PEMBAHASAN Gambaran Penatalaksanaan Trauma Toraks Di RSUP H. Adam Malik Medan

BAB 5 PEMBAHASAN

Trauma toraks adalah trauma yang mengenai rongga toraks. Trauma toraks dapat berupa trauma tumpul dan trauma tajam. 80 dari cedera toraks dapat ditangani secara nonbedah dengan tindakan torakostomi disertai WSD water sealed drainage, analgesia yang tepat dan terapi pernapasan agresif. Veysi, 2008 Trauma adalah penyebab paling umum kematian pada orang usia 15-44 tahun di seluruh dunia WHO, 2004. Proporsi terbesar dari kematian 1.2 juta pertahun adalah kecelakaan lalu lintas. Organisasi Kesehatan DuniaWHO memprediksi bahwa pada tahun 2020, cedera lalu lintas mendudukiperingkat ketiga dalam penyebab kematian dinidan kecacatanPeden, 2004. Pada penelitian ini dijumpai 116 kasus trauma toraks yang datang ke instalasi gawat darurat Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan periode Januari 2012 sampai dengan Desember 2014. Tiga pasien tidak dimasukkan kedalam penelitian ini karena rekam medis yang tidak lengkap, dengan demikian pasien yang memenuhi kriteria inklusi berjumlah 113 pasien. Data demografi subjek penelitian meliputi jenis kelamin laki-laki pada penderita trauma toraks sebanyak 92 81,4 orang, dan wanita sebanyak 21 18,6 orang dengan rata- rata usia penderita trauma toraks adalah 36 tahun SB 18,11. Pada Essa M AlEassa 2013 dijumpai frekuensi jenis kelamin laki-laki sebanyak 425 sampel dan wanita sebanyak 49 sampel. Berdasarkan penelitian Wulandari AS 2008 dalam Evaluasi Penatalaksanaan Kasus Trauma Torakoabdominalis dijumpai penderita trauma toraks pada laki-laki 89 orang dan 11 orang pada wanita. Pada penelitian Mefire 2010 dalam Analysis of epidemiology, lesions, treatment, and outcome of 354 consecuitive cases of blunt and penetrating trauma to chest in an African setting dijumpai penderita trauma toraks berjenis kelamin laki-laki sebanyak 286 jiwa. Universitas Sumatera Utara Pada penelitian ini trauma tumpul terjadi pada 85 kasus 75,2 kasus trauma toraks, 28 kasus 24,8 terjadi pada trauma tajam. Pada penelitian Mefire 2010 dijumpai 231 65.3 kasus merupakan trauma tumpul. Dari hasil penelitian ini sekitar 65 74 kasus trauma toraks disebabkan karena kecelakaan lalu lintas, 17,7 20 kasus disebabkan kecelakaan kerja dan 16,8 19 kasus disebabkan oleh kriminal. Pada penelitian Mefire 2010 penyebab trauma toraks terdiri dari kecelakaan lalu lintas sebanyak 226 63.8 kasus, 39 kasus jatuh, 19 kasus kecelakaan domestic, 70 kasus karena tindakan kriminal. Sedangkan pada penelitian Ibrahim Al-Koudmani 2012 penyebab trauma 41 kekerasan, dan 33 karena trauma, 23 karena jatuh. Sedangkan pada penelitian Essa M AlEassa 2013 penyebab terbanyak kasus trauma toraks disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas 66 diikuti oleh karena pasien terjatuh 23.4. Pada penelitian Wulandari AS 2008 penyebab tersering kecelakaan adalah perkelahian besar 53, kecelakaan lalu lintas 33 selebihnya karena kecelakaan sepeda motor, kecelakaan rumah tangga, kecelakaan kerja, dan bencana alam. Penanganan trauma toraks dapat berupa Torakostomi + WSD, Torakotomi, VATS, Penjahitan luka ataupun konservatif. Sebagian besar trauma toraks cukup ditatalaksana dengan Torakostomi + WSD. Hanya 13 diantaranya yang memerlukan terapi kombinasi Mefire, 2010. Tindakan Torakostomi + WSD dilakukan pada 65 kasus, Torakotomi dilakukan pada 13 kasus, terapi konservatif trauma tumpul toraks 38 kasus. Sedangkan yang memerlukan tindakan kombinasi terapi Torakostomi + WSD + Torakotomi dilakukan pada 6 kasus, Torakostomi + WSD + Laparatomi dilakukan pada 5 kasus, Torakostomi + WSD + Omentektomi dilakukan pada 2 kasus dan Torakostomi + WSD + Konservatf trauma tumpul abdomen dilakukan pada 1 kasus. Pada penelitian Wulandari AS 2008 penanganan yang dilakukan pada trauma toraks WSD-Laparotomi sebanyak 18 kasus, WSD – konservatif trauma tumpul abdomen sebanyak 9 kasus, Laparotomy – Torakotomi sebanyak 8 kasus, WSD – Torakotomi sebanyak 4 kasus, Laparotomy - WSD sebanyak 2 kasus, WSD – Laparotomi – Torakotomi sebanyak 2 kasus, WSD – Torakotomi – Laparotomi sebanyak 1 kasus, dan Torakotomi – Laparotomy sebanyak 1 kasus. Universitas Sumatera Utara Struktur terkait toraks yang paling sering cedera adalah pleura. Robekan pada pleura ini dengan mudah diatasi dengan pemasangan Torakostomi + WSD. Cedera lain adalah fraktur iga dan paru. Dari 113 kasus trauma toraks dijumpai 3 kasus dengan ruptur diafragma, baik secara trauma tumpul maupun trauma tajam. Trauma tajam yang mencederai diafragma biasanya disebabkan oleh trauma langsung yang menembus diafragma. Pada kasus Trauma tajam yang mengenai toraks bagian bawah dan abdomen bagian atas dengan hemodinamik stabil, terapi konservatif mulai dianut Friese RS. J Trauma 2005; Kawahara N. J Trauma 1998. Namun terapi konservatif ini mempunyai konsekuensi ruptur diafragma yang tidak terdeteksi, hal ini akan meningkatkan resiko terjadinya hernia diafragma traumatika karena tekanan negatif intra torakalis akan menghisap organ intra abdominalis yang berpotensi terjadi strangulasi Hirshberg A, J Trauma, 1995;Morales CH, Arch Surg, 2001; Rachmad KB, 2002. Untuk itu diperlukan tindakan yang lebih agresif untuk menegakkan diagnosis adanya ruptur diafragma. Pemeriksaan foto toraks bisa dipakai sebagai screening untuk menegakkan diagnosis ruptur diafragma akibat trauma tumpul toraks. Jika pada pemeriksaan pertama ruptur diafragma tidak terlalu jelas, dapat dilakukan pemeriksaan serial dalam jarak 6 jam, tanda yang paling jelas adalah kenaikan diafragma, iregulitas diafragma dan gambaran udara saluran cerna intra torakalisAsensio JA, World J Surg 2002;Rachmad KB, 2002. Pada trauma tumpul hal ini disebabkan oleh adanya hepar disisi kanan yang dapat meredam energi kinetik yang mengarah ke dome diafragma. Mekanisme terjadinya ruptur diafragma pada trauma tumpul karena perbedaan tekanan antara intraabdominalis dan intratorakalis, tekanan kuat pada daerah abdomen akan menyebabkan robekan pada diafragma, dan menyebabkan herniasi organ intraabdominalis. Diameter trauma tumpul lebih besar dibandingkan pada trauma tajam. Pada penelitian ini organ yang sering cedera pada trauma toraks adalah pleura sebanyak 72 kasus 38.7. Hal ini serupa dengan penelitain Wulandari AS 2008 yaitu organ yang sering cedera pada trauma toraks adalah pleura sebanyak 63 kasus. Pada penelitian ini juga ditemukan trauma toraks yg disertai Universitas Sumatera Utara dengan trauma abdominal dan disertai dengan kombinasi terapi penatalaksanaannya. Struktur organ intra abdominalis yang paling sering cedera adalah hepar, diikuti oleh gaster dan spleen. Pada penelitian ini dijumpai juga 2 kasus dengan Eviscerasi Omentum, dan tidak dilakukan laparatomi hanya dilakukan omentektomi. Berdasarkan ATLS 2012 pada trauma tumpul abdomen organ yang sering terjadi cedera adalah spleen dan liver, sedangkan pada trauma tajam organ yang sering terjadi cedera adalah liver 40, small bowel 30, dan colon 15 . Pada penelitian ini diperoleh morbiditas terbanyak yang dialami pasien adalah ARDS terjadi pada 7 orang 6,2, dan diikuti dengan sepsis terjadi pada 3 orang 2,7. Pada penelitian Wulandari AS 2008 komplikasi yang sering terjadi adalah empyema 2 kasus, fistula bronkopleuralis 2 kasus, infeksi luka operasi 2 kasus. Tingkat mortalitas pada pasien penelitian ini yaitu 9,7 11 orang. Sebab kematian adalah ARDS, gagal sirkulasi dan sepsis. Pada penelitian Wulandari AS 2008 mortalitas terjadi pada 11 kasus dengan penyebab kematian gagal sirkulasi 8 orang, sepsis 2 orang, ARDS 1 kasus.Berdasarkan Kenneth L Mattox tingkat mortalitas trauma toraks di Amerika Serikat lebih dari 16.000. Kunci keberhasilan penanganan trauma toraks adalah penanganan awal berupa primary survey, tindakan resusitasi, perawatan perioperatif dan prosedur bedah yang tepat Kia,2009. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN