The Direction for Development of Water Supply System at Bogor
i
ARAHAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN
AIR MINUM KOTA BOGOR
ADE MEUTIA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
iii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Arahan Pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum Kota Bogor adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2013
Ade Meutia
NRP A156110164
RINGKASAN
ADE MEUTIA. Arahan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Kota
Bogor. Dibimbing oleh DWI PUTRO TEJO BASKORO dan MUHAMMAD
ARDIANSYAH.
Pertumbuhan penduduk dan perkembangan sosial ekonomi menyebabkan
peningkatan kebutuhan air, terutama dari sektor rumah tangga di Kota Bogor.
Dilain pihak ketersediaan air bersih cenderung menurun karena kekurangan
sumber daya air, perubahan iklim, pencemaran badan air, over-eksploitasi air
bawah tanah dan rendahnya efisiensi penggunaan air. Oleh karena itu, penyediaan
air perkotaan merupakan faktor penting dan sistem penyediaan air menjadi tugas
penting pemerintah.
Tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk menganalisis keseimbangan
ketersediaan dan kebutuhan air Kota Bogor 20 tahun akan datang, (2) untuk
menganalisis spasial daerah yang terlayani dan berpotensi tidak terlayani oleh
sistem distribusi air PDAM, (3) untuk merumuskan arahan pengembangan sistem
penyediaan air minum Kota Bogor.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan air pada tahun 2031 tidak
dapat terpenuhi, dimana ketersediaan air akan mengalami kekurangan sekitar
1.252 liter per detik. Simulasi EPANET 2.0 menunjukkan 7 kelurahan berpotensi
tidak terlayani sistem distribusi perpipaan PDAM karena elevasi yang tinggi dan
tekanan air perpipaan yang rendah. Prioritas pertama pengembangan sistem
penyediaan air minum Kota Bogor adalah sistem penyediaan yang dikelola oleh
PDAM, dan mempromosikan penggunaan sistem komunal untuk daerah yang sulit
dilayani oleh sistem distribusi perpipaan yang dikelola PDAM secara teknis dan
ekonomis.
Kata kunci: sistem penyediaan air minum, analisis spasial, analisis hirarki proses
iii
SUMMARY
ADE MEUTIA. The Direction for Development of Water Supply System at Bogor.
Supervised by DWI PUTRO TEJO BASKORO and MUHAMMAD
ARDIANSYAH.
Population growth and socioeconomic development are currently driving a
rapid increase in water demand, especially from household sectors at Bogor City.
Meanwhile availability of fresh water is likely to decrease since lack of water
resources, climate change, water pollution, over-exploitation of ground water and
low efficiency of water usage. Therefore, municipal water management is an
important factor and water supply system becomes most essential duties of the
government.
The objectives of this research are: (1) to analyze the balance of water
supply and water demand at Bogor’s water supply system , (2) to perform spatial
analysis on regions where the populations have (and not) been served by PDAM
water distribution system, (3) to formulate the direction for development of water
supply system at the study sites.
The results show that water demand in 2031 can not be satisfied, where
water supply would have a lack around 1 252 liters per second. EPANET 2.0
simulation show 7 kelurahan potentially underserved by PDAM pipe-based water
distribution system, due to its high elevation and low water pressure on pipe. The
primary strategy for development of water supply system at Bogor is to push the
development of water supply system by PDAM - as the first priority and promote
the use of communal-based wells water supply for the areas that are technically
(and or economically) difficult to be served by PDAM water distribution system.
Keywords: water supply system, spatial analysis, analytical hierarchy process
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
i
ARAHAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN
AIR MINUM KOTA BOGOR
ADE MEUTIA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji pada Ujian Tesis : Dr Ir Yayat Hidayat, MSi
iii
Judul Tesis : Arahan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Kota Bogor
Nama
: Ade Meutia
NRP
: A156110164
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Dwi PutroTejo Baskoro, MSc
Ketua
Dr Ir Muhammad Ardiansyah
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus
Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr
Tanggal Ujian: 22 Maret 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2012 ini adalah air minum, dengan judul
Arahan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Kota Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc
dan Bapak Dr Ir Muhammad Ardiansyah selaku pembimbing yang telah membagikan
ilmu dan memberikan arahan selama penyusunan karya ilmiah ini. Kepada Bapak Dr Ir
Yayat Hidayat, MSc selaku penguji, terima kasih untuk kritikan dan masukannya.
Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Prof Dr Ir Santun R.P.
Sitorus, sebagai Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah yang senantiasa
memberikan dukungan dan dorongan motivasi dalam penyelesaian studi serta saran
penyempurnaan karya ilmiah ini. Terima kasih kepada seluruh staf pengajar dan
manajemen Program Studi Perencanaan Wilayah IPB. Ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada rekan-rekan PWL 2011 atas kebersamaannya. Serta terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu memberikan data dan informasi serta
meluangkan waktunya untuk diwawancarai selama penelitian. Terima kasih penulis
kepada Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencana Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas) yang telah memberikan beasiswa
dalam pembiayaan pendidikan dan penelitian penulis. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada suami dan anak tercinta, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan
kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2013
Ade Meutia
v
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
3
3
3
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Penyediaan Air Minum
Kebutuhan Air Minum
Ketersediaan Air Baku
Aplikasi EPANET 2.0 dalam Sistem Penyediaan Air Minum
Penentuan Persepsi Masyarakat
Analisis Hirarki Proses
Penelitian Sebelumnya
4
4
5
7
9
10
11
12
METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Lokasi dan Waktu Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Bahan dan Alat
Metode Analisis Data
14
14
14
17
17
17
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Kebutuhan Air Minum Kota Bogor
Analisis Ketersediaan Air Baku
Analisis Spasial Penyediaan Air Minum
Persepsi Masyarakat terhadap Pengembangan SPAM
Arahan Kebijakan Pengembangan SPAM melalui AHP
22
22
27
51
67
69
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
73
73
74
DAFTAR PUSTAKA
75
LAMPIRAN
77
RIWAYAT HIDUP
86
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
Standar kebutuhan air domestik
Standar kebutuhan air non domestik
Tujuan, jenis data, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisa
data dan output yang diharapkan
Tingkat persepsi berdasarkan interval nilai tanggapan
Nilai skala dasar perbandingan Saaty dalam AHP
Proyeksi jumlah penduduk Kota Bogor per kelurahan
Perhitungan prediksi kebutuhan air Kota Bogor
Prediksi kebutuhan air per zona
Debit historis Sungai Cisadane
Debit transformasi bulanan Sungai Cisadane
Koefisien random yang telah dinormalisasi
Hasil pembangkitan debit sintetis Sungai Cisadane
Retransformasi data debit historis dan debit bangkitan 22 tahun mendatang
Debit historis Mata air Tangkil tahun 2000-2011
Debit transformasi Mata air Tangkil
Koefisien random yang telah dinormalisasi
Hasil pembangkitan debit sintetis Mata air Tangkil
Retransformasi data debit historis dan debit bangkitan 22 tahun mendatang
Debit historis Mata air Bantarkambing tahun 2000-2011
Debit transformasi Mata air Bantarkambing
Koefisien random yang telah dinormalisasi
Hasil pembangkitan debit sintetis Mata air Bantarkambing
Retransformasi data debit historis dan debit bangkitan 22 tahun mendatang
Debit historis Mata air Kotabatu tahun 2000-2011
Debit transformasi Mata air Kotabatu
Koefisien random yang telah dinormalisasi
Hasil pembangkitan debit sintetis Mata air Kotabatu
Retransformasi data debit historis dan debit bangkitan 22 tahun mendatang
Debit historis dan debit prediksi mataair Palasari
Jumlah keluarga pengguna PDAM dan sumur di Kota Bogor
Wilayah terlayani SPAM non PDAM
Kebutuhan air minum zona 1
Kebutuhan air minum zona 2
Kebutuhan air minum zona 3
Kebutuhan air minum zona 4
Kebutuhan air minum zona 5
Kebutuhan air minum zona 6
Kelangkaan sumber air minum
Tingkat persepsi masyarakat terhadap pengembangan Pamsimas
per kelurahan
Tingkat persepsi masyarakat terhadap pengembangan sistem komunal
per kelurahan
6
6
16
20
21
23
25
26
28
29
29
31
32
35
35
36
37
38
40
40
41
42
43
45
45
46
47
48
50
52
53
54
56
58
60
63
64
67
67
68
vii
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
Peta Cekungan Air Tanah (CAT) Bogor
Peta Hidrogeologi CAT Bogor
Kerangka pikir penelitian
Hirarki AHP penyusunan arahan pengembangan SPAM
Uji normal data random untuk debit sintetis Sungai Cisadane
Debit historis 1988-2009 dan debit bangkitan 2010-2031 S.Cisadane
Prediksi debit Sungai Cisadane tahun 2031
Water balance Sungai Cisadane tahun 2009
Prediksi water balance Sungai Cisadane tahun 2031
Uji normal data random untuk debit sintetis Mata air Tangkil
Debit historis 2000-2011 dan debit bangkitan 2012-2031 Ma Tangkil
Prediksi debit Mata air Tangkil tahun 2031
Uji normal data random untuk debit sintetis Mata air Bantarkambing
Debit historis 2000-2011 dan debit bangkitan 2012-2031 Mata air
Bantarkambing
Prediksi debit Mata air Bantarkambing tahun 2031
Uji normal data random untuk debit sintetis Mata air Kotabatu
Debit historis 2000-2011 dan debit bangkitan 2012-2031 Mata air
Kotabatu
Prediksi debit Mata air Kotabatu tahun 2031
Fluktuasi debit bulanan Mata air Palasari tahun 2009-2012
Prediksi debit Mata air Palasari
Peta zona pelayanan sistem penyediaan air minum PDAM Kota
Peta pelayanan SPAM zona 1
Peta simulasi sistem perpipaan zona 1 tahun 2031
Peta wilayah terkendala pelayanan perpipaan
Peta pelayanan SPAM zona 2
Peta simulasi sistem perpipaan zona 2 tahun 2031
Peta pelayanan SPAM zona 3
Peta simulasi sistem perpipaan zona 3 tahun 2031
Peta pelayanan SPAM zona 4
Peta simulasi sistem perpipaan zona 4 tahun 2031
Peta pelayanan SPAM zona 5
Peta simulasi sistem perpipaan zona 5 tahun 2031
Peta pelayanan SPAM zona 6
Peta simulasi sistem perpipaan zona 6 tahun 2031
Hasil analisis AHP berdasarkan persepsi Bappeda
Hasil analisis AHP berdasarkan persepsi PDAM Tirta Pakuan
Hasil analisis AHP berdasarkan persepsi Dinas Pengawasan Bangunan
Hasil analisis AHP berdasarkan persepsi Akademisi
Hasil analisis AHP berdasarkan persepsi pengamat tata kota
Hasil analisis AHP berdasarkan persepsi stakeholders
7
8
15
20
30
33
33
34
34
36
39
39
41
44
44
46
49
49
50
50
51
54
55
56
57
57
59
59
61
62
63
64
65
65
69
70
70
71
72
73
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
Nilai koefisien determinasi (R2) model pertumbuhan penduduk Kota
Bogor
Persamaan proyeksi jumlah penduduk Kota Bogor
Peta tingkat persepsi masyarakat terhadap SPAM
Kuesioner AHP
77
79
81
82
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan terhadap air minum terus meningkat sejalan dengan
meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitasnya (Labadie 2004). Air minum
dalam konteks ini adalah sumber air bersih untuk air minum, baik yang berasal
dari sumber terlindungi, sumber tidak terlindungi, dan air perpipaan (Bappenas
2007).
Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan
pokok. Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga merupakan
tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dilakukan dengan
pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) seperti yang diamanatkan
dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Pemenuhan kebutuhan air minum tersebut dapat dilakukan dengan sistem
perpipaan atau non perpipaan sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum.
Pengembangan SPAM merupakan salah satu wujud komitmen pemerintah
terhadap Millennium Development Goals (MDG) atau tujuan pembangunan
global. MDG disepakati secara internasional oleh 189 negara anggota Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium PBB.
Terdapat 8 tujuan dan 18 target MDG yang dideklarasikan dalam Resolusi Majelis
Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Tanggal 18 September 2000 tentang
Deklarasi Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Tujuan ketujuh dan target kesepuluh MDG adalah menurunkan separuh
proporsi penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum yang aman dan
berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada tahun 2015. Pencapaian Indonesia
untuk target ini sebesar 47.71% pada tahun 2009, sedangkan target tahun 2015
adalah 68.87%, sehingga dibutuhkan perhatian khusus untuk meningkatkan akses
terhadap air minum agar target dapat tercapai (Bappenas 2010).
Akses penduduk terhadap air minum di kawasan perkotaan terus mengalami
penurunan menurut Laporan Pencapaian MDG Indonesia 2010, dimana penduduk
perkotaan yang mendapatkan akses air minum pada tahun 2001 adalah 59.50%
dan tahun 2009 turun menjadi 49.82%, sedangkan target akses terhadap air minum
penduduk perkotaan yang harus dicapai pada tahun 2015 cukup tinggi yaitu
75.29%. Relatif rendahnya akses terhadap air minum tersebut mencerminkan
tingkat pembangunan infrastruktur air minum belum bisa menyamai pertumbuhan
penduduk khususnya di daerah perkotaan. Salah satu faktor yang mempengaruhi
adalah fasilitas air minum yang tidak terawat dan tidak dikelola secara
berkelanjutan.
Penyediaan air minum di kawasan perkotaan umumnya ditangani oleh
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Penyediaan air minum yang lebih andal
(reliable) dan lebih sehat adalah penyediaan air minum sistem perpipaan
(Bappenas 2007). Disamping itu penyediaan air minum yang disarankan adalah
air dengan sumber yang terlindungi.
2
Sistem penyediaan air minum di Kota Bogor ditangani oleh PDAM Tirta
Pakuan sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kota Bogor. Data produksi
PDAM Tirta Pakuan tahun 2011 mencatat bahwa pelanggan yang dilayani sebesar
103 841 pelanggan atau sekitar 56.28% penduduk kota, dengan kapasitas produksi
1 499 liter/detik dan debit distribusi sebesar 1 416 liter/detik. Untuk mencapai
target MDG, penduduk yang terlayani tahun 2015 adalah 70.50%, dan target
tahun 2031 sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor
Tahun 2011-2031, adalah 87.71%. Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan
perencanaan penyediaan air minum yang mengikuti pertumbuhan dan
perkembangan kota untuk mencapai target tersebut.
Studi Environmental Health Risk Assesment (EHRA) yang dilaksanakan
oleh Bappeda Kota Bogor tahun 2010, mencatat bahwa penduduk Kota Bogor
yang menggunakan PDAM sebesar 43.78%, menggunakan sumur (sumur dangkal,
sumur bor, sumur gali, dan sumur tidak terlindungi) sebesar 44.85%,
menggunakan mata air 3.61%, dan lainnya 7.78%. Studi EHRA menemukan
sekitar 10.50% rumah tangga mengalami kelangkaan dari sumber air yang
digunakan dalam satu tahun terakhir (Bappeda 2010)
Sumber utama air baku PDAM Tirta Pakuan berasal dari Sungai Cisadane
dan empat mata air yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane Hulu,
yaitu Mata air Tangkil, Mata air Bantarkambing, Mata air Kotabatu dan Mata air
Palasari. Keandalan mata air sebagai air baku yang ekonomis mengalami
penurunan terus menerus karena dampak meningkatnya konversi lahan di
catchment area. Sementara air baku dari Sungai Cisadane mengalami pencemaran
yang tinggi yang membutuhkan biaya besar dalam pengolahan untuk
menjadikannya air bersih dan layak untuk diminum.
Perubahan penutupan lahan di DAS Cisadane Hulu menyebabkan terjadinya
pengurangan luas hutan dari 63.53% (tahun 2004) menjadi 15.41% (tahun 2008)
dan terjadi peningkatan luas permukiman dari 10.13% pada tahun 2004 menjadi
34.66% pada tahun 2008 (Stevanus 2010). Tingginya perubahan penutupan lahan
menjadi area terbangun menyebabkan kapasitas infiltrasi air hujan menjadi
berkurang, dan pada akhirnya mempertinggi run off. Dengan kondisi yang
demikian, jebakan air tanah akan berada jauh di dalam batuan dasarnya sehingga
muka air tanah menjadi turun dan debit air yang tersedia di catchment area akan
mengalami penurunan.
Laju konversi lahan di catchment area menyebabkan debit mata air semakin
berkurang dari perkiraan rencana debit produksi. Data produksi PDAM Tirta
Pakuan tahun 2011 menunjukkan debit Mata air Tangkil dari 170 liter/detik turun
menjadi 124 liter/detik pada tahun 2011, kapasitas debit produksi Mata air
Bantarkambing dari 170 liter/detik turun menjadi 150 liter/detik pada tahun 2011,
dan debit Mata air Kotabatu pada tahun 2011 menurun menjadi 48 liter/detik,
sedangkan debit tahun 2005 adalah 61 liter/detik.
Untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang terus meningkat dan kondisi
ketersediaan sumber air baku yang semakin menurun perlu direncanakan
pemenuhan kebutuhan air bersih penduduk Kota Bogor dalam pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) hingga 20 tahun kedepan, dan
mensinergiskan rencana tersebut dengan RTRW Kota Bogor dan Rencana Induk
PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor.
3
Perumusan Masalah
Masalah ketersediaan sumber air baku yang semakin terbatas dan
pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat mengakibatkan keseimbangan
antara supply dan demand air minum penting untuk diestimasi, sehingga perlu
diprediksi kebutuhan dan ketersediaan air minum hingga 20 tahun akan datang.
Masih jauhnya target yang akan dicapai untuk melayani kebutuhan air minum
Kota Bogor perlu dianalisis kemampuan pelayanan air bersih secara spasial untuk
mengetahui proporsi penduduk yang dapat terlayani air minum PDAM dan yang
dilayani non PDAM. Permasalahan selanjutnya yang menjadi fokus penelitian ini
adalah terkait sistem penyediaan air minum yang belum terintegrasi antara
pelayanan PDAM dengan non PDAM, agar target pelayanan air minum dapat
tercapai maka arahan pengembangan SPAM yang tepat perlu disinergikan antara
pihak pengelola, pelaksana dan pemangku kepentingan bidang air minum di Kota
Bogor.
Permasalahan yang telah diuraikan tersebut menghasilkan beberapa
pertanyaan yang akan dijawab pada penelitian ini, yaitu:
1. Berapa besarnya kebutuhan air minum hingga 20 tahun yang akan datang dan
bagaimana keandalan air baku yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan
tersebut?
2. Kelurahan apa yang dapat dilayani melalui sistem PDAM dan kelurahan apa
saja yang berpotensi dikembangkan pelayanan non PDAM?
3. Bagaimana persepsi masyarakat dan stakeholders terhadap pengembangan
sistem penyediaan air minum, dan arahan yang tepat untuk Kota Bogor hingga
20 tahun yang akan datang agar sistem SPAM yang terintegrasi dapat
terwujud.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis kebutuhan air minum hingga 20 tahun akan datang (tahun 2031)
dan menganalisis ketersediaan sumber air baku yang dimanfaatkan PDAM
Tirta Pakuan Kota Bogor.
2. Menganalisis wilayah yang dapat dilayani dan berpotensi tidak terlayani oleh
sistem distribusi perpipaan PDAM Tirta Pakuan.
3. Menyusun arahan untuk pengembangan sistem penyediaan air minum Kota
Bogor.
Manfaat Penelitian
Hasil kajian dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai masukan untuk review Rencana Tata Ruang Kota Bogor tahun 2011-2031
khususnya arahan pengembangan infrastruktur air minum dalam rencana struktur
ruang Kota Bogor.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Kajian global kondisi air di dunia yang disampaikan pada World Water
Forum II di Denhaag tahun 2000, memproyeksikan bahwa pada tahun 2025 akan
terjadi krisis air di beberapa negara. Indonesia diperkirakan akan terancam krisis
air sebagai akibat dari kesalahan pengelolaan air yang tercermin dari tingkat
pencemaran air yang tinggi, pemakaian air yang tidak efisien, fluktuasi debit air
sungai yang sangat besar, dan pengelolaan sumber daya air yang lemah. Dalam
masa seratus tahun berlalu, jumlah penduduk dunia naik tiga kali lipat, sedangkan
kebutuhan air naik tujuh kali lipat (Rajasa 2002).
Perbandingan antara jumlah penduduk dan kebutuhan air ini mengakibatkan
terjadinya kelangkaan air akibat kurangnya ketersediaan pasokan air (water
supply) dibandingkan dengan permintaannya (water demand). Menurut
pandangan konvensional, air merupakan barang sosial yang dapat diperoleh secara
gratis namun sejak kelangkaan air bersih menjadi masalah dunia pandangan air
sebagai barang sosial mulai bergeser menjadi barang ekonomi karena keterbatasan
air untuk masyarakat (Fauzi 2004).
Air adalah komoditas yang dibutuhkan manusia untuk bermacam kebutuhan.
Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 menjelaskan bahwa penyediaan air untuk
memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan irigasi bagi pertanian rakyat
merupakan prioritas utama penyediaan sumber daya air di atas semua kebutuhan.
Penyediaan air minum merupakan penyediaan kebutuhan pokok masyarakat
sehingga menjadi prioritas utama dalam pengalokasian sumber daya air. Negara
menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok guna
memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif. Sumber daya air
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang dapat
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam
segala bidang kehidupan disusun pola pengelolaan sumber daya air. Pola
pengelolaan sumber daya air didasarkan pada 5 pilar yaitu; (1) upaya konservasi,
(2) pendayagunaan sumber daya air, (3) pengendalian daya rusak air, (4)
manajemen pengelolaan sumber daya air yang terbuka, dan (5) keterlibatan peran
masyarakat.
Sistem Penyediaan Air Minum
Penyediaan air minum adalah kegiatan memenuhi kebutuhan air minum
masyarakat agar mendapatkan kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif.
Sistem penyediaan air minum (SPAM) merupakan satu kesatuan sistem fisik dan
non fisik dari prasarana dan sarana air minum, meliputi sistem pelayanan untuk
suatu komunitas yang menyeluruh, termasuk untuk keperluan domestik, non
domestik (sarana umum dan sarana komersial) dan industri (Peraturan Pemerintah
Nomor 16 Tahun 2005).
Penyediaan air minum dapat dibedakan dalam dua sistem, yaitu; (1)
penyediaan air minum individual merupakan sistem untuk penggunaan individu
dan untuk pelayanan terbatas, sistem ini sangat sederhana seperti halnya sumursumur yang digunakan dalam satu rumah tangga, (2) penyediaan air minum
5
komunal atau perkotaan disebut juga public water supply system, adalah suatu
sistem untuk pelayanan komunitas dan pelayanan untuk keperluan menyeluruh
seperti keperluan domestik, sarana perkotaan maupun industri.
Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan,
melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau,
dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum.
Penyelenggara pengembangan SPAM dilakukan oleh badan usaha milik
negara/badan usaha milik daerah, koperasi, badan usaha swasta, dan/atau
kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan SPAM.
(Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005).
Sistem penyediaan air minum perkotaan terbagi dalam tiga komponen, yaitu
berturut-turut komponen sumber air, komponen pengolahan air dan komponen
distribusi pelayanan air. Pada komponen distribusi pelayanan air, kepuasaan
konsumen harus memenuhi standar kualitas air, kuantitas air, kontinuitas air, dan
harga jual air yang kompetitif. Keberhasilan distribusi pelayanan air bersih sangat
tergantung pada keandalan sumber air baku baik kualitas air maupun kontinuitas
sumber air (Arwin dan Mukmin 2006). Pengambilan air dari sumbernya harus
memperhatikan daya dukung sumber daya air tersebut dan dilarang menimbulkan
kerusakan pada sumber air dan lingkungannya serta memperhatikan aspirasi
masyarakat setempat dan kelestarian keanekaragaman hayati dalam sumber air.
Prediksi keberhasilan pembangunan sistem penyediaan air minum dapat
dianalisis dengan melakukan beberapa tahapan, yaitu; (1) menghitung persentase
jumlah penduduk yang terlayani sistem perpipaan, (2) menghitung persentase
jumlah sistem menurut kondisi jaringan perpipaan, (3) menghitung pencapaian
pelayanan hingga tahun yang ditargetkan dengan memproyeksikan kondisi
eksisting, serta dibandingkan dengan target daerah dan nasional, (4) menentukan
faktor yang mempengaruhi kondisi jaringan perpipaan, (5) menganalisis
kemungkinan pencapaian target pelayanan dengan memperhatikan kendala yang
mungkin terjadi (Masduqi et al. 2007).
Kebutuhan Air Minum
Sistem penyediaan air minum memerlukan besarnya kebutuhan dan
pemakaian air. Kebutuhan air dipengaruhi oleh besarnya populasi penduduk,
tingkat ekonomi dan faktor-faktor lainnya. Data mengenai keadaan penduduk
daerah yang akan dilayani dibutuhkan untuk memudahkan permodelan evaluasi
sistem distribusi air minum. Kebutuhan air secara garis besar mencakup
kebutuhan domestik dan non domestik. Kebutuhan domestik merupakan
kebutuhan untuk pemukiman penduduk, sedangkan non domestik memenuhi
kebutuhan di sektor kehidupan lainnya. Studi kebutuhan air bersih selain
kebutuhan domestik dan non domestik harus memperhitungkan kemungkinan
terjadinya kehilangan air (misal kebocoran), kebutuhan untuk hydrant, dan untuk
perawatan kota (Mayangsari 2008).
Kebutuhan air domestik meliputi kebutuhan untuk minum, memasak, mandi,
mencuci dan lain sebagainya. Kebutuhan rumah tangga adalah hasil perkalian
antara jumlah penduduk dengan standar kebutuhan air rumah tangga yang dapat
dilihat pada Tabel 1.
6
Tabel 1 Standar kebutuhan air domestik
Jumlah penduduk (jiwa)
Jenis kota
Jumlah kebutuhan
(liter/orang/hari)
>2 000 000
>1 000 000 – 2 000 000
>500 000 – 1 000 000
>100 000 – 500 000
>20 000 – 100 000
3 000 – 20 000
Metropolitan
Metropolitan
Besar
Besar
Sedang
Kecil
>210
>150-210
>120-150
>100-150
>90-100
>60-100
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (2005) dalam Bappenas (2006)
Kebutuhan non domestik meliputi kebutuhan di sarana perkotaan (public
use) seperti sarana sosial, niaga, industri, pendidikan, kesehatan, lembaga, hiburan,
olah raga, tempat ibadah, pasar, dan lainnya. Kebutuhan non domestik dihitung
dari jumlah pemakai air dikalikan standar pemakaian kebutuhan domestik, seperti
yang terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2 Standar kebutuhan air non domestik
Kategori kota berdasarkan jumlah jiwa
Metropolitan
Metropolitan
Besar
Besar
Sedang
Kecil
>2 000 000
>1 000 000 – 2 000 000
>500 000 – 1 000 000
>100 000 – 500 000
>20 000 – 100 000
3 000 – 20 000
Standar konsumsi non domestik
%
l/o/h
20-30
20-30
20-30
20-30
20-30
20-30
x
x
x
x
x
x
>210
150-210
120-150
100-150
90-100
60-100
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (2005) dalam Bappenas (2006)
Konsumsi air berubah sesuai dengan aktivitas masyarakat. Pemakaian ratarata harian adalah pemakaian rata-rata dalam sehari atau pemakaian setahun
dibagi 365 hari. Pada hari tertentu di setiap minggu, bulan atau tahun akan
terdapat pemakaian air yang lebih besar daripada kebutuhan rata-rata perhari,
pemakaian air tersebut disebut pemakaian hari maksimum. Kebutuhan hari
maksimum (Qhm) adalah perkalian kebutuhan rata-rata dengan nilai faktor hari
maksimum. Demikian pula pada jam-jam tertentu di dalam satu hari, pemakaian
air akan meningkat lebih besar daripada kebutuhan air rata-rata perhari yang
dikenal dengan pemakaian jam puncak. Untuk mengetahui kebutuhan jam puncak
adalah dengan mengalikan nilai faktor jam puncak dengan kebutuhan air rata-rata
perhari. Berdasarkan pedoman standar konsumsi air minum Departemen
Pekerjaan Umum (2005) nilai faktor hari maksimum adalah 1.15 dan nilai faktor
jam puncak adalah 1.05.
7
Ketersediaan Air Baku
Bagian hulu DAS umumnya merupakan daerah resapan air yang
mengalirkan air ke daerah hilir, sehingga keterkaitan antara hulu dan hilir sangat
kuat, artinya wilayah hilir tidak mungkin mendapatkan pasokan air minum
berkelanjutan secara kuantitas dan kualitas yang memadai bila kondisi ekosistem
wilayah hulu yang menjadi resapan airnya terganggu (Acreman 2004).
Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral tahun 2009 memiliki data bahwa debit aliran air tanah
yang relatif besar di Cekungan Air Tanah (CAT) Bogor. CAT tersebut pada
dasarnya dipengaruhi oleh besarnya ketersediaan air tanah yang berkorelasi
dengan besarnya pengisian kembali (jumlah imbuhan air tanah), berasal dari curah
hujan yang masuk ke CAT Bogor, sehingga kapasitas air tanah yang berada di
wilayah cekungan Bogor berpotensi dijadikan sumber air baku untuk
pengembangan penyediaan air bersih atau air minum. CAT Bogor meliputi
wilayah administrasi Kabupaten Bogor dan Kota Bogor seperti yang ditampilkan
pada Gambar 1. Meskipun air tanah mempunyai potensi untuk dijadikan sumber
air baku, pemanfaatannya harus memperhatikan daya dukung lingkungan karena
air tanah juga berfungsi untuk menjaga kestabilan permukaan tanah, sehingga
khususnya untuk air tanah dalam sangat penting untuk dijaga keberadaannya
secara berkelanjutan guna terjaganya kontinuitas sumber air baku tersebut.
Gambar 1 Peta Cekungan Air Tanah (CAT) Bogor
Penelitian yang dilakukan oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
(BPDAS) Citarum-Ciliwung tahun 2007, terdapat mata air pada akuifer DAS
Cisadane hulu pada bagian kaki Gunung Salak dan Gunung Pangrango tepatnya di
bagian selatan Kabupaten Bogor dan Kota Bogor. Daerah yang banyak ditemukan
mata air untuk menghasilkan sumber air baku sebagai sumber air bersih atau air
minum. Disamping itu dilakukan juga penelitian jejaring DAS Cisadane bahwa air
tanah di DAS Cisadane secara umum mengalir dari arah selatan menuju utara,
dengan elevasi tertinggi 1 100 meter dari permukaan laut (mdpl) ke elevasi daerah
yang terendah yaitu 0 mdpl.
8
Gambar 2 Peta Hidrogeologi CAT Bogor
Sumber: Bappeda (2008)
Peta Hidrogeologi CAT Bogor seperti Gambar 2 menunjukkan secara umum
Kota Bogor bagian utara merupakan akuifer dengan aliran antar butir produktif
sedang dengan sebaran luas dan kedudukan muka air tanah dalam dengan debit
umumnya kurang dari 5 liter/detik. Kota Bogor bagian tengah, selatan dan barat
merupakan akuifer produktif tinggi dengan penyebaran luas tersebar, banyak
ditemui mata air dengan debit umumnya lebih dari 5 liter/detik. Bagian barat daya
Kota Bogor hingga bagian utara Gunung Salak merupakan akuifer dengan aliran
antar celah produktif sedang dengan penyebaran luas, air tanah terdapat pada poripori dan rekahan endapan vulkanik muda, bagian ini ditemukan mata air dengan
debit kurang dari 5 liter/detik.
Sungai utama yang mengalir di Cekungan Bogor adalah Sungai Cisadane
dan Sungai Ciliwung. Kedua sungai tersebut dapat diandalkan sebagai sumber air
baku untuk pengembangan penyediaan air minum di Kabupaten Bogor dan Kota
Bogor. Fluktuasi debit sungai Cisadane mulai Oktober-Februari debit sungainya
meningkat, kemudian menurun dan berfluktuasi dari Maret-Juni. Selanjutnya
menurun pada Bulan Juli dan mengalami debit paling minimal pada Bulan
Agustus dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. (Sutopo 2011).
Prediksi ketersediaan air baku pada suatu DAS dapat menggunakan model
hidrologi yang menggambarkan proses-proses fisik yang sesungguhnya dari siklus
hidrologi. Model hidrologi menirukan (simulasi) peristiwa-peristiwa hidrologi
yang terjadi secara deterministik, probabilistik ataupun stokastik. Dalam hidrologi
deterministik, variabilitas waktu dianggap terjelaskan seluruhnya oleh variabelvariabel lain dalam penerapan model yang tepat. Dalam hidrologi probabilistik,
tidak diperhatikan urutan-urutan waktu, yang diperhatikan hanyalah probabilitas
atau peluang sama atau terlampauinya suatu kejadian. Sedangkan dalam hidrologi
9
stokastik urutan unit waktu adalah mutlak penting, penyajian stokastik
mempertahankan sifat-sifat peluang yang berhubungan dengan urutan-urutan
kejadiannya (Nuraeni 2011).
Model stokastik berusaha mengungkapkan kembali perilaku statistik dari
serangkaian waktu hidrologi tanpa memperhatikan kejadian yang sebenarnya.
Hidrologi stokastik mampu mengisi kekosongan yang ada di antara metodemetode deterministik, dan hidrologi probabilistik (Weilbull, 2005). Pada model
stokastik, karakteristik dan urutan aliran di masa lampau memberikan pertanda
untuk aliran dimasa datang. Jika aliran tahun ini kecil, meskipun belum pasti,
mungkin aliran tahun berikutnya akan lebih kecil daripada nilai tengahmya.
Demikian pula aliran besar cenderung mengikuti aliran-aliran besar. Data historis
memberikan informasi yang berharga tentang aliran yang mungkin terjadi dimasa
mendatang. Model untuk meregenerasi haruslah menggunakan informasi tersebut
untuk menggambarkan aliran di masa datang secara eksak (Nuraeni 2011).
Model stokastik yang dikenal dan sering dipergunakan antara lain; (1)
Model Autoregresive (Model AR) (2) Model Moving Average (Model MA), (3)
Model Autoregresive Moving Average (Model ARMA), (4) Model Autoregresive
Integrated Moving Average (Model ARIMA), dan (5) Model Disagregasi. Model
Autoregresif adalah model yang paling menarik karena model ini paling
sederhana penggunaannya dan mempunyai pola gerakan yang tergantung dari
waktu, dimana harga dari variabel pada waktu saat ini tergantung harga pada
waktu yang lalu (Salas et al. 1980).
Model Autoregresif secara umum dikemukakan oleh Thomas dan Fiering
pada tahun 1962, Yevjevich pada tahun 1963, serta Box-Jenkins pada tahun 1970.
Model Thomas dan Fiering banyak digunakan untuk membangkitkan debit aliran
sungai bulanan. Data dari setiap bagian diregresikan terhadap bulan sebelumnya,
sehingga didapatkan 12 persamaan regresi linir.
Aplikasi EPANET 2.0 dalam Sistem Penyediaan Air Minum
EPANET 2.0 adalah program komputer yang berbasis windows yang
merupakan program simulasi dalam perekayasaan suatu jaringan pipa sistem
penyediaan air bersih, yang di dalamnya terdiri dari titik/node/junction pipa,
pompa, katup dan reservoir. Output yang dihasilkan dari program EPANET 2.0
ini antara lain debit yang mengalir dalam pipa, tekanan air dari masing-masing
titik/node/junction yang dapat dipakai sebagai analisa dalam menentukan operasi
instalasi, pompa dan reservoir serta besarnya konsentrasi unsur kimia yang
terkandung dalam air bersih yang didistribusikan serta penentuan umur air dan
dapat digunakan sebagai simulasi penentuan lokasi sumber sebagai arah
pengembangan.
EPANET 2.0 dapat memberikan informasi kepada pengguna mengenai
simulasi hidrolika dan perilaku air didalam sistem jaringan perpipaan bertekanan
dalam rentang waktu tertentu. Yang dimaksud dengan sistem jaringan perpipaan
itu sendiri merupakan sebuah sistem yang terdiri dari kombinasi antara pipa, node,
pompa, valve dan tanki atau reservoir, yang saling terhubungan satu sama lain
dalam satu kesatuan. EPANET 2.0 mampu menelusuri aliran air didalam pipa,
10
tekanan ditiap node, tinggi muka air didalam tanki/reservoir dan konsentrasi
bahan kimia seperti desinfektan klor (Rossman 2000).
Data keluaran dari program EPANET 2.0 dapat memberikan gambaran nilai
debit aliran air dalam pipa, tinggi tekanan air pada node tertentu, tinggi/elevasi air
pada masing-masing bak tampungan (reservoar), dan perkiraan konsentrasi sisa
bahan kimia pada node tertentu. Teknik pemodelan EPANET 2.0 urutannya
adalah membuat gambar jaringan yang akan dimodelkan kemudian memberikan
penomoran node-node dan pipanya. Tahapan selanjutnya adalah menentukan arah
aliran secara visual di dalam jaringan dan mengisi properti data masukan model
jaringannya sesuai tabel input (Suhardi 2007).
EPANET dikembangkan oleh Water Supply and Water Resources Division
of the US Environmental Protection Agency's National Risk Management
Research Laboratory. EPANET 2.0 adalah perangkat lunak publik domain dan
terbuka yang dapat melakukan pengeditan terhadap input data, running hydraulic
dan simulasi air serta menampilkan jaringan perpipaan dan node dalam berbagai
format dengan kode warna, tabel, grafik terhadap waktu dan plot kontur sesuai
kebutuhan analisis pengguna. Hasil analisis simulasi tersebut bermanfaat bagi
pengambil keputusan, baik ditingkat manajemen maupun dilingkup tim perencana,
sebagai input dalam pengelolaan sistem distribusi air maupun sebagai input data
dalam perencanaan desain sistem distribusi air.
Untuk meningkatkan pelayanan distribusi air bersih kepada masyarakat
maka dibutuhkan pengelolaan suatu sistem distribusi air secara baik. Pengelolaan
sistem distribusi air yang baik membutuhkan suatu sistem pengelolaan dan
penyajian data yang cepat dan tepat sehingga aktivitas pelayanan akan selalu
mengikuti perkembangan secara dinamis. Untuk pengoptimalan pengelolaan
distribusi air bersih diperlukan suatu sistem informasi dari distribusi air bersih
yang mampu menyelesaikan permasalahan pengelolaan dan penyajian data
(Suhardi 2007).
Penentuan Persepsi Masyarakat
Persepsi masyarakat adalah tanggapan atau pengetahuan lingkungan dari
kumpulan individu-individu yang saling berinteraksi karena mempunyai nilainilai, norma-norma, cara-cara dan prosedur merupakan kebutuhan bersama berupa
suatu sistem adat-istiadat yang bersifat kontiniu dan terikat oleh suatu identitas
bersama yang diperoleh melalui interpretasi data indera (Adrianto 2006).
Masyarakat merupakan salah satu komponen utama dalam pelaksanaan
pembangunan. Keterlibatan masyarakat akan sangat mendorong terciptanya suatu
hasil pembangunan yang baik, karena biar bagaimanapun masyarakatlah yang
mengetahui sekaligus memahami kondisi apa yang ada di wilayahnya. Disamping
itu, dengan melibatkan mereka dalam proses pembangunan, pemerintah telah
memberikan kepercayaan kepada masyarakat sehingga mereka dapat merasa ikut
bertanggung jawab dan merasa memiliki program-program pembangunan.
Persepsi masyarakat merupakan aktivitas yang integrated, maka seluruh
yang ada dalam diri individu seperti perasaan, pengalaman, kemampuan berpikir,
kerangka acuan dan aspek-aspek lain yang ada dalam diri individu akan ikut
berperan dalam persepsi tersebut (Walgito 2000). Berdasarkan hal tersebut, dapat
dikemukakan bahwa dalam persepsi itu sekalipun stimulusnya sama tetapi karena
11
pengalaman tidak sama, kemampuan berpikir tidak sama, kerangka acuan tidak
sama, adanya kemungkinan hasil persepsi antara individu dengan individu yang
lain tidak sama (Nurcahyo 2005).
Untuk mengkaji persepsi masyarakat terhadap sesuatu dapat dilakukan
sejumlah pertanyaan yang akan diajukan kepada responden yang disusun dengan
alternatif jawaban yang sekiranya sesuai dengan pendapat, pengetahuan dan
pandangan dari responden. Selanjutnya metode analisis deskriptif kuantitatif yang
didukung dengan analisa kualitatif dapat dilakukan untuk mempermudah
menganalisa persepsi masyarakat tersebut (Adrianto 2006).
Analisis Hirarki Proses (AHP)
AHP adalah teknik yang digunakan untuk mendukung proses pengambilan
keputusan yang bertujuan untuk menentukan pilihan terbaik dari beberapa
alternatif yang diambil. Menurut Saaty (1993) hirarki suatu masalah yang
kompleks dan tidak terstruktur dapat dipecahkan ke dalam kelompok–kelompok,
lalu diatur menjadi suatu bentuk hirarki.
AHP didesain untuk dapat digunakan pada penilaian yang bersifat subyektif
untuk menyusun urutan dari prioritas elemen–elemen berdasarkan bobot elemen
yang ditinjau dengan menggunakan perbandingan berpasangan antar elemen. AHP
digunakan untuk mendapatkan bobot elemen, atau dalam metode ini bisa disebut
sebagai skala rasio, dari perbandingan pasangan pada struktur hirarki yang multi
level. Model AHP dalam proses pengambilan keputusan menggunakan
pendekatan kolektif dari beberapa opini atau pendapat individu.
Prinsip dasar kerja metode AHP dalam pengambilan keputusan didasarkan
pada, yaitu:
1. Penyusunan hirarki permasalahan merupakan langkah yang dilakukan untuk
mendefinisikan suatu masalah yang rumit dan kompleks hingga menjadi lebih
jelas dan detail. Hirarki keputusan disusun berdasarkan pandangan dan opini
dari pihak-pihak yang memiliki keahlian dan pengetahuan pada bidang yang
bersangkutan. Keputusan yang akan diambil dijadikan sebagai tujuan dan
dibuat menjadi elemen-elemen yang lebih rinci hingga tercapai suatu tahapan
yang terukur. Hirarki permasalahan akan mempermudah pengambil keputusan
untuk menarik kesimpulan dari permasalahan tersebut.
2. Penentuan prioritas elemen-elemen kriteria dapat dilihat sebagai kontribusi
elemen tersebut terhadap tujuan. AHP melakukan analisis prioritas elemen
dengan metode perbandingan berpasangan antar dua elemen sehingga
seluruh elemen yang ada tercakup. Prioritas dibuat berdasarkan pandangan
para pihak yang dianggap ahli dan yang memiliki kepentingan terhadap
pengambilan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung.
3. Penilaian kriteria melalui perbandingan berpasangan. Dalam menentukan
tingkat kepentingan (bobot) dari elemen keputusan, penilaian pendapat
dilakukan dengan menggunakan fungsi berpikir dan dikombinasi dengan
intuisi, perasaan, penginderaan dan pengetahuan. Penilaian pendapat ini
dilakukan dengan perbandingan berpasangan yaitu membandingkan setiap
elemen dengan elemen lainnya pada setiap tingkatan hirarki secara
berpasangan sehingga akhirnya dapat diketahui tingkat kepentingan elemen
12
dalam pendapat yang bersifat kualitatif. Untuk mengkuantifikasi pendapat
tersebut, digunakan skala penilaian sehingga diperoleh nilai pendapat dalam
bentuk angka (kuantitatif). Hasil penilaian disajikan dalam bentuk matriks
pairwise comparison. Menurut Saaty (1993), untuk berbagai persoalan, skala
1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat.
4. Konsistensi logis dari jawaban yang diberikan oleh responden merupakan
prinsip pokok yang akan menentukan validitas data dan hasil pengambilan
keputusan. Secara umum, responden harus memiliki konsistensi dalam
melakukan perbandingan elemen. Jika A>B dan B>C maka secara logis
responden harus menyatakan bahwa A>C, berdasakan nilai numerik yang
telah disediakan.
AHP banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan
karena dapat digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami oleh semua
pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Proses keputusan yang
komplek dapat diuraikan menjadi keputusan lebih kecil yang dapat ditangani
dengan mudah oleh AHP, selain itu AHP juga menguji konsistensi penilai, bila
terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai konsistensi sempurna, maka hal
ini menunjukkan bahwa penilaian perlu diperbaiki atau hirarki harus distruktur
ulang. Tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subyektif
tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel
yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesis untuk
menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan mempengaruhi
hasil pada sistem tersebut.
Tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subyektif
tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel
yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesis untuk
menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan mempengaruhi
hasil pada sistem tersebut.
Penelitian Sebelumnya
Kajian Pemanfaatan Air di Daerah Irigasi Katulampa
Rizali (2007) melakukan analisis keseimbangan neraca air di Sungai
Ciliwung Bendung Katulampa. Ketersediaan air di saluran irigasi Katulampa
menunjukkan inflow yang terbesar sekitar 6.36 m3/detik terjadi di hampir seluruh
bulan dan yang terkecil terjadi pada bulan Agustus dan September. Ketersediaan
air di Bendung Katulampa ditentukan dengan debit andalan dengan membuat
hubungan antara debit dengan probabilitas. Kurva durasi debit aliran diperoleh
melalui perhitungan debit andalan ditentukan dengan tingkat peluang 80% dan
90%.
Kebutuhan air dianalisis kebutuhan domestik dan non domestik, kebutuhan
irigasi, kebutuhan perikanan, kebutuhan industri dan kebutuhan untuk
pemeliharaan saluran. Pemanfaatan air di saluran Irigasi Katulampa dipergunakan
untuk keperluan domestik Kota Bogor hanya dialokasikan sebesar 120 liter/detik
karena sebagian dipasok dari mata air dan Sungai Cisadane dan keperluan non
domestik yaitu Istana Bogor sebesar 200 liter/detik, industri sebesar 25 liter/detik,
perikanan sebesar 100 liter/detik, situ sebesar 50 liter/detik dan untuk
13
pemeliharaan sungai sebesar 636 liter/detik. Setelah diketahui ketersediaan dan
kebutuhan air selanjutnya dianalisis keseimbangannya dengan neraca air.
Ketersediaan air dan kebutuhan air pada tahun 2006 dapat dikatakan bahwa
air masih mencukupi untuk sektor yang ada. Proyeksi masa yang akan datang
(tahun 2020) dengan skenario yang digunakan, ketersediaan air tahun 2020 masih
dapat dipenuhi sesuai dengan asumsi yang digunakan untuk pemenuhan
kebutuhan air domestik, pertanian, industri dan lainnya.
Kajian Keandalan Air Sungai Cisadane Memenuhi Laju Permintaan Air
Baku PDAM Kota Bogor
Arwin dan Mukmin (2006) menganalisis keandalan debit Sungai Cisadane
dalam memenuhi kebutuhan debit PDAM Kota Bogor. Debit sumber air baku
yang harus dipenuhi untuk memenuhi target pemerintah Kota Bogor (2010)
adalah 2 375 liter/detik, dimana eksisting sumber air baku tahun 2004 adalah
1.225 liter/detik, sehingga pada tahun 2010 diperlukan penambahan debit air baku
sebesar 1 150 liter/detik.
Prospek air Sungai Cisadane sebagai air baku PDAM Kota Bogor dalam
rangka peningkatan pelayanan hingga tahun 2010 dianalisis secara statistik
dengan meneliti perilaku debit air kering yang tercatat di masa lampau untuk
dapat menentukan keandalan debit air masa depan sesuai dengan ketentuan teknis
penyediaan air minum perkotaan. Dari analisis statistik data aliran minimum
Sungai Cisadane pada periode musim-musim kemarau (debit air ekstrim kering)
dari penelurusan debit air kering di Pos Batubelaah (1971-2003) bahwa besaran
debit air tidak ditemukan suatu distribusi teoritis yang mutlak seragam untuk
semua uji kesesuian distribusi teoritis tetapi ada kecenderungan didominasi oleh
distribusi Log-Pearson III.
Kisaran sumber air baku domestik dari Intake Ciherang Pondok diperoleh
dari analisis keandalan debit rencana kering disarankan yaitu 2 998 liter/detik, dan
debit rencana kering maksimum diperkenankan adalah 5 660 liter/detik. Laju
permintaan tambahan air baku Kota Bogor pada tahun 2004 adalah 1.225
liter/detik dan pada tahun 2010 menjadi 2 375 liter/detik sedangkan potensi
sumber air baku dengan mengembangkan kapasitas sadap Sungai Cisadane adalah
860 liter/detik (Intake Ciherang Pondok, Intake Cipaku). Bila pengembangan
Penyediaan Air Minum PDAM Kota Bogor, berpedoman kriteria air baku
menggunakan keandalan debit air musim kering disarankan adalah 2.998
liter/detik.
14
METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Target penduduk Kota Bogor yang terlayani air bersih pada tahun 2031
adalah 87.71% (Bappeda Kota Bogor 2011). Ketersediaan sumber air dalam
memenuhi kebutuhan semakin terbatas. Kapasitas penyadapan air baku di intake
dan kapasitas instalasi pengolahan air mempunyai ambang batas tertentu.
Sementara jumlah penduduk semakin meningkat dan kebutuhan air minum terus
meningkat. Untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan air minum Kota Bogor,
dan kapasitas pelayanan air minum maka perlu dilakukan analisis estimasi
kebutuhan dan ketersediaan air masa yang akan datang agar kebutuhan penduduk
dapat terpenuhi.
Penyediaan air minum 20 tahun yang akan datang (tahun 2031) dianalisis
secara spasial untuk mengetahui wilayah yang penduduknya dilayani PDAM dan
non PDAM. Analisis spasial dilakukan dengan analisis pemetaan pelayanan air
minum PDAM dan simulasi hidrolika pelayanan perpipaan PDAM untuk melihat
kemampuan kapasitas infrastruktur yang ada. Selanjutnya dilakukan analisis
persepsi masyarakat yang pemenuhan kebutuhan air minumnya berasal dari non
PDAM, untuk mengetahui sistem pelayanan yang paling tepat dan cocok dalam
pemenuhan kebutuhan air minum masyarakat tersebut.
Rencana penyediaan air minum PDAM dan Non PDAM mengacu pada
RTRW Kota Bogor 2011-2031, Master Plan SPAM Kota Bogor Tahun 2008, dan
Review Rencana Induk SPAM Kota Bogor Tahun 2011. Berbagai rencana yang
disusun untuk memenuhi kebutuhan air minum hingga tahun 2031 perlu
ditentukan prioritas arahan yang tepat sasaran dengan menghimpun pendapatpendapat stakeholders. Analisis Hirarki Proses (AHP) digunakan untuk
mendukung proses pengambilan keputusan dengan pilihan terbaik dari beberapa
alternatif rencana dan arahan pengembangan SPAM Kota Bogor. Rencana dan
arahan pengembangan SPAM prioritas akan menjadi masukan untuk review
rencana tata ruang wilayah khususnya dalam rencana struktur ruang, rencana
sistem jaringan air minum. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 3.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan objek Kota Bogor yang terletak dianta
ARAHAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN
AIR MINUM KOTA BOGOR
ADE MEUTIA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
iii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Arahan Pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum Kota Bogor adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2013
Ade Meutia
NRP A156110164
RINGKASAN
ADE MEUTIA. Arahan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Kota
Bogor. Dibimbing oleh DWI PUTRO TEJO BASKORO dan MUHAMMAD
ARDIANSYAH.
Pertumbuhan penduduk dan perkembangan sosial ekonomi menyebabkan
peningkatan kebutuhan air, terutama dari sektor rumah tangga di Kota Bogor.
Dilain pihak ketersediaan air bersih cenderung menurun karena kekurangan
sumber daya air, perubahan iklim, pencemaran badan air, over-eksploitasi air
bawah tanah dan rendahnya efisiensi penggunaan air. Oleh karena itu, penyediaan
air perkotaan merupakan faktor penting dan sistem penyediaan air menjadi tugas
penting pemerintah.
Tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk menganalisis keseimbangan
ketersediaan dan kebutuhan air Kota Bogor 20 tahun akan datang, (2) untuk
menganalisis spasial daerah yang terlayani dan berpotensi tidak terlayani oleh
sistem distribusi air PDAM, (3) untuk merumuskan arahan pengembangan sistem
penyediaan air minum Kota Bogor.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan air pada tahun 2031 tidak
dapat terpenuhi, dimana ketersediaan air akan mengalami kekurangan sekitar
1.252 liter per detik. Simulasi EPANET 2.0 menunjukkan 7 kelurahan berpotensi
tidak terlayani sistem distribusi perpipaan PDAM karena elevasi yang tinggi dan
tekanan air perpipaan yang rendah. Prioritas pertama pengembangan sistem
penyediaan air minum Kota Bogor adalah sistem penyediaan yang dikelola oleh
PDAM, dan mempromosikan penggunaan sistem komunal untuk daerah yang sulit
dilayani oleh sistem distribusi perpipaan yang dikelola PDAM secara teknis dan
ekonomis.
Kata kunci: sistem penyediaan air minum, analisis spasial, analisis hirarki proses
iii
SUMMARY
ADE MEUTIA. The Direction for Development of Water Supply System at Bogor.
Supervised by DWI PUTRO TEJO BASKORO and MUHAMMAD
ARDIANSYAH.
Population growth and socioeconomic development are currently driving a
rapid increase in water demand, especially from household sectors at Bogor City.
Meanwhile availability of fresh water is likely to decrease since lack of water
resources, climate change, water pollution, over-exploitation of ground water and
low efficiency of water usage. Therefore, municipal water management is an
important factor and water supply system becomes most essential duties of the
government.
The objectives of this research are: (1) to analyze the balance of water
supply and water demand at Bogor’s water supply system , (2) to perform spatial
analysis on regions where the populations have (and not) been served by PDAM
water distribution system, (3) to formulate the direction for development of water
supply system at the study sites.
The results show that water demand in 2031 can not be satisfied, where
water supply would have a lack around 1 252 liters per second. EPANET 2.0
simulation show 7 kelurahan potentially underserved by PDAM pipe-based water
distribution system, due to its high elevation and low water pressure on pipe. The
primary strategy for development of water supply system at Bogor is to push the
development of water supply system by PDAM - as the first priority and promote
the use of communal-based wells water supply for the areas that are technically
(and or economically) difficult to be served by PDAM water distribution system.
Keywords: water supply system, spatial analysis, analytical hierarchy process
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
i
ARAHAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN
AIR MINUM KOTA BOGOR
ADE MEUTIA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji pada Ujian Tesis : Dr Ir Yayat Hidayat, MSi
iii
Judul Tesis : Arahan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Kota Bogor
Nama
: Ade Meutia
NRP
: A156110164
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Dwi PutroTejo Baskoro, MSc
Ketua
Dr Ir Muhammad Ardiansyah
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus
Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr
Tanggal Ujian: 22 Maret 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2012 ini adalah air minum, dengan judul
Arahan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Kota Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc
dan Bapak Dr Ir Muhammad Ardiansyah selaku pembimbing yang telah membagikan
ilmu dan memberikan arahan selama penyusunan karya ilmiah ini. Kepada Bapak Dr Ir
Yayat Hidayat, MSc selaku penguji, terima kasih untuk kritikan dan masukannya.
Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Prof Dr Ir Santun R.P.
Sitorus, sebagai Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah yang senantiasa
memberikan dukungan dan dorongan motivasi dalam penyelesaian studi serta saran
penyempurnaan karya ilmiah ini. Terima kasih kepada seluruh staf pengajar dan
manajemen Program Studi Perencanaan Wilayah IPB. Ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada rekan-rekan PWL 2011 atas kebersamaannya. Serta terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu memberikan data dan informasi serta
meluangkan waktunya untuk diwawancarai selama penelitian. Terima kasih penulis
kepada Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencana Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas) yang telah memberikan beasiswa
dalam pembiayaan pendidikan dan penelitian penulis. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada suami dan anak tercinta, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan
kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2013
Ade Meutia
v
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
3
3
3
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Penyediaan Air Minum
Kebutuhan Air Minum
Ketersediaan Air Baku
Aplikasi EPANET 2.0 dalam Sistem Penyediaan Air Minum
Penentuan Persepsi Masyarakat
Analisis Hirarki Proses
Penelitian Sebelumnya
4
4
5
7
9
10
11
12
METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Lokasi dan Waktu Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Bahan dan Alat
Metode Analisis Data
14
14
14
17
17
17
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Kebutuhan Air Minum Kota Bogor
Analisis Ketersediaan Air Baku
Analisis Spasial Penyediaan Air Minum
Persepsi Masyarakat terhadap Pengembangan SPAM
Arahan Kebijakan Pengembangan SPAM melalui AHP
22
22
27
51
67
69
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
73
73
74
DAFTAR PUSTAKA
75
LAMPIRAN
77
RIWAYAT HIDUP
86
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
Standar kebutuhan air domestik
Standar kebutuhan air non domestik
Tujuan, jenis data, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisa
data dan output yang diharapkan
Tingkat persepsi berdasarkan interval nilai tanggapan
Nilai skala dasar perbandingan Saaty dalam AHP
Proyeksi jumlah penduduk Kota Bogor per kelurahan
Perhitungan prediksi kebutuhan air Kota Bogor
Prediksi kebutuhan air per zona
Debit historis Sungai Cisadane
Debit transformasi bulanan Sungai Cisadane
Koefisien random yang telah dinormalisasi
Hasil pembangkitan debit sintetis Sungai Cisadane
Retransformasi data debit historis dan debit bangkitan 22 tahun mendatang
Debit historis Mata air Tangkil tahun 2000-2011
Debit transformasi Mata air Tangkil
Koefisien random yang telah dinormalisasi
Hasil pembangkitan debit sintetis Mata air Tangkil
Retransformasi data debit historis dan debit bangkitan 22 tahun mendatang
Debit historis Mata air Bantarkambing tahun 2000-2011
Debit transformasi Mata air Bantarkambing
Koefisien random yang telah dinormalisasi
Hasil pembangkitan debit sintetis Mata air Bantarkambing
Retransformasi data debit historis dan debit bangkitan 22 tahun mendatang
Debit historis Mata air Kotabatu tahun 2000-2011
Debit transformasi Mata air Kotabatu
Koefisien random yang telah dinormalisasi
Hasil pembangkitan debit sintetis Mata air Kotabatu
Retransformasi data debit historis dan debit bangkitan 22 tahun mendatang
Debit historis dan debit prediksi mataair Palasari
Jumlah keluarga pengguna PDAM dan sumur di Kota Bogor
Wilayah terlayani SPAM non PDAM
Kebutuhan air minum zona 1
Kebutuhan air minum zona 2
Kebutuhan air minum zona 3
Kebutuhan air minum zona 4
Kebutuhan air minum zona 5
Kebutuhan air minum zona 6
Kelangkaan sumber air minum
Tingkat persepsi masyarakat terhadap pengembangan Pamsimas
per kelurahan
Tingkat persepsi masyarakat terhadap pengembangan sistem komunal
per kelurahan
6
6
16
20
21
23
25
26
28
29
29
31
32
35
35
36
37
38
40
40
41
42
43
45
45
46
47
48
50
52
53
54
56
58
60
63
64
67
67
68
vii
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
Peta Cekungan Air Tanah (CAT) Bogor
Peta Hidrogeologi CAT Bogor
Kerangka pikir penelitian
Hirarki AHP penyusunan arahan pengembangan SPAM
Uji normal data random untuk debit sintetis Sungai Cisadane
Debit historis 1988-2009 dan debit bangkitan 2010-2031 S.Cisadane
Prediksi debit Sungai Cisadane tahun 2031
Water balance Sungai Cisadane tahun 2009
Prediksi water balance Sungai Cisadane tahun 2031
Uji normal data random untuk debit sintetis Mata air Tangkil
Debit historis 2000-2011 dan debit bangkitan 2012-2031 Ma Tangkil
Prediksi debit Mata air Tangkil tahun 2031
Uji normal data random untuk debit sintetis Mata air Bantarkambing
Debit historis 2000-2011 dan debit bangkitan 2012-2031 Mata air
Bantarkambing
Prediksi debit Mata air Bantarkambing tahun 2031
Uji normal data random untuk debit sintetis Mata air Kotabatu
Debit historis 2000-2011 dan debit bangkitan 2012-2031 Mata air
Kotabatu
Prediksi debit Mata air Kotabatu tahun 2031
Fluktuasi debit bulanan Mata air Palasari tahun 2009-2012
Prediksi debit Mata air Palasari
Peta zona pelayanan sistem penyediaan air minum PDAM Kota
Peta pelayanan SPAM zona 1
Peta simulasi sistem perpipaan zona 1 tahun 2031
Peta wilayah terkendala pelayanan perpipaan
Peta pelayanan SPAM zona 2
Peta simulasi sistem perpipaan zona 2 tahun 2031
Peta pelayanan SPAM zona 3
Peta simulasi sistem perpipaan zona 3 tahun 2031
Peta pelayanan SPAM zona 4
Peta simulasi sistem perpipaan zona 4 tahun 2031
Peta pelayanan SPAM zona 5
Peta simulasi sistem perpipaan zona 5 tahun 2031
Peta pelayanan SPAM zona 6
Peta simulasi sistem perpipaan zona 6 tahun 2031
Hasil analisis AHP berdasarkan persepsi Bappeda
Hasil analisis AHP berdasarkan persepsi PDAM Tirta Pakuan
Hasil analisis AHP berdasarkan persepsi Dinas Pengawasan Bangunan
Hasil analisis AHP berdasarkan persepsi Akademisi
Hasil analisis AHP berdasarkan persepsi pengamat tata kota
Hasil analisis AHP berdasarkan persepsi stakeholders
7
8
15
20
30
33
33
34
34
36
39
39
41
44
44
46
49
49
50
50
51
54
55
56
57
57
59
59
61
62
63
64
65
65
69
70
70
71
72
73
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
Nilai koefisien determinasi (R2) model pertumbuhan penduduk Kota
Bogor
Persamaan proyeksi jumlah penduduk Kota Bogor
Peta tingkat persepsi masyarakat terhadap SPAM
Kuesioner AHP
77
79
81
82
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan terhadap air minum terus meningkat sejalan dengan
meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitasnya (Labadie 2004). Air minum
dalam konteks ini adalah sumber air bersih untuk air minum, baik yang berasal
dari sumber terlindungi, sumber tidak terlindungi, dan air perpipaan (Bappenas
2007).
Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan
pokok. Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga merupakan
tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dilakukan dengan
pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) seperti yang diamanatkan
dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Pemenuhan kebutuhan air minum tersebut dapat dilakukan dengan sistem
perpipaan atau non perpipaan sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum.
Pengembangan SPAM merupakan salah satu wujud komitmen pemerintah
terhadap Millennium Development Goals (MDG) atau tujuan pembangunan
global. MDG disepakati secara internasional oleh 189 negara anggota Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium PBB.
Terdapat 8 tujuan dan 18 target MDG yang dideklarasikan dalam Resolusi Majelis
Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Tanggal 18 September 2000 tentang
Deklarasi Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Tujuan ketujuh dan target kesepuluh MDG adalah menurunkan separuh
proporsi penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum yang aman dan
berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada tahun 2015. Pencapaian Indonesia
untuk target ini sebesar 47.71% pada tahun 2009, sedangkan target tahun 2015
adalah 68.87%, sehingga dibutuhkan perhatian khusus untuk meningkatkan akses
terhadap air minum agar target dapat tercapai (Bappenas 2010).
Akses penduduk terhadap air minum di kawasan perkotaan terus mengalami
penurunan menurut Laporan Pencapaian MDG Indonesia 2010, dimana penduduk
perkotaan yang mendapatkan akses air minum pada tahun 2001 adalah 59.50%
dan tahun 2009 turun menjadi 49.82%, sedangkan target akses terhadap air minum
penduduk perkotaan yang harus dicapai pada tahun 2015 cukup tinggi yaitu
75.29%. Relatif rendahnya akses terhadap air minum tersebut mencerminkan
tingkat pembangunan infrastruktur air minum belum bisa menyamai pertumbuhan
penduduk khususnya di daerah perkotaan. Salah satu faktor yang mempengaruhi
adalah fasilitas air minum yang tidak terawat dan tidak dikelola secara
berkelanjutan.
Penyediaan air minum di kawasan perkotaan umumnya ditangani oleh
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Penyediaan air minum yang lebih andal
(reliable) dan lebih sehat adalah penyediaan air minum sistem perpipaan
(Bappenas 2007). Disamping itu penyediaan air minum yang disarankan adalah
air dengan sumber yang terlindungi.
2
Sistem penyediaan air minum di Kota Bogor ditangani oleh PDAM Tirta
Pakuan sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kota Bogor. Data produksi
PDAM Tirta Pakuan tahun 2011 mencatat bahwa pelanggan yang dilayani sebesar
103 841 pelanggan atau sekitar 56.28% penduduk kota, dengan kapasitas produksi
1 499 liter/detik dan debit distribusi sebesar 1 416 liter/detik. Untuk mencapai
target MDG, penduduk yang terlayani tahun 2015 adalah 70.50%, dan target
tahun 2031 sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor
Tahun 2011-2031, adalah 87.71%. Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan
perencanaan penyediaan air minum yang mengikuti pertumbuhan dan
perkembangan kota untuk mencapai target tersebut.
Studi Environmental Health Risk Assesment (EHRA) yang dilaksanakan
oleh Bappeda Kota Bogor tahun 2010, mencatat bahwa penduduk Kota Bogor
yang menggunakan PDAM sebesar 43.78%, menggunakan sumur (sumur dangkal,
sumur bor, sumur gali, dan sumur tidak terlindungi) sebesar 44.85%,
menggunakan mata air 3.61%, dan lainnya 7.78%. Studi EHRA menemukan
sekitar 10.50% rumah tangga mengalami kelangkaan dari sumber air yang
digunakan dalam satu tahun terakhir (Bappeda 2010)
Sumber utama air baku PDAM Tirta Pakuan berasal dari Sungai Cisadane
dan empat mata air yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane Hulu,
yaitu Mata air Tangkil, Mata air Bantarkambing, Mata air Kotabatu dan Mata air
Palasari. Keandalan mata air sebagai air baku yang ekonomis mengalami
penurunan terus menerus karena dampak meningkatnya konversi lahan di
catchment area. Sementara air baku dari Sungai Cisadane mengalami pencemaran
yang tinggi yang membutuhkan biaya besar dalam pengolahan untuk
menjadikannya air bersih dan layak untuk diminum.
Perubahan penutupan lahan di DAS Cisadane Hulu menyebabkan terjadinya
pengurangan luas hutan dari 63.53% (tahun 2004) menjadi 15.41% (tahun 2008)
dan terjadi peningkatan luas permukiman dari 10.13% pada tahun 2004 menjadi
34.66% pada tahun 2008 (Stevanus 2010). Tingginya perubahan penutupan lahan
menjadi area terbangun menyebabkan kapasitas infiltrasi air hujan menjadi
berkurang, dan pada akhirnya mempertinggi run off. Dengan kondisi yang
demikian, jebakan air tanah akan berada jauh di dalam batuan dasarnya sehingga
muka air tanah menjadi turun dan debit air yang tersedia di catchment area akan
mengalami penurunan.
Laju konversi lahan di catchment area menyebabkan debit mata air semakin
berkurang dari perkiraan rencana debit produksi. Data produksi PDAM Tirta
Pakuan tahun 2011 menunjukkan debit Mata air Tangkil dari 170 liter/detik turun
menjadi 124 liter/detik pada tahun 2011, kapasitas debit produksi Mata air
Bantarkambing dari 170 liter/detik turun menjadi 150 liter/detik pada tahun 2011,
dan debit Mata air Kotabatu pada tahun 2011 menurun menjadi 48 liter/detik,
sedangkan debit tahun 2005 adalah 61 liter/detik.
Untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang terus meningkat dan kondisi
ketersediaan sumber air baku yang semakin menurun perlu direncanakan
pemenuhan kebutuhan air bersih penduduk Kota Bogor dalam pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) hingga 20 tahun kedepan, dan
mensinergiskan rencana tersebut dengan RTRW Kota Bogor dan Rencana Induk
PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor.
3
Perumusan Masalah
Masalah ketersediaan sumber air baku yang semakin terbatas dan
pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat mengakibatkan keseimbangan
antara supply dan demand air minum penting untuk diestimasi, sehingga perlu
diprediksi kebutuhan dan ketersediaan air minum hingga 20 tahun akan datang.
Masih jauhnya target yang akan dicapai untuk melayani kebutuhan air minum
Kota Bogor perlu dianalisis kemampuan pelayanan air bersih secara spasial untuk
mengetahui proporsi penduduk yang dapat terlayani air minum PDAM dan yang
dilayani non PDAM. Permasalahan selanjutnya yang menjadi fokus penelitian ini
adalah terkait sistem penyediaan air minum yang belum terintegrasi antara
pelayanan PDAM dengan non PDAM, agar target pelayanan air minum dapat
tercapai maka arahan pengembangan SPAM yang tepat perlu disinergikan antara
pihak pengelola, pelaksana dan pemangku kepentingan bidang air minum di Kota
Bogor.
Permasalahan yang telah diuraikan tersebut menghasilkan beberapa
pertanyaan yang akan dijawab pada penelitian ini, yaitu:
1. Berapa besarnya kebutuhan air minum hingga 20 tahun yang akan datang dan
bagaimana keandalan air baku yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan
tersebut?
2. Kelurahan apa yang dapat dilayani melalui sistem PDAM dan kelurahan apa
saja yang berpotensi dikembangkan pelayanan non PDAM?
3. Bagaimana persepsi masyarakat dan stakeholders terhadap pengembangan
sistem penyediaan air minum, dan arahan yang tepat untuk Kota Bogor hingga
20 tahun yang akan datang agar sistem SPAM yang terintegrasi dapat
terwujud.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis kebutuhan air minum hingga 20 tahun akan datang (tahun 2031)
dan menganalisis ketersediaan sumber air baku yang dimanfaatkan PDAM
Tirta Pakuan Kota Bogor.
2. Menganalisis wilayah yang dapat dilayani dan berpotensi tidak terlayani oleh
sistem distribusi perpipaan PDAM Tirta Pakuan.
3. Menyusun arahan untuk pengembangan sistem penyediaan air minum Kota
Bogor.
Manfaat Penelitian
Hasil kajian dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai masukan untuk review Rencana Tata Ruang Kota Bogor tahun 2011-2031
khususnya arahan pengembangan infrastruktur air minum dalam rencana struktur
ruang Kota Bogor.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Kajian global kondisi air di dunia yang disampaikan pada World Water
Forum II di Denhaag tahun 2000, memproyeksikan bahwa pada tahun 2025 akan
terjadi krisis air di beberapa negara. Indonesia diperkirakan akan terancam krisis
air sebagai akibat dari kesalahan pengelolaan air yang tercermin dari tingkat
pencemaran air yang tinggi, pemakaian air yang tidak efisien, fluktuasi debit air
sungai yang sangat besar, dan pengelolaan sumber daya air yang lemah. Dalam
masa seratus tahun berlalu, jumlah penduduk dunia naik tiga kali lipat, sedangkan
kebutuhan air naik tujuh kali lipat (Rajasa 2002).
Perbandingan antara jumlah penduduk dan kebutuhan air ini mengakibatkan
terjadinya kelangkaan air akibat kurangnya ketersediaan pasokan air (water
supply) dibandingkan dengan permintaannya (water demand). Menurut
pandangan konvensional, air merupakan barang sosial yang dapat diperoleh secara
gratis namun sejak kelangkaan air bersih menjadi masalah dunia pandangan air
sebagai barang sosial mulai bergeser menjadi barang ekonomi karena keterbatasan
air untuk masyarakat (Fauzi 2004).
Air adalah komoditas yang dibutuhkan manusia untuk bermacam kebutuhan.
Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 menjelaskan bahwa penyediaan air untuk
memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan irigasi bagi pertanian rakyat
merupakan prioritas utama penyediaan sumber daya air di atas semua kebutuhan.
Penyediaan air minum merupakan penyediaan kebutuhan pokok masyarakat
sehingga menjadi prioritas utama dalam pengalokasian sumber daya air. Negara
menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok guna
memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif. Sumber daya air
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang dapat
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam
segala bidang kehidupan disusun pola pengelolaan sumber daya air. Pola
pengelolaan sumber daya air didasarkan pada 5 pilar yaitu; (1) upaya konservasi,
(2) pendayagunaan sumber daya air, (3) pengendalian daya rusak air, (4)
manajemen pengelolaan sumber daya air yang terbuka, dan (5) keterlibatan peran
masyarakat.
Sistem Penyediaan Air Minum
Penyediaan air minum adalah kegiatan memenuhi kebutuhan air minum
masyarakat agar mendapatkan kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif.
Sistem penyediaan air minum (SPAM) merupakan satu kesatuan sistem fisik dan
non fisik dari prasarana dan sarana air minum, meliputi sistem pelayanan untuk
suatu komunitas yang menyeluruh, termasuk untuk keperluan domestik, non
domestik (sarana umum dan sarana komersial) dan industri (Peraturan Pemerintah
Nomor 16 Tahun 2005).
Penyediaan air minum dapat dibedakan dalam dua sistem, yaitu; (1)
penyediaan air minum individual merupakan sistem untuk penggunaan individu
dan untuk pelayanan terbatas, sistem ini sangat sederhana seperti halnya sumursumur yang digunakan dalam satu rumah tangga, (2) penyediaan air minum
5
komunal atau perkotaan disebut juga public water supply system, adalah suatu
sistem untuk pelayanan komunitas dan pelayanan untuk keperluan menyeluruh
seperti keperluan domestik, sarana perkotaan maupun industri.
Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan,
melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau,
dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum.
Penyelenggara pengembangan SPAM dilakukan oleh badan usaha milik
negara/badan usaha milik daerah, koperasi, badan usaha swasta, dan/atau
kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan SPAM.
(Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005).
Sistem penyediaan air minum perkotaan terbagi dalam tiga komponen, yaitu
berturut-turut komponen sumber air, komponen pengolahan air dan komponen
distribusi pelayanan air. Pada komponen distribusi pelayanan air, kepuasaan
konsumen harus memenuhi standar kualitas air, kuantitas air, kontinuitas air, dan
harga jual air yang kompetitif. Keberhasilan distribusi pelayanan air bersih sangat
tergantung pada keandalan sumber air baku baik kualitas air maupun kontinuitas
sumber air (Arwin dan Mukmin 2006). Pengambilan air dari sumbernya harus
memperhatikan daya dukung sumber daya air tersebut dan dilarang menimbulkan
kerusakan pada sumber air dan lingkungannya serta memperhatikan aspirasi
masyarakat setempat dan kelestarian keanekaragaman hayati dalam sumber air.
Prediksi keberhasilan pembangunan sistem penyediaan air minum dapat
dianalisis dengan melakukan beberapa tahapan, yaitu; (1) menghitung persentase
jumlah penduduk yang terlayani sistem perpipaan, (2) menghitung persentase
jumlah sistem menurut kondisi jaringan perpipaan, (3) menghitung pencapaian
pelayanan hingga tahun yang ditargetkan dengan memproyeksikan kondisi
eksisting, serta dibandingkan dengan target daerah dan nasional, (4) menentukan
faktor yang mempengaruhi kondisi jaringan perpipaan, (5) menganalisis
kemungkinan pencapaian target pelayanan dengan memperhatikan kendala yang
mungkin terjadi (Masduqi et al. 2007).
Kebutuhan Air Minum
Sistem penyediaan air minum memerlukan besarnya kebutuhan dan
pemakaian air. Kebutuhan air dipengaruhi oleh besarnya populasi penduduk,
tingkat ekonomi dan faktor-faktor lainnya. Data mengenai keadaan penduduk
daerah yang akan dilayani dibutuhkan untuk memudahkan permodelan evaluasi
sistem distribusi air minum. Kebutuhan air secara garis besar mencakup
kebutuhan domestik dan non domestik. Kebutuhan domestik merupakan
kebutuhan untuk pemukiman penduduk, sedangkan non domestik memenuhi
kebutuhan di sektor kehidupan lainnya. Studi kebutuhan air bersih selain
kebutuhan domestik dan non domestik harus memperhitungkan kemungkinan
terjadinya kehilangan air (misal kebocoran), kebutuhan untuk hydrant, dan untuk
perawatan kota (Mayangsari 2008).
Kebutuhan air domestik meliputi kebutuhan untuk minum, memasak, mandi,
mencuci dan lain sebagainya. Kebutuhan rumah tangga adalah hasil perkalian
antara jumlah penduduk dengan standar kebutuhan air rumah tangga yang dapat
dilihat pada Tabel 1.
6
Tabel 1 Standar kebutuhan air domestik
Jumlah penduduk (jiwa)
Jenis kota
Jumlah kebutuhan
(liter/orang/hari)
>2 000 000
>1 000 000 – 2 000 000
>500 000 – 1 000 000
>100 000 – 500 000
>20 000 – 100 000
3 000 – 20 000
Metropolitan
Metropolitan
Besar
Besar
Sedang
Kecil
>210
>150-210
>120-150
>100-150
>90-100
>60-100
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (2005) dalam Bappenas (2006)
Kebutuhan non domestik meliputi kebutuhan di sarana perkotaan (public
use) seperti sarana sosial, niaga, industri, pendidikan, kesehatan, lembaga, hiburan,
olah raga, tempat ibadah, pasar, dan lainnya. Kebutuhan non domestik dihitung
dari jumlah pemakai air dikalikan standar pemakaian kebutuhan domestik, seperti
yang terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2 Standar kebutuhan air non domestik
Kategori kota berdasarkan jumlah jiwa
Metropolitan
Metropolitan
Besar
Besar
Sedang
Kecil
>2 000 000
>1 000 000 – 2 000 000
>500 000 – 1 000 000
>100 000 – 500 000
>20 000 – 100 000
3 000 – 20 000
Standar konsumsi non domestik
%
l/o/h
20-30
20-30
20-30
20-30
20-30
20-30
x
x
x
x
x
x
>210
150-210
120-150
100-150
90-100
60-100
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (2005) dalam Bappenas (2006)
Konsumsi air berubah sesuai dengan aktivitas masyarakat. Pemakaian ratarata harian adalah pemakaian rata-rata dalam sehari atau pemakaian setahun
dibagi 365 hari. Pada hari tertentu di setiap minggu, bulan atau tahun akan
terdapat pemakaian air yang lebih besar daripada kebutuhan rata-rata perhari,
pemakaian air tersebut disebut pemakaian hari maksimum. Kebutuhan hari
maksimum (Qhm) adalah perkalian kebutuhan rata-rata dengan nilai faktor hari
maksimum. Demikian pula pada jam-jam tertentu di dalam satu hari, pemakaian
air akan meningkat lebih besar daripada kebutuhan air rata-rata perhari yang
dikenal dengan pemakaian jam puncak. Untuk mengetahui kebutuhan jam puncak
adalah dengan mengalikan nilai faktor jam puncak dengan kebutuhan air rata-rata
perhari. Berdasarkan pedoman standar konsumsi air minum Departemen
Pekerjaan Umum (2005) nilai faktor hari maksimum adalah 1.15 dan nilai faktor
jam puncak adalah 1.05.
7
Ketersediaan Air Baku
Bagian hulu DAS umumnya merupakan daerah resapan air yang
mengalirkan air ke daerah hilir, sehingga keterkaitan antara hulu dan hilir sangat
kuat, artinya wilayah hilir tidak mungkin mendapatkan pasokan air minum
berkelanjutan secara kuantitas dan kualitas yang memadai bila kondisi ekosistem
wilayah hulu yang menjadi resapan airnya terganggu (Acreman 2004).
Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral tahun 2009 memiliki data bahwa debit aliran air tanah
yang relatif besar di Cekungan Air Tanah (CAT) Bogor. CAT tersebut pada
dasarnya dipengaruhi oleh besarnya ketersediaan air tanah yang berkorelasi
dengan besarnya pengisian kembali (jumlah imbuhan air tanah), berasal dari curah
hujan yang masuk ke CAT Bogor, sehingga kapasitas air tanah yang berada di
wilayah cekungan Bogor berpotensi dijadikan sumber air baku untuk
pengembangan penyediaan air bersih atau air minum. CAT Bogor meliputi
wilayah administrasi Kabupaten Bogor dan Kota Bogor seperti yang ditampilkan
pada Gambar 1. Meskipun air tanah mempunyai potensi untuk dijadikan sumber
air baku, pemanfaatannya harus memperhatikan daya dukung lingkungan karena
air tanah juga berfungsi untuk menjaga kestabilan permukaan tanah, sehingga
khususnya untuk air tanah dalam sangat penting untuk dijaga keberadaannya
secara berkelanjutan guna terjaganya kontinuitas sumber air baku tersebut.
Gambar 1 Peta Cekungan Air Tanah (CAT) Bogor
Penelitian yang dilakukan oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
(BPDAS) Citarum-Ciliwung tahun 2007, terdapat mata air pada akuifer DAS
Cisadane hulu pada bagian kaki Gunung Salak dan Gunung Pangrango tepatnya di
bagian selatan Kabupaten Bogor dan Kota Bogor. Daerah yang banyak ditemukan
mata air untuk menghasilkan sumber air baku sebagai sumber air bersih atau air
minum. Disamping itu dilakukan juga penelitian jejaring DAS Cisadane bahwa air
tanah di DAS Cisadane secara umum mengalir dari arah selatan menuju utara,
dengan elevasi tertinggi 1 100 meter dari permukaan laut (mdpl) ke elevasi daerah
yang terendah yaitu 0 mdpl.
8
Gambar 2 Peta Hidrogeologi CAT Bogor
Sumber: Bappeda (2008)
Peta Hidrogeologi CAT Bogor seperti Gambar 2 menunjukkan secara umum
Kota Bogor bagian utara merupakan akuifer dengan aliran antar butir produktif
sedang dengan sebaran luas dan kedudukan muka air tanah dalam dengan debit
umumnya kurang dari 5 liter/detik. Kota Bogor bagian tengah, selatan dan barat
merupakan akuifer produktif tinggi dengan penyebaran luas tersebar, banyak
ditemui mata air dengan debit umumnya lebih dari 5 liter/detik. Bagian barat daya
Kota Bogor hingga bagian utara Gunung Salak merupakan akuifer dengan aliran
antar celah produktif sedang dengan penyebaran luas, air tanah terdapat pada poripori dan rekahan endapan vulkanik muda, bagian ini ditemukan mata air dengan
debit kurang dari 5 liter/detik.
Sungai utama yang mengalir di Cekungan Bogor adalah Sungai Cisadane
dan Sungai Ciliwung. Kedua sungai tersebut dapat diandalkan sebagai sumber air
baku untuk pengembangan penyediaan air minum di Kabupaten Bogor dan Kota
Bogor. Fluktuasi debit sungai Cisadane mulai Oktober-Februari debit sungainya
meningkat, kemudian menurun dan berfluktuasi dari Maret-Juni. Selanjutnya
menurun pada Bulan Juli dan mengalami debit paling minimal pada Bulan
Agustus dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. (Sutopo 2011).
Prediksi ketersediaan air baku pada suatu DAS dapat menggunakan model
hidrologi yang menggambarkan proses-proses fisik yang sesungguhnya dari siklus
hidrologi. Model hidrologi menirukan (simulasi) peristiwa-peristiwa hidrologi
yang terjadi secara deterministik, probabilistik ataupun stokastik. Dalam hidrologi
deterministik, variabilitas waktu dianggap terjelaskan seluruhnya oleh variabelvariabel lain dalam penerapan model yang tepat. Dalam hidrologi probabilistik,
tidak diperhatikan urutan-urutan waktu, yang diperhatikan hanyalah probabilitas
atau peluang sama atau terlampauinya suatu kejadian. Sedangkan dalam hidrologi
9
stokastik urutan unit waktu adalah mutlak penting, penyajian stokastik
mempertahankan sifat-sifat peluang yang berhubungan dengan urutan-urutan
kejadiannya (Nuraeni 2011).
Model stokastik berusaha mengungkapkan kembali perilaku statistik dari
serangkaian waktu hidrologi tanpa memperhatikan kejadian yang sebenarnya.
Hidrologi stokastik mampu mengisi kekosongan yang ada di antara metodemetode deterministik, dan hidrologi probabilistik (Weilbull, 2005). Pada model
stokastik, karakteristik dan urutan aliran di masa lampau memberikan pertanda
untuk aliran dimasa datang. Jika aliran tahun ini kecil, meskipun belum pasti,
mungkin aliran tahun berikutnya akan lebih kecil daripada nilai tengahmya.
Demikian pula aliran besar cenderung mengikuti aliran-aliran besar. Data historis
memberikan informasi yang berharga tentang aliran yang mungkin terjadi dimasa
mendatang. Model untuk meregenerasi haruslah menggunakan informasi tersebut
untuk menggambarkan aliran di masa datang secara eksak (Nuraeni 2011).
Model stokastik yang dikenal dan sering dipergunakan antara lain; (1)
Model Autoregresive (Model AR) (2) Model Moving Average (Model MA), (3)
Model Autoregresive Moving Average (Model ARMA), (4) Model Autoregresive
Integrated Moving Average (Model ARIMA), dan (5) Model Disagregasi. Model
Autoregresif adalah model yang paling menarik karena model ini paling
sederhana penggunaannya dan mempunyai pola gerakan yang tergantung dari
waktu, dimana harga dari variabel pada waktu saat ini tergantung harga pada
waktu yang lalu (Salas et al. 1980).
Model Autoregresif secara umum dikemukakan oleh Thomas dan Fiering
pada tahun 1962, Yevjevich pada tahun 1963, serta Box-Jenkins pada tahun 1970.
Model Thomas dan Fiering banyak digunakan untuk membangkitkan debit aliran
sungai bulanan. Data dari setiap bagian diregresikan terhadap bulan sebelumnya,
sehingga didapatkan 12 persamaan regresi linir.
Aplikasi EPANET 2.0 dalam Sistem Penyediaan Air Minum
EPANET 2.0 adalah program komputer yang berbasis windows yang
merupakan program simulasi dalam perekayasaan suatu jaringan pipa sistem
penyediaan air bersih, yang di dalamnya terdiri dari titik/node/junction pipa,
pompa, katup dan reservoir. Output yang dihasilkan dari program EPANET 2.0
ini antara lain debit yang mengalir dalam pipa, tekanan air dari masing-masing
titik/node/junction yang dapat dipakai sebagai analisa dalam menentukan operasi
instalasi, pompa dan reservoir serta besarnya konsentrasi unsur kimia yang
terkandung dalam air bersih yang didistribusikan serta penentuan umur air dan
dapat digunakan sebagai simulasi penentuan lokasi sumber sebagai arah
pengembangan.
EPANET 2.0 dapat memberikan informasi kepada pengguna mengenai
simulasi hidrolika dan perilaku air didalam sistem jaringan perpipaan bertekanan
dalam rentang waktu tertentu. Yang dimaksud dengan sistem jaringan perpipaan
itu sendiri merupakan sebuah sistem yang terdiri dari kombinasi antara pipa, node,
pompa, valve dan tanki atau reservoir, yang saling terhubungan satu sama lain
dalam satu kesatuan. EPANET 2.0 mampu menelusuri aliran air didalam pipa,
10
tekanan ditiap node, tinggi muka air didalam tanki/reservoir dan konsentrasi
bahan kimia seperti desinfektan klor (Rossman 2000).
Data keluaran dari program EPANET 2.0 dapat memberikan gambaran nilai
debit aliran air dalam pipa, tinggi tekanan air pada node tertentu, tinggi/elevasi air
pada masing-masing bak tampungan (reservoar), dan perkiraan konsentrasi sisa
bahan kimia pada node tertentu. Teknik pemodelan EPANET 2.0 urutannya
adalah membuat gambar jaringan yang akan dimodelkan kemudian memberikan
penomoran node-node dan pipanya. Tahapan selanjutnya adalah menentukan arah
aliran secara visual di dalam jaringan dan mengisi properti data masukan model
jaringannya sesuai tabel input (Suhardi 2007).
EPANET dikembangkan oleh Water Supply and Water Resources Division
of the US Environmental Protection Agency's National Risk Management
Research Laboratory. EPANET 2.0 adalah perangkat lunak publik domain dan
terbuka yang dapat melakukan pengeditan terhadap input data, running hydraulic
dan simulasi air serta menampilkan jaringan perpipaan dan node dalam berbagai
format dengan kode warna, tabel, grafik terhadap waktu dan plot kontur sesuai
kebutuhan analisis pengguna. Hasil analisis simulasi tersebut bermanfaat bagi
pengambil keputusan, baik ditingkat manajemen maupun dilingkup tim perencana,
sebagai input dalam pengelolaan sistem distribusi air maupun sebagai input data
dalam perencanaan desain sistem distribusi air.
Untuk meningkatkan pelayanan distribusi air bersih kepada masyarakat
maka dibutuhkan pengelolaan suatu sistem distribusi air secara baik. Pengelolaan
sistem distribusi air yang baik membutuhkan suatu sistem pengelolaan dan
penyajian data yang cepat dan tepat sehingga aktivitas pelayanan akan selalu
mengikuti perkembangan secara dinamis. Untuk pengoptimalan pengelolaan
distribusi air bersih diperlukan suatu sistem informasi dari distribusi air bersih
yang mampu menyelesaikan permasalahan pengelolaan dan penyajian data
(Suhardi 2007).
Penentuan Persepsi Masyarakat
Persepsi masyarakat adalah tanggapan atau pengetahuan lingkungan dari
kumpulan individu-individu yang saling berinteraksi karena mempunyai nilainilai, norma-norma, cara-cara dan prosedur merupakan kebutuhan bersama berupa
suatu sistem adat-istiadat yang bersifat kontiniu dan terikat oleh suatu identitas
bersama yang diperoleh melalui interpretasi data indera (Adrianto 2006).
Masyarakat merupakan salah satu komponen utama dalam pelaksanaan
pembangunan. Keterlibatan masyarakat akan sangat mendorong terciptanya suatu
hasil pembangunan yang baik, karena biar bagaimanapun masyarakatlah yang
mengetahui sekaligus memahami kondisi apa yang ada di wilayahnya. Disamping
itu, dengan melibatkan mereka dalam proses pembangunan, pemerintah telah
memberikan kepercayaan kepada masyarakat sehingga mereka dapat merasa ikut
bertanggung jawab dan merasa memiliki program-program pembangunan.
Persepsi masyarakat merupakan aktivitas yang integrated, maka seluruh
yang ada dalam diri individu seperti perasaan, pengalaman, kemampuan berpikir,
kerangka acuan dan aspek-aspek lain yang ada dalam diri individu akan ikut
berperan dalam persepsi tersebut (Walgito 2000). Berdasarkan hal tersebut, dapat
dikemukakan bahwa dalam persepsi itu sekalipun stimulusnya sama tetapi karena
11
pengalaman tidak sama, kemampuan berpikir tidak sama, kerangka acuan tidak
sama, adanya kemungkinan hasil persepsi antara individu dengan individu yang
lain tidak sama (Nurcahyo 2005).
Untuk mengkaji persepsi masyarakat terhadap sesuatu dapat dilakukan
sejumlah pertanyaan yang akan diajukan kepada responden yang disusun dengan
alternatif jawaban yang sekiranya sesuai dengan pendapat, pengetahuan dan
pandangan dari responden. Selanjutnya metode analisis deskriptif kuantitatif yang
didukung dengan analisa kualitatif dapat dilakukan untuk mempermudah
menganalisa persepsi masyarakat tersebut (Adrianto 2006).
Analisis Hirarki Proses (AHP)
AHP adalah teknik yang digunakan untuk mendukung proses pengambilan
keputusan yang bertujuan untuk menentukan pilihan terbaik dari beberapa
alternatif yang diambil. Menurut Saaty (1993) hirarki suatu masalah yang
kompleks dan tidak terstruktur dapat dipecahkan ke dalam kelompok–kelompok,
lalu diatur menjadi suatu bentuk hirarki.
AHP didesain untuk dapat digunakan pada penilaian yang bersifat subyektif
untuk menyusun urutan dari prioritas elemen–elemen berdasarkan bobot elemen
yang ditinjau dengan menggunakan perbandingan berpasangan antar elemen. AHP
digunakan untuk mendapatkan bobot elemen, atau dalam metode ini bisa disebut
sebagai skala rasio, dari perbandingan pasangan pada struktur hirarki yang multi
level. Model AHP dalam proses pengambilan keputusan menggunakan
pendekatan kolektif dari beberapa opini atau pendapat individu.
Prinsip dasar kerja metode AHP dalam pengambilan keputusan didasarkan
pada, yaitu:
1. Penyusunan hirarki permasalahan merupakan langkah yang dilakukan untuk
mendefinisikan suatu masalah yang rumit dan kompleks hingga menjadi lebih
jelas dan detail. Hirarki keputusan disusun berdasarkan pandangan dan opini
dari pihak-pihak yang memiliki keahlian dan pengetahuan pada bidang yang
bersangkutan. Keputusan yang akan diambil dijadikan sebagai tujuan dan
dibuat menjadi elemen-elemen yang lebih rinci hingga tercapai suatu tahapan
yang terukur. Hirarki permasalahan akan mempermudah pengambil keputusan
untuk menarik kesimpulan dari permasalahan tersebut.
2. Penentuan prioritas elemen-elemen kriteria dapat dilihat sebagai kontribusi
elemen tersebut terhadap tujuan. AHP melakukan analisis prioritas elemen
dengan metode perbandingan berpasangan antar dua elemen sehingga
seluruh elemen yang ada tercakup. Prioritas dibuat berdasarkan pandangan
para pihak yang dianggap ahli dan yang memiliki kepentingan terhadap
pengambilan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung.
3. Penilaian kriteria melalui perbandingan berpasangan. Dalam menentukan
tingkat kepentingan (bobot) dari elemen keputusan, penilaian pendapat
dilakukan dengan menggunakan fungsi berpikir dan dikombinasi dengan
intuisi, perasaan, penginderaan dan pengetahuan. Penilaian pendapat ini
dilakukan dengan perbandingan berpasangan yaitu membandingkan setiap
elemen dengan elemen lainnya pada setiap tingkatan hirarki secara
berpasangan sehingga akhirnya dapat diketahui tingkat kepentingan elemen
12
dalam pendapat yang bersifat kualitatif. Untuk mengkuantifikasi pendapat
tersebut, digunakan skala penilaian sehingga diperoleh nilai pendapat dalam
bentuk angka (kuantitatif). Hasil penilaian disajikan dalam bentuk matriks
pairwise comparison. Menurut Saaty (1993), untuk berbagai persoalan, skala
1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat.
4. Konsistensi logis dari jawaban yang diberikan oleh responden merupakan
prinsip pokok yang akan menentukan validitas data dan hasil pengambilan
keputusan. Secara umum, responden harus memiliki konsistensi dalam
melakukan perbandingan elemen. Jika A>B dan B>C maka secara logis
responden harus menyatakan bahwa A>C, berdasakan nilai numerik yang
telah disediakan.
AHP banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan
karena dapat digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami oleh semua
pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Proses keputusan yang
komplek dapat diuraikan menjadi keputusan lebih kecil yang dapat ditangani
dengan mudah oleh AHP, selain itu AHP juga menguji konsistensi penilai, bila
terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai konsistensi sempurna, maka hal
ini menunjukkan bahwa penilaian perlu diperbaiki atau hirarki harus distruktur
ulang. Tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subyektif
tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel
yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesis untuk
menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan mempengaruhi
hasil pada sistem tersebut.
Tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subyektif
tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel
yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesis untuk
menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan mempengaruhi
hasil pada sistem tersebut.
Penelitian Sebelumnya
Kajian Pemanfaatan Air di Daerah Irigasi Katulampa
Rizali (2007) melakukan analisis keseimbangan neraca air di Sungai
Ciliwung Bendung Katulampa. Ketersediaan air di saluran irigasi Katulampa
menunjukkan inflow yang terbesar sekitar 6.36 m3/detik terjadi di hampir seluruh
bulan dan yang terkecil terjadi pada bulan Agustus dan September. Ketersediaan
air di Bendung Katulampa ditentukan dengan debit andalan dengan membuat
hubungan antara debit dengan probabilitas. Kurva durasi debit aliran diperoleh
melalui perhitungan debit andalan ditentukan dengan tingkat peluang 80% dan
90%.
Kebutuhan air dianalisis kebutuhan domestik dan non domestik, kebutuhan
irigasi, kebutuhan perikanan, kebutuhan industri dan kebutuhan untuk
pemeliharaan saluran. Pemanfaatan air di saluran Irigasi Katulampa dipergunakan
untuk keperluan domestik Kota Bogor hanya dialokasikan sebesar 120 liter/detik
karena sebagian dipasok dari mata air dan Sungai Cisadane dan keperluan non
domestik yaitu Istana Bogor sebesar 200 liter/detik, industri sebesar 25 liter/detik,
perikanan sebesar 100 liter/detik, situ sebesar 50 liter/detik dan untuk
13
pemeliharaan sungai sebesar 636 liter/detik. Setelah diketahui ketersediaan dan
kebutuhan air selanjutnya dianalisis keseimbangannya dengan neraca air.
Ketersediaan air dan kebutuhan air pada tahun 2006 dapat dikatakan bahwa
air masih mencukupi untuk sektor yang ada. Proyeksi masa yang akan datang
(tahun 2020) dengan skenario yang digunakan, ketersediaan air tahun 2020 masih
dapat dipenuhi sesuai dengan asumsi yang digunakan untuk pemenuhan
kebutuhan air domestik, pertanian, industri dan lainnya.
Kajian Keandalan Air Sungai Cisadane Memenuhi Laju Permintaan Air
Baku PDAM Kota Bogor
Arwin dan Mukmin (2006) menganalisis keandalan debit Sungai Cisadane
dalam memenuhi kebutuhan debit PDAM Kota Bogor. Debit sumber air baku
yang harus dipenuhi untuk memenuhi target pemerintah Kota Bogor (2010)
adalah 2 375 liter/detik, dimana eksisting sumber air baku tahun 2004 adalah
1.225 liter/detik, sehingga pada tahun 2010 diperlukan penambahan debit air baku
sebesar 1 150 liter/detik.
Prospek air Sungai Cisadane sebagai air baku PDAM Kota Bogor dalam
rangka peningkatan pelayanan hingga tahun 2010 dianalisis secara statistik
dengan meneliti perilaku debit air kering yang tercatat di masa lampau untuk
dapat menentukan keandalan debit air masa depan sesuai dengan ketentuan teknis
penyediaan air minum perkotaan. Dari analisis statistik data aliran minimum
Sungai Cisadane pada periode musim-musim kemarau (debit air ekstrim kering)
dari penelurusan debit air kering di Pos Batubelaah (1971-2003) bahwa besaran
debit air tidak ditemukan suatu distribusi teoritis yang mutlak seragam untuk
semua uji kesesuian distribusi teoritis tetapi ada kecenderungan didominasi oleh
distribusi Log-Pearson III.
Kisaran sumber air baku domestik dari Intake Ciherang Pondok diperoleh
dari analisis keandalan debit rencana kering disarankan yaitu 2 998 liter/detik, dan
debit rencana kering maksimum diperkenankan adalah 5 660 liter/detik. Laju
permintaan tambahan air baku Kota Bogor pada tahun 2004 adalah 1.225
liter/detik dan pada tahun 2010 menjadi 2 375 liter/detik sedangkan potensi
sumber air baku dengan mengembangkan kapasitas sadap Sungai Cisadane adalah
860 liter/detik (Intake Ciherang Pondok, Intake Cipaku). Bila pengembangan
Penyediaan Air Minum PDAM Kota Bogor, berpedoman kriteria air baku
menggunakan keandalan debit air musim kering disarankan adalah 2.998
liter/detik.
14
METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Target penduduk Kota Bogor yang terlayani air bersih pada tahun 2031
adalah 87.71% (Bappeda Kota Bogor 2011). Ketersediaan sumber air dalam
memenuhi kebutuhan semakin terbatas. Kapasitas penyadapan air baku di intake
dan kapasitas instalasi pengolahan air mempunyai ambang batas tertentu.
Sementara jumlah penduduk semakin meningkat dan kebutuhan air minum terus
meningkat. Untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan air minum Kota Bogor,
dan kapasitas pelayanan air minum maka perlu dilakukan analisis estimasi
kebutuhan dan ketersediaan air masa yang akan datang agar kebutuhan penduduk
dapat terpenuhi.
Penyediaan air minum 20 tahun yang akan datang (tahun 2031) dianalisis
secara spasial untuk mengetahui wilayah yang penduduknya dilayani PDAM dan
non PDAM. Analisis spasial dilakukan dengan analisis pemetaan pelayanan air
minum PDAM dan simulasi hidrolika pelayanan perpipaan PDAM untuk melihat
kemampuan kapasitas infrastruktur yang ada. Selanjutnya dilakukan analisis
persepsi masyarakat yang pemenuhan kebutuhan air minumnya berasal dari non
PDAM, untuk mengetahui sistem pelayanan yang paling tepat dan cocok dalam
pemenuhan kebutuhan air minum masyarakat tersebut.
Rencana penyediaan air minum PDAM dan Non PDAM mengacu pada
RTRW Kota Bogor 2011-2031, Master Plan SPAM Kota Bogor Tahun 2008, dan
Review Rencana Induk SPAM Kota Bogor Tahun 2011. Berbagai rencana yang
disusun untuk memenuhi kebutuhan air minum hingga tahun 2031 perlu
ditentukan prioritas arahan yang tepat sasaran dengan menghimpun pendapatpendapat stakeholders. Analisis Hirarki Proses (AHP) digunakan untuk
mendukung proses pengambilan keputusan dengan pilihan terbaik dari beberapa
alternatif rencana dan arahan pengembangan SPAM Kota Bogor. Rencana dan
arahan pengembangan SPAM prioritas akan menjadi masukan untuk review
rencana tata ruang wilayah khususnya dalam rencana struktur ruang, rencana
sistem jaringan air minum. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 3.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan objek Kota Bogor yang terletak dianta