Bahasa Inggris sebagai Salah Satu Bentuk Gengsi di Masyarakat Indonesia

Fauzia Zahira M H
180410120024/B
Tugas Akhir Bahasa, Komunikasi, dan Diplomasi

Bahasa Inggris sebagai Salah Satu Bentuk Prestige di Masyarakat Indonesia

Keberadaan bahasa Inggris di dalam masyarakat Indonesia saat ini dianggap
sebagai sebuah bentuk prestige atau gengsi. Selain sebagai bentuk gengsi, bahasa Inggris
pun menjadi bentuk tingkat intelektualitas seseorang. Seseorang yang mengerti dan fasih
berbahasa Inggris dianggap lebih cerdas dan keren dibandingkan dengan yang tidak,
karena ketika seseorang mempelajari suatu bahasa ia secara tidak langsung telah
mengadopsi nilai-nilai budaya dari bahasa tersebut. Dalam hal ini, seseorang yang fasih
berbahasa Inggris dianggap keren karena mampu mengadopsi niali-nilai budaya asing
yang menurut kebanyakan orang lebih menarik dibandingkan dengan budaya lokal.



Bahasa sebagai Produk Budaya
Karena hubungan bahasa dan budaya sangat berkaitan, terdapat banyak perdebatan

tentang manakah yang muncul lebih dahulu. Menurut laman stainsalatiga.ac.id1, beberapa

pendapat, seperti pendapat Worf dan Sapir, menyatakan bahwa bahasa menunjukan budaya
karena bahasa dapat mempengaruhi pola pikir seseorang tentang dunia. Sehingga, bila
dilihat dari sisi pendapat ini, posisi bahasa berada di atas posisi kebudayaan. Pendapat
lainnya, seperti Khaer, meyakini bahwa bahasa merupakan sub-ordinat dari budaya,
sehingga posisi bahasa berada di bawah kebudayaan. Ini menggambarkan bahwa bahasa
dapat dihasilkan dengan adanya kebudayaan. Dengan begitu, sesuai dengan pendaapat ini,
dapat dikatakan bahwa bahasa merupakan produk budaya.

1 http://najib.staff.stainsalatiga.ac.id/2013/06/09/bahasa-dan-budaya/ : diakses pada 15
Desember 2014.

Kedua pendapat di atas tidak salah, bahkan keduanya dapat dikatakan benar.
Menurut Darsita, yang dikutip dalam laman stainsalatiga.ac.id, kondisi yang digambarkan
dalam pendapat pertama, menunjukan bahasa sebagai kondisi budaya dalam arti diakronis,
yakni ketika bahasa mendahului kebudayaan. Pendapat kedua menunjukan bahwa bahasa
juga merupakan bagian atau unsur dari kebudayaan, seperti yang dinyatakan Strauss yang
dikutip dalam laman stainsalatiga.ac.id.




Bahasa Inggris di dalam Masyarakat Indonesia, Dulu dan Sekarang
Pada awalnya, bahasa Inggris yang merupakan bahasa internasional digunakan

sebagai alat komunikasi masyarakat Indonesia dengan dunia. Ketika masa kolonial
Belanda, menurut laman speakout.palcomtech.com2, hanya sedikit orang pribumi
Indonesia yang dapat mempelajari bahasa Indonesia secara formal. Kebanyakan dari
mereka adalah anak pejabat atau ningrat. Meskipun hanya menempuh pendidikan formal
hingga SD, mereka setidaknya memiliki kesempatan untuk mempelajari bahasa Inggris.
Berbeda dengan masa kolonial Belanda, pada masa kolonial Jepang, segala jenis
pembelajaran bahasa Inggris dilarang, termasuk buku-buku dalam bahasa Inggris. Pada
1967, setelah 25 tahun merdeka, bahasa Inggris akhirnya dijadikan sebagai mata pelajaran
bahasa asing di sekolah-sekolah. Hal ini lebih memudahkan masyarakat Indonesia untuk
mempelajari bahasa Inggris dan mengaplikasikannya secara langsung.
Selama masa pemerintahan Soekarno, tidak ada anggapan yang menyatakan
bahwa seseorang yang fasih berbahasa Inggris merupakan orang yang cerdas dan keren.
Hal ini dikarenakan adanya kebijakan yang diberlakukan Soerkarno untuk menolak segala
produk budaya asing ke Indonesia, sehingga bahasa Inggris tidak dianggap sebagai suatu
bentuk gengsi. Namun, setelah Soekarno lengser dari posisinya sebagai Presiden Republik
Indonesia, produk-produk budaya asing seperti musik, film, dan sebagainya dapat masuk
ke Indonesia, bahkan saat ini dapat dengan mudah masuk ke Indonesia. Globalisasi

menjadi salah satu penyebabnya.

2 http://speakout.palcomtech.com/844/ : diakses pada 15 Desember 2014.

Bahasa Inggris mulanya dapat dipelajari oleh mereka yang berasal dari keluarga
pejabat atau ningrat. Hal ini kemudian berubah. Bahasa Inggris sejak Orde Baru hingga
sekarang hanya dapat dipelajari oleh mereka yang mampu secara finansial. Selain itu,
bahasa Inggris umumnya dipelajari oleh mereka hidup di kota-kota besar dimana
globalisasi dapat masuk dengan cepat. Perubahan ini kemudian menjadi awal dari adanya
fenomena bahasa Inggris sebagai bentuk gengsi.
Fenomena ini dapat ditemui dengan mudah saat ini, salah satunya adalah melalui
media sosial. Saya sendiri sering menemukan contoh dari fenomena ini. Teman-teman
saya yang sering menulis status di laman facebook-nya dengan menggunakan bahasa
Inggris dianggap lebih keren. Selain itu, teman-teman lainnya yang biasa menulis tweet
dan blog dengan bahasa Inggris juga dianggap lebih keren, karena dianggap lebih banyak
tahu tentang budaya barat dibandingkan dengan yang lainnya. Tidak hanya itu, orang yang
fasih berbahasa Inggris dianggap lebih mampu secara finansial dan lebih cerdas
dibandingkan dengan mereka yang tidak fasih berbahasa Inggris. Salah satu contohnya
adalah ketika salah satu warga di dekat rumah saya bertanya tentang dimana saya
bersekolah. Karena, rumah saya terletak di salah satu desa di Pangandaran, ketika saya

jawab bahwa saya kini melanjutkan pendidikan di Sastra Inggris UNPAD, beliau langsung
merespon dengan “wih, hebat euy!” (“Wah, hebat!”). Dengan begitu, bahasa Inggris yang
mulanya berfungsi sebagai alat komunikasi masyarakat Indonesia dengan dunia berubah
menjadi sebuah bentuk gengsi dan tingkat intelektualitas seseorang.



Cara Cepat Berbahasa Inggris
Setelah berubah fungsi, bahasa Inggris kemudian menjadi sangat diminati oleh

setiap kalangan masyarakat. Mulanya masyarakat Indonesia, terutama yang berada di
desa-desa kecil, mempelajari bahasa Inggris hanya untuk mempersiapkan diri untuk
melamar pekerjaan di kantor-kantor swasta yang mewajibkan setiap karyawannya untuk
lancar dalam berbahasa Inggris. Namun kini, masyarakat di desa-desa kecil mempelajari
bahasa Inggris supaya tidak kalah saing dengan masyarakat yang berada di kota. Mereka

merasa akan menjadi lebih keren apabila mereka lancar berbahasa Inggris. Beberapa di
antara mereka mendaftarkan diri ke tempat-tempat les bahasa Inggris, namun sebagian lagi
memilih untuk mengunduh aplikasi terjemahan yang tersedia di telepon genggam mereka.
Karena kurang pemahaman tentang bahasa Inggris, mereka secara mentah menerima hasil

terjemahan dari aplikasi tersebut dan langsung mengaplikasikannya, salah satunya di
media sosial, yang kemudian menjadi bahan ejekan bagi mereka yang mengerti bahasa
Inggris.



Kesimpulan
Bahasa Inggris di Indonesia mulanya digunakan sebagai alat komunikasi

masyarakat Indonesia dengan dunia. Hanya sedikit yang dapat kesempatan untuk
mempelajari bahasa Inggris secara formal. Mereka biasanya adalah orang yang berasal
dari keluarga pejabat atau ningrat, orang yang sangat mampu secara finansial, dan orang
yang berdomisili di kota-kota besar di Indonesia. Semenjak adanya globalisasi dan
pengajaran bahasa Inggris yang tidak merata, bahasa Inggris kemudian berubah menjadi
sebuah bentuk gengsi. Fenomena ini telah menarik minat masyarakat Indonesia, dari
seluruh kalangan, untuk mulai berbahasa Inggris. Aplikasi-aplikasi penerjemah instan di
dalam telepon genggam sangat membantu mereka yang ingin lancar berbahasa Inggris
dengan instan.




Sumber Bacaan
http://najib.staff.stainsalatiga.ac.id/2013/06/09/bahasa-dan-budaya/ : diakses pada
15 Desember 2014.
http://speakout.palcomtech.com/844/ : diakses pada 15 Desember 2014.