Inhibition Kinetics of Sida rhombifolia Extract toward Xanthine Oxidase by Electrochemical Method

KINETIKA INHIBISI EKSTRAK SIDAGURI
(Sida rhombifolia Linn) TERHADAP XANTINA OKSIDASE
SECARA ELEKTROKIMIA

MUAMMAR YULIAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kinetika Inhibisi Ekstrak
Sidaguri (Sida rhombifolia) terhadap Xantina Oksidase secara Elektrokimia
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Muammar Yulian
NIM G451110051

RINGKASAN
MUAMMAR YULIAN. Kinetika Inhibisi Ekstrak Sidaguri (Sida rhombifolia)
terhadap Xantina Oksidase secara Elektrokimia. Dibimbing oleh DYAH
ISWANTINI PRADONO dan SRI MULIJANI.
Asam urat merupakan produk akhir dari metabolisme purin.
Ketidakseimbangan antara produksi dan ekskresi kadar asam urat dalam darah
akan menimbulkan hipersaturasi asam urat sehingga menyebabkan gout. Enzim
yang berperan dalam sintesis asam urat adalah xantina oksidase (XO) yang
mengkatalisis oksidasi hiposantina dan xantina menjadi asam urat. Allopurinol
merupakan salah satu pilihan obat yang banyak digunakan untuk menurunkan
kadar asam urat darah. Namun demikian, penggunaan allopurinol sebagai penurun
asam urat dapat menyebabkan efek samping seperti alergi, demam, dan
ganggunan pencernaan. Banyaknya efek samping dari penggunaan obat sintetis
seperti allopurinol telah mendorong masyarakat untuk beralih ke pengobatan
tradisional yang memanfaatkan tumbuhan obat (obat herbal).

Sida rhombifolia L. yang dikenal dengan nama sidaguri adalah tanaman
obat yang telah diketahui memiliki potensi sebagai antigout. Penelitian terdahulu
menunjukkan bahwa ekstrak flavonoid sidaguri memiliki daya inhibisi terhadap
enzim xantina oksidase hingga 71% dan pengukuran secara spektrofotometri
menunjukkan ekstrak flavonoid tumbuhan ini mengikuti mekanisme inhibisi
kompetitif. Tujuan penelitian ini adalah menentukan tipe kinetika inhibisi dan
IC50 dari ekstrak etanol herba sidaguri dengan metode elektrokimia serta
membandingkan linearitas dan sensitivitas pengukuran antara metode
spektrofotometri dan elektrokimia. Tipe kinetika inhibisi yang terbentuk
selanjutnya dapat menjelaskan kekuatan ikatan antara enzim sebagai target dan
senyawa calon obat, apakah kekuatan ikatan antara enzim dan senyawa calon obat
tersebut bersifat sementara (inhibisi kompetitif dan inhibisi unkompetitif) ataukah
permanen (inhibisi nonkompetitif).
Hasil penelitian menghasilkan rendemen ekstrak etanol sebesar 9.82%
dengan daya inhibisi mulai dari 13.64% hingga 82.69% (5.00-200 ppm) dan IC50
sebesar 91.15±5.74 ppm. Allopurinol sebagai kontrol diketahui memiliki daya
inhibisi sebesar 15.26-70.95% (0.10-4.00 ppm) dan IC50 sebesar 2.45±2.21 ppm.
Kinetika inhibisi dari ekstrak etanol pada konsentrasi 100 ppm menyebabkan
perubahan nilai KM (0.187 mM atau meningkat sebesar 68.73%) dari 0.0855 mM
menjadi 0.2718 mM, tanpa mengalami perubahan Vmaks.

Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan tipe kinetika inhibisi ekstrak
sidaguri mengarah pada tipe kinetika inhibisi kompetitif dengan nilai afinitas
inhibitor (α) sebesar 3.18. Besarnya nilai afinitas inhibitor (α) ekstrak terhadap
enzim dapat ditentukan dengan menghitung nisbah antara nilai KM app inhibitor dan
nilai KM app tanpa inhibitor. Metode elektrokimia diketahui memberikan linearitas
pengukuran yang lebih baik dibandingkan metode spektrofotometri, masingmasing pada rentang 0.01-1.00 mM dan 0.05-0.70 mM. Sensitivitas metode
elektrokimia (0.947 µA mM-1) juga dilaporkan lebih tinggi dibandingkan metode
spektrofotometri (0.007 menit-1).
Kata kunci: elektrokimia, kinetika inhibisi, Sida rhombifolia L, xantina oksidase

SUMMARY
MUAMMAR YULIAN. Inhibition Kinetics of Sida rhombifolia Extract toward
Xanthine Oxidase by Electrochemical Method. Supervised by DYAH
ISWANTINI PRADONO and SRI MULIJANI.
Uric acid is final product of purine metabolism. Abnormal conditions of uric
acid metabolism will cause precipitation of sodium urate crystals in joints, a
condition termed gout. Xanthine oxidase (XO) is an enzyme that plays an
important role in purine metabolism and functions to catalyze hypoxanthine
oxidation into xanthine and, xanthine into uric acid. The well known xanthine
oxidase inhibitors (XOIs) is allopurinol, which is one option out of the many

synthetic drugs used in modern medicine for the treatment of gout. Nevertheless,
the use of allopurinol can cause side effects such as allergies, fever, and
gastrointestinal disorders. The side effects of synthetic drug use such as
allopurinol have prompted people to turn to traditional medicine that utilizes herbs
(medicinal herbs).
Sida rhombifolia is one of the traditional medicinal plant with potential as
anti-gout. The previous research showed that flavonoids crude extract from this
plant could in vitro inhibit the activity of xanthine oxidase up to 71% and the
kinetic study by spectrophotometric resulted that the type of flavonoids crude
extract inhibition was a competitive inhibition. The purpose of research was to
investigate the type of inhibition kinetics of S. Rhombifolia’s ethanol extract by
electrochemical method and to compare the study of linearity and sensitivity
between electrochemical and spectrophotometric methods. The determination of
inhibition kinetics type which is formed can subsequently explain the inhibitory
mechanism formed and describe the affinity formed between XO enzyme as a
target with drug candidate compounds, whether it is temporary (competitive
inhibition and uncompetitive inhibition) or permanent (non-competitive
inhibition).
The results showed that the yield of S. Rhombifolia’s ethanol extract was
9.82% with the inhibition activity of 13.64% to 82.69% (5.00-200 ppm) and the

value of IC50 was 91.15±5.74 ppm. Allopurinol as a control showed the inhibition
activity of 15.26-70.95% (0.10-4.00 ppm) and the value of IC50 was 2.45±2.21
ppm. Inibition kinetic of the ethanol extract caused a change of KM (0.187 mM or
increase 68.73%) and unchange of Vmax.
Based on the data, the type of inhibition kinetic was a competitive
inhibition, that had the value of inhibitor affinity (α) of 3.18. The inhibitor affinity
value (α) of the enzyme can be determined by calculating the ratio between the
value of KM with inhibitors and KM values without inhibitor. Linearity of xanthine
oxidase activity assay by electrochemical and spectrophotometric methods
showed the range of 0.01-1.00 mM and 0.05-0.70 mM respectively. The
sensitivity of electrochemical method was reported higher (0.95 µA mM-1) than
the spectrophotometric method (0.007 min-1).
Keywords: electrochemistry, inhibition kinetics, Sida rhombifolia L, xanthine
oxidase

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KINETIKA INHIBISI EKSTRAK SIDAGURI
(Sida rhombifolia L) TERHADAP XANTINA OKSIDASE
SECARA ELEKTROKIMIA

MUAMMAR YULIAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Kimia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Djarot S Hamiseno, MS

p

Judul Tesis : Kinetika Inhibisi Ekstrak Sidaguri (Sida rhombi/alia L) terhadap
Xantina Oksidase secara Elektrokimia
: Muammar Yulian
Nama
: 0451110051 .
NIM

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Dyah Isw

tini Pradono, MScAgr
Ketua


Dr Sri Mulijani, MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Kimia

Prof Dr Dra Pu

antiningsih S, MS

Tanggal Ujian: 30 Juli 2013

Tanggal Lulus:

03 SEP 2013

Judul Tesis : Kinetika Inhibisi Ekstrak Sidaguri (Sida rhombifolia L) terhadap

Xantina Oksidase secara Elektrokimia
Nama
: Muammar Yulian
NIM
: G451110051

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Dyah Iswantini Pradono, MScAgr
Ketua

Dr Sri Mulijani, MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Kimia


Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Dra Purwantiningsih S, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 30 Juli 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2012 ini ialah
kinetika inhibisi, dengan judul Kinetika Inhibisi Ekstrak Sidaguri (Sida
rhombifolia) terhadap Xantina Oksidase secara Elektrokimia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Dyah Iswantini Pradono,
MScAgr dan Ibu Dr Sri Mulijani, MS selaku komisi pembimbing, Bapak Dr
Djarot S Hamiseno, MS selaku dosen penguji luar komisi, serta seluruh dosen
Pascasarjana Kimia atas segala bimbingan dan ilmu yang diberikan. Di samping

itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staf Laboratorium Kimia Fisik
IPB (Bapak Mail, Ibu Ayi), Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB (Mbak
Salina, Ibu Nunuk, Mbak Wiwik, Mas Zaim, Mas Nio, Mas Endi), Laboratorium
Bersama Kimia IPB (Bapak Wawan, Mas Eko), dan Laboratorium Kimia Organik
(Bapak Sabur) yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada Pimpinan dan keluarga besar IAIN Ar-Raniry Aceh,
Kopertais Wilayah V Aceh dan Direktorat Pendidikan Tinggi Islam (Diktis)
Kemenag, atas bantuan biaya pendidikan yang telah diberikan, serta kepada Ibu
Prof Dr Dyah Iswantini Pradono, MScAgr yang telah memberikan bantuan biaya
penelitian. Tak lupa pula, ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bang
Fadhli, Ibu Trivadila, Fudhail, Dilla, Kak Titi, Qadri, group riset di Kimia Fisik
(Lukman, Okik, Yuanita, Dini, Yona), teman-teman seperjuangan di Pascasarjana
Kimia dan keluarga besar IKAMAPA atas masukan, saran dan motivasi yang
diberikan. Untuk kedua Orang tuaku, Abayi, Adikku Masyithah, Khalida dan
Safirul, Cek Is dan seluruh keluarga terima kasih atas segala doa dan kasih
sayangnya. Untuk istriku tercinta Rahma, terima kasih tak hingga untuk segala
kesabaran, ketabahan dan motivasimu dan untuk malaikat kecilku Sulthan Syamil
Bassam dan Putroe Aaqila Bassam kalianlah sumber inspirasiku.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013
Muammar Yulian

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

ix
x
xi

1 PENDAHULUAN
Latar belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
2 TINJAUAN PUSTAKA
Sidaguri (Sida rhombifolia)
Xantina Oksidase dan Gout (Asam Urat)
Kinetika Inhibisi Enzim
Elektrokimia
3 METODE
Bahan dan Alat
Langkah-langkah Penelitian
Ekstraksi Sidaguri
Elektrode Pasta Karbon
Pengukuran Elektrokimia
Penentuan Kondisi Optimum Aktivitas XO
Uji Daya Inhibisi Terhadap XO
Uji Kinetika Inhibisi Ekstrak Terhadap XO
Pengukuran Spektrofotometri
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstrak Sidaguri
Kondisi Optimum Aktivitas XO
Daya Inhibisi terhadap XO dan IC50
Kinetika Inhibisi Ekstrak terhadap XO
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

1
1
3
3
3
3
4
5
7
8
8
8
8
9
9
9
9
10
10
10
10
11
14
16
20
20
20
20
25

2

DAFTAR TABEL
1 Daya inhibisi ekstrak herba sidaguri terhadap aktivitas XO
2 Daya inhibisi allopurinol terhadap aktivitas XO

15
15

DAFTAR GAMBAR
1 Profil tumbuhan sidaguri
2 Mekanisme penghambatan pembentukan asam urat
3 Pola kinetika inhibisi yang terbentuk akibat adanya inhibitor kompetitif
dengan metode Lineweaver-Burk
4 Pola kinetika inhibisi yang terbentuk akibat adanya inhibitor
unkompetitif dengan metode Lineweaver-Burk
5 Pola kinetika inhibisi yang terbentuk akibat adanya inhibitor
nonkompetitif dengan metode Lineweaver-Burk
6 Proses transfer elektron dan reaksi enzimatis ke permukaan elektrode
yang dimediasi oleh mediator
7 Voltammogram siklik
8 Alur kontur hubungan antara pH dan suhu (a), suhu dan konsentrasi
(b), dan pH dan konsentrasi xantina (c) terhadap aktivitas XO
9 Hubungan konsentrasi substrat [xantina] dan aktivitas XO
10 Linearitas konsentrasi substrat [xantina] dan aktivitas XO secara
elektrokimia
11 Linearitas konsentrasi substrat [xantina] dan aktivitas XO secara
spektrofotometri
12 Kinetika inhibisi ekstrak herba sidaguri yang diplot pada persamaan
Lineweaver-Burk

3
4
5
6
7
11
12
13
16
17
17
18

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Diagram alir umum penelitian
Uji daya inhibisi dan penentuan IC50 ekstrak
Uji daya inhibisi dan penentuan IC50 allopurinol
Uji kinetika inhibisi
Penentuan kadar air
Kombinasi faktor-faktor peubah bebas menggunakan RSM
Hasil optimasi terhadap kombinasi RSM
Kurva hubungan konsentrasi sidaguri dan daya inhibisi
Kurva hubungan konsentrasi allopurinol dan daya inhibisi
Hubungan konsentrasi substrat dan aktivitas XO
Penentuan panjang gelombang maksimum
Kurva kalibrasi standar xantina secara spektrofotometri
Penentuan aktivitas XO (kecepatan) secara spektrofotometri
Analisis kinetika

25
25
26
26
27
27
28
28
29
30
30
31
31
32

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Asam urat merupakan produk akhir dari metabolisme purin. Kadar asam
urat dalam darah adalah hasil keseimbangan antara produksi dan ekskresi. Ketika
terjadi ketidakseimbangan kedua proses tersebut, maka terjadi keadaan
hiperurisemia yang menimbulkan hipersaturasi asam urat sehingga menyebabkan
gout (Katzung 2002). Kadar normal asam urat dalam darah pada laki-laki dewasa
adalah 0.24–0.52 mmol L-1, sedangkan pada wanita lebih rendah yaitu 0.16–0.43
mmol L-1 (Maimun 2007).
Enzim yang berperan dalam sintesis asam urat adalah xantina oksidase
(XO) yang sangat aktif bekerja dalam hati, usus halus dan ginjal. XO
mengkatalisis oksidasi hiposantina dan xantina menjadi asam urat (Cengiz et al.
2012). Strategi pengobatan gout pada umumnya adalah dengan menurunkan kadar
asam urat sampai di bawah titik jenuhnya. Allopurinol merupakan salah satu
pilihan obat yang banyak digunakan untuk menurunkan kadar asam urat darah.
Allopurinol bekerja dengan cara menghambat enzim XO. Namun demikian,
penggunaan allopurinol sebagai penurun asam urat dapat menyebabkan efek
samping seperti alergi, demam, menggigil, leukopenia, gagal ginjal dan hati, dan
ganggunan pencernaan (Ganiswara et al. 1995; Liu et al. 2008).
Banyaknya efek samping dari penggunaan obat sintetis seperti allopurinol
telah mendorong masyarakat untuk beralih ke pengobatan tradisional yang
memanfaatkan tumbuhan obat (obat herbal). Kecenderungan masyarakat untuk
back to nature dan kebijakan pemerintah yang telah mencanangkan program
“Saintifikasi Jamu” dengan prioritas pada penelitian preventif 4 ramuan formula
untuk
gejala
hiperglikemia,
hipertensi,
hiperkolesterolemia
dan
hiperurisemia/gout merupakan kondisi yang sangat prospektif untuk
mengembangkan penelitian tentang tumbuhan obat berbasis keanekaragaman
hayati Indonesia. Sidaguri (Sida rhombifolia) merupakan salah satu tumbuhan
obat yang diakui khasiatnya sebagai antigout adalah. Ekstrak flavonoid sidaguri
diketahui memiliki daya inhibisi yang tinggi terhadap XO, mulai dari 48-71%
pada rentang konsentrasi ekstrak 100-800 mg L-1 (Iswantini et al. 2009). Tidak
hanya dalam komposisi tunggal, potensi sidaguri sebagai antigout dalam formula
gabungan memiliki daya inhibisi tertinggi bahkan melebihi allopurinol, hasil ini
sudah dipatenkan dan sudah granted (Iswantini et al. 2010). Ekstrak alkohol dari
akar sidaguri juga dilaporkan memiliki aktivitas sebagai antioksidan,
antiinflamasi, dan antirematik (Amarender et al. 2011).
Hal ini semakin mengukuhkan sidaguri sebagai biomedicine dengan daya
inhibisi yang relatif cukup kuat dan dapat menjadi alternatif pengganti obat
antigout sintetis seperti allopurinol. Selain potensinya sebagai antigout, penentuan
kinetika inhibisi dari ekstrak sidaguri juga merupakan salah satu hal yang sangat
penting dilakukan. Penentuan tipe kinetika inhibisi dari suatu senyawa bahan alam
yang akan digunakan sebagai calon obat penting dilakukan untuk melihat
mekanisme inhibisi yang terjadi. Tipe kinetika inhibisi yang terbentuk selanjutnya
dapat menjelaskan kekuatan ikatan antara enzim sebagai target dan senyawa calon

2

obat, apakah kekuatan ikatan antara enzim dan senyawa calon obat tersebut
bersifat sementara (inhibisi kompetitif dan inhibisi unkompetitif) ataukah
permanen (inhibisi non kompetitif).
Ekstrak kasar flavonoid herba sidaguri diketahui menunjukkan tipe
kinetika inhibisi kompetitif terhadap XO (Iswantini et al. 2009). Senyawa
golongan flavonol seperti luteolin dan kuersetin juga dilaporkan mengikuti
kinetika inhibisi kompetitif terhadap XO (Pauff dan Hille 2009). Tipe kinetika
inhibisi nonkompetitif terhadap XO di antaranya ditunjukkan oleh ekstrak daun
Fraxinus angustifolia (Meriem et al. 2010) dan ekstrak akar Tephrosia purpurea
(Nile dan Khobragade 2011), adapun caulerpenyne (CYN) dari ekstrak Caulerpa
prolifera dilaporkan menunjukkan tipe kinetika inhibisi unkompetitif (Cengiz et
al. 2012).
Metode yang umum digunakan untuk penentuan tipe kinetika inhibisi ini
adalah spektrofotometri. Metode ini memiliki beberapa kelemahan di antaranya
biaya yang relatif mahal karena menggunakan bahan kimia yang bermacammacam dan dalam jumlah yang banyak, waktu yang lama karena membutuhkan
preparasi sampel, kurang sensitif terutama dalam menguji sampel berwarna dan
dipengaruhi oleh kekeruhan atau turbiditas. Oleh karena itu, dibutuhkan metode
yang lebih mudah, murah, akurat, cepat dan sensitif dalam penentuan tipe kinetika
inhibisi.
Campanella et al. (2004) melaporkan bahwa metode elektrokimia dapat
mengatasi berbagai kelemahan metode spektrofotometri. Metode ini sangat
menjanjikan karena waktu analisis yang relatif cepat, membutuhkan instrumen
yang tidak mahal, protokol operasi yang sederhana dan akurat (Grieshaber et al.
2008). Perkembangan metode elektrokimia saat ini menjadi semakin pesat karena
dapat menganalisis pada tingkat renik dan selektif (Hattu 2009), sehingga telah
banyak diterapkan dalam bidang elektroanalisis, kesehatan, dan lingkungan.
Metode elektrokimia juga telah banyak dimanfaatkan sebagai transduser pada
biosensor dan menunjukkan perkembangan yang sangat cepat. Bahkan, Iswantini
et al. (2011) telah mengembangkan biosensor glukosa menggunakan bakteri asal
Indonesia sebagai pengganti enzim murni.
Biosensor elektrokimia untuk penentuan asam urat di antaranya telah
dikembangkan oleh Arslan (2008) menggunakan enzim urikase yang diimobilisasi
dengan gluteraldehid dan polianilina-polipirol (pani-ppy) pada permukaan
elektrode platinum. Selanjutnya Priyabrata (2010) mengembangkan biosensor
asam urat dengan mengimobilisasi enzim urikase menggunakan gluteraldehid dan
gelatin. Biosensor asam urat amperometri berbasis enzim urikase dengan
transduser H2O2 juga dilaporkan mampu merespon dengan baik asam urat pada
range 2.5-200 M (Ivekovic et al. 2012).
Penentuan tipe kinetika inhibisi ekstrak tumbuhan obat terhadap enzim
XO secara elektrokimia belum dilakukan. Berbeda dengan Iswantini at al. (2009)
yang sebelumnya telah menentukan tipe kinetika inhibisi dari ekstrak kasar
flavonoid sidaguri dengan metode spektrofotometri. Pada penelitian ini akan
dilakukan penentuan tipe kinetika inhibisi dan IC50 ekstrak etanol herba sidaguri
secara elektrokimia.

3

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menentukan IC50 dan tipe kinetika inhibisi dari
ekstrak etanol herba sidaguri menggunakan metode elektrokimia serta
membandingkan linearitas dan sensitivitas pengukuran antara metode
spektrofotometri dan eletrokimia.

Hipotesis
Ekstrak etanol herba sidaguri menunjukkan mekanisme kinetika inhibisi
kompetitif terhadap XO dan metode elektrokimia lebih sensitif dan efektif dalam
penentuan tipe kinetika inhibisi.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sidaguri (Sida rhombifilia)
Sidaguri merupakan tumbuhan liar yang sering ditemukan di tepi jalan,
hutan, ladang, dan tempat-tempat dengan sinar matahari cerah atau sedikit
terlindung. Tanaman ini tersebar pada daerah tropis di seluruh dunia dari dataran
rendah sampai 1450 m di atas permukaan laut. Perdu tegak bercabang ini
tingginya dapat mencapai 2 m dengan cabang kecil berambut rapat (Dalimarta
2003). Profil dan taksonomi dari sidaguri adalah sebagai berikut:
Dunia
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

: Plantae
: Spermatophyta
: Dicotyledoneae
: Malvales
: Malvaceae
: Sida
: S. rhombifolia L

Gambar 1 Profil tumbuhan sidaguri

Sidaguri dikenal masyarakat luas sebagai tumbuhan yang dapat
dimanfaatkan sebagai obat. Ekstrak daun sidaguri diketahui memiliki aktivitas
antitumor (David et al. 1995), antihiperurisemia, antiinflamasi, dan
hepatoprotektor (Rao dan Sutradhan 1997; Khalil et al. 2006; Meza 2008).
Penelitian lainnya melaporkan bahwa ekstrak sidaguri menunjukkan aktivitas
sebagai antioksidan (Dhalwal et al. 2007), dan antibakteri (Islam et al. 2003;
Rashmi 2010).

4

Xantina Oksidase dan Gout (Asam Urat)
Xantina oksidase (XO) berperan penting dalam katabolisme purin. Di
dalam tubuh, XO ditemukan di sel hati dan otot. XO merupakan suatu kompleks
enzim yang terdiri atas 1332 residu asam amino, molibdenum (HO2SMo), FAD,
dan Fe2S2 sebagai pusat reaksi redoks, dengan bobot molekul sebesar 275000
dalton (Millar et al. 2002). XO mengkatalisis oksidasi hiposantina menjadi
xantina dan xantina menjadi asam urat yang berperan penting pada penyakit gout.
Gout atau asam urat merupakan substansi hasil akhir metabolisme purin
dalam tubuh. Berdasarkan penyelidikan, 90% dari asam urat merupakan hasil
katabolisme purin yang dibantu oleh enzim guanase dan XO (Shamley 2005).
Orang yang memiliki kelebihan berat badan, tekanan darah tinggi, makan diet
kaya protein dan minum alkohol dalam jumlah besar memiliki peningkatan risiko
gout (Shiraishi dan Une 2009).
Obat yang umum digunakan untuk obat penyakit gout adalah allopurinol
(Connor 2009). Allopurinol sebagai inhibitor spesifik dari enzim XO terbukti
efektif dalam menurunkan kadar asam urat (Gaw et al. 1998). Peran allopurinol
dalam menghambat aktivitas XO pada proses pembentukan asam urat ditunjukkan
oleh Gambar 2.

Gambar 2 Mekanisme penghambatan pembentukan asam urat oleh allopurinol

Melihat beragamnya efek samping yang ditimbulkan obat sintetis, telah
mendorong masyarakat untuk beralih ke pengobatan tradisional yang
memanfaatkan tumbuhan obat (obat herbal). Penggunaan bahan alam sebagai obat
memiliki kelebihan, yaitu meskipun penggunaannya dalam waktu lama tetapi efek
samping yang ditimbulkan relatif kecil sehingga dianggap lebih aman (Katno dan
Pramono 2002).

5

Senyawa bioaktif polifenol yang terdapat pada teh, yaitu teaflavin,
teaflavin-3-galat, teaflavin-3-3’-digalat, (-)-epigalokatekin-3-galat, dan asam galat
mampu menghambat kerja XO dalam membentuk asam urat melalui mekanisme
inhibisi kompetitif (Jen et al. 2000). Penelitian yang dilakukan Hsieh et al. (2007)
melaporkan bahwa senyawa 6-aminopurina dari daun gandum memiliki daya
inhibisi yang kuat terhadap XO dengan nilai IC50 10.8λ M. Selanjutnya ekstrak
metanol dari kulit batang Erythrina indica Lam memiliki daya inhibisi terhadap
XO dengan IC50 52.75 g mL-1 (Sowndhararajan et al. 2012).
Kinetika Inhibisi Enzim
Kinetika enzim adalah salah satu cabang enzimologi yang membahas
faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi enzimatis. Dalam mempelajari
kinetika enzim, berbagai faktor penentu laju aktivitas dipelajari secara lebih
seksama dan kondisinya diatur sedemikian rupa dengan harapan reaksi yang
terjadi dapat lebih terkendali dan hanya diakibatkan oleh interaksi enzim-substrat.
Untuk beberapa keperluan, seperti dalam mempelajari kemampuan senyawa
bioaktif sebagai obat (inhibitor/aktivator), terhadap lingkungan tempat reaksi
enzim tersebut berlangsung ditambahkan senyawa bioaktif dengan konsentrasi
tertentu dan pola kinetika yang terbentuk dibandingkan dengan pola kinetika
dasarnya untuk melihat adanya perubahan pola kinetika (Price dan Stevens 2004).
Mekanisme inhibisi dapat berlangsung secara kompetitif, unkompetitif
atau nonkompetitif. Pada tipe inhibisi kompetitif, terjadi kompetisi antara substrat
dengan inhibitor dalam memperebutkan sisi aktif dari enzim (Gambar 3). Pada
tipe penghambatan ini, adanya inhibitor dapat menyebabkan perubahan nilai KM
(konstanta Michaelis-Menten) menjadi lebih besar dari nilai KM semula tanpa
mengubah nilai Vmaks (kecepatan maksimum reaksi enzimatis) (Thenawijaya
1995).
1/ V

Inhibitor
Tanpa inhibitor

1/ Vmaks

1/ [substrat]

Gambar 3 Pola kinetika inhibisi yang terbentuk akibat adanya inhibitor kompetitif
dengan metode Lineweaver-Burk.
Pada inhibisi unkompetitif, inhibitor terikat pada sisi allosterik enzim
setelah terbentuk kompleks enzim substrat. Pada jenis inhibisi ini, inhibitor tidak
dapat langsung berikatan dengan enzim dalam keadaan bebas, namun hanya dapat
terikat jika telah terbentuk kompleks enzim substrat (Gambar 4). Dalam bentuk

6

kompleks enzim substrat-inhibitor, enzim akan kehilangan sifat katalisatornya
(inaktif) dan produk tidak akan terbentuk. Produk hanya akan terbentuk, jika
inhibitor terlepas dari kompleks enzim substrat-inhibitor. Inhibisi unkompetitif
umunya terjadi akibat adanya akumulasi produk dari reaksi enzim itu sendiri dan
sangat jarang dijumpai pada reaksi enzim yang melibatkan hanya satu substrat dan
satu produk. Pola kinetika yang terbentuk akibat adanya inhibitor pada jenis
inhibisi unkompeitif ini adalah terjadinya penurunan nilai KM dan Vmax dari
keadaan normalnya (Voet D dan Voet J 2001).
Inhibitor

Tanpa Inhibitor

Gambar 4 Pola kinetika inhibisi yang terbentuk akibat adanya inhibitor
unkompetitif dengan metode Lineweaver-Burk
Pada jenis inhibisi nonkompetitif, antara substrat dan inhibitor tidak terjadi
kompetisi dalam memperebutkan sisi aktif enzim. Inhibitor dan substrat tidak
memiliki kemiripan struktur. Inhibitor berikatan dengan enzim pada lokasi di luar
sisi aktifnya. Efek penghambatan akan terjadi karena inhibitor berikatan dengan
sisi allosterik enzim, dan akan mengubah bentuk sisi aktif enzim seperti
ditunjukkan pada Gambar 5. Akibat dari jenis inhibisi ini adalah terjadinya
penurunan Vmaks tanpa mengubah nilai KM. Berbeda dengan jenis inhibisi
unkompetitif, pada inhibisi nonkompetitif, inhibitor dapat membentuk ikatan
dengan enzim dalam keadaan bebasnya di samping dapat membentuk ikatan
dengan kompleks enzim substrat. Ikatan inhibitor terhadap enzim bebas dan
kompleks enzim-substrat dapat meyebabkan terbentuknya kompleks enzim
inhibitor dan enzim substrat-inhibitor yang bersifat tidak produktif, karena kedua
kompleks ini tidak dapat membentuk produk (Voet D dan Voet J 2001).
Inhibitor

1/ V

Tanpa inhibitor

1/ Vmaks

1/ [substrat]

Gambar 5 Pola kinetika inhibisi yang terbentuk akibat adanya inhibitor
nonkompetitif dengan metode Lineweaver-Burk

7

Produk hanya akan terbentuk jika ikatan inhibitor terlepas dari kompleks
enzim substrat-inhibitor. Reaksi samping yang sangat merugikan akibat pengaruh
inhibitor pada jenis penghambatan ini adalah besarnya peluang bagi sisi aktif
enzim untuk berubah secara permanen dari keadaan alaminya jika terbentuk
kompleks enzim inhibitor dengan ikatan yang sangat kuat. Hal ini akan
menyebabkan enzim kehilangan reaktivitasnya secara permanen. Nilai KM dan
Vmaks sangat sulit ditentukan secara tepat berdasarkan grafik Michaelis-Menten,
sehingga untuk mendapatkan nilai Vmaks dan KM yang lebih tepat persamaan
Michaelis-Menten tersebut ditransformasikan ke persamaan Lineweaver-Burk,
Dixon, atau Eddie-Hofstee (Bintang 2010).

Elektrokimia
Elektrokimia merupakan ilmu yang mempelajari aspek elektronik dari
reaksi kimia. Reaksi yang dimaksud adalah reaksi yang melibatkan adanya
pelepasan dan penerimaan elektron atau yang dikenal dengan reaksi oksidasi dan
reduksi (reaksi redoks). Penggunaan metode elektrokimia dalam penelitian ini
adalah metode voltametri dengan teknik voltametri siklik. Pengukuran secara
voltametri siklik dapat dilakukan karena adanya transfer elektron dari substrat
xantina ke sisi aktif enzim molibdenum melalui Fe2S2 dan FAD membentuk
hidrogen peroksida (Heuvelen 1976).
Voltametri merupakan metode elektroanalisis yang didasarkan pada
pengukuran arus listrik sebagai fungsi perubahan potensial listrik yang diterapkan
pada sel elektrolisis. Metode ini umumnya menggunakan tiga elektrode, yaitu
elektrode kerja, elektrode pembanding, dan elektrode pembantu. Ketiga elektrode
ini merupakan penghantar/ sistem yang memungkinkan pengaliran elektron/
antaraksi kimia komponen tertentu dalam elektrolit sehingga dapat dilakukan
pengukuran besaran potensial (Skoog et al. 1998; Wang 2000).
Voltametri siklik adalah teknik analisis voltametri yang didasarkan pada
pengukuran nilai arus listrik sebagai fungsi aliran potensial, dengan potensial awal
sama dengan potensial akhir. Arus yang dihasilkan, diukur antara elektrode kerja
dan elektrode bantu (Hattu 2009). Arus listrik pada elektrode kerja disebabkan
transfer elektron yang disebut arus faradai. Mekanisme transfer elektron melalui
ion-ion dalam elektrolit dapat terjadi dengan tiga cara, yaitu cara difusi, konveksi,
dan migrasi. Pada migrasi diupayakan hanya pengaruh difusi yang terlibat (Wang
2000).

8

3 METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi sampel herba
sidaguri yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka, substrat xantina dan enzim
XO dari Sigma, grafit, membran dialisis, parafin cair, dan ferosena.
Alat dan instrumen yang digunakan adalah eDAQ PotensiostatGalvanostat yang dilengkapi dengan perangkat lunak Echem v2.1.0, elektrode
Ag/AgCl, elektrode pasta karbon, elektrode platina, sel elektrokimia, pipet mikro,
dan spektrofotometer.
Langkah-langkah Penelitian
Penelitian ini terdiri atas beberapa tahap yaitu: pembuatan ekstrak,
pembuatan elektrode pasta karbon dan pengukuran elektrokimia yang meliputi:
optimasi pengukuran aktivitas enzim substrat, uji daya inhibisi, penentuan IC50,
penentuan mekanisme kinetika inhibisi serta penentuan linearitas dan sensitivitas
pengukuran antara metode spektrofotometri dan metode elektrokimia. Diagram
alir dari penelitian ini selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.
Ekstraksi sidaguri (BPOM 2004)
Ekstraksi sidaguri dilakukan dengan mengacu pada BPOM RI (2004).
Sampel sidaguri yang telah dibersihkan dan dikeringkan, dipisahkan bagian
batang maupun daunnya. Setelah itu secara terpisah, setiap bagian dihaluskan,
kemudian masing-masing dicampur dengan rasio 1:1 (sampel ini selanjutnya
disebut herba). Herba diekstraksi dengan pelarut etanol 30% menggunakan
metode maserasi dengan rasio 1:10, sampel beserta pelarut dikocok selama 6 jam
menggunakan shaker, kemudian didiamkan selama 24 jam. Filtrat dipisahkan dan
proses tersebut diulangi 3 kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua
filtrat dikumpulkan dan diuapkan dengan radas penguap putar sehingga diperoleh
ekstrak kental, kemudian dikeringkan, ditimbang dan dihitung rendemennya.
Pembuatan Elektrode pasta karbon (Mirel et al. 1998)
Pembuatan elektrode pasta karbon sesuai dengan prosedur Mirel et al.
(1998). Elektrode pasta karbon dibuat dari campuran grafit dan parafin cair 2:1.
Grafit dicampur dengan parafin cair hingga membentuk pasta. Kemudian pasta
karbon dimasukkan ke dalam badan elektrode hingga memadat sampai ke
permukaan kaca. Permukaan kaca elektrode dihaluskan dan dibersihkan dengan
amplas dan kertas minyak. Selanjutnya permukaan elektrode dilapisi dengan
membran dialisis, ditutup dengan jaring nilon dan diikat dengan parafilm.
Prosedur yang sama dilakukan untuk membuat 150 buah elektrode pasta karbon.

9

Pengukuran elektrokimia
Pengukuran elektrokimia dilakukan dengan menggunakan seperangkat alat
potensiostat/galvanostat eDAQ dan komputer beserta perangkat lunak pengolah
data Echem v2.1.0. Elektrode yang digunakan yaitu elektrode Ag/AgCl, platina
dan elektrode pasta karbon berturut-turut sebagai elektrode rujukan, pembantu dan
kerja. Parameter pengukuran dibuat sebagai berikut: Mode: Cyclic, Initial: 100
mV, Final: 100 mV, Rate: 250 mV/s, Step W: 20 ms, Upper E : 1000 mV, Lower
E: 0 mV dan Range: 5 V.
Sebanyak 1.9 mL larutan bufer fosfat 0.05 M pH 7.5 ditambahkan ke
dalam sel elektrokimia dan puncak arus anode yang terbentuk diamati sebagai
blangko. Selanjutnya ditambahkan 100 L ferosena, 100 L larutan XO 0,1 U/mL
dan substrat xantina sebanyak 1 mL ke dalam sel elektrokimia. Sebelum
dilakukan pengukuran, larutan dideaerasi dengan mengalirkan gas nitrogen
selama ± 1 menit. Setelah penambahan setiap zat ke dalam larutan, perubahan
arus yang terjadi diamati hingga mencapai arus keadaan tunak secara runut.
Sebelum dilakukan pengukuran alat terlebih dulu dikalibrasi menggunakan larutan
K3[Fe(CN)6].
Penentuan kondisi optimum aktivitas enzim XO
Optimasi dilakukan pada suhu (20-30 oC), pH (6-9), dan konsentrasi
xantina (0.1-1.0 mM). Metode permukaan respons (RSM) digunakan untuk
pengoptimuman aktivitas XO. Metode ini dilakukan dengan cara memasukkan
kombinasi faktor-faktor peubah bebas pada perangkat lunak statistika
Minitab.v.14 English. Selanjutnya percobaan dilakukan sesuai dengan kombinasi
yang dihasilkan untuk mendapatkan nilai aktivitas optimumnya.
Pengujian daya inhibisi terhadap XO dan penentuan IC50 (Tamta et al. 2005)
Uji daya inhibisi ekstrak kasar terhadap XO dilakukan pada kondisi
optimumnya. Prosedur analisis mengacu pada Tamta et al. (2005) dengan
modifikasi. Pengukuran dilakukan pada kondisi optimum yang telah diperoleh
sebelumnya sesuai dengan prosedur pengukuran elektrokimia. Akan tetapi
sebelum ditambahkan substrat xantina, ke dalam sel elektrokimia ditambahkan
ekstrak herba dengan variasi konsentrasi tertentu.
Ekstrak tidak memberikan khasiat apabila aktivitas (arus) yang terukur
setelah penambahan ekstrak sama besar dengan aktivitas (arus) kontrol (perlakuan
tanpa ekstrak). Semakin kecil arus yang terukur berarti ekstrak semakin berkhasiat
dalam menghambat kerja XO.
Aktivitas inhibisi dinyatakan dengan inhibition concentration 50% (IC50),
yaitu konsentrasi sampel yang dapat menghambat kerja XO sebesar 50%. Nilai
IC50 diperoleh dari persamaan regresi yang diperoleh dari hasil pengukuran uji
daya inhibisi dengan memasukkan nilai y=50. Pembanding yang digunakan adalah
allopurinol. Terhadap allopurinol juga ditentukan daya inhibisi dan IC 50 nya
dengan prosedur yang sama sebagaimana dilakukan pada ekstrak herba sidaguri.

10

Pengujian kinetika inhibisi ekstrak terhadap XO
Prosedur uji kinetika inhibisi mirip dengan pelaksanaan uji penentuan
daya inhibisi, hanya saja pada uji kinetika, konsentrasi substrat (xantina)
divariasikan mulai dari 0.01 hingga 1.00 mM. Diuji sebagaimana penentuan daya
inhibisi, dari sini akan diperoleh kinetika enzim XO dalam keadaan normal.
Selanjutnya ke dalam sederetan konsentrasi substrat yang lain
ditambahkan ekstrak (konsentrasi terpilih) sehingga diperoleh kinetika enzim XOinhibitor. Data yang diperoleh kemudian dikonversi dan diinterpretasikan ke
dalam persamaan kinetika enzim dalam bentuk grafik. Selanjutnya dicari
persamaan garis yang terbentuk dan tipe hambatannya berdasarkan perpotongan
garis antara kinetika enzim normal dengan kinetika enzim setelah mendapat
perlakuan ekstrak kasar.
Pengukuran spektrofotometri (Tamta et al. 2005)
Pengukuran spektrofotometri mengacu pada Tamta et al. (2005) yang telah
dimodifikasi pada suhu inkubasi. Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 1.9 mL
Larutan bufer fosfat 50 mM pH 7.5, ditambah 1 mL xantina dan 0.1 mL XO 0.1
U/mL, kemudian diinkubasi pada suhu kamar selama 45 menit. Setelah masa
inkubasi, ke dalam campuran dengan segera ditambahkan 1 mL HCl 0.58 M untuk
menghentikan reaksi. Campuran selanjutnya diukur serapannya menggunakan
spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh
sebelumnya untuk melihat seberapa besar sisa xantina yang tidak bereaksi dalam
sampel uji. Jumlah asam urat yang terbentuk selanjutnya dibandingkan dengan
jumlah xantina yang direaksikan. Dengan bantuan standar xantina, akan diketahui
seberapa besar jumlah xantina dalam sampel uji yang bereaksi.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstrak Sidaguri
Sampel sidaguri yang digunakan pada penelitian ini berbentuk simplisia
yang telah dikeringkan dan dihaluskan. Pengeringan sampel ini dimaksudkan
untuk menghindari pengaruh mikrob, karena kandungan air dalam suatu bahan
akan mempengaruhi daya tahan sampel tersebut terhadap serangan mikrob.
Simplisia sidaguri ditentukan kadar airnya agar dapat diperkirakan waktu
penyimpanan terbaik bagi sampel untuk menghindari pengaruh aktivitas mikrob
(jamur).
Hasil analisis menunjukkan kadar air pada sampel sebesar 9.45%
(Lampiran 5), nilai ini mendekati nilai maksimal kadar air yang baik untuk
penyimpanan. Menurut Winarno (1997) sampel yang baik disimpan dalam jangka
panjang adalah yang memiliki kadar air kurang dari 10%, sehingga pada
penelitian ini sampel tidak didiamkan terlalu lama. Sampel selanjutnya
dihaluskan, penghalusan ini bertujuan memperluas permukaan bidang sentuh

11

sehingga akan memudahkan dan mempercepat proses difusi pelarut ke dalam
dinding sel tumbuhan serta proses ekstraksi dapat berjalan optimal.
Ekstraksi merupakan salah satu cara pemisahan satu atau lebih komponen
yang terdapat dalam suatu bahan menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstraksi
digunakan untuk memperoleh kandungan senyawa kimia yang larut dalam pelarut.
Metode ekstraksi pada penelitian ini adalah metode maserasi dengan pelarut
etanol 30%. Mekanisme ekstraksi pada metode maserasi adalah adanya proses
difusi pelarut ke dalam dinding sel tumbuhan untuk mengekstrak senyawa yang
ada di dalam tumbuhan tersebut.
Etanol merupakan pelarut serbaguna yang baik untuk ekstraksi
pendahuluan. Penggunaan etanol sebagai pengekstrak juga dikarenakan etanol
memiliki dua gugus yang berbeda kepolarannya, yaitu gugus hidroksil yang
bersifat polar dan gugus alkil yang cenderung bersifat nonpolar. Senyawa polar
maupun nonpolar pada sampel diharapkan dapat terekstrak ke dalam etanol
dengan keberadaan 2 gugus ini.

Kondisi Optimum Aktivitas XO
Pengukuran aktivitas XO dilakukan dengan metode voltametri siklik.
Voltametri siklik merupakan salah satu metode elektroanalitik yang berdasarkan
proses reduksi oksidasi pada permukaan elektrode kerja, yaitu elektrode pasta
karbon. Elektrode pasta karbon adalah elektrode dengan material pasta yang
merupakan penggabungan antara serbuk grafit dan parafin sebagai pengikat
organik. Pemilihan elektrode pasta karbon sebagai elektroda kerja karena
pembuatannya yang tidak terlalu rumit, harganya yang relatif murah, inert dan
memiliki ketahanan secara kimia. Peningkatan kinerja elektrode kerja dapat
dilakukan dengan penambahan mediator ke dalam larutan uji. Penambahan
mediator akan mempercepat reaksi transfer elektron sehingga dapat meningkatkan
respon analit agar dapat terukur (Wang 2000; Caubey dan Malhotra 2002).
Mediator yang digunakan pada pengukuran ini adalah ferosena. Pemilihan
ferosena sebagai mediator, karena sifatnya yang stabil, tidak bereaksi langsung
dengan substrat enzim, potensial redoks yang lebih rendah dari potensial oksidasi
zat-zat pengganggu, dan tidak dipengaruhi oleh pH dan efek kekuatan ion pada
media (Trivadila 2011). Ferosena berperan sebagai mediator dalam proses transfer
elektron saat terjadi interaksi analit (substrat) dan enzim membentuk produk
dalam kasus ini adalah interaksi antara xantina dan XO membentuk asam urat.
Proses transfer elektron dan reaksi enzimatis ke permukaan elektrode yang
dimediasi oleh mediator dapat dilihat pada Gambar 6. Pada pengukuran terlihat
adanya peningkatan puncak arus setelah penambahan ferosena dibandingkan
dengan sebelum penambahan ferosena ke dalam sel elektrokimia (Gambar 7).
Arus puncak anode pada penyapuan maju sebagaimana terlihat pada Gambar 7
berhubungan dengan proses oksidasi ferosena (Fc) menjadi ion ferosenium Fc+
([FeIII(C5H5)2]+), sedangkan penyapuan balik pada arus puncak katode
berhubungan dengan proses reduksi Fc+ menjadi Fc (Shim et al. 2009). Siklus
reaksi redoks tersebut mengikuti persamaan reaksi berikut:
FeII(C5H5)2 → [FeIII(C5H5)2]+ + e[FeIII(C5H5)2]+ + e- → FeII(C5H5)2

12

Enzim(oks)

Mediator (red)

Produk

Enzim(red)

Mediator (oks)

Elektrode

Analit

e-

Gambar 6 Proses transfer elektron dan reaksi enzimatis ke permukaan elektrode
yang dimediasi oleh mediator (Chaubey dan Malhotra 2002).

Gambar 7 Voltammogram siklik,
b + XO + xantina

bufer fosfat (a),

a + ferosena (b),

Selanjutnya setelah penambahan XO dan substrat (xantina), terjadi reaksi
enzimatis membentuk asam urat dan menghasilkan arus puncak yang lebih tinggi.
Hal ini menunjukkan bahwa reaksi enzimatis XO dan xantina dengan ferosena
sebagai mediator menghasilkan aktivitas yang dapat terukur menggunakan metode
elektrokimia.
Kinerja reaksi enzim umumnya dipengaruhi oleh suhu, pH, dan konsentrasi
substrat. Rancangan percobaan optimasi pengaruh ketiga parameter tersebut
terhadap aktivitas XO dilakukan dengan menggunakan metode permukaan
respons (RSM) yang terdapat pada perangkat lunak statistik Minitab.v.14 English.
Berbeda dengan optimasi secara konvensional, kondisi optimum untuk masingmasing parameter ditentukan secara terpisah tanpa memperhatikan hubungan
antar parameter dalam waktu yang sama. Pada metode RSM kondisi optimum
yang diperoleh telah memperhatikan hubungan masing-masing parameter
terhadap respon dan hubungan antar-parameter terhadap respons.
Parameter yang dioptimumkan untuk aktivitas XO meliputi suhu (20-30 ºC),
pH (6-9), dan konsentrasi xantina (0.10-1.00 mM). Parameter ini kemudian diolah
dengan RSM dan menghasilkan luaran kombinasi faktor-faktor peubah bebas
(Lampiran 6). Pengukuran elektrokimia untuk memperoleh respons arus puncak
oksidasi (puncak anode) dilakukan sesuai dengan kombinasi tersebut. Hasil

13

optimasi aktivitas XO diberikan pada Lampiran 7 dan alur kontur hubungan
antara berbagai faktor dan puncak arus oksidasi yang dihasilkan ditunjukkan pada
Gambar 8. Alur kontur menunjukkan puncak arus oksidasi yang tertinggi pada
daerah dengan warna yang paling gelap (0.80–0.90 µA dan > 0.90 µA).

0,75
arus

0,50
0,25
0,00

30
25

6

7
pH

8

suhu

20

9

(a)

0,9

arus

0,6

1,0

0,3
20

25

30

suhu

0,5

[xantin]

0,5

[xantin]

0,0

(b)

0,6
0,4
ar us
0,2
1,0

0,0
6

7
pH

8

9

0,0

(c)

Gambar 8 Alur kontur hubungan antara pH dan suhu (a), suhu dan konsentrasi
xantina (b), dan pH dan konsentrasi xantina (c) terhadap aktivitas XO.
Aktivitas optimum XO terletak pada pH 7-8, suhu 28-30
C dan
konsentrasi xantina 0.80-1.00 mM. Korelasi antar parameter terhadap respon pada
model optimasi ini kurang baik dengan nilai koefisien korelasi yang diperoleh
kurang dari 0.90. Puncak arus oksidasi yang dihasilkan pada alur kontur
digunakan sebagai nilai awal penentuan kondisi optimum menggunakan Response
Optimizer (RO) pada RSM. Analisis dengan RO menunjukkan kondisi optimum

14

untuk masing-masing parameter suhu, pH dan konsentrasi xantina berturut-turut
adalah 30 ºC, 7.5 dan 1.0 mM.
Penelitian sebelumnya oleh Iswantini et al. (2004) melaporkan kondisi
optimum pengukuran pada suhu 20 ˚C, pH 7.5 dan konsentrasi substrat 0.7 mM.
Kondisi pH yang sama juga dilaporkan oleh Kong et al. (2000). Adapun kondisi
yang pengukuran yang berbeda lainnya di antaranya dilaporkan oleh Cengiz et al.
(2012) yaitu pada suhu 37 C dan pH 9.0. Perbedaan kondisi optimum
pengukuran untuk parameter suhu dan konsentrasi substrat disebabkan oleh
perbedaan metode, alat dan waktu pengukuran.

Daya Inhibisi terhadap XO dan IC50
Analisis daya inhibisi ekstrak etanol herba sidaguri (daun dan batang)
terhadap XO dilakukan dengan ragam konsentrasi ekstrak. Analisis pada berbagai
variasi konsentrasi ini bertujuan untuk melihat pengaruh penambahan konsentrasi
terhadap peningkatan daya inhibisi. Selain itu dengan ragam konsentrasi akan
memudahkan dan memberikan keleluasaan terhadap pemilihan konsentrasi
ekstrak yang akan digunakan sebagai kandidat pada pengujian kinetika enzim.
Penentuan daya inhibisi dilakukan dengan melihat perubahan aktivitas yang
dianalogikan dengan arus (I) sebelum dan sesudah penambahan ekstrak pada
beberapa variasi konsentrasi.
Hasil analisis daya inhibisi ekstrak etanol herba sidaguri dapat dilihat pada
Tabel 1, yang menunjukkan terdapat peningkatan daya inhibisi sejalan dengan
bertambahnya konsentrasi ekstrak. Hubungan linear antara daya inhibisi dan
konsentrasi ekstrak ditunjukkan dengan semakin menurunnya arus yang terukur
setelah penambahan ekstrak pada berbagai variasi konsentrasi (Tabel 1).
Tabel 1 Daya inhibisi ekstrak etanol herba sidaguri terhadap aktivitas XO
[sidaguri]
Aktivitas ∆Ipa
Daya Inhibisi
No
(ppm)
( A)
(%)
1
0
1.173±0.038
2
5
1.013±0.090
13.64
3
10
0.833±0.035
28.99
4
20
0.810±0.020
30.95
5
50
0.747±0.025
36.32
6
100
0.513±0.006
56.27
7
200
0.203±0.002
82.69
Ekstrak etanol herba sidaguri diketahui memiliki daya inhibisi masingmasing sebesar 56.27% dan 82.69% pada konsentrasi 100 dan 200 ppm. Iswantini
et al. (2009) sebelumnya melaporkan bahwa pengukuran daya inhibisi ekstrak
flavonoid sidaguri menggunakan metode spektrofotometri menunjukkan daya
inhibisi sebesar 70.71% pada konsentrasi ekstrak 800 ppm. Perbedaan daya
inhibisi yang terukur pada penelitian ini dan Iswantini et al. (2009) diduga karena
pengukuran secara spektrofotometri sangat dipengaruhi oleh kepekatan larutan uji
sehingga respon yang diberikan menjadi kurang baik. Dengan demikian dapat

15

disimpulkan bahwa metode elektrokimia dapat merespon aktivitas daya inhibisi
ekstrak lebih baik dibandingkan metode spektrofotometri.
Berdasarkan data daya inhibisi yang telah diperoleh, pada penelitian ini
coba ditentukan IC50, yaitu konsentrasi ekstrak yang mampu menghambat 50%
aktivitas XO. IC50 ditentukan dengan memplot hubungan antara konsentrasi dan
daya inhibisi pada kurva (Lampiran 8), dan hasil analisis menunjukkan persamaan
regresi y = 0.317x + 21.105. Dari persamaan ini diperoleh IC50 ekstrak etanol
herba sidaguri sebesar 91.15±5.74 ppm. Menurut Thuong et al. (2006) suatu
senyawa dikatakan aktif apabila memiliki nilai IC50 kurang dari 100 ppm.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol herba sidaguri
aktif sebagai inhibitor XO.
Sebagai pembanding pada penelitian ini juga ditentukan daya inhibisi dan
IC50 allopurinol. Allopurinol merupakan obat sintetik yang telah umum digunakan
untuk mengobati asam urat. Hasil analisis menunjukkan bahwa allopurinol
memiliki daya inhibisi yang lebih kuat, pada konsentrasi 3 ppm sudah dapat
menghambat aktivitas XO hingga 58%. Daya inhibisi allopurinol pada beberapa
variasi konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Daya inhibisi allopurinol terhadap aktivitas XO
[alopurinol]
Daya Inhibisi
No
(ppm)
Aktivitas ∆Ipa ( A)
(%)
1
0
1.160±0.131
2
0.1
0.983±0.012
15.26
3
0.5
0.867±0.035
25.26
4
1.0
0.783±0.040
32.50
5
2.0
0.673±0.032
41.98
6
3.0
0.487±0.025
58.02
7
4.0
0.337±0.035
70.95
Berdasarkan hubungan antara konsentrasi dan daya inhibisi diperoleh
persamaan regresi y = 13.653x + 16.541 dan dari persamaan ini diperoleh nilai
IC50 sebesar 2.45±2.21 ppm (Lampiran 9). Penelitian lainnya tentang daya inhibisi
allopurinol menunjukkan IC50 allopurinol yang bervariasi di antaranya sebesar
6.10 ppm (Umamaheswari et al. 2009; Karmella dan Christine 2011), 3.74 ppm
(Azmi et al. 2012) dan 4.29 ppm (Septianingsih et al. 2012). Hal ini
menunjukkan bahwa metode elektrokimia yang dilakukan pada penelitian ini
memberikan nilai IC50 yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan metode
spektrofotometri yang dilaporkan oleh Umamaheswari et al. (2009) dan Azmi et
al. (2012). Namun demikian penelitian lainnya juga melaporkan nilai IC50
allopurinol yang relatif lebih kecil sebesar 0.60 ppm (Wang et al. 2008). Nilai
IC50 pada beberapa pengujian ini dapat saja berbeda karena dipengaruhi oleh
perbedaan kondisi pengujian (McPherson et al. 2007; Sarawek 2007).

16

Kinetika Inhibisi Ekstrak terhadap XO
Pengaruh konsentrasi substrat terhadap aktivitas XO dapat diketahui
dengan mengukur aktivitas XO dengan variasi konsentrasi substrat xantina pada
rentang 0.01-1.00 mM. Gambar 9 yang identik dengan kurva Michaelis-Menten
menunjukkan hubungan konsentrasi xantina dan aktivitas XO. Reaksi yang
dikatalisis oleh enzim pada berbagai variasi konsentrasi substrat mengalami 2
fase, yaitu (1) jika konsentrasi substrat masih rendah, daerah yang aktif pada
enzim tidak semuanya terikat pada substrat dan (2) jika jumlah molekul substrat
meningkat maka daerah yang aktif terikat seluruhnya oleh substrat dan pada saat
ini enzim telah bekerja dengan kapasitas penuh (Iswantini et al. 2013). Ketika
konsentrasi xantina dibawah 1.00 mM, reaksi berada pada fase pertama dan ketika
konsentrasi xantina mencapai 1.00 mM aktivitas XO mulai mencapai maksimum
dan ini menunjukkan bahwa semua sisi aktif XO telah terikat dengan substrat
sehingga penambahan substrat yang lebih tinggi tidak memberi pengaruh yang
signifikan terhadap aktivitas XO.
1.40

Aktivitas XO
∆Ip µA

1.20
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
0.00

0.20

0.40
0.60
0.80
Konsentrasi xantina (mM)

1.00

1.20

Gambar 9 Hubungan konsentrasi substrat [xantina] dan aktivitas XO
Gambar 10 menunjukkan hubungan linear antara konsentrasi substrat dan
aktivitas XO dengan metode elektrokimia berada pada rentang 0.01-1.00 mM.
Daerah linear yang diperoleh pada pengukuran secara elektrokimia ini lebih baik
bila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dengan metode spektrofotometri.
Pengukuran secara spektrofotometri dilakukan pada panjang gelombang
maksimum ( maks) yang diperoleh pada penelitian ini yaitu pada maks 269.50 nm
(Lampiran 11). Hasil ini tidak terlalu jauh berbeda dari maks yang diperoleh
Iswantini et al. (2009) yaitu 262 nm. Pengukuran secara spektrofoto

Dokumen yang terkait

In Vitro Inhibition of Xanthine Oxidase by Roselle (Hibiscus sabdariffa) and Ciplukan (Physalis angulata) Extracts.

0 9 103

Inhibition Effect of Red Ginger Root and Cinnamon Bark Extracts to Cyclooxygenase 2 and Xanthine Oxidase Activities Using In Vitro Experiments

1 16 39

INHIBITION KINETICS OF Sida rhombifolia L. EXTRACT TOWARD XANTHINE OXIDASE BY ELECTROCHEMICAL METHOD

0 2 7

Bacterial inhibition and cell leakage by extract of Polygonum minus Huds. Leaves

0 3 1

ANALISIS KUALITATIF DAUN SIDAGURI (Sida rhombifolia L)

0 3 42

MICROBIOLOGYActivities of The Combined Extracts of Tempuyung (Sonchus arvensis) and Black Cumin (Nigella sativa) Against Xanthine Oxidase Inhibition on Hyperuricemic Mice

0 2 4

PENGARUH EKSTRAK HERBA MENIRAN (Phyllantus niruri) TERHADAP PENGHAMBATAN ENZIM XANTHINE OXIDASE Pengaruh Ekstrak Herba Meniran (Phyllantus Niruri) Terhadap Penghambatan Enzim Xanthine Oxidase Pada Mencit Hiperurisemia.

1 1 12

PENGARUH EKSTRAK HERBA MENIRAN (Phyllantus niruri) TERHADAP PENGHAMBATAN ENZIM XANTHINE OXIDASE Pengaruh Ekstrak Herba Meniran (Phyllantus Niruri) Terhadap Penghambatan Enzim Xanthine Oxidase Pada Mencit Hiperurisemia.

0 1 14

OXIDATION KINETICS AND QUANTIFICATION METHOD OF CHOLESTEROL USING CHOLESTEROL OXIDASE ENZYME CATALYST | Falah | Indonesian Journal of Chemistry 21486 40572 1 PB

0 1 6

IN VITRO INHIBITION OF CELERY ( Apium graveolens L.) EXTRACT ON THE ACTIVITY OF XANTHINE OXIDASE AND DETERMINATION OF ITS ACTIVE COMPOUND | Iswantini | Indonesian Journal of Chemistry 21338 40424 1 PB

0 1 8