Reduksi Kebisingan Akibat Lalu Lintas Menggunakan Pagar dan Dinding dari Material Lokal.

REDUKSI KEBISINGAN AKIBAT LALU LINTAS
MENGGUNAKAN PAGAR DAN DINDING DARI MATERIAL
LOKAL

RAKHMA PERMATA SETYORINI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Reduksi Kebisingan
Akibat Lalu Lintas Menggunakan Pagar dan Dinding dari Material Lokal adalah
benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015
Rakhma Permata Setyorini
F44110046

ABSTRAK
RAKHMA PERMATA SETYORINI. Reduksi Kebisingan Akibat Lalu Lintas
Menggunakan Pagar dan Dinding dari Material Lokal. Dibimbing oleh ARIEF
SABDO YUWONO.
Peningkatan jumlah kendaraan bermotor tidak hanya berimplikasi terhadap
penurunan kualitas udara ambien. melainkan juga berpengaruh terhadap kebisingan
lingkungan. Berdasarkan Kep-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan,
dinyatakan kebisingan dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi manusia dan
kenyamanan lingkungan. Oleh sebab itu, diperlukan berbagai upaya mitigasi atau
pengendalian. Tujuan penelitian ini yaitu mengidentifikasi jenis dan karakteristik
dinding dari material lokal sebagai penghambat bising dan menganalisis penurunan
kebisingan akibat material peredam bising menggunakan pagar dan dinding dari
material lokal tersebut. Material lokal yang digunakan meliputi bambu petung dan
kayu sengon dengan dimensi panjang 80 cm, tinggi 96 cm, dan tebal 2 cm. Percobaan

reduksi bising dilakukan juga menggunakan vegetasi beluntas (Pluchea indica Less),
kembang sepatu (Hibiscus rosa sinensis L), teh-tehan (Acalypha siamensis),
mangkokan (Nothopanax scutellarium), pucuk merah (Syzigiu oleina), keji beling
(Stachytarpheta mutabilis), kembang puring (Codiaeum variegatum L.), dan bambubambuan (Bambusa vulgaris). Sumber bunyi dalam simulasi ini yaitu mesin
pencampur (blender) yang diletakkan pada jarak 0.5 m di depan pagar, sedangkan
sound level meter diletakan di belakang pagar pada jarak 2 m, 4 m, dan 6 m dari
pagar. Berdasarkan hasil, reduksi bising terbesar di berbagai jarak yaitu pagar bambu
model A sebesar 12.7 dBA. 16.8 dBA. dan 19.6 dBA, sedangkan kayu model A yaitu
12.6 dBA, 17.8 dBA, dan 20.3 dBA. Kemampuan masing-masing jenis vegetasi
dalam mereduksi bising berbeda-beda. Kembang sepatu mereduksi 31.3 dBA, tehtehan 23.7 dBA, mangkokan 27.1 dBA, beluntas 30.1 dBA, pucuk merah 24 dBA,
kembang puring 29.8 dBA, keji beling 27 dBA, dan bambu-bambuan 27.1 dBA.
Peredam bising efektif terdapat pada material yang memiliki kerapatan tinggi dan
variasi jarak terjauh. Tanaman kembang sepatu (Hibiscus rosa sinensis L) merupakan
vegetasi yang efektif dalam mereduksi bising yaitu sekitar 25.7 dBA–36 dBA.
Kata kunci: barrier, bunyi, kebisingan, kendaraan, pagar.

ABSTRACT
RAKHMA PERMATA SETYORINI. Traffic Noise Reduction Using The Fences and
Walls of Local Material. Supervised by ARIEF SABDO YUWONO.
The increasing amount of vehicles implies not only on ambient air quality

deterioration but also on increase of environmental noise. Based on Kep48/MENLH/11/1996, noise caused an illness and make uncomfortable on the

environment. Therefore, it is necessary to mitigate and control the noise level. The
purpose of this research was to identify the characteristic of local material and to
analyze its noise reduction. The experiment was carried out using local materials such
as bamboo and timber, with a dimension of 80 cm x 96 cm x 2 cm. Noise reduction
experiment was carried out using local vegetation such as Pluchea indica L., Hibiscus
rosa sinensis L., Acalypha siamensis, Nothopanax scutellarium, Syzigiu oleina,
Stachytarpheta mutabilis, Codiaeum variegatum L., and Bambusa vulgaris. The noise
source was a blender. Noise levels were measured on fourpoints at noise source and
the behind the fence at distance of 2 m, 4 m, and 6 m. Result of the experiment
showed that noise reduction by bamboo, the fence model A reduced 12.7 dBA, 16.8
dBA, and 19.6 dBA at those distances. Using the same model, noise reductions by
timber were 12.6 dBA, 17.8 dBA, and 20.3 dBA, respectively. Noise reduction varies
by vegetation, Hibiscus rosa sinensis L. could reduced 31.3 dBA, Acalypha siamensis
reduced 23.7 dBA, Nothopanax scutellarium reduced 27.1 dBA, Pluchea indica
reduced L 30.1 dBA, Syzigiu oleina reduced 24 dBA, Codiaeum variegatum L.
reduced 29.8 dBA, Stachytarpheta mutabilis reduced 27 dBA, and Bambusa vulgaris
reduced 27.1 dBA. Effective noise reducer was found in material which has higher
density, Hibiscus rosa sinensis L. is the vegetation which perform effective noise

reduction up to 25.7 dBA-36 dBA.
Keywords: barrier, fence, noise, sound, vehicle.

REDUKSI KEBISINGAN AKIBAT LALU LINTAS
MENGGUNAKAN PAGAR DAN DINDING DARI MATERIAL
LOKAL

RAKHMA PERMATA SETYORINI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


Judul
Nama
NIM

: Reduksi Kebisingan Akibat Lalu Lintas Menggunakan Pagar dan
Dinding dari Material Lokal.
: Rakhma Permata Setyorini
: F44110046

Bogor, Juli 2015
Disetujui,
Pembimbing Akademik

Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc
NIP. 19660321 199003 1 012

Diketahui oleh

Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Reduksi Kebisingan
Akibat Lalu Lintas Menggunakan Pagar dari Material Lokal” ini dapat
diselesaikan.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc
selaku dosen pembimbing akademik atas waktu dan kesempatannya untuk
membimbing, mengarahkan, dan memotivasi dalam penyusunan proposal,
pelaksanaan penelitian, pembuatan makalah, hingga penyusunan skripsi.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda Eko Purwanto, S.E
dan ibunda Asih Prihatini, S.E., S.Pd, serta kakak dan adik, Nindya Mutiara dan
Muhammad Dzaky yang selalu memberikan semangat, dukungan, motivasi, dan
doa dalam penelitian dan penyusunan skripsi. Disamping itu, penulis ucapkan
terima kasih pula kepada:
1. Mang Handi, dalam proses pembuatan konstruksi pagar dan dalam
proses pengambilan data di Kelurahan Margajaya.

2. Ibu Ety Herwaty Dipl. Kim, sebagai pembimbing di Laboratorium
Kualitas Udara untuk peminjaman alat dan masukannya dalam
mekanisme pengukuran SLM.
3. Para sahabat Audri, Selinda, Sarah, dan Dias, serta Agha dan Tian yang
telah memberikan semangat dan motivasi kedepannya.
4. Teman-teman satu bimbingan yaitu Mega Puspita, Claudia Munthe,
Aulia Rahma, Febri Mulyani, dan Hafiz Adilla yang memberikan
motivasi, dukungan dan masukannya.
5. Nana, Sisca, Risda, Octa, Ulya, Briza, Citra, Uci, Auzizah, Eva, Gita,
Mangga, Tiwi, Ardila, Jundi, Agy, Aad, Ryan, Mora, Fachru, Alif, Arief,
Rhefa, Masul, Haris, Cahyo, Giovani, Rheza, Subki, dan Agung, serta
seluruh teman-teman SIL 48 yang tidak dapat disebutkan satu per satu,
terima kasih atas bantuan dalam pengukuran di lapangan, semangat,
motivasi, serta doa.
6. Kak Icut, Yuana, Teh Ica, dan kerabat Yaminers sebagai kerabat
pendukung di area kosan.
Karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, tetapi diharapkan karya Ilmiah
ini tetap bermanfaat bagi akademisi dan bagi pembaca.

Bogor, Juli 2015

Rakhma Permata Setyorini

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Prosedur Penelitian
Teknik Pengukuran
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Tingkat Kebisingan dengan Bambu Petung dan Kayu Sengon
Analisis Tingkat Kebisingan dengan Berbagai Vegetasi
Analisis Tingkat Kebisingan dengan Kombinasi Bambu dan Kayu
dengan Tanaman Beluntas (Pluchea indica L.)
Analisis Tingkat Kebisingan dengan Kombinasi Bambu dan Kayu dengan

Kembang Sepatu (Hibiscus rosa sinensis L.)
Analisis Tingkat Kebisingan dengan Kombinasi Bambu dan Kayu dengan
Teh-tehan (Acalypha siamensis)
Analisis Tingkat Kebisingan dengan Kombinasi Bambu dan Kayu dengan
Kembang Puring (Codiaeum variegatum L.)
Analisis Tingkat Kebisingan dengan Kombinasi Bambu dan Kayu dengan
Bambu-bambuan (Bambusa vulgaris)
Analisis Tingkat Kebisingan dengan Kombinasi Bambu dan Kayu dengan
Keji Beling (Stachytarpheta mutabilis)
Analisis Tingkat Kebisingan dengan Kombinasi Bambu dan Kayu
dengan Mangkokan (Nothopanax scutellarium)
Analisis Tingkat Kebisingan dengan Kombinasi Bambu dan Kayu dengan
Pucuk Merah (Syzigiu oleina)
SIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

1

1
2
2
2
2
3
3
3
3
5
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

15
16
16
17
19
35

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir metode penelitian
4
2 Sketsa mekanisme pengukuran simulasi kebisingan
5
3 Korelasi antara tingkat kebisingan dan jarak pada material bambu (a)
dan pada material kayu (b)
6
4 Korelasi antara tingkat kebisingan dan jarak pada berbagai vegetasi
7
5 Korelasi antara tingkat kebisingan dan jarak pada kombinasi bambu
dengan beluntas (a) dan pada kombinasi kayu dengan beluntas (b)
8
6 Korelasi antara tingkat kebisingan dan jarak pada kombinasi bambu
dengan kembang sepatu (a) dan kombinasi kayu dengan kembang sepatu (b) 9
7 Korelasi antara tingkat kebisingan dan jarak pada kombinasi bambu
dengan teh-tehan (a) dan pada kombinasi kayu dengan teh-tehan (b)
10
8 Korelasi antara tingkat kebisingan dan jarak pada kombinasi bambu dengan
kembang puring (a) dan kombinasi kayu dengan kembang puring (b)
11
9 Korelasi antara tingkat kebisingan dan jarak pada kombinasi bambu
dan bambu-bambuan (a) dan kombinasi kayu dengan bambu-bambuan (b) 12
10 Korelasi antara tingkat kebisingan dan jarak pada kombinasi bambu
dengan keji beling (a) dan pada kombinasi kayu dengan keji beling (b)
13
11 Korelasi antara tingkat kebisingan dan jarak pada kombinasi bambu
dengan mangkokan (a) dan pada kombinasi kayu dengan mangkokan (b) 14
12 Korelasi antara tingkat kebisingan dan jarak pada kombinasi bambu
dengan pucuk merah (a) dan pada kombinasi kayu dengan pucuk merah (b) 14

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Desain konstruksi pagar material lokal dengan berbagai model
20
Dokumentasi berbagai vegetasi dengan kerimbunan tanaman
22
Volume kerimbunan sesuai kanopi (Kementrian Pekerjaan Umum 2005)
24
Data hasil reduksi bising dengan material bambu dan kayu terhadap jarak 25
Data hasil reduksi bising dengan kombinasi beluntas dengan bambu dan
kayu terhadap jarak
26
6 Data hasil reduksi bising pada kombinasi kembang sepatu dengan bambu
dan kayu terhadap jarak
27
7 Data hasil reduksi bising pada kombinasi teh-tehan dengan bambu dan kayu
terhadap jarak
28
8 Data hasil reduksi bising pada kombinasi bunga puring dengan bambu
dan kayu terhadap jarak
29
9 Data hasil reduksi bising pada kombinasi pucuk merah dengan bambu
dan kayu terhadap jarak
30
10 Data hasil reduksi bising pada kombinasi mangkokan dengan bambu
dan kayu terhadap jarak
31
11 Data hasil reduksi bising pada kombinasi keji beling dengan bambu
dan kayu terhadap jarak
32
12 Data hasil reduksi bising pada kombinasi bambu-bambuan dengan bambu

dan kayu terhadap jarak
13 Kombinasi pagar material lokal dengan vegetasi

33
34

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kompleksitas kehidupan manusia menyebabkan polusi suara berlebih yang
menjadi keluhan masyarakat di perumahan terutama daerah perkotaan.
Peningkatan volume kendaraan bermotor tidak hanya berimplikasi terhadap
penurunan kualitas udara ambien, melainkan juga berpengaruh terhadap
kebisingan lingkungan yang bersumber dari mesin dan bunyi klakson. Suara
kendaraan bermotor dipengaruhi pula oleh jenis bahan bakar, sistem pembuangan,
karburator, jenis ban, dan vibrasi badan kendaraan. Dengan demikian, dampak
tersebut akan membawa efek domino terhadap manusia disekitar lingkungan
dalam segi kesehatan pendengaran, psikologis, dan emosional.
Berdasarkan Kep-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan,
kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam
tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia
dan kenyamanan lingkungan. Oleh karena itu, kebisingan perlu dikelola dengan
baku tingkat kebisingan berdasarkan peruntukan kawasan dan lingkungan
kegiatan. Pada dasarnya, intensitas kebisingan yang melebihi ambang batas akan
menyebabkan gangguan atau kerusakan pada telinga baik bersifat sementara
ataupun permanen setelah terpapar untuk jangka waktu tertentu tanpa proteksi
yang memadai (Wulandari 2010). Kebisingan lalu lintas tidak hanya dipengaruhi
oleh volume lalu lintas. tetapi juga dipengaruhi oleh keberadaan penghalang alami
atau buatan seperti pepohonan, konstruksi bangunan, dan perbedaan jarak
terhadap sumber.
Oleh sebab itu, diperlukan berbagai upaya mitigasi atau pengendalian
kebisingan guna mereduksi polusi suara. Tujuan mitigasi yaitu supaya efek bising
tidak terpapar langsung pada indra pendengaran dan dapat memberikan efek
pantulan, penyerapan atau redaman suara. Upaya penanganan sumber bising dapat
dilakukan dengan pengaturan lalu lintas, pembatasan kendaraan berat, pengaturan
kecepatan, perbaikan kelandaian jalan, dan pemilihan material jalan. Pada jalur
perambatan, kebisingan dapat dikendalikan dengan pemasangan peredam bising
alami dan buatan. Bangunan peredam bising merupakan elemen antar jaringan
jalan untuk mereduksi tingkat bising (Mohan et al. 2002). Efektifitas redaman
bising dapat dilakukan dengan pembuatan barrier pada sumber bising di daerah
padat lalu lintas seperti jalan raya (Shukla 2011). Dalam ruang terbuka, penerima
bunyi akan menerima gelombang bunyi melalui empat cara yaitu secara langsung
(tanpa penghalang), terpantulkan (reflected), transmisi melalui media
(transmitted), dan terbelokkan (diffracted) (Kusuma et al. 2003).
Pagar merupakan elemen pendukung dalam segi keamanan bangunan.
Pemanfaatan material pagar tersebut dapat juga dijadikan sarana efektif dalam
upaya peredaman bising. Bahan pagar dapat berupa material lokal seperti kayu
atau bambu, besi, baja, alumunium, dan lainnya. Bambu dan kayu merupakan
jenis material lokal yang dapat digunakan sebagai inovasi peredam bising dengan
karakter ekomaterial dan ramah lingkungan. Disamping itu, vegetasi yang
menyerupai pagar dapat pula berfungsi sebagai filter debu, suara, dan bau.
Perpaduan material alami dan lokal tersebut dapat dijadikan salah satu kombinasi

2
dalam upaya reduksi bising, serta keunikan dalam estetika lingkungan. Penelitian
ini dilakukan untuk mengupayakan reduksi kebisingan dengan pemanfaatan
konstruksi pagar material lokal dan vegetasi tanaman pagar, serta kombinasi
material tersebut.

Perumusan Masalah
Penelitian ini dilakukan sebagai inovasi berupa rancangan pagar dan
dinding material lokal untuk mereduksi bising akibat kendaraan bermotor. Pada
penelitian ini permasalahan yang akan dibahas meliputi:
1. Kuantitas ambang kebisingan yang disebabkan oleh sumber bunyi pada
peruntukan kawasan dan lingkungan kegiatan.
2. Jenis dan material yang dapat digunakan sebagai penyerap atau penghambat
bising.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengukur tingkat kebisingan, baik di sumber, maupun penerima.
2. Menganalis penurunan kebisingan efektif akibat material peredam bising.
3. Mengidentifikasi karakteristik material lokal dan vegetasi yang efektif dalam
reduksi bising.

Manfaat Penelitian
Manfaat hasil penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi mengenai potensi penurunan kebisingan dengan
memanfaatkan material lokal konstruksi pagar kayu atau bambu, vegetasi,
serta kombinasi keduanya.
2. Menjadi dasar pengelolaan dampak kebisingan melalui teknik pengendalian
untuk mereduksi bising dengan konstruksi pagar dari material lokal dan
vegetasi.
3. Sebagai dasar rekomendasi bagi rekayasa peredaman bising dalam
pengendalian dampak kebisingan di permukiman atau tempat aktivitas lainnya.
4. Dapat dijadikan acuan pemanfaatan material yang baik dan ramah lingkungan
untuk meredam bising.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian dideskripsikan secara singkat sebagai
berikut:
1. Penelitian ini dilakukan sebagai upaya reduksi kebisingan dengan rancangan
konstruksi pagar dari material lokal kayu dan bambu, serta vegetasi. dan
kombinasi keduanya.

3
2. Penelitian ini mencakup jenis dan karakteristik material konstruksi pagar dari
kayu dan bambu, serta vegetasi dalam penurunan tingkat kebisingan.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan, yaitu bulan Maret hingga Mei
2015. Lokasi penelitian dilakukan di Kelurahan Margajaya, Kec. Bogor Barat,
Kota Bogor, serta lingkungan kampus Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor,
Jawa Barat.

Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sound Level
Meter [Model SL-4001], penghitung waktu (stopwatch), pita ukur, gergaji,
material lokal pagar [kayu sengon dan bambu petung dengan dimensi P = 80 cm;
L = 2 cm; T = 96 cm ], terowongan (tunnel) [dimensi P = 7.6 m; L = 0.80 m; T =
2.4 m], mesin pencampur (blender) [tipe BL-101 PL], tanaman pagar Beluntas
(Pluchea indica Less) [80 cm x 60 cm x 90 cm], Kembang sepatu (hibiscus rosa
sinensis L) [80 cm x 60 cm x 90 cm], Teh-tehan (Acalypha siamensis) [80 cm x
40 cm x 77 cm], Mangkokan (Nothopanax scutellarium) [80 cm x 100 cm x 190
cm], Pucuk merah (Syzigiu oleina) [80 cm x 140 cm x 185 cm], Keji beling
(Stachytarpheta mutabilis) [80 cm x 105 cm x 110 cm], Kembang puring
(Codiaeum variegatum L.) [80 cm x 90 cm x 200 cm], Bambu-bambuan
(Bambusa vulgaris) [80 cm x 150 cm x 175 cm]. Dokumentasi vegetasi tersebut
disajikan pada lampiran 2.

Prosedur Penelitian
Penelitian pengukuran tingkat kebisingan dari material lokal merupakan
simulasi dalam penentuan efektivitas reduksi bising terhadap konstruksi pagar dan
vegetasi. Material lokal yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bambu
petung dan kayu sengon dengan dimensi panjang 80 cm, tebal 2 cm, dan tinggi 96
cm. Material tersebut dibuat dengan model bervariasi menyerupai konstruksi
pagar sesuai pemakaian di Indonesia. Simulasi pengukuran penurunan kebisingan
dilakukan pula terhadap jenis-jenis tanaman pagar seperti Beluntas (Pluchea
indica less), Kembang sepatu (hibiscus rosa sinensis L.), Teh-tehan (Acalypha
siamensis), Mangkokan (Nothopanax scutellarium), Pucuk merah (Syzigiu oleina),
Keji beling (Stachytarpheta mutabilis), Kembang puring (Codiaeum variegatum
L.), dan Bambu-bambuan (Bambusa vulgaris). Berdasarkan Pedoman Mitigasi
Kebisingan PU (2005), pengukuran volume kerimbunan vegetasi dapat dihitung
dan disesuaikan dengan bentuk kanopi (lampiran3). Sumber bunyi dalam
simulasi ini yaitu mesin pencampur (blender) yang diletakkan pada jarak 0.5 m di
depan pagar, sedangkan sound level meter diletakkan dibelakang pagar pada jarak

4
2 m, 4 m, dan 6 m dari pagar. Pada area sumber bunyi juga diletakkan alat sound
level meter supaya dapat diketahui selisih tingkat kebisingan terhadap sumber.
Metoda pengukuran dilakukan sesuai SNI 7231: 2009 tentang Metoda
Pengukuran Intensitas Kebisingan di Tempat Kerja. Diagram alir metode
penelitian disajikan pada gambar 1.
Mulai

Ide Penelitian
Studi Literatur

Persiapan alat, material lokal
bambu dan kayu, serta
penelusuran lokasi vegetasi

Penyusunan desain
material lokal:
- Bambu petung
- Kayu sengon

Pengukuran dimensi
vegetasi sebagai barrier
dan volume kerimbunan
vegetasi

Pengukuran kebisingan
(SNI 7231:2009 dan KEP48/MENLH/11/1996)

Pengolahan data

Hasil:
Analisis penurunan bising dari
material lokal dan material efektif
reduksi bising

Selesai

Gambar 1 Diagram alir metode penelitian

5
Teknik Pengukuran
Pengukuran dilakukan selama 10 menit dan pembacaan setiap 5 detik
sesuai KEP-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. Pengukuran
dilakukan secara simultan atau bersama-sama di empat titik tersebut dan
dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali supaya didapatkan nilai rata-rata.
Tingkat kebisingan dalam rentang waktu 10 menit dapat dihitung dengan
persamaan 1 dan 2.
. �
. �
. �
Leq (1 menit) = 10 log [
. ]
.....…….(1)
+ ...+
+

Leq (10 menit) = 10 log [
Keterangan:
Leq

L1
LI

. ��

+

. ���
+

...+

. ��

]

………...(2)

: Equivalent Continuous Noise Level, atau tingkat kebisingan
fluktuatif selama waktu tertentu dan setara dengan tingkat
kebisingan selang waktu yang sama (dBA)
: Perhitungan tingkat kebisingan detik ke-5 pada menit ke-1
: Perhitungan tingkat kebisingan Leq pada menit ke-1

Hasil reduksi kebisingan dapat dihitung dengan persamaan 3.
�� = �� − �� ……………………………………………………………....(3)
Keterangan:
Lp1
: tingkat kebisingan pada ruang sumber (dBA)
Lp2
: tingkat kebisingan pada ruang penerima (dBA)
Mekanisme pengukuran dalam simulasi kebisingan dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2 Sketsa mekanisme pengukuran simulasi kebisingan

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Tingkat Kebisingan dengan Material Bambu dan Kayu Sengon
Pemanfaatan pagar material lokal bambu dan kayu dibedakan dengan model
A, B, C, dan D. Model tersebut diklasifikasikan berdasarkan kerapatannya dengan
dimensi sama. Pagar model A disusun rapat dan tertumpuk, model B rapat sejajar,
model C berongga 27 cm, dan model D berongga 29 cm. Desain tersebut dapat

6

A
B
C
D

90
-0.035x

y = 84e
R² = 0.9522

85
80
75
70
65
0

Pagar

2

4
Jarak (m)

(a)

6

Tingkat Kebisingan (dBA)

Tingkat Kebisingan (dBA)

dilihat pada lampiran 1. Pengukuran dan simulasi dalam rekayasa kebisingan
dilakukan di dalam tunnel agar kondisi lingkungan dapat lebih terkontrol.
Berdasarkan karakteristiknya, bambu petung (Dendrocalamus asper) mempunyai
diameter sekitar 8-20 cm dan ketebalan sebesar 1-3 cm. Sifat fisis terpenting
dalam komposisi kayu yaitu kadar air, kerapatan, dan berat jenis (Haygreen et al.
2003).
Berdasarkan penelitian Oka (2005), rata-rata kadar air bambu petung adalah
12.63% dengan kerapatan 0.818 gr/cm3 dan berat jenis sekitar 0.58-0.73. Sengon
(Paraserianthes falcataria L Nielsen) memiliki berat jenis 0.33 dan tergolong
dalam kayu kelas kuat dan kelas awet IV, dengan kadar air sekitar 12%, serta
kerapatan 0.24-0.49 gr/cm3 (Pandit et al. 2011). Berdasarkan pengukuran pada
tunnel, rata-rata reduksi kebisingan di berbagai jarak pada pagar bambu model A,
B, C, dan D yaitu 16.4 dBA, 16.1 dBA, 14.4 dBA, dan 14 dBA. Pada gambar 3
disajikan korelasi tingkat kebisingan terhadap jarak pada material bambu dan
kayu.
95

A
B
C
D

-0.021x

y = 89e
R² = 0.9401

90
85
80
75
70
65
60

0 Pagar 2

4
Jarak (m)

6

(b)

Gambar 3 Korelasi antara tingkat kebisingan dan jarak pada material
bambu (a) dan pada material kayu (b)
Bambu model D merupakan model terbaik yang dipilih karena memiliki
nilai koefisien determinasi (R2) terbesar mendekati 1, yaitu
=
2
− .


dengan R = 0.9522. Sementara, rata-rata reduksi pagar kayu model A,
B, C, dan D adalah 16.9 dBA, 16.3 dBA, 13.6 dBA, dan 9.5 dBA. Kayu model D
merupakan persamaan terbaik karena memiliki nilai koefisien determinasi (R2)
terbesar mendekati 1, yaitu = � − . � dengan R2 = 0.9401. Rata-rata reduksi
merupakan nilai hasil rata-rata reduksi pada material di berbagai jarak.
Interval reduksi kebisingan berbeda-beda untuk setiap model. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan tingkat kerapatan material yang berakibat pada
fluktuasi intensitas bunyi. Reduksi bising terhadap material bambu lebih besar
daripada kayu, karena kelembaban bambu lebih tinggi sehingga terjadi
kemungkinan kadar air bambu lebih tinggi. Semakin besar kadar air di dalam kayu
maka potensi absorpsi suara dalam reduksi bising akan semakin baik (Manuhuwa
2013).
Hasil reduksi bising merupakan selisih tingkat pengukuran bising antara di
depan dan di belakang barrier. Variasi jarak juga mempengaruhi penurunan

7
kebisingan terhadap material peredam bising. Semakin jauh jarak terhadap sumber
bunyi. maka tingkat kebisingannya akan semakin kecil (Leq sumber bunyi > Leq
2m > Leq 4m > Leq 6m). Untuk mengurangi intensitas kebisingan dapat
dilakukan dengan cara menjauhkan jarak terhadap sumber (Firman 2004).
Analisis Tingkat Kebisingan Antara Vegetasi

Tingkat Kebisingan (dBA)

Selain menyerap debu, vegetasi yang terdiri dari akar, batang, dan daun
dapat berpengaruh terhadap reduksi bising dengan kelebatan, volume daun, dan
ketebalan tajuk tertentu (Karlinasari et al. 2011). Vegetasi dapat mereduksi
kebisingan, memodifikasi iklim mikro, menyerap partikel debu dari udara, dan
meningkatkan nilai estetika (Joshi et al. 2008). Tanaman dapat berperan untuk
pengendalian kebisingan karena dapat menyerap dan memencarkan energi bunyi.
Hubungan antara tingkat kebisingan dan jarak pada berbagai vegetasi dapat dilihat
pada gambar 4.
95
90
85
80
75
70
65
60
55
50

-0.065x

y = 79e
R² = 0.8788

0 Vegetasi

2

4
Jarak (m)

6

Gambar 4 Korelasi antara tingkat kebisingan dan jarak pada berbagai vegetasi
Hasil pengukuran menunjukkan, kemampuan vegetasi dalam mereduksi
bising berbeda-beda. Kembang sepatu mereduksi 31.3 dBA, teh-tehan 23.7 dBA,
mangkokan 27.1 dBA, beluntas 30.1 dBA, pucuk merah 24 dBA, kembang puring
29.8 dBA, keji beling 27 dBA, dan bambu-bambuan 27.1 dBA. Pucuk merah
mempunyai model persamaan terbaik karena nilai koefisien determinasi (R2)
terbesar mendekati 1, yaitu = � − . � dengan R2 = 0.8788. Sesuai
persamaan eksponensial, nilai x mempunyai hasil perpangkatan negatif sehingga
semakin besar nilai x maka nilai y akan semakin kecil.
Karakteristik tanaman pereduksi bising adalah tanaman yang berbentuk
pohon atau semak yang memiliki massa dan daun padat (Werdiningsih 2007).
Kembang sepatu merupakan vegetasi terbaik dalam reduksi bising karena tajuk
cenderung menutupi rongga sehingga kerapatannya lebih besar. Tanaman mampu
mereduksi kebisingan dengan baik apabila tingkat kerapatannya tinggi (Tyagi et
al. 2006). Kerapatan vegetasi dipengaruhi oleh massa daun yang padat pada
vegetasi tersebut. Tanaman pereduksi kebisingan yang efektif, dapat mengurangi
tingkat kebisingan 10-15 dBA (Kalansuriya et al. 2009). Daun tebal dan kaku
cenderung efektif mereduksi kebisingan daripada daun tipis dan lentur. Hal ini

8
disebabkan oleh pengaruh angin yang mengakibatkan gerakan daun dan posisi
daun berubah dan menjadi berongga sehingga bunyi lolos ke belakang pagar.
Analisis Tingkat Kebisingan dengan Kombinasi Pagar Bambu dan
Kayu dengan Tanaman Beluntas (Pluchea indica L.)

Tingkat Kebisingan (dBA)

90
85

A
B
C
D

-0.08x

80

y = 82e
R² = 0.8311

75
70
65
60
55
50
0

Pagar

Tingkat Kebisingan (dBA)

Alternatif pengendalian kebisingan dapat dilakukan berupa kombinasi
material lokal dengan vegetasi. Hal tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan
reduksi bising dan menambah nilai estetika lanskap. Hal ini juga dibuktikan
bahwa peredam bising dengan kombinasi menghasilkan rata-rata reduksi yang
lebih tinggi dibandingkan material lokal tanpa kombinasi. Berdasarkan hasil
pengukuran, rata-rata reduksi bising terhadap kombinasi pagar bambu A, B, C,
dan D berturut-turut adalah 33.6 dBA, 34.1 dBA, 31.9 dBA, dan 31.3 dBA. Pagar
model A merupakan model persamaan eksponensial terbaik yang bernilai paling
besar dan mendekati 1 yaitu = � − . � dan R2 = 0.8311. Pada gambar 5
disajikan hubungan antara tingkat kebisingan dan jarak pada kombinasi bambu
dan kayu dengan beluntas.
90
85
80

y = 82e
R² = 0.8599

75
70
65
60
55
50

2

4
Jarak (m)

6

A
B
C
D

-0.085x

0

Pagar

2

4
Jarak (m)

6

(b)
(a)
Gambar 5 Korelasi antara tingkat kebisingan dan jarak pada kombinasi
bambu dengan beluntas (a) dan pada kombinasi kayu dengan
beluntas (b)
Rata-rata reduksi bising pada kombinasi beluntas dengan kayu pada model
A, B, C, dan D berturut-turut yaitu 35.4 dBA, 35.4 dBA, 33.9 dBA, dan 34.5 dBA.
Kombinasi kayu model D memiliki persamaan persamaan = � − . � dan R2
= 0.8599. Berdasarkan analisis, kerimbunan vegetasi beluntas mencapai 0.43 m3.
Kerimbunan merupakan banyaknya jumlah tutupan atau kanopi dalam area tanam.
Material lokal model A memiliki kerapatan yang tinggi sehingga efektif dalam
mereduksi bising. Kombinasi pagar dan beluntas, menghasilkan nilai reduksi lebih
besar daripada tanpa kombinasi.
Pemaparan bising pada berbagai jarak juga mempengaruhi penurunan
intensitas bunyi. Hal ini disebabkan karena semakin jauh jarak dari sumber bunyi
dan pengaruh faktor lainnya seperti suhu, kecepatan angin, arah angin, jenis
permukaan bumi, dan jenis tanaman. Berdasarkan persamaan tersebut, korelasi

9
terjadi antara tingkat kebisingan dan jarak. Semakin besar jarak terhadap sumber
bunyi (x). semakin kecil tingkat kebisingan (y).

Analisis Tingkat Kebisingan dengan Kombinasi Pagar Bambu dan
Kayu dengan Kembang Sepatu (Hibiscus rosa sinensis L.)

95
90
85
80
75
70
65
60
55
50

90
A
B
C
D

y = 90e-0.09x
R² = 0.9408

Tingkat Kebisingan (dBA)

Tingkat Kebisingan (dBA)

Menurut Lusk (2002), karakteristik perambatan bunyi meliputi pemantulan
(refleksi), penyebaran (difusi), pembelokkan (difraksi), penyerapan (absorpsi),
dan penerusan (transmisi). Jika gelombang bunyi tersebut mengalami
pembelokkan dan penyebaran maka kemungkinan terjadi penyerapan suara oleh
objek-objek lain di lingkungan. Sementara itu, pemantulan bunyi terhadap barrier
akan menimbulkan peningkatan intensitas suara di sumber bunyi sehingga bunyi
akan terdengar lebih keras.
Berdasarkan pengukuran, rata-rata reduksi kebisingan pada kombinasi
kembang sepatu dan pagar bambu model A, B, C, dan D yaitu 36.2 dBA, 30.4
dBA, 35.8 dBA, dan 35.5 dBA, Bambu model C memiliki nilai koefisien
determinasi (R2) terbesar mendekati 1, yaitu = � − . � dengan R2 = 0.9408.
Hubungan tingkat kebisingan terhadap jarak pada kombinasi bambu dan kayu
dengan kembang sepatu dapat dilihat pada gambar 6.
85
80

A
B
C
D

-0.081x

y = 84e
R² = 0.9147

75
70
65
60
55
50

0 Pagar 2

4
Jarak (m)

6

0 Pagar 2

4
Jarak (m)

6

(a)
(b)
Gambar 6 Korelasi antara tingkat kebisingan dan jarak pada kombinasi
bambu dengan kembang sepatu (a) dan pada kombinasi kayu
dengan kembang sepatu (b)
Rata-rata reduksi bising pada kombinasi kembang sepatu dengan pagar kayu
model A, B, C, dan D berturut-turut yaitu 32.7 dBA, 31.8 dBA, 32.6 dBA, dan
31.8 dBA. Kayu model D merupakan model terbaik dengan persamaan =
� − . � dan R2 = 0.9147. Berdasarkan analisis, kerimbunan vegetasi kembang
sepatu adalah 0.43 m3. Walaupun demikian, kerimbunan tersebut tidak
berpengaruh terhadap besar reduksi kebisingan. Jika kerimbunan vegetasi besar
maka belum tentu pengaruh terhadap reduksi bising juga besar. Tetapi dalam
penelitian ini, vegetasi kembang sepatu mempunyai kelebatan daun yang besar
dan persentase rongga yang lebih sedikit.

10
Analisis Tingkat Kebisingan dengan Kombinasi Pagar Bambu dan
Kayu dengan Teh-tehan (Acalypha siamensis)
Pengendalian bunyi dipengaruhi oleh sumber bunyi, penerima, dan
peredam (reducer). Barrier atau penghalang dapat mengurangi tingkat bising
yang ditimbulkan oleh sumber. Keadaan demikian terjadi karena terjadi
pembelokkan yang lebih panjang akibat pantulan oleh barrier. Vegetasi
merupakan alternatif yang dapat dijadikan barrier alami dengan material
ekonomis dan ramah lingkungan. Intensitas kebisingan dipengaruhi oleh jarak,
serapan udara, arah angin, jenis vegetasi, dan kerapatan tanaman (Subramani et al.
2012). Berdasarkan analisa, vegetasi teh-tehan memiliki volume kerimbunan 0.24
m3. Volume kerimbunan disesuaikan dengan kanopi tajuk yang berbentuk balok.
Kerimbunan relatif lebih kecil, sebab lebar dan tinggi tanaman yang relatif kecil
daripada vegetasi lainnya.
Hasil pengukuran menunjukkan rata-rata reduksi bising di berbagai jarak
terhadap kombinasi teh-tehan dan bambu A, B, C, dan D berturut-turut yaitu 26.3
dBA, 24.3 dBA, 24.2 dBA, dan 24.4 dBA. Model A merupakan koefisien
determinasi (R2) mendekati 1 yaitu yaitu R2 = 0.8538 dengan persamaan =
� − . � . Rata-rata reduksi bising pada kombinasi teh-tehan dengan pagar kayu
model A, B, C, dan D berturut-turut yaitu 24.4 dBA, 24.3 dBA, 23.7 dBA, dan
23.7 dBA. Kombinasi pagar kayu model C memiliki persamaan
=
� − . � dan R2 = 0.9408. Semakin jauh jarak pemaparan suara (x) terhadap
sumber maka tingkat kebisingan akan semakin kecil sehingga reduksi bising
semakin besar. Korelasi kombinasi kayu dan bambu dengan teh-tehan disajikan
pada gambar 7.
90

85

Tingkat Kebisingan (dBA)

Tingkat Kebisingan (dBA)

90
80
y = 79-0.065x
R² = 0.8538

75
70
65
60
55
50
0 Pagar 2

4
Jarak (m)

(a)

6

85

A
B
C
D

80
y = 90e-0.089x
R² = 0.9408

75
70
65
60
55
0 Pagar 2

4
Jarak (m)

6

(b)

Gambar 7 Korelasi antara tingkat kebisingan dan jarak pada kombinasi
bambu dengan teh-tehan (a) dan pada kombinasi kayu dengan
teh-tehan (b)
Dalam penelitian ini, teh-tehan mempunyai nilai reduksi bising terkecil
dibandingkan vegetasi lainnya. Hal ini disebabkan karena permukaan teh-tehan
didominasi oleh batang halus dan dimensi daun yang relatif kecil sehingga
cenderung berongga. Menurut Liesa (2001), semakin kecil bidang penahan maka
semakin besar kemungkinan suara lolos menembus ke belakang vegetasi.

11
Kerimbunan relatif kecil akibat dimensi tanaman yang lebih kecil juga
mempengaruhi tingkat reduksi bising yang semakin kecil. Penghalang vegetasi
dengan kerapatan tinggi, lebih efektif dalam mereduksi bising dibandingkan
penghalang dengan kerapatan rendah (Sujatno 2004).

Analisis Tingkat Kebisingan dengan Kombinasi Pagar Bambu dan
Kayu dengan Kembang Puring (Codiaeum variegatum L.)

90
85
80
75
70
65
60
55
50
45

A
B
C
D

y = 81e-0.087x
R² = 0.9468

0 Pagar 2

4
Jarak (m)

(a)

6

Tingkat Kebisingan (dBA)

Tingkat Kebisingan (dBA)

Berdasarkan Pedoman Mitigasi Kebisingan PU (2005), kombinasi tanaman
penutup tanah, perdu, dan pohon dapat dijadikan sebagai efek penghalang lebih
optimum. Hal ini dapat diinovasikan pula dengan material lokal kayu dan bambu
dengan ketebalan dan dimensi tertentu. Vegetasi dapat meredam suara dengan
cara absorpsi gelombang suara oleh daun, cabang, dan ranting. Tetapi jenis
tumbuhan yang paling efektif adalah tajuk tebal dan daun yang rindang.
Werdiningsih (2007) menyatakan bahwa dedaunan tanaman dapat menyerap
kebisingan hingga 95%. Berdasarkan hasil pengukuran, rata-rata reduksi bising
terhadap kombinasi kembang puring dan pagar bambu A, B, C, dan D berturutturut adalah 29.5 dBA, 29.3 dBA, 31.2 dBA, dan 29.1 dBA. Kombinasi model C
memiliki koefisien determinasi R2 = 0.9468 dengan persamaan = � − . � .
Rata-rata reduksi bising pada kombinasi kembang puring dengan pagar
kayu model A, B, C, dan D berturut-turut yaitu 32.3 dBA, 33.1 dBA, 29.9 dBA,
dan 26.9 dBA. Koefisien deterninasi (R2) Kombinasi pagar kayu model C yaitu R2
= 0.9187 = � − . � . Vegetasi kembang puring memiliki volume 2.80 m3 dan
tajuk cenderung lebih tinggi dan relatif sedikit kelebatannya. Tetapi permukaan
daun yang lebar mempengaruhi kerimbunan tanaman sehingga banyak rongga
yang tertutupi. Korelasi antara tingkat kebisingan dan jarak pada kombinasi
bambu dan kayu dengan kembang puring disajikan pada gambar 8.
90
85
80
75
70
65
60
55
50
45

A
B
C
D

y = 81e-0.08x
R² = 0.9187

0 Pagar 2

4
Jarak (m)

6

(b)

Gambar 8 Korelasi antara tingkat kebisingan dan jarak pada kombinasi
bambu dengan kembang puring (a) dan pada kombinasi kayu
dengan kembang puring (b)
Kembang puring termasuk ke dalam tanaman perdu tinggi. Tanaman perdu
tinggi memiliki ciri dengan kelebatan tanaman di permukaan atas sehingga

12
penyerapan bunyi akan lebih besar (Werdiningsih 2007). Dalam penelitian ini,
kerapatan pagar tidak berpengaruh terhadap besarnya reduksi bising. Hal ini
disebabkan karena waktu dan kondisi lingkungan yang berbeda-beda. Faktor
lingkungan yang mempengaruhi dalam pengukuran yaitu aktvitas manusia di
sekitar lokasi pengukuran, peningkatan suhu dan angin, serta perubahan arah
angin. Dalam hal ini, reduksi kebisingan hanya dipengaruhi oleh variasi jarak.

Analisis Tingkat Kebisingan dengan Kombinasi Pagar Bambu dan
Kayu dengan Bambu-bambuan (Bambusa vulgaris)
Pada dasarnya, barrier merupakan elemen bangunan vertikal dalam
peredam bising. Bunyi merambat dan tersebar, serta tertahan oleh barrier. Oleh
sebab itu, elemen vertikal lebih berpotensi dalam reduksi bising. Pada energi
gelombang yang lebih besar yang menimbulkan getaran, perambatan bunyi akan
berpengaruh terhadap elemen horizontal yaitu permukaan tanah.
Hasil pengukuran menunjukkan, rata-rata reduksi bising terhadap
kombinasi bambu-bambuan dan pagar bambu A, B, C, dan D berturut-turut adalah
29.3 dBA, 26.1 dBA, 27.1 dBA, dan 23.4 dBA. Persamaan pagar model D adalah
= � − . � dengan koefisien determinasi R2 = 0.8484. Rata-rata reduksi
kebisingan pada kombinasi bambu-bambuan dengan pagar kayu model A, B, C,
dan D yaitu 31.9 dBA, 29 dBA, 30.2 dBA, dan 31.2 dBA. Persamaan di bawah ini
merupakan hasil dari regresi pagar model B. Model terbaik tersebut dipilih karena
mempunyai nilai koefisien determinasi (R2) terbesar mendekati 1 yaitu =
� − . � dengan R2 = 0.8637. Pada gambar 9 disajikan korelasi antara tingkat
kebisingan dan jarak pada kombinasi bambu dan kayu dengan tanaman bambubambuan.
90
85

85
80
75

A
B
C
D

y = 81e-0.055x
R² = 0.8484

70
65
60
55
50

Tingkat Kebisingan (dBA)

Tingkat Kebisingan (dBA)

90

A
B
C
D

80
y = 81e-0.071x
R² = 0.8637

75
70
65
60
55
50

0 Pagar 2

4
Jarak (m)

(a)

6

0 Pagar 2

4
Jarak (m)

6

(b)

Gambar 9 Korelasi antara tingkat kebisingan dan jarak pada kombinasi
bambu dengan bambu-bambuan (a) dan pada kombinasi kayu
dengan bambu-bambuan (b)
Berdasarkan analisis, bambu-bambuan memiliki volume kerimbunan 5.86
m3. Pendekatan yang dilakukan dalam pengukuran kerimbunan yaitu volume

13
berbentuk silinder dengan diameter tajuk 206 cm dan tinggi 176 cm. Kanopi di
ujung tajuk bambu-bambuan relatif besar tetapi berongga. Hal ini disebabkan oleh
struktur daun yang panjang, ringan dan tipis sehingga tidak mendukung reduksi
bising yang signifikan. Secara vertikal, bunyi merambat melalui batang dan tajuk.
Tetapi, rongga pada daun mengakibatkan bunyi menembus ke belakang vegetasi.
Jika semakin berat dan tebal material maka kemampuan redamannya akan
semakin baik karena dapat menyerap gelombang bunyi melalui pori dibandingkan
material tipis dan ringan (Putri 2010).

Analisis Tingkat Kebisingan dengan Kombinasi Pagar Bambu dan Kayu
dengan Keji Beling (Stachytarpheta mutabilis)

90

90

85

85

80

A
B
C
D

-0.079x

75

y = 82e
R² = 0.8655

70
65
60
55
50
0 Pagar 2

4
Jarak (m)

6

Tingkat Kebisingan (dBA)

Tingkat Kebisingan (dBA)

Reduksi bising oleh vegetasi diklasifikasikan berdasarkan fungsinya yaitu
refleksi dan absorpsi. Refleksi lebih berperan dibanding absorpsi oleh vegetasi.
Pengaruh refleksi meningkat dengan adanya peningkatan kepadatan dan ukuran
daun. Keefektifan vegetasi dalam mereduksi bising dipengaruhi oleh bebagai
faktor diataranya volume kerimbunan, suhu, kecepatan angin, kerapatan daun, dan
lainnya. Peningkatan kecepatan angin dapat menimbulkan pembelokkan suara
sehingga terjadi pemencaran gelombang bunyi yang berakibat pada penurunan
intensitas bunyi karena suara terserap oleh medium lain di lingkungan. Korelasi
antara tingkat kebisingan dan jarak pada kombinasi bambu dan kayu dengan keji
beling disajikan pada gambar 10.

80
75
70

A
B
C
D

y = 82e-0.081x
R² = 0.8299

65
60
55
50
0 Pagar 2

4

6

Jarak (m)

(b)
(a)
Gambar 10 Korelasi antara tingkat kebisingan dan jarak pada kombinasi
bambu dengan keji beling (a) dan pada kombinasi kayu
dengan keji beling (b)
Berdasarkan hasil pengukuran, rata-rata reduksi bising terhadap kombinasi
keji beling dan pagar bambu A, B, C, dan D berturut-turut adalah 31.6 dBA, 32.1
dBA, 31.8 dBA, dan 32.3 dBA. Kombinasi keji beling dan bambu model D
memiliki persamaan = � − . � dengan R2 = 0.8655. Pada kombinasi kayu
dan keji beling, rata-rata reduksi pada model A, B, C, dan D berturut-turut adalah
35.7 dBA, 34.7 dBA, 34 dBA, dan 33.8 dBA. Kombinasi keji beling dan kayu

14
model C merupakan persamaan terbaik dengan nilai koefisien determinasi
mendekati 1, yaitu R2 = 0.8299 dengan persamaan = � − . � . Keji beling
memiliki volume kerimbunan 0.92 m3. Pendekatan yang dilakukan dalam
pengukuran kerimbunan keji beling yaitu volume berbentuk balok dengan panjang
80 cm, lebar 105 cm, dan tinggi 110 cm.
Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata reduksi pada kombinasi antara keji
beling dan berbagai model pagar kayu mencapai 34.6 dBA sedangkan, tanpa
kombinasi hanya 27 dBA. Hasil tersebut merupakan nilai reduksi terbesar
sehingga kombinasi kayu sengon dan keji beling merupakan salah satu alternatif
yang efektif untuk mereduksi bising. Kerimbunan vegetasi dipengaruhi oleh
semak daun yang menutupi rongga. Mekanisme reduksi bising dengan vegetasi
melibatkan struktur batang, cabang, ranting, dan daun dalam proses penyerapan
suara. Namun pada material lokal kayu atau bambu, reduksi bising diakibatkan
karena adanya penyerapan suara dipengaruhi oleh tingkat kerapatan, kadar air dan
berat.

Analisis Tingkat Kebisingan dengan Kombinasi Pagar Bambu dan
Kayu dengan Mangkokan (Nothopanax scutellarium)

90
85
80
75
70
65
60
55
50
45

90
A
B
C
D

y = 82e-0.091x
R² = 0.9039

0 Pagar 2

Tingkat Kebisingan (dBA)

Tingkat Kebisingan (dBA)

Sebagian besar reduksi bising dipengaruhi oleh variasi jarak. Semakin jauh
titik dari sumber, keefektifan reduksinya akan semakin besar. Penanaman
beberapa spesies dapat dijadikan subtitusi dalam kombinasi terhadap material
lokal. Semakin dekat jarak vegetasi ke sumber bising maka akan semakin efektif
dalam pemantulan dan absorpsi suara sehingga bising tereduksi. Sebaliknya, jika
jarak vegetasi semakin dekat terhadap penerima maka fungsi pereduksi akan
semakin tidak efektif sedangkan, apabila jarak vegetasi berada di tengah-tengah
antara sumber dan penerima maka akan lebih tidak efektif lagi dalam reduksi
bising. Dengan demikian, perletakan vegetasi dilakukan tepat di depan sumber
bunyi. Korelasi tingkat kebisingan dan jarak pada kombinasi bambu dan kayu
dengan mangkokan disajikan pada gambar 11.
85
80

A
B
C
D

y = 81e-0.084x
R² = 0.8923

75
70
65
60
55
50

4
Jarak (m)

(a)

6

0

Pagar 2

4

6

Jarak (m)

(b)

Gambar 11 Korelasi antara tingkat kebisingan dan jarak pada kombinasi
bambu dengan mangkokan (a) dan pada kombinasi kayu
dengan mangkokan (b)

15
Mangkokan memiliki volume kerimbunan yaitu 1.75 m3. Pendekatan yang
dilakukan dalam pengukuran kerimbunan yaitu volume berbentuk silinder dengan
diameter tajuk 108.5 cm dan tinggi 190 cm. Berdasarkan hasil pengukuran, ratarata reduksi bising terhadap kombinasi mangkokan dan pagar bambu A, B, C, dan
D berturut-turut adalah 34.8 dBA, 33.8 dBA, 34.7 dBA, dan 34.8 dBA. Persamaan
pada kombinasi mangkokan dan bambu D memiliki nilai koefisien determinasi
terbesar, yaitu = � − . � dengan R2 = 0.9039. Rata-rata reduksi bising
terhadap kombinasi mangkokan dan pagar kayu model A, B, C, dan D berturutturut yaitu 33 dBA, 32.7 dBA, 32.5 dBA, dan 32.7 dBA. Mangkokan dengan
kombinasi kayu model D memiliki persamaan = � − . � dan R2 = 0.8923.
Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata reduksi pada kombinasi mangkokan
dan berbagai model pagar bambu mencapai 34.5 dBA sedangkan, tanpa
kombinasi hanya 27.1 dBA. Hasil tersebut merupakan nilai reduksi terbesar
sehingga kombinasi bambu petung dan mangkokan merupakan salah satu
alternatif yang efektif untuk mereduksi bising. Walaupun kerimbunan volume
mangkokan cenderung kecil tetapi cukup efektif dalam reduksi bising. Hal ini
dipengaruhi oleh bentuk morfologi daun yang lebar dan tebal seperti mangkok
sehingga dapat menutupi pori dan meredam suara.

Analisis Tingkat Kebisingan dengan Kombinasi Pagar Bambu dan
Kayu dengan Pucuk Merah (Syzigiu oleina)

90

90

85

85

80

A
y = 80e-0.08x
R² = 0.8324

75
70

B
C
D

65
60
55
50

0 Pagar

Tingkat Kebisingan (dBA)

Tingkat Kebisingan (dBA)

Pada daerah terbuka, pengaruh angin dan suhu akan selalu ada. Hal
tersebut disebabkan oleh pertukaran panas antara tanah dan atmosfir yang
bergesekan dengan udara. Dengan demikian, kecepatan suara menjadi bervariasi
dan terjadi pembelokan gelombang suara. Korelasi tingkat kebisingan dan jarak
pada kombinasi bambu dan kayu dengan pucuk merah disajikan pada gambar 12.

80

4
Jarak (m)

(a)

6

y = 80e
R² = 0.8265

75
70

B
C
D

65
60
55
50

2

A
-0.068x

0 Pagar 2

4
Jarak (m)

6

(b)

Gambar 12 Korelasi antara tingkat kebisingan dan jarak pada kombinasi
bambu dengan pucuk merah (a) dan pada kombinasi kayu
dengan pucuk merah (b)

16
Berdasarkan hasil pengukuran, rata-rata reduksi bising terhadap kombinasi
pucuk merah dan pagar bambu A, B, C, dan D berturut-turut adalah 33.1 dBA,
32.5 dBA, 31.5 dBA, dan 31.8 dBA. Kombinasi pucuk merah dengan bambu
model D merupakan persamaan terbaik karena memiliki koefisien determinasi
terbesar yaitu = � − . � dan R2 = 0.8324. Rata-rata reduksi pada kombinasi
pucuk merah dengan pagar kayu model A, B, C, dan D berturut-turut yaitu 30.1
dBA, 30.3 dBA, 29 dBA, dan 29.2 dBA. Kombinasi pucuk merah dan kayu model
C memiliki koefisien determinasi (R2) 0.8265 dengan persamaan
= �− . �.
Berdasarkan analisis, pucuk merah memiliki volume kerimbunan yaitu 4.15 m3.
Pendekatan yang dilakukan dalam pengukuran kerimbunan yaitu volume
berbentuk silinder dengan diameter tajuk 169 cm dan tinggi 185 cm.
Suhu akan berpengaruh terhadap penyerapan suara dengan udara. Hal ini
disebabkan oleh semakin tinggi suhu molekul di udara akan meregang dan
menyebabkan penyebaran bunyi menjadi lebih cepat dan tersebar sehingga
kebisingan berkurang (Liesa 2001). Sebaliknya, pada suhu rendah udara menjadi
merapat dan menyebabkan penyebaran bunyi lebih lambat tetapi bunyi akan
terdengar lebih keras sehingga kebisingan meningkat. Namun pada penelitian ini,
parameter suhu dan kecepatan angin tidak turut serta dalam pengukuran. Dengan
pengaruh lingkungan, hal tersebut menyebabkan hasil reduksi yang teramati tidak
mempunyai perbedaan tingkat kebisingan yang signifikan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Simpulan yang dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tingkat kebisingan di sumber bunyi lebih besar dan bervariasi daripada di
penerima sehingga hasil reduksi bising berbeda-beda.
2. Material yang efektif dalam upaya penurunan kebisingan adalah bambu
petung mereduksi 15.2 dBA, kembang sepatu (Hibiscus rosa sinensis L.)
mereduksi 31.3 dBA, kombinasi bambu dan mangkokan (Nothopanax
scutellarium) mereduksi 34.5 dBA, serta kombinasi kayu dan keji beling
(Stachytarpheta mutabilis) mereduksi 34.6 dBA.
3. Material dengan kerapatan yang lebih besar berpengaruh terhadap reduksi
bising efektif. Semakin besar kerapatan material, semakin besar potensi
penurunan bising. Tingkat kebisingan dan jarak pengukuran berkorelasi
negatif terhadap reduksi kebisingan. Semakin jauh jarak pengukuran, semakin
kecil tingkat kebisingannya. Faktor lingkungan yang mempengaruhi reduksi
bising yaitu suhu, kecepatan angin, arah angin, dan karakteristik vegetasi.

Saran
Saran yang dapat disusun guna menyempurnakan penelitian ini adalah
sebagai berikut.

17
1. Perlu dilakukan penelitian dengan jarak yang lebih variatif.
2. Perlu dilakukan penelitian pada vegetasi yang lebih variatif dan konstruksi
dinding tembok.
3. Perlu dilakukan analisis vegetasi lebih dalam mengenai kerapatan, dan
kepadatan tajuk supaya lebih mendukung analisis reduksi bising.
4. Pengukuran sebaiknya dilakukan di dalam terowongan (tunnel) agar kondisi
terkontrol dari lingkungan sehingga hasilnya lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA
Fang C, Ling D. 2005. Guidance for noise reduction provided by tree belts.
Lanscape and Urban Plannung. 71: 21-34.
Firman E. 2004. Pengaruh pengkondisian udara, pencahayaan, dan pengendalian
kebisingan pada perancangan ruang dan bangunan. [skripsi]. Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
Jakovljevic B, Belojevic G, Pavnovic K, Stojanov V. 2006. Road traffic noise and
sleep disturbance in an urban population. Croatian Medical Journal. 47:
125-135.
Joshi P, Chauhan A. 2008. Performance of locally grown rice plants (Oryza sativa
L) exposed to air pollutants in a rapidly growing industrial area of
district hardiwar. Uttarakhand. India. Life Science Journal. 5(3): 41-45
Kalansuriya C, Pannila A, Sonnadara U. 2009. Effect of roadside vegetation on
the reduction of traffic noise levels. Journal of the Technical Sessions.
25: 1-6.
Karlinasari L, Hermawan D, Maddu A, Martiandi B. 2011. Sound absorption and
sound isolation characteristic of medium high density wood wool boards
from some tropical fast growing species. Journal of Science and
Technology of Forest Products. 4(1): 8-13.
Karlinasari L, Hermawan D, Maddu A, Martianto B, Lucky I, Nugroho N, Hadi
Y. 2012. Bamboo accoustical properties. BioResources. 7(4): 5700-5709.
Kurinobu S, Daryono P, Niem M. dan Mastune K. 2007. A provisional growth
model with a size- density relationship for a plantation of paraserianthes
falcataria derived from measurement taken over 2 years in Pare.
Indonesia. Journal of Forest Research. 12: 230-236.
Kusuma P, Sudibyakto, Galuh D. 2003. Analisis sifat akustik pagar pembatas
sebagai peredam bising kendaraan bermotor: salah satu alternatif
pengendali bising di kota Denpasar. Pusat Studi Lingkungan Hidup.
Manusia dan Lingkungan. 10(3): 105-110.
Liesa A. 2001. Peranan vegetasi dalam mereduksi kebisingan jalan raya. [skripsi].
Institut Pertanian Bogor.
Lugt P, Vogtländer J, Vegte J, Brezet J. 2012. Life cycle assessment and carbon
sequestration; the environmental impact ofindustrial bamboo products.
Proceedings 9th World Bamboo Congress, Antwerp, Belgium.
Lusk S. 2002. Preventing noise induced hearing loss. Nurs Clin N Am. 37: 257262.

18
Manuhuwa E. 2013. Kadar air dan berat jenis pada posisi aksial dan radial kayu
sukun. Jurnal Agroforestri. 2(1).
Mashuri. 2007. Penggunaan akustika luar ruang