Interaction between Root-gall Nematode Colonizing Fungi and Meloidogyne incognita of Soybean

PENDAHULUAN

Latar belakang
Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan satu di antara komoditas pertanian penting di Indonesia. Rataan kebutuhan kedelai tiap tahun dalam periode 19841988 sekitar 1.87 juta ton peptan, 1992) dan dalam periode 1989-1992 sekitar 2.06
juta ton (CBS, 1990, 1991, 1992, 1993) sedang produksi total tiap tahun dalam
periode 1984-1988 sekitar 1.17 juta ton (Deptan, 1992) dan dalam periode 19891993 sekitar 1.49 juta ton (CBS, 1990, 1991, 1992, 1993). Dari data tersebut diketahui bahwa di dalam negeri produksi kedelai belum mencukupi kebutuhan.
Untuk memenuhi kekurangan tersebut diperlukan impor yang volumenya cukup
tinggi yaitu rata-rata 362.600 ton tiap tahun dalam periode 1984-1988 (CBS, 1985,
1986, 1987, 1988, 1989) dan 604.400 ton tiap tahun dalam periode 1989-1992
(CBS, 1990, 1991, 1992, 1993).
Produksi kedelai per satuan luas di Indonesia masih jauh di bawah produksi
tertinggi tiap varietas yang ditanam. Dari tiap varietas unggul kedelai yang telah
dilepas sejak Pelita I-IV terlihat bahwa rataan hasil tiap hektar masih jauh lebih
rendah dibanding rataan hasil tertinggi (Tabel 1). Rataan hasil berkisar antara 0.891.16 ton dalam periode 1984-1992 (CBS, 1985, 1986, 1987, 1988, 1989, 1990,
1991, 1992, 1993).
Berbagai kendala dijumpai dalam usaha produksi kedelai. Satu di antaranya
adalah

nematoda parasit tumbuhan khususnya

yaitu Meloidogyne incognita, dan M. javanica, M. arenaria, yang m e ~ p d c a nfaktor

pembatas penting dalam produksi kedelai (Sikora & Greco, 1990). Di antara ketiga
Tabel 1. Produktivitas Varietas Kedelai yang Dilepas dalam Pelita I - Pelita IV
Var ietas

Orba
Galunggung
Lokon
Guntur
Wilis
Dempo
Kerinci

Hasil (tonha)
rataan

tertinggi

1.5
1.5
1.5

1.5
1.6
1.G
1.6

2.7
2.4
2.0
2.0
2.7
2.7
2.9

Varietas

Hasil (tonha)
rataan

Merbabu
Raung

Tidar
Rinjani
Lompobatang
Tambora

1.6
1.6
1.4
1.7
1.7
1.5

tertinggi
2.1
2.4
2.8
2.5
2.5
2.4


Rataan semua
varietas
Sumber: Manwan et al. 1990
spesies tersebut, M. javanica dan M. arenaria merupakan dua spesies penting di
daerah-daerah beriklim sedang dan mungkin juga di tiap tempat kedelai ditanam
(Sikora & Greco, 1990). Hasil pengamatan penulis di beberapa lahan kedelai di
wilayah Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa beberapa contoh perakaran kedelai
terserang oleh Meloidogyne spp. Salah satu lahan yaitu di Kebun Percobaan IPB
Leuwikopo-Darmaga, terdapat adanya serangan W A yang berat pada kedelai varietas Lokon.

NPA tersebut didominasi oleh M. incognita.

Berdasarkan hasil

pengamatan tersebut NPA yang digunakan dalam penelitian ini adalah M. incognita.

3
Kehilangan hasil kedelai akibat nematoda puru akar sangat beragam tergantung
pada kerapatan populasi awal nematoda, varietas kedelai yang ditanam, faktor-faktor
lingkungan terutama kelembaban dan suhu, dan cara pengelolaan. Di Florida kehilangan hasil akibat serangan M. incognita telah dilaporkan mencapai 90% (Kinloch, 1974), sedang di North Carolina kerugian lebih rendah daripada di Florida

karena perbedaan suhu (Schmit & Noel, 1984 diacu oleh Sikora & Greco, 1990).
Di Indonesia pendataan kehilangan hasil kedelai oleh nematoda puru akar belum
dilakukan. Hasil pengamatan nematoda parasit tumbuhan pada tanaman palawija di
lahan kering di Jawa Timur, Madura dan Lombok yang dilakukan oleh Maas (1990)
menunjukkan bahwa pada beberapa contoh perakaran kedelai di Madura ditemukan
NPA dalam jumlah yang cukup besar yaitu berkisar antara 4 500

- 9 000 individu

dalam tiap 10 gram akar. Hasil survei di beberapa sentra produksi kedelai di luar
Jawa menunjukkan bahwa luas serangan NPA berkisar antara 4-326 hektar dengan
intensitas serangan antara 1-5074 (BPS,1994).
Selain menimbulkan gangguan langsung pada tanaman inangnya, NPA seperti
halnya genus nematoda yang lain, dapat menurunkan ketahanan tanaman inangnya
terhadap serangan patogen-patogen lainnya. Akar tanaman yang terserang Meloi-

dogyne sering menjadi lebih rentan terhadap serangan mikroba penghuni tanah sehingga mengakibatkan terjadinya penyakit yang kompleks. Bergerson (1972) mengemukakan peranan nematoda dalam penyakit kompleks sebagai (1) vektor, (2)

4


agens peluka, (3) pemodifikasi inang, (4) pemodifikasi rizosfer, dan (5) pematah
ketahanan inang.
Bentuk interaksi lain antara nematoda parasit tumbuhan dan mikroba penghuni

tanah adalah fenomena antagonistik yang megganggu nematoda. Sangat banyak jenis
mikroba antagonis yang secara alamiah dapat mengendalikan populasi nematoda.
Antagonisme ini dalam beberapa dasawarsa terakhir banyak dimanfaatkan untuk
pengendalian nematoda. Berbagai jenis organisme dapat berperan sebagai agens
antagonis nematoda parasit tumbuhan (Kerry, 1987). Di antara antagonis tersebut
yang paling banyak diteliti adalah golongan cendawan nematofag. Menurut Duddington (1975) terdapat sekitar 50 spesies cendawan yang mampu menangkap dan
membunuh nematoda di dalam tanah, pada bahan organik, dan di tempat-tempat
lain. Semuanya mempunyai potensi sebagai agens pengendali nematoda. Selain 50
spesies cendawan tersebut masih banyak spesies cendawan antagonis lainnya yang

secara alamiah dapat menekan populasi nematoda (Kerry , 1987).
Untuk mendapat*

kualitas dan kuantitas hasil kedelai yang optimum, maka

pengetahuan mengenai karakteristik hayati organisme yang terlibat di dalam lingkungan tumbuh tanaman tersebut perlu dikaji. Dalam penelitian ini akan dikaji

fenomena interaksi antara cendawan pengkoloni NPA dan M. incognita pada kedelai.
Cendawan yang dikaji meliputi beberapa isolat yang memben tuk koloni secara
alamiah pada NPA stadium telur dalam paket dan betina dewasa. Diduga isolat-isolat cendawan tersebut merupakan antagonis M. incognita yang beberapa di antaranya

5
mungkin juga merupakan patogen pada kedelai sehingga perannya dalam produksi
kedelai perlu diperhitungkan.
Informasi yang diperoleh dari kajian tersebut diharapkan dapat dimanfaatkm
dalam pengembangan cara pengendalian M. incognita sebagai salah satu faktor
pembatas produksi kedelai.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan memperoleh pengetahuan tentang interaksi antara
spesies-spesies cendawan koloni NPA (stadium telur dan dewasa betina) dan M.

incognita pada kedelai. Tujuan selanjutnya memperoleh isolat-isolat cendawan yang
efektif sebagai agens pengendali M. incognita yang biasa menyerang kedelai.
Hipotesis

1. Beberapa spesies cendawan koloni NPA betina dewasa adalah nematofag yang
dapat menekan populasi nematoda tersebut.


2. Di antara spesies-spesies cendawan nematofag tersebut ada yang juga dapat
berperan sebagai penyebab penyakit kedelai.

TLNJAUAN PUSTAKA
Nematoda Puru Akar

Nematoda puru akar (NPA) (Meloidogyne spp. Goeldi) telah dilaporkan sejak
1885 sebagai penyebab kerusakan pada berbagai spesies tanaman, terutama di kawasan tropik dan subtropik (Franklin, 1982). Pada mulanya NPA dianggap spesies
tunggal, kemudian Chitwood (1949a diacu oleh Thorne 1961) memastikan adanya
empat spesies dan satu varietas berdasarkan morfologi sidik perineum (perineal
pattern) nematoda betina dewasa dan ciri morfologi lainnya. Keempat spesies tersebut adalah Meloidogyne javanica, M. arenaria, M. incognita, M. hapla, dan M.
incognita var. acrita. Setelah identifikasi cara Chitwood tersebut, banyak dilapor-

kan spesies NPA yang lain dari berbagai tempat. Sampai dengan akhir 1988 tercatat
6 1 spesies Meloidogyne (Eisenback & Triantaphyllou, 1991).
Klasifikasi

NPA termasuk ordo Tylenchida, subordo Tylenchina, famili Heteroderidae,
subfarnili Meloidogynae; genus Meloidogyne (Franklin, 1982).

Morfologi

Meloidogyne spp., seperti halnya nematoda parasit tumbuhan lainnya, tidak
berwarna (Wallace, 1963). Meloidogyne jantan dewasa, betina dewasa dan larva
mudah dibedakan berdasarkan bentuk tubuhnya.

7

1. Larva
Larva instar pertama (L-1) berekor tumpul dan mengalami ganti kulit di dalam
telur, sedang larva instar kedua (L-2) menetas dan kemudian hidup bebas di dalam
tanah. Panjang L-2 menurut Walker (1975) berkisar antara 375 dan 500p, sedang
menurut Franklin (1982) antara 330 dan 3 4 0 ~dengan diameter menurut Walker
(1975) antara 12 dan 1 5 ~ .Panjang dan bentuk ekor L-2 bervariasi (Gambar 1).
Nisbah panjang badanlekor berkisar antara 10: 1 (untuk M. hapla) sampai dengan
15: 1 (untuk M. africana) (Franklin, 1982).

M. artiello

22p


M. jawnico 49p

M. hapla 43p

M. arenaria 5 1p

M. incognita 46p

I

M. nassi 70 p

Gambar 1. Panjang dan Bentuk Ekor Larva Instar 2 (L-2) Meloidogyne
Menunjukkan Variasi antara Beberapa Spesies. (Dikutip dari
Franklin, 1982)

8
Larva instar tiga (L-3) dan empat (L-4) NPA berkembang di dalarn jaringan
tanaman inang. Perkembangan bentuk M. incogniru disajikan dalam Gambar 2.


Gambar 2. Perkembangan Meloidogyne incognita. A, L-2 yang belum mengalami diferensiasi seksual. B,-F,, perkembangan seksual betina.
B,F,, perkembangan seksual jantan. (Triantaphyllou dan Hirschmann, 1960 diacu oleh Eisenback & Triantaphyllou, 1991)

9
2. Jantan dewasa

Meloidogyne jantan dewasa berbentuk silinder memanjang dengan panjang 1.21.5 mm (Agrios, 1988) atau lebih dari 2 mm (Franklin, 1982), berekor pendek dan
tumpul dengan nisbah panjang tubuh terhadap ekor antara 90-150 (Gambar 3).

Gambar 3. Meloidogyne Jantan Dewasa dan L-2. A-C, bentuk khas Meloidogyne jantan. A, bentuk keseluruhan; B, kepala dorso-ventral; C,
ekor; D, L-2. (Dikutip dari Franklin, 1982)

10

3. Betina dewasa
Nama genus Meloidogyne (berasal dari bahasa Yunani yang berarti "apel" dan
"betina" dalam mengacu pada bentuk nematoda betina) pertama kali diberikan oleh
Goeldi pada 1887 (Franklin, 1982). Meloidogyne betina dewasa berbentuk buah
apel (Gambar 4), dengan ukuran panjang 0.40-1.30 mm, diameter 0.27-0.75 m m
(Walker, 1975; Agrios, 1988), iebar leher 0.15-0.24 m m dan panjang stilet 10-12p
(Walker, 1975).

Gambar 4. Diagram Meloidogyne Betina Menunjukkan Bedahan Ovari.
(Dikutip dari Franklin, 1982).

Biologi
Semua NPA umumnya penyerang akar dan merupakan parasit obligat sedenter
pada tumbuhan tingkat tinggi. Adakalanya nematoda ini pada tumbuhan tertentu
juga dapat menyerang selain akar, misalnya daun serta batang semanggi dan balsam
(Franklin, 1982) dan daun serta bunnga Palisora barteri (Lehman & McGowan,
1986).
1. Fase telur

Telur NPA diletakkan dalam suatu paket substansi gelatin yang berfungsi sebagai lapisan pelindung. Menurut Franklin (1982) pelindung telur tersebut adalah
glikoprotein yang merupakan gelatin yang bentuknya tidak beraturan dan dihasilkan
oleh kelenjar rektal nematoda betina. Satu paket telur biasanya berisi beberapa ratus
sampai 1000 butir telur atau lebih. Jumlah telur terbanyak yang dihasilkan oleh satu
individu dilaporkan dapat mencapai 2882 butir, tetapi biasanya sekitar 500 butir
(Tyler, 1933 diacu oleh Christie, 1959).
Penetasan telur tidak memerlukan rangsangan eksudat akar (Christie, 1959),
meskipun eksudat akar dapat menambah jumlah telur yang menetas (Franklin,
1982). Untuk penetasan telur diperlukan suhu, kelembaban dan oksigen yang cukup
sebagai perangsang (Christie, 1959).

2. Fase hidup bebas
Sel telur mulai mengalami pembelahan beberapa jam setelah keluar dari induknya dan kemudian mengalami diferensiasi hingga menjadi larva instar 1 (L-I). L- 1

12

berganti kulit menjadi L-2 di dalam telur yang kemudian keluar dan merupakan fase
liidup bebas yang aktif mencari makan.
Terdapat beberapa fakta bahwa L-2 tertarik pada akar. M. hapla terakumulasi
di daerah perakaran tomat, Avena sativa dan Secale cereale walaupun tidak menyerang kedua tanaman yang disebutkan terakhir (Lownsbery & Viglierchio, 1961).

M. incognita bergerak sampai 120 cm di dalam tanah mengikuti perakaran tomat dan
mentimun (Bird, 1969).
Daerah ujung akar merupakan bagian yang mempunyai aktivitas metabolik
tinggi dan tempat berdifusinya berbagai senyawa, yang dapat menjadi senyawa
atraktan. Wieser (1955 diacu oleh Norton, 1978) mendapatkan bahwa bagi M.

hapla daerah 2 mm paling ujung akar tomat merupakan daerah repelen, sedang
6 mm berikutnya (zona pemanjangan) merupakan daerah atraktan.
3. Fase parasitik
L-2 NPA masuk ke dalam jaringan akar tanaman dengan menusuk-nusukkan

stiletnya di daerah-daerah pemanjangan , ramb u t akar atau pada akar-akar lateral.
Bird (1967) mengemukakan bahwa tampaknya penetrasi dibantu oleh sekresi dari
kelenjar esofagus sub-ventral.
Setelah melakukan penetrasi, larva bergerak melalui korteks secara inter- dan
intraseluler hingga mencapai suatu tempat yang sesuai, biasanya di dekat perisikel
yang belum terinfeksi oleh larva lainnya (Franklin, 1982). Larva mengisap cairan
sel-sel di sekitar kepalanya. NPA betina tetap tinggal dalam posisi ini dan sebagai

13
parasit sedenter selama masa hidupnya. NPA jantan mengalami metamorfosis pada
pergantian kulit terakhir, kemudian keluar dari jaringan akar dan hidup bebas di
dalam tanah. Christie (1959) mengemukakan bahwa NPA jantan sering ditemukan
di sekitar kelompok telur di daerah posterior NPA betina dan diduga untuk melaku-

kan kopulasi.
Walaupun pada hampir semua spesies Meloidogyne terdapat nematoda jantan,
reproduksi nematoda ini hampir selalu secara partenogenesis. NPA jantan spesiesspesies yang amfimiktik yaitu M. carolinensis, M. microtyla dan M. megatyla akan
mengawini betinanya (Triantaphyllou, 1982 diacu oleh Hadisuganda, 1989).
Perkembangan populasi NPA tergantung pada kesehatan dan kesesuaian tumbuhan sebagai inangnya, suhu, kepadatan larva di dalam akar dan kesesuaian kondisi
selama fase hidup bebas. Dalam kondisi suhu tinggi seperti di daerah tropik dan
subtropik satu generasi memerlukan waktu minimum 4-6 minggu sehingga dalam
satu tahun, bila tumbuhan inang terus tersedia, dapat mencapai beberapa generasi,
sedang di daerah beriklim dingin biasanya hanya satu generasi (Franklin, 1982).
Goofrey dan Olivera (1932 diacu oleh Christie, 1959) mengemukakan bahwa
nematoda betina mulai meletakkan telur 19 hari dan berhenti sekitar 35 hari setelah
larva masuk jaringan akar Vigna sinensis. Di dalam akar tanaman ini selama 10
hari tiap individu meletakkan telur yang jumlahnya bervariasi antara 23-30 butir tiap
hari .

Reaksi Inang
1. Pembentukan puru

Menurut Christie (1959) larva yang masuk ke dalam akar atau struktur lainnya
yang ada di dalam tanah, menyebabkan kerusakan mekanik yang ringan kecuali bila
terjadi serangan masal. Dikemukakannya bahwa pengaruh serangan tersebut pada
jaringan tumbuhan paling banyak disebabkan oleh senyawa yang disekresikan melalui stilet ketika larva makan. Adakalanya ujung-ujung akar mengalami devitalisasi
dan pertumbuhannya terhenti.
Salah satu gejala serangan NPA adalah terbentuknya puru (Gambar 5). Terbentuknya puru pada akar terinfeksi sebagian karena terjadinya hiperplasis dan
hipertrofi sel-sel korteks dan sebagian karena perkembangan sel-sel raksasa di
tempat nematoda makan. Akar yang terinfeksi NPA tidak selalu mengalami pembesaran, tetapi sel-sel raksasa selalu terbentuk (Franklin, 1982). Sel-sel raksasa
tumbuh dari sel-sel (biasanya sel-sel perisikel) yang tidak mengalami diferensiasi
mungkin sebagai respons terhadap zat pengatur tumbuh yang diproduksi oleh kelenjar esofagus sub-ventral larva yang menyerang (Dropkin, 1972). Sel-sel raksasa
merupakan sinsitia yaitu sel-sel multi-nukleat dengan ketebalan dinding yang tidak
beraturan dan dianggap sebagai sel-sel pentransfer makanan bagi NPA (Jones &
Northcote, 1972 diacu oleh Franklin, 1982).
Puru bukan merupakan satu-satunya gejala serangan NPA. Kebanyakan akar
tanaman bila terserang M. hapla cenderung membentuk percabangan di dekat daerah

16

Ketahanan tumbuhan terhadap NPA dapat terjadi sebelum atau sesudah L-2
masuk ke dalam jaringan. Ketahanan sebelum masuknya L-2 ke dalam jaringan
disebut ketahanan prainfeksi, sedang ketahanan sesudah L-2 masuk jaringan disebut
ketahanan pascainfeksi (Wallace, 1963).
Ketahanan prainfeksi berkaitan dengan sifat-sifat fisik, kimia atau fisiologi
tumbuhan. Nematoda-nematoda endoparasit seperti NPA dalarn melakukan infeksi
hams dapat menembus jaringan terluar tumbuhan inangnya, dan jaringan yang tebal
dapat menjadi penghalang nematoda dalam melakukan penetrasi. Ketahanan seperti
ini merupakan ketahanan fisik. Beberapa jenis tumbuhan menghasilkan suatu senyawa yang toksik terhadap nematoda. Misalnya varietas semangka yang membawa
gen dominan tunggal (Bi) mengeluarkan eksudat akar yang mampu menolak NPA
(Haynes & Jones, 1976). Contoh lain adalah Asparagus oflcinalis L. yang batang,
daun, dan akarnya mengandung glikosida yang toksik terhadap Tn'chodonrs christiei
Allen (Rohde & Jenkins, 1958 diacu oleh Cook & Evans, 1987).
Kebanyakan kajian mekanisme resistensi pascainfeksi berkaitan dengan nematoda yang menginduksi terbentuknya sel raksasa yang berupa sinsitia atau modifikasi-modifikasi semacam itu dalam akar untuk penyediaan makanan bagi nematoda.
Penelitian histologi terhadap 19 kultivar kedelai yang terinfeksi M. incognita telah
dilakukan oleh Dropkin (1972) dengan hasil sebagai berikut:

17
(1)

Terbentuk sinsitia besar berdinding tebal rangkap dua dan berinti ban yak
dengan sitoplasma yang bertekstur granular.

Sinsitia semacam ini sangat

sesuai untuk reproduksi NPA. Reaksi ini terjadi pada kultivar yang rentan
terhadap NPA, misalnya kultivar Pine Dell.

(2)

Terbentuk sinsitia, tetapi ukurannya lebih kecil, dinding selnya lebih tipis dan
sitoplasmanya lebih encer dibanding dengan yang tersebut dalam butir (1).
Reaksi ini terjadi pada kultivar yang agak tahan terhadap NPA, misalnya kultivar Var York.

(3)

Terbentuk sinsitia tetapi ukurannya kecil, sitoplasmanya mengandung banyak
partikel yang berbentuk spiral, benang atau bola. Sinsitia semacam ini terdapat pada kultivar yang tahan terhadap NPA, misalnya kultivar Bragg.

(4)

Tidak membentuk sinsitia, sel sedikit membengkak. Sel-sel di sekitar kepala
nematoda mengalami nekrosis. Larva mati tanpa mengalami perkembangan.
Reaksi ini menunjukkan kekebalan terhadap nematoda, misalnya kultivar
McNair 600.
Tumbuhan tahan sexing mempunyai suatu respon hipersentitif (Cook & Evans,

1987). Beberapa tanaman juga menghasilkan fitoaleksin yang menghambat aktivitas
nematoda. Kaplan et al. (1979) mengaitkan produksi gliseolin pada akar suatu
varietas kedelai dengan ketahanannya terhadap M. incognita. Selanjutnya Kaplan et

al. (1980) mengemukakan bahwa gliseolin meracuni nematoda karena menghambat

18
pengisapan 0, oleh larva NPA, dan hanya terbentuk oleh tanaman yang terinfeksi
oleh M. incognita, serta tidak oleh spesies nematoda lainnya.

Identifikasi
Identifikasi NPA sampai pada tingkat spesies dan ras inang merupakan prasyarat dasar yang penting baik untuk keperluan pengendalian maupun untuk keperluan
penelitian. Beberapa cara yang umum digunakan dalam identifikasi NPA adalah
pola sidik perineum nematoda betina dewasa (Chitwood, 1949 diacu oleh Thorne,
1961), uji inang diferensial North Carolina (Taylor & Sasser, 1978) dan berdasarkan
morfologi kepala NPA jantan dewasa (Eisenback & Hirschmann, 1981).
Karena adanya sejumlah keragaman dalam suatu populasi atau spesies maka
banyak hasil identifikasi berdasarkan morfologi sidik perineum ini tidak meyakinkan
(Eisenback, 1985). Oleh karena itu identifikasi berdasarkan ciri-ciri yang lain diperlukan sebagai pelengkap. Diagram pola perineal empat spesies utama NPA disajikan
dalam Gambar 6.
Uji inang diferensial North Carolina menggunakan 6 macam tanaman inang
standar, yaitu kapas varietas Deltapine 61, tembakau varietas NC 95, cabai varietas
California Wonder, semangka varietas Charleston Gray, kacang tanah varietas
Florunner dan tomat varietas Rutgers (Taylor & Sasser, 1978 diacu oleh Sasser &
Carter, 1985). Spesies atau ras NPA ditentukan berdasarkan kerentanan inang
(tanda +) dan ketahanan inang (tanda -) terhadap populasi murni (berasal dari paket
telur tunggal). Empat spesies utama NPA yaitu M. incognita, M. javanica, M.
arenaria dan M. hapla dapat dengan mudah dibedakan. Reaksi tiap spesies inang
diferensial terhadap empat spesies NPA tersebut disajikan dalam Tabel 2.

Gambar 6. Diagram Pola Perineal Empat Spesies Utama NPA. A). M.
incognita. B). M. jawmica, C). M. arenaria, D). M. hapla
(Eisenback et al., 1980 diacu oleh Eisenback & Triantaphyllou,
1991)

.-6

-

v

?q-

.&

*

Tabel 2.

Spes*s & Ras
Mdokbgyne

Uji Reaksi Inang Diferensial North Carolina

I