Kinerja dan Keekonomian Mesin Perontok untuk Kedelai (Studi kasus : Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka).
KINERJA DAN KEEKONOMIAN MESIN PERONTOK
UNTUK KEDELAI
(STUDI KASUS : KECAMATAN MAJALENGKA,
KABUPATEN MAJALENGKA)
NOVI DEWI SARTIKA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kinerja dan
Keekonomian Mesin Perontok untuk Kedelai (Studi Kasus : Kecamatan
Majalengka, Kabupaten Majalengka) adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Novi Dewi Sartika
NRP F152130091
RINGKASAN
NOVI DEWI SARTIKA. Kinerja dan Keekonomian Mesin Perontok untuk
Kedelai (Studi kasus : Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka).
Dibimbing oleh SUTRISNO dan EMMY DARMAWATI.
Perontokan merupakan salah satu penanganan pascapanen yang penting,
dimana penggunaan mesin perontok yang tepat akan mampu mengurangi susut
bobot maupun susut mutu akibat kerusakan mekanis pada proses perontokan.
Kerusakan mekanis timbul akibat adanya mekanisme gerak seperti gerak serut
(stripping), pukul (hammering), dan tumbukan (impact).Mekanisme gerak sangat
bergantung pada kecepatan putar silinder perontok yang digunakan.Maka dari itu,
penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kinerja mesin perontok dan menganalisis
besarnya susut yang ditimbulkan dari kegiatan perontokan serta menganalisis
keekonomian alat perontok yang digunakan.
Penelitian ini dilakukan di desa Sindang Kasih, kecamatan Majalengka
dengan bahan baku kedelai varietas Argomulyo. Perontokan dilakukan dengan
menggunakan dua mesin perontok multiguna, yaitu mesin perontok A dan mesin
perontok B sebagai kelompok pengujian dengan dua perlakuan yakni kecepatan
putar silinder perontok 515-570 rpm dan 580-650 rpm. Pengamatan dilakukan
pada susut tercecer perontokan dan susut mutu perontokan (biji belah, biji rusak,
dan kotoran).Susut tercecer yang dihasilkan dari kegiatan perontokan digunakan
untuk menganalisis keekonomian dan kelayakan mesin perontok. Analisis
ekonomi dilakukan dengan menentukan biaya tetap, biaya tidak tetap, BEP, biaya
pokok dan keuntungan dari proses perontokan, dimana kelayakan usaha dilihat
dari kriteria NPV, IRR, net B/C dan payback period.
Penggunaan mesin perontok pada kecepatan putar silinder 580-650 rpm
menghasilkan susut tercecer dan susut mutu tertinggi dibandingkan dengan
kecepatan putar silinder 515-570 rpm dari kedua mesin yang dioperasikan.Susut
tercecer tertinggi pada mesin perontok A sebesar 3.33%, biji belah 2.9 % dan biji
rusak 2.57%, sedangkan susut tercecer tertinggi pada mesin perontok B 0.72%,
biji belah 0.89% dan biji rusak 1.43% pada pengoperasian dengan kecepatan putar
silinder perontok 580-650 rpm. Tingginya susut yang dihasilkan pada kecepatan
putar silinder perontok 580-650 rpm, maka pengoperasian mesin perontok
disarankan dilakukan pada kecepatan putar 515-570 rpm.Keekonomian dua mesin
perontok yang diuji telah mencapai tingkat operasional yang menguntungkan
dengan biaya pokok sebesar Rp. 327/kg - Rp. 369/kg dan BEP 15.7 – 19.2 ha
yang setara dengan 23 562 – 28 852 kg biji/tahun. Usaha ini layak untuk
dikembangkan dengankisaran NPV Rp. 1 997 037 – Rp. 6 523 947, IRR 19.6332.42% dan net B/C 1.11-1.43 pada sewa alat yang berlaku sebesar yaitu Rp.
400/kg.
Kata kunci : Kedelai, keekonomian, perontokan, susut mutu, susut tercecer
SUMMARY
NOVI DEWI SARTIKA.Performance and Economics Analysis of Soybean
Thresher (Case Study : Majalengka Subdistrict, Majalengka Regency). Supervised
by SUTRISNO and EMMY DARMAWATI.
Threshing is one of the important postharvest handling of soybean, where
the use of proper threshing machine would be able to reduce the quantity losses
and quality losses due to mechanical damage to the threshing process. Mechanical
damage arising from the motion mechanism such as motion of stripping,
hammering, and impact. Motion mechanism is very dependent on the drum
cylinder speed threshing used. Therefore, this study aims to assess the
performance threshing machine and analyze the magnitude of losses arising from
threshing activities and to analyze the economic in operational of the threshers.
This research was conducted in the Sindang Kasih village, Majalengka
district with raw materials of Argomulyo soybean varieties. Threshing was done
by using two multipurpose threshers, namely thresher A and thresher B as a test
group with two treatments that was drum cylinder speed threshing of 515-570 rpm
and 580-650 rpm. Observations were done at quantity and quality losses (split
seeds, damaged seeds, and dirt). Quantity losses resulting from threshing activities
were used to analyze the economics and feasibility of threshers. Economic
analysis was done by determining the fixed costs, variable costs, BEP, cost of
product and benefits of the threshing process, where feasibility of business was
done based on of NPV, IRR, net B/C and payback period .
The used thresher on a drum cylinder speed of 580-650 rpm produces the
highest quantity and quality losses compared with 515-570 rpm of the both
threshers operated. The highest quantity losses on a thresher A was 3.33 %, split
seeds was 2.9 % and damaged seeds was 2.57 %, while the quantity losses on a
thresher B was 0.72 %, 0.89 % of split seeds and damage seeds was 1.43 % on the
thresher operated with drum cylinder speed of 580-650 rpm. The high losses
produced at drum cylinder speed 580-650 rpm, therefore the operation of thresher
should be done at 515-570 rpm of drum cylinder speed. From the economic
analysis, the two threshing machine, was reached a feasibleoperational level with
cost of product was Rp. 327/kg-Rp. 369/kg and BEP 15.7-19.2 ha equivalent to 23
562-28 852 kg seeds/year . This effort deserves to be developed with a range of
NPV Rp. 1 997 037-Rp. 6523 947, 19.63-32.42 % IRR and a net B/C 1.11-1.43 in
the applicable equipment rent wasRp. 400 / kg .
Keywords: Economic, soybean, threshing, quantity losses, quality losses
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KINERJA DAN KEEKONOMIAN MESIN PERONTOK
UNTUK KEDELAI (STUDI KASUS : KECAMATAN
MAJALENGKA, KABUPATEN MAJALENGKA)
NOVI DEWI SARTIKA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Pascapanen
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Ridwan Rachmat, M.Agr
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ini ialah
Perontokan, dengan judul Kinerja dan Keekonomian Mesin Perontok untuk
Kedelai (Studi Kasus : Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Sutrisno dan Ibu Dr
Ir Emmy Darmawati MSi selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Bapak Sulyaden, Suci Rahmi, Irna Dwi D., Maftuh
Kafiya, Indri (Astri NTB) yang telah membantu selama proses penelitian dan
analisis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, bibi (Masri
Mulyani) serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Novi Dewi Sartika
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
1
2
2
2
2
2
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Kedelai
Perontokan Kedelai
Kinerja Mesin Perontok
Standar Mutu Kedelai
Analisis Keekonomian
1
3
3
4
7
7
3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Rancangan Percobaan
Prosedur Analisis Data
8
8
8
8
9
9
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Susut Tercecer Perontokan Mekanis
Susut Mutu Perotokan Mekanis
Operasional Mesin Perontok
Kinerja Mesin Perontok
Optimasi Operasional Alat
Analisis Ekonomi
14
14
15
19
20
20
21
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
26
26
27
DAFTAR PUSTAKA
27
LAMPIRAN
30
RIWAYAT HIDUP
44
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Komposisi kimia beberapa varietas kedelai
Test report mesin perontok tipe silinder terbuka yang dimodifikasi
Spesifikasi mesin perontok multiguna
Persyaratan kinerja mesin perontok multiguna
Standar mutu kedelai SNI 01-3922-1995
Spesifikasi teknis mesin perontok multiguna
Penilaian berdasarkan susut
Kapasitas pengumpanan dan perontokan thresher multiguna
Hasil optimas operasional mesin perontok multiguna
Data untuk menghitung biaya total mesin perontok A dan B
Biaya total dan BEP mesin perontok multiguna yang digunakan
Analisis kelayakan mesin perontok berdasarkan rpm
Analisis sensitivitas kenaikan harga BBM 20%
Analisis sensitivitas kenaikan harga moving alat 10%
Analisis sensitivitas kenaikan suku bunga 19%
5
5
6
6
7
8
12
20
21
22
22
23
24
25
25
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Alur Menentukan Susut Tercecer Perontokan
Alur Menentukan Susut Mutu Perontokan
Susut Tercecer Perontokan (%)
Kadar Air Kedelai Perontokan (%)
Persentase Biji Belah (%)
Biji Belah
Biji Rusak
Persentase Biji Rusak (%)
Kotoran Hasil Perontokan (%)
Kuisioner Operasional Mesin Perontok (%)
Elastisitas Kenaikan Harga BBM terhadap Nilai Net B/C
Elastisitas Kenaikan Harga BBM terhadap Nilai IRR (%)
Elastisitas Kenaikan Harga BBM terhadap Payback Period (tahun)
Elastisitas Kenaikan Harga BBM terhadap BEP (ha/tahun)
11
11
15
16
17
17
18
18
19
20
25
25
26
26
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
Kuesioner Penelitian
Susut Tercecer Perontokan (%)
Susut Mutu Perontokan (%)
Hasil Sidik Ragam Susut Tercecer Perontokan
Hasil Sidik Ragam Kadar Air
Hasil Sidik Ragam Biji Belah
30
31
32
33
33
33
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
Hasil Sidik Ragam Biji Rusak
Biaya Tetap ThresherA
Biaya Tetap ThresherB
Total Biaya Opeasional dan BEP dengan Susut Tercecer 0.68% pada
Thresher A
Analisis Kelayakan Mesin Perontok Multiguna A dengan Susut 0.68%
Total Biaya Opeasional dan BEP dengan Susut Tercecer 3.1% pada
Thresher A
Analisis Kelayakan Mesin Perontok Multiguna A dengan Susut 3.1%
Analisis Kelayakan Mesin Perontok Multiguna B dengan Susut 0.68%
Analisis Kelayakan Mesin Perontok Multiguna B dengan Susut 3.1%
Analisis Sensitivitas Kenaikan Harga BBM 20% pada Mesin Perontok
Multiguna A dengan Susut 0.68%
Analisis Sensitivitas Kenaikan Harga BBM 20% pada Mesin Perontok
Multiguna A dengan Susut 3.1%
Analisis Sensitivitas Kenaikan Harga BBM 20% pada Mesin Perontok
Multiguna B dengan Susut 0.68%
Analisis Sensitivitas Kenaikan Harga BBM 20% pada Mesin Perontok
Multiguna B dengan Susut 3.1%
Analisis Sensitivitas Kenaikan Suku Bunga 19% pada Mesin Perontok
Multiguna A dengan Susut 0.68%
Analisis Sensitivitas Kenaikan Suku Bunga 19% pada Mesin Perontok
Multiguna A dengan Susut 3.1%
Analisis Sensitivitas Kenaikan Suku Bunga 19% pada Mesin Perontok
Multiguna B dengan Susut 0.68%
Analisis Sensitivitas Kenaikan Suku Bunga 19% pada Mesin Perontok
Multiguna B dengan Susut 3.1%
Analisis Sensitivitas Kenaikan Harga Moving Alat10% pada Mesin
Perontok Multiguna A dengan Susut 0.68%
Analisis Sensitivitas Kenaikan Harga Moving Alat 10% pada Mesin
Perontok Multiguna A dengan Susut 3.1%
Analisis Sensitivitas Kenaikan Harga Moving Alat10% pada Mesin
Perontok Multiguna B dengan Susut 0.68%
Analisis Sensitivitas Kenaikan Harga Moving Alat10% pada Mesin
Perontok Multiguna B dengan Susut 3.1%
Elastisitas Kenaikan Harga BBM 40% pada Mesin Perontok Multiguna
A dengan Susut 0.68%
Elastisitas Kenaikan Harga BBM 60% pada Mesin Perontok Multiguna
A dengan Susut 0.68%
Elastisitas Kenaikan Harga BBM 80% pada Mesin Perontok Multiguna
A dengan Susut 0.68%
Elastisitas Kenaikan Harga BBM 90% pada Mesin Perontok Multiguna
A dengan Susut 0.68%
Elastisitas Kenaikan Harga BBM 120% pada Mesin Perontok
Multiguna A dengan Susut 0.68%
Elastisitas Kenaikan Harga BBM 130% pada Mesin Perontok
Multiguna A dengan Susut 0.68%
33
33
33
34
34
35
35
36
36
36
37
37
37
38
38
38
39
39
39
40
40
40
41
41
41
42
42
34 Elastisitas Kenaikan Harga BBM 40% pada Mesin Perontok Multiguna
A dengan Susut 3.1%
35 Elastisitas Kenaikan Harga BBM 60% pada Mesin Perontok Multiguna
A dengan Susut 3.1%
36 Elastisitas Kenaikan Harga BBM 80% pada Mesin Perontok Multiguna
A dengan Susut 3.1%
37 Elastisitas Kenaikan Harga BBM 90% pada Mesin Perontok Multiguna
A dengan Susut 3.1%
38 Elastisitas Kenaikan Harga BBM 40% pada Mesin Perontok Multiguna
B dengan Susut 0.68%
39 Elastisitas Kenaikan Harga BBM 60% pada Mesin Perontok Multiguna
B dengan Susut 0.68%
40 Elastisitas Kenaikan Harga BBM 80% pada Mesin Perontok Multiguna
B dengan Susut 0.68%
41 Elastisitas Kenaikan Harga BBM 90% pada Mesin Perontok Multiguna
B dengan Susut 0.68%
42 Elastisitas Kenaikan Harga BBM 120% pada Mesin Perontok
Multiguna B dengan Susut 0.68%
43 Elastisitas Kenaikan Harga BBM 130% pada Mesin Perontok
Multiguna A dengan Susut 0.68%
42
43
43
43
44
44
44
45
45
45
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai merupakan tanaman pangan yang sudah sangat dikenal oleh
masyarakat Indonesia. Walaupun kedelai bukan tanaman pokok seperti padi dan
jagung, tetapi konsumsi masyarakat akan kedelai semakin meningkat.
Peningkatan konsumsi kedelai dapat dilihat dari peningkatan pertumbuhan impor
kedelai yang mencapai 16.57% pada periode 2010-2013 (Dirjen PPHP
2014).Peningkatan ini lebih tinggi dibandingkan dengan periode 2001-2004 dan
periode 2005-2009.Upaya peningkatan produksi kedelai dalam negeri terus
dilakukan untuk mengurangi ketergantungan impor yang terus meningkat.Selain
di
bidang
budidaya,
perbaikan
dilakukan
juga
pada
bidang
pascapanen.Penanganan pascapanen kedelai pada umumnya bertujuan untuk
mendapatkan kedelai dengan mutu tinggi, mengefisienkan tenaga dalam
pelaksanaan pemanenan serta memperkecil kehilangan hasil (Shahbazi 2012).
Penanganan pascapanen yang tidak tepat akan mengakibatkan terjadinya susut
bobot dan kerusakan biji yang bersumber dari keterlambatan penanganan,
kesalahan penanganan maupun penggunaan peralatan yang tidak sesuai.
Perontokan merupakan salah satu penanganan pascapanen yang
penting.Sejalan dengan perkembangan teknologi, alat perontok pun semakin
berkembang. Ada beberapa jenis mesin perontok yang digunakan di Indonesia,
yaitu mesin perontok tipe drum tertutup, mesin perontok tipe drum terbuka dan
mesin perontok tipe aksial. Mesin perontok tipe drum terbuka sangat sering
digunakan dalam kegiatan perontokan. Keunggulan mesin perontok tipe drum
terbuka dibandingkan dengan mesin perontok tipe drum tertutup dan tipe aksial
adalah mampu merontokkan padi, kedelai dan jagung sehingga lebih praktis
dalam penggunaannya. Mesin perontok yang bersifat multiguna ini harus
dioperasikan dengan hati-hati sesuai komoditas yang dirontok, agar diperoleh
susut yang serendah mungkin.Menurut Chenglong et al. (2011) penggunaan
mesin perontok (thresher) dapat mengurangi biji rusak dan mengurangi biji yang
tidak terontok.Maka dari itu, pengkajian mesin perontok multiguna untuk
merontokan kedelai perlu dilakukan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kapasitas dan kinerja kegiatan
perontokan adalah varietas, sistem pemanenan, mekanisme perontokan,
penundaan perontokan, serta faktor kehilangan hasil (Herawati 2008). Pada saat
perontokan, kedelai brangkasan yang akan dirontok harus mencapai kadar air 1720%, jika kadar air tinggi (30-40%) maka akan mengakibatkan susut menjadi
lebih besar (Purwadaria 1988) dan mesin perontok yang digunakan tidak dapat
bekerja dengan baik (mesin mati). Selain itu, kecepatan silinder perontok yang
digunakan sangat mempengaruhi mutu kedelai yang dihasilkan. Hal ini
disebabkan karena pada proses perontokan terjadi beberapa mekanisme gerak,
seperti gerak serut (stripping), pukul (hammering), tumbukan (impact) (Koes
2007) yang mengakibatkan terjadinya kerusakan mekanis dan berdampak pada
menurunnya mutu kedelai (Xiaofeng et al. 2014).
Wilayah penghasil kedelai di Indonesia yang memberikan kontribusi
terbesar untuk kedelai nasional adalah wilayah Jawa yang mencapai angka 521
2
954 ton pada tahun 2013 (BPS 2014).Salah satu wilayah di pulau Jawa tersebut
adalah wilayah Jawa Barat.Wilayah-wilayah yang dicanangkan untuk
pengembangan pertanaman kedelai di provinsi ini adalah kabupaten Cianjur,
Ciamis, Garut, Kuningan, Kerawang, dan Majalengka dengan luas lahan masingmasing 4 130 ha, 2 769 ha, 7 236 ha, 1 370 ha, 1 039 ha, dan 1 116 ha (DIPERTA
2013). Semua wilayah ini hampir memiliki tingkat kesuburan tanah dan curah
hujan yang sama.
Kabupaten Majalengka merupakan salah satu daerah penghasil kedelai
sekaligus pemasok benih kedelai untuk beberapa wilayah di Indonesia.Untuk
menunjang hasil dan kualitas kedelai yang diperoleh, wilayah ini telah
menerapkan teknologi mekanis dengan menggunakan mesin perontok multiguna
dalam penanganan pascapanen kedelai.Adanya penggunaan mesin perontok
multiguna, maka analisis keekonomian mesin perontok multiguna perlu dilakukan
untuk mengetahui biaya operasional yang menguntungkan agar dapat dijadikan
acuan untuk pengoperasian mesin perontok setipe di wilayah penghasil kedelai
yang sedang dikembangkan seperti wilayah Sumatra.
Perumusan Masalah
Masalah yang timbul dari latar belakang yang telah dipaparkan adalah
kabupaten Majalengka merupakan salah satu daerah penghasil kedelai sekaligus
pemasok benih kedelai yang telah menerapkan penggunaan mesin perontok
multiguna dalam menunjang hasil dan kualitas kedelai yang diperoleh. Analisis
kinerja dan keekonomian mesin perontok multiguna sangat diperlukan dalam
upaya mengurangi susut pascapanen serta dapat dijadikan acuan penggunaan
mesin setipe untuk wilayah penghasil kedelai yang sedang dikembangkan, seperti
wilayah Sumatra.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengkaji kinerja mesin dan
menganalisis besarnya susut yang ditimbulkan dari kegiatan perontokan serta
menganalisis keekonomian alat perontok yang digunakan, sedangkan tujuan
khusus penelitian ini menentukan kecepatan putar terbaik dari drum perontok
untuk mengurangi susut tercecer dan susut mutu.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini yaitu adanya pengaruh kecepatan putar silinder
perontok terhadap susut tercecer dan susut mutu kedelai.
Manfaat Penelitian
1. Dapat memberikan informasi tentang kecepatan putar terbaik dari silinder
perontok untuk mengurangi susut tercecer dan susut mutu perontokan.
3
2. Informasi keekonomian alat diharapkan dapat menjadi acuan untuk
diterapkannya penggunaan teknologi mekanis dalam mendukung perbaikan
pascapanen melalui pengembangan dan penggunaan alat perontok multiguna
di wilayah penghasil kedelai yang sedang dikembangkan.
Ruang Lingkup Penelitian
Metode-metode dalam penelitian ini merupakan pendekatan menggunakan
data primer yang diperoleh langsung dari pengukuran di lapang.Evaluasi
penelitian dilakukan pada susut tercecer dan susut mutu perontokan dengan
mengoperasikan dua mesin perontok pada kecepatan putar 515-570 rpm dan 580650 rpm. Keekonomian dan kelayakan usaha perontokan dianalisis dengan
memasukkan susut tercecer yang diperoleh dari proses perontokan.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Kedelai
Kedelai (Glycine max (L.) Merill) merupakan tanaman yang berasal dari
daratan Cina dan berkelas dikotil.Tanaman semusim ini umumnya tumbuh tegak,
berbentuk semak dengan tinggi 20-60 cm. Komposisi kimia kedelai tergantung
pada varietas, kesuburan tanah dan kodisi iklim (Wolf dan Cowan
1971).Komposisi kimia beberapa varietas kedelai disajikan pada Tabel 1.Kadar
protein pada kedelai lebih tinggi dan mengandung asam-asam amino lebih
lengkap dibandingkan jenis kacang-kacangan yang lainnya (Wolf dan Cowan
1971).
Tanaman berprotein tinggi ini dimanfaatkan sebagai bahan makanan olahan
berupa kecap, tempe, tahu, susu, vetsin, kue-kue, dan permen serta sebagai bahan
industri bukan makanan seperti kertas, cat cair, tinta cetak dan tekstil
(Menegristek 2000). Kedelai juga bermanfaat sebagai pangan fungsional untuk
mencegah timbulnya penyakit degeneratif, seperti jantung koroner, hipertensi dan
kanker payudara (Fen et al. 2013).Zat isoflavon yang ada pada kedelai ternyata
berfungsi sebagai antioksidan dan fitoestrogen.Kandungan lemak tidak jenuhnya
sangat bermanfaat bagi kesehatan (Anderson et al. 2000; Ginting
2010).Beragamnya penggunaan kedelai menjadi pemicu meningkatnya konsumsi.
Selain untuk konsumsi, bagian tanaman kedelai yang lainnya dapat
dijadikan pakan ternak, seperti polong dan jerami kedelai. Hasil penelitian
Sompong dan Pirote (2008) menyatakan bahwa polong dan jerami kedelai dapat
dijadikan pakan ternak dengan hasil uji in vitro untuk daya cerna tidak berbeda
nyata dengan ampas sisa pembuatan susu kedelai.
Perontokan Kedelai
Proses perontokan kedelai merupakan kegiatan memisahkan biji kedelai
dari polong dan tangkainya. Ada berbagai macam cara yang dilakukan oleh para
4
produsen kedelai untuk melakukan perontokan, yaitu dengan cara tradisional dan
cara mekanis. Cara tradisional dilakukan dengan memukul brangkasan kedelai
yang ditumpuk di atas alas yang telah disediakan, sedangkan cara mekanis
dilakukan dengan menggunakan mesin (thresher).
Saat ini mesin perontok telah banyak dikembangkan sesuai dengan tujuan
yang diinginkan, ada yang untuk satu komoditi dan ada pula untuk berbagai
macam komoditi (multiple). Mesin perontok terdiri dari komponen-komponen
utama, yaitu kerangka perontok, silinder perontok, ruang perontok, ayakan,
blower dan motor penggerak dengan kapasitas perontokan secara mekanis
menggunakan mesin perontok berkisar antara 450 kg/jam hingga 600 kg/jam
(Koes 2007).
Ada beberapa jenis mesin perontok (thresher) yang digunakan di Indonesia,
yaitu thresher tipe drum (silinder) tertutup, thresher tipe drum terbuka dan
thresher tipe axial. Thresher tipe drum tertutup hanya cocok untuk merontokkan
padi. Pengumpanan pada thresher tipe drum tertutup dilakukan secara throw in
maupun hold on. Pengumpanan secara throw in dilakukan dengan memasukan
umpan secara penuh tanpa menyisakan bulir di tangan, sedangkan hold on
dilakukan dengan pengumpanan yang masih menyisakan bulir di tangan agar bisa
dimanfaatkan. Thresher tipe drum terbuka merupakan modifikasi pengembangan
dari thresher tipe drum tertutup. Thresher ini tidak hanya mampu merontokan
padi tetapi juga mampu merontokkan kedelai dan jagung. Pengumpanan pada
thresher tipe drum terbuka dilakukan dengan carathrow in. Thresher tipe axial
sangat berbeda dari thresher tipe drum tertutup dan thresher tipe drum
terbuka.Thresher tipe axial memiliki kapasitas kerja yang lebih besar (1 ton/jam)
dibandingkan kedua thresher tersebut (Koes 2007).
Mesin perontok yang beredar di masyarakat dan sampai saat ini masih
digunakan adalah mesin perontok tipe drum terbuka. Keunggulan mesin ini adalah
mampu merontokan berbagai macam komoditas pangan sehingga lebih praktis
dalam penggunaannya, tanpa harus menggati mesin perontok sesuai dengan
komoditas yang akan dirontokkan. Mesin perontok ini merupakan hasil modifikasi
mesin perontok yang dikembangkan oleh IRRI di Indonesia dengan tipe TH 6, TH
7 dan TH 8.Hasil test report mesin perontok ini dapat dilihat pada Tabel 2.Test
report dari mesin perontok ini telah memenuhi SNI 7866-2013 yang disajikan
pada Tabel 3 dan Tabel 4.
Kinerja Mesin Perontok
Menurut SNI 7866-2013 ada beberapa persyaratan dari kinerja mesin
perontok multiguna (Tabel 4). Pengoptimalisasi kinerja mesin perontok harus
memperhatikan varietas kedelai yang akan dirontok. Selain itu, tingkat
pengetahuan operator pengguna power thresher juga perlu diperhatikan.Pelatihan
mengenai operasionalisasi alat serta standar operasional alat harus dikuasai oleh
operator mesin power thresher terkait dengan efisiensi kinerja serta daya tahan
alat (Herawati 2008).Menurut indria et al. (2007) bahwa efisiensi
penggunaanmesin perontok dalam pascapanen baru dapat dicapai bila mutu hasil
perontokan masih dalam keadaan baik.
5
Tabel 1 Komposisi kimia beberapa varietas kedelai
Bobot 100
Warna kulit
Protein
Varietas/galur
biji (g)
biji
(% bk)
Argomulyo
18-19
Kuning
37-40.20
Grobogan
18
Kuning
43.9
Panderman
15-17
Kuning
36.9
Bungrangrang 14.90-17
Kuning
39-41.60
Kedelai impor 14.80-15.80
Kuning
35-36.80
Bromo
14.40-15.80
Kuning
37.80-42.60
Anjasmoro
14.80-15.30
Kuning
41.80-42.10
Detam-1
14.8
Hitam
45.4
Detam-2
13.5
Hitam
45.6
Tampomas
10.90-11
Kuning
34-41.20
Cikuray
9.10-11
Hitam
35-42.40
Wilis
8.90-11
Kuning
37-40.50
Kawi
10.10-10.50
Kuning
38.50-44.10
Mallika
9-10
Hitam
37
Merapi
8-9.50
Hitam
41-42.60
Krakatau
8-9.10
Kuning
36-44.30
Sumber :Erliana et al. 2009
Lemak(%
bk)
19.30-20.80
18.4
17.7
20
21.40-21.70
19.5
17.20-18.60
13.1
14.8
18-19.60
17-19
18-18.80
16.60-17.50
20
7.50-13
16-17
Tabel 2 Test Report Mesin Perontok Tipe Silinder Terbuka yang dimodifikasi
Parameter
Daya motor penggerak
Panjang x Lebar x Tinggi
Kapasitas kerja
- Padi
- Kedelai
- Jagung
Bobot keseluruhan
Kecepatan putar silinder
- Padi
- Kedelai
- Jagung
Kebutuhan bahan bakar
- Bensin
- Solar
Sumber : Koes 2007
Satuan
mm
Test Report
Motor bensin/motor diesel 5.5-6 HP
1325x965x1213
kg/jam
kg/jam
kg/jam
kg
500-600
350-450
700-1000
110
rpm
rpm
rpm
600
600-650
650-700
liter/jam
liter/jam
0.9
1.0
6
Tabel 3 Spesifikasi Mesin Perontok Multiguna
Parameter
Satuan
Daya motor penggerak
Dimensi silinder perontok
- Lebar
mm
- Diameter
mm
Putaran
silinderPerontok
rpm
dengan beban kerja
Tinggi meja/hopper pengumpan
- Padi
mm
- Kedelai
mm
- Jagung
mm
Bobot kosong mesin
kg
Bobot operasi mesin
- Motor bensin
kg
- Motor diesel
kg
Spesifikasi
Kecil
Sedang
Besar
Motor bensin/motor diesel 4
Motor diesel 4
langkah
langkah
500-750
210-300
620-985
275-350
720-985
285-400
500-800
< 150
800-1150
800-1150
800-1600
150-250
< 180
< 250
200-250
230-300
> 250
> 320
Tabel 4 Persyaratan Kinerja Mesin Perontok Multiguna
Parameter
Kapasitas pengumpan minimum
- Padi
- Jagung
- Kedelai
Kapasitas perontokan minimum
- Padi
- Jagung
- Kedelai
Persentase susut maksimum
- Padi
- Jagung
- Kedelai
Tingkat kerusakan minimum
- Padi, Jagung, dan Kedelai
Efisiensi perontokan minimum
-Padi, Jagung, dan Kedelai
Tingkat kebisingan
- Jagung
- Padi dan Kedelai
Satuan
Persyaratan Unjuk Kerja
Kecil
Sedang
Besar
kg/jam
kg/jam
kg/jam
1 000
1 200
300
1 600
2 000
600
3 000
3 000
900
kg/jam
kg/jam
kg/jam
500
600
150
800
1 000
300
1 500
1 500
450
%
%
%
5
15
20
%
3
%
90
dB
106
90
7
Standar Mutu Kedelai
Mutu kedelai di Indonesia sangat beragam.Faktor-faktor yang menentukan
kualitas kedelai adalah varietas, agroekosistem, teknik budidaya dan penanganan
pascapanen.Faktor-faktor tersebut dapat di kelompokkan menjadi beberapa faktor,
yaitu teknologi, sumber daya manusia (SDM), sarana prasarana, kelembagaan dan
pengujian mutu produk (Suismono 2007).
Standar mutu merupakan spesifikasi teknis yang dibakukan berdasarkan
konsensus, dan semua pihak terkait dengan memperhatikan syarat-syarat
kesehatan, perkembangan IPTEK serta pengalaman. Secara umum, kedelai yang
dihasilkan harus bebas dari hama penyakit, tidak berbau busuk dan bebas dari
bahan kimia. Untuk meningkatkan mutu kedelai, pemerintah telah mengeluarkan
standar mutu (Tabel 5) yang dapat digunakan oleh petani ataupun pedagang
sebagai acuan untuk mempertahankan kualitas biji kedelai. Standarisasi mutu
akan sangat berpengaruh pada tingkat komersial, jika mutu kedelai yang
dihasilkan sesuai standar maka tingkat harga di pasaran akan baik pula.
Tabel 5 Standar Mutu Kedelai SNI 01-3922-1995
No.
1
2
3
4
5
6
Komponen mutu
Kadar air
Butir belah
Butir rusak
Butir warna lain
Kotoran
Butir keriput
Satuan
%
%
%
%
%
%
I
Maks. 13
Maks. 1
Maks. 1
Maks. 1
Maks. 0
Maks. 0
Persyaratan
II
III
Maks. 14 Maks. 14
Maks. 2
Maks. 3
Maks. 2
Maks. 3
Maks. 3
Maks. 5
Maks. 1
Maks. 2
Maks. 1
Maks. 3
IV
Maks. 16
Maks. 5
Maks. 5
Maks. 10
Maks. 3
Maks. 5
Analisis Keekonomian
Penggunaan mesin perontok mekanis selain dapat mengurangi susut, juga
dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan dibandingkan dengan merontok secara
konvensional.Untuk mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan, maka perlu
dilakukan analisis keekonomian.Keekonomian adalah segala sesuatu yang terkait
dengan asas-asas ekonomi, seperti keberlangsungan usaha sesuai kemampuan
masyarakat dengan melihat beban biaya serta kelayakan usaha yang
dikembangkan.
Biaya penggunaan peralatan mekanis dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost) atau biaya
operasi (Hunt 1979). Biaya tetap merupakan biaya yang wajib dikeluarkan tiap
tahunnya yang terdiri dari biaya penyusutan, bunga modal, pajak, asuransi dan
bangunan penyimpanan, sedangkan biaya tidak tetap adalah jumlah biaya
produksi yang berubah menurut tinggi rendahnya jumlah output yang akan
dihasilkan. Biaya tidak tetap terdiri dari biaya bahan bakar, upah operator dan
pemeliharaan/perbaikan.Dengan mengetahui biaya-biaya tersebut, maka
kelayakan usaha dapat diketahui.Tujuan kelayakan usaha/analisis proyek adalah
pengkajian yang bersifat menyeluruh dan mencoba menyoroti segala aspek
kelayakan proyek atau investasi.
8
3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 bertempat di desa
Sindang Kasih, kecamatan Majalengka, kabupaten Majalengka.Analisa bahan
dilakukan di Laboratorium TPPHP Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kedelai brangkasan yang
didapatkan langsung dari kelompok tani Bojong dan Mekar Tani dengan varietas
kedelai Argomulyo dan kadar air panen rata-rata 56±1.84%. Total kedelai
brangkasan yang digunakan ± 4 ton.
Alat
Alat yang digunakan adalah dua mesin perontok multiguna (power thresher)
dengan spesifikasi alat pada Tabel 6, moisture tester, tachometer, stopwatch,
oven, microcomputer controlled electronic universal testing machine, timbangan
digital, timbangan gantung, terpal pengamatan berukuran 8 m x 8 m, dan terpal
yang biasa digunakan oleh petani.
Tabel 6 Spesifikasi teknis mesin perontok multiguna
Kondisi teknis
Diameter silinder perontok
Lebar silinder perontok
Jumlah baris gigi perontok
Jumlah gigi tiap baris
Diameter gigi perontok
Tinggi gigi perontok
Jarak gigi ke saringan
Diameter behel saringan
Jarak antar behel
Diameter puli
Lebar alat
Panjang alat
Tinggi hopper
Daya motor
Pemasangan gigi
Putaran silinder perontok
Motor Penggerak
Mesin perontok A
280 mm
550-695 mm
8 baris
8 buah
10 mm
60 mm
20 mm
6 mm
12 mm
300 mm
520 mm
785 mm
970 mm
5.5 HP
Sejajar
500-800 rpm
Bensin 4 tak
Spesifikasi
Mesin perontok B
275 mm
550-710 mm
6 baris
ada yang 6 ada yang 7
10 mm
55 mm
20 mm
5 mm
15 mm
300 mm
500 mm
820 mm
860 mm
5.5 HP
Selang seling
500-800 rpm
Bensin 4 tak
9
Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak
kelompok (RAK) dengan kecepatan putar silinder perontok sebagai perlakuan
(kecepatan putar silinder 515-570 rpm dan 580-650 rpm yang diperoleh dari uji
alat secara langsung pada pra penelitian) dan mesin perontok multiguna sebagai
kelompok, yaitu mesin multiguna milik petani Bojong dan mesin multiguna milik
pribadi petani yang disewakan. Pengulangan dilakukan sebanyak dua kali. Model
linear rancangan percobaan yang digunakan adalah:
Yij =µ + i + βj + εij, dimana : i= 1, 2, ; j = 1, 2;
Keterangan :
Yij: Pengamatan pada kecepatan perontok ke-i, tipe mesin perontok ke-j
µ : Rataan umum
i : Pengaruh kecepatan perontok ke-i
βj : Pengaruh mesin perontok ke-j
εij : Pengaruh acak pada kecepatan perontok ke-i, tipe mesin perontok ke-j
Hasil yang didapatkan kemudian diolah dengan Analysis of Variance
(ANOVA) dengan taraf 5 %. Bila terdapat pengaruh nyata maka akan dilakukan
uji lanjutan dengan menggunakan metode uji BNJ (Beda Nyata Jujur) dengan
selang kepercayaan 95%. Data diolah dengan menggunakan Statistial Analysis
Software (SAS).
Prosedur Analisis Data
Persiapan Bahan
Setelah dipanen, kedelai brangkasan dikeringkan terlebih dahulu
menggunakan alas terpal dengan ketebalan brangkasan ± 20 cm dan pembalikkan
dilakukan setiap 1-2 jam sekali sampai kadar air brangkasan mencapai 17 %.
Varietas yang digunakan memiliki tinggi 40 cm dengan polong berkumpul di
bagian bawah tanaman.
Pelaksanaan Perontokan
Pelaksanaan perontokan dilakukan dengan mengatur kecepatan putar
silinder perontok, sehingga diperoleh 2 kecepatan putar yang digunakan, yaitu
515-570 RPM dan 580-650 RPM. Kecepatan ini
Susut Bobot Perontokan Mekanis (Purwardaria 1988)
Perontokan mekanis dilakukan pada terpal pengamatan 8 m x 8 m yang di
atasnya dihamparkan terpal petani yang biasa digunakan dalam melakukan
perontokan kedelai. Untuk memperoleh susut perontokan mekanis (Gambar 1)
menggunakan Persamaan :
…………… (1)
Keterangan :
STperontokan : Susut perontokan mekanis (%)
BKHpm
: Berat kedelai hasil perontokan pada alas petani (kg)
BKTpm
: Berat kedelai yang terlempar keluar alas petani (kg)
10
T1
T2
: Berat kedelai yang tidak terontok (gr)
: Berat biji kedelai yang terbuang/terbawa kotoran (gr)
Untuk mendapatkan T1mekanis dan T2mekanisdigunakan rumus :
……………
(2)
…………… (3)
Keterangan :
Bmekanis
: Berat brangkasan perontokan keseluruhan (kg)
Cmekanis
: Berat kotoran sisa perontokan keseluruhan (kg)
B1mekanis
: Biji kedelai yang dipisahkan dari polong sampel 1 kg (gr)
C1mekanis
: Biji kedelai yang dipisahkan dari sampel kotoran 1 kg (gr)
Susut Mutu Perontokan Kedelai (Purwardaria 1988)
Mutu fisik kedelai yang diamati dan berkaitan dengan operasional alat
meliputi kadar air, biji belah, biji rusakdan kotoran. Langkah-langkah yang
dilakukan untuk memperoleh susut mutu perontokan dapat dilihat pada Gambar 2.
Untuk mengetahui peningkatan kerusakan dari perontokan, maka dilakukan
control dengan mengambil 1000 g sampel tanaman kedelai dan dikupas secara
manual (tangan) sehingga mendapatkan biji kedelai. Biji kedelai yang didapatkan
kemudian ditimbang sebanyak 100 g dan diulang sebanyak 3 kali.Hasil
peningkatan kerusakan dari perontokan yang telah diperoleh kemudian
dibandingkan dengan SNI.
Persentase biji belah, rusak, dan kotoran didapatkan dengan menggunakan
Persamaan:
Optimasi Operasional
Pengoptimasian operasional perontokan dilakukan pada beberapa parameter
yang sangat dipengaruhi oleh kegiatan perontokan.Parameter tersebut terdiri dari
susut tercecer (bobot), biji belah, biji rusak dan kotoran sesuai hasil yang
diperoleh. Pengoptimasian ini dilakukan dengan carascoring. Scor untuk biji
belah, biji rusak dan kotoran berkisar antara 1-5 sesuai SNI 01-3922-1995 (Tabel
5).Scor untuk susut tercecer (bobot) 1-20 didasarkan pada SNI 7866-2013 (Tabel
4). Susut terendah akan memperoleh scor tertinggi. Contoh scoring dapat dilihat
pada Tabel 7. Bobot yang diberikan pada masing-masing parameter susut sebesar
11
0.25 dengan dasar empat parameter yang digunakan sama-sama mempengaruhi
hasil atau pendapatan dari proses perontokan.
Menimbang brangkasan
seberat 500 kg
Meletakkan mesin perontok di atas alas petani
yang berada di atas alas pengamatan
Melakukan perontokan (mengukur RPM
setiap ¼ jam)
Menimbang biji
kedelai hasil
perontokan
(BKHpm)
Menimbang
seluruh batang
sisa perontokan
(Bmekanis)
Menimbang
seluruh kotoran
(Cmekanis)
Mengambil 1 kg
sampel, dipipil
Mengambil 1 kg
sampel,
memisahkan biji
bernas
Menimbang biji
kedelai yang
tidak terontok
(B1)
Jumlah kedelai yang
tidak terontok (T2)
Menimbang biji
kedelai yang tercecer
di luar alas petani
(BKTpm)
Menimbang biji
bernas (C1)
Jumlah kedelai yang
terbawa kotoran (T1)
Gambar 1 Alur menentukan susut tercecer perontokan
Mengambil 500 g cuplikan biji
kedelai dengan acak
Diulang sebanyak 3 kali
Mengaduk rata cuplikan yang
diperoleh
Menimbang 100 g sampel dari
cuplikan
Memisahkan biji utuh, rusak, belah,
dan kotoran
Gambar 2 Alur menentukan susut mutu perontokan
12
Tabel 7 Penilaian berdasarkan susut
Parameter
Susut tercecer
1
2
3
5
Biji belah
1
5
4
3
2
5
2
3
5
Biji rusak
0
Kotoran
Scor
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
Nilai (%)
1-2
3-4
5-6
7-8
9-10
12-11
13-14
15-16
17-18
19-20
4
3
2
5
1
2
3
4
3
2
Operasional Alat Perontok
Untuk mengetahui kinerja operasional dari alat perontok, maka dilakukan
pengamatan terhadap operasional alat meliputi :
- Kemudahan setting alat dikarenakan alat yang dianalisis adalah alat multiguna
(untuk padi, kedelai dan jagung).
- Kemudahan pengoperasionalan alat (mengatur rpm yang sesuai jenis kedelai,
pemasukan dan pengeluaran brangkasan dan pembersihan biji kedelai,
kenyamanan dan keselamatan operator, kemacetan atau gangguan, kemudahan
perbaikan dalam pengoperasian alat dan kemudahan alat dalam memperoleh suku
cadang).
Data didapatkan dengan membagikan kuisioner (Lampiran 1) pada
pengguna alat perontok di lapang.
Analisis Ekonomi
Analisis ekonomi dilakukan dengan menentukan biaya tetap dan biaya tidak
tetap.Biaya tidak tetap (variabel) pada kegiatan perontokan ini terdiri dari biaya
pemeliharaan alat, biaya bahan bakar (bensin), dan biaya pemindahan
mesin.Biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan (10% dari modal awal) dan bunga
modal (15% sesuai dengan investasi suku bunga bank BRI tahun 2013). Analisis
biaya dilakukan dengan menentukan (Diatin dan Kusumawardany 2010) :
13
a. Biaya Operasioal
Biaya operasional didapatkan dengan menentukan total biaya tetap (FC) dan
total biaya tidak tetap (VC) yang dikeluarkan pada kegiatan perontokan. Biaya
operasional dapat dihitung dengan Persamaan :
Biaya Operasional = FC+VC …………………….
(8)
Dimana :
FC : Biaya Tetap (Rp/tahun)
VC : Biaya Variabel (Rp/tahun)
Didapatkannya biaya operasional maka biaya pokok ditentukan dengan
Persamaan:
…………………..
Biaya pokok =
(9)
b. Keuntungan
Keuntungan dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan:
Π = TR-TC ……………………........................................
Dimana :
Π
: Keuntungan (benefit) Rp/tahun
TR : Penerimaan total (total revenue) Rp/tahun
TC : Biaya total (total cost) Rp/tahun
(10)
c. Break Event Point (BEP)
Untuk menentukan nilai break event point digunakan Persamaaan sebagai
berikut :
-
………………………………………………….
(11)
Dimana :
FC : Biaya tetap (Rp/tahun)
P
: Biaya sewa alat (Rp/kg)
VC : Biaya variabel (Rp/kg)
Analisis Kelayakan
Analisis kelayakan ditentukan dengan menggunakan kriteria net present
value (NPV), internal rate of return (IRR), net B/C dan nilai payback period.
Untuk menghitung nilai masing-masing kriteria tersebut menggunakan Persamaan
(Eva et al. 2014) :
Net present value (NPV)
t n
NPV
t 0
Bt Ct
.
(1 i ) t
……..………………………
Keterangan :
NPV : Net present value (Rp)
Bt
: Net benefit pada suku bunga i
Ct
: Net Cost pada suku bunga i
t
: Waktu (tahun) aliran kas
(12)
14
Kriteria :
NPV > 0 : Proyek menguntungkan
NPV < 0 : Proyek rugi
NPV = 0 : Proyek tidak untung tidak rugi (balik modal saja)
Internal rate of return (IRR)
IRR
i'
NPV '
(i ''
NPV ' NPV ''
i i ) …………..
(13)
Keterangan :
i’
: tingkat suku bunga menghasilkan NPV positif
i’’
: tingkat suku bunga menghasilkan NPV negatif
NPV’ : NPV bernilai positif (pada suku bunga i’)
NPV’’: NPV bernilai negatif (pada suku bunga i’’)
Net B/C
Net B / C
NPV ( B C ) positif
NPV ( B C ) negatif
………….. (14)
Keterangan :
NPV (B-C) negatif
: Selisih NPV benefit dan NPV cost yang bernilai
negatif
NPV (B-C) positif
: Selisih NPV benefit dan NPV cost yang bernilai
positif
NPV (B)
: NPV benefit pada tingkat suku bunga
NPV (C)
: NPV cost pada tingkat suku bunga
Kriteria : B/C > 1 proyek dapat dikembangkan
Payback period
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Susut Tercecer Perontokan Mekanis
Hasil susut tercecer (bobot) perontokan dari kedua mesin perontok pada
Gambar 3 menunjukkan bahwa semakin tinggi kecepatan putar silinder, susut
tercecer (bobot) yang diperoleh semakin tinggi.Hal ini disebabkan semakin besar
kecepatan putar silinder perontok, maka kekuatan blower untuk menghembuskan
angin semakin besar pula, sehingga biji kedelai pun ikut terlempar keluar bersama
kotoran. Alugboji (2004) memperkuat argumen tersebut dengan menerangkan
posisi blower yang terpasang pada sebuah poros, dan salah satu ujung dari poros
tersebut melekat sebuah puli yang dihubungkan oleh sabuk Vdengan puli silinder
15
perontok. Oleh sebab itu, besarnya hembusan angin dari blower berbanding lurus
dengan besarnya kecepatan putar silinder perontok. Selain itu, adanya mekanisme
gerak hammering (pukul)yang semakin besar dengan semakin tingginya
kecepatan putar silinder perontok akan mengakibatkan biji kedelai terpental ke
luar menjauhi mesin.
Kecepatan putar silinder perontok yang tinggisering digunakan oleh
operator dalam melakukan kegiatan perontokan di lapang, dengan alasan supaya
proses perontokan cepat selesai dan perontokan bisa dilanjutkan di tempat (lahan)
lain. Dalam hal ini, hasil produksi akan berkurang seiring tingginya susut yang
ditimbulkan. Menurut Hasbullah (2009), untuk menekan susut tercecer (bobot)
perontokan dapat dilakukan dengan menggunakan alas perontok yang layak (lebih
lebar).Susut tercecer (bobot) dari kedua mesin perontok ini masih dalam batas
standar SNI 7866-2013 yang menstandarkan susut tercecer (bobot) maksimal 20
persen.Hasil sidik ragam menyatakan bahwa perlakuan kecepatan putar yang
diberikan berpengaruh nyata terhadap susut tercecer (bobot) perontokan (P-value<
5%), tetapi jenis mesin perontok yang digunakan tidak berpengaruh nyata
terhadap susut tercecer yang dihasilkan (P-value> 5%).
Gambar 3 Susut tercecer perontokan (%)
Susut Mutu Perontokan Mekanis
Standarisasi mutu adalah klasifikasi suatu komoditas berdasarkan tingkatan
komponen mutu, nilai komersil dan penggunaannya.Standar mutu berguna untuk
menentukan harga jual yang layak untuk suatu komoditas, sehingga tidak
merugikan produsen dan konsumen. Standarisasi juga berguna untuk menghindari
penipuan, seperti pencampuran atau pengoplosan dengan benda asing ataupun
dengan komoditas yang sama tetapi mempunyai kualitas yang lebih rendah (SNI
01-3922-1995). Persyaratan mutu kedelai secara spesifikasi meliputi kadar air, biji
belah, biji rusak, biji keriput, kotoran dan biji warna lain.
16
Kadar Air
Kadar air merupakan jumlah air yang terkandung dalam suatu bahan. Kadar
air kedelai yang disajikan pada Gambar 4 diperoleh berkisar 11.08-13.59 persen.
Mesin perontok yang digunakan tidak mempengaruhi kadar air, hal ini
ditunjukkan dari hasil sidik ragam dengan perlakuan dan kelompok mesin
perontok yang digunakan menghasilkan P-value> 5%. Namun, menurut hasil
penelitian Vejasit dan Saloke (2004) menyatakan bahwa kadar air sangat
berpengaruh pada tingkat kerusakan biji kedelai pada saat perontokan, semakin
tinggi kadar air maka tingkat kerusakan semakin meningkat. Buckle et.al (2009)
juga menjelaskan bahwa kadar air mempengaruhi sifat fisik, perubahan kimia dan
mikrobiologis bahan pangan yang mengakibatkan bahan pangan cepat rusak.
Kadar air kedelai yang diperoleh pada kegiatan perontokan ini masih dalam
standar SNI 01-3922-1995.
Gambar 4 Kadar air kedelai perontokan (%)
Biji Belah
Biji kedelai yang dikatakan belah jika kulit bijinya atau keping-keping
bijinya terlepas atau bergeser (SNI 01-3922-1995).Banyaknya biji belah
merupakan dampak dari mekanisme gerak yang terjadi pada saat perontokan
(Koes 2007). Mekanisme gerak bergantung pada besarnya gaya sentrifugal yang
ditimbulkan. Semakin besar kecepatan putar silinder perontok, maka gaya
sentrifugal pun semakin besar (Ester 2011). Besarnya gaya sentrifugal
mengakibatkan mekanisme gerak yang terjadi pada saat perontokan semakin besar
pula, sehingga biji belah yang diperoleh semakin banyak. Hal ini sesuai dengan
Gambar 5 yang menunjukkan bahwa semakin tinggi kecepatan putar silinder
perontok, biji belah pun semakin banyak yang mencapai 2.9 persen pada mesin
perontok A. Biji belah pada gambar 6 akibat kerusakan mekanis tidak dapat
dijadikan benih karena dapat menurunkan viabilitas dan virgor benih, bahkan
meningkatkan kepekaan benih terhadap serangan pathogen (Waemata dan Ilyas
1989; El-Abady et al. 2012).
17
Gambar 5 Persentase biji belah (%)
Gambar 6 Biji belah
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan kecepatan putar
berpengaruh nyata terhadap biji belah hasil perontokan yang ditandai dengan Pvalue< 5% dan kelompok mesin yang digunakan tidak berpengaruh nyata
terhadap biji belah yang dihasilkan (P-value> 5%).Biji belah hasil perontokan
pada penelitian ini masih dalam kisaran nilai yang ada di SNI.
Biji Rusak
Biji rusak selain diakibatkan oleh serangan hama, faktor fisik, biologis dan
enzimatis juga ditimbulkan karena faktor mekanis.Biji rusak akibat kerusakan
mekanis disajikan pada Gambar 7.Persentase biji rusak tertinggi mencapai 2.57
persen pada mesin perontok A (Gambar 8). Banyaknya biji kedelai yang rusak
diakibatkan oleh besarnya gaya sentrifugal dan gaya tekan, sehingga biji kedelai
menjadi pecah. Besarnya gaya tekan sangat dipengaruhi oleh jarak celah gigi
perontok, semakin sempit jarak celah yang ada, maka semakin besar gaya tekan
yang ditimbulkan (Tamrin 2010; Amelia 2008). Jarak gigi perontok pada mesin
perontok A lebih sempit dibandingkan dengan mesin perontok B. Hal ini dapat
dilihat dari spesifikasi teknis mesin perontok A (Tabel 6) yang pada setiap baris
silinder perontoknya dipasang 8 buah gigi perontok dengan bentuk pemasangan
18
sejajar. Pada mesin perontok B dipasang 6 hingga 7 buah gigi perontok dengan
bentuk pemasangan selang-seling pada panjang silinder perontok yang sama, yaitu
550 mm. Berdasarkan uji laboratorium dengan menggunakan alatUTM, gaya
tekan yang dibutuhkan untuk melepaskan biji kedelai varietas Argomulyo dari
polongnya sebesar 28.53±0.023 N. Sempitnya celah gigi perontok, maka gaya
tekan yang dihasilkan akan lebih besar dibandingkan dengan gaya tekan yang
dibutuhkan (28.53±0.023 N), sehingga biji rusak yang dihasilkan semakin
meningkat.
Hasil ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan kecepatan putar yang
diberikan berpengaruh nyata terhadap biji rusak (P-value< 5%)dan kelompok
mesin yang digunakan tidak berpengaruh nyataterhadap biji rusak yang dihasilkan
(P-value> 5%).Walaupun demikian, biji rusak yang dihasilkan setiap perlakuan
dari kedua mesin perontok memenuhi SNI.
Gambar 7 Biji rusak
Gambar 8 Persentase biji rusak (%)
Kotoran
Setelah dirontok, biji kedelai akan mengalami penurunan kualitas yang
disebabkan masih tercampurnya biji dengan kotoran-kotoran yang berasal dari
bagian buah yang berupa kulit buah, tangkai atau bagian lain dari buah, bagian
tanaman, biji dari varietas lain, dan kotoran lain yang terbawa pada waktu panen
19
hingga perontokan. Menurut Nasirwan et al. (2007) bahwa kotoran yang berasal
dari bagian tanaman kedelai dapat diminimalkan dengan menghembuskan angin
dari blower.Selain itu, meminimalkan kotoran hasil perontokan dapat dilakukan
dengan menambah saringan pada saluran keluaran biji kedelai mesin
perontok.Persentase kotoran hasil perontokan disajikan pada Gambar 9.
Kotoran hasil perontokan kedelai dari semua perlakuan pada setiap mesin
perontok memenuhi SNI dengan kotoran 0.04-0.06 persen pada mesin perontok A,
sedangkan pada mesin perontok B mencapai 0.05-0.09 persen.Hasil sidik ragam
untuk kotoran dan tidak perpengaruh nyata pada setiap perlakuan yang diberikan
dan jenis mesin perontok yang digunakan (P-value> 5%)dan jenis mesin yang
digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap kotoran yang dihasilkan (P-value>
5%).
Gambar 9 Kotoran hasil perontokan (%)
Operasional Mesin Perontok
Untuk mengetahui tingkat kemudahan alat dioperasikan, baik dalam settinganalat (A), pengaturan kecepatan putar (B), pemasukan dan pengeluaran
brangkasan (C), pembersihan biji kedelai (D), kenyamanan dan keselamatan
operator (E), kemudahan kemacetan/gangguan (F), kemudahan perbaikan (G) dan
kemudahan alat dalam memperoleh suku cadang (H) disajikan pada Gambar 10.
Hasil kuisioner pada Gambar 10 dapat disimpulkan bahwa rata-rata tingkat
pengoperasian kedua alat pada penelitian ini mudah dilakukan.90 % responden
menyatakan bahwa kedua thresher ini mudah dalam pembersihan biji kedelai dari
kotoran dengan alasan thresher ini dilengkapi dengan saringan pada saluran
pengeluaran biji.90% responden juga menyatakan bahwa kenyamanan dan
keselamatan operator dalam mengoperasikan alat ini lebih mudah dan terjaga
dengan ukuran alat yang tidak terlalu besar dan juga ergonomis.70% responden
menyatakan mudah untuk memperoleh suku cadang dan 60% responden
mengungkapkan bahwa perbaikan alat sangat mudah dilakukan karena wilayah
tempat penelitian ini telah banyak berkembang bengkel-bengkel
servicethresher.60% responden menyatakan bahwa alat ini tidak mudah
mengalami kemacetan/gangguan dan mudah di setting.
20
Gambar 10 Kuisioner operasional mesin perontok (%)
Kinerja Mesin Perontok
Pengoperasian dua mesin perontok multiguna pada penelitian ini
menghasilkan unjuk kerja dengan kapasitas pengumpanan dan kapasitas
perontokan yang tersaji pada Tabel 8.
Mesin
A
B
Tabel 8 Kapasitas pengumpanan dan perontokan thresher multiguna
Kapasitas
Kapasitas
BBM
RPM
Pengumpanan (kg/jam)
Perontokan (kg/jam)
(l/jam)
515-570
513
226
0.61
580-650
537
227
0.57
515-570
545
220
0.6
580-650
596
244
0.65
Tabel 8 di atas terlihat bahwa semakin tinggi kecepatan putar yang diberikan,
semakin tinggi pula kapasitas alat dalam melakukan perontokan. Hasil kinerja alat
perontok berdasarkan kapasitas pengumpanan menurut SNI 7866-2013 bahwa
kedua mesin perontok multigunaini tergolong mesin perontok multigunaukuran
kecil dan
UNTUK KEDELAI
(STUDI KASUS : KECAMATAN MAJALENGKA,
KABUPATEN MAJALENGKA)
NOVI DEWI SARTIKA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kinerja dan
Keekonomian Mesin Perontok untuk Kedelai (Studi Kasus : Kecamatan
Majalengka, Kabupaten Majalengka) adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Novi Dewi Sartika
NRP F152130091
RINGKASAN
NOVI DEWI SARTIKA. Kinerja dan Keekonomian Mesin Perontok untuk
Kedelai (Studi kasus : Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka).
Dibimbing oleh SUTRISNO dan EMMY DARMAWATI.
Perontokan merupakan salah satu penanganan pascapanen yang penting,
dimana penggunaan mesin perontok yang tepat akan mampu mengurangi susut
bobot maupun susut mutu akibat kerusakan mekanis pada proses perontokan.
Kerusakan mekanis timbul akibat adanya mekanisme gerak seperti gerak serut
(stripping), pukul (hammering), dan tumbukan (impact).Mekanisme gerak sangat
bergantung pada kecepatan putar silinder perontok yang digunakan.Maka dari itu,
penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kinerja mesin perontok dan menganalisis
besarnya susut yang ditimbulkan dari kegiatan perontokan serta menganalisis
keekonomian alat perontok yang digunakan.
Penelitian ini dilakukan di desa Sindang Kasih, kecamatan Majalengka
dengan bahan baku kedelai varietas Argomulyo. Perontokan dilakukan dengan
menggunakan dua mesin perontok multiguna, yaitu mesin perontok A dan mesin
perontok B sebagai kelompok pengujian dengan dua perlakuan yakni kecepatan
putar silinder perontok 515-570 rpm dan 580-650 rpm. Pengamatan dilakukan
pada susut tercecer perontokan dan susut mutu perontokan (biji belah, biji rusak,
dan kotoran).Susut tercecer yang dihasilkan dari kegiatan perontokan digunakan
untuk menganalisis keekonomian dan kelayakan mesin perontok. Analisis
ekonomi dilakukan dengan menentukan biaya tetap, biaya tidak tetap, BEP, biaya
pokok dan keuntungan dari proses perontokan, dimana kelayakan usaha dilihat
dari kriteria NPV, IRR, net B/C dan payback period.
Penggunaan mesin perontok pada kecepatan putar silinder 580-650 rpm
menghasilkan susut tercecer dan susut mutu tertinggi dibandingkan dengan
kecepatan putar silinder 515-570 rpm dari kedua mesin yang dioperasikan.Susut
tercecer tertinggi pada mesin perontok A sebesar 3.33%, biji belah 2.9 % dan biji
rusak 2.57%, sedangkan susut tercecer tertinggi pada mesin perontok B 0.72%,
biji belah 0.89% dan biji rusak 1.43% pada pengoperasian dengan kecepatan putar
silinder perontok 580-650 rpm. Tingginya susut yang dihasilkan pada kecepatan
putar silinder perontok 580-650 rpm, maka pengoperasian mesin perontok
disarankan dilakukan pada kecepatan putar 515-570 rpm.Keekonomian dua mesin
perontok yang diuji telah mencapai tingkat operasional yang menguntungkan
dengan biaya pokok sebesar Rp. 327/kg - Rp. 369/kg dan BEP 15.7 – 19.2 ha
yang setara dengan 23 562 – 28 852 kg biji/tahun. Usaha ini layak untuk
dikembangkan dengankisaran NPV Rp. 1 997 037 – Rp. 6 523 947, IRR 19.6332.42% dan net B/C 1.11-1.43 pada sewa alat yang berlaku sebesar yaitu Rp.
400/kg.
Kata kunci : Kedelai, keekonomian, perontokan, susut mutu, susut tercecer
SUMMARY
NOVI DEWI SARTIKA.Performance and Economics Analysis of Soybean
Thresher (Case Study : Majalengka Subdistrict, Majalengka Regency). Supervised
by SUTRISNO and EMMY DARMAWATI.
Threshing is one of the important postharvest handling of soybean, where
the use of proper threshing machine would be able to reduce the quantity losses
and quality losses due to mechanical damage to the threshing process. Mechanical
damage arising from the motion mechanism such as motion of stripping,
hammering, and impact. Motion mechanism is very dependent on the drum
cylinder speed threshing used. Therefore, this study aims to assess the
performance threshing machine and analyze the magnitude of losses arising from
threshing activities and to analyze the economic in operational of the threshers.
This research was conducted in the Sindang Kasih village, Majalengka
district with raw materials of Argomulyo soybean varieties. Threshing was done
by using two multipurpose threshers, namely thresher A and thresher B as a test
group with two treatments that was drum cylinder speed threshing of 515-570 rpm
and 580-650 rpm. Observations were done at quantity and quality losses (split
seeds, damaged seeds, and dirt). Quantity losses resulting from threshing activities
were used to analyze the economics and feasibility of threshers. Economic
analysis was done by determining the fixed costs, variable costs, BEP, cost of
product and benefits of the threshing process, where feasibility of business was
done based on of NPV, IRR, net B/C and payback period .
The used thresher on a drum cylinder speed of 580-650 rpm produces the
highest quantity and quality losses compared with 515-570 rpm of the both
threshers operated. The highest quantity losses on a thresher A was 3.33 %, split
seeds was 2.9 % and damaged seeds was 2.57 %, while the quantity losses on a
thresher B was 0.72 %, 0.89 % of split seeds and damage seeds was 1.43 % on the
thresher operated with drum cylinder speed of 580-650 rpm. The high losses
produced at drum cylinder speed 580-650 rpm, therefore the operation of thresher
should be done at 515-570 rpm of drum cylinder speed. From the economic
analysis, the two threshing machine, was reached a feasibleoperational level with
cost of product was Rp. 327/kg-Rp. 369/kg and BEP 15.7-19.2 ha equivalent to 23
562-28 852 kg seeds/year . This effort deserves to be developed with a range of
NPV Rp. 1 997 037-Rp. 6523 947, 19.63-32.42 % IRR and a net B/C 1.11-1.43 in
the applicable equipment rent wasRp. 400 / kg .
Keywords: Economic, soybean, threshing, quantity losses, quality losses
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KINERJA DAN KEEKONOMIAN MESIN PERONTOK
UNTUK KEDELAI (STUDI KASUS : KECAMATAN
MAJALENGKA, KABUPATEN MAJALENGKA)
NOVI DEWI SARTIKA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Pascapanen
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Ridwan Rachmat, M.Agr
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ini ialah
Perontokan, dengan judul Kinerja dan Keekonomian Mesin Perontok untuk
Kedelai (Studi Kasus : Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Sutrisno dan Ibu Dr
Ir Emmy Darmawati MSi selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Bapak Sulyaden, Suci Rahmi, Irna Dwi D., Maftuh
Kafiya, Indri (Astri NTB) yang telah membantu selama proses penelitian dan
analisis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, bibi (Masri
Mulyani) serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Novi Dewi Sartika
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
1
2
2
2
2
2
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Kedelai
Perontokan Kedelai
Kinerja Mesin Perontok
Standar Mutu Kedelai
Analisis Keekonomian
1
3
3
4
7
7
3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Rancangan Percobaan
Prosedur Analisis Data
8
8
8
8
9
9
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Susut Tercecer Perontokan Mekanis
Susut Mutu Perotokan Mekanis
Operasional Mesin Perontok
Kinerja Mesin Perontok
Optimasi Operasional Alat
Analisis Ekonomi
14
14
15
19
20
20
21
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
26
26
27
DAFTAR PUSTAKA
27
LAMPIRAN
30
RIWAYAT HIDUP
44
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Komposisi kimia beberapa varietas kedelai
Test report mesin perontok tipe silinder terbuka yang dimodifikasi
Spesifikasi mesin perontok multiguna
Persyaratan kinerja mesin perontok multiguna
Standar mutu kedelai SNI 01-3922-1995
Spesifikasi teknis mesin perontok multiguna
Penilaian berdasarkan susut
Kapasitas pengumpanan dan perontokan thresher multiguna
Hasil optimas operasional mesin perontok multiguna
Data untuk menghitung biaya total mesin perontok A dan B
Biaya total dan BEP mesin perontok multiguna yang digunakan
Analisis kelayakan mesin perontok berdasarkan rpm
Analisis sensitivitas kenaikan harga BBM 20%
Analisis sensitivitas kenaikan harga moving alat 10%
Analisis sensitivitas kenaikan suku bunga 19%
5
5
6
6
7
8
12
20
21
22
22
23
24
25
25
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Alur Menentukan Susut Tercecer Perontokan
Alur Menentukan Susut Mutu Perontokan
Susut Tercecer Perontokan (%)
Kadar Air Kedelai Perontokan (%)
Persentase Biji Belah (%)
Biji Belah
Biji Rusak
Persentase Biji Rusak (%)
Kotoran Hasil Perontokan (%)
Kuisioner Operasional Mesin Perontok (%)
Elastisitas Kenaikan Harga BBM terhadap Nilai Net B/C
Elastisitas Kenaikan Harga BBM terhadap Nilai IRR (%)
Elastisitas Kenaikan Harga BBM terhadap Payback Period (tahun)
Elastisitas Kenaikan Harga BBM terhadap BEP (ha/tahun)
11
11
15
16
17
17
18
18
19
20
25
25
26
26
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
Kuesioner Penelitian
Susut Tercecer Perontokan (%)
Susut Mutu Perontokan (%)
Hasil Sidik Ragam Susut Tercecer Perontokan
Hasil Sidik Ragam Kadar Air
Hasil Sidik Ragam Biji Belah
30
31
32
33
33
33
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
Hasil Sidik Ragam Biji Rusak
Biaya Tetap ThresherA
Biaya Tetap ThresherB
Total Biaya Opeasional dan BEP dengan Susut Tercecer 0.68% pada
Thresher A
Analisis Kelayakan Mesin Perontok Multiguna A dengan Susut 0.68%
Total Biaya Opeasional dan BEP dengan Susut Tercecer 3.1% pada
Thresher A
Analisis Kelayakan Mesin Perontok Multiguna A dengan Susut 3.1%
Analisis Kelayakan Mesin Perontok Multiguna B dengan Susut 0.68%
Analisis Kelayakan Mesin Perontok Multiguna B dengan Susut 3.1%
Analisis Sensitivitas Kenaikan Harga BBM 20% pada Mesin Perontok
Multiguna A dengan Susut 0.68%
Analisis Sensitivitas Kenaikan Harga BBM 20% pada Mesin Perontok
Multiguna A dengan Susut 3.1%
Analisis Sensitivitas Kenaikan Harga BBM 20% pada Mesin Perontok
Multiguna B dengan Susut 0.68%
Analisis Sensitivitas Kenaikan Harga BBM 20% pada Mesin Perontok
Multiguna B dengan Susut 3.1%
Analisis Sensitivitas Kenaikan Suku Bunga 19% pada Mesin Perontok
Multiguna A dengan Susut 0.68%
Analisis Sensitivitas Kenaikan Suku Bunga 19% pada Mesin Perontok
Multiguna A dengan Susut 3.1%
Analisis Sensitivitas Kenaikan Suku Bunga 19% pada Mesin Perontok
Multiguna B dengan Susut 0.68%
Analisis Sensitivitas Kenaikan Suku Bunga 19% pada Mesin Perontok
Multiguna B dengan Susut 3.1%
Analisis Sensitivitas Kenaikan Harga Moving Alat10% pada Mesin
Perontok Multiguna A dengan Susut 0.68%
Analisis Sensitivitas Kenaikan Harga Moving Alat 10% pada Mesin
Perontok Multiguna A dengan Susut 3.1%
Analisis Sensitivitas Kenaikan Harga Moving Alat10% pada Mesin
Perontok Multiguna B dengan Susut 0.68%
Analisis Sensitivitas Kenaikan Harga Moving Alat10% pada Mesin
Perontok Multiguna B dengan Susut 3.1%
Elastisitas Kenaikan Harga BBM 40% pada Mesin Perontok Multiguna
A dengan Susut 0.68%
Elastisitas Kenaikan Harga BBM 60% pada Mesin Perontok Multiguna
A dengan Susut 0.68%
Elastisitas Kenaikan Harga BBM 80% pada Mesin Perontok Multiguna
A dengan Susut 0.68%
Elastisitas Kenaikan Harga BBM 90% pada Mesin Perontok Multiguna
A dengan Susut 0.68%
Elastisitas Kenaikan Harga BBM 120% pada Mesin Perontok
Multiguna A dengan Susut 0.68%
Elastisitas Kenaikan Harga BBM 130% pada Mesin Perontok
Multiguna A dengan Susut 0.68%
33
33
33
34
34
35
35
36
36
36
37
37
37
38
38
38
39
39
39
40
40
40
41
41
41
42
42
34 Elastisitas Kenaikan Harga BBM 40% pada Mesin Perontok Multiguna
A dengan Susut 3.1%
35 Elastisitas Kenaikan Harga BBM 60% pada Mesin Perontok Multiguna
A dengan Susut 3.1%
36 Elastisitas Kenaikan Harga BBM 80% pada Mesin Perontok Multiguna
A dengan Susut 3.1%
37 Elastisitas Kenaikan Harga BBM 90% pada Mesin Perontok Multiguna
A dengan Susut 3.1%
38 Elastisitas Kenaikan Harga BBM 40% pada Mesin Perontok Multiguna
B dengan Susut 0.68%
39 Elastisitas Kenaikan Harga BBM 60% pada Mesin Perontok Multiguna
B dengan Susut 0.68%
40 Elastisitas Kenaikan Harga BBM 80% pada Mesin Perontok Multiguna
B dengan Susut 0.68%
41 Elastisitas Kenaikan Harga BBM 90% pada Mesin Perontok Multiguna
B dengan Susut 0.68%
42 Elastisitas Kenaikan Harga BBM 120% pada Mesin Perontok
Multiguna B dengan Susut 0.68%
43 Elastisitas Kenaikan Harga BBM 130% pada Mesin Perontok
Multiguna A dengan Susut 0.68%
42
43
43
43
44
44
44
45
45
45
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai merupakan tanaman pangan yang sudah sangat dikenal oleh
masyarakat Indonesia. Walaupun kedelai bukan tanaman pokok seperti padi dan
jagung, tetapi konsumsi masyarakat akan kedelai semakin meningkat.
Peningkatan konsumsi kedelai dapat dilihat dari peningkatan pertumbuhan impor
kedelai yang mencapai 16.57% pada periode 2010-2013 (Dirjen PPHP
2014).Peningkatan ini lebih tinggi dibandingkan dengan periode 2001-2004 dan
periode 2005-2009.Upaya peningkatan produksi kedelai dalam negeri terus
dilakukan untuk mengurangi ketergantungan impor yang terus meningkat.Selain
di
bidang
budidaya,
perbaikan
dilakukan
juga
pada
bidang
pascapanen.Penanganan pascapanen kedelai pada umumnya bertujuan untuk
mendapatkan kedelai dengan mutu tinggi, mengefisienkan tenaga dalam
pelaksanaan pemanenan serta memperkecil kehilangan hasil (Shahbazi 2012).
Penanganan pascapanen yang tidak tepat akan mengakibatkan terjadinya susut
bobot dan kerusakan biji yang bersumber dari keterlambatan penanganan,
kesalahan penanganan maupun penggunaan peralatan yang tidak sesuai.
Perontokan merupakan salah satu penanganan pascapanen yang
penting.Sejalan dengan perkembangan teknologi, alat perontok pun semakin
berkembang. Ada beberapa jenis mesin perontok yang digunakan di Indonesia,
yaitu mesin perontok tipe drum tertutup, mesin perontok tipe drum terbuka dan
mesin perontok tipe aksial. Mesin perontok tipe drum terbuka sangat sering
digunakan dalam kegiatan perontokan. Keunggulan mesin perontok tipe drum
terbuka dibandingkan dengan mesin perontok tipe drum tertutup dan tipe aksial
adalah mampu merontokkan padi, kedelai dan jagung sehingga lebih praktis
dalam penggunaannya. Mesin perontok yang bersifat multiguna ini harus
dioperasikan dengan hati-hati sesuai komoditas yang dirontok, agar diperoleh
susut yang serendah mungkin.Menurut Chenglong et al. (2011) penggunaan
mesin perontok (thresher) dapat mengurangi biji rusak dan mengurangi biji yang
tidak terontok.Maka dari itu, pengkajian mesin perontok multiguna untuk
merontokan kedelai perlu dilakukan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kapasitas dan kinerja kegiatan
perontokan adalah varietas, sistem pemanenan, mekanisme perontokan,
penundaan perontokan, serta faktor kehilangan hasil (Herawati 2008). Pada saat
perontokan, kedelai brangkasan yang akan dirontok harus mencapai kadar air 1720%, jika kadar air tinggi (30-40%) maka akan mengakibatkan susut menjadi
lebih besar (Purwadaria 1988) dan mesin perontok yang digunakan tidak dapat
bekerja dengan baik (mesin mati). Selain itu, kecepatan silinder perontok yang
digunakan sangat mempengaruhi mutu kedelai yang dihasilkan. Hal ini
disebabkan karena pada proses perontokan terjadi beberapa mekanisme gerak,
seperti gerak serut (stripping), pukul (hammering), tumbukan (impact) (Koes
2007) yang mengakibatkan terjadinya kerusakan mekanis dan berdampak pada
menurunnya mutu kedelai (Xiaofeng et al. 2014).
Wilayah penghasil kedelai di Indonesia yang memberikan kontribusi
terbesar untuk kedelai nasional adalah wilayah Jawa yang mencapai angka 521
2
954 ton pada tahun 2013 (BPS 2014).Salah satu wilayah di pulau Jawa tersebut
adalah wilayah Jawa Barat.Wilayah-wilayah yang dicanangkan untuk
pengembangan pertanaman kedelai di provinsi ini adalah kabupaten Cianjur,
Ciamis, Garut, Kuningan, Kerawang, dan Majalengka dengan luas lahan masingmasing 4 130 ha, 2 769 ha, 7 236 ha, 1 370 ha, 1 039 ha, dan 1 116 ha (DIPERTA
2013). Semua wilayah ini hampir memiliki tingkat kesuburan tanah dan curah
hujan yang sama.
Kabupaten Majalengka merupakan salah satu daerah penghasil kedelai
sekaligus pemasok benih kedelai untuk beberapa wilayah di Indonesia.Untuk
menunjang hasil dan kualitas kedelai yang diperoleh, wilayah ini telah
menerapkan teknologi mekanis dengan menggunakan mesin perontok multiguna
dalam penanganan pascapanen kedelai.Adanya penggunaan mesin perontok
multiguna, maka analisis keekonomian mesin perontok multiguna perlu dilakukan
untuk mengetahui biaya operasional yang menguntungkan agar dapat dijadikan
acuan untuk pengoperasian mesin perontok setipe di wilayah penghasil kedelai
yang sedang dikembangkan seperti wilayah Sumatra.
Perumusan Masalah
Masalah yang timbul dari latar belakang yang telah dipaparkan adalah
kabupaten Majalengka merupakan salah satu daerah penghasil kedelai sekaligus
pemasok benih kedelai yang telah menerapkan penggunaan mesin perontok
multiguna dalam menunjang hasil dan kualitas kedelai yang diperoleh. Analisis
kinerja dan keekonomian mesin perontok multiguna sangat diperlukan dalam
upaya mengurangi susut pascapanen serta dapat dijadikan acuan penggunaan
mesin setipe untuk wilayah penghasil kedelai yang sedang dikembangkan, seperti
wilayah Sumatra.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengkaji kinerja mesin dan
menganalisis besarnya susut yang ditimbulkan dari kegiatan perontokan serta
menganalisis keekonomian alat perontok yang digunakan, sedangkan tujuan
khusus penelitian ini menentukan kecepatan putar terbaik dari drum perontok
untuk mengurangi susut tercecer dan susut mutu.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini yaitu adanya pengaruh kecepatan putar silinder
perontok terhadap susut tercecer dan susut mutu kedelai.
Manfaat Penelitian
1. Dapat memberikan informasi tentang kecepatan putar terbaik dari silinder
perontok untuk mengurangi susut tercecer dan susut mutu perontokan.
3
2. Informasi keekonomian alat diharapkan dapat menjadi acuan untuk
diterapkannya penggunaan teknologi mekanis dalam mendukung perbaikan
pascapanen melalui pengembangan dan penggunaan alat perontok multiguna
di wilayah penghasil kedelai yang sedang dikembangkan.
Ruang Lingkup Penelitian
Metode-metode dalam penelitian ini merupakan pendekatan menggunakan
data primer yang diperoleh langsung dari pengukuran di lapang.Evaluasi
penelitian dilakukan pada susut tercecer dan susut mutu perontokan dengan
mengoperasikan dua mesin perontok pada kecepatan putar 515-570 rpm dan 580650 rpm. Keekonomian dan kelayakan usaha perontokan dianalisis dengan
memasukkan susut tercecer yang diperoleh dari proses perontokan.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Kedelai
Kedelai (Glycine max (L.) Merill) merupakan tanaman yang berasal dari
daratan Cina dan berkelas dikotil.Tanaman semusim ini umumnya tumbuh tegak,
berbentuk semak dengan tinggi 20-60 cm. Komposisi kimia kedelai tergantung
pada varietas, kesuburan tanah dan kodisi iklim (Wolf dan Cowan
1971).Komposisi kimia beberapa varietas kedelai disajikan pada Tabel 1.Kadar
protein pada kedelai lebih tinggi dan mengandung asam-asam amino lebih
lengkap dibandingkan jenis kacang-kacangan yang lainnya (Wolf dan Cowan
1971).
Tanaman berprotein tinggi ini dimanfaatkan sebagai bahan makanan olahan
berupa kecap, tempe, tahu, susu, vetsin, kue-kue, dan permen serta sebagai bahan
industri bukan makanan seperti kertas, cat cair, tinta cetak dan tekstil
(Menegristek 2000). Kedelai juga bermanfaat sebagai pangan fungsional untuk
mencegah timbulnya penyakit degeneratif, seperti jantung koroner, hipertensi dan
kanker payudara (Fen et al. 2013).Zat isoflavon yang ada pada kedelai ternyata
berfungsi sebagai antioksidan dan fitoestrogen.Kandungan lemak tidak jenuhnya
sangat bermanfaat bagi kesehatan (Anderson et al. 2000; Ginting
2010).Beragamnya penggunaan kedelai menjadi pemicu meningkatnya konsumsi.
Selain untuk konsumsi, bagian tanaman kedelai yang lainnya dapat
dijadikan pakan ternak, seperti polong dan jerami kedelai. Hasil penelitian
Sompong dan Pirote (2008) menyatakan bahwa polong dan jerami kedelai dapat
dijadikan pakan ternak dengan hasil uji in vitro untuk daya cerna tidak berbeda
nyata dengan ampas sisa pembuatan susu kedelai.
Perontokan Kedelai
Proses perontokan kedelai merupakan kegiatan memisahkan biji kedelai
dari polong dan tangkainya. Ada berbagai macam cara yang dilakukan oleh para
4
produsen kedelai untuk melakukan perontokan, yaitu dengan cara tradisional dan
cara mekanis. Cara tradisional dilakukan dengan memukul brangkasan kedelai
yang ditumpuk di atas alas yang telah disediakan, sedangkan cara mekanis
dilakukan dengan menggunakan mesin (thresher).
Saat ini mesin perontok telah banyak dikembangkan sesuai dengan tujuan
yang diinginkan, ada yang untuk satu komoditi dan ada pula untuk berbagai
macam komoditi (multiple). Mesin perontok terdiri dari komponen-komponen
utama, yaitu kerangka perontok, silinder perontok, ruang perontok, ayakan,
blower dan motor penggerak dengan kapasitas perontokan secara mekanis
menggunakan mesin perontok berkisar antara 450 kg/jam hingga 600 kg/jam
(Koes 2007).
Ada beberapa jenis mesin perontok (thresher) yang digunakan di Indonesia,
yaitu thresher tipe drum (silinder) tertutup, thresher tipe drum terbuka dan
thresher tipe axial. Thresher tipe drum tertutup hanya cocok untuk merontokkan
padi. Pengumpanan pada thresher tipe drum tertutup dilakukan secara throw in
maupun hold on. Pengumpanan secara throw in dilakukan dengan memasukan
umpan secara penuh tanpa menyisakan bulir di tangan, sedangkan hold on
dilakukan dengan pengumpanan yang masih menyisakan bulir di tangan agar bisa
dimanfaatkan. Thresher tipe drum terbuka merupakan modifikasi pengembangan
dari thresher tipe drum tertutup. Thresher ini tidak hanya mampu merontokan
padi tetapi juga mampu merontokkan kedelai dan jagung. Pengumpanan pada
thresher tipe drum terbuka dilakukan dengan carathrow in. Thresher tipe axial
sangat berbeda dari thresher tipe drum tertutup dan thresher tipe drum
terbuka.Thresher tipe axial memiliki kapasitas kerja yang lebih besar (1 ton/jam)
dibandingkan kedua thresher tersebut (Koes 2007).
Mesin perontok yang beredar di masyarakat dan sampai saat ini masih
digunakan adalah mesin perontok tipe drum terbuka. Keunggulan mesin ini adalah
mampu merontokan berbagai macam komoditas pangan sehingga lebih praktis
dalam penggunaannya, tanpa harus menggati mesin perontok sesuai dengan
komoditas yang akan dirontokkan. Mesin perontok ini merupakan hasil modifikasi
mesin perontok yang dikembangkan oleh IRRI di Indonesia dengan tipe TH 6, TH
7 dan TH 8.Hasil test report mesin perontok ini dapat dilihat pada Tabel 2.Test
report dari mesin perontok ini telah memenuhi SNI 7866-2013 yang disajikan
pada Tabel 3 dan Tabel 4.
Kinerja Mesin Perontok
Menurut SNI 7866-2013 ada beberapa persyaratan dari kinerja mesin
perontok multiguna (Tabel 4). Pengoptimalisasi kinerja mesin perontok harus
memperhatikan varietas kedelai yang akan dirontok. Selain itu, tingkat
pengetahuan operator pengguna power thresher juga perlu diperhatikan.Pelatihan
mengenai operasionalisasi alat serta standar operasional alat harus dikuasai oleh
operator mesin power thresher terkait dengan efisiensi kinerja serta daya tahan
alat (Herawati 2008).Menurut indria et al. (2007) bahwa efisiensi
penggunaanmesin perontok dalam pascapanen baru dapat dicapai bila mutu hasil
perontokan masih dalam keadaan baik.
5
Tabel 1 Komposisi kimia beberapa varietas kedelai
Bobot 100
Warna kulit
Protein
Varietas/galur
biji (g)
biji
(% bk)
Argomulyo
18-19
Kuning
37-40.20
Grobogan
18
Kuning
43.9
Panderman
15-17
Kuning
36.9
Bungrangrang 14.90-17
Kuning
39-41.60
Kedelai impor 14.80-15.80
Kuning
35-36.80
Bromo
14.40-15.80
Kuning
37.80-42.60
Anjasmoro
14.80-15.30
Kuning
41.80-42.10
Detam-1
14.8
Hitam
45.4
Detam-2
13.5
Hitam
45.6
Tampomas
10.90-11
Kuning
34-41.20
Cikuray
9.10-11
Hitam
35-42.40
Wilis
8.90-11
Kuning
37-40.50
Kawi
10.10-10.50
Kuning
38.50-44.10
Mallika
9-10
Hitam
37
Merapi
8-9.50
Hitam
41-42.60
Krakatau
8-9.10
Kuning
36-44.30
Sumber :Erliana et al. 2009
Lemak(%
bk)
19.30-20.80
18.4
17.7
20
21.40-21.70
19.5
17.20-18.60
13.1
14.8
18-19.60
17-19
18-18.80
16.60-17.50
20
7.50-13
16-17
Tabel 2 Test Report Mesin Perontok Tipe Silinder Terbuka yang dimodifikasi
Parameter
Daya motor penggerak
Panjang x Lebar x Tinggi
Kapasitas kerja
- Padi
- Kedelai
- Jagung
Bobot keseluruhan
Kecepatan putar silinder
- Padi
- Kedelai
- Jagung
Kebutuhan bahan bakar
- Bensin
- Solar
Sumber : Koes 2007
Satuan
mm
Test Report
Motor bensin/motor diesel 5.5-6 HP
1325x965x1213
kg/jam
kg/jam
kg/jam
kg
500-600
350-450
700-1000
110
rpm
rpm
rpm
600
600-650
650-700
liter/jam
liter/jam
0.9
1.0
6
Tabel 3 Spesifikasi Mesin Perontok Multiguna
Parameter
Satuan
Daya motor penggerak
Dimensi silinder perontok
- Lebar
mm
- Diameter
mm
Putaran
silinderPerontok
rpm
dengan beban kerja
Tinggi meja/hopper pengumpan
- Padi
mm
- Kedelai
mm
- Jagung
mm
Bobot kosong mesin
kg
Bobot operasi mesin
- Motor bensin
kg
- Motor diesel
kg
Spesifikasi
Kecil
Sedang
Besar
Motor bensin/motor diesel 4
Motor diesel 4
langkah
langkah
500-750
210-300
620-985
275-350
720-985
285-400
500-800
< 150
800-1150
800-1150
800-1600
150-250
< 180
< 250
200-250
230-300
> 250
> 320
Tabel 4 Persyaratan Kinerja Mesin Perontok Multiguna
Parameter
Kapasitas pengumpan minimum
- Padi
- Jagung
- Kedelai
Kapasitas perontokan minimum
- Padi
- Jagung
- Kedelai
Persentase susut maksimum
- Padi
- Jagung
- Kedelai
Tingkat kerusakan minimum
- Padi, Jagung, dan Kedelai
Efisiensi perontokan minimum
-Padi, Jagung, dan Kedelai
Tingkat kebisingan
- Jagung
- Padi dan Kedelai
Satuan
Persyaratan Unjuk Kerja
Kecil
Sedang
Besar
kg/jam
kg/jam
kg/jam
1 000
1 200
300
1 600
2 000
600
3 000
3 000
900
kg/jam
kg/jam
kg/jam
500
600
150
800
1 000
300
1 500
1 500
450
%
%
%
5
15
20
%
3
%
90
dB
106
90
7
Standar Mutu Kedelai
Mutu kedelai di Indonesia sangat beragam.Faktor-faktor yang menentukan
kualitas kedelai adalah varietas, agroekosistem, teknik budidaya dan penanganan
pascapanen.Faktor-faktor tersebut dapat di kelompokkan menjadi beberapa faktor,
yaitu teknologi, sumber daya manusia (SDM), sarana prasarana, kelembagaan dan
pengujian mutu produk (Suismono 2007).
Standar mutu merupakan spesifikasi teknis yang dibakukan berdasarkan
konsensus, dan semua pihak terkait dengan memperhatikan syarat-syarat
kesehatan, perkembangan IPTEK serta pengalaman. Secara umum, kedelai yang
dihasilkan harus bebas dari hama penyakit, tidak berbau busuk dan bebas dari
bahan kimia. Untuk meningkatkan mutu kedelai, pemerintah telah mengeluarkan
standar mutu (Tabel 5) yang dapat digunakan oleh petani ataupun pedagang
sebagai acuan untuk mempertahankan kualitas biji kedelai. Standarisasi mutu
akan sangat berpengaruh pada tingkat komersial, jika mutu kedelai yang
dihasilkan sesuai standar maka tingkat harga di pasaran akan baik pula.
Tabel 5 Standar Mutu Kedelai SNI 01-3922-1995
No.
1
2
3
4
5
6
Komponen mutu
Kadar air
Butir belah
Butir rusak
Butir warna lain
Kotoran
Butir keriput
Satuan
%
%
%
%
%
%
I
Maks. 13
Maks. 1
Maks. 1
Maks. 1
Maks. 0
Maks. 0
Persyaratan
II
III
Maks. 14 Maks. 14
Maks. 2
Maks. 3
Maks. 2
Maks. 3
Maks. 3
Maks. 5
Maks. 1
Maks. 2
Maks. 1
Maks. 3
IV
Maks. 16
Maks. 5
Maks. 5
Maks. 10
Maks. 3
Maks. 5
Analisis Keekonomian
Penggunaan mesin perontok mekanis selain dapat mengurangi susut, juga
dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan dibandingkan dengan merontok secara
konvensional.Untuk mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan, maka perlu
dilakukan analisis keekonomian.Keekonomian adalah segala sesuatu yang terkait
dengan asas-asas ekonomi, seperti keberlangsungan usaha sesuai kemampuan
masyarakat dengan melihat beban biaya serta kelayakan usaha yang
dikembangkan.
Biaya penggunaan peralatan mekanis dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost) atau biaya
operasi (Hunt 1979). Biaya tetap merupakan biaya yang wajib dikeluarkan tiap
tahunnya yang terdiri dari biaya penyusutan, bunga modal, pajak, asuransi dan
bangunan penyimpanan, sedangkan biaya tidak tetap adalah jumlah biaya
produksi yang berubah menurut tinggi rendahnya jumlah output yang akan
dihasilkan. Biaya tidak tetap terdiri dari biaya bahan bakar, upah operator dan
pemeliharaan/perbaikan.Dengan mengetahui biaya-biaya tersebut, maka
kelayakan usaha dapat diketahui.Tujuan kelayakan usaha/analisis proyek adalah
pengkajian yang bersifat menyeluruh dan mencoba menyoroti segala aspek
kelayakan proyek atau investasi.
8
3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 bertempat di desa
Sindang Kasih, kecamatan Majalengka, kabupaten Majalengka.Analisa bahan
dilakukan di Laboratorium TPPHP Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kedelai brangkasan yang
didapatkan langsung dari kelompok tani Bojong dan Mekar Tani dengan varietas
kedelai Argomulyo dan kadar air panen rata-rata 56±1.84%. Total kedelai
brangkasan yang digunakan ± 4 ton.
Alat
Alat yang digunakan adalah dua mesin perontok multiguna (power thresher)
dengan spesifikasi alat pada Tabel 6, moisture tester, tachometer, stopwatch,
oven, microcomputer controlled electronic universal testing machine, timbangan
digital, timbangan gantung, terpal pengamatan berukuran 8 m x 8 m, dan terpal
yang biasa digunakan oleh petani.
Tabel 6 Spesifikasi teknis mesin perontok multiguna
Kondisi teknis
Diameter silinder perontok
Lebar silinder perontok
Jumlah baris gigi perontok
Jumlah gigi tiap baris
Diameter gigi perontok
Tinggi gigi perontok
Jarak gigi ke saringan
Diameter behel saringan
Jarak antar behel
Diameter puli
Lebar alat
Panjang alat
Tinggi hopper
Daya motor
Pemasangan gigi
Putaran silinder perontok
Motor Penggerak
Mesin perontok A
280 mm
550-695 mm
8 baris
8 buah
10 mm
60 mm
20 mm
6 mm
12 mm
300 mm
520 mm
785 mm
970 mm
5.5 HP
Sejajar
500-800 rpm
Bensin 4 tak
Spesifikasi
Mesin perontok B
275 mm
550-710 mm
6 baris
ada yang 6 ada yang 7
10 mm
55 mm
20 mm
5 mm
15 mm
300 mm
500 mm
820 mm
860 mm
5.5 HP
Selang seling
500-800 rpm
Bensin 4 tak
9
Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak
kelompok (RAK) dengan kecepatan putar silinder perontok sebagai perlakuan
(kecepatan putar silinder 515-570 rpm dan 580-650 rpm yang diperoleh dari uji
alat secara langsung pada pra penelitian) dan mesin perontok multiguna sebagai
kelompok, yaitu mesin multiguna milik petani Bojong dan mesin multiguna milik
pribadi petani yang disewakan. Pengulangan dilakukan sebanyak dua kali. Model
linear rancangan percobaan yang digunakan adalah:
Yij =µ + i + βj + εij, dimana : i= 1, 2, ; j = 1, 2;
Keterangan :
Yij: Pengamatan pada kecepatan perontok ke-i, tipe mesin perontok ke-j
µ : Rataan umum
i : Pengaruh kecepatan perontok ke-i
βj : Pengaruh mesin perontok ke-j
εij : Pengaruh acak pada kecepatan perontok ke-i, tipe mesin perontok ke-j
Hasil yang didapatkan kemudian diolah dengan Analysis of Variance
(ANOVA) dengan taraf 5 %. Bila terdapat pengaruh nyata maka akan dilakukan
uji lanjutan dengan menggunakan metode uji BNJ (Beda Nyata Jujur) dengan
selang kepercayaan 95%. Data diolah dengan menggunakan Statistial Analysis
Software (SAS).
Prosedur Analisis Data
Persiapan Bahan
Setelah dipanen, kedelai brangkasan dikeringkan terlebih dahulu
menggunakan alas terpal dengan ketebalan brangkasan ± 20 cm dan pembalikkan
dilakukan setiap 1-2 jam sekali sampai kadar air brangkasan mencapai 17 %.
Varietas yang digunakan memiliki tinggi 40 cm dengan polong berkumpul di
bagian bawah tanaman.
Pelaksanaan Perontokan
Pelaksanaan perontokan dilakukan dengan mengatur kecepatan putar
silinder perontok, sehingga diperoleh 2 kecepatan putar yang digunakan, yaitu
515-570 RPM dan 580-650 RPM. Kecepatan ini
Susut Bobot Perontokan Mekanis (Purwardaria 1988)
Perontokan mekanis dilakukan pada terpal pengamatan 8 m x 8 m yang di
atasnya dihamparkan terpal petani yang biasa digunakan dalam melakukan
perontokan kedelai. Untuk memperoleh susut perontokan mekanis (Gambar 1)
menggunakan Persamaan :
…………… (1)
Keterangan :
STperontokan : Susut perontokan mekanis (%)
BKHpm
: Berat kedelai hasil perontokan pada alas petani (kg)
BKTpm
: Berat kedelai yang terlempar keluar alas petani (kg)
10
T1
T2
: Berat kedelai yang tidak terontok (gr)
: Berat biji kedelai yang terbuang/terbawa kotoran (gr)
Untuk mendapatkan T1mekanis dan T2mekanisdigunakan rumus :
……………
(2)
…………… (3)
Keterangan :
Bmekanis
: Berat brangkasan perontokan keseluruhan (kg)
Cmekanis
: Berat kotoran sisa perontokan keseluruhan (kg)
B1mekanis
: Biji kedelai yang dipisahkan dari polong sampel 1 kg (gr)
C1mekanis
: Biji kedelai yang dipisahkan dari sampel kotoran 1 kg (gr)
Susut Mutu Perontokan Kedelai (Purwardaria 1988)
Mutu fisik kedelai yang diamati dan berkaitan dengan operasional alat
meliputi kadar air, biji belah, biji rusakdan kotoran. Langkah-langkah yang
dilakukan untuk memperoleh susut mutu perontokan dapat dilihat pada Gambar 2.
Untuk mengetahui peningkatan kerusakan dari perontokan, maka dilakukan
control dengan mengambil 1000 g sampel tanaman kedelai dan dikupas secara
manual (tangan) sehingga mendapatkan biji kedelai. Biji kedelai yang didapatkan
kemudian ditimbang sebanyak 100 g dan diulang sebanyak 3 kali.Hasil
peningkatan kerusakan dari perontokan yang telah diperoleh kemudian
dibandingkan dengan SNI.
Persentase biji belah, rusak, dan kotoran didapatkan dengan menggunakan
Persamaan:
Optimasi Operasional
Pengoptimasian operasional perontokan dilakukan pada beberapa parameter
yang sangat dipengaruhi oleh kegiatan perontokan.Parameter tersebut terdiri dari
susut tercecer (bobot), biji belah, biji rusak dan kotoran sesuai hasil yang
diperoleh. Pengoptimasian ini dilakukan dengan carascoring. Scor untuk biji
belah, biji rusak dan kotoran berkisar antara 1-5 sesuai SNI 01-3922-1995 (Tabel
5).Scor untuk susut tercecer (bobot) 1-20 didasarkan pada SNI 7866-2013 (Tabel
4). Susut terendah akan memperoleh scor tertinggi. Contoh scoring dapat dilihat
pada Tabel 7. Bobot yang diberikan pada masing-masing parameter susut sebesar
11
0.25 dengan dasar empat parameter yang digunakan sama-sama mempengaruhi
hasil atau pendapatan dari proses perontokan.
Menimbang brangkasan
seberat 500 kg
Meletakkan mesin perontok di atas alas petani
yang berada di atas alas pengamatan
Melakukan perontokan (mengukur RPM
setiap ¼ jam)
Menimbang biji
kedelai hasil
perontokan
(BKHpm)
Menimbang
seluruh batang
sisa perontokan
(Bmekanis)
Menimbang
seluruh kotoran
(Cmekanis)
Mengambil 1 kg
sampel, dipipil
Mengambil 1 kg
sampel,
memisahkan biji
bernas
Menimbang biji
kedelai yang
tidak terontok
(B1)
Jumlah kedelai yang
tidak terontok (T2)
Menimbang biji
kedelai yang tercecer
di luar alas petani
(BKTpm)
Menimbang biji
bernas (C1)
Jumlah kedelai yang
terbawa kotoran (T1)
Gambar 1 Alur menentukan susut tercecer perontokan
Mengambil 500 g cuplikan biji
kedelai dengan acak
Diulang sebanyak 3 kali
Mengaduk rata cuplikan yang
diperoleh
Menimbang 100 g sampel dari
cuplikan
Memisahkan biji utuh, rusak, belah,
dan kotoran
Gambar 2 Alur menentukan susut mutu perontokan
12
Tabel 7 Penilaian berdasarkan susut
Parameter
Susut tercecer
1
2
3
5
Biji belah
1
5
4
3
2
5
2
3
5
Biji rusak
0
Kotoran
Scor
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
Nilai (%)
1-2
3-4
5-6
7-8
9-10
12-11
13-14
15-16
17-18
19-20
4
3
2
5
1
2
3
4
3
2
Operasional Alat Perontok
Untuk mengetahui kinerja operasional dari alat perontok, maka dilakukan
pengamatan terhadap operasional alat meliputi :
- Kemudahan setting alat dikarenakan alat yang dianalisis adalah alat multiguna
(untuk padi, kedelai dan jagung).
- Kemudahan pengoperasionalan alat (mengatur rpm yang sesuai jenis kedelai,
pemasukan dan pengeluaran brangkasan dan pembersihan biji kedelai,
kenyamanan dan keselamatan operator, kemacetan atau gangguan, kemudahan
perbaikan dalam pengoperasian alat dan kemudahan alat dalam memperoleh suku
cadang).
Data didapatkan dengan membagikan kuisioner (Lampiran 1) pada
pengguna alat perontok di lapang.
Analisis Ekonomi
Analisis ekonomi dilakukan dengan menentukan biaya tetap dan biaya tidak
tetap.Biaya tidak tetap (variabel) pada kegiatan perontokan ini terdiri dari biaya
pemeliharaan alat, biaya bahan bakar (bensin), dan biaya pemindahan
mesin.Biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan (10% dari modal awal) dan bunga
modal (15% sesuai dengan investasi suku bunga bank BRI tahun 2013). Analisis
biaya dilakukan dengan menentukan (Diatin dan Kusumawardany 2010) :
13
a. Biaya Operasioal
Biaya operasional didapatkan dengan menentukan total biaya tetap (FC) dan
total biaya tidak tetap (VC) yang dikeluarkan pada kegiatan perontokan. Biaya
operasional dapat dihitung dengan Persamaan :
Biaya Operasional = FC+VC …………………….
(8)
Dimana :
FC : Biaya Tetap (Rp/tahun)
VC : Biaya Variabel (Rp/tahun)
Didapatkannya biaya operasional maka biaya pokok ditentukan dengan
Persamaan:
…………………..
Biaya pokok =
(9)
b. Keuntungan
Keuntungan dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan:
Π = TR-TC ……………………........................................
Dimana :
Π
: Keuntungan (benefit) Rp/tahun
TR : Penerimaan total (total revenue) Rp/tahun
TC : Biaya total (total cost) Rp/tahun
(10)
c. Break Event Point (BEP)
Untuk menentukan nilai break event point digunakan Persamaaan sebagai
berikut :
-
………………………………………………….
(11)
Dimana :
FC : Biaya tetap (Rp/tahun)
P
: Biaya sewa alat (Rp/kg)
VC : Biaya variabel (Rp/kg)
Analisis Kelayakan
Analisis kelayakan ditentukan dengan menggunakan kriteria net present
value (NPV), internal rate of return (IRR), net B/C dan nilai payback period.
Untuk menghitung nilai masing-masing kriteria tersebut menggunakan Persamaan
(Eva et al. 2014) :
Net present value (NPV)
t n
NPV
t 0
Bt Ct
.
(1 i ) t
……..………………………
Keterangan :
NPV : Net present value (Rp)
Bt
: Net benefit pada suku bunga i
Ct
: Net Cost pada suku bunga i
t
: Waktu (tahun) aliran kas
(12)
14
Kriteria :
NPV > 0 : Proyek menguntungkan
NPV < 0 : Proyek rugi
NPV = 0 : Proyek tidak untung tidak rugi (balik modal saja)
Internal rate of return (IRR)
IRR
i'
NPV '
(i ''
NPV ' NPV ''
i i ) …………..
(13)
Keterangan :
i’
: tingkat suku bunga menghasilkan NPV positif
i’’
: tingkat suku bunga menghasilkan NPV negatif
NPV’ : NPV bernilai positif (pada suku bunga i’)
NPV’’: NPV bernilai negatif (pada suku bunga i’’)
Net B/C
Net B / C
NPV ( B C ) positif
NPV ( B C ) negatif
………….. (14)
Keterangan :
NPV (B-C) negatif
: Selisih NPV benefit dan NPV cost yang bernilai
negatif
NPV (B-C) positif
: Selisih NPV benefit dan NPV cost yang bernilai
positif
NPV (B)
: NPV benefit pada tingkat suku bunga
NPV (C)
: NPV cost pada tingkat suku bunga
Kriteria : B/C > 1 proyek dapat dikembangkan
Payback period
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Susut Tercecer Perontokan Mekanis
Hasil susut tercecer (bobot) perontokan dari kedua mesin perontok pada
Gambar 3 menunjukkan bahwa semakin tinggi kecepatan putar silinder, susut
tercecer (bobot) yang diperoleh semakin tinggi.Hal ini disebabkan semakin besar
kecepatan putar silinder perontok, maka kekuatan blower untuk menghembuskan
angin semakin besar pula, sehingga biji kedelai pun ikut terlempar keluar bersama
kotoran. Alugboji (2004) memperkuat argumen tersebut dengan menerangkan
posisi blower yang terpasang pada sebuah poros, dan salah satu ujung dari poros
tersebut melekat sebuah puli yang dihubungkan oleh sabuk Vdengan puli silinder
15
perontok. Oleh sebab itu, besarnya hembusan angin dari blower berbanding lurus
dengan besarnya kecepatan putar silinder perontok. Selain itu, adanya mekanisme
gerak hammering (pukul)yang semakin besar dengan semakin tingginya
kecepatan putar silinder perontok akan mengakibatkan biji kedelai terpental ke
luar menjauhi mesin.
Kecepatan putar silinder perontok yang tinggisering digunakan oleh
operator dalam melakukan kegiatan perontokan di lapang, dengan alasan supaya
proses perontokan cepat selesai dan perontokan bisa dilanjutkan di tempat (lahan)
lain. Dalam hal ini, hasil produksi akan berkurang seiring tingginya susut yang
ditimbulkan. Menurut Hasbullah (2009), untuk menekan susut tercecer (bobot)
perontokan dapat dilakukan dengan menggunakan alas perontok yang layak (lebih
lebar).Susut tercecer (bobot) dari kedua mesin perontok ini masih dalam batas
standar SNI 7866-2013 yang menstandarkan susut tercecer (bobot) maksimal 20
persen.Hasil sidik ragam menyatakan bahwa perlakuan kecepatan putar yang
diberikan berpengaruh nyata terhadap susut tercecer (bobot) perontokan (P-value<
5%), tetapi jenis mesin perontok yang digunakan tidak berpengaruh nyata
terhadap susut tercecer yang dihasilkan (P-value> 5%).
Gambar 3 Susut tercecer perontokan (%)
Susut Mutu Perontokan Mekanis
Standarisasi mutu adalah klasifikasi suatu komoditas berdasarkan tingkatan
komponen mutu, nilai komersil dan penggunaannya.Standar mutu berguna untuk
menentukan harga jual yang layak untuk suatu komoditas, sehingga tidak
merugikan produsen dan konsumen. Standarisasi juga berguna untuk menghindari
penipuan, seperti pencampuran atau pengoplosan dengan benda asing ataupun
dengan komoditas yang sama tetapi mempunyai kualitas yang lebih rendah (SNI
01-3922-1995). Persyaratan mutu kedelai secara spesifikasi meliputi kadar air, biji
belah, biji rusak, biji keriput, kotoran dan biji warna lain.
16
Kadar Air
Kadar air merupakan jumlah air yang terkandung dalam suatu bahan. Kadar
air kedelai yang disajikan pada Gambar 4 diperoleh berkisar 11.08-13.59 persen.
Mesin perontok yang digunakan tidak mempengaruhi kadar air, hal ini
ditunjukkan dari hasil sidik ragam dengan perlakuan dan kelompok mesin
perontok yang digunakan menghasilkan P-value> 5%. Namun, menurut hasil
penelitian Vejasit dan Saloke (2004) menyatakan bahwa kadar air sangat
berpengaruh pada tingkat kerusakan biji kedelai pada saat perontokan, semakin
tinggi kadar air maka tingkat kerusakan semakin meningkat. Buckle et.al (2009)
juga menjelaskan bahwa kadar air mempengaruhi sifat fisik, perubahan kimia dan
mikrobiologis bahan pangan yang mengakibatkan bahan pangan cepat rusak.
Kadar air kedelai yang diperoleh pada kegiatan perontokan ini masih dalam
standar SNI 01-3922-1995.
Gambar 4 Kadar air kedelai perontokan (%)
Biji Belah
Biji kedelai yang dikatakan belah jika kulit bijinya atau keping-keping
bijinya terlepas atau bergeser (SNI 01-3922-1995).Banyaknya biji belah
merupakan dampak dari mekanisme gerak yang terjadi pada saat perontokan
(Koes 2007). Mekanisme gerak bergantung pada besarnya gaya sentrifugal yang
ditimbulkan. Semakin besar kecepatan putar silinder perontok, maka gaya
sentrifugal pun semakin besar (Ester 2011). Besarnya gaya sentrifugal
mengakibatkan mekanisme gerak yang terjadi pada saat perontokan semakin besar
pula, sehingga biji belah yang diperoleh semakin banyak. Hal ini sesuai dengan
Gambar 5 yang menunjukkan bahwa semakin tinggi kecepatan putar silinder
perontok, biji belah pun semakin banyak yang mencapai 2.9 persen pada mesin
perontok A. Biji belah pada gambar 6 akibat kerusakan mekanis tidak dapat
dijadikan benih karena dapat menurunkan viabilitas dan virgor benih, bahkan
meningkatkan kepekaan benih terhadap serangan pathogen (Waemata dan Ilyas
1989; El-Abady et al. 2012).
17
Gambar 5 Persentase biji belah (%)
Gambar 6 Biji belah
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan kecepatan putar
berpengaruh nyata terhadap biji belah hasil perontokan yang ditandai dengan Pvalue< 5% dan kelompok mesin yang digunakan tidak berpengaruh nyata
terhadap biji belah yang dihasilkan (P-value> 5%).Biji belah hasil perontokan
pada penelitian ini masih dalam kisaran nilai yang ada di SNI.
Biji Rusak
Biji rusak selain diakibatkan oleh serangan hama, faktor fisik, biologis dan
enzimatis juga ditimbulkan karena faktor mekanis.Biji rusak akibat kerusakan
mekanis disajikan pada Gambar 7.Persentase biji rusak tertinggi mencapai 2.57
persen pada mesin perontok A (Gambar 8). Banyaknya biji kedelai yang rusak
diakibatkan oleh besarnya gaya sentrifugal dan gaya tekan, sehingga biji kedelai
menjadi pecah. Besarnya gaya tekan sangat dipengaruhi oleh jarak celah gigi
perontok, semakin sempit jarak celah yang ada, maka semakin besar gaya tekan
yang ditimbulkan (Tamrin 2010; Amelia 2008). Jarak gigi perontok pada mesin
perontok A lebih sempit dibandingkan dengan mesin perontok B. Hal ini dapat
dilihat dari spesifikasi teknis mesin perontok A (Tabel 6) yang pada setiap baris
silinder perontoknya dipasang 8 buah gigi perontok dengan bentuk pemasangan
18
sejajar. Pada mesin perontok B dipasang 6 hingga 7 buah gigi perontok dengan
bentuk pemasangan selang-seling pada panjang silinder perontok yang sama, yaitu
550 mm. Berdasarkan uji laboratorium dengan menggunakan alatUTM, gaya
tekan yang dibutuhkan untuk melepaskan biji kedelai varietas Argomulyo dari
polongnya sebesar 28.53±0.023 N. Sempitnya celah gigi perontok, maka gaya
tekan yang dihasilkan akan lebih besar dibandingkan dengan gaya tekan yang
dibutuhkan (28.53±0.023 N), sehingga biji rusak yang dihasilkan semakin
meningkat.
Hasil ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan kecepatan putar yang
diberikan berpengaruh nyata terhadap biji rusak (P-value< 5%)dan kelompok
mesin yang digunakan tidak berpengaruh nyataterhadap biji rusak yang dihasilkan
(P-value> 5%).Walaupun demikian, biji rusak yang dihasilkan setiap perlakuan
dari kedua mesin perontok memenuhi SNI.
Gambar 7 Biji rusak
Gambar 8 Persentase biji rusak (%)
Kotoran
Setelah dirontok, biji kedelai akan mengalami penurunan kualitas yang
disebabkan masih tercampurnya biji dengan kotoran-kotoran yang berasal dari
bagian buah yang berupa kulit buah, tangkai atau bagian lain dari buah, bagian
tanaman, biji dari varietas lain, dan kotoran lain yang terbawa pada waktu panen
19
hingga perontokan. Menurut Nasirwan et al. (2007) bahwa kotoran yang berasal
dari bagian tanaman kedelai dapat diminimalkan dengan menghembuskan angin
dari blower.Selain itu, meminimalkan kotoran hasil perontokan dapat dilakukan
dengan menambah saringan pada saluran keluaran biji kedelai mesin
perontok.Persentase kotoran hasil perontokan disajikan pada Gambar 9.
Kotoran hasil perontokan kedelai dari semua perlakuan pada setiap mesin
perontok memenuhi SNI dengan kotoran 0.04-0.06 persen pada mesin perontok A,
sedangkan pada mesin perontok B mencapai 0.05-0.09 persen.Hasil sidik ragam
untuk kotoran dan tidak perpengaruh nyata pada setiap perlakuan yang diberikan
dan jenis mesin perontok yang digunakan (P-value> 5%)dan jenis mesin yang
digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap kotoran yang dihasilkan (P-value>
5%).
Gambar 9 Kotoran hasil perontokan (%)
Operasional Mesin Perontok
Untuk mengetahui tingkat kemudahan alat dioperasikan, baik dalam settinganalat (A), pengaturan kecepatan putar (B), pemasukan dan pengeluaran
brangkasan (C), pembersihan biji kedelai (D), kenyamanan dan keselamatan
operator (E), kemudahan kemacetan/gangguan (F), kemudahan perbaikan (G) dan
kemudahan alat dalam memperoleh suku cadang (H) disajikan pada Gambar 10.
Hasil kuisioner pada Gambar 10 dapat disimpulkan bahwa rata-rata tingkat
pengoperasian kedua alat pada penelitian ini mudah dilakukan.90 % responden
menyatakan bahwa kedua thresher ini mudah dalam pembersihan biji kedelai dari
kotoran dengan alasan thresher ini dilengkapi dengan saringan pada saluran
pengeluaran biji.90% responden juga menyatakan bahwa kenyamanan dan
keselamatan operator dalam mengoperasikan alat ini lebih mudah dan terjaga
dengan ukuran alat yang tidak terlalu besar dan juga ergonomis.70% responden
menyatakan mudah untuk memperoleh suku cadang dan 60% responden
mengungkapkan bahwa perbaikan alat sangat mudah dilakukan karena wilayah
tempat penelitian ini telah banyak berkembang bengkel-bengkel
servicethresher.60% responden menyatakan bahwa alat ini tidak mudah
mengalami kemacetan/gangguan dan mudah di setting.
20
Gambar 10 Kuisioner operasional mesin perontok (%)
Kinerja Mesin Perontok
Pengoperasian dua mesin perontok multiguna pada penelitian ini
menghasilkan unjuk kerja dengan kapasitas pengumpanan dan kapasitas
perontokan yang tersaji pada Tabel 8.
Mesin
A
B
Tabel 8 Kapasitas pengumpanan dan perontokan thresher multiguna
Kapasitas
Kapasitas
BBM
RPM
Pengumpanan (kg/jam)
Perontokan (kg/jam)
(l/jam)
515-570
513
226
0.61
580-650
537
227
0.57
515-570
545
220
0.6
580-650
596
244
0.65
Tabel 8 di atas terlihat bahwa semakin tinggi kecepatan putar yang diberikan,
semakin tinggi pula kapasitas alat dalam melakukan perontokan. Hasil kinerja alat
perontok berdasarkan kapasitas pengumpanan menurut SNI 7866-2013 bahwa
kedua mesin perontok multigunaini tergolong mesin perontok multigunaukuran
kecil dan