Dynamic model of the Sustainable Management of Mangrove Ecosystems in Wulan Estuary Demak

MODEL DINAMIK PENGELOLAAN
EKOSISTEM MANGROVE YANG BERKELANJUTAN
DI MUARA SUNGAI WULAN DEMAK

SIDIQ PRANOTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Model Dinamik
Pengelolaan Ekosistem Mangrove yang Berkelanjutan di Muara Sungai Wulan
Demak adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013
Sidiq Pranoto
C252110241

RINGKASAN
SIDIQ PRANOTO. Model Dinamik Pengelolaan Ekosistem Mangrove yang
Berkelanjutan di Muara Sungai Wulan Demak. Dibimbing oleh ACHMAD
FAHRUDIN dan RAHMAT KURNIA.
Mangrove berperan sebagai daerah pemijahan (spawning grounds) dan
daerah pembesaran (nursery grounds) berbagai jenis ikan, kerang dan spesies
lainnya. Serasah mangrove berupa daun, ranting dan biomassa lainnya yang jatuh
menjadi sumber pakan biota perairan dan unsur hara yang sangat menentukan
produktivitas perikanan laut. Namun manfaat dan fungsi mangrove tersebut belum
sepenuhnya dipahami karena sifatnya tidak terlihat secara langsung dan dalam
waktu yang singkat. Kesulitan dalam penilaian manfaat mangrove menyebabkan
pemerintah daerah dan masyarakat tidak memperhitungkannya dalam
pengelolaan. Sehingga ekosistem ini dikonversi untuk berbagai pemanfaatan

seperti pertambakan.
Tujuan penelitian ini adalah menghitung nilai potensi manfaat perikanan
sumbangan dari serasah mangrove, mengetahui tingkat pemanfaatan ekosistem
mangrove, dan membuat model dinamik pengelolaan
mangrove untuk
pemanfaatan yang berkelanjutan.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari – April 2013 di kawasan
mangrove, muara Sungai Wulan Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak. Data
primer meliputi: karakteristik pohon mangrove, parameter fisika dan kimia
lingkungan, produktivitas primer ekosistem mangrove, data sosial ekonomi
nelayan dan petambak terkait dengan pemanfaatan ekosistem mangrove. Data
sekunder meliputi: jumlah nelayan, jumlah petambak, luas tambak dan mangrove.
Analisis data meliputi: analisis hubungan karakteristik mangrove dan parameter
fisika kimia, analisis indeks nilai penting dan indeks keanekaragaman, analisis
produktivitas primer, analisis luas mangrove dan perubahannya, dan analisis nilai
pemanfaatan dengan pendekatan surplus konsumen. Data dikumpulkan melalui
pengambilan sampel dan pengukuran langsung di lapangan, kemudian dilanjutkan
dengan pengukuran di laboratorium. Data yang diolah selanjutnya digunakan
dalam pembuatan model pengelolaan.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata produksi serasah mangrove sebesar

4,52 gr/m²/tahun atau 16.508,95 kg/ha/tahun. Serasah tersebut diperkirakan
menyumbang potensi perikanan sebesar 1.405,25 kg/ha/tahun. Nilai ekonomi
ekosistem mangrove untuk pemanfaatan perikanan sebesar Rp538.345.015,00 per
hektar per tahun. Nilai ekonomi untuk pemanfaatan tambak sebesar
Rp20.417.269,00 per hektar per tahun. Dari model yang dikembangkan
menunjukkan bahwa penambahan mangrove minimal 5 ha/tahun akan
mempertahankan keberlanjutan pemanfaatan perikanan di muara Sungai Wulan
Demak. Sehingga perlindungan terhadap ekosistem mangrove diharapkan dapat
menjaga keberlanjutan pemanfaatan perikanan bagi masyarakat sekitarnya.
Kata Kunci: serasah mangrove, konsumen surplus, keberlanjutan

SUMMARY

SIDIQ PRANOTO. Dynamic model of the Sustainable Management of Mangrove
Ecosystems in Wulan Estuary Demak. Supervised by ACHMAD FAHRUDIN
and RAHMAT KURNIA
Mangrove serves as spawning grounds and nursery grounds for various
species of fish, shellfish and other species. Mangrove litter such as leaves, twigs
and other biomass fall to become food sources for organisme in the water and
nutrients that determine the productivity of marine fisheries. However, the

benefits and functions of mangrove are not fully understood because they are not
seen directly and within a short time. Difficulty in assessing the benefits of
mangrove causes local governments and communities do not consider it in
management. So that the mangrove ecosystem is converted to multiple uses such
as aquaculture.
The purposes of this study were to calculate the value of the potential
benefits of the litter of mangrove fisheries donations, determine the level of
utilization of mangrove ecosystems, and create a dynamic model of mangrove
management for sustainable fisheries.
This study was conducted in February-April 2013 in the mangrove area,
Wulan estuary, Demak, Central Java. Primary data were characteristics of
mangrove, physical and chemical parameters of the environment, the primary
productivity of mangrove ecosystems, socio-economic data of fishermen and
farmers associated with the utilization of mangrove ecosystems.
Secondary data were number of fishermen, number of farmer, pond and mangrove
area. The methods of analysis were analysis of the relationship of mangrove
characteristics and enviromental parameters, analysis of important value index
and diversity indices, analysis of primary productivity, and analysis of mangrove
area changes, and analysis of the use value with the consumer surplus approach.
Data were collected through sampling and direct measurement in the field,

followed by measurements in the laboratory. Then the processed data was used in
making management model.
The results showed an average production of mangrove litter 4,52 g/m²/year
or 16.508,95 kg per hectare per year. Litter was expected to contribute to the
fishery potential of 1.405,25 kg per hectare per year. The economic value of
mangrove ecosystem for fisheries was Rp538.345.015,00 per hectare per year.
Economic value for the use of ponds was Rp20.417.269,00 per hectare per year.
Of the model developed shows that the addition of mangrove least 5 ha / year to
maintain sustainable use of fisheries at Wulan Estuary Demak. So that the
protection of the mangrove ecosystem is expected to maintain sustainable use of
fisheries for the surrounding community.
Keywords: mangrove litter, consumer surplus, sustainability

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

MODEL DINAMIK PENGELOLAAN EKOSISTEM
MANGROVE YANG BERKELANJUTAN DI MUARA SUNGAI
WULAN DEMAK

SIDIQ PRANOTO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi M.Sc

Judul Tesis : Model Dinamik Pengelolaan Ekosistem Mangrove yang
Berkelanjutan di Muara Sungai Wulan Demak
Sidiq Pranoto
Nama
C252110241
NIM

Disetujui oleh:
Komisi Pembimbing

Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi
Ketua

Dr Ir Rahmat
mia MSi
Ang ota

Diketahui oleh:


Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan
Lautan

Prof Dr Ir Meill10fatria Boer, DEA

Tanggal Ujian:

I

Tanggal Lulus:

3 O· AUG

2013

Judul Tesis : Model Dinamik Pengelolaan Ekosistem Mangrove yang
Berkelanjutan di Muara Sungai Wulan Demak
Nama

: Sidiq Pranoto
NIM
: C252110241

Disetujui oleh:
Komisi Pembimbing

Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi
Ketua

Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi
Anggota

Diketahui oleh:

Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan
Lautan

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB


Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala Karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
ini adalah pengelolaan yang berkelanjutan dengan judul Model Dinamik
Pengelolaan Ekosistem Mangrove yang Berkelanjutan di Muara Sungai Wulan
Demak.
Penulis meyakini bahwa karya ilmiah ini masih terdapat kesalahan atau
kekeliruan yang disebabkan oleh keterbatasan wawasan dan pengetahuan. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun, demi
perbaikan di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
serta penghargaan yang tinggi kepada:
1. Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si dan Dr Ir Rahmat Kurnia, M.Si selaku komisi
pembimbing atas bimbingan dan masukannya.
2. Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi M.Sc selaku penguji luar komisi pembimbing
atas kesediaan menjadi penguji dan sarannya.
3. Prof. Dr. Mennofatria Boer selaku Ketua Program Studi SPL atas kehadiran
dan sarannya.
4. Nofi Indriani (istri), Hasna dan Haydar (anak), Bapak Kasbun dan Ibu
Mahmudah (Orang Tua), Bapak Mat Karsono dan Ibu Sofiyatun (Mertua),
Abah Rowiyan (Guru) atas doa dan dukungannya.
5. Ir. Sri Atmini, M.Sc, Miftahul Huda, S.Si, M.Si dan Drs. Hery Priatna
(pimpinan kerja) atas kesempatan yang diberikan untuk menjadi salah satu
penerima beasiswa pendidikan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.
6. Bapak Utomo (Ketua Kelompok Nelayan Desa Bungo) dan keluarga atas
bantuan tenaga dan perahunya pada saat penelitian di lapangan.
7. Saudara Marjan, Iwan Erik, dan teman-teman SPL angkatan 2011 atas bantuan
sarana dan dukungannya.
8. Saudara Dindin dan para dosen dan pegawai tata usaha Program Studi SPL
atas bantuannya.
9. Bapak Suharto (DKP Demak), Bapak Mohamad Sulkhan (Kantor LH Demak),
Bapak Kuncoro, S.Hut dan Ir. Maryono, M.Si (Distan Demak), Kepala Desa
Bungo, Berahan Wetan, dan Berahan kulon dan warga atas bantuannya.
10. Semua pihak yang telah memberikan kontribusi dan bantuannya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua.

Bogor, Agustus 2013
Sidiq Pranoto

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi

1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Perumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
1.5 Kerangka Pemikiran

1
1
1
2
2
2

2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekosistem Mangrove
2.1.1 Definisi
2.1.2 Habitat Mangrove
2.1.3 Distribusi Mangrove Dunia dan Indonesia
2.1.4 Fungsi dan Manfaat Mangrove
2.1.5 Tekanan Terhadap Ekosistem Mangrove
2.1.6 Aliran Energi pada Ekosistem Mangrove
2.2 Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut
2.3 Permodelan Dinamik

5
5
5
5
5
6
7
8
8
10

3

METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
3.2 Metode Penelitian
3.3 Jenis dan Sumber Data
3.3.1 Data Primer
3.3.1.1 Karakteristik Ekosistem Mangrove
3.3.1.2 Parameter Fisika dan Kimia
3.3.1.3 Produktivitas Primer
3.3.1.4 Pemanfaatan Ekosistem Mangrove
3.3.1.5 Kebijakan Pemerintah Daerah
3.3.2 Data Sekunder
3.4 Analisis Data
3.4.1 Analisis Hubungan Karakteristik Mangrove dan Parameter
Fisika Kimia
3.4.2 Analisis Indeks Nilai Penting
3.4.3 Analisis Indeks Keragaman (H’) Shannon-Wiener
3.4.4 Analisis Produktivitas Primer
3.4.5 Analisis Luasan dan Perubahan Luasan Mangrove dengan
Citra Landsat
3.4.6 Analisis Nilai Pemanfaatan Perikanan
3.4.7 Causal Loop dan Model Dinamik Pengelolaan Ekosistem
Mangrove

11
11
12
12
12
12
13
13
13
13
14
14
14
14
15
15
16
16
16

4

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Umum Lokasi Penelitian
4.2 Karakteristik Ekosistem Mangrove
4.3 Parameter Fisika dan Kimia Lingkungan
4.4 Analisa Hubungan Karakteristik Mangrove dan Parameter Fisika
Kimia
4.5 Analisa Indeks Nilai Penting dan Nilai Keanekaragam
4.6 Analisis Luas Mangrove
4.7 Produktivitas Primer Ekosistem Mangrove
4.8 Nilai Pemanfaatan Ekosistem Mangrove
4.8.1 Perikanan Tangkap
4.8.2 Pemanfaatan Ekosistem Mangrove sebagai Tambak
4.8.3 Pendugaan Surplus Konsumen
4.9 Evaluasi Kebijakan
4.10 Causal Loop dan Model Dinamik Pengelolaan Ekosistem
Mangrove
4.10.1 Causal Loop
4.10.2 Model Dinamik
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

19
19
21
22
24
25
26
26
27
27
28
28
29
30
31
32
33
37
37
37
39
43
67

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Jenis Data Penelitian
Koordinat Stasiun Penelitian
Jumlah Penduduk, Nelayan, Petambak, Luas Tambak, Mangrove,
dan Panjang Garis Pantai Desa Penelitian
Banyaknya Hari Hujan dan Curah Hujan di Kecamatan Wedung
Tahun 2009
Karakteristik Mangrove pada Lokasi Penelitian
Data Parameter Fisika dan Kimia Lokasi Penelitian
Pengelompokkan Stasiun Penelitian
Indeks Nilai Penting (INP) Mangrove
Hasil Analisis Keanekaragaman
Perubahan Luas Pesisir di Muara Sungai Wulan
Perbandingan Kelas Mangrove dengan Berat Kering Serasah
Mangrove
Pemanfaatan Perikanan Tangkap di Ekosistem Mangrove
Karakteristik Sosial Ekonomi Nelayan dan Petambak di Lokasi
Penelitian
Pendugaan Nilai Utility dan Surplus Konsumen dari Pemanfaatan
Perikanan Per Tahun Di Muara Sungai Wulan Demak
Faktor Dinamik Pengelolaan Ekosistem Mangrove yang
Berkelanjutan
Komposisi Jenis Mangrove dan Berat Serasah Mangrove per Jenis
pada Kondisi Eksisting
Skenario Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Muara Sungai Wulan
Nilai Total Pemanfaatan Perikanan dan Pemanfaatan Habitat dengan
Komposisi Jenis Mangrove yang Berbeda

12
13
19
20
21
23
24
25
25
26
27
27
28
28
31
31
32
34

DAFTAR GAMBAR
1

2
3
4
5
6
7
8

Kerangka Pemikiran Penelitian “ Model Dinamik dalam Pengelolaan
Ekosistem Mangrove yang Berkelanjutan di Muara Sungai Wulan
Demak”
Lokasi Penelitian
Formula Untuk Pendugaan Stok Ikan dengan Pendekatan Serasah
Grafik Pasang Surut di Wilayah Pesisir Kabupaten Demak
Grafik Komposisi Tekstur Sedimen Lokasi Sampling
Analisis Dendogram Stasiun Karakteristik Mangrove dan Parameter
Fisika Kimia
Causal loop Mangrove Untuk Mendukung Perikanan dan
Pemanfaatan Tambak
Model Dinamik Nilai Ekosistem Mangrove Untuk Mendukung
Perikanan dan Pemanfaatan Tambak

3
11
15
21
23
24
32
33

9

10

11

Hasil Simulasi Model Dinamik Nilai Manfaat Mangrove dengan
Komposisi Mangrove 77,5 % Avicennia sp, 15 % Rhizophora sp, dan
7,5 % Sonneratia sp.: 1. Eksisting, 2. Konservasi, 3. Penambahan
tambak, dan 4. Penambahan minimal
Hasil Simulasi Model Dinamik Nilai Manfaat Mangrove dengan
Komposisi Mangrove 50 % Avicennia sp, 43 % Rhizophora sp, dan
7,5 % Sonneratia sp.: 1. Eksisting, 2. Konservasi, 3. Penambahan
tambak, dan 4. Penambahan minimal
Hasil Simulasi Model Dinamik Nilai Manfaat Mangrove dengan
Komposisi Mangrove 50 % Avicennia sp, 15 % Rhizophora sp, dan
35 % Sonneratia sp.: 1. Eksisting, 2. Konservasi, 3. Penambahan
tambak, dan 4. Penambahan minimal.

34

35

35

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Data Suhu dan Salinitas
Data Total Organic Matter dan Analisa Fraksi Substrat
Data Serasah Mangrove
Citra Tahun 1989, 1999, dan 2009
Data dan Analisa Regresi Pemanfaatan Perikanan Tangkap
Analisis Nilai Konsumen Surplus pada Perikanan Tangkap
Data dan Analisa Regresi Pemanfaatan Perikanan Budidaya
Analisis Nilai Konsumen Surplus pada Perikanan Budidaya
Analisis AHC Karakteristik Mangrove dan Parameter Lingkungan
Persamaan Matematis Simulasi dan Nilai Variabel pada Kondisi
Eksisting
Tabel Simulasi Model selama 100 Tahun
Dokumentasi Penelitian di Muara Sungai Wulan Demak

43
44
45
46
47
49
51
53
55
60
62
65

1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberadaan mangrove berkaitan erat dengan tingkat produksi perikanan. Di
Indonesia hal ini dapat dilihat bahwa daerah-daerah perikanan potensial seperti di
perairan sebelah timur Sumatera, pantai selatan dan timur Kalimantan, pantai
Cilacap dan pantai selatan Irian Jaya yang kesemuanya masih berbatasan dengan
hutan mangrove yang cukup luas dan bahkan masih perawan (Soewito 1984 in
Noor et al. 2006). Sebaliknya, menurunnya produksi perikanan di Bagansiapiapi,
dimana sebelum perang dunia II merupakan penghasil ikan utama di Indonesia
bahkan sebagai salah satu penghasil ikan utama di dunia, salah satunya
disebabkan oleh rusaknya mangrove di daerah sekitarnya (Kasry 1984 in Noor et
al. 2006). Hal ini disebabkan karena mangrove berperan sebagai daerah
pemijahan (spawning grounds) dan daerah pembesaran (nursery grounds)
berbagai jenis ikan, kerang dan spesies lainnya. Selain itu serasah mangrove
berupa daun, ranting dan biomassa lainnya yang jatuh menjadi sumber pakan
biota perairan dan unsur hara yang sangat menentukan produktivitas perikanan
laut (Zamroni dan Rohyani 2008).
Mangrove juga memiliki peranan penting dalam melindungi pantai dari
gelombang, angin dan badai. Tegakan mangrove dapat melindungi pemukiman,
bangunan dan pertanian dari angin kencang atau intrusi air laut. Mangrove juga
terbukti memainkan peran penting dalam melindungi pesisir dari gempuran badai.
(Noor et al. 2006)

1.2 Perumusan Masalah
Menurut Melana et al. (2000) mangrove menyediakan daerah asuhan
(nursery ground) bagi ikan, udang dan kepiting, serta mendukung produksi
perikanan di perairan pesisir. Melalui proses rantai makanan, produktivitas primer
dari ekosistem mangrove menyebabkan produksi perikanan daerah sekitarnya
menjadi melimpah. Namun pemahaman tersebut bagi masyakarat dan pemangku
kebijakan di wilayah pesisir belum sepenuhnya dimiliki karena sifatnya tidak
terlihat secara langsung dan dalam waktu yang singkat, sehingga pengelolaan
ekosistem mangrove tidak diintegrasikan dengan pengelolaan perikanan tangkap
dan budidaya.
Kabupaten Demak memiliki wilayah pesisir 47.592 ha dengan luas daratan
31.224 ha dan perairan 16.368 ha (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Demak 2011). Menurut hasil interpretasi Citra Aster Tahun 2006, dari luas
daratan pesisir tersebut, luas kawasan mangrove di Kabupaten Demak mencapai
985,11 Ha atau 3,2 persen.
Kawasan mangrove di muara Sungai Wedung Demak dimanfaatkan
sebagai lahan tambak udang dan ikan. Belum adanya rencana zonasi pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K) menyebabkan pemanfaatan
lahan pesisir tidak memperhatikan aspek ekologi, terutama keberadaan ekosistem
mangrove. Aspek sosial dan ekonomi lebih diutamakan dengan menyediakan

2

lapangan kerja bagi masyarakat pesisir melalui usaha pertambakan tanpa melihat
peran ekosistem mangrove bagi keberlanjutan usahanya.
Penelitian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan seberapa besar
kontribusi fungsi ekosistem mangrove bagi produksi perikanan tangkap dan
seberapa ideal pemanfaatan lahan pesisir sebagai kawasan mangrove dan sebagai
lahan pertambakan agar berkelanjutan.

1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Menghitung nilai potensi manfaat perikanan sumbangan dari serasah
mangrove.
2. Menghitung tingkat pemanfaatan ekosistem mangrove
3. Membuat model dinamik pengelolaan mangrove untuk pemanfaatan yang
optimal dan berkelanjutan.

1.4

Manfaat

Harapan dari hasil penelitian ini agar dapat memberi konstribusi bagi
pengembangan ilmu pengetahuan, dan pemerintah sebagai bahan pertimbangan
dalam pengambil kebijakan terkait pengelolaan mangrove dan meningkatkan
kesadaran masyarakat akan pentingnya ekosistem mangrove.

1.5 Kerangka Pemikiran
Pemanfaatan ekosistem mangrove diidentifikasi sebagai pemanfaatan pada
habitat mangrove dan kegiatan perikanan. Untuk mengetahui tingkat pemanfaatan,
pemanfaatan perikanan di sekitar ekosistem mangrove dibandingkan dengan data
potensi perikanan. Potensi perikanan didekati dengan menghitung produktivitas
mangrove. Sedangkan pemanfaatan habitat mangrove dianalisa tingkat
degradasinya dengan menganalisa perubahan luasan mangrove. Hasil analisa
luasan mangrove dan potensi perikanan dimodelkan secara dinamik untuk
mencapai pengelolaan yang optimal dan berkelanjutan. Kerangka pemikiran dapat
dilihat pada Gambar 1.

3

Ekosistem
Mangrove

Produktivitas
Primer

Degradasi
Potensi
Perikanan

Habitat

Pemanfaatan
Aktual

Pemanfaatan
Perikanan

Model
Dinamik

Pengelolaan
Ekosistem Mangrove
yang optimal dan
berkelanjutan

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian “ Model Dinamik dalam Pengelolaan
Ekosistem Mangrove yang Berkelanjutan di Muara Sungai Wulan
Demak”

5

2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekosistem Mangrove
2.1.1 Definisi
Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang
digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang
didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang
mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin.
Bengen (2004) mendefinisikan mangrove sebagai komunitas vegetasi
pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang
mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut pantai berlumpur.
Menurut Saenger et al. (1983) in Noor et al. (2006), mangrove didefinisikan
sebagai formasi tumbuhan daerah litoral yang khas di pantai daerah tropis dan
subtropis yang terlindung. Dan Soerianegara (1987) in Noor et al. (2006)
mendefinisikan hutan mangrove sebagai hutan yang tumbuh terutama pada tanah
lumpur aluvial di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut
air laut, dan terdiri atas jenis-jenis pohon Avicennia, Sonneratia, Rhizophora,
Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Aegiceras,
Scyphyphora, dan Nipa.
.
2.1.2 Habitat Mangrove
Sebagian besar mangrove tumbuh dengan baik pada tanah berlumpur,
seperti Avicennia marina dan Rhizophora mucronata (Kint 1934 in Noor et al.
2006). Jenis Rhizophora stylosa dan Sonneratia alba dapat tumbuh di pantai
berpasir, atau bahkan pantai berbatu.
Selain berbagai substrat, mangrove juga dapat hidup pada kisaran salinitas
yang luas. A. marina dapat hidup pada salinitas mendekati tawar sampai dengan
90 ‰ (MacNae 1966;1968 in Noor et al. 2006). Jenis Sonneratia umumnya
tumbuh pada salinitas mendekati salinitas air laut. Aegiceras corniculatum dapat
tumbuh pada salinitas 20-40 ‰. Untuk jenis Bruguiera salinitas optimum kurang
dari 25 ‰.
Faktor pasang surut juga mempengaruhi zonasi mangrove. Avicennia dan
Sonneratia umumnya di area yang selalu tergenang air laut. Rhizophora umumnya
terdapat pada area tergenang dengan pasang sedang. Sedangkan pada area yang
hanya tergenang pada saat pasang tertinggi didominasi oleh jenis Bruguiera,
Xilocarpus, dan Lumnitzera.
2.1.3 Distribusi Mangrove Dunia dan Indonesia
Luas hutan mangrove diperkirakan 10 juta hektar di Dunia (Spalding 1983
in Kathiresan dan Bingham 2001). Mereka terdistribusi di 112 negara antara 30°
lintang utara (Jepang dan Bermuda) dan 30° lintang selatan (Australia, New
Zealand, dan Afrika Tenggara). Distribusi tersebut sebagian besar terdapat di Asia
(42%), Africa (20%), Amerika Tengah dan Utara (15%), Oceania (12 %) dan
Amerika Selatan (11%) (Giri et al. 2010).
Luas hutan mangrove Indonesia merupakan terbesar di dunia dengan
keanekaragaman tertinggi, dengan struktur paling bervariasi di dunia (Noor et al.
2006). Namun saat ini keberadaannya terancam mengalami penurunan. Menurut

6

Giri et al. (2010), dengan menggunakan data GLS (Global Land Survey) Tahun
2000, luas hutan mangrove Indonesia 3.112.989 hektar atau 22,6 % dari total
luasan hutan mangrove di dunia. Kemudian pada Tahun 2003, BAPLANDepartemen Kehutanan, dengan menggunakan Citra Satelit, luas hutan mangrove
menjadi 750.003 hektar (Noor et al. 2006).
Menurut Saenger et al. (1983) in Noor et al. (2006) jenis mangrove terdiri
atas 60 jenis mangrove sejati. Dari jumlah tersebut, 40 jenis ada di Indonesia.
Sehingga negara tersebut memiliki keanekaragaman jenis tertinggi di dunia.
Formasi hutan mangrove terdiri atas empat gugus utama, yaitu Avicennia,
Sonneratia, Rhizophora, dan Bruguiera (Nybakken 1993 in Setyawan et al. 2008).
Namun pada kenyataannya formasi tersebut saat ini jarang ditemukan pada satu
kawasan atau daerah. Hal ini disebabkan terutama oleh tekanan lingkungan yang
dialami oleh mangrove, sehingga kemampuan regenerasi atau rehabilitasi dari
masing-masing spesies berbeda-beda. Di pesisir utara Jawa Tengah misalnya
sebagian besar didonimasi oleh Avicennia (Setyawan et al. 2008). Spesies ini
dikenal memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi dan dapat hidup pada kondisi
yang ekstrem. Kemudian pada pesisir selatan Jawa Tengah didominasi oleh
spesies Sonneratia spp dan Nypa fruticans.
Secara umum, spesies mangrove mayor di Indonesia terdiri atas lima
spesies: Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, dan Nypa (FAO 2007).
Kawasan mangrove yang luas di Indonesia terdapat di Papua, pesisir timur
Kalimantan, dan pesisir timur Sumatera. Beberapa tempat seperti Nusa Tenggara
Timur dan Sumatera Barat komunitas mangrove berupa semak belukar atau tidak
ada mangrove, karena habitat yang kurang sesuai, seperti curah hujan dan
topografi pantai.
2.1.4 Fungsi dan Manfaat Mangrove
Menurut Melana et al. (2000), fungsi dan manfaat ekosistem mangrove
meliputi: pertama, mangrove menyediakan daerah asuhan (nursery ground) bagi
ikan, udang dan kepiting serta mendukung produksi perikanan di pesisir. Akar
mangrove menjadi tempat berlindung dari predator dan dedaunan yang gugur
menyuplai makanan bagi hewan kecil. Setiap satu hektar mangrove yang ditebang
menurunkan tangkapan ikan 1,08 ton per tahun. Wahyudewantoro (2009) dalam
penelitiannya di Sungai Cikawung, muara Sungai Citamanjaya dan di muara
Sungai Pinang Gading, Taman Nasional Ujung Kulon Pandeglang Banten,
menyatakan bahwa seluruh ikan yang tertangkap saat penelitian berupa juvenil
ikan yang berenang lambat dan sesekali bergerombol. Hal ini menandakan bahwa
mangrove berperan sebagai nursery ground atau feeding ground.
Kedua, mengrove menghasilkan detritus yang menjadi sumber makanan
bagi biota estuaria dan pesisir. Daun yang jatuh dikomposisi menjadi detritus oleh
jamur, bakteri dan mokroorganisme lainnya. Mangrove menghasilkan serasah
3,65 ton/ha/tahun. Penelitian Suwarno (1985) in Kusmana (1996) di Cilacap,
produksi guguran serasah Rhizophora mucronata (umur 6 tahun) senilai 8,13
ton/ha/tahun. Dan penelitian Mahmudi et al. (2011) terhadap R. mucronata di
pantai Nguling Pasuruan, produksi total serasah mangrove (berat kering) berkisar
antara 2,23 g/m2/hr (setara 8,14 ton/ha/tahun) sampai dengan 3,33 g/m2/hr (setara
12,15 ton/ha/tahun) dengan nilai rata-rata sebesar 2,81 g/m2/hr (setara 10,26
ton/ha/tahun). Hasil penelitian Soenardjo (1999) in Mahmudi et al. (2011) di

7

Kaliuntu, Rembang, produksi total serasah mangrove berkisar 1,93–2,84 g/m2/hr
(7,04 - 10,37 ton/ha/tahun). Siarudin dan Rachman (2008) menemukan dalam
penelitiannya di kawasan hutan mangrove Blanakan, Subang, Jawa Barat,
produksi serasah mencapai rata-rata 8,56 ton/ha/th berat basah atau 6,23 ton/ha/th
berat kering.
Ketiga, mangrove melindungi pantai dan komunitasnya dari badai, ombak,
dan arus pasang surut. Kanopi dan batang berfungsi sebagai barrier (penghalang),
dan akarnya berperan sebagai sedimen trap (perangkap sedimen) dari sedimen
daratan sehingga menciptakan perairan yang lebih jernih dan mendukung
pertumbuhan karang dan lamun.
Keempat, mangrove menghasilkan biomassa organik (karbon) dan
menurunkan polusi organik. Mangrove menghasilkan 1.800 – 4.200 gram karbon
per m² per tahun. Kelima, mangrove berperan sebagai tempat rekreasi ekologi dan
laboratorium lapangan bagi peneliti dan pelajar. Dan keenam, mangrove menjadi
sumber bahan baku kayu, sumber tannin, alkohol, dan obat-obatan. Biji dan
propagul mangrove dapat dipanen dan dijual. Dan mangrove mensuplai
ketersediaan juvenile ikan dan spesies matang bagi kegiatan budidaya dan
perikanan komersial.
Menurut Noor et al. (2006) produk yang paling memiliki nilai ekonomis
tinggi dari ekosistem mangrove adalah perikanan pesisir. Kakap (Lates
calcacifer), kepiting mangrove (Scylla serrata) serta ikan salmon (Polynemus
sheridani) merupakan jenis ikan dan kepiting dan sangat bergantung pada habitat
mangrove (Griffin 1985 in Noor et al. 2006). Hasil penelitian Genisa (2006) di
daerah mangrove di Sungai Mahakam menyebutkan bahwa jenis ikan yang
mendominasi pada lokasi penelitian adalah Sardinella fimbriata (ikan tembang).
Sedangkan di sekitar estuaria Digul, Irian Jaya, hanya tertangkap satu jenis yaitu
S. fimbriata (Genisa 2003), dan di perairan sekitar estuaria Citarum, Ciliwung dan
Cisadane, Teluk Jakarta tertangkap dua jenis yaitu S. fimbriata dan S perforata
(Genisa 2004).
Keberadaan mangrove berkaitan erat dengan tingkat produksi perikanan. Di
Indonesia hal ini dapat dilihat bahwa daerah-daerah perikanan potensial seperti di
perairan sebelah timur Sumatera, pantai selatan dan timur Kalimantan, pantai
Cilacap dan pantai selatan Irian Jaya yang kesemuanya masih berbatasan dengan
hutan mangrove yang cukup luas dan bahkan masih perawan (Soewito 1984 in
Noor et al. 2006). Sebaliknya, menurunnya produksi perikanan di Bagansiapiapi,
dimana sebelum perang dunia II merupakan penghasil ikan utama di Indonesia
bahkan sebagai salah satu penghasil ikan utama di dunia, salah satunya
disebabkan oleh rusaknya mangrove di daerah sekitarnya (Kasry 1984 in Noor et
al. 2006)
2.1.5 Tekanan Terhadap Ekosistem Mangrove
Luas ekosistem mangrove semakin lama semakin menyempit. Tekanan
yang terbesar bagi ekosistem ini adalah tekanan dari manusia. Kegiatan
pembangunan utama yang memberikan sumbangan terbesar di Indonesia adalah
pengambilan kayu untuk keperluan komersil dan peralihan peruntukan untuk
tambak dan areal pertanian (khususnya padi dan kelapa) (Noor et al. 2006).
Dalam kurun waktu 20 tahun (1982-2002), area tambak di Indonesia bertambah

8

350 %. Hal ini merefleksikan betapa besar hektar mangrove yang telah
dikonversi.
Ellison dan Farnsworth (1996a) in Kathiresan dan Bingham (2001)
membagi gangguan manusia terhadap mangrove dalam 4 hal: ekstraksi, polusi,
reklamasi, dan perubahan iklim. Melana et al. (2000) menyatakan bahwa ancaman
langsung dari manusia meliputi konversi mangrove menjadi tambak dan tambak
garam, reklamasi (seperti dermaga, bandara dan perumahan), polusi dan
sedimentasi, bangunan penghalang aliran air dan pasang surut (seperti
bendungan), overexlpoitasi, dan gangguan saat pendaratan ikan.
Food Agriculture Organization (2007) menyatakan tekanan populasi yang
tinggi di pesisir menyebabkan konversi area mangrove menjadi infrastruktur,
budidaya, padi, dan produksi garam. Perkembangan kegiatan budidaya udang
menyebabkan permasalahan lingkungan dan menyebabkan hilangnya kawasan
mangrove di Jawa Timur, Sulawesi, dan Sumatera. Perkembangan budidaya ini
menjadi penyebab utama separoh lebih luas hutan mangrove terdegradasi.
Penyebab kedua kerusakan hutan mangrove adalah overexploitasi melalui
pengambilan kayu. Selanjutnya hilangnya hutan mangrove disebabkan juga oleh
kegiatan produksi garam (Jawa dan Sulawesi), ancaman tumpahan minyak dan
pencemaran. Selain tekanan manusia, mangrove di Indonesia mendapatkan
tekanan dari bencana alam, seperti badai dan tsunami, seperti yang terjadi di
Nanggroe Aceh Darussalam.
2.1.6 Aliran Energi pada Ekosistem Mangrove
Seperti tumbuhan yang berklorofil lainnya, mangrove juga dapat
mengadakan fotosintesis dengan bantuan energi yang berasal dari cahaya
matahari. Dalam fotosintesis tersebut zat anorganik dirubah menjadi zat organik.
Zat organik ini sangat berguna untuk pertumbuhan dan pembesaran biomassa
tumbuhan. Sebagian biomassa yang berupa daun, bunga, buah, ranting, kulit kayu
dan lain-lain akan gugur dan jatuh ke dalam perairan. Biomassa ini akan diuraikan oleh mikroorganisme menjadi zat organik yang sangat berguna bagi
organisme perairan (Soeroyo 1987). Mangrove dapat memberikan sumbangan zat
organik yang banyak terhadap konsumen karena produktivitasnya yang tinggi.
Nilai produktivitas hutan mangrove ini diperkirakan 20 kali lebih tinggi dari nilai
produktivitas laut bebas dan sekitar 5 kali lebih tinggi dari nilai produktivitas
perairan pantai.
Aliran energi yang terdapat pada ekosistem mangrove dipengaruhi oleh
beberapa faktor fisik seperti sungai-sungai, pasang surut, aliran laut dan faktorfaktor biologi seperti produksi serasah dari tumbuhan yang jatuh dan
dekomposisi, serta semua mekanisme yang mengatur kecepatan pemasukan,
pengeluaran dan penyimpanan material organik dan anorganik
2.2

Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut

Salah satu tantangan yang dihadapi oleh para pembuat kebijakan adalah
bagaimana menilai suatu sumberdaya alam secara komprehensif. Dalam hal ini
tidak saja market value dari barang yang dihasilkan dari suatu sumberdaya
melainkan juga dari jasa yang ditimbulkan oleh sumberdaya tersebut. Pertanyaan
yang sering timbul misalnya bagaimana mengukur, atau menilai jasa tersebut

9

padahal konsumen tidak mengkonsumsinya secara langsung, bahkan mungkin
tidak pernah mengunjungi tempat dimana sumberdaya alam tersebut berada.
Menurut Barbier et al. (1997), ada 3 jenis pendekatan penilaian sebuah
ekosistem alam yaitu (1) impact analysis, (2) partial analysis dan (3) total
valuation. Pendekatan impact analysis dilakukan apabila nilai ekonomi ekosistem
dilihat dari dampak yang mungkin timbul sebagai akibat dari aktivitas tertentu,
misalnya akibat reklamasi pantai terhadap ekosistem pesisir. Sedangkan partial
analysis dilakukan dengan menetapkan dua atau lebih alternatif pilihan
pemanfaatan ekosistem. Sementara itu, total valuation dilakukan untuk menduga
total kontribusi ekonomi dari sebuah ekosistem tertentu kepada masyarakat.
Beberapa peneliti telah menghitung valuasi ekonomi hutan mangrove di
beberapa wilayah di Indonesia. Sebagian besar, metode penghitungan valuasi
ekonomi menggunakan Total Valuation, yaitu penilaian ekonomi secara
keseluruhan dari sistem pesisir.
Dixon (1989) in Melana et al. (2000) menghitung nilai total ekosistem
mangrove yaitu antara US$ 500 hingga US$1.550 per hektar per tahun, nilai
minimum yang hilang bila dikonversi menjadi bentuk lain.
Hasil kajian biaya dan manfaat hutan mangrove di beberapa daerah
menunjukkan total ekonominya mencapai trilyunan rupiah. Total economic value
(TEV) ekosistem mangrove per tahun di Pulau Madura Rp49 trilyun, Irian Rp329
trilyun, Kalimantan Timur Rp178 trilyun, Jawa Barat Rp1,357 trilyun, dan untuk
seluruh Indonesia Rp820 trilyun (Republika 23/7/2002 in Setyawan et al. 2003).
Di Teluk Bintuni, Irian, ekosistem mangrove seluas 300.000 ha setiap tahun
mendukung pemanfaatan secara tradisional Rp100 milyar, perikanan Rp350
milyar, dan kayu Rp200 milyar (Ruitenbeek 1992).
Pengukuran untuk barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam
yang diperdagangkan (traded goods) dengan harga yang terukur dapat dilihat dari
perubahan dalam surplus konsumen. Surplus konsumen berlandaskan pada
pemikiran ekonomi neo-klasikal (neo-classical economic theory) yang berdasar
pada kepuasan konsumen (Fauzi 2004). Surplus konsumen atau Dupuits's
consumer's surplus (karena pertama kali dikenalkan oleh Dupuit Tahun 1952)
adalah pengukuran kesejahteraan ditingkat konsumen yang diukur berdasarkan
selisih keinginan membayar dari seseorang dengan apa yang sebenarnya dibayar
(Fauzi 2000 in Sobari et al. 2006).
Sobari et al. (2006) dalam penelitiannya di Kabupaten Barru, menduga
surplus konsumen dari sumberdaya ekosistem mangrove dari berbagai
pemanfaatan yang ada. Dengan luas habitat mangrove 6,23 ha, pemanfaatan
pencari kepiting memberikan nilai surplus konsumen Rp17.664.744,00 per tahun.
Sedangkan pemanfaatan tambak bandeng, dengan luas tambak 125,05 ha, hanya
memberikan surplus konsumen Rp1.373.159,00
2.3

Permodelan Dinamik

Model adalah jembatan antara dunia nyata (real world) dengan dunia
berpikir (thinking) untuk memecahkan suatu masalah. Proses penjabaran atau
merepresentasikan ini disebut sebagai modelling atau pemodelan yang berarti
merupakan proses berpikir melalui sekuen yang logis (Fauzi dan Anna 2005).

10

Secara umum model dapat dikategorikan berdasarkan skala waktu dan
tingkat kompleksititas yang dicerminkan dari aspek ketidakpastian. Menurut
Fauzi dan Anna (2005) jenis-jenis model terbagi :
1. Model statik yaitu model yang tidak mempertimbangkan aspek waktu
2. Model dinamik yaitu model yang mempertimbangkan aspek waktu
(intertemporal),
3. Model
deterministik
yaitu
model
yang
dibangun
dengan
mempertimbangkan aspek ketidakpastian yang lebih menggambarkan
realitas dunia nyata,
4. Model Stokastik yaitu model yang dibangun memasukkan unsur
ketidakpastian,
5. Model dinamik-stokastik yaitu model yang dibangun dengan interaksi
antara skala waktu dan ketidakpastian,
Sekuen proses pemodelan yaitu mengidentifikasi, membangun asumsi,
kontruksi model, menganalisis, interpretasi, validasi dan implementasi.
Konstruksi model dapat dilakukan dengan baik dengan bantuan komputer
software maupun secara analitis (Fauzi dan Anna 2005).

11

3 METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan (Februari-April 2013) di
pesisir Kabupatan Demak Propinsi Jawa Tengah. Lokasi pengambilan contoh
terdapat pada muara Sungai Wulan di Kabupaten Demak, bagian selatan dan
utara. Peta lokasi disajikan Gambar 2.

Gambar 2 Lokasi Penelitian
Kabupaten Demak terletak di antara 6º 43’ 26” – 7º 09’ 43” LS, dan 110°
27’ 58" - 110° 48' 47". Dengan batas-batas wilayah :
Sebelah utara
: Kabupaten Jepara dan Laut Jawa
Sebelah timur
: Kabupaten Kudus dan Kabupaten Grobongan
Sebelah selatan : Kabupaten Grobogan dan Kota Semarang
Sebelah barat
: Kota Semarang
Kabupaten Demak, dengan luas wilayah 89.743 ha, memiliki 14 kecamatan,
241 desa, dan 6 kelurahan. Empat belas kecamatan tersebut yaitu Kecamatan
Mranggen, Karangawen, Guntur, Sayung, Karang Tengah, Bonang, Demak,
Wonosalam, Dempet, Gajah, Karanganyar, Mijen, Wedung dan Kebonagung.
Wilayah pesisir Kabupaten Demak memiliki pantai sepanjang 34,1 km, secara
administratif terbagi menjadi 4 (empat) kecamatan wilayah pesisir, yaitu
Kecamatan Sayung (7.869,2 ha), Kecamatan Karangtengah (5.154,2 ha),
Kecamatan Bonang (8.323,6 ha), dan Kecamatan Wedung (9.876,2 ha).

12

3.2 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Metode
survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan
menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Survei
adalah penelitian yang diadakan untuk memproleh fakta dari gejala-gejala yang
ada dan mencari keterangan secara faktual.
Obyek penelitian adalah ekosistem mangrove, sumberdaya perikanan,
masyarakat dan pemerintah di pesisir Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Obyek
penelitian dipilih secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa ada
keterkaitan antara kawasan mangrove dengan sumberdaya di sekitarnya.
3.3 Jenis dan Sumber Data
3.3.1 Jenis Data
Data primer meliputi karakteristik pohon mangrove, parameter fisika dan
kimia lingkungan, produktivitas primer ekosistem mangrove, data sosial ekonomi
nelayan dan petambak terkait dengan pemanfaatan ekosistem mangrove.
Sedangkan data sekunder meliputi data produksi perikanan, jumlah nelayan,
jumlah petambak, luas tambak dan mangrove (Tabel 1).
Tabel 1 Jenis Data Penelitian
No
1.

Data
Kondisi Umum
Lokasi

Alat
Kertas dan Bulpen

Metode
Wawancara dan
Pengamatan langsung

2.

Karakteristik
Mangrove
(Kerapatan, Tinggi,
diameter, dan Jenis)

GPS, Kamera,
Meteran, Tali

Transek kuadrat 10x10
m dan pengamatan
Visual
Jenis: Noor dkk.
(2006)

3.

Parameter
Lingkungan
(Suhu, Salinitas,
Total Organik
Matter/TOM, Tekstur
Sedimen)
Serasah Mangrove
untuk menduga
produksi perikanan

Refraktometer,
Thermometer,
Botol sampel,
plastik

4.

5.
6.
7.

8.

Nilai Pemanfaatan
(Konsumen Surplus)
Kebijakan
Luas mangrove dan
tambak
Jumlah nelayan dan
petambak

Jenis
Sekunder (DKP
Kab Demak,
2011) dan
primer
Primer

Primer

Kantong plastik,
litter trap 1x1 m²,
timbangan, tali
rafia
Bulpen , kertas,
dan laptop
Kertas dan Bulpen
Kertas dan Bulpen

TOM: APHA, ed.22,
2012, 4500-KMnO4B.
Sedimen: Metode
Pipet
Sample dioven pada
suhu 70 ºC selama 48
jam. Setelah itu
ditimbang
Kuisioner dan aplikasi
Maple 9.5
Wawancara
survei

Kertas dan Bulpen

survei

Primer

Primer
Primer
Sekunder (DKP
Kab Demak,
2011)
Sekunder (DKP
Kab Demak,
2011)

13

3.3.1.1 Karakteristik Ekosistem Mangrove
Karakteristik ekosistem mangrove meliputi: kerapatan, jenis, diameter
batang setinggi dada dan tinggi. Untuk pengambilan sampel dilakukan
pengamatan transek kuadrat secara purposive sampling pada sepuluh (10) stasiun,
yang dianggap mewakili muara sungai yang berbatasan dengan laut (stasiun
2,3,4,5) dan muara sungai bagian hulu (1,6,7,8,9,10). Sebagian besar stasiun
berada di muara bagian selatan karena memiliki luasan mangrove yang lebih
besar dibanding muara bagian utara. Setiap transek pada setiap stasiun dibuat
dengan skala 10 x 10 m². Koordinat stasiun pengamatan disajikan Tabel 2.
Tabel 2 Koordinat Stasiun Penelitian
Stasiun
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Lintang Selatan
06°44’28.3”
06°43’39.6”
06°45’02.4”
06°45’03.8”
06°45’11.9”
06°45’39.5”
06°46’05,8”
06°45’30.1”
06°45’05.9”
06°45’00.7”
06°45’35.5”
06°46’47,0”
06°45’05,6”
06°44’54,7”
06°44’43,1”

Bujur Timur
110°33’57.7”
110°33’13.6”
110°32’24.5”
110°32’28.2”
110°32’29.7”
110°33’23.2”
110°33’22,5”
110°33’31.6”
110°34’10.5”
110°34’35,9”
110°32’03.7”
110°32’57,0”
110°31’53,3”
110°32’19,9”
110°34’44,3”

Data yang diambil
Mangrove, Suhu, Salinitas, Sedimen, TOM
Mangrove, Suhu, Salinitas, Sedimen, TOM
Mangrove, Suhu, Salinitas, Sedimen
Mangrove, Suhu, Salinitas, Sedimen
Mangrove, Suhu, Salinitas, Sedimen, TOM
Mangrove, Suhu, Salinitas, Sedimen, TOM
Mangrove, Suhu, Salinitas, Sedimen, TOM
Mangrove, Suhu, Salinitas, Sedimen
Mangrove, Suhu, Salinitas, Sedimen
Mangrove, Suhu, Salinitas, Sedimen
Suhu, Salinitas, TOM
Suhu, Salinitas, TOM
Suhu, Salinitas, TOM
Suhu, Salinitas, TOM
Suhu, Salinitas, TOM

3.3.1.2 Parameter Fisika dan Kimia
Parameter Fisika dan kimia yang diamati meliputi jenis substrat, suhu,
salinitas, dan Total Organic Matter. Stasiun pengambilan sampel dilakukan pada
beberapa titik seperti yang disajikan pada Tabel 2. Untuk parameter TOM, suhu
dan salinitas, selain pada area mangrove dan muara sungai, pengambilan sampel
juga dilakukan pada perairan terbuka dimana lokasi tersebut menjadi bagian dari
wilayah penangkapan oleh nelayan (stasiun 11, 12, dan 13).
3.3.1.3 Produksi Serasah Mangrove
Produksi serasah mangrove dihitung dengan menggunakan metode littertrap. Litter-trap berukuran 1 × 1 m² dibuat dari jaring ikan yang dilapisi jaring
waring dipasang di bawah kanopi pohon pada ketinggian kira-kira 1-1,5 m di atas
permukaan tanah pada 10 stasiun transek mangrove. Serasah yang jatuh di atas
jaring diambil dan dimasukkan ke dalam kantong plastik setiap 14 hari selama
empat (4) kali (Tanggal 25 Februari 2013, 11 Maret 2013, 25 Maret 2013, dan 8
April 2013). Selanjutnya serasah pada setiap stasiun dipisahkan berdasarkan
komponen daun, ranting dan buah. Setiap komponen ditimbang berat sebelum
dioven (berat basah) dan setelah dioven pada suhu 75 ºC sampai beratnya konstan
(berat kering).

14

3.3.1.4 Pemanfaatan Ekosistem Mangrove
Manfaat mangrove bagi masyarakat diidentifkasi dari kegiatan pemanfaatan
perikanan seperti nelayan dan aktifitas pemanfatan habitat seperti tambak.
Manfaat diperoleh dengan mengetahui pendapatan, harga ikan, pendidikan, umur,
dan jumlah keluarga nelayan dan petambak dengan teknik wawancara. Pemilihan
responden dilakukan dengan cara purposive sampling. Kemudian data tersebut
diolah dengan aplikasi Maple 9.5 untuk mengetahui surplus konsumen dan nilai
ekonomi pemanfaatan.
3.3.1.5 Kebijakan Pemerintah Daerah
Informasi kebijakan seperti status, peraturan, dan program kerja terkait
pengelolaan mangrove diperoleh dari wawancara terhadap Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Demak, Dinas Pertanian Kabupaten Demak, Kantor
Lingkungan Hidup Kabupaten Demak, Kantor Kecamatan Wedung, Kelurahan
Berahan Wetan, Kelurahan Berahan Kulon, dan Kelurahan Bungo.
3.3.2

Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Demak. Data sekunder yang digunakan meliputi:
1. Statistik perikanan tangkap Kabupaten Demak
2. Statistik perikanan budidaya Kabupaten Demak
3. Data jumlah nelayan dan petambak di Desa Berahan Wetan, Berahan Kulon,
dan Bungo.
4. Luas mangrove dan tambak
3.4. Analisis Data
3.4.1 Analisis Hubungan Karakteristik Mangrove dan Parameter Fisika Kimia
Hubungan antara karakteristik mangrove dengan parameter lingkungan
dianalisis dengan Agglomerative Hierarchical Clustering (AHC) untuk
dikelompokkan dalam kelas yang memiliki karakteristik yang sama atau
berdekatan.
3.4.2 Analisis Indeks Nilai Penting
Indeks nilai penting (INP) suatu jenis berkisar antara 0 – 300. Nilai penting
ini memberikan gambaran tentang peranan suatu jenis mangrove dalam ekosistem
dan dapat juga digunakan untuk mengetahui dominansi suatu spesies dalam
komunitas. Indeks Nilai Penting untuk pohon merupakan penjumlahan kerapatan
relatif, frekuensi relatif dan dominansi relatif.
INP = KR + FR + DR
Dimana:
KR(Kerapatan relatif) =

x 100 %

FR (Frekuensi Relatif) =

x 100 %

15

DR (Dominasi Relatif ) =

x 100 %

3.4.3 Analisis Indeks Keragaman (H’) Shannon-Wiener
Indeks keragaman (H’) menggambarkan keragaman, produktivitas, tekanan
pada ekosistem, dan kestabilan ekosistem.
H’ =
Dimana:
Pi = ∑ni/N
H = Indeks Keragaman Shannon-Wiener
Pi = Jumlah individu suatu spesies/jumlah total seluruh spesies
ni = Jumlah individu spesies ke-i
N = Jumlah total individu
Kisaran nilai hasil perhitungan indeks keragam (H) menunjukkan bahwa jika:
H>3 : Keragaman spesies tinggi
1