dampak negatif berupa "tragedy of the common" baik berupa kerusakan
sumberdaya perikanan rnaupun konflik antar nelayan. Gagalnya pengelolaan
tersebut mendorong munculnya bentuk pengelolaan lainnya yaitu "controlled
access management". Menurut Anderson (1995) yang diacu dalam Satria (2001)
paling tidak ada dua (2) kategori, yakni (1) berdasarkan pembatasan input yang
membatasi jurnlah pelaku, jumlah dan jenis kapal, serta jenis alat tangkap, dan (2)
berdasarkan pembatasan out put yang membatasi berapa jumlah tangkapan bagi
setiap pelaku berdasarkan quota. Penerapan pengelolaan dengan adanya batasanbatasan ini cenderung membentuk adanya zonasi penangkapan ikan dan adanya
hak penangkapan ikan (HPI) kepada sekelompok masyarakat tertentu,
sebagaimana hasil penelitian Saad (2000) untuk pengelolaan perikanan
kepulauan. Selanjutnya ditambahkan bahwa konsep HPI ini memiliki ciri-ciri
yang cenderung berkesesuaian dengan konsep "pemilikan tunggal", yang
merupakan kebalikan dari konsep "milik bersama" (common property).
Pengelolaan sumberdaya alam dapat dlakukan dengan 2 pendekatan (Ditjen
Bangda, 1999), yaitu pengelolaan berbasis pemerintah dan pengelolaan berbasis
masyarakat. Kedua pendekatan tersebut masing-masing memiliki kelernahan dan
kelebrhan.

Gabungan dari kedua pendekatan ini hsebut pendekatan co-

management. Posisi konsep co-management adalah jembatan antara pemerintah
13

dan masyarakat. Dengan adanya berbagai keterbatasan dalam masyarakat seperti
pendidikan dan kesadaran lingkungan, maka Pomeroy clan Williams (1994) yang
diacu dalam Ditjen Bangda (1999) mengatakan bahwa konsep pengelolaan yang
mampu menampung banyak kepentingan, baik kepentingan masyarakat maupun
kepentingan pengguna lainnya adalah konsep Co-Management. Pomeroy dan
Williams ( 1994) yang &acu dalam Ditjen Bangda (1999) mengemukakan
sembilan kunci kesuksesan dari model Co-Mnagement,yaitu :
( 1 ) . Batas-batas wilayah yang jelas terdefinisi
(2). Kejelasan keanggotaan

(3). Keterikatan dalam kelompok
(4). Manfaat harus lebih besar dari biaya
(5). Pengelolaan yang sederhana

(6). Legalisasi dari pengelolaan

(7). Kerjasama dan kepemimpinan dalam masyarakat
(8). Desentralisasi dan pendelegasian wewenang
(9). Koordinasi antara pemerintah dengan masyarakat.

Selanjutnya Pomeroy dan Williams ( 1 999) yang diacu Nikijuluw (2002),
menambahkan bahwa keberhasilan manajemen pengelolaan surnberdaya
perikanan lebih tergantung p d a keterlibatan atau partisipasi pemegang
kepentingan (stakeholder). Ahli yang lain yaitu Beddington dan Retting (1983)
yang diacu Nikijuluw (2002) berpendapat bahwa penyebab kegagalan
pengelolaan sumberdaya perikanan adalah strategi pendekatannya bersifat parsial
atau hanya terfokus pada strategi tertentu.
dilakukan

secara

menyeluruh

dengan

Menurutnya pengelolaan harus
mengimplementasikan

beberapa
14

pendekatan.

Apapun pilihan alternatif manajemen pengelolaan sangat

bergantung pada kekhasan, situasi dan k d s i perikanan yang dikelola serta
tujuan pengelolaan (Nikijuluw. 2002), selanjutnya ditambahhn bahwa paling
tidak p i l i h pengelolaan sebaiknya berdasarkan kriteria-kriteria berikut :
(1). diterima nelayan secara ekonomis, sosial, budaya atau politik
(2). dlimplementasi secara gradual, yaitu agar nelayan secara perlahan &pat
menyesuaikan kegiatan perikanannya clengan ha1 yang ham.
(3). fleksibilitas, yaitu dapat disesuaikan dengan perubahan kondisi biologi dan

ekonomi.

(4). implementasinya didorong efisiensi dan inovasi.
(5). pengetahuan yang sempurna tentang peraturan serta biaya yang dikeluarkan

untuk mengikuti peraturan tersebut.
(6). implikasi terhadap tenaga kerja, pengangguran dan keadilan.

Dengan diberlakukannya undang Undang Otonomi Daerah No. 22 tahun
1999 merupakan peluang untuk dapat diterapkannya sistem "terrrtorral use rrght"
yang menekankan penggunaan 'jcshmng rrght" yaitu hak untuk memanfmtkan
sumberdaya perikanan datam suatu wilayah tertentu dengan batas yuridiksi yang
jelas. Untuk menjaga kepentingan nelayan lokal maka sudah seharusnya fishing
right tersebut diperuntukkan bagi nelayan lokal (Satria, 2001). Santosa (2001)
berpendapat kewenangan dapat diberikanan kepada masyarakat lokal berupa (1)
Pemberian konsensi (pemanfaatan/pengusahaan) sumberdaya alam yang
berdampak pa& keseimbangan daya dukung ekosistim, dan (2) Pengendalian
dampak terhadap sumberdaya alam.

Segala bentuk pengaturan apapun termasuk pengelolaan sumberdaya alam
tidak akan berjalan efektif biia kegiatan pengawasan dan penegakan hukum tidak
berjalan baik. Penegakan hukum lingkungan merupakan salah satu sisi terlemah
dalam pengelolaan lingkungan 1 Indonesia (Santosa, 2001).

Lebih lanjut

dikatakan bahwa penyebab spesifik dari kelemahan penegakan hukum yaitu
adanya duplikasi kewenangan pengawasan antara Menteri Lingkungan c.q
Bapedal dengan instansi sektoral. Kondisi demikian menyebabkan pengawasan
menjadi tidak efektif.
Lebih lanjut Santosa (2001) menyatakan adanya kelemahan-kelemahan
tersebut dapat dieliminir dengan menggiatkan Kegiatan pengawasan pemanfaatan
sumberdaya kelautan dan perikanan di tingkat masyarakat, yang dikenal dengan
Sistim Pengawasan Masyarakat (Siswasmas) yang merupakan sub.sistim dari
Sistim Pemantauan, Pemeriksaan, Pengamatan Lapangan dan Evaluasi
MCS.

atau

3. KERANGKA PEMIKIRAN.

Kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat digambarkan seperti alur pikir
dibawah ini (Gambar 1) :

Pemanfaatan sumberdaya ikan karan
I

Aktivitas penangkapan
ikan karang saat ini

Pengelolaan
saat ini

Kelimpahan & keaneka
ragaman SDI saat ini

Identifikasi status
perikanan

F
stakeholder

I Penyusunan pola I
pengelolaan

+
Alternatif
pengelolaan

Pols pengelolaan pe-

Gambar 1.

Skema kerangka pemikiran penyusunan pola pengelolaan
penangkapan ikan karang.

Dalam memanfaatkan sumberdaya ikan karang perlu memperhatikan 3 (tiga)
faktor yang mempengaruhinya, yaitu aktivitas penangkapan ikan karang; konsep
pengeblaan yang dijalankan; serta kelimpahan dan keanekaragaman ikan karang
yang ada s a t ini.
Sebagaimana hasil kajian yang dilakukan Dinas Perikanan DKI Jakarta
bekerjasama dengan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB yang
menunjukkan kegiatan penangkapan ikan diperairan sekitar Kelurahan
P.Panggang mengindikasikan telah terjadmya tangkap lebih (Suwandi et al.,
2001), ha1 ini perlu diteliti lebih jauh apakah indikasi ini memang terjadi.

PeneIitian dapat dilakukan dengan wawancarai langsung dengan nelayan
setempat yang melakukan penangkapan diperairan Kel. P. Panggang.
Wawancara berupa pengisian kuesioner tentang aktivitas penangkapan ikan
karang saat ini dan diwaktu yang lalu, meliputi hasil tangkapan, jenis ikan yang
tertangkap dan ukuran ikan. Bentuk pengelolaan saat ini dapat juga dapat
diketahui melalui wawancara dan melihat peraturan-peraturan yang berlaku serta
diterapkan di masyarakat nelayan.
Pendugaan ketimpahan ikan karang saat ini (stunding stock) dan
keanekaragaman ikan karang dilakukan untuk mengevaluasi keadaan surnberdaya
ikan karang saat ini. Selanjutnya dengan rnengetahui informasi ke 3 (tiga) faktor
tadi dapat dilakukan penilaian untuk ditentukan status perikanan ikan karang di
sekitar perairan Kelurahan P.Panggang. Data ini merupakan langkah awal
pengelolaan selanjutnya.

Identifikasi stakeholder perlu dilakukan untuk mengetahui pihak-p~hakyang
memmfaatkan sumberdaya ikan karang, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Penyusunan pola pengelolaan dilakukan dengan bantuan stakeholder untuk
memberikan w t a n prioritas terhadap elemen-elemen dari tiap level dalam
analisis hirarki proses (AHP) pengeblaan penangkapan ikan karang. Ada 2 (dua)
hrarki yang akan &nilai prioritasnya, yaitu hirarki 'proses ke depan' dan hirarki
'proses balik'. Hirarki proses ke depan bertujuan untuk mengetahui prioritas
mana yang dipilih responden untuk 'bentuk pengelolaan'. Hirarki proses balik
bertujuan untuk mengetahui institusi yang paIing berperan dalam pengelolaan dan
prioritas kebijakan yang hams dilakukan dalam pencapaian pengelolaan
penangkapan ikan karang.
Hirarki pertama dimulai dengan menentukan fokus yang akan dicapai, yaitu
"pengelolaan penangkapan ikan karang berkelanjutan". Pengelolaan yang akan
disusun merupakan pola yang berkelanjutan, dimana usaha penangkapan ikan
karang dapat menghasilkan nilai ekonomis, bemawasan lingkungan dan
bermanfaat bagi masyarakat, terutama masyarakat lokal.
Selanjutnya ditentukan kriteria apa saja yang menja& syamt untuk mencapai
fokus tersebut. Ada 9 kriteria yang mempengaruhi pencapaian fokus, yaitu :
(1) Terkoordinasi. Koordinasi merupakan kata yang mudah diucapkan, namun
sangat sulit untuk dilaksanakan. Banyak pihak yang berkepentingan dengan
sumberdaya ikan karang. Adanya ego masing-masing sektaral terkadang
hanya menimbulkan berbagai konflik kepentingan. Menurut Santosa, M.A.
2001., salah satu dari 20 prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang
19

benvawasan lingkungan yaitu adanya garis koordinasi yang jelas antara
instansi pemerintah terkait. Yang dimaksud dari terkoordinasi &lam kasus
ini yaitu seluruh aktifitas dalam pengelolaan sumberdaya ikan karang
terkoordinasi antar pihak yang berkepentingan, sehingga tidak terjad konflik

dan tumpang tindih kewenangan.
(2) Manfaat bagi rnasyarakat. Bagaimanapun bentuk pengelolaan yang akan
digunakan, syarat u-ya

yaitu ham bermanfaat bagi masyarakat, dalam

ha1 ini masyarakat lokal. Eksploitasi dan perdagangan ikan karang secara
jangka pendek memang mampu memberi manfaat bagi masyarakat lokal,
namun jika pengelolaan tidak berkelanjutan maka secara jangka panjang
akan merugikan masyarakat sekitar. Bahkan akibat tekanan terhadap habitat
produktif, akibat kegiatan pemanfaatannya tidak ditanggung oleh para
pedagang tapi masyarakat lokal yang hams menanggung akibat kegiatan
pemanfaatan tersebut (Departemen Kelautan dan Perikanan, Telapak
Indonesia dan international Marinelife Alliance, 2001).
(3) Diterima stakeholder.

Banyaknya pihak yang berkepentingan terhadap

sumberdaya ikan karang, maka pola pengelolaannyapun hams dapat diterima
oleh sebagian besar atau seluruh stakeholder. Terutama bagi kepentingan
masyarakat lokal yang terlibat langsung.
(4) Transparan1 keterbukaan. Pula pengelolm harus transparan atau terbuka

yaitu terkait dengan "good governance" atau pemerintahan yang baik.
Pemerintahan yang h k menunst Santosa (200 I)., apabila sumberdaya publik
dkelola secara efektif, efisien dan responsif; ha1 ini menuntut iklim
demokrasi yang sehat yang didasarkan pada transparansi, partisipasi publik
20

dan akuntabilitas (dapat dipertanggunajawabkan). Dalam pengelolaan
sumberdaya good gavermnce ditunjukkan adanya perangkat kelembagaan
yang berfungsi dengan baik; birokrasi yang bersih dan efisien; adanya
legislatif yang aspiratif dan tanggap terhadap kepentingan masyarakat;
masyarakat yang kuat untuk memperjuangkan kepentingan warga serta
mengontrol pemerintah (Santosa, 200 1).
(5) Penclapatan Asli Daerah (PAD).

Sejalan dengan era otonomi daerah,

sumberdaya alam menjadi salah satu andalan
pemerintah setempat.

pemasukan PAD bagi

Hal ini perlu diwaspadai adanya kemungkinan

eksploitasi sumberdaya secara berlebihan untuk rnengejar PAD, termasuk
sumberdaya ikan karang.
(6) Penyerapan tenaga kerja. Salah satu kriteria pengelolaan sumberdaya ikan
karang yaitu mampu menyerap tenaga kerja semaksimal mungkin. Dengan
demikian menunjukkan bahwa pengelolaan sumberdaya tersebut mampu
memberikan penghidupan bagi masyarakat, terutama masyarakat lokal.

(7) Infomasi yang jelas dan akurat. Seluruh proses pemerintahan, lembagalembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang
berkepentingan, dan informasi yang tersedia hams memadai agar dapat
dimengerti dan dipantau.
(8) Ramah lingkungan. Ramah lingkungan mengandung arti bahwa pengelolaan

sumberdaya dapat secara berkelanjutan.
(9) Pengawasan dm penegakan hukum. Kriteria ini memegang peranan penting,

karena sebagus apapun pola pengelolaannya tanpa pengawasan dan

penegakan hukum maka akan sia-sia. Penegakan hukum tidak dapat
dipisahkan dari kondisi good governance.
Berdasarkan kriteria tersebut diatas, maka ditentukan beberapa alternatif bentuk
pengelolaan penangkapan ikan karang, yaitu :
(1) Pengelolaan berbasis masyarakat : yaitu pusat pengambilan keputusan

mengenai pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan disuatu daerah
terletak ditangan organisasi dalarn masyarakat di daerah tersebut (Carter,
1996 yang diacu Dit-Jen Bangda, 1999).
(2)

Pengelolaan oleh pihak swasta : yaitu pemberian hak sepenuhnya kepada
pihak swasta untuk mengeIola sumberdaya pada Iokasi tertentu.

(3) Pengelolaan berbasis pemerintah

yaitu seluruh keputusan mengenai

pemanfaatan sumberdaya ada di tangan pemerintah.
(4) Pengelolaan co-management : yaitu adanya pembagian tanggung jawab

antara pemerintah dengan masyarakat lokal pengguna sumberdaya alam.
Stnrktur hierarki pada "proses ke depan" pengeiolaan penangkapan ikan

karang dapat dilihat pa& Gambar 2. Analisis Hierarki Proses (AHP)pada proses
ke depan bertujuan untuk memilih salah satu bentuk pengelohan penangkapan
ikan karang yang dilakukan bersama selrzth stakeholder.
Proses selanjutnya yaitu Analisa Hierarki Proses pada "proses balik. AHP
proses balik bertujuan wtuk menilai peranan aktorlinshnsi &lam mengatasi
masalah utama dalam pengelolaan sumberdaya ikan karang, serta menentukan
prioritas kebijakan yang hams dilakukan terkait dengan pengelolaan tersebut.
Adapun masalah utama dim tiap bentuk pengelolaan sebagai berikut :

(1) Pada pengelolaan berbasis masyarakat, masalah utamanya adalah adanya

keterbatasan kemarnpuan dalam masyarakat, berupa pendidikan, ketrmpilan,
managerial maupun pendanaan.

(2) Pada pengelolaan berbasis pemerintah, masalah utamanya adalah lemah
&lam pengawasan dan penegakan hukurn. Pada kondisi pemerintahan saat
ini yang masih jauh dan "good governance", maka pengawasan dan
penegakan hukum terutama terkait dengan lingkungan akan sangat sulit
ditegakkan.
(3) Masalah utama pada pengelolaan oleh pihak swasta yaitu ada-tidaknya

manfaat bagi masyarakat lokal. Kecenderungan pihak swasta untuk mencari
keuntungan semaksimal mungkin dalam waktu yang singkat, akan
menyebabkan terkurasnya sumberdaya perikanan, yang secara jangka panjang
akan merugikan masyarakat lokal.
(4) Pada pengeioiaan co-management, masalah utarna adalah suiit daiarn

pelaksanaan koordinasi. Pada intinya pengelolaan co-munugement membagi
wewenang dan tanggung jawab antara pemerintah dan masyarakat. Untuk itu
diperlukan koordinasi antar semua pihak yang terlibat. Masih banyaknya
instansi yang berfikir kepentingan sehoral menyebabkan kmdinasi sulit
terlaksana.
Upaya mengatasi pernasalahan utama &lam pengelolaan sumberdaya ikan
karang dilakukan oleh instansi terkait yang terdiri dari :

- Dinas Perikanan dm Kelautan Propinsi DKI Jakarta

-

Bappeda Propinsi DKI Jakarta

-

Lembaga Swadaya Masyarakat

- Keamanan Laut (Satpol Airud dan TNI Angkatan Laut)

-

Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu

-

Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten kep.Seribu

-

Bappeda Kabupaten Kepulauan Seribu.
Sedangkan kebijakan yang harus diambil terkait dengan pengelolaan

sumberdaya ikan karang yaitu :

- Pernberdayaan kelompok masyarakat

-

Koordinasi seluruh stakeholder

- Penyuluhan kepada masyarakat
- Pemantauan Iingkungan
- Penerbitan Peraturan Daerah Tingkat Kabupaten

-

Rehabilitasi terurnbu karang.
Struktur hierarki pengelolaan penangkapan ikan karang proses batik dapat

dif ihat pada Gambar 3.

Proses Ke depan
Tingkat 1 :

Pola Pengelolaan
penangkapan ikan karang
berkelanjutan

Fokus

Tingkat 2
Kriteria

1

I
Terkoor
dinasi

Manfaat
Bagi masy.

Diterima
stakeholder

Transpard
keterbukaan

PAD

Tenaga
kerja

I

Informasi
jelas dan akurat

I
Ramah
lingk.

Pengawasan &
penegakan hkm

Tingkat 3
Skenario
Pengelolaan berbasis masy.

Pengelolaan berbasis pemerintah

Pengelolaan oleh swasta

Pengelolaan co-management

Gambar 2. Struktur hierarki pengelolaan penangkapan ikan karang (proses ke depan)

Proses Bali k

Pengelolaan penangkapan
i kan karang berkelanjutan

Tingkat 1
Fakus

Pengelolaan berbasis masy.

Pengelolaan berbasis pem.

I

Tingkat
Masalah

Tingkat 3
Instansi

I

~eterbatasankemampuan rnasy.

Manfaat bagi masy. lokal

a

I

I

I

Pengawasanlpenegakan hukum

1

I

Koordinasi
I

I

I

I
1

I
D. .Perikanan I

Pengelolaan Clo-m~znag.

Bappeda

I

LSM

Kamla

I
Koordinasi

Penyuluhan masy.

TNL Kep. Seribu

D. Perikanan I1

I

I

I
Pemantauan Ling.

Perda Tk I1

Gambar 3. Struktur hierarki pengelolaan penangkapan ikan karang (proses balik)

Bappekab

I
Rehabilitasi TK

4. METODOLOG1 PENELITXAN

4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan selarna 5 bulan, mulai bulan Februari 2002, sampai
dengan Juni 2002.

Lokasi penelitian di perairan kelurahan P.Panggang

Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu (Gambar 4).
Lokasi penelitian untuk mendapatkan nilai kelimpahan dan keanekaragaman
ikan h a n g meiiputi kawasan perairan kefurahan P.Panggang.

Lokasi

pengambilan contoh kelimpahan ikan karang ditentukan berdasarkan pada tingkat
penutupan terumbu karang dengan kriteria bagus, sedang, dan rusak sesuai
dengan hasil pengamatan yang dilakukan Suwandi et al, 2001. Daerah tutupan
karang 'bagus' berada di sekitar perairan karang lebar sebelah utara (stasiun 1);
tutupan karang 'sedang' di sekitar perairan karang lebar sebelah timur (stasiun 2)
dan P.Pramuka (stasiun 3); dan tutupan karang 'msak' di sekitar perairan karang
P. Panggang (stasiun 4) dan P. Karya (stasiun 5). Pengambilan contoh ditiap
stasiun dilakukan pada 2 (dua) kedalaman yaitu kedalam 3 meter untuk mewaiuli
perairan karang dangkal dan kedalaman > 7 meter untuk mewalali perairan
karang &lam (Gambar 5).
Lokasi penelitian untuk mendapatkan has1 tangkapan, status pananfaatan
sumberdaya ikan karang serta pendapat nelayan tentang pengelolaan sumberdaya
ikan karang berada di 2 (dua) pulau yang berpenghuni di kelurahan P.Panggang
yaitu di P.Panggang dan P.Pramuka. Khusus untuk nelayan penangkap dan
pengumpul ikan hias hanya ada di P.Panggang.

4.2 Metode Pengumpuhn Data

4.2.1 Perkiraan Luasan Perairan Terumbu Karang
Perkiraan luasan perairan terumbu karang dihitung berdasarkan luas paparan
pulau (rsland sheH, yaitu paparan P.Semak Daun, P. Pramuka, P.Panggang dan
P. Karya. Paparan pulau sering merupakan daerah rataan terumbu karang (reef

flat) yang dihuni oleh berbagai biota laut h a s terurnbu karang (Suwandi, et al.,
2001). Penghitungan luas paparan dilakukan dengan cara menghitung luas
keselwuhan (paparan dan daratan pulau) dikurangi dengan luas daratan pulau.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kertas milimeter block pada peta 1:
100.000 dan selanjutnya dikonversi dalam ~ m ~ .

4.2.2 Kelimpahan Dan Keaneragaman Sumberdaya Ikan Karang
Data kelimpahan ikan karang pada saat ini perlu diketahui untuk mengetahui
kondisi dan jumiah ikan karang yang ada di lokasi peneiitian. Data kelimpahan
ikan karang didapat melalui pengamatan dan pencacahan langsung dengan
menggunakan metode sensus visual pada transek garis sepanjang 50 meter yang
diletakkan tegak lurus dengan garis pantai (Latief dan Wudianto, 1993) pada
kedalaman 3 meter mewakili perairan karang dangkal dan kedaiaman > 7 meter
mewakili perairan karang dalam.
Tali yang digunakan yaitu tali polyethelene (PE) berdiameter 8 mm.
Pencacahan dilakukan sepanjang transek garis, dengan jarak pandang masingmasing sejauh 2,5 meter ke arah kiri dan kanan garis transek. Penyelaman
dilakukan oleh 2 orang, masing-masing mendata ikan karang yang ditemui mulai

day! kedua ujung garis transek.

Keanekaragaman ikan karang diketahui dengan cara mengidentifikasi jenis
ikan yang ditemui dalam tiap transek. Identifikasi jenis ikan karang dengan
menggunakan buku Kuiter (1992) dan Allen (1997).

4.2.3 Aktivitas Petlaegkapan Ikan Karaeg.
Untuk mengetahui aktivitas penangkapan ikan karang dllokasi penelitian
dilakukan pengamatan serta wawancara dengan bantuan kuesioner tentang
berbagai ha1 yang terkait dengan aktifitas penangkapan. Data diambil pada
nelayan ikan karang harian (one day trip) di P.Panggang dan P.Pramuka, yang
berarti hanya melakukan aktifitas penangkapan ikan di sekitar kepulauan Seribu,
yaitu :

-

Nelayan penangkap ikan karang konsumsi yang menggunakan alat tangkap
bubu, muroarni mini dan pancing dasar.

-

Nelayan penangkap ikan hias yang menggunakan serok (dipnet) dan jaring

bermata kecif .
Jumfah kuisioner settanyak 50 buah yang disebar ke nelayan ikan karang di
kelurahan P.Panggang, yaitu di P.Panggang dan P.Pramuka.
Daftar pertanyaan yang terkait dengan status perikanan tangkap ikan karang
dapat dilihat pada daftar pertanyaan (Lampiran 1).

4.2.4 Pengelolaan Penangkapan Ikan Karang
Untuk mengetahui bentuk pengelolaan penangkapan ikan karang yang ada
saat ini dilakukan pengamatan langsung dilapang serta disebarkan kuestioner
kepada 50 orang nelayan ikan karang yang sama.

4.2.5 Anatisis Hirarki Proses

Untuk mengetahui prioritas yang dipilih oleh stakeholder, dilakukan
penilaian terhadap eleinen-elemen dalam AHP proses ke depan dan proses balik
dengan bantuan kuesioner (Lampiran 2). Daftar responden AHP dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Daftar responden untuk pengisian lcuesioner AHP.
Jumlah

No.

Stakeholderlresponden

1.

Bappeda Provinsi DKI Jakarta

1 orang

2.

Bappeda Kabupaten Kepulauan Seribu

1 orang

3.

Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta

1 orang

4.

Suku Dinas Pe