Langkah pertama dalam mengembangkan simulasi perancangan proses adalah menyusun bagan alir proses, menghitung neraca massa, menghitung
neraca energi, dan menentukan ukuran dan biaya peralatan proses. Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis finansial untuk menilai kelayakan
rancangan proses secara ekonomi dengan memperkirakan besarnya biaya produksi yang terdiri dari biaya peralatan, biaya pabrik secara keseluruhan,
biaya variabel dan biaya lainnya. Dengan demikian studi tentang perancangan proses ini bertujuan
untuk: 1 merancang proses produksi vanilin dan isoeugenol dari eugenol minyak daun cengkeh secara kontinu dan menilai kinerjanya dari sudut
pandang pabrik secara keseluruhan dan 2 melakukan kajian finansial untuk mengevaluasi kelayakan secara ekonomi ditinjau dari aspek biaya bahan baku,
biaya peralatan, biaya pabrik secara umum serta biaya variabel lainnya.
D. 4.3 Analisis Kelayakan Finansial dan Nilai Tambah Produksi Vanilin
.
D. 4.3.1 Analisis Finansial
Analisis finansial agroindustri pembuatan vanilin dilakukan pada skala ekonomis dan dilakukan juga analisis sensitivitas. Pada aspek finansial
dilakukan evaluasi terhadap kriteria kelayakan investasi pada tingkat suku bunga 12tahun. Kriteria investasi yang digunakan antara lain Break Even
Point BEP, Payback Period PBP, Net Present Value NPV, Internal Rate
of Return IRR, net Benefit Cost ratio net BC rasio, dan Analisis
sensitivitas. Formulasi yang digunakan untuk menghitung NPV, BEP, PBP, IRR dan BC rasio seperti pada persamaan 1 sampai 5. Analisis sensitivitas
dilakukan untuk mengetahui kondisi proyek jika terjadi perubahan tingkat suku bunga 12 , 16 , 20 dan 24 dan perubahan harga bahan baku
Rp 180.000,-, Rp 190.000,- dan Rp 200.000,-kg eugenol minyak daun cengkeh Agustus 2010- September 2011.
D. 4.3.2 Analisis Nilai Tambah
Penghitungan nilai tambah dilakukan dengan menggunakan metode Hayami dan Kawagoe 1993. Pengukuran nilai tambah dengan metode di
atas dilakukan dengan menghitung nilai tambah produk yang diakibatkan oleh adanya pengolahan. Selain nilai tambah yang besarnya dihitung dalam
rupiahkg bahan baku, juga diAnalisis rasio nilai tambah , imbalan tenaga kerja Rpkg, bagian tenaga kerja , keuntungan Rpkg, tingkat
keuntungan , marjin keuntungan Rpkg, pendapatan tenaga kerja , persentase sumbangan input lain serta persentase keuntungan perusahaan.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Perancangan proses yang diterapkan pada produksi vanilin yang berbahan baku eugenol minyak daun cengkeh mengacu pada Seider et al. 1999 terdiri atas
tiga tahapan yaitu 1 analisis peluang dan permasalahan, 2 kreasi proses dan 3 pengembangan proses.
A Analisis Peluang dan Permasalahan
Ekstrak vanili secara luas digunakan sebagai bahan perisa flavoring ingredient
di dalam makanan dan minuman. Menurut Hansen, et. all., 2009, hanya sekitar 0,25 40 ton dari 16000 ton produk vanillin yang di jual yang
berasal dari polong vanili vanilla pod selebihnya berasal dari lignin, terutama dari guaiacol. Senyawa vanilin digunakan dalam perisa buatan
biasanya disintesis dari bahan baku yang murah, misalnya guaiacol, eugenol, atau lignin. Salah satu sumber bahan baku pembuatan eugenol dan produk
turunannya seperti isoeugenol adalah minyak cengkeh yang terdiri atas minyak daun cengkeh clove leaf oil dan minyak tangkai cengkeh clove stem
oil . Selama ini Indonesia dikenal sebagai penghasil minyak cengkeh terbesar
di dunia yang menguasai 63 pasar dunia Rizal dan Djazuli, 2006 dengan tingkat produksi rata-rata 1500 tontahun. Peluang usaha pengolahan minyak
daun cengkeh dan produk turunan di Indonesia cukup besar, karena selain bahan baku yang tersedia cukup melimpah potensi minyak daun cengkeh di
Pulau Jawa 11,47 ton per hari yang setara luas areal ± 130.354 ha, juga kebutuhannya cukup banyak. Perhitungan ini didasarkan pada berat daun jatuh
setiap pohon 0,5 kg per minggu, umur tanaman lebih dari 10 tahun Rusli dan Wirawan, 1984, rendemen minyak daun cengkeh 2 Anon., 1992, populasi
tanaman 100 pohon per hektar polikultur dan rata-rata penutupan kanopi 60 Balittro, 2005. Oleh karena itu peluang produksi vanillin di Indonesia
dilihat dari aspek ketersediaan bahan baku dan peluang pasar global berdasar atas kebutuhan vanilin sintetik sangat menguntungkan. Menurut Haryono
2009 kebutuhan vanillin dunia16.000 ton per tahun. Sedangkan laju peningkatan vanillin dunia 1996-2009 sebesar 7-8 pertahun.
Vanilin dapat dihasilkan melalui beberapa jalur proses produksi seperti disajikan pada Tabel 7 berikut.
Tabel 7 Resume kondisi proses metode pembuatan vanillin dari eugenol minyak daun cengkeh, biotransformasi eugenol dan ekstraksi polong vanili
Parameter Proses
Metode Ekstraksi polong vanili
1
Proses kimia dari eugenol MDC
2
Biotransformasi eugenol
3
Maserasi
Isomerisasi Hidroksilasi
Suhu 30
o
C 150-200
o
C 37
o
C Tekanan
1 atm 1 atm
1 atm Waktu proses
16 hari 15 menit
15 jam Rendemen
0,27 95.3
0,047
Pengeringan
Oksidasi Dehidrogenasi
Suhu 40
o
C 60-130
o
C 37
o
C Tekanan
1 atm 1 atm
1 atm Waktu proses
1 hari 8 menit
1 jam Rendemen
0,29 9,1
0,11
Ekstraksi
Ekstraksi Hidratasi
Suhu 85
o
C 40-150
o
C 37
o
C Tekanan
1 atm 1 atm
1 atm Waktu proses
90 menit 50 menit
14 jam Rendemen
98 100
0,02
1
Setyaningsih et al. 2006;
2
Soesanto, 2006 dan BB Pascapanen, 2006;
3
Overhage et al.2003.
Ada beberapa metode dalam memproduksi vanilin yaitu, dengan cara ekstraksi dari polong buah vanili, kimia, dan biologi atau biotransformasi.
Produksi vanilin dengan cara ekstraksi polong meliputi tahapan maserasi, pengeringan, dan ekstraksi. Secara kimia vanilin umumnya dihasilkan melalui
tahapan isomerisasi, oksidasi dan ekstraksi. Sedangkan biologi vanilin diperoleh dengan tahapan hidroksilasi, dehidrogenasi dan hidrasi.
Masalah yang dihadapi dalam produksi vanilin pada setiap jalur prosesnya adalah kondisi proses dan rendemen yang diperoleh dimana hal ini
sangat menentukan besarnya biaya atau waktu yang digunakan untuk menghasilkan produk akhir. Oleh karena itu pertimbangan dalam menentukan
proses mana yang akan dipilih adalah menentukan jalur proses produksi yang dapat memberikan keuntungan optimal. Pertimbangan utama yang digunakan
dalam pemilihan jalur proses lebih ditekankan pada aspek efektivitas dan efesiensi proses terkait dengan prediksi umur ekonomis pabrik Nagl et al.
2003. Aspek efektivitas terkait tingkat kepuasan performa kinerja proses yang ditinjau dari pencapaian waktu operasi yang singkat, kondisi proses yang
relatif aman, dan mudah pengendaliannya. Pencapaian kinerja proses tersebut
dapat diukur dari penggunaan energi yang hemat sehingga memberikan dampak lebih ramah terhadap lingkungan dan kesehatan Marquardt and Nagl
2004. Sementara aspek efisiensi terkait dengan perkiraan biaya investasi yang harus dikeluarkan dalam pendirian suatu pabrik kimia. Perancangan proses
dengan kondisi operasi dengan menggunakan energi yang efisien pada umumnya berkorelasi positif dengan penurunan biaya investasi dan biaya
produksi Davis et al. 2001. Pertimbangan lainnya yang juga perlu diperhatikan adalah tahapan
prosesnya. Semakin banyak tahapan proses yang terlibat maka berpengaruh terhadap peningkatan biaya produksi sehingga berdampak pada semakin
tingginya harga produk yang dihasilkan Costello et al. 1996. Berdasarkan faktor–faktor tersebut diatas Tabel 7 menunjukkan proses pembuatan vanilin
dengan cara kimia menggunakan bahan dasar eugenol MDC lebih efisien disbanding cara maserasi polong maupun biotransformasi eugenol. Cara kimia
ini memiliki tahapan proses yang paling sedikit jumlahnya, waktu reaksi relatif singkat dan kondisi operasinya relatif lebih mudah dikendalikan bila
dibandingkan dengan kedua proses lainnya.
B Identifikasi Produk Isoeugenol dan Vanilin B. 1 Identifikasi Isoeugenol
Isoeugenol yang diperoleh dari proses isomerisasi eugenol diidentifikasi dengan FTIR dan NMR serta dibandingkan dengan standarnya.
Hasil analisis spektroskopi FTIR dan NMR menunjukkan pita serapan karakteristik yang identik antara isoeugenol hasil isomerisasi dan standar
seperti terlihat pada Gambar 12 dan 13. Spektrum yang dihasilkan dari serapan isoeugenol terhadap sinar
inframerah menunjukkan struktur gugus-gugus fungsi. Pada pita serapan spektrum inframerah Gambar 12, menunjukkan adanya gugus fungsional
gugus OH pada 3498,87 cm
-1
std. 3496,94 cm
-1
, pita serapan 2846,93 cm
-1
std. 2846,93 cm
-1
yang menunjukkan adanya gugus OCH
3
, gugus C-C aril cincin aromatis pada 1598,99 cm
-1
std. 1598,99 cm
-1
dan gugus CH
3
pada 2935,66 cm
-1
std. 2935,66 cm
-1
. Untuk posisi trans isoeugenol pada spektrum IR baik pada sampel maupun standar ikatan rangkap C=C memberikan
serapan =C-H lengkung pada angka gelombang 962,48cm
-1
sedangkan pita serapan cis pada angka gelombang 786,96 cm
-1
. Hasil ini mirip seperti yang dilaporkan oleh Soelistyowati 2001 yaitu trans isoeugenol terletak pada
serapan =C-H 962,4 cm
-
1 sedangkan posisis cis terletak pada 792,7cm
-1
. Pita serapan pergeseran kimia δ gugus metil -CH
3
sebagai identitas senyawa isoeugenol, yaitu sebesar 1,812 ppm std. 1,814 ppm berbentuk doublet
untuk 3H dari –CH
3
.
Gambar 12 Spektrum IR senyawa isoeugenol : a. sampel b. standar Secara rinci identifikasi sampel isoeugenol dengan analisis pergeseran
kimia HNMR adalah sebagai berikut, 1 puncak δ = 1,812 ppm std.1,814 ppm berbentuk doublet untuk 3H dari –CH
3
-, 2 puncak δ = 3,806 ppm std. 3,807 ppm berbentuk singlet untuk 3H dari -OCH
3
, 3 puncak δ = 6,0 ppm std. 6,066 ppm berbentuk multiplet untuk 1H dari –CH=, 4 puncak δ =
6,252 ppm std.6,255 ppm berbentuk douplet untuk 1H dari –CH=, 5
6 0 0 8 0 0
1 0 0 0 1 2 0 0
1 4 0 0 1 6 0 0
1 8 0 0 2 0 0 0
2 4 0 0 2 8 0 0
3 2 0 0 3 6 0 0
4 0 0 0 1 c m
1 5 2 2 . 5
3 0 3 7 . 5
4 5 5 2 . 5
6 0 6 7 . 5
7 5 8 2 . 5
9 0 9 7 . 5
T
3 5
2 2
.0 2
3 4
9 8
.8 7
3 4
7 1
.8 7
3 4
4 2
.9 4
3 4
.5 3
3 6
9 .6
4 3
3 3
2 .9
9 3
2 6
3 .5
6 3
2 9
.5 5
3 1
2 6
.6 1
3 1
4 .7
4 2
9 5
8 .8
2 9
3 5
.6 6
2 9
1 2
.5 1
2 8
8 1
.6 5
2 8
4 6
.9 3
2 7
2 9
.2 7
2 6
3 2
.8 3
2 5
4 .2
5 2
4 7
2 .7
4 2
3 9
3 .6
6 2
3 6
.8 6
2 1
8 5
.3 5
2 1
5 4
.4 9
2 5
9 .9
8 1
9 9
6 .3
2 1
9 1
9 .1
7 1
8 5
7 .4
5 1
8 2
2 .7
3 1
7 4
1 .7
2 1
6 7
4 .2
1 1
5 9
8 .9
9 1
5 1
.2 6
1 4
4 8
.5 4
1 4
2 7
.3 2
1 3
6 7
.5 3
1 2
6 5
.3 1
2 3
2 .5
1 1
2 7
.4 4
1 1
8 4
.2 9
1 1
5 3
.4 3
1 1
2 2
.5 7
1 3
3 .8
5 9
6 2
.4 8
9 1
4 .2
6 8
5 6
.3 9
8 2
3 .6
7 8
6 .9
6 7
5 6
.1 7
3 6
.8 1
7 1
7 .5
2 6
5 .0
1 6
9 .5
1 5
8 8
.2 9
5 5
9 .3
6 5
1 3
.0 7
I S O A 2 B 1
a
3498 cm
-1
O-H uluran
2846 cm
-1
O-CH
3
uluran 1598 cm
-1
C-C uluran aromatis 962 cm
-1
=C-H trans 786 cm
-1
=C-H cis
3496 O-H uluran
2846 O-CH
3
uluran 1598
C-C uluran aromatis 786
=C-H cis
962 =C-H trans
6 0 0 8 0 0
1 0 0 0 1 2 0 0
1 4 0 0 1 6 0 0
1 8 0 0
2 0 0 0 2 4 0 0
2 8 0 0 3 2 0 0
3 6 0 0 4 0 0 0
1 c m 2 5
3 0 3 5
4 0 4 5
5 0 5 5
6 0 6 5
7 0 7 5
8 0 8 5
9 0 9 5
1 0 0 T
3 4
9 6
.9 4
3 4
4 8
.7 2
3 4
2 3
.6 5
3 4
.5 3
3 2
9 .1
4 3
1 4
.7 4
2 9
5 8
.8 2
9 3
5 .6
6 2
9 1
2 .5
1 2
8 8
1 .6
5 2
8 4
6 .9
3 2
7 2
9 .2
7 2
6 3
2 .8
3 2
5 4
.2 5
2 4
7 .8
1 2
3 9
3 .6
6 2
3 6
.8 6
2 5
8 .0
5 1
9 9
8 .2
5 1
9 1
9 .1
7 1
8 5
7 .4
5 1
8 2
2 .7
3 1
7 4
5 .5
8
1 5
9 8
.9 9
1 5
1 .2
6 1
4 4
8 .5
4 1
4 2
5 .4
1 3
7 1
.3 9
1 2
6 3
.3 7
1 2
3 2
.5 1
1 2
5 .5
1 1
1 5
5 .3
6 1
1 2
.6 4
1 3
1 .9
2 9
6 2
.4 8
9 2
.0 5
8 5
6 .3
9 8
2 5
.5 3
7 8
6 .9
6 7
3 4
.8 8
6 4
8 .0
8 6
9 .5
1 5
8 8
.2 9
5 6
1 .2
9
I S O S t a n d
b
786 cm
-1
=C-H cis
2846 cm
-1
O-CH
3
uluran 1598 cm
-1
C-C uluran aromatis 962 cm
-1
=C-H trans 3496 cm
-1
O-H uluran
puncak δ = 6,711 ppm std. 6,713 ppm berbentuk doublet untuk 1H dari - CH=, 6 puncak δ = 6,695 ppm std. 6,697 ppm berbentuk doublet untuk 1H
dari -CH=, dan 7 puncak δ = 6,884 ppm std. 6,884 ppm berbentuk singlet untuk 1H dari -CH=.
Gambar 13 Spektrum NMR senyawa isoeugenol: a. sampel b. standar Soelistyowati 2001 melaporkan bahwa untuk puncak H yang terletak
pada δ = 6,1 ppm dan δ = 5,95 menandakan bahwa isomer yang dominan adalan trans isoeugenol yang mirip dengan spektrum pada Gambar 13, baik
untuk sampel maupun standar.
b
1 1,8 ppm
5 6,7 ppm
2 3,8 ppm
6 6,69 ppm
7 6,8 ppm
3
6,0 ppm
4
6,3 ppm
a
1 1,8 ppm
3
6,0 ppm
4
6,3 ppm
6 6,69 ppm
7 6,8 ppm
5
6,7 ppm
2 3,8 ppm
B. 2 Identifikasi Vanilin